PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb."

Transkripsi

1 PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SKRIPSI DIANITA LAILA FAUZANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 21

2 COMPARISON BETWEEN MACERATION, REMACERATION, PERCOLATION AND REPERCOLATION METHOD ON YIELD EXTRACTION VALUE OF JAVA TURMERIC (CURCUMA XANTHORRHIZA ROXB) Dianita Laila Fauzana, Chilwan Pandji and Chaidir Department of Agroindustrial Engineering, Faculty of Agricultural technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga campus, PO BOX 22, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT This research focusing to analyze the best type of simple extraction method for industry that optimize the output based on oleoresin proporsition. This research comparing four type of simple extraction method including maceration, remaceration, percolation, and repercolation. This research was divided in two parts. The first part called as pre-research and the second part is the main research. The pre-research gave information that the sample of java turmeric consist of water (14.97%), starch (58.56%), fat (7.45%), protein (7.7%), crude fiber (7.63%), total ash (5.7%) and needs two hours of washing time. The main research gave information about yield percentage of each type of method. Maceration method produce 12.2% to 12.6% of yield. Remaceration method produce 15.6% to 16.7% of yield. Percolation method produce 12.5% to 15.% of yield, and repercolation method produce 15% to 16% of yield. Statistical calculations using SAS 9.1 indicated that the difference of time was insignificant to yield value. HPLC (High Performance Liquid Chromatography) analysis indicated that the retention time of all sample was according to the six minutes of curcumin standard retention time. The highest curcumin value produced in 12 hours length of maceration (6.7 %) and the lowest curcumin produced in 16 hours length of maceration (.6 %). The lowest curcumin caused by curcumin degradation that happened as long as the extraction process. Based on this research, the best extraction method was four hours length of maceration. It has 15.6% yield with 6.5 % of curcumin. Keywords: extraction, curcumin, curcuma xanthorrhiza roxb

3 DIANITA LAILA FAUZANA. F Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb). Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Chaidir. 21. RINGKASAN Temulawak merupakan salah satu tanaman dari marga Zingiberaceae yang biasa digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Zat aktif yang terdapat dalam temulawak dapat bekerja sebagai kolekinetik (merangsang gerak saluran empedu) dan koleretik (peningkatan sekresi empedu oleh hati). Temulawak yang diekspor umumnya berupa temulawak segar dan temulawak kering. Namun temulawak yang diekspor seringkali tidak memenuhi persyaratan ekspor sehingga negara pengimpor menolak temulawak asal Indonesia karena mutu yang rendah. Faktor penyebab terjadinya penurunan mutu temulawak yaitu pengeriputan, perkecambahan, dan pencemaran mikroba akibat kurangnya perhatian terhadap kondisi sanitasi pada saat pengeringan dan pengepakan. Penurunan mutu temulawak dapat dihindari dengan cara memproduksi temulawak dalam bentuk ekstrak. Ekstrak temulawak dapat diperoleh melalui ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi dan dialokasi. Dalam skala industri ekstraksi sederhana dinilai lebih efektif dibandingkan dengan ekstraksi khusus karena proses yang dilakukan lebih sederhana dan tidak membutuhkan peralatan berteknologi tinggi, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis jenis metode sederhana yang terbaik yang dapat mengoptimalkan hasil dalam skala industri berdasarkan rendemen dan kadar oleoresin dalam ekstrak. Metode ekstraksi sederhana yang dibandingkan adalah maserasi, remaserasi, perkolasi dan reperkolasi. Penelitian dilaksanakan dengan dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui karakterisasi temulawak dan menentukan washing time temulawak. Sedangkan penelitian utama bertujuan untuk mengetahui metode dan waktu terbaik yang dapat menghasilkan ekstrak temulawak secara optimal. Dari hasil penelitian karakterisasi rimpang temulawak kering didapatkan kadar air sebesar persen; kadar pati persen; kadar lemak 7.45 persen; kadar protein 7.7 persen; kadar serat kasar 7.63 persen; kadar abu 5.7 persen, dan kadar minyak atsiri tidak terukur. Sedangkan washing time yang diperoleh adalah 2 jam. Pada penelitian utama diketahui bahwa rendemen ekstrak pada metode maserasi 12.2 persen sampai 12.6 persen; metode remserasi 15.6 persen sampai 16.7 persen; metode perkolasi 12.5 persen sampai 15. persen; metode reperkolasi 15 persen sampai 16 persen. Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunakan SAS 9.1 diketahui bahwa perbedaan waktu tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen. Hasil analisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) menunjukkan bahwa waktu retensi seluruh sampel berkisar pada waktu retensi standar (kurkumin) yang digunakan yaitu pada kisaran waktu 6 menit. Kadar kurkumin tertinggi diperoleh dengan metode maserasi selama 12 jam dengan kadar sebesar 6.7 %, sedangkan kadar terendah dimiliki oleh maserasi selama 16 jam dengan nilai sebesar.61% karena berada dibawah nilai kurva standar. Situasi demikian diduga terjadi akibat adanya degradasi kurkumin oleh cahaya selama proses ekstraksi berlangsung. Kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan rendemen, waktu dan kadar yang diperoleh adalah metode remaserasi selama 4 jam, dengan jumlah rendemen sebesar 15.6 % dan kadar kurkumin sebesar 6.5 %.

4 PERBANDINGAN METODE MASERASI, REMASERASI, PERKOLASI DAN REPERKOLASI TERHADAP RENDEMEN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh DIANITA LAILA FAUZANA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 21

5 Judul Skripsi : Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb). Nama : Dianita Laila Fauzana NIM : F Menyetujui, Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, (Drs. Chilwan Pandji Apt. MSc) NIP: (Dr. Chaidir. Apt) NIP: Mengetahui : Ketua Departemen, (Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP: Tanggal Lulus : 6 Desember 21

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 21 Yang membuat pernyataan Dianita Laila Fauzana F

7 Hak cipta milik Dianita Laila Fauzana, tahun 21 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Agam, Sumatera Barat pada tanggal 1 Mei Putri dari pasangan Bapak Dahnil Chan dan Ibu Zuniarti Harun. Pada tahun 2, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 17 Lubuk Basung. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di MTsN 1 Lubuk Basung pada tahun 23. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 2 Lubuk Basung dan lulus pada tahun 26. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi (28), asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pati, Gula, dan Sukrokimia (29), asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka (21) dan asisten praktikum mata kuliah Teknologi Bahan Penyegar (21). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa teknologi Industri (Himalogin) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM-KM IPB) Penulis melaksanakan praktek lapangan pada Tahun 29 dengan topik Proses Produksi dan Perancangan Dasar Secondary Inspection di PT. Goodyear Indonesia Bogor. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.).

9 KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, kuasa, dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi Terhadap Rendemen Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) yang disusun berdasarkan hasil penelitian sejak Juni September 21. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Serpong. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Drs. Chilwan Pandji Apt. MSc selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, masukan, serta saran yang telah diberikan kepada penulis 2. Dr. Chaidir, Apt selaku dosen pembimbing pendamping atas saran dan batuan moril yang diberikan 3. Ir. Sugiarto, MSi Selaku dosen penguji atas segala masukannya 4. Orang tua, kakak, serta seluruh keluarga besar penulis atas segala doa dan motivasinya 5. Seluruh dosen, laboran, dan staf TIN yang telah banyak membatu penulis selama menuntut ilmu di TIN 6. Seluruh Staf Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika BPPT 7. Dinda Nindita Aldilla, Melyana Oktavia, Smunindar, Magdalena Kristin Sejati, Veronica Lusi Budiman, dan seluruh teman-teman TIN 43 atas dukungan dan kerja sama yang telah diberikan 8. Teman-teman Pondok Nuansa Sakinah atas segala keceriaan dan persaudaraannya 9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama ini Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis tidak luput dari kesalahan yang manusiawi. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran, masukan, maupun kritik agar skripsi ini dapat mendekati kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Desember 21 Dianita Laila Fauzana

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BOTANI TEMULAWAK KOMPOSISI KIMIA TEMULAWAK EKSTRAKSI ANALISIS KUANTITATIF MENGGUNAKAN HPLC... 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan Baku Bahan Kimia Alat METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama... 1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Analisis Kandungan Senyawa Kimia Penentuan Washing Time EKSTRAKSI RIMPANG TEMULAWAK Metode Maserasi Metode Remaserasi Metode Perkolasi Metode Reperkolasi Perbandingan Rendemen Seluruh Metode Ekstraksi ANALISIS KUANTITATIF KURKUMIN V. KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi rimpang temulawak... 5 Tabel 2. Jenis pelarut dan titik didihnya... 7 Tabel 3. Residu pelarut yang ditetapkan US-FDA dalam produk... 7 Tabel 4. Kadar proksimat rimpang temulawak kering... 16

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)... 3 Gambar 2. Struktur kurkumin... 4 Gambar 3. Struktur desmetoksikurkumin... 4 Gambar 4. Diagram perbandingan metode perkolasi dengan reperkolasi... 8 Gambar 5. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode maserasi Gambar 6. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode remaserasi Gambar 7. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode perkolasi Gambar 8. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode reperkolasi Gambar 9. Persentase rendemen washing time Gambar 1. Mekanisme penarikan senyawa Gambar 11. Rendemen metode maserasi Gambar 12. Rendemen metode remaserasi... 2 Gambar 13. Rendemen metode perkolasi Gambar 14. Rendemen metode reperkolasi Gambar 15. Perbandingan rendemen metode ekstraksi Gambar 16. Grafik kromatogram perbandingan standar dan sampel Gambar 17. Grafik analisis spektrum sinar UV standar dan sampel Gambar 18. Grafik perbandingan kadar kurkumin Gambar 19. Grafik kromatogram maserasi 16 jam... 27

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur penentuan proksimat kadar abu, air dan serat Lampiran 2. Prosedur penentuan proksimat pati, protein, lemak dan atsiri Lampiran 3. Data rendemen maserasi Lampiran 4. Data rendemen remaserasi Lampiran 5. Data rendemen perkolasi Lampiran 6. Data rendemen reperkolasi Lampiran 7. Hasil analisis pengaruh perlakuan tehadap respon Lampiran 8. Data penentuan kurva standar kurkumin Lampiran 9. Hasil analisis kromatogram HPLC kurkumin standar Lampiran 1. Hasil analisis kromatogram HPLC kurkumin maserasi Lampiran 11. Hasil analisis kromatogram HPLC kurkumin remaserasi Lampiran 12. Hasil analisis kromatogram HPLC kurkumin perkolasi... 5 Lampiran 13. Hasil analisis kromatogram HPLC kurkumin reperkolasi Lampiran 14. Data kadar kurkumin Lampiran 15. Hasil perhitungan analisis kurkuminoid dengan SPSS

14 I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis temu-temuan yang termasuk dalam marga Zingiberaceae. Masyarakat mengenal temulawak sebagai ramuan obat tradisional. Bagian tanaman temulawak yang banyak dimanfaatkan adalah bagian rimpang. Rimpang temulawak mengandung senyawa felandren, kamfer, turmenol, tolilmetilkarbinol, xanthorrizol, kurkumin, pati dan resin (Aliadi et.al, 1996). Zat warna kuning kurkumin pada temulawak bekerja sebagai kolekinetik, sedangkan minyak atsirinya (felandren, kamfer, turmenol, tolilmetilkarbinol dan xanthorrizol) berfungsi sebagai pencegah gangguan fungsi empedu yang biasa dikenal dengan istilah koleretik (Departemen Kesehatan RI, 1989). Dewasa ini produksi temulawak tidak hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ekspor tanaman obat ke luar negeri. Produk temulawak yang diekspor umumnya berupa temulawak segar dan temulawak kering. Aktivitas ekspor temulawak yang menitikberatkan pada temulawak segar dan temulawak kering berakibat pada sering ditolaknya ekspor temulawak Indonesia oleh negara importir. Negara importir menilai bahwa pengiriman temulawak segar dan temulawak kering berdampak signifikan terhadap penurunan mutu temulawak, sehingga temulawak ekspor akan memiliki mutu yang rendah. Faktor penyebab terjadinya penurunan mutu temulawak yaitu pengeriputan, perkecambahan, dan pencemaran mikroba akibat kurangnya perhatian terhadap kondisi sanitasi pada saat pengeringan dan pengepakan. Selain itu, umumnya temulawak yang di ekspor dalam bentuk segar mengalami perubahan bau (off flavor). Hal ini dikarenakan temulawak mengandung enzim-enzim, terutama enzim lipase, yang dapat merubah lemak menjadi asam lemak bebas penyebab ketengikan. Penurunan mutu temulawak dapat dihindari dengan cara melakukan ekstraksi sehingga dihasilkan oleoresin temulawak. Di samping menghindari penurunan mutu, produksi ekstrak temulawak juga dapat memberikan keuntungan dalam hal pembiayaan dikarenakan minimnya kebutuhan biaya produksi. Alasan inilah yang mendorong para pelaku industri untuk meningkatkan pendapatan perusahaan mereka melalui produksi ekstrak temulawak. Ekstrak temulawak dapat diperoleh melalui ekstraksi sederhana, ekstraksi khusus dan perendaman rajangan atau bubuk temulawak ke dalam air panas. Ekstraksi melalui perendaman dinilai kurang efektif, mengingat bahwa kurkumin yang terkandung dalam temulawak memiliki sifat tidak larut dalam air. Dengan demikian ekstraksi kurkumin tidak dapat terjadi secara optimal dan mengalami kerusakan akibat tingginya suhu air. Jika dibandingkan dengan metode perendaman, metode ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus merupakan perlakuan yang lebih baik Ekstraksi sederhana terdiri dari maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi dan dialokasi, sedangkan ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik dan ultrasonik. Dalam skala industri ekstraksi sederhana dinilai lebih efektif dibandingkan dengan ekstraksi khusus karena proses yang dilakukan lebih sederhana dan tidak membutuhkan peralatan berteknologi tinggi. Oleh karena itu biaya produksi akan cenderung lebih murah sehingga harga jual produk dapat ditetapkan pada tingkatan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemilihan metode ekstraksi merupakan keputusan penting dalam aktivitas manajemen produksi. Melalui berbagai pertimbangan terhadap efisiensi biaya dan optimalisasi produksi, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap ekstraksi kurkumin dengan menggunakan empat jenis metode sederhana meliputi maserasi, remaserasi, perkolasi dan reperkolasi.

15 2. TUJUAN Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis jenis metode sederhana yang terbaik yang dapat mengoptimalkan hasil dalam skala industri berdasarkan rendemen dan kadar oleoresin dalam ekstrak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi para pelaku industri untuk memilih proses ekstraksi yang akan digunakan dalam industri tersebut.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BOTANI TEMULAWAK Berdasarkan klasifikasinya temulawak merupakan tanaman yang termasuk dalam: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Temulawak merupakan terna berbatang semu dengan tinggi kurang lebih dua meter dan berwarna hijau atau coklat gelap. Temulawak memiliki akar rimpang berwarna hijau gelap yang terbentuk sempurna dengan percabangan yang kuat. Batang temulawak memiliki dua hingga sembilan lembar daun berwarna hijau atau coklat keungunan yang berbentuk memanjang. Ciri lain dari temulawak adalah perbungaan lateral, tangkai ramping, sisik berbentuk garis dan berbulu halus, bentuk bulir bulat memanjang dan memiliki daun pelindung yang banyak, serta mahkota bunga berbentuk tabung berwarna putih atau kekuningan. Di wilayah Jawa, temulawak dapat ditemukan di pekarangan rumah, tegalan, serta dapat juga tumbuh liar di hutan jati. Temulawak dapat ditanam pada tanah berat berstruktur liat, tetapi untuk memperoleh hasil yang baik maka temulawak perlu ditanam pada tanah yang subur dan baik tata perairannya, yakni dengan curah hujan antara 15-4 mm per tahun (Depkes RI, 1993). Sudarman dan Harsono (198) menyatakan bahwa temulawak dapat tumbuh hingga ketinggian 18 m diatas permukaan laut. Temulawak juga dapat tumbuh pada tanah berkapur, tanah ringan berpasir atau tanah liat. Temulawak merupakan tumbuhan asli Indonesia yang berasal dari Pulau Jawa dan kemudian menyebar ke wilayah Indonesia lainnya. Mengacu pada Supriadi (21), temulawak turut pula dikenal dengan beberapa nama daerah, seperti tetemulawak (Sumatera), kunyit etumbu (Aceh) koneng gede (Jawa Barat) dan temu lobak (Madura). Gambar 1. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)

17 2.2. KOMPOSISI KIMIA TEMULAWAK Menurut Sinambela (1985) dalam Widyasari (2), semua bagian temulawak umumnya berkhasiat namun bagian yang dinilai paling berharga adalah bagian rimpang. Rimpang menjadi bagian tanaman yang paling berharga karena kandungan kimia yang terkandung di dalamnya sangat bermanfaat sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri, dan bahan baku obat. Rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), selulosa dan mineral (Ketaren,1988). Dalam Sidik et al. (1995) dinyatakan bahwa fraksi pati merupakan kandungan kimia paling banyak yang terdapat dalam rimpang temulawak. Pati tersebut berbentuk serbuk berwarna putih kekuningan serta memiliki bentuk bulat telur hingga lonjong dengan salah satu ujungnya berbentuk persegi. Pati temulawak terdiri dari abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan dan kadmium. Dengan kandungan tersebut pati temulawak dapat dikembangkan sebagai bahan makanan. Kandungan kimia dalam rimpang temulawak dibedakan atas fraksi pati, fraksi kurkuminoid dan fraksi minyak atsiri (Sidik et al, 1995). Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak. Adanya kandungan kurkuminoid pada temulawak turut pula diungkapkan dalam hasil penelitian Suwiyah (1991). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa temulawak mengandung zat kurkuminoid yang memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan memiliki khasiat medis. Lebih lanjut Sidik et al. (1995) menyatakan bahwa Komponen kurkuminoid (C 25 H 32 O 6 ) dalam temulawak meliputi kurkumin (C 21 H 2 O 6 ) dan desmetoksikurkumin (C 2 H 18 O 6 ). Kurkumin memiliki bobot molekul sebesar 368 g/mol, sedangkan desmetoksikurkumin memiliki bobot molekul sebesar 338 g/mol. Komponen kurkuminoid digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman dan kosmetika. Selain itu komponen kurkuminoid diketahui memiliki berbagai aktifitas biologis dalam spektrum yang lebih luas. Kurkuminoid dari rimpang temulawak tidak mengandung bisdesmetoksikurkumin sehingga temulawak lebih efektif untuk sekresi empedu dibandingkan dengan rimpang kunyit. Hal ini disebabkan oleh aktivitas kurkumin dan desmetoksikurkumin yang berlawanan dengan aktivitas bisdesmetoksikurkumin untuk sekresi empedu. Struktur kurkumin dan desmetoksikurkumin masing-masing terdapat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Gambar 2. Struktur kurkumin Gambar 3. Struktur desmetoksikurkumin

18 Dalam Sidik et al. (1995) diterangkan bahwa kandungan kurkuminoid pada temulawak menjadikan tanaman ini sebagai anti inflamasi. Anti inflamasi adalah aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, anti mikroba dan meningkatkan kerja ginjal. Temulawak memiliki aktivitas diuretika yang berfungsi mempercepat pembentukan urin sehingga meningkatkan kinerja ginjal. Menurut Liang et al. (1985), kurkuminoid rimpang temulawak berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi menghilangkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol darah, mencegah terjadinya pembekuan lemak dalam sel hati, serta sebagai antioksidan. Penggunaan temulawak dalam ramuan obat tradisional yaitu sebagai bahan utama (remedium cardinale), bahan penunjang (remedium adjuvans), korigensia warna (corrigentia coloris) serta korigensia aroma (corrigentia odoris). Fraksi minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temulawak terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Senyawa turunan monoterpen, terdiri dari 1.8 sineol, borneol, α felandren dan kamfor, sedangkan senyawa turunan seskuiterpen terdiri dari β kurkumin, sikloisoprenmirsen, xanthorrizhol, bisa kuronepoksida, tumeron, α atlanton, ar kurkumen, zingiberen, β bisabolen, bisakuron A,B,C, ar tumeron dan germaken. Fraksi minyak atsiri rimpang temulawak mempunyai aktifitas biologik dengan spektrum luas yang dalam berapa hal bekerja sinergetik dengan fraksi kurkuminoid (Sidik et al, 1995). Kadar kurkumin dalam kurkuminoid rimpang temulawak adalah 58-71%, sedangkan kadar desmetoksikurkumin bernilai antara 29-42%. Wijayakusuma (22) menyampaikan bahwa rimpang temulawak mengandung pati, abu, protein, serat, kurkumin, glikosida, toluil metil karbinol, L- sikloiprenmirsen, essoil, kalium oksalat, serta minyak atsiri yang terdiri dari felandren, kamfer, borneol, tumerol, xantorizol dan sineal. Menurut Rismunandar (1988) dalam Widyasari (2), kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak mencapai 1,4 4 %. Berdasarkan Purseglove (1981) dalam Widyasari (2), pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar seperti etanol 95%. Keseluruhan komposisi rimpang temulawak dijelaskan secara terperinci pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Rimpang Temulawak Komposisi Kadar (% Basis Kering) Air Pati Lemak Minyak atsiri Kurkumin Protein Serat kasar Abu 75,18 27,62 5,38 1,96 1,93 6,44 6,89 3,96 Sumber : Suwiah (1991) Menurut Sidik et al. (1995), zat warna kurkuminoid dapat mengalami perubahan sesuai ph lingkungan. Dalam suasana asam, kurkuminoid berwarna kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya sistem tautomeri pada molekul kurkuminoid. Kurkuminoid turut pula memiliki sensitivitas terhadap cahaya. Adanya cahaya yang mengenai kurkuminoid berakibat pada terjadinya dekomposisi struktur. Peristiwa degradasi kurkuminoid oleh cahaya akan menyebabkan rimpang temulawak berwarna kuning gelap.

19 Analisis kurkuminoid dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain spektroskopi sinar tampak, titrasi volumetrik dan kromatografi. Analisis kuantitatif dengan sinar tampak dilakukan berdasarkan reaksi pembentukan rubrokurkumin atau rososianin pada panjang gelombang 53 nm (Sidik et al. 1992). Berdasarkan metode yang dikeluarkan oleh ASEAN pada tahun 1993, analisis kuantitatif dengan sinar tampak dapat pula dilakukan dengan menggunakan panjang gelombang 42 nm EKSTRAKSI Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif dari suatu campuran padatan dan/atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ini merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian komponen kimia yang terdapat dalam tanaman (Mandal et al. 27). Bombardelli (1991) menyatakan bahwa ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat. Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi sangat penting untuk mempermudah proses ektraksi. Perlakuan pendahuluan ini tergantung dari sifat senyawa yang terdapat dalam bahan yang akan diekstraksi (Robinson, 1995). Perlakuan pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak adalah dengan pengeringan dan pengecilan ukuran bahan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu lalu dilanjutkan dengan penggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi, serta mempermudah kontak antar bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Harbone, 1996) Ekstraksi bahan alam, terutama yang akan digunakan untuk obat, dapat dilakukan dengan cara perebusan, penyeduhan, maserasi, perkolasi atau cara lain yang sesuai dengan sifat bahan alam yang diekstraksi. Dalam suatu pemisahan yang ideal oleh ekstraksi pelarut, seluruh zat yang diinginkan akan berakhir dalam suatu pelarut sedangkan zat-zat yang tidak diinginkan berada pada pelarut yang lain. Ekstraksi ganda merupakan salah satu teknik pemisahan yang lebih akurat dibandingkan ekstraksi tunggal Ekstraksi pelarut adalah metode yang efektif untuk mengekstrak kurkuminoid (Jayaprakasha et al, 25). Di antara banyak pelarut organik, pelarut etanol adalah salah satu pelarut yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid yang optimal (Photitirat et al, 24). Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif dari campuran. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstraksi, tidak bersifat racun, mudah diuapkan dan harganya relatif murah (Gamse, 22). Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam tiga tahapan, yaitu masuknya pelarut kedalam dinding sel tanaman atau pembengkakan sel, kemudian senyawa yang terdapat dalam dinding sel akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel. Disampaikan oleh Purseglove et al. (1981) bahwa ekstraksi rimpang temulawak untuk memperoleh oleoresin dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Etilen diklorida merupakan pelarut polar yang paling banyak digunakan, tetapi etanol merupakan pelarut yang paling aman dan tidak beracun (Somaatmadja, 1981). Etanol mempunyai polaritas yang tinggi, sehingga dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak daripada pelarut lain seperti aseton dan heksana. Etanol merupakan etil alkohol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH, yaitu cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, berbau merangsang, dan mudah larut dalam air. Jenis-jenis pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi temulawak dapat dilihat pada Tabel 2.

20 Tabel 2. Jenis-jenis pelarut dan titik didihnya* Jenis Pelarut Aseton Metanol Hexana Etil Asetat Etil Alkohol Etilen Diklorida *Scheflan dan Jacobs, 1953 Titik Didih ( o C) Proses pemisahan pelarut merupakan tahapan yang sangat penting dalam ekstraksi. Teknik pemisahan pelarut menentukan kandungan sisa pelarut yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak yang dihasilkan. Pelarut yang memiliki titik didih yang rendah beresiko kehilangan pelarut yang lebih besar akibat proses penguapan, sedangkan pelarut yang memiliki titik didih tinggi harus dipisahkan pada suhu yang lebih tinggi. Produk yang baik harus bebas dari sisa pelarut karena sisa pelarut selain dapat mengurangi kualitas produk juga dapat mempengaruhi aroma produk. United State Food and Drug Administration (US-FDA) memberikan batasan jumlah sisa pelarut yang diperkenankan terdapat dalam produk seperti Tabel 3. Tabel 3. Residu pelarut yang ditetapkan US-FDA dalam produk* Jenis Pelarut Aseton Metanol Hexana Etil Asetat Etil Alkohol Etilen Diklorida *Farrel, 1985 Residu (ppm) Berdasarkan fase yang terlibat, terdapat dua jenis ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padat-cair. Pada ekstraksi padat-cair terjadi pemindahan komponen dari padatan ke pelarut melalui tiga tahapan, yaitu difusi pelarut ke pori-pori padatan, pelarutan solut oleh pelarut di dalam pori tersebut, dan pemindahan larutan dari pori menjadi larutan ekstrak. Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain waktu ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1996). Menurut List (1989), perendaman suatu bahan dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel melalui masuknya pelarut kedalam dinding sel sehingga membuat sel membengkak. Pembengkakan sel dapat menyebabkan senyawa yang terdapat dalam dinding sel tanaman akan terlepas dan masuk ke dalam pelarut. Hal ini menyebabkan difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman. Harborne (1996) mengatakan bahwa metode ekstraksi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus meliputi sokletasi, arus balik dan ultrasonik. Maserasi adalah ekstraksi suatu bahan menggunakan pelarut dengan pengadukan pada suhu ruang. Pada remaserasi sebagian pelarut digunakan untuk maserasi lalu setelah penyaringan, residu digunakan lagi untuk kedua kalinya dengan sisa pelarut yang ada dan disaring kembali, lalu kedua

21 filtrat digabungkan pada tahap akhir ( List, 1989). Pada proses perkolasi, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut segar. Hanya pelarut segar yang digunakan dalam proses ini sehingga membutuhkan waktu yang lama dan jumlah pelarut yang banyak. Proses reperkolasi menggunakan pelarut segar dan hasil perkolasi pertama yang digabungkan untuk ekstraksi berikutnya ( List, 1989). Pelarut segar Pelarut segar Reperkolat Bahan Bahan Ekstrak Ekstrak A.Perkolasi B.Reperkolasi Gambar 4. Diagram perbandingan metode perkolasi dengan reperkolasi Berdasarkan hasil penelitian Moestafa (1976), ekstraksi oleoresin dengan cara perkolasi selama tiga jam menghasilkan oleoresin lebih tinggi daripada ekstraksi soxhlet selama delapan jam. Salah satu penyebab tingginya oleoresin menggunakan cara perkolasi karena mengalami proses pengadukan. Pengadukan yang baik akan meningkatkan kecepatan pelarutan dan meningkatkan intensitas kontak partikel bahan dengan pelarut (Erle, 1966). Oleoresin yang diperoleh dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu dan jenis pelarut yang digunakan. Penggunaan suhu tinggi dapat mempercepat proses ekstraksi dan menyebabkan kerusakan terhadap komponen yang terkandung dalam bahan. Oleh karena itu penggunaan suhu dalam proses ekstraksi harus diperhatikan agar tidak merusak komponen oleoresin bahan. Pemanasan yang melebihi suhu 1 o C akan menyebabkan penguraian komponen penyusun oleoresin, sehingga akan menimbulkan perubahan bau dan minyak atsiri banyak yang menguap (Sabel dan Warren, 1973). Pada kondisi proses ekstraksi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi oleoresin yang dihasilkan yaitu penyiapan bahan sebelum ekstraksi, kondisi proses ekstraksi dan proses pemisahan pelarut dari hasil ekstraksi. Menurut Sutianik (1999) persiapan bahan mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi yang dilakukan. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan oleoresin yang terekstrak mengandung komponen larut dalam air seperti gula, sehingga menyebabkan perubahan aroma dan rasa. Bahan yang diekstrak masih mengandung pelarut yang digunakan untuk melarutkan oleoresin, untuk itu maka pelarut harus dipisahkan dari oleoresin. Pemisahan pelarut dari oleoresin merupakan tahapan yang sangat penting karena pemisahan pelarut akan menentukan kandungan sisa pelarut yang masih tertinggal dalam oleoresin, sisa pelarut ini dapat mempengauhi mutu oleoresin ( Lestari, 26) ANALISIS KUANTITATIF MENGGUNAKAN HPLC High Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. Peralatan penting yang terdapat dalam HPLC meliputi reservoir pelarut, pompa, injektor, kolom dan detektor. Proses pemisahan komponen sampel terjadi pada bagian kolom. Pemisahan komponen campuran dalam kolom dilakukan berdasarkan perbedaan penyerapan masing-masing komponen pada permukaan fase diam. Zat-zat

22 yang terabsorpsi kuat dalam fase diam akan lama bertahan dalam kolom, sedangkan yang terabsorbsi lemah akan keluar dengan cepat dari kolom. Sebagian besar pemisahan dengan HPLC modern menggunakan kolom yang siap pakai. Pemisahan senyawa terjadi dalam kolom dengan perantara fase gerak, kemudian diidentifikasikan karakteristik komponen-komponennya di dalam detektor (Gritter et al. 1991).

23 III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional yang berlokasi di Tawangmangu Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan adalah etanol teknis 7%, kloroform P, etanol 95%, H 2 SO 4, NaOH, aseton, HCl, air destilat, etanol p.a, air bebas ion HPLC grade, dan berbagai bahan kimia lain untuk analisis pengujian Alat Peralatan yang digunakan meliputi erlenmeyer, shaker, perkolator, pompa, pipet volumetrik, neraca analitik, desikator, rotary evaporator, labu uap, gelas ukur, lemari asam, grinder, cawan porselein, peralatan HPLC, tanur, pompa vakum serta berbagai macam peralatan lainnya METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, dilakukan karakterisasi sifat fisika-kimia temulawak bubuk (kadar air, kadar abu total, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar lemak, kadar serat kasar, serta kadar protein) dan penentuan waktu ekstraksi. Sebelum dilakukan ekstraksi, rimpang temulawak yang telah kering digiling dengan menggunakan hammer mill dengan ukuran 2 mesh. Proses ekstraksi dilakukan sesuai suhu ruang yaitu 25 o C dengan waktu 5, 1, 2, 4, 6, 8, 1, dan 12 menit. Penelitian pendahuluan ini berfungsi untuk menentukan washing time untuk mengekstrak temulawak Penelitian Utama Berdasarkan pada penelitian pendahuluan, hasil washing time yang diperoleh digunakan sebagai acuan untuk menentukan waktu yang digunakan pada penelitian utama. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pendahuluan mengenai washing time ekstraksi temulawak adalah selama 12 menit. Pada penelitian utama ini waktu yang digunakan untuk ekstraksi temulawak adalah kelipatan dari washing time yang diperoleh, yaitu: 4, 6,8, 1, 12, 14, 16, 18, 2, 22, dan 24 jam dengan menggunakan nisbah bahan dan pelarut 1:1. Setelah itu ekstrak diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai tidak ada lagi pelarut yang menetes pada alat. Ekstrak

24 kental yang diperoleh dianalisis menggunakan alat HPLC (high performance liquid chromatography). Pada ekstraksi dengan metode maserasi, bahan diekstraksi langsung sesuai dengan jam yang telah ditentukan, kemudian disaring dan pelarutnya diuapkan dengan rotary evaporator hingga tidak terdapat pelarut yang menetes. Pada metode ekstraksi remaserasi, bahan sebanyak 1 gram diekstraksi dengan pelarut sebanyak 1 ml selama dua jam, setelah itu disaring dan residu hasil saringan digunakan kembali untuk ekstraksi kedua. Pada ekstrasi remaserasi turut pula digunakan pelarut sebanyak 1 ml. Dengan demikian pada ekstraksi dengan metode remaserasi akan dibutuhkan pelarut dua kali lebih banyak dibandingkan dengan metode maserasi. Diagram alir untuk metode maserasi dan remaserasi masing-masing terdapat pada Gambar 5. dan Gambar 6. Ekstraksi dengan metode perkolasi dan reperkolasi diawali dengan maserasi selama dua jam. Setelah itu dilakukan penyaringan, kemudian residu hasil maserasi diekstrak kembali menggunakan perkolator. Pada metode perkolasi kecepatan alir perkolator yang digunakan diatur sedemikian rupa agar pelarut dapat mengekstrak bahan berdasarkan waktu-waktu yang telah ditentukan. Berbeda dengan metode perkolasi, pada metode reperkolasi kecepatan alir perkolator yang digunakan adalah kecepatan maksimal, kemudian ekstraksi dilakukan berulang selama waktu yang telah ditentukan dengan bantuan pompa untuk menaikkan ekstrak. Diagram alir untuk metode perkolasi dan reperkolasi masing-masing terdapat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

25 Temulawak bubuk 1 g Etanol + Air Ekstraksi dengan maserator (Bahan:Pelarut = 1:1, 2 rpm) Pengadukan (tanpa pemanasan) (t= x jam, 2 rpm) Penyaringan (Vaccum Filtration) Residu Penguapan dengan rotary evaporator (T= 4 o C, P= 3 mbar) Pelarut Ekstrak kental Gambar 5. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode maserasi

26 Temulawak bubuk 1 g Etanol + Air Ekstraksi dengan maserator (Bahan:Pelarut = 1:1, 2 rpm) Pengadukan (tanpa pemanasan) (t= x jam, 2 rpm) Penyaringan (Vaccum Filtration) Residu Filtrat 1 Filtrat 2 Penguapan dengan rotary evaporator (T= 4 o C, P= 3 mbar) Pelarut Ekstrak kental Gambar 6. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid dengan metode remaserasi

27 Temulawak bubuk 1 g Etanol + Air Ekstraksi dengan maserator (Bahan:Pelarut = 1:1, t= 2jam, 2 rpm) Penyaringan (Vaccum Filtration) Filtrat 1 Etanol + Air Ekstraksi langsung dengan perkolator (Pelarut = 1 ml, t= x jam, 2 rpm) Residu Penyaringan Pelarut Penguapan dengan rotary evaporator (T= 4 o C, P= 3 mbar) Ekstrak kental Gambar 7. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid deangan metode perkolasi

28 Temulawak bubuk 1 g Etanol + Air Ekstraksi dengan maserator (Bahan:Pelarut = 1:1, t= 2jam, 2 rpm) Penyaringan (Vaccum Filtration) Filtrat 1 Etanol + Air Ekstraksi berulang dengan perkolator (Pelarut = 1 ml, t= x jam, 2 rpm) Residu Penyaringan Pelarut Penguapan dengan rotary evaporator (T= 4 o C, P= 3 mbar) Ekstrak kental Gambar 8. Diagram alir ekstraksi kurkuminoid deangan metode reperkolasi

29 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang akan menjadi sampel ekstraksi kurkumin. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kandungan kadar air, kadar pati, kadar lemak, kadar minyak atsiri, kadar protein, kadar serat kasar serta kadar abu. Tabel 4. menunjukkan hasil analisis proksimat terhadap rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian. Tabel 4. Kadar proksimat rimpang temulawak kering Kadar Komposisi (%) Air Pati Lemak Minyak atsiri Protein Serat kasar Abu Tidak terukur* Keterangan: * Nilai relatif sangat kecil Rimpang temulawak merupakan tanaman herbal yang mengandung air, pati, lemak, protein, abu serat, minyak atsiri dan kurkuminoid. Kandungan kimia tersebut menjadi alasan kuat penggunaan temulawak sebagai sumber bahan pangan, bahan baku obat, dan bahan baku industri. Dalam rimpang temulawak terdapat senyawa minyak atsiri yang merupakan pemberi aroma pada temulawak. Menurut Herman (1995) kadar minyak atsiri yang terdapat dalam temulawak bernilai 3-12%, tetapi pada penelitian ini kadar minyak atsiri rimpang temulawak tidak dapat dihitung. Tidak terukurnya kadar minyak atsiri pada rimpang temulawak dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain proses pengeringan yang terlalu lama, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, ukuran bahan, serta proses penyimpanan. Proses pengeringan yang terlalu lama berakibat pada hilangnya minyak atsiri yang terkandung dalam bahan. Minyak atsiri memiliki sifat mudah menguap dan suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada minyak atsiri. Pada penelitian ini lama waktu pengeringan tidak ditentukan, sedangkan suhu pengeringan ditetapkan sebesar 5 o C. Pengeringan dihentikan pada saat temulawak dirasa sudah cukup kering. Setelah proses pengeringan, bahan dihaluskan dengan menggunakan hammer mill 2 mesh. Semakin halus ukuran bahan maka kemungkinan hilangnya minyak atsiri akan semakin tinggi. Namun demikian, pengecilan ukuran sampel berpengaruh terhadap peningkatan luas permukaan contoh sehingga ekstraksi akan menjadi lebih optimal. Setelah rimpang menjadi serbuk maka dilakukan penentuan kadar air. Nilai kadar air diperoleh sebesar 14.97%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar air yang dianjurkan yaitu sekitar 1%, pengurangan kadar air mencapai 1% ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan akibat altivitas mikroorganisme.

30 Abu berasal dari mineral-mineral yang terkandung dalam temulawak seperti Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Besi (F), Mangan (Mn), dan Kadmium (Cd). Kadar abu total dari bahan yang digunakan adalah sebesar 5.7%. Syarat abu total yang ditetapkan FDA adalah 3-7%. Nilai abu total merupakan acuan untuk mengetahui kemurnian bahan yang digunakan, dalam hal ini berarti bahwa kandungan mineral yang terdapat dalam bahan telah memenuhi standar yang ditetapkan. Perbedaan nilai kandungan kimia yang terdapat pada rimpang temulawak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur rimpang, tempat tumbuh, alat serta metode analisis yang digunakan. Rimpang temulawak memiliki kandungan kurkuminoid terbesar pada saat berumur sembilan bulan sejak masa tanam. Untuk mendapatkan kualitas produk yang lebih stabil diperlukan alternatif pengolahan. Pembuatan ekstrak temulawak yang berasal dari temulawak segar merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kualitas aroma, memperpanjang umur simpan serta mempermudah proses pengemasan dan penyimpanan. Nilai tambah lain dari ekstrak temulawak adalah nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan bentuk segarnya. Selain itu, teknologi proses yang diperlukan untuk memperoleh ekstrak temulawak relatif sederhana sehingga dapat dilakukan oleh pengusaha kecil Penentuan Washing Time Washing time merupakan waktu yang dibutuhkan oleh pelarut untuk mengeluarkan senyawa yang terdapat di luar sel. Penentuan washing time dalam penelitian ini dimulai dari 5, 1, 2, 3, 4, hingga 12 menit. Berdasarkan hasil washing time (Gambar 9), diketahui bahwa waktu dua jam telah mencukupi untuk pencucian sampel. Oleh karena itu dalam proses ekstraksi, waktu yang digunakan adalah kelipatan dari waktu washing time yang bernilai dua jam. Mengacu pada hasil tersebut maka waktu ekstraksi yang digunakan adalah 4 jam, 6 jam, 8 jam hingga 24 jam. persentase rendemen washing time 11 rendemen (%) ' 1' 29' 4' 6' 8' 1' 12' rendemen (%b/b) waktu (menit) Gambar 9. Persentase rendemen washing time Terdapat dua proses utama pada ekstraksi temulawak yaitu washing out dan difusi (List, 1989). Pada proses washing out terjadi penarikan senyawa-senyawa yang terdapat diluar sel, dimana saat dilakukan pengecilan ukuran, sebagian sel akan pecah dan senyawa yang keluar akibat kerusakan sel tersebut akan ditarik oleh pelarut selama proses washing out. Setelah mengalami washing out, ekstraksi akan memasuki proses difusi. Pada proses ini pelarut harus menembus dinding sel terlebih dahulu sehingga senyawa lebih susah ditarik. Pelarut dapat

31 melewati dinding sel karena adanya gradient konsentrasi, sehingga senyawa yang memiliki kelarutan yang sama akan larut dan ditarik oleh pelarut. Pelarut akan membawa senyawa tersebut keluar dari sel hingga senyawa yang terdapat dalam sel ditarik sempurna. Pelarut akan berhenti menarik senyawa jika keadaan pelarut sudah jenuh dan tidak lagi memiliki gradient konsentrasi. Gambar 1. Mekanisme penarikan senyawa (List, 1989) 4.2. EKSTRAKSI RIMPANG TEMULAWAK Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif dari suatu campuran padatan dan/atau cairan dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ini merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian tanaman obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan pemurnian komponen kimia yang terdapat dalam tanaman (Mandal et al, 27). Ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat merupakan pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat. Pada ekstraksi kurkuminoid temulawak untuk bahan baku obat-obatan, pemilihan jenis pelarut merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keamanan serta tinggi rendahnya hasil ekstraksi kurkuminoid. Penelitian ini menggunakan etanol sebagai pelarut. Pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan tersebut adalah adanya pendapat Purseglove et al. (1981) yang menyatakan bahwa ekstraksi rimpang temulawak untuk memperoleh oleoresin dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut polar. Di antara banyak pelarut organik, pelarut etanol adalah salah satu pelarut yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid secara optimal. Kadar etanol yang digunakan adalah sebesar 7% sesuai dengan standard yang ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan. Harborne (1996) menegaskan bahwa metode ekstraksi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi, sedangkan ekstraksi khusus meliputi sokletasi, arus balik dan ultrasonik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi sederhana, mengingat bahwa metode ekstraksi sederhana merupakan metode yang lebih banyak digunakan serta lebih murah dan praktis untuk diaplikasikan pada industri. Mengacu pada hal tersebut, maka metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi maserasi, remaserasi, perkolasi, dan reperkolasi. Keseluruhan metode tersebut merupakan ekstraksi dingin sehingga tidak menggunakan panas dalam prosesnya. Tidak digunakannya pemanasan dalam keempat metode tersebut diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan rusaknya kurkuminoid yang terkandung dalam temulawak. Selanjutnya proses ekstraksi dalam penelitian ini dilakukan melalui penggunaan suhu ruang dengan tekanan 1 atm dan pengadukan 2 rpm.

32 Metode Maserasi Maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dengan larutan penyari dengan atau tanpa pengadukan. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu maserasi sederhana, kinetika maserasi, dan maserasi dengan pengguanan tekanan. Maserasi sederhana didefinisikan sebagai metode ekstraksi dimana sampel direndam menggunakan pelarut dalam kurun waktu tertentu dengan atau tanpa pengadukan pada suhu ruang. Kinetika maserasi dan maserasi dengan tekanan tidak jauh berbeda dengan maserasi sederhana. Titik perbedaan kinetika maserasi terletak pada dilakukannya pengadukan berkecepatan konstan, sedangkan perbedaan pada maserasi dengan tekanan terletak pada kondisi tekanan yang digunakan dalam ekstraksi (bukan tekanan ruang), sehingga proses tersebut lebih efektif. Metode maserasi yang digunakan dalam penelitian ini cenderung mengarah pada kinetika maserasi karena menggunakan pengadukan yang konstan, yakni 2 rpm. Berdasarkan hasil penelitian untuk metode maserasi, diperoleh nilai rendemen pada interval 12.2% hingga 12.6% (Lampiran 3), dimana rendemen tertinggi diperoleh pada lama waktu maserasi 24 jam yaitu sebesar 12.59%. Nilai rendemen terendah diperoleh pada lama waktu maserasi 8 jam yaitu sebesar 12.22%. Hasil ekstraksi dengan metode maserasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 11 dan Lampiran rendemen (%) rendemen 12. 4" 6" 8" 1" 12" 14" 16" 18" 2" 22" 24" Gambar 11. Rendemen metode maserasi. Pada perbandingan terhadap masing-masing lama waktu yang digunakan tidak terlihat perbedaan yang begitu nyata. Perbedaan waktu yang cukup jauh hanya menghasilkan selang rendemen sebesar.4 %. Oleh karena itu penentuan lama waktu ekstraksi pada metode maserasi cukup dilakukan pada waktu 4 jam dengan hasil rendemen sekitar 12.2% Metode Remaserasi waktu (menit) Secara umum metode remaserasi tidak jauh berbeda dengan metode maserasi. Perbedaan metode remaserasi terletak pada digunakannya sebagian pelarut untuk maserasi, dimana setelah penyaringan akan dilakukan pengunaan kembali terhadap komponen residu untuk kedua kalinya dengan sisa pelarut yang ada untuk kemudian disaring kembali. Setelah itu kedua filtrat digabungkan pada tahap akhir. Metode remaserasi ini menggunakan jumlah pelarut dua kali lebih banyak dibanding metode maserasi, karena pelarut yang digunakan bukan sebagian dari perbandingan yang telah ditetapkan. Metode remaserasi merupakan hasil modifikasi dari literatur, dimana untuk melakukan metode remaserasi digunakan perbandingan tetap sebesar 1:1, baik pada maserasi pertama maupun maserasi kedua.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BOTANI TEMULAWAK Berdasarkan klasifikasinya temulawak merupakan tanaman yang termasuk dalam: Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT Feri Manoi PENDAHULUAN Untuk memperoleh produk yang bermutu tinggi, maka disusun SPO penanganan pasca panen tanaman kunyit meliputi, waktu panen,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL A. F. Ramdja, R.M. Army Aulia, Pradita Mulya Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya ABSTRAK Temulawak ( Curcuma xanthoriza

Lebih terperinci

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013

I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 I. Judul: Isolasi Minyak Jahe Dari Rimpang Jahe (Zinger Officinale) II. Tanggal Percobaan: 6 Maret 2013 III. Tanggal selesai Percobaan: 6 Maret 2013 IV. Tujuan Percobaan: 1. Memilih peralatan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium,

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, 36 BAB III METODELOGI PENELITIAN Dalam kegiatan penelitian ini yang diperlukan adalah peralatan laboratorium, bahan, dan cara kerja penelitian. Dibawah ini adalah uraian mengenai tiga hal tersebut. 3.1

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan

Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan Reperkolasi dalam Pembuatan Ekstrak Pegagan Hismiaty Bahua, Swasmi Purwajanti, Endah Pratiwi, Chaidir Pusat Teknologi Farmasi dan Medika (BPPT) Laptiab

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Penetapan Kadar Sari

Penetapan Kadar Sari I. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut air dari simplisia. 2. Mengetahui cara penetapan kadar sari larut etanol dari simplisia. II. Prinsip Percobaan Penentuan kadar sari berdasarkan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol.

III METODE PENELITIAN. akuades, reagen Folin Ciocalteu, larutan Na 2 CO 3 jenuh, akuades, dan etanol. III METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk pembuatan gambir bubuk adalah Hammer Mill, Erlenmeyer, gelas ukur, corong, kain saring, Shaker Waterbath, dan Spray Dryer. Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn)

UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) UJI KADAR SISA ETANOL DAN ABU TOTAL EKSTRAK ETANOL 80 % DAUN BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus) DAN TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica Linn) Khoirul Ngibad 1 ; Roihatul Muti ah, M.Kes, Apt 2 ; Elok

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan kekayaan alamnya. Tanahnya yang subur dan iklimnya yang tropis memungkinkan berbagai jenis tumbuhan dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi

Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi Lampiran 1. Diagram alir proses maserasi Lampiran 2. Diagram alir proses remaserasi Simplisia (1 gram) Etanol 95% (1 ml) Perendaman dan pengocokan (2 jam) Campuran simplisia dan pelarut Penyaringan Residu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

Gambar 6. Kerangka penelitian

Gambar 6. Kerangka penelitian III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L) yang dibeli dari toko obat tradisional pasar Bogor sebagai sumber pigmen brazilein dan sinapic

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah kelopak kering bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.) yang berasal dari petani di Dramaga dan kayu secang (Caesalpinia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita. Wanita ingin memiliki kulit wajah yang putih, bersih, tidak berkomedo, tidak berjerawat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH

KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH KAJIAN AWAL AKTIFITAS ANTIOKSIDAN FRAKSI POLAR KELADI TIKUS (typhonium flagelliforme. lodd) DENGAN METODE DPPH Dian Pratiwi, Lasmaryna Sirumapea Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tumbuhan jenis temu-temuan asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai obat tradisional. Temulawak mengandung senyawa

Lebih terperinci

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051)

PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) PERCOBAAN 04 KROMATOGRAFI KOLOM DAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : ISOLASI KURKUMIN DARI KUNYIT (Curcuma longa L.) DAN PEMISAHAN ZAT (KI- 2051) Tanggal Praktikum : 02 Oktober 2014 Tanggal Pengumpulan: 9 Oktober

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH Dian Kartikasari 1, Nurkhasanah 2, Suwijiyo Pramono 3 1 Pasca sarjana prodi Farmasi Universitas Ahmad

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: set alat destilasi, tabung maserasi, rotary vaccum evaporator Sibata Olibath B-485, termometer,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

3 Percobaan dan Hasil

3 Percobaan dan Hasil 3 Percobaan dan Hasil 3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

Sukaryo Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang

Sukaryo Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang ISOLASI KURKUMIN DARI TEMU LAWAK DENGAN PROSES EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT ALKOHOL 96 % Sukaryo Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Pandanaran Jl. Banjarsari Barat No. 1 Semarang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Umbi bawang dayak segar, simplisia, keripik, metanol, etanol, etilasetat, heksan, air destilata, toluen, H 2 SO 4 pekat, H 2 BO 3 3%, NaOH-5%, Na 2 S 2

Lebih terperinci