Pendapa lama yang terletak di kompleks Alun Alun Kota Pekalongan Jalan Nusantara.

Transkripsi

1 1 Kabupaten Pekalongan dan Kota Kajen

2 Kota kajen sebagai Ibu Kota Pendapa lama yang terletak di kompleks Alun Alun Kota Pekalongan Jalan Nusantara. JULIANTO/LPWs LEMBARAN sejarah yang tertulis de ngan tinta emas bagi seluruh masyarakat Kabupaten Pekalongan, tentu adalah prosesi pemindahan ibu kota dari Jalan Nusantara No. 1 (kompleks Alun Alun) Kota Pekalongan ke Ibu Kota yang baru, yakni Kota Kajen. Pemindahan dari Kajen sebuah kecamatan di belahan selatan itu persisnya dilakukan pada 25 Agustus Tentu, hari, bulan, dan tahun keramat tersebut benar-benar telah menjadi pahatan sejarah penting bagi masyarakat Kabupaten Pekalongan. Bagaimana tidak, pada saat itulah sebelas tahun silam roda pemerintahan kabupaten yang kesohor dengan sebutan Kota Santri ini mengawali dengan nuansa baru pelayanan birokrasi. Dari pendapa lama yang dibangun pada zaman Kerajaan Islam Mataram saat pemerintahan Adipati Notodirdjo, Tahun , itu denyut kinerja jajaran birokrasi dan jajaran instansi terkait di-boyong ke tempat baru. Prosesi pemindahan ibu kota tersebut, bersamaan dengan pelantikan bupati dan wakil bupati periode terpilih, yaitu Drs. H. Amat Antono M.Si dan Dra. Hj. Siti Qomariyah M.A. Seusai acara pelantikan bupati dan wakil bupati yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah, kala itu dijabat H. Mardiyanto, maka acara boyongan dari pendapa lama ke Kota Kajen pun dilakukan. Dipilihnya tanggal 25 Agustus, memang sangat tertaut dengan sejarah penetapan Hari Jadi Kabupaten Pekalongan yang jatuh pada 25 Agustus 1622 atau 12 Rabiul Awal 1042 Hijriyah. Pada Abad XVI itulah, pemerintahan Kabupaten Pekalongan dipangku oleh Pangeran Manduroredjo. Pangeran ini dipercaya menjabat sebagai Bupati atau Adipati I Pekalongan 2 Potret Sisikmelik

3 HUMAS PEMKAB PEKALONGAN Masyarakat saat membanjiri jalan di kompleks Alun Alun Kota Kajen dalam acara jalan sehat. yang diangkat oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Adipati Notodirjo, pembangunan Pendapa Kabupaten mulai ada. Dan, pendapa itu sekaligus difungsikan sebagai kediaman resmi bupati. Di kompleks pendapa itu pula dijadikan sebagai pase ban atau sebagai tempat untuk aktivitas para pejabat kabu paten. Ma sya rakat juga diper kenan kan men jadikan paseban sebagai tem pat bersilaturahmi untuk menyam paikan saran dan ma sukan secara langsung ke pada bupati dan punggawa pemerintahan lainnya. Pada masa itu, roda pe merin tahan Kabupaten Pekalo ngan memang dipegang oleh seorang adipati atau bupati. Tentunya, adi pati secara hirarkhi ha rus bertanggung jawab penuh pada Kerajaan Ma ta ram Islam, karena wi la yah nya merupakan ke sa tuan dari kera jaan tersebut. Menelisik Ihwal sejarah pemerintahan Kabupaten Peka longan, setidaknya per lu menyi mak tentang pem berian nama Kabu pa ten Pekalongan itu sen diri. Me mang, ada banyak versi da lam mengartikannya asal-usul nama Pekalongan. Da lam catatan se jarah disebutkan Pekalongan ber asal dari kata; Tapa Ngalong. Data sejarah disebutkan bah wa tokoh pembuka lahan (babad) hutan yang kemudian menjadi wilayah Pekalongan adalah Bahurekso. Konon, Bahurekso ini adalah Pang lima Perang (wilayah laut) di zaman Kerajaan Mataram Islam. Bahurekso bersama anak buahnya melaku kan Tapa Ngalong di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah, setelah gagal mela kukan penyerbuan ke Batavia. Nah, di wilayah pantura, persisnya di Hutan Gambiran atau Muara Gambaran, Bahurekso membuka hutan untuk lahan pemukiman. Boleh jadi dari istilah Tapa Ngalong itulah kemudian lahir istilah; Pekalongan. Namun berdasarkan penuturan Raden Basuki, putra Raden Soenarjo yang merupakan keturunan Adipati Manduroredjo, diung kapkan bahwa istilah Pekalongan berasal dari kata (istilah lokal) yakni Halong Along yang memiliki arti; Hasil. Menurut Basuki, nama Pekalongan juga disebut dengan nama Pengangsalan yang bermakna membawa keberuntungan. Jadi, istilah Tapa Ngalong hanya merupakan arti sanepa (gambaran), yakni bersembunyi pada siang hari dan pada malam harinya keluar untuk mencari nafkah. Alun-Alun Kota Kajen dari sisi selatan. ANTHONI SINA/LPWs Potret Sisikmelik 3

4 Ribuan Orang Beriring ke Kajen Kantor Bupati Pekalongan yang berada di Jalan Mandurorejo. JULIANTO/LPWs Walau jarak antara Alun Alun Kota Pekalongan dan Kecamatan Kajen sekitar 28 kilometer, namun ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat, siang itu tidak kendur semangatnya untuk melakukan arak-arakan. Mereka melakukan konvoi untuk mengarak bupati, wakil bupati, dan para pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pekalongan lainnya dalam prosesi boyongan ibu kota dari Alun Alun Kota ke Kota Kajen. Kala itu, persisnya 25 Agustus 2001 atau delapan hari setelah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang diperingati pada 17 Agustus. Saat itu pula, bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Pekalongan ke-379. Maka tak pelak, iringiringan masa dari para ulama, para tokoh masyarakat, pemuda, dan para pelajar yang menggunakan kendaraan dokar, becak, dan sepeda, melampiaskan kegembiraannya menyam but hari bersejarah bagi kota tercintanya. Prosesi arak-arakan pemindahan ibu kota yang dipimpin langsung oleh Bupati dan Wakil Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono dan Dra. Hj. Siti Qomariyah M.A., itu benarbenar bisa diibaratkan seperti pawai akbar. Ya, sebuah momentum yang mengawali jejak langkah pemerintahan dengan nuansa baru. Tokoh warga Kelurahan Kajen, Cashuri menyebutkan bah wa prosesi pemindahan ibu kota ke Kajen, kala itu boleh disebut mendapat sambutan yang sungguh luar biasa dari seluruh masyarakat. Ada ribuan orang yang ikut mengiringi bupati, wakil bupati, dan para pejabat untuk pindahan ke ibu kota yang baru, kenang Cashuri yang juga legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kabupaten Pekalongan periode , itu. Pria yang karib disapa Pak Bollets ini mengisahkan, arak-arakan yang meng gunakan kendaraan gelinding (dokar), becak, dan sepeda itu juga disambut penuh kegembiraan oleh masyarakat yang berdiri memanjang dari jalur pawai, mulai Alun Alun Kota Pekalongan hingga masuk ke Kota Kajen. Ya, masyarakat waktu itu sungguh merasa berbangga sekaligus berbahagia karena terwujud untuk 4 Potret Sisikmelik

5 humas pemkab pekalongan Prosesi iring-iringan Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono M.Si dari Karanganyar menuju Pendapa Kabupaten. memiliki ibu kota baru, papar Cashuri. Usai pemindahan, Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono M.Si menyatakan rasa syukurnya kepada Allah Swt, sebab impian seluruh masyarakat untuk memiliki ibu kota yang baru terpenuhi. Kala itu, Antono langsung meresmikan Gedung Sekretariat Daerah (Setda) untuk dipergunakan sebagai kantor pemerintahan, sebelum Kantor Bupati selesai dibangun. Dalam kesempatan itu, Antono juga me nyam paikan bahwa pemindahan ibu kota ke Kajen ini mengandung tiga filosofi. Pertama, kata Antono, mewujudkan eksistensi kemandirian bagi. Kedua, urai Antono, eksistensi harga diri. Dan, ketiga adalah eksistensi jati diri, kata Antono menambahkan. Maka tidak berlebihan kalau bupati yang dikenal sangat dekat dengan semua lapisan masyarakat ini, dalam beberapa kesempatan mengajak kepada rakyatnya untuk terus membangun Kota Kajen. Ya, kita semua akan membangun, sehingga masyarakat lebih sejahtera dan makmur, tutur Antono. Antono juga sering memompa semangat seluruh masyarakat untuk lebih kreatif dalam membangun wilayahnya. Bagi Antono, pemindahan ibu kota ke Kajen, memang telah mampu menjadikan ikatan sebagai kesatuan masyarakat. Initinya hubungan antarwilayah menjadi semakin kuat, kata Antono. Hal ini, tegas Antono, Kajen secara perlahan namun pasti bakal menjelma menjadi episentrum pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Itulah karenanya, kita perlu terus menguatkan dan mengembangkan wilayah lain yang memiliki potensi besar sebagai pemantik kemajuan dan kesejahteraan bagi wilayah-wilayah di sekitarnya, tambah Antono. Potret Sisikmelik 5