Diyana Theresia Berlian Siagian dan Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Diyana Theresia Berlian Siagian dan Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK ABSTRACT"

Transkripsi

1 Analisis Hukum terhadap Kewajiban Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha : Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 Diyana Theresia Berlian Siagian dan Ditha Wiradiputra 1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai perkara dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 yang memberikan sanksi denda sebesar Rp ,00 kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika atas keterlambatannya melakukan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham. Penelitian ini juga membahas sistem pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang dilakukan setelah pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis atau yang biasa disebut pemberitahuan pasca (post merger notification). Penelitian ini menganalisis efektivitas dan efisiensi kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang menganut sistem pemberitahuan pasca dengan contoh kasus keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengggunakan metode eksplanatoris. Dari hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa kewajiban pemberitahuan di Indonesia hanya dilakukan oleh pelaku usaha yang nya menyebabkan nilai aset dan/atau nilai perusahaan melebihi batas tertentu setelah ; didapatkan juga hasil bahwa pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah tidak efektif dan efisien; dan didapatkan hasil bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika sesuai dengan peraturan mengenai kewajiban pemberitahuan di Indonesia terbukti terlambat melakukan kewajiban pemberitahuan, namun ketentuan di Indonesia sendiri tentang kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan tidak tepat. Kata Kunci : ; pemberitahuan pengambilalihan saham; persaingan usaha; post merger notification ABSTRACT This thesis explains about the case in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 which sentenced Rp ,00 amount fine to PT. Mitra Pinasthika Mustika for its delay to fulfill its acquisition notification 1 Diyana Theresia Berlian Siagian adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mempertahankan skripsinya di hadapan sidang penguji. Ditha Wiradiputra adalah Dosen Fakultas Hukum UI yang memberikan bimbingan kepada Diyana dalam menulis skripsinya yang berjudul Analisis Hukum terhadap Kewajiban Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha : Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012. Tulisan ini merupakan ringkasan dari Skripsi yang dimaksud. 1

2 duty. This research also explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which set to be done after the acquisition legally valid or usually called post merger notification. This research is aimed to analyzes the effectiveness and efficiency of explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which applies the post merger notification system with the delay of acquisition notification duty did by PT. Mitra Pinasthika Mustika in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU- M/2012 as the case example. This research is a normative juridical research using exlanatory method. From the reult of this research, found that acquisition notification duty in Indonesia only have to be done by entrepreneur whose acquisition caused his company s sell value and/or asset value has more value than the threshold after the acquisition done; from the result also found that the regulation of acquisition notification duty in competition law in Indonesia is ineffective and inefficient; and found the result that PT. Mitra Pinasthika Mustika was proved belated in submission of its acquisition notification according to the regulation of acquisition notification duty in Indonesia, but the regulation of acquisition notification duty in Indonesia itself is not appropriate. Key Words : Acquisition notification duty; business competition; delay of notification; post merger notification A. PENDAHULUAN Hukum persaingan usaha di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, di dalamnya juga mencakup pengaturan mengenai pengambilalihan saham perusahaan. Undang-undang ini melarang adanya perbuatan pengambilalihan saham perusahaan apabila perbuatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 2 Pengambilalihan saham perusahaan seperti yang dimaksud ini jika membawa akibat nilai aset dan nilai penjualan pasca pengambilalihan yang melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan pada KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja sejak tanggal pengambilalihan saham perusahaan tersebut berlaku efektif. 3 Jelaslah maka pengambilalihan saham perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perudnang-undangan turunannya wajib dilaporkan kepada KPPU. Mengenai kewajiban ini, ada sebuah perkara yang menarik yang telah mendapatkan putusan oleh Majelis Komisi KPPU yang terjadi pada tahun 2012 dan diputus pada tahun yang sama. Permasalahan inti dari perkara ini adalah pelanggaran kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan seperti yang ditentukan dalam Pasal 29 jo. Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun Salah satu dari perkara yang menyangkut hal ini adalah perkara dalam Putusan KPPU No. 09/KPPU-M/ Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Op. Cit., Pasal 28 ayat (2). Ibid., Pasal 29 ayat (1). 2

3 Perkara dalam putusan tersebut diawali dengan adanya pengambilalihan perusahaan yang dilakukan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika terhadap PT. Austindo Nusantara Jaya Rent. Pengambilalihan tersebut berlaku efektif pada tanggal 31 Januari Nilai aset setelah terjadinya pengambilalihan PT. Austindo Nusantara Jaya Rent adalah Rp ,00 dengan nilai penjualan sebesar Rp ,00. Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010, pengambilalihan dengan jumlah nilai aset dan nilai penjualan seperti ini wajib diberitahukan kepada KPPU dalam waktu paling lambat 30 hari kerja dihitung sejak berlakunya pengambilalihan perusahaan secara efektif, dalam kasus ini paling lambat tanggal 12 Maret 2012 pemberitahuan beserta dokumen lengkapnya sudah harus diterima KPPU. Namun, terjadi keterlambatan pemberitahuan akan pengambilalihan PT. Austindo Nusantara Jaya Rent. PT. Mitra Pinasthika Mustika baru menyerahkan dokumen pemberitahuan pengambilalihan perusahaan secara lengkap kepada KPPU pada tanggal 27 April, yang berarti terlambat selama 32 hari kerja dari waktu yang telah ditentukan. Karena keterlambatan ini, KPPU melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap PT. Mitra Pinasthika Mustika. Dalam putusan, Majelis Komisi menyatakan dalam amarnya bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika telah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 serta memberikan sanksi berupa denda sebesar Rp ,00. Pengaturan mengenai jangka waktu 30 hari dalam pelaporan atas pengambilalihan saham perusahaan yang telah dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk mengawasi agar jangan sampai terjadi pengambilalihan saham yang bersifat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, seperti yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2). Dalam hal ini, KPPU memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun Terlihat dari rumusannya bahwa Pasal 29 ayat (1) merupakan pengaturan lebih lanjut dari Pasal 28, yakni mengenai prosedur pengawasan dari larangan yang termaktub dalam Pasal 28 tersebut. Dengan demikian, utamanya yang dilindungi adalah ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) adalah persaingan usaha yang sehat, di mana ketentuan 30 hari dalam Pasal 29 ayat (1) hanya merupakan prosedur tambahan sebagai cara untuk KPPU dapat mengawasi pelaksanaan dari Pasal 28. Apabila ada pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham dan melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2), sesuai dengan kewenangan KPPU pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi sanksi administratif. Namun, apabila ada pelaku usaha yang melakukan 4 Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Op. Cit., Pasal 36 huruf l. 3

4 pengambilalihan saham tetapi tidak melanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) melainkan melanggar Pasal 29 ayat (1) mengenai ketentuan 30 hari pelaporan setelah dilakukannya pengambilalihan saham, lantas apakah pelaku usaha ini harus diberikan sanksi administratif juga? Maka dari itulah peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini menjadi pokok penelitian. Penelitian ini juga perlu dilakukan untuk mengetahui secara mendalam dan komprehensif mengenai kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan beserta hal-hal lain yang berkaitan dengan kewajiban tersebut dan pengaturannya. Perlu juga dikaji mengenai pemberian sanksi administratif atas pelanggaran kewajiban pemberitahuan perbuatan pengambilalihan saham perusahaan yang diatur dalam Pasal 29 jo. 28 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun a. Rumusan Permasalahan Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penentuan kegiatan pengambilalihan saham yang wajib diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha? 2. Bagaimana efektivitas dan efisiensi pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia? 3. Bagaimana ketentuan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia mengatur mengenai kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam kasus keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika? b. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana KPPU menentukan tindakan pengambilalihan perusahaan yang wajib untuk diberitahukan dan konsekuensi yang timbul bila hal tersebut dilanggar. 2. Mengetahui penerapan sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 29 ayat (1) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berhubungan dengan keterlambatan PT. Mitra Pinasthika Mustika menyampaikan pemberitahuan akan adanya pengambilalihan saham dari PT. Austindo Nusantara Jaya Rent sesuai putusan KPPU No. 09/KPPU-M/

5 B. TINJAUAN TEORITIS 1. Pengambilalihan Saham Perusahaan Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengendalikannya melalui perumusan Pasal 28 dan Pasal 29. Adapun rumusan Pasal 28 yang langsung mengatur mengenai pengendalian pengambilalihan saham adalah sebagai berikut : Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 5 Sedangkan Pasal 29 memiliki rumusan sebagai berikut : Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut. 6 Dalam Pasal 29 ayat (2) diamanatkan adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur lebih lanjut mengenai pemberitahuan rencana kepada KPPU. Adapun PP yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 baru diundangkan pada 20 Juli 2010, sepuluh tahun setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berlaku, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (PP Nomor 57 Tahun 2010). Sesungguhnya ketiadaan PP selama sepuluh tahun tersebut sempat diisi dengan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan (Perkom No. 1 Tahun 2009). Larangan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 kembali ditegaskan dalam Pasal 2 PP Nomor 57 Tahun 2010, di mana pelarangan atas penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan saham perusahaan menjadi dilarang apabila pelaku usaha yang melakukan hal-hal tersebut diduga melakukan : a) Perjanjian yang dilarang ; b) Kegiatan yang dilarang; dan / atau c) Penyalahgunaan posisi dominan Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Op.Cit., Pasal 28 ayat (2). Ibid., Pasal 29 ayat (1). 7 Indonesia, Peraturan Pemerintah Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PP No. 57 Tahun 2010, LN No. 89 Tahun 2010, TLN No. 5144, Pasal 2 ayat (2). 5

6 Rumusan Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa pelaku usaha harus memberitahukan pengambilalihan saham yang telah dilakukannya kepada KPPU dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah dilakukannya pengambilalihan saham. Pemberitahuan ini dimaksudkan agar KPPU dapat melakukan pengawasan atas penaatan para pelaku usaha terhadap Pasal 28, di mana dari pemberitahuan tersebut KPPU akan melakukan penilaian apakah pengambilalihan saham yang dilakukan oleh pelaku usaha mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 8 Adapun penilaian tersebut akan dilakukan dengan analisis: a. konsentrasi pasar; b. hambatan masuk pasar; c. potensi perilaku anti persaingan; d. efisiensi; dan/atau e. kepailitan. 9 Adapun masing-masing bentuk analisis akan dijelaskan lebih rinci dalam penjelasan berikut ini. 1. Konsentrasi Pasar Konsentrasi pasar adalah indikator awal untuk menilai suatu pengambilalihan saham dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan pengambilalihan saham perusahaan yang membuat konsentrasi pasar rendah tidak berpotensi mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebaliknya apabila pengambilaihan saham tersebut membawa akibat meningkatnya konsentrasi pasar maka ia berpotensi menyebabkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Namun analisis dari konsentrasi pasar sendiri pun tidak dapat dilepaskan dari analisis lainnya Hambatan Masuk Pasar; Tanpa adanya hambatan masuk pasar 11, pelaku usaha pasca penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dengan penguasaan pangsa pasar yang besar akan kesulitan untuk melakukan perilaku anti persaingan, karena setiap saat dapat dihadapkan dengan tekanan 8 Indonesia, Peraturan Pemerintah Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, PP No. 57 Tahun 2010, LN Nomor 89 Tahun 2010, TLN Nomor 5144, Pasal 3 ayat (1) Ibid. Ibid., Penjelasan Pasal 3 ayat (1). 11 Dilihat dari penyebabnya, hambatan masuk dikelompokkan menjadi hambatan teknis (technical barriers to entry) dan hambatan legalitas (legal barrier to entry). Lihat: Andi Fahmi Lubis,dkk. Op.Cit., Halaman 32 6

7 persaingan dari pemain baru di pasar. Sebaliknya, dengan eksistensi hambatan masuk pasar yang tinggi, pelaku usaha yang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain dengan penguasaan pasar menengah memiliki kemungkinan untuk menyalahgunakan posisinya untuk menghambat persaingan atau mengeksploitasi konsumen karena pemain baru akan kesulitan untuk memasuki pasar dan memberikan tekanan persaingan terhadap Pelaku Usaha yang telah ada di dalam pasar. 3. Potensi Perilaku Anti Persaingan a) Unilateral Effect : pengambilalihan saham yang melahirkan satu pelaku usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi konsumen (tindakan unilateral). 12 b) Coordinated Effect : bila pengambilalihan tidak melahirkan pelaku usaha yang dominan di pasar, namun masih terdapat beberapa pesaing signifikan, maka pengambilalihan tersebut memudahkan terjadinya tindakan anti persaingan yang dilakukan secara terkoordinasi dengan pesaingnya baik secara langsung maupun tidak langsung (tindakan kolusif). 13 c) Market Foreclosure Pengambilalihan saham yang dilakukan secara vertikal dapat menciptakan terhalangnya akses pesaing baik pada pasar hulu maupun pasar hilir sehingga mengurangi tingkat persaingan pada pasar hulu atau pasar hilir tersebut. Pengambilalihan saham secara vertikal pada umumnya tidak menimbulkan dampak seserius pengambilalihan saham horizontal, karena pengambilalihan horisontal langsung mengubah struktur pasar sedangkan pengambilalihan vertikal tidak langsung mengubah struktur pasar Efisiensi Pengambilalihan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam menilainya perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang dihasilkan dengan dampak anti persaingan yang ditimbulkannya. Dalam hal nilai dampak anti persaingan melampaui nilai efisiensi yang diharapkan dicapai dari pengambilalihan, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan Ibid., Lampiran halaman 23. Ibid., halaman 24. Ibid. 7

8 dibanding dengan mendorong efisiensi bagi pelaku usaha. Argumen efisiensi harus diajukan oleh pelaku usaha yang akan melakukan pengambilalihan saham dengan menunjukkan perhitungan efisiensi yang dihasilkan oleh pengambilalihan saham yang bersangkutan dan keuntungan yang akan dinikmati oleh konsumen sebagai hasil dari efisiensi tersebut. KPPU akan melakukan penelitian secara mendalam terhadap argumen efisiensi yang diajukan oleh pelaku usaha tersebut Kepailitan Apabila alasan pelaku usaha melakukan pengambilalihan adalah untuk menghindari terhentinya badan usaha tersebut untuk beroperasi di pasar / industri, maka diperlukan suatu penilaian. Dalam hal kerugian konsumen lebih besar apabila badan usaha tersebut keluar dari pasar / industri dibanding jika badan usaha tersebut tetap berada dan beroperasi di pasar / industri, maka tidak terdapat kekhawatiran berkurangnya tingkat persaingan di pasar berupa praktik monopoli dan / atau persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan dari pengambilalihan tersebut. 16 C. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini Penulis menggunakan penelitian hukum yuridis-normatif, yaitu penelitian yang menggunakan peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, seperti meneliti putusan KPPU, buku-buku, dan jurnal yang berkaitan dengan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan suatu perusahaan kepada KPPU dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Adapun bahan hukum yang digunakan adalah : - Bahan hukum primer, yang meliputi peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan hasil konvensi, merupakan bahan utama sebagai dasar landasan hukum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. - Bahan Hukum Sekunder, antara lain artikel ilmiah, buku-buku, laporan-laporan penelitian, jurnal, skripsi, dan dokumen yang berasal dari internet yang berhubungan dengan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan perusahaan dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Ibid. Ibid, halaman 25. 8

9 - Bahan hukum tersier, antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia dan situs D. PEMBAHASAN 1. Kasus Posisi Putusan perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 merupakan perkara keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham dengan pihak terlapor PT. Mitra Pinasthika Mustika. Perusahaan yang telah diambil alih oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika adalah PT. Austindo Nusantara Jaya Rent dengan persentase saham yang diambil alih sebesar 99,99%. 17. Berdasarkan Surat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-AH tentang Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan PT. Austindo Nusantara Jaya Rent, diketahui informasi bahwa pengambilalihan saham yang dilakukan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika berlaku efektif secara yuridis sejak tanggal 31 Januari Sesuai dengan bukti tanda terima yang diterima oleh KPPU atas pemberitahuan pengambilalihan saham PT. Austindo Nusantara Jaya Rent, ternyata bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika baru melaksanakan pemberitahuan pada KPPU pada tanggal 27 April Nilai aset gabungan kedua perusahaan ini adalah Rp ,00 dan nilai penjualan gabungannya adalah Rp ,00. Dengan waktu berlakunya pengambilalihan saham secara efektif pada tanggal 31 Januari 2012, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 paling lambat pada tanggal 12 Maret 2012 PT. Mitra Pinasthika Mustika harus sudah melakukan pemberitahuan atas pengambilalihan saham tersebut kepada KPPU. Namun, berkas pemberitahuan pengambilalihan saham dari PT. Mitra Pinasthika Mustika belum juga diterima oleh KPPU. Oleh karena itu, KPPU lalu mengirimkan surat pemberitahuan kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika agar perusahaan tersebut melakukan kewajiban pemberitahuan atas pengambilalihan saham yang telah dilakukannya terhadap PT. Austindo Nusantara Jaya Rent kepada KPPU. Dokumen pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dari PT. Mitra Pinasthika Mustika baru diterima oleh KPPU pada tanggal 27 April Maka dengan demikian, dokumen pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan yang disampaikan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika terlambat selama 32 hari kerja. 19 Lalu berkas pemberitahuan dari Ibid., halaman 15. Ibid., halaman 24. 9

10 PT. Mitra Pinasthika Mustika baru dinyatakan lengkap oleh KPPU pada tanggal 20 Juni Pada tanggal 25 Oktober 2012 keluarlah Pendapat KPPU terhadap pemberitahuan pengambilalihan dari PT. Mitra Pinasthika Mustika terhadap PT. Austindo Nusantara Jaya Rent yang menyatakan bahwa tidak terdapat dugaan adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam yang dilakukan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika. 2. Analisis Hukum a. Analisis Putusan Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 Sesuai pendapat KPPU atas pemberitahuan yang dilakukan oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika, kutipan bagian kesimpulannya menyatakan : Komisi menilai tidak terdapat dugaan adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diakibatkan pengambilalihan tersebut dengan pertimbangan tingkat konsentrasi pasar pembiayaan konsumen yang rendah, masih dibawah 1800,tidak terdapat hambatan masuk pasar di pasar jasa pembiayaan konsumen, bahwa nilai pangsa pasar gabungan Terlapor dan PT Austindo Nusantara Jaya Rent sebesar 1,59% sangat kecil dan tidak dapat mempengaruhi pasar secara signifikan. Maka jelas bahwa yang dilakukan oleh kedua perusahaan ini tidak mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Karena pemberitahuan harus dilakukan paling lambat 30 hari kerja sejak berlaku efektif, maka kewajiban pemberitahuan antara kedua perusahaan ini harus dilakukan setidaknya pada tanggal 12 Maret Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pihak yang wajib melakukan pemberitahuan, di mana telah ditetapkan bahwa kewajiban pemberitahuan yang telah dilaksanakan berada pada pihak peng, yang dalam perkara ini adalah PT. Mitra Pinasthika Mustika. 21 Namun ternyata, PT. Mitra Pinasthika Mustika baru melakukan pemberitahuan pada tanggal 27 April 2012, yang berarti bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika terlambat melakukan pemberitahuan selama 32 hari kerja. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika terlambat dalam melakukan kewajiban pemberitahuan sesuai dengan batasan waktu pelaksanaan kewajiban pemberitahuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun Ibid., halaman 16. Ibid., halaman 19. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Perkom No. 1 Tahun 2009, Op.Cit., Lampiran halaman 15 10

11 b. Efektivitas dan Efisiensi Pengaturan Kewajiban Pemberitahuan Akuisisi dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia 1. Perbandingan Pengaturan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia dan di Negara Lain tentang Kewajiban Pemberitahuan Akuisisi Tabel 1 22 Tabel Perbandingan Pengaturan Kewajiban Pemberitahuan di Empat Negara Perbandingan Amerika Serikat Uni Eropa Japan Korea Lembaga The Antitrust Merger Registry, The Merger and The Korean Fair Otoritas Division of the US Directorate Acquisition Trade Commision Department of General for Division The Justice dan Competition Fair Trade Federal Trade European Comission of Comission Commission Japan. Dasar Hukum - Section 7 - Merger - Antimonopoly The Monopoly Clayton Act - Hart-Scott- Rodino Regulation (Council Regulation No. Law - Guidelines concerning Regulation Fait Trade Act and Improvement Act (HSR Act) Threshold - Ukuran transaksi minimal $ , /2004) - Implementing Review Business of Regulation (Commission Regulation No. Combination - Guidelines for Merger 802 / 2004) Investigation sebagai peraturan concerning Cases on pelaksana Corporate and Industrial Revitalization - Jumlah nilai Minimal 20% - Dalam hal terdapat di saham dengan jabatan rangkap seluruh dunia hak suara direksi, maka minimal total aset dan jumlah atau dari 22 Eriko Watanabe, dkk., The International Comparative Legal Guide to : Merger Control 2012, (London: Global legal Group. Ltd., 2011), halaman

12 - Peng nilai di salah satu nilai aset atau Eropa perusahaan sebesar penjualannya minimal - Jumlah nilai Won Korea dan $ ,0 di perusahaan lainnya 0, dan seluruh dunia sebesar perusahaan yang di nilai dan dan jumlah Won Korea aset atau nilai di - Dalam tidak penjualannya minimal 3 terdapat jabatan minimal negara Uni rangkap direksi, $ ,0 Eropa maka minimal total 0 atau berjumlah aset atau sebaliknya. minimal dari salah satu perusahaan sebesar dan jumlah nilai di minimal 2 negara Uni Eropa masingmasing Won Korea dan perusahaan lainnya sebesar Won Korea berjumlah minimal dan jumlah nilai di seluruh Uni Eropa minimal Prosedur Setelah adanya Setelah adanya Setelah adanya - Dalam hal pihak- Pemberitahuan perjanjian perjanjian perjanjian pihak dalam namun sebelum namun namun asetnya sebelum sebelum kurang dari dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan Won Korea atau dalam hal terdapat 12

13 jabatan rangkap, maka pemberitahuan dilakukan setelah efektif. - Dalam hal pihakpihak dalam asetnya minimal Won Korea, pemberitahuan dilakukan sebelum eksekusi Pihak yang Perusahaan yang Perusahaan Perusahaan Perusahaan Wajib meng dan peng peng peng Melakukan perusahaan Pemberitahuan peng Jangka Waktu Sebelum eksekusi Tidak ada karena Sebelum - Dalam hal untuk eksekusi pemberitahuan Melakukan membutuhkan dilakukan setelah Pemberitahuan ijin dari otoritas selesainya transaksi maka batas waktu adalah 30 hari setelah berlaku efektif - Dalam hal pemberitahuan dilakukan sebelum dilakukannya transaksi maka batas waktu adalah setelah adanya perjanjian namun sebelum dilaksanakannya 13

14 Sanksi Denda Denda - Denda - Pembatalan Denda administrative Jumlah Sanksi $ ,00 per Maksimal 10% Yen Maksimal hari hingga waktu dari jumlah (untuk sanksi Won tunggu berakhir. di denda) Korea seluruh dunia Tindakan Korektif Biaya Pemberitahuan Dapat diusulkan Dapat diusulkan Dapat diusulkan Dapat diusulkan dalam tahap setelah setelah selama proses apapun selama keluarnya keluarnya pemeriksaan pemeriksaan ; pendapat Komisi pendapat JFTC ; maupun setelah dapat diusulkan ; hanya dapat usulan berasal keluarnya pendapat oleh pemegang diusulkan oleh dari pelaku KFTC ; usulan otoritas maupun para pihak, usaha yang berasal dari pelaku para pihak. bukan Komisi dikonsultasikan usaha (dalam pada JFTC tahapan pemeriksaan) dan KFTC (setelah keluarnya pendapat KFTC) Berbiaya: Bebas biaya Bebas biaya Bebas biaya - $ untuk transaksi bernilai antara $ dan $ $ untuk transaksi yang bernilai antara $ , dan $

15 - $ untuk transaksi yang bernilai lebih dari $ Pra Notifikasi Dilakukan Dilakukan Tidak ada Tidak ada sebelum sebelum melakukan melakukan kewajiban kewajiban pemberitahuan ; pemberitahuan; bersifat tidak bersifat tidak wajib wajib c. Permasalahan Terkait Pengaturan Kewajiban Pemberitahuan Akuisisi di Indonesia (1) Masalah Terkait Waktu Melakukan Kewajiban Pemberitahuan Permasalahan pertama yang paling utama dari prosedur kewajiban pemberitahuan di Indonesia berkaitan dengan waktu untuk melakukan kewajiban ini, yakni kewajiban pemberitahuan diberlakukan setelah berlaku efektif secara yuridis. Apabila suatu perusahaan tidak melakukan pra notifikasi / konsultasi, kemudian perusahaan tersebut melakukan dan lalu memberitahukannya pada KPPU, kemudian apabila KPPU mengeluarkan pendapat yang menyatakan bahwa yang dilakukan perusahaan tersebut tidak mengakibatkan monopoli dan tidak mengganggu persaingan usaha yang sehat, maka tidak ada permasalahan. Namun tentu akan berakibat fatal bila pendapat KPPU berisi pernyataan tidak setuju terhadap yang telah dilakukan pelaku usaha tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan yang menunjukkan bahwa yang dilakukan telah mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka atas pendapat yang berisi penolakan atas dengan alasan tersebut akan diberikan sanksi administratif berupa penetapan pembatalan atas yang dilakukan. 23 Jika pembatalan tersebut dilakukan, jelas sekali bahwa pelaku usaha akan mengalami kerugian yang tidak sedikit. 23 Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Op.Cit., Pasal 47 ayat (2) huruf e. 15

16 (2) Masalah Berkaitan Peran Pemberitahuan Pemberitahuan di Indonesia yang dilakukan setelah eksekusi menunjukkan bahwa kewajiban tersebut berperan sebagai tindakan represif atas yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Prosedur kewajiban yang demikian dikategorikan dalam tindakan represif sebab apabila suatu telah terlanjur dieksekusi, namun berdasarkan pemeriksaan KPPU atas pemberitahuan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bersangkutan dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, maka tersebut akan dilarang oleh KPPU dan menyusul pernyataan tersebut, akan diperintahkan pembatalan atas tersebut. Penjelasan Umum PP No. 57 Tahun 2010 menyatakan bahwa salah satu latar belakang dibentuknya Peraturan Pemerintah tersebut adalah untuk menghindari sedini mungkin tindakan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. 24 Begitu juga dengan tujuan dari pembentukan Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2012 yang salah satunya adalah mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat oleh pelaku usaha sebagai akibat dari penggabungan, peleburan atau pengambilalihan. 25 Dengan demikian, tujuan pembentukan kedua peraturan perundangundangan ini berlawanan dengan prosedur pemberitahuannya sendiri yang justru sama sekali tidak bersifat pencegahan / preventif, tapi bersifat penyelesaian / represif. (3) Masalah Berkaitan Sanksi atas Keterlambatan Pelaksanaan Kewajiban Pemberitahuan Akuisisi Permasalahan substansial berkaitan dengan prosedur pemberitahuan yang terletak setelah pengambilalihan saham adalah mengenai ketepatan sasaran dari sanksi atas keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan sesuai dengan tujuan utama pengendalian. Dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dirumuskan bahwa : Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat Indonesia, PP No. 57 Tahun 2010, Op.Cit., Paragraf 3 Penjelasan Umum. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Perkom No. 3Tahun 2012, Op.Cit., Lampiran halaman 2. Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Op.Cit., Pasal 28 ayat (2). 16

17 Kewajiban pemberitahuan, sesuai dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, pada hakikatnya adalah proses untuk membantu terselenggaranya pengawasan oleh KPPU atas yang dilakukan para pelaku usaha dengan tujuan utama agar jangan sampai tersebut mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Namun, apabila ternyata ada keterlambatan dari pemenuhan kewajiban pemberitahuan, Pasal 6 PP 57 Tahun 2010 memberikan hukuman berupa denda administratif. Padahal bukan keterlambatan pemenuhan kewajiban pemberitahuan yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tetapi nya. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa denda ini menjadi tidak tepat sasaran. (4) Masalah Berkaitan dengan Peran Pra Notifikasi Dinyatakan bahwa apabila pelaku usaha telah melakukan pra notifikasi atas rencana nya, maka KPPU tidak akan melakukan penilaian ulang terhadap tersebut apabila tidak terdapat perubahan material atas data yang disampaikan oleh pelaku usaha, baik pada saat pra notifikasi maupun perubahan kondisi pasar pada saat pemberitahuan. Jelas dengan penjelasan ini dapatlah dinyatakan bahwa dengan adanya pra notifikasi, dalam hal tidak terdapat perubahan materiil, pemberitahuan hanya membuang-buang waktu dan alokasi biaya dokumen saja, sebab pendapat KPPU akan sama saja dengan pendapat dalam pra notifikasi. Hal ini menjadi tidak efektif dan efisien sebab pra notifikasi menyebabkan pelaku usaha melakukan pemberitahuan pada KPPU dua kali untuk hasil yang sama, padahal dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh para pelaku usaha, efektivitas dan efisiensi adalah hal yang dijunjung tinggi. Seharusnya ditetapkan satu macam pemberitahuan saja yang paling efektif untuk dilaksanakan pelaku usaha. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan dan perbandingannya dengan pengaturan mengenai permasalahan yang sama di negara lain, tampak jelas bahwa masih terdapat aspek-aspek dalam pengaturan mengenai kewajiban pemberitahuan di Indonesia yang tidak menjunjung asas efektivitas dan efisiensi. E. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab analisis sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Penentuan suatu kegiatan pengambilalihan saham dikenakan kewajiban pengambilalihan saham atau tidak adalah dengan menggunakan kriteria tertentu (threshold). Suatu kegiatan 17

18 pengambilalihan saham hanya akan dikenakan kewajiban pengambilalihan saham apabila kegiatan pengambilalihan saham tersebut memenuhi batasan threshold. Batasan threshold untuk kegiatan pengambilalihan saham di Indonesia diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, yaitu nilai aset perusahaan setelah dilakukannya pengambilalihan saham menjadi setidaknya Rp ,00 dan/atau nilai penjualan perusahaan setelah dilakukannya pengambilalihan saham menjadi setidaknya Rp ,00. Terdapat pengaturan threshold berbeda terhadap perusahaan yang kegiatan usahanya bergerak di bidang perbankan, yakni nilai aset perusahaan setelah dilakukannya pengambilalihan saham lebih dari Rp ,00. Pemberitahuan yang diwajibkan di Indonesia bagi yang memenuhi ketentuan dilakukan setelah berlaku efektif secara juridis. Sementara di negara lain, kewajiban pemberitahuan dilakukan sebelum dilaksanakannyan transaksi. 2. Pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah tidak efektif dan efisien. Tidak efektif dan efisiennya pengaturan tentang kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan ini disebabkan karena adanya beberapa permasalahan, yaitu : permasalahan terkait waktu melakukan kewajiban pemberitahuan di mana kewajiban pemberitahuan wajib dilaksanakan setelah berlaku efektif secara yuridis, sehingga apabila pendapat KPPU berisi pernyataan tidak setuju terhadap yang telah dilakukan pelaku usaha, tersebut harus dibatalkan ; masalah berkaitan peran pemberitahuan, di mana kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan berperan sebagai tindakan represif atas yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, bukan sebagai tindakan preventif ; masalah berkaitan sanksi atas keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan, di mana bukan keterlambatan pemenuhan kewajiban pemberitahuan yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, tetapi nya; serta masalah berkaitan dengan peran pra notifikasi, di mana apabila tidak terdapat perubahan material atas data yang disampaikan oleh pelaku usaha pada saat pra notifikasi dan pada saat pemberitahuan, maka KPPU tidak akan melakukan penilaian ulang terhadap tersebut, sehingga pemberitahuan wajib hanya membuang-buang waktu dan alokasi biaya dokumen saja, sebab pendapat KPPU akan sama saja dengan pendapat dalam pra notifikasi. PT. Mitra Pinasthika Mustika, sesuai dengan pengaturan batas waktu untuk melakukan kewajiban pemberitahuan di Indonesia yang terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang 18

19 Nomor 5 Tahun 1999 dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, terbukti terlambat dalam melakukan kewajiban pemberitahuan. Namun, walaupun PT. Mitra Pinasthika Mustika terlambat melakukan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham yang telah dilakukannya, perlu diperhatikan juga bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia sendiri tidak tepat dengan menerapkan sistem pemberitahuan pasca (post merger notification) yang tidak efektif dan efisien sehingga menimbulkan beberapa masalah, yaitu permasalahan terkait waktu melakukan kewajiban pemberitahuan, masalah berkaitan peran pemberitahuan, masalah berkaitan sanksi atas keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan, masalah berkaitan dengan peran pra notifikasi. F. SARAN Berdasarkan analisis dan simpulan yang telah diuraikan, penulis memandang perlu untuk menyampaikan beberapa saran terkait dengan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham dan pengaturannya di Indonesia. Adapun saran-saran tersebut adalah sebagai berikut. 1. Sangat baik sekali apabila kewajiban pemberitahuan diatur untuk dilaksanakan sebelum dilakukannya transaksi, untuk menghindari adanya kerugian-kerugian bagi pelaku usaha ; 2. Perlu diadakannya pembenahan pengaturan-pengaturan terkait kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia sesegera mungkin, terutama yang menyangkut dengan permasalahan-permasalahan yang membuat pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham menjadi tidak efektif dan efisien ; 3. Perumusan peraturan perundang-undangan terkait kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham hendaknya dibuat dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi, sebab peraturan perundang-undangan terkait kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham ini ditujukan bagi para pelaku usaha yang menjalankan usaha dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi ; 4. Karena adanya keterbatasan waktu dan sarana, penulis sangat menyarankan adanya penelitian yang lebih mendalam dan lebih lanjut mengenai kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham, khususnya di Indonesia. G. KEPUSTAKAAN 1. Peraturan Perundang-Undangan 19

20 Indonesia. Undang-Undang tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. UU No. 5 Tahun LN No.33 Tahun TLN No Peraturan Pemerintah Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PP No. 57 Tahun LN No. 89 Tahun TLN No Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Peraturan Petunjuk Pelaksanaan Pra-Notifikasi Penggabungan. Peleburan dan Pengambilalihan. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun Perubahan Kedua Atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Peraturan KPPU No. 3 Tahun Buku Ahn, Yong Seok dan Yu Jin Kim. The International Comparative Legal Guide to: Merger Control 2012 (Korea). London : Global Legal Group Ltd Elliot, Porter dan Johan Van Acker. Merger Control : European Union. London : Thomson Reuters UK Limited Keeley, Michael L. dan Russel M. Steinthal. Merger Control : United States of America. London: Thomson Reuters UK Limited Lubis, Andi Fahmi, et. al. Hukum Persaingan Usaha : Antara Teks dan Konteks. Jakarta : GTZ GmBH Mamudji, Sri et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia Watanabe, Eriko. The International Comparative Legal Guide to : Merger Control London: Global legal Group. Ltd Artikel Adi, Yudanov Bramantyo. Merger dan Akuisisi (Sebuah Pengetahuan). Kompetisi. Ed Nurviana, Novi. Peranan Hukum Persaingan Usaha dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. dalam Negara dan Pasar. Jakarta : Komisi Pengawas Persaingan Usaha

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

Adapun...

Adapun... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012

P U T U S A N. Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 P U T U S A N Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor 09/KPPU-M/2012 tentang dugaan pelanggaran Pasal 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan 70 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan a. Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI PENGANTAR MERGER PT A PT B DAPAT A/B PENGANTAR KONSOLIDASI PT A PT B MUNCUL C PENGANTAR AKUISISI PT A PT B ASAL: 1. 20% 2. 50% 3. 30% MENJADI: 1. 20% PT. A 50% 3. 30% Merger

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN Oleh: Dewa Ayu Reninda Suryanitya Ni Ketut Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 13 Tahun 2010 Tanggal : 18 Oktober 2010 BAB I LATAR BELAKANG Tindakan penggabungan, peleburan dan/atau pengambilalihan, disadari atau tidak,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG Tindakan penggabungan, peleburan dan/atau pengambilalihan disadari atau tidak, akan mempengaruhi persaingan antar para pelaku usaha di dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa keperihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan adalah perlawanan dan atau upaya satu orang atau lebih untuk lebih unggul dari orang lain dengan

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM. A. Penerapan Tanggal Efektif Yuridis dalam Pengambilalihan Saham. yang Dilakukan PT Bumi Kencana Eka Sejahtera atas PT Andalan

BAB IV ANALISIS HUKUM. A. Penerapan Tanggal Efektif Yuridis dalam Pengambilalihan Saham. yang Dilakukan PT Bumi Kencana Eka Sejahtera atas PT Andalan 46 BAB IV ANALISIS HUKUM A. Penerapan Tanggal Efektif Yuridis dalam Pengambilalihan Saham yang Dilakukan PT Bumi Kencana Eka Sejahtera atas PT Andalan Satria Lestari Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999, mewajibkan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 Tanggal 13 Mei 2009 PETUNJUK PELAKSANAAN PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN DAFTAR ISI BAB I BAB II BAB III

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi persaingan merupakan satu karakteristik yang melekat dengan kehidupan manusia, dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KONSULTASI PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger 56 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada bagian pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Sejak diundangkannya PP No. 57 Tahun 2010, sistem pengendalian

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR 08/KPPU-M/2012 TERKAIT UNSUR-UNSUR DUGAAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 29 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

BAB III ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR 08/KPPU-M/2012 TERKAIT UNSUR-UNSUR DUGAAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 29 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 BAB III ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR 08/KPPU-M/2012 TERKAIT UNSUR-UNSUR DUGAAN TERHADAP PELANGGARAN PASAL 29 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Dari pertamakali dibentuk hingga sekarang KPPU sudah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karenanya, pada kondisi ini, para pelaku usaha berlomba-lomba untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. karenanya, pada kondisi ini, para pelaku usaha berlomba-lomba untuk saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang sangat dipengaruhi oleh para pelaku usaha, baik langsung maupun tidak langsung telah mengubah kondisi dan situasi perekonomian

Lebih terperinci

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Pedoman Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Oleh : Candra Puspita Dewi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA MONOPOLI Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PRA-NOTIFIKASI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pengendalian terhadap penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Clara Chairunnisa Halimy, Ditha Wiradiputra. Program Studi Sarjana Reguler, Fakultas Hukum. Abstrak

Clara Chairunnisa Halimy, Ditha Wiradiputra. Program Studi Sarjana Reguler, Fakultas Hukum.   Abstrak Tinjauan Mengenai Penerapan Pengaturan Pengambilalihan Saham Dalam Kasus Dugaan Keterlambatan Melakukan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Oleh PT Bumi Kencana Eka Sejahtera Clara Chairunnisa Halimy,

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP MEKANISME PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

TINJAUAN TERHADAP MEKANISME PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TINJAUAN TERHADAP MEKANISME PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh : Nina Herlina, S.H., M.H. *) Abstract The mechanism of handling unhealthy competition cases is carried out by the Commission

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB III PERBANDINGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA, AMERIKA SERIKAT, JEPANG

BAB III PERBANDINGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA, AMERIKA SERIKAT, JEPANG BAB III PERBANDINGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA, AMERIKA SERIKAT, JEPANG A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Di Indonesia Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Secara yuridis konstitusional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Bahan Konsinyering, 06-02-17 MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Undang-Undang Nomor... Tahun... tentang RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Frissilia Tarigan, Ditha Wiradiputra. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia.

Frissilia Tarigan, Ditha Wiradiputra. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia. Implementasi Pengaturan Denda Atas Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan (Studi Kasus: Pengambilalihan Saham PT HD Finance Oleh PT Tiara Marga Trakindo) Frissilia Tarigan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN... iv DAFTAR ISI Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar...... Daftar Isi... Intisari...... Abstract... i iv x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Permasalahan.. 1 B. Perumusan

Lebih terperinci

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak Arus globalisasi memiliki dampak yang luas bagi kehidupan mulai dari aspek teknologi, komunikasi sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah merger dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999 Dalam Perkara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Fenomena proses penegakan hukum di Indonesia Dibentuknya berbagai Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi Indonesia dalam hal menyelesaikan permasalahan di bidang ekonomi khususnya dalam persaingan usaha.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Umbaka Adi Prasetya NIM : C

SKRIPSI. Oleh : Umbaka Adi Prasetya NIM : C MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Ethics in Market Competition Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Monopoli Monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh

Lebih terperinci

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan

Lebih terperinci

- dalam kemampuan keuangan - akses pada pasokan dan pasar - kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)]

- dalam kemampuan keuangan - akses pada pasokan dan pasar - kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)] Posisi Dominan - Pasal 25 sd 29 Definisi Posisi Dominan Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan pangsa pasar yang dikuasai,....pelaku usaha mempunyai

Lebih terperinci

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Antitrust Law (USA) Antimonopoly Law (Japan) Restrictive Trade Practice Law (Australia) Competition

Lebih terperinci

VERSI PUBLIK Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia I. LATAR BELAKANG

VERSI PUBLIK Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia I. LATAR BELAKANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 25/KPPU/PDPT/X/2013 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT GRAHAMITRA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGENAAN DENDA KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN KOMISI

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13211

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13211 VERSI PUBLIK PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A13211 TENTANG PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PT PREMIERE DOUGHNUT INDONESIA OLEH PT MITRA ADI PERKASA TBK I. LATAR BELAKANG 1.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum persaingan usaha merupakan instrumen hukum yang menentukan tentang segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal yang dapat dan tidak

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30/KPPU/PDPT/XI/2013 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30/KPPU/PDPT/XI/2013 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 30/KPPU/PDPT/XI/2013 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT SUBAFOOD PANGAN JAYA OLEH PT BALARAJA BISCO PALOMA I. LATAR BELAKANG 1.1 Berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada bagian Bab IV ini, penulis menguraikan dua hal yakni, pertama mengenai kesimpulan dari analisis mengenai bagaimana konsep penyalahgunaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12411 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12411 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A12411 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT BERAU COAL ENERGY TBK OLEH VALLAR INVESTMENTS UK LIMITED I. LATAR BELAKANG 1.1 Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku, tindakan atau perbuatan termasuk perjanjian yang dilarang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian negara tersebut. Apabila membahas tentang perekonomian suatu negara, maka tidak lepas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14012 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT MEDCO POWER INDONESIA OLEH PT SARATOGA POWER

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14012 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT MEDCO POWER INDONESIA OLEH PT SARATOGA POWER PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A14012 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT MEDCO POWER INDONESIA OLEH PT SARATOGA POWER LATAR BELAKANG 1. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Perubahan Perilaku merupakan suatu bagian dari tahap dalam tata cara

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Perubahan Perilaku merupakan suatu bagian dari tahap dalam tata cara 38 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Alasan Perubahan Perilaku Perubahan Perilaku merupakan suatu bagian dari tahap dalam tata cara penanganan perkara di KPPU. Dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan Kep. KPPU

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif Pedoman Pasal 47 Tentang Tindakan Administratif KEPUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 252 /KPPU/Kep/VII/2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG PENILAIAN PEMBERITAHUAN TERHADAP PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PT PERKASA MELATI OLEH PT UNITED

Lebih terperinci

P U T U S A N Perkara Nomor 08/KPPU- M/2012

P U T U S A N Perkara Nomor 08/KPPU- M/2012 P U T U S A N Perkara Nomor 08/KPPU- M/2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia selanjutnya disebut Komisi yang memeriksa Perkara Nomor 08/KPPU-M/2012 tentang dugaan pelanggaran terhadap

Lebih terperinci

V E R S I P U B L I K

V E R S I P U B L I K Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tentang Pengambilalihan (Akuisisi) Saham Perusahaan Eastern Star Resources Pty Ltd oleh Perusahaan Vale Austria Holdings GmbH 1. LATAR BELAKANG Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, pembangunan ekonomi dalam perkembangannya telah mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai sektor usaha,

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh Ngurah Manik Sidartha I Ketut Markeling Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 06/KPPU/PDPT/IV/2015 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 06/KPPU/PDPT/IV/2015 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 06/KPPU/PDPT/IV/2015 TENTANG PEMBERITAHUAN PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) SAHAM PERUSAHAAN TEREX EQUIPMENT LIMITED OLEH VOLVO GROUP UK LIMITED LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI INDONESIA (Analisis Terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)

MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI INDONESIA (Analisis Terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT DI INDONESIA (Analisis Terhadap UU No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat) ABSTRACT The constitution of Indonesia gives freedom

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman

BAB V PENUTUP. Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk mengetahui bagaimana praktik. Sherman Act; Clayton Act; Celler Kefauver Act; Robinson-Patman BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka Penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan perkembangan

Lebih terperinci

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG

PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR A10712, A11112 TENTANG PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN PT SARANA INTI PERSADA, DAN PT PLATINUM TEKNOLOGI OLEH PT SOLUSI TUNAS PRATAMA Tbk LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

DAMPAK HUKUM NOTIFIKASI MERGER MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT. Sryani Br. Ginting

DAMPAK HUKUM NOTIFIKASI MERGER MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT. Sryani Br. Ginting DAMPAK HUKUM NOTIFIKASI MERGER MENCIPTAKAN PERSAINGAN USAHA YANG SEHAT Sryani Br. Ginting Abstract Merger notification is official notification by businessmen to Business Competition Supervisory Commision

Lebih terperinci

Some Issues in M&A. Presented by Josua Tarigan SE, MBA, CMA, CFP, CSRS, CSRA

Some Issues in M&A. Presented by Josua Tarigan SE, MBA, CMA, CFP, CSRS, CSRA Some Issues in M&A Presented by Josua Tarigan SE, MBA, CMA, CFP, CSRS, CSRA Legal Framework of M&A Peraturan peraturan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan Undang Undang No.40

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 1 Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kop.Wil. I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Intisari Persaingan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan usaha 1. Dasar Hukum Persaingan Usaha Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS

AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS AKIBAT HUKUM PENGGABUNGAN PERUSAHAAN (MERGER) PADA PERUSAHAAN PERSEROAN TERBATAS Oleh Wahyu Suwena Putri Cokorda Istri Anom Pemayun Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Penggabungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. Dasar hukum pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. Dasar hukum pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha Dasar hukum pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Ni Made Evayuni Indapratiwi Made Mahartayasa Hukum Perdata,

Lebih terperinci