Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina"

Transkripsi

1 Standar Nasional Indonesia Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina ICS Badan Standardisasi Nasional

2

3 Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii 1 Ruang lingkup Acuan normatif Istilah dan definisi Pengambilan contoh uji Cara uji Persyaratan hasil uji Lampiran A (normatif) Struktur benih Bibliografi Tabel 1 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih tusam Tabel 2 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih mangium Tabel 3 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih sengon Tabel 4 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih mahoni Tabel 5 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih gmelina Tabel 6 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih tusam Tabel 7 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih mangium Tabel 8 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih sengon Tabel 9 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih mahoni Tabel 10 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih gmelina Tabel 11 Kunci interpretasi hasil uji belah benih tusam Tabel 12 Kunci interpretasi hasil uji belah benih mangium Tabel 13 Kunci interpretasi hasil uji belah benih sengon Tabel 14 Kunci interpretasi hasil uji belah benih mahoni Tabel 15 Kunci interpretasi hasil uji belah benih gmelina Gambar 1 Cara pengambilan contoh uji... 3 Gambar 2 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih tusam Gambar 3 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih mangium Gambar 4 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih sengon Gambar 5 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih mahoni Gambar 6 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih gmelina i

4 Gambar 7 Benih tusam viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Gambar 8 Benih mangium viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Gambar 9 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Gambar 11 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Gambar 12 Benih tusam viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Gambar 13 Benih mangium (a) viabel dan (b) non viabel hasil uji eksisi embrio Gambar 14 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Gambar 15 Benih mahoni viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Gambar 16 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Gambar 19 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Gambar 20 Benih mahoni viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Gambar 21 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Gambar A.1 Sketsa struktur benih tusam Gambar A.2 Sketsa struktur benih mangium Gambar A.3 Sketsa struktur benih sengon Gambar A.4 Sketsa struktur benih mahoni Gambar A.5 Sketsa struktur benih gmelina ii

5 Prakata Standar ini digunakan sebagai pedoman dalam pengujian benih-benih tersebut. Standar ini bertujuan untuk memperoleh gambaran potensi viabilitas suatu benih secara cepat. Potensi viabilitas benih yang diperoleh dengan uji cepat ini hasilnya sedikit lebih tinggi dari tingkat viabilitas benih yang diperoleh dari uji viabilitas secara langsung. Standar ini disusun oleh Panitia Teknis 65-01, Pengelolaan Hutan yang telah dibahas pada rapat-rapat teknis dan disepakati pada rapat konsensus nasional pada tanggal 31 Desember 2004 di Bogor. Standar ini disusun dengan memperhatikan hal-hal yang terdapat dalam: 1. Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 2. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman; 4. Keputusan Menteri Kehutanan No. 085/Kpts-II/2001 tentang Perbenihan Tanaman Kehutanan; 5. Pedoman Standardisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan, BTP (2000). iii

6

7 Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan cara uji cepat viabilitas benih tusam (Pinus merkusii), mangium (Acacia mangium), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia sp.) dan gmelina (Gmelina arborea) serta persyaratan hasilnya, meliputi uji tetrazolium, uji hidrogen peroksida, uji eksisi embrio, dan uji belah (digunakan untuk benih yang baru dipanen). Uji belah hanya digunakan untuk benih yang baru dipanen. 2 Acuan normatif SNI , Tanaman kehutanan Bagian 7: Istilah dan definisi yang berhubungan dengan perbenihan dan pembibitan tanaman kehutanan. 3 Istilah dan definisi 3.1 garam tetrazolium (2,3,5 triphenil tetrazolium chlorida) suatu senyawa kimia dengan rumus 2,3,5 triphenyl tetrazolium klorida atau bromida yang digunakan sebagai pewarna untuk membedakan sel hidup dengan sel mati pada uji tetrazolium 3.2 hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) suatu larutan yang tidak stabil dan tidak berwarna, dapat larut dalam air dan alkohol, serta mudah didekomposisikan dalam air dan oksigen bila disimpan pada suhu yang terlalu tinggi/rendah atau di bawah cahaya langsung 3.3 plumula bagian dari struktur tumbuh benih yang akan membentuk organ batang 3.4 radikel bagian dari struktur tumbuh benih yang akan membentuk organ akar 3.5 sterilisasi kegiatan pembebasan/pembersihan suatu obyek (alat, bahan, atau media) dari organisme yang tidak diinginkan, seperti fungi, bakteri, virus, atau yang lainnya 3.6 viabilitas benih kemampuan benih untuk hidup, yang ditunjukkan oleh gejala pertumbuhan atau gejala metabolismenya dan dapat pula ditunjukkan oleh keadaan organel sitoplasma atau kromosom 1 dari 31

8 3.7 uji belah uji cepat viabilitas benih dengan cara melihat langsung penampakan struktur tumbuhnya yang menunjukkan kondisi yang baik (hidup) 3.8 uji cepat viabilitas metode pengujian viabilitas benih yang didasarkan pada proses metabolisme benih yang merupakan indikasi tak langsung 3.9 uji eksisi embrio salah satu uji cepat viabilitas benih yang dilakukan dengan mengamati perilaku embrio dalam kondisi jaringan setelah pemotongan dan inkubasi selanjutnya, dimana embrio yang viabel akan memperlihatkan warna hijau, tumbuh atau tetap segar sementara embrio yang non viabel akan rusak 3.10 uji hidrogen peroksida uji cepat viabilitas benih dengan memanfaatkan sifat larutan hidrogen peroksida yang dapat merangsang perkecambahan benih dan dapat digunakan untuk mempercepat perkecambahan 3.11 uji tetrazolium uji cepat viabilitas benih secara biokimia yang didasarkan kepada pewarnaan yang menggunakan garam tetrazolium yang membentuk endapan formazan merah pada setiap sel hidup dan warna putih pada sel mati CATATAN Istilah dan definisi mengacu kepada SNI , Tanaman kehutanan Bagian 7: Istilah dan definisi yang berhubungan dengan perbenihan dan pembibitan tanaman kehutanan. 4 Pengambilan contoh uji 4.1 Jumlah contoh uji Jumlah contoh uji yang dianggap mewakili kelompok benih (seed lot) yang akan diuji adalah 4 x 100 butir benih. 4.2 Prosedur pengambilan contoh Prosedur pengambilan contoh adalah sebagai berikut: - Contoh kirim dan komposit (A) dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian 1, 2, 3 dan 4; - Bagian 1 dan 3 dicampur (B) dan dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian 5, 6, 7 dan 8; - Bagian 5 dan 7 dicampur (C) dan dihamparkan, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, yaitu bagian 9, 10, 11 dan 12; 2 dari 31

9 - Bagian 9 dan 11 adalah bagian yang diambil sebagai contoh uji. A B C Gambar 1 Cara pengambilan contoh uji Cara uji 5.1 Bahan dan alat Bahan Aquades, garam tetrazolium (2,3,5-triphenil tetrazolium klorida), Na 2 HPO 4.2H 2 O, KH 2 PO 4, etanol 70%, kertas merang, aluminium foil, larutan hidrogen peroksida, benomil, dan kertas saring Alat Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, inkubator, oven, alat pengaduk, saringan, semprotan tangan, timbangan, alat pembagi benih, penggaris, lup, dan laminar flow Sterilisasi bahan dan alat a. Sterilisasi dengan oven/etanol Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, alat pengaduk, saringan, kertas merang, dan aluminium foil dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 C selama 24 jam, atau dengan cara menyemprotkan etanol 70% secara merata. b. Sterilisasi dengan larutan natrium hipoklorit dan benomil Benih yang akan diuji (tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina) disterilkan dengan cara direndam dalam larutan natrium hipoklorit (pengenceran 1:5) selama 5 menit kemudian dibilas dengan aquades dan benih tersebut siap untuk diuji. 3 dari 31

10 Sedangkan benih mangium untuk uji hidrogen peroksida dan uji eksisi embrio disterilkan dengan cara direndam dalam larutan benomil selama 1 jam, kemudian dibilas dengan aquades dan benih siap untuk diuji. 5.2 Pengamatan struktur tumbuh benih Pengamatan terhadap benih yang akan diuji difokuskan pada struktur tumbuh benihnya. Struktur tumbuh benih tusam (Gambar A.1), mangium (Gambar A.2), sengon (Gambar A.3), mahoni (Gambar A.4) dan gmelina (Gambar A.5) disajikan pada Lampiran A. 5.3 Prosedur uji tetrazolium Pembuatan larutan a) Larutan I: larutkan 9,078 g KH 2 PO 4 dalam aquades 1000 ml; b) Larutan II: larutkan 11,876 g Na 2 HPO 4.2H 2 O dalam aquades 1000 ml; c) Larutan penyangga: campurkan 400 ml larutan I dengan 600 ml larutan II (2:3); d) Larutan tetrazolium 1%: masukkan 10 g garam tetrazolium (2,3,5 triphenil tetrazolium chloride) ke dalam 1000 ml larutan penyangga; e) Larutan 0,5%: masukkan 5 g garam tetrazolium ke dalam 1000 ml larutan penyangga; f) Larutan tetrazolium harus dihindarkan dari cahaya langsung sehingga untuk penyimpannya harus ditempatkan pada gelas piala yang dilapisi dengan aluminium foil dan disimpan di lemari es (4 C sampai dengan 8 C). Pencampuran benih dengan larutan harus dilakukan di tempat gelap Pelaksanaan pengujian Uji tetrazolium benih tusam a) Kupas kulit benih secara hati-hati agar endosperma tidak cacat atau rusak, dengan cara menggunting ujung kulit benih dengan gunting kuku atau pinset; b) Lembabkan benih, dengan cara menebarkan benih pada 6 lembar kertas merang basah dan menggulungnya, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik atau cawan petri selama 24 jam; c) Kupas kulit ari benih menggunakan pinset dengan menjaga benih tetap dalam keadaan lembab; d) Rendam benih tersebut dalam larutan tetrazolium 0,5% yang ditempatkan dalam gelas piala tertutup dan dilapisi aluminium foil (larutan tetrazolium = 3 x volume benih); e) Masukkan gelas piala berisi benih tersebut ke dalam oven dengan suhu 40 C selama 4 jam; f) Tempatkan benih dalam saringan dan dibilas dengan aquades selama detik; g) Belah benih menggunakan silet sehingga embrio (radikel dan kotiledon) dan endosperma terbagi dua; 4 dari 31

11 h) Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada embrio (radikel dan kotiledon) dan endosperma; i) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm), dan putih (P); sedangkan perhitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masing-masing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi pada Tabel 1 dan Gambar Uji tetrazolium benih mangium a) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. Pada saat melubangi kulit, jangan sampai terkena kotiledon, karena akan mempengaruhi pola pewarnaan yang terbentuk; b) Rendam benih dalam aquades selama 24 jam; c) Kupas kulit benih dan kemudian belah menjadi keping benih dengan menggunakan silet. Pengupasan dan pembelahan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi cacat. Pada saat membelah, kondisi radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua; d) Rendam salah satu keping benih dalam larutan tetrazolium 1% yang ditempatkan dalam gelas piala yang telah ditutup dan dilapisi seluruhnya dengan alumunium foil (volume larutan tetrazolium = 3 kali volume benih); e) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator/oven dengan suhu 40 C selama 2 jam; f) Tempatkan benih dalam saringan, lalu bilas dengan aquades selama detik; g) Tempatkan benih di cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada radikel, plumula, dan kotiledon; h) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm), dan putih (P); sedangkan perhitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masing-masing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi pada Tabel 2 dan Gambar Uji tetrazolium benih sengon Menggunakan benih utuh a) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan radikel) menggunakan gunting kuku dan lakukan dengan hati-hati agar kotiledon tidak rusak; b) Lembabkan benih pada 6 kertas merang lembab selama 24 jam dan masukkan ke dalam plastik atau cawan petri untuk menghindari adanya penguapan; c) Kupas kulit benih secara hati-hati dengan menggunakan silet; 5 dari 31

12 d) Rendam benih dalam larutan tetrazolium 1% dan tempatkan dalam gelas piala tertutup dan dilapisi aluminium foil (volume larutan = 3 X volume benih); e) Masukkan gelas piala yang berisi benih dan larutan ke dalam inkubator/oven dengan suhu 40 C selama 3 jam; f) Letakkan benih pada saringan dan bilas dengan aquades selama detik; g) Belah benih menjadi keping benih dengan menggunakan silet dan plumula, radikel, serta kotiledon harus terbagi menjadi dua; h) Tempatkan salah satu keeping benih pada cawan petri yang berisi 2 kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada radikel, plumula, dan kotiledon; i) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm), dan putih (P); sedangkan perhitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masing-masing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi pada Tabel 3 dan Gambar Menggunakan keping benih yang direndam dalam larutan TTZ 0,5% a) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan radikel) menggunakan gunting kuku dan lakukan dengan hati-hati agar kotiledon tidak rusak; b) Lembabkan benih pada 6 kertas merang lembab selama 24 jam dan masukkan ke dalam plastik atau cawan petri untuk menghindari adanya penguapan; c) Kupas kulit benih dan belah benih dengan menggunakan silet; kondisi plumula, radikel, dan kotiledon harus terbagi dua; d) Rendam salah satu keping benih dalam larutan tetrazolium 0,5% yang ditempatkan pada gelas piala tertutup dan dilapisi aluminium foil (volume larutan = 3 x volume benih); e) Masukkan gelas piala yang berisi benih dan larutan ke dalam inkubator/oven dengan suhu 40 C selama 2 jam; f) Tempatkan benih dalam saringan dan bilas dengan aquades selama 30 detik-60 detik; g) Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada radikel, plumula, dan kotiledon; h) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk Uji tetrazolium benih mahoni a) Kupas kulit benih secara hati-hati dengan menggunakan silet. Pada saat pengupasan kulit benih, silet tidak boleh mengenai benih, karena akan mempengaruhi pola pewarnaan yang terbentuk; 6 dari 31

13 b) Lembabkan benih pada 6 kertas merang lembab selama 24 jam dan dimasukkan ke dalam plastik untuk mencegah penguapan; c) Belah benih menjadi 2 bagian melalui titik tumbuhnya dengan silet atau pisau tajam. Pada saat membelah benih, usahakan tidak sampai terputus; d) Rendam benih dalam larutan tetrazolium 0,5% yang ditempatkan pada gelas piala tertutup dan dilapisi aluminium foil (volume larutan = 3 x volume benih); e) Masukkan gelas piala yang berisi benih dan larutan ke dalam inkubator/oven dengan suhu 40 C selama 4 jam; f) Tempatkan benih dalam saringan dan bilas dengan aquades selama 30 detik -60 detik; g) Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada titik tumbuh dan kotiledon; h) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm), dan putih (P); sedangkan perhitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masingmasing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi pada Tabel 4 dan Gambar Uji tetrazolium benih gmelina a) Keluarkan benih dari endocarpnya dengan menggunakan ragum dan martil secara hati-hati. Kondisi benih jangan sampai cacat atau rusak, karena akan mempengaruhi pola pewarnaan yang terbentuk; b) Ambil salah satu benih dalam satu endocarp untuk mewakili satu buah; c) Sterilkan benih-benih tersebut dengan larutan natrium hipoklorit; d) Lembabkan benih pada 6 lembar kertas merang lembab selama 24 jam. Kertas merang lembab yang berisi benih tersebut dimasukkan ke dalam plastik atau cawan petri untuk mencegah penguapan; e) Kupas kulit benih dan belah menjadi keping benih dengan menggunakan silet. Pengupasan dan pembelahan benih harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai terjadi cacat. Pada saat membelah, kondisi ujung radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua; f) Rendam salah satu keping benih dalam larutan tetrazolium 0,5% yang ditempatkan dalam gelas piala yang telah ditutup dan dilapisi seluruhnya dengan aluminium foil (volume larutan tetrazolium = 3 x volume benih); g) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator/oven dengan suhu 40 C selama 4 jam; h) Tempatkan benih pada saringan, lalu dibilas dengan aquades selama detik; 7 dari 31

14 i) Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada ujung radikel, plumula, dan kotiledon; j) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm), dan putih (P); sedangkan perhitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masingmasing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi pada Tabel 5 dan Gambar Prosedur uji hidrogen peroksida Pembuatan larutan Larutan H 2 O 2 di pasaran memiliki konsentrasi tinggi, yaitu 35%, sedangkan yang digunakan untuk uji konsentrasinya 0,5% - 2%. Oleh karena itu, larutan H 2 O 2 35% harus diencerkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut: a) larutan H 2 O 2 0,5%: campurkan 14,29 ml larutan H 2 O 2 35% ke dalam 985,71 ml aquades sehingga diperoleh 1000 ml larutan H 2 O 2 0,5%; b) larutan H 2 O 2 1%: campurkan 28,57 ml larutan H 2 O 2 35% ke dalam 971,43 ml aquades sehingga diperoleh 1000 ml larutan H 2 O 2 1%; c) larutan H 2 O 2 2%: campurkan 57,14 ml larutan H 2 O 2 35% ke dalam 942,86 ml aquades sehingga diperoleh 1000 ml larutan H 2 O 2 2%. Pengenceran larutan tersebut dilakukan mengikuti rumus: C 1 x V 1 = C 2 x V 2 dimana: C 1 = konsentrasi larutan awal C 2 = konsentrasi larutan yang diinginkan V 1 = volume larutan awal V 2 = volume larutan yang diinginkan Pelaksanaan pengujian Uji hidrogen peroksida benih tusam a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Potong ujung kulit benih menggunakan gunting kuku; c) Rendam benih tersebut dalam larutan H 2 O 2 1% (volume larutan H 2 O 2 = 3 x volume benih) dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil; d) Masukkan gelas piala tersebut ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu 25 C sampai dengan 30 C selama 7 hari; e) Ganti larutan H 2 O 2 pada hari ke-1, ke-3 dan ke-4 dengan larutan H 2 O 2 yang baru; 8 dari 31

15 f) Bilas benih dengan aquades, kemudian tempatkan benih tersebut dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab; g) Ukur panjang radikel yang muncul menggunakan penggaris dan cocokkan hasil pengukuran dengan kunci interpretasi (Gambar 7) Uji hidrogen peroksida benih mangium a) Sterilkan benih dengan benomil; b) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) menggunakan gunting kuku; c) Rendam benih dalam larutan H 2 O 2 0,5% (volume larutan H 2 O 2 = 3 X volume benih) dan letakkan dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil; d) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu 25 C sampai dengan 30 C selama 7 hari; e) Ganti larutan H 2 O 2 pada hari ke-1 dan ke-4 dengan larutan H 2 O 2 yang baru; f) Bilas benih dengan aquades dan benih tempatkan dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab; g) Ukur panjang radikel yang muncul menggunakan penggaris dan cocokkan hasil pengukuran dengan kunci interpretasi (Gambar 8) Uji hidrogen peroksida benih sengon a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Kupas ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) menggunakan gunting kuku; c) Rendam benih dalam larutan H 2 O 2 0,5% (volume larutan H 2 O 2 = 3 X volume benih) dan letakkan dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil; d) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu 25 C sampai dengan 30 C selama 7 hari; e) Ganti larutan H 2 O 2 pada hari ke-1 dan ke-4 dengan larutan H 2 O 2 yang baru; f) Bilas benih dengan aquades dan tempatkan benih dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab; g) Ukur panjang radikel yang muncul menggunakan penggaris dan cocokkan hasil pengukuran dengan kunci interpretasi (Gambar 9) Uji hidrogen peroksida benih mahoni a) Kupas kulit benih secara hati-hati dengan menggunakan silet. Pada saat mengupas kulit benih, silet tidak boleh mengenai benih; b) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; c) Rendam benih dalam larutan H 2 O 2 0,5% (volume larutan H 2 O 2 = 3 X volume benih) dan letakkan dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil; 9 dari 31

16 d) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu 25 C sampai dengan 30 C selama 7 hari; e) Ganti larutan H 2 O 2 pada hari ke-1 dan ke-4 dengan larutan H 2 O 2 yang baru; f) Bilas benih dengan aquades dan tempatkan benih dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab; g) Ukur panjang radikel yang muncul menggunakan penggaris dan cocokkan hasil pengukuran dengan kunci interpretasi (Gambar 10) Uji hidrogen peroksida benih gmelina a) Keluarkan benih dari endocarp-nya menggunakan ragum dan martil secara hati-hati. Kondisi benih jangan sampai retak atau cacat, karena benih akan cepat terkontaminasi oleh jamur; b) Ambil salah satu benih dalam satu endocarp untuk mewakili satu buah; c) Sterilkan benih-benih tersebut dengan natrium hipoklorit; d) Rendam benih tersebut dalam larutan H 2 O 2 2% (volume larutan H 2 O 2 = 3 x volume benih) dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil; e) Masukkan gelas piala ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu 25 C sampai dengan 30 C selama 4 hari; f) Ganti larutan H 2 O 2 pada hari ke-1 dan ke-3 dengan larutan H 2 O 2 yang baru; g) Bilas benih dengan aquades dan tempatkan benih dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab; h) Ukur panjang radikel yang muncul menggunakan penggaris dan cocokkan hasil pengukuran dengan kunci interpretasi (Gambar 11). 5.5 Prosedur uji eksisi embrio Uji eksisi embrio benih tusam a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Kupas kulit benih dengan pinset atau gunting kuku; c) Lembabkan benih tersebut, yaitu dengan cara menebarkan benih pada 6 lembar kertas merang basah, menggulung kertas tersebut dan kemudian memasukkannya ke dalam plastik untuk disimpan selama 24 jam; d) Kupas kulit ari benih menggunakan pinset dengan tetap dalam keadaan lembab; e) Belah sedikit bagian endosperma menggunakan silet dan keluarkan embrionya secara hati-hati agar kondisi embrio tetap utuh (tidak terbelah atau cacat). Untuk menjamin kondisi aseptis selama kegiatan pemotongan maka kegiatan dilakukan di laminar air flow atau di tempat steril, peralatan yang digunakan juga harus steril; f) Letakkan embrio pada cawan petri yang berisi media berupa 3 lembar kertas saring lembab; g) Masukkan cawan petri tersebut ke dalam inkubator atau ruang kamar pada suhu konstan (25 C sampai dengan 27 C) selama 5 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam per hari; 10 dari 31

17 h) Amati kondisi embrio setiap hari untuk menjamin bahwa embrio yang busuk atau berjamur dibuang, dan menjamin media tetap lembab dengan menyemprotkan aquades secukupnya apabila media mulai kering; i) Cocokkan kondisi embrio (radikel dan kotiledon) yang diperoleh pada akhir pengamatan dengan kunci interpretasi pada Tabel 6 dan Gambar Uji eksisi embrio benih mangium a) Sterilkan benih dengan benomil; b) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) menggunakan gunting kuku; c) Rendam benih dalam aquades selama 24 jam dengan suhu perendaman 25 C; d) Belah benih dan keluarkan embrio menggunakan silet. Ketika membelah, kondisi plumula dan radikel harus utuh (tidak boleh ikut terbelah atau cacat). Untuk menjamin kondisi aseptis selama kegiatan pemotongan dilakukan dalam laminar air flow atau di tempat yang steril. Peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan steril; e) Letakkan embrio dalam cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab; f) Masukkan cawan petri ke dalam inkubator atau ruang kamar pada suhu konstan (25 C sampai dengan 27 C) selama 5 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam perhari; g) Amati kondisi embrio setiap hari dengan membuang yang busuk atau berjamur. Semprot media dengan aquades secukupnya apabila mulai kering; h) Cocokkan kondisi radikel dan plumula yang diperoleh pada akhir pengamatan dengan kunci interpretasi pada Tabel 7 dan Gambar Uji eksisi embrio benih sengon a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan radikel) dengan gunting kuku; c) Rendam benih dalam aquades selama 24 jam dengan suhu perendaman 25 C; d) Ganti air perendam 2 kali sehari untuk mencegah terakumulasinya eksudat yang dikeluarkan oleh benih; e) Belah benih dan keluarkan embrionya menggunakan silet. Saat membelah, kondisi plumula dan radikel harus utuh (tidak terbelah atau cacat) dan untuk menjamin aseptis selama kegiatan pemotongan maka kegiatan dilakukan di laminar air flow atau di tempat steril, peralatan yang digunakan juga harus steril; f) Letakkan embrio pada cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab; 11 dari 31

18 g) Masukkan cawan petri ke dalam inkubator atau ruang kamar suhu konstan (25 C sampai dengan 27 C) selama 3 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam per hari; h) Amati kondisi embrio setiap hari dan buang embrio yang busuk atau berjamur. Apabila media mulai kering maka semprotkan aquades secukupnya; i) Cocokkan kondisi radikel dan plumula yang diperoleh pada akhir pengamatan dengan kunci interpretasi pada Tabel 8 dan Gambar Uji eksisi embrio benih mahoni a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Kupas kulit benih secara hati-hati menggunakan silet. Pada saat mengupas kulit benih, silet tidak boleh mengenai benih; c) Lembabkan benih pada 6 lembar kertas merang basah selama 24 jam. Masukkan kertas merang basah yang berisi benih tersebut ke dalam plastik untuk mencegah penguapan; d) Potong bagian di sekeliling titik tumbuh menggunakan silet sehingga membentuk potongan segitiga. Kondisi titik tumbuh harus utuh (tidak boleh cacat atau terpotong) dan untuk menjamin aseptis selama kegiatan pemotongan maka kegiatan dilakukan di laminar air flow atau di tempat steril, peralatan yang digunakan juga harus steril; e) Letakkan embrio pada cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab; f) Masukkan cawan petri ke dalam inkubator atau ruang kamar suhu konstan (25 C sampai dengan 27 C) selama 6 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam per hari; g) Amati setiap hari kondisi embrio dan buang embrio yang busuk atau berjamur. Apabila media mulai kering maka semprotkan aquades secukupnya; h) Cocokkan kondisi embrio (titik tumbuh) yang diperoleh pada akhir pengamatan dengan kunci interpretasi pada Tabel 9 dan Gambar Uji eksisi embrio benih gmelina a) Keluarkan benih dari endocarp-nya menggunakan ragum dan martil secara hatihati. Kondisi benih jangan sampai retak, cacat, atau rusak; karena benih akan mudah terkontaminasi oleh jamur; b) Ambil salah satu benih dalam satu endocarp untuk mewakili satu buah; c) Sterilkan benih-benih tersebut dengan natrium hipoklorit; d) Lembabkan benih pada 6 lembar kertas merang lembab selama 24 jam. Masukkan kertas merang lembab yang berisi benih tersebut ke dalam plastik atau cawan petri agar benih tidak kering/mencegah penguapan; 12 dari 31

19 e) Kupas kulit benih dengan silet dan untuk memisahkan ujung radikel (extreme tip of radicle) dan plumula (embryonic axis) dari kotiledonnya, potong bagian kotiledon yang berada di sekitar plumula menggunakan silet membentuk potongan segitiga. Pengupasan kulit benih dan pemotongan ujung radikel dan plumula harus dilakukan secara hati-hati, kondisi ujung radikel dan plumula harus utuh (tidak boleh terpotong atau cacat). Untuk menjamin kondisi aseptik selama kegiatan, pemotongan dilakukan di dalam laminar air flow atau di tempat yang steril. Peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan steril; f) Letakkan ujung radikel dan plumula yang telah dipisahkan pada cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab; g) Masukkan cawan petri ke dalam inkubator atau ruang kamar pada suhu konstan (25 C sampai dengan 27 C) selama 5 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam perhari; h) Amati kondisi ujung radikel dan plumula setiap hari dengan membuang yang busuk atau berjamur. Semprot media dengan aquades secukupnya apabila mulai kering; i) Cocokkan kondisi ujung radikel dan plumula yang diperoleh pada akhir pengamatan dengan kunci interpretasi pada Tabel 10 dan Gambar Prosedur uji belah Uji belah benih tusam a) Sterilkan benih dengan natrium hipoklorit; b) Kupas kulit benih dengan pinset atau gunting kuku; c) Lembabkan benih, yaitu dengan cara menebarkan benih pada 6 lembar kertas merang basah, menggulungnya dan memasukkan gulungan tersebut ke dalam plastik atau cawan petri untuk disimpan selama 24 jam; d) Kupas kulit ari benih dengan pinset dan belah benih dengan silet sedemikian sehingga embrio dan endosperma terbagi dua; e) Amati warna dan penampakan embrio dan endosperma dengan mata atau menggunakan lup (kaca pembesar) sehingga dapat ditentukan apakah benih tersebut viabel atau tidak berdasarkan kunci interpretasi pada Tabel 11 dan Gambar Uji belah benih mangium a) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah radikel) dengan gunting kuku; b) Rendam benih dalam gelas piala yang berisi aqudes selama 24 jam; c) Kupas kulit benih dan belah benih searah keping (memanjang) menggunakan silet. Radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua; d) Amati warna dan penampakan radikel, plumula, dan kotiledon dengan mata atau menggunakan lup (kaca pembesar) sehingga dapat ditentukan apakah benih tersebut viabel atau tidak, sesuai dengan kunci interpretasi (Gambar 18). 13 dari 31

20 5.6.3 Uji belah benih sengon a) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan radikel) dengan gunting kuku; b) Rendam benih dalam gelas piala yang berisi aquades selama 24 jam; c) Kupas kulit benih dan belah benih searah keping (memanjang) menggunakan silet. Radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua; d) Amati warna dan penampakan radikel, plumula, dan kotiledon dengan mata atau menggunakan lup (kaca pembesar) sehingga dapat ditentukan apakah benih tersebut viabel atau tidak sesuai dengan kunci interpretasi (Gambar 19) Uji belah benih mahoni a) Kupas kulit benih secara hati-hati dengan menggunakan silet; b) Belah benih dengan silet atau pisau tajam menjadi 2 bagian melalui titik tumbuhnya; c) Amati warna dan penampakan titik tumbuh dan kotiledon dengan mata atau menggunakan lup (kaca pembesar) sehingga dapat ditentukan apakah benih tersebut viabel atau tidak sesuai dengan kunci interpretasi (Gambar 20) Uji belah benih gmelina a) Keluarkan benih dari endocarp-nya menggunakan ragum dan martil secara hatihati. Kondisi benih jangan sampai retak, cacat, atau rusak, karena benih akan mudah terkontaminasi oleh jamur; b) Ambil salah satu benih dalam satu endocarp untuk mewakili satu buah; c) Sterilkan benih-benih tersebut dengan natrium hipoklorit; d) Lembabkan benih pada 6 lembar kertas merang selama 24 jam. Masukkan kertas merang lembab yang berisi benih tersebut ke dalam plastik atau cawan petri agar benih tidak kering/mencegah penguapan; e) Kupas kulit benih dan belah benih searah keping (memanjang) menggunakan silet. Ujung radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua; f) Amati warna dan penampakan ujung radikel, plumula, dan kotiledon dengan mata atau menggunakan lup (kaca pembesar) sehingga dapat ditentukan apakah benih tersebut viabel atau tidak, sesuai dengan kunci interpretasi (Gambar 21). 6 Persyaratan hasil uji 6.1 Uji tetrazolium Benih tusam Viabilitas benih tusam yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 1 dan Gambar dari 31

21 Tabel 1 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih tusam Benih Viabel No. Kriteria Persentase pola pewarnaan struktur tumbuh benih (%) Embrio Endosperma Radikel Kotiledon M 100 M 100 M M 100 M Terdapat Mm, tanpa P Tabel 1 (lanjutan) Non viabel M 100 M < 20 P dan memiliki > 50 M M Terdapat Mm, tanpa P 5. Terdapat Mm, tanpa P 100 M 100 M 100 M M 100 M > 20 P dan memiliki < 50 M M Terdapat Mm, tanpa P Terdapat Mm, tanpa P M Terdapat P - 4. Terdapat Mm, tanpa P 100 M Terdapat MM, tanpa P 5. Terdapat P overstain overstain overstain Keterangan M : Merah Mm : Merah muda P : Putih Benih Viabel 1 2a 2b Benih Non Viabel Gambar 2 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih tusam 15 dari 31

22 6.1.2 Mangium Viabilitas benih akasia yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih mangium Benih No. Persentase pola pewarnaan struktur tumbuh benih (%) Kriteria Radikel Plumula Kotiledon Viabel Non viabel Keterangan: M : Merah M 100 M 100 M M 100 M Terdapat Mm dan tanpa P M 100 M 5 50 P yang terletak jauh di atas atau tidak di sekitar poros embrio dan memiliki 50 M M Terdapat Mm dan tanpa P M Terdapat Mm dan tanpa P 6. Terdapat Mm dan tanpa P Terdapat Mm dan tanpa P Terdapat Mm dan tanpa P 5 20 P terletak jauh di atas atau tidak di sekitar poros embrio dan memiliki > 50 M 0 5 P terletak jauh di atas atau tidak di sekitar poros embrio dan memiliki > 50 M M 100 M > 50 P M Terdapat Mm dan tanpa P > 20 P dan memiliki < 50 M M Terdapat P - 4. Terdapat Mm dan tanpa P Terdapat Mm dan tanpa P > 5 P dan memiliki < 50 M 5. Terdapat P - - Mm : Merah muda P : Putih 16 dari 31

23 Benih Viabel 1 2a 2b 3a 3b 4a 4b 5a 5b 6a 6b Benih Non Viabel a 4b 5 Gambar 3 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih mangium Benih sengon Viabilitas benih sengon yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbntuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 3 dan Gambar 3. Benih Viabel Non viabel Tabel 3 No. Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih sengon Persentase pola pewarnaan struktur tumbuh benih (%) Kriteria Radikel Plumula Kotiledon M 100 M 100 M M 100 M Terdapat Mm tanpa P M 100 M 5-40 P yang terletak jauh di atas atau tidak di sekitar poros embrio dan memiliki 60 M 4. Terdapat M, Mm, Terdapat M, Mm, Terdapat M, Mm atau memiliki tanpa P tanpa P 20 P dengan 60 M M 100 M > 40 P dan memiliki < 60 M 2. - Terdapat P - 3. Terdapat P Merah Merah kehitaman, layu kehitaman, layu (overstain) (overstain) Keterangan: M : Merah Mm : Merah muda P : Putih Merah kehitaman, layu (overstain) 17 dari 31

24 Benih Viabel 1 2a 2b 3a 3b 4a 4b Benih Non Viabel Gambar 4 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih sengon Benih mahoni Viabilitas benih mahoni yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada tabel 4 dan Gambar 4. Benih Viabel Non viabel Tabel 4 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih mahoni No. Persentase pola pewarnaan struktur tumbuh benih (%) Kriteria Titik Tumbuh Endosperma M 100 M M Terdapat Mm tanpa P dan memiliki > 30 M M < 20 P dan memiliki > 40 M M Terdapat Mm, P dan memiliki < 30 M M > 20 P dan memiliki < 40 M 3. Terdapat Mm atau P - 18 dari 31

25 Benih Viabel Benih Non Viabel Gambar 5 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih mahoni Benih gmelina Viabilitas benih gmelina yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 5 dan Gambar 5. Tabel 5 Kunci interpretasi hasil uji tetrazolium pada benih gmelina Benih Viabel Non viabel No. Persentase pola pewarnaan struktur tumbuh benih (%) Kriteria Radikel Plumula Kotiledon M 100 M 100 M M 100 M < 10 P P 100 M 100 M P 100 M < 10 P M Terdapat P 100 M M Terdapat P < 10 P Mm 100 Mm 100 Mm P Terdapat Mm Terdapat Mm P 100 P Terdapat Mm P 100 P 100 P 19 dari 31

26 Benih Viabel Benih Non Viabel Gambar 6 Sketsa pola pewarnaan hasil uji tetrazolium pada benih gmelina 6.2 Uji hidrogen peroksida Benih tusam Kunci interpretasi hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pangamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel 1 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang <1 mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Gambar 7. (a) (b) Gambar 7 Benih tusam viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Benih mangium Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pangamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel 0,5 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang < 5 mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel dapat dilihat pada Gambar dari 31

27 (a) (b) Gambar 8 Benih mangium viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Benih sengon Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pangamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel 1 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang <1mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Gambar 9. (a) (b) Gambar 9 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Benih mahoni Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pangamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel 1 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang <1mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Gambar dari 31

28 (a) (b) Gambar 10 Benih mahoni viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida Benih gmelina Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pangamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel 2 mm atau kotiledon terbuka, sedangkan benih non viabel memiliki panjang < 2 mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel dapat dilihat pada Gambar 11. (a) (b) Gambar 11 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji hidrogen peroksida 6.3 Uji eksisi embrio Benih tusam Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih tusam dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar dari 31

29 Tabel 6 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih tusam Embrio viabel 1. Terjadi pertumbuhan pada radikel dan kotiledon 2. Kotiledon tumbuh mekar 3. Embrio tetap kokoh/segar 4. Berwarna kuning atau kuning kehijauan Embrio non viabel 1. Tidak terjadi pertumbuhan pada radikel dan kotiledon 2. Embrio cepat rusak, lunak/membusuk 3. Berwarna abu-abu, coklat dan mengeluarkan cairan (a) (b) Gambar 12 Benih tusam viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Benih mangium Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih akasia dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 13. Tabel 7 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih mangium Embrio viabel 1. terjadi pertumbuhan pada radikel dan plumula 2. embrio tetap kokoh/segar 3. berwarna kuning atau kuning kehijauan Embrio non viabel 1. tidak terjadi pertumbuhan pada radikel dan plumula 2. embrio cepat rusak, lunak/membusuk 3. berwarna putih dan mengeluarkan cairan 4. terjadi pengotoran berwarna coklat atau hitam 23 dari 31

30 (a) (b) Gambar 13 Benih mangium (a) viabel dan (b) non viabel hasil uji eksisi embrio Benih sengon Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih sengon dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 14. Tabel 8 Embrio viabel 1. Terjadi pertumbuhan pada radikel dan plumula 2. Embrio tetap kokoh/segar 3. Berwarna putih atau putih kehijauan Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih sengon Embrio non viabel 1. Tidak terjadi pertumbuhan pada radikel dan plumula 2. Embrio cepat rusak/membusuk 3. Berwarna putih kecoklatan dan mengeluarkan cairan 4. Terjadi pengotoran berwarna coklat atau hitam (a) (b) Gambar 14 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Benih mahoni Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih mahoni dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar dari 31

31 Tabel 9 Embrio viabel 1. Terjadi pertumbuhan pada titik tumbuh berupa radikel yang berwarna putih 2. Tetap kokoh/segar 3. Pada bekas potongan terlihat pengotoran berwarna coklat kering Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih mahoni Embrio non viabel 1. Tidak terjadi pertumbuhan pada titik tumbuh 2. Titik tumbuh berwarna hijau lumut 3. Berbau busuk dan lunak/layu (a) (b) Gambar 15 Benih mahoni viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio Benih gmelina Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih gmelina dapat dilihat pada Tabel 10 dan Gambar 16. Tabel 10 Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio benih gmelina Embrio viabel 1. terjadi pertumbuhan akar serabut pada ujung rdikel dan berwarna putih. 2. plumula berwarna hijau 3. tetap kokoh/segar 4. pada bekas potongan terlihat pengotoran berwarna coklat kering Embrio non viabel 1. tidak terjadi pertumbuhan akar serabut pada ujung radikel 2. ujung radikel dan plumula berwarna coklat atau putih kekuningan dan mengeluarkan cairan 3. busuk/lunak (a) (b) Gambar 16 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji eksisi embrio 25 dari 31

32 6.4 Uji belah Benih tusam Kunci interpretasi uji belah dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 17. Tabel 11 Kunci interpretasi hasil uji belah benih tusam Benih viabel 1. Embrio berwarna putih atau kuning dan segar 2. Endosperma berwarna putih dan segar 3. Tidak terdapat kerusakan mekanis Benih non viabel 1. Embrio berwarna putih kekuningan dan kering atau lunak/layu 2. Endosperma berwarna putih atau coklat dan kering atau lunak/layu 3. Tidak terdapat kerusakan mekanis 4. Berbau busuk (a) (b) Gambar 17 Benih tusam viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Benih mangium Kunci interpretasi uji belah dapat dilihat pada Tabel 12 dan Gambar 18. Tabel 12 Benih viabel 1. Struktur tumbuh berwarna kuning, kuning kehijauan atau putih kekuningan dan segar 2. Tidak terdapat kerusakan mekanis Kunci interpretasi hasil uji belah benih mangium Benih non viabel 1. Struktur tumbuh berwarna putih atau putih kecoklatan atau kering atau lunak/kayu 2. Terdapat kerusakan mekanis 3. Berbau busuk (a) (b) Gambar 18 Benih mangium (a) vabel dan (b) non viabel hasil uji belah 26 dari 31

33 6.4.3 Benih sengon Kunci interpretasi uji belah dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar 19. Tabel 13 Kunci interpretasi hasil uji belah benih sengon Benih viabel 1. Radikel berwarna putih atau kuning muda dan segar 2. Plumula berwarna putih kehijauan atau kuning muda segar 3. Kotiledon berwarna hijau muda/hijau kekuningan atau kuning dan segar 4. Tidak terdapat kerusakan mekanis Benih non viabel 1. Radikel berwarna putih, putih kehijauan/kecoklatan dan kering atau lunak/layu 2. Plumula berwarna putih, putih kekuningan, kuning atau coklat dan kering atau lunak/layu 3. Kotiledon berwarna hijau, hijau kecoklatan atau kuning dan kering atau lunak/layu 4. Terdapat kerusakan mekanis 5. Berbau busuk (a) (b) Gambar 19 Benih sengon viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Benih mahoni Kunci interpretasi uji belah dapat dilihat pada Tabel 14 dan Gambar 20. Tabel 14 Kunci interpretasi hasil uji belah benih mahoni Benih viabel 1. Titik tumbuh berwarna putih atau kuning dan segar 2. Endosperma berwarna putih atau segar 3. Tidak terdapat kerusakan mekanis Benih non viabel 1. Titik tumbuh berwarna putih kekuningan dan kering atau lunak/layu 2. Endosperma berwarna putih atau coklat dan kering atau lunak/layu 3. Terdapat kerusakan mekanis 4. Berbau busuk 27 dari 31

34 (a) (b) Gambar 20 Benih mahoni viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah Benih gmelina Kunci interpretasi uji belah dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 21. Tabel 15 Benih viabel 1. Ujung radikel, plumula, dan kotiledon segar. 2. Berwarna putih Kunci interpretasi hasil uji belah benih gmelina Benih non viabel 1. Ujung radikel, plumula, dan kotiledon kurang segar dan lunak/layu. 2. Berwarna putih kekuningan atau putih kecoklatan (a) (b) Gambar 21 Benih gmelina viabel (a) dan non viabel (b) hasil uji belah 28 dari 31

35 Lampiran A (normatif) Struktur benih Kulit benih Endosperma Kotiledon Hipokotil Radikel Gambar A.1 Sketsa struktur benih tusam Kulit benih Kotiledon Plumula Radikel Gambar A.2 Sketsa struktur benih mangium Kulit benih Kotiledon Plumula Radikel Gambar A.3 Sketsa struktur benih sengon 29 dari 31

36 Lampiran A (lanjutan) Hilum Mikropil Chalaza Gambar A.4 Sketsa struktur benih mahoni Ujung radikel Plumula Kotiledon Gambar A.5 Sketsa struktur benih gmelina 30 dari 31

37 Bibliografi Balai Teknologi Perbenihan 2000: Pedoman Standardisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan 31 dari 31

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN BUKU 1 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 BOGOR 16001 Telp/Fax : 0251 8327768 E mail

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax :

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax : 0251-8327768, E-mail : btpbogor@dephut.go.id KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Standar Nasional Indonesia Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang

Lebih terperinci

PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS

PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS Dormansi merupakan strategi benih tumbuhan tertentu untuk dapat mengatasi lingkungan suboptimum guna mempertahankan kelanjutan hidup spesiesnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PEMATAHAN DORMANSI BENIH A. Pendahuluan 1. Latar Belakang. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah

BAB III MATERI DAN METODE. pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul pengaruh variasi periode pemanasan pada suhu 70 C terhadap total bakteri, ph dan Intensitas Pencoklatan susu telah dilaksanakan sejak tanggal 11 April

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru yang berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ PENDAHULUAN UJI VIABILITAS Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh secara normal pada kondisi optimum. - Kondisi optimum : kondisi yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit III. keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ PENDAHULUAN UJI VIABILITAS Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh secara normal pada kondisi optimum. - Kondisi optimum : kondisi yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5x4. Faktor pertama adalah konsentrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau Laporan Praktikum Biologi : Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau Kelompok : 1 Aditya Dedi Setyawan 2 Ilhamsyah Dwi Kurniawan P 3 Junita Putri 4 Kezia Angelica Suharto 5 Michael Sugita Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Produksi

Lebih terperinci

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain : Pendahuluan Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang (Taiz and Zeiger ). dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene Glycol)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG 6000 (K) terdiri dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

Jahe untuk bahan baku obat

Jahe untuk bahan baku obat Standar Nasional Indonesia Jahe untuk bahan baku obat ICS 11.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah H

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN : Eksperimental Laboratoris 3.2 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Fatokimia Fakultas Farmasi UH & Laboratorium Mikrobiologi FK UH 3.3 WAKTU PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, III. BAHAN DAN METODE 3.LTcinpat dan waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit 5 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN

III. METODOLOGIPENELITIAN III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan antara Februari-Agustus 2007, di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB IV PERALATAN DALAM KEGIATAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom

Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 4: Cara uji kadar timbal (Pb) dengan metoda dekstruksi basah menggunakan spektrofotometer serapan atom ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Dendeng daging sapi giling yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Lada hitam. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-0005-1995 Standar Nasional Indonesia Lada hitam ICS Badan Standardisasi Nasional i SNI 01 0005-1995 Daftar Isi 1. Ruang lingkup... 2 2. Acuan Normatif... 2 3. Istilah dan definisi... 2 4. Klasifikasi/penggolongan...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha

III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit PTPN 7 Unit Usaha Rejosari dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 untuk pengujian TPC di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional), Badan

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau kampus Bina Widya Jl. H.R Soebrantas Km 12,5 Simpang Baru Panam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci