BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax :"

Transkripsi

1 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 Bogor, Telp/Fax : , btpbogor@dephut.go.id

2 KATA PENGANTAR Kegiatan pengujian benih merupakan hal yang penting dalam produksi semai dan transaksi bibit komersil. Standarisasi metode pengujian dan mutu benih yang telah dihasilkan oleh Balai Litbang Teknologi Perbenihan hanya memuat uji perkecambahan (langsung). Sehingga untuk penyempurnaannya perlu dilengkapi dengan teknologi uji cepat viabilitas, agar para pengguna memiliki alternatif lain dalam melakukan pengujian benih. Buku ini merupakan kelanjutan dari buku I yang berisi standar prosedur uji cepat viabilitas benih berdasarkan uji tetrazolium topografis, uji hidrogen peroksida, uji eksisi embrio dan uji belah untuk 5 jenis benih tanaman hutan ( Acacia crassicarpa, Enterolobium cyclocarpum, Tectona grandis, Dalbergia latifolia dan Agathis loranthifolia) serta kunci interpretasi benih hidup dan benih mati berdasarkan uji cepat yang digunakan. Diharapkan informasi ini dapat membantu dan mempermudah para peneliti, akademisi dan laboran dalam melakukan aktivitas pengujian benih, serta pengguna lainnya dalam rangka memperoleh kepastian informasi kualitas benih dengan cepat. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, baik tenaga maupun pikirannya sehingga buku ini dapat tersusun. Bogor, Desember 2003 Kepala Balai Litbang Teknologi Perbenihan Ir. Darmawan Budiantho, MP NIP i

3 KATA PENGANTAR CETAKAN KEDUA Dalam rangka penyebarluasan hasil penelitian dalam bentuk yang lebih praktis, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) telah menerbitkan buku Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan yang memuat informasi tentang standar prosedur uji cepat viabilitas benih berdasarkan Uji Tetrazolium Topografis; Uji Hidrogen Peroksida; Uji Eksisi Embrio dan Uji Belah untuk 5 jenis benih tanaman hutan, serta kunci interpretasi benih hidup dan benih mati berdasarkan uji cepat yang digunakan. Teknologi uji cepat viabilitas benih merupakan alternatif lain dalam melakukan pengujian benih. Informasi tersebut dikemas dalam bentuk praktis, lengkap, informatif dan mudah diaplikasikan untuk mengetahui kualitas benih secara cepat. Buku Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan memperoleh respon yang positif dari: instansi pemerintah; swasta; maupun masyarakat umum. Berkaitan dengan hal tersebut mengakibatkan banyaknya permintaan terhadap buku ini. BPTPTH secara bertahap melakukan pencetakan ulang buku Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan, yang di dalam buku cetakan ke dua tersebut telah dilakukan penyempurnaan antara lain nama Balai Litbang Teknologi Perbenihan diubah menjadi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan; perbaikan redaksional sebagaimana tercantum pada ralat cetakan sebelumnya; serta penyempurnaan lainnya. Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan Buku Pedoman Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Hutan cetakan ke dua ini, sehingga buku ini dapat disusun dan dicetak ulang kembali. Semoga buku ini bermanfaat. Bogor, Desember 2014 Kepala Balai, iii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i KATA PENGANTAR CETAKAN KE 2... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Mutu Benih Viabilitas Pengujian Viabilitas Uji Cepat Viabilitas Standarisasi Uji Cepat Viabilitas... 2 II METODE UJI CEPAT VIABILITAS Uji Tetrazolium Topografis Uji Hidrogen Peroksida Uji Eksisi Embrio Uji Belah... III. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Acacia crassicarpa Umum Uji Tetrazolium Topografis Standardisasi prosedur Kunci Interpretasi Uji Hidrogen Peroksida Standardisasi prosedur Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Belah Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi IV. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Enterolobium cyclocarpum Umum v

5 4.2. Uji Tetrazolium Topografis Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Hidrogen Peroksida Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Belah Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi V. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Tectona grandis Umum Uji Eksisi Embrio Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Belah Standardisasi prosedur Kunci Interpretasi VI. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Dalbergia latifolia Umum Uji Tetrazolium Topografis Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Hidrogen Peroksida Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Belah Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi VII. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Agathis loranthifolia Umum Uji Tetrazolium Topografis Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Hidrogen Peroksida Standardisasi Prosedur vi

6 Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi Uji Belah Standardisasi Prosedur Kunci Interpretasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

7 DAFTAR TABEL No. Teks Hal. 1. Kunci Interpretasi Uji Tetrazolium untuk Benih A. crassicarpa Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio untuk Benih A. crassicarpa Kunci Interpretasi Uji Belah untuk Benih A. crassicarpa Kunci Interpretasi Uji Tetrazolium untuk Benih E. cyclocarpum Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio untuk Benih E. cyclocarpum Kunci Interpretasi Uji Belah untuk Benih E. cyclocarpum Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio untuk Benih T. grandis Kunci Interpretasi Uji Belah untuk Benih T. grandis Kunci Interpretasi Uji Tetrazolium untuk Benih D. latifolia Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio untuk Benih D. latifolia Kunci Interpretasi Uji Belah untuk Benih D. latifolia Kunci Interpretasi Uji Tetrazolium untuk Benih A. loranthifolia Kunci Interpretasi Uji Eksisi Embrio untuk Benih A. loranthifolia Kunci Interpretasi Uji Belah untuk Benih A. loranthifolia ix

8 DAFTAR GAMBAR No. Teks Hal. 1. Sketsa Struktur Benih A. crassicarpa Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih A. crassicarpa Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih A. crassicarpa Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih A. crassicarpa Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Eksisi Embrio untuk Benih A. crassicarpa Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih A. crassicarpa Sketsa Struktur Benih E. cyclocarpum Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih E. cyclocarpum Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih E. cyclocarpum Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih E. cyclocarpum Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Eksisi Embrio untuk Benih E. cyclocarpum Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih E. cyclocarpum Sketsa Struktur Benih T. grandis Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Eksisi Embrio untuk Benih T. grandis Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih T. grandis xi

9 16. Sketsa Struktur Benih D. latifolia Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih D. latifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih D. latifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih D. latifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Eksisi Embrio untuk Benih D. latifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih D. latifolia Sketsa Struktur Benih A. loranthifolia Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih A. loranthifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih A. loranthifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih A. loranthifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Eksisi Embrio untuk Benih A. loranthifolia Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih A. loranthifolia xii

10 DAFTAR LAMPIRAN No. Teks Hal. 1. Bahan dan Alat yang Digunakan untuk Uji Cepat Viabilitas Benih (a). Uji Tetrazolium, (b). Uji Hidrogen Peroksida (c). Uji Eksisi Embrio dan (d). Uji Belah Prosedur Pengambilan Contoh Benih untuk Pengujian (BTP, 2000) Cara Pembuatan Larutan Tetrazolium Cara Pembuatan Larutan Hidrogen Peroksida Glosari xiii

11 1.1. Mutu Benih 1.2. Viabilitas I. PENDAHULUAN Keberhasilan penanaman terutama dalam skala yang besar sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor-faktor biotik, klimatik, edafik, teknik maupun manajemen. Secara tidak langsung faktor teknik seringkali dinyatakan sebagai penyebab utama kegagalan, misalnya karena rendahnya mutu benih. Untuk membedakan suatu benih bermutu atau tidak, secara visual sangat sukar. Apabila benih ditanam tanpa melalui proses pengujian mutu, maka perbedaan baru akan terlihat setelah benih tumbuh di lapangan atau setelah tanaman berproduksi, sehingga konsumen benih akan dirugikan karena kehilangan waktu, biaya dan kemungkinan harus melakukan penanaman ulang (Sadjad, 1980). Informasi yang diperoleh dari pengujian benih akan bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih, karena mendapat keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari suatu benih. Pengujian benih adalah penilaian secara objektif tentang mutu benih yang diproduksi atau diedarkan. Pengujian benih terdiri dari: Pengujian karakteristik fisik benih dan pengujian karakteristik biologis benih. Pengujian karakteristik benih meliputi: Kemurnian benih, kadar air benih dan berat 1000 butir. Sedangkan karakteristik biologis benih meliputi: Pendugaan viabilitas dan vigor benih. Secara Garis besar pengujian kualitas suatu kelompok benih dapat dilakukan berdasarkan metode indikasi viabilitas benih. Viabilitas benih merupakan refleksi dari mutu benih, yang dapat didefinisikan sebagai daya hidup benih yang ditunjukkan oleh fenomena pertumbuhan benih atau gejala metabolismenya dan dapat pula ditunjukkan oleh keadaan organel sitoplasma atau kromosom. Sementara Gordon (1992), menyatakan bahwa viabilitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh benih untuk berkecambah, sedangkan perkecambahan adalah keberhasilan proses di dalam benih untuk menghasilkan semai yang baik di persemaian Pengujian Viabilitas Viabilitas benih dapat dideteksi melalui beberapa pendekatan, pendekatan yang paling lazim dilakukan adalam melalui pendekatan fisiologis. Metode pendekatan fisiologis ini dibagi menjadi metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung yaitu apabila pengamatan dilakukan pada setiap individu, sedangkan metode tidak langsung jika deteksi viabilitas tersebut dilakukan terhadap sejumlah benih sekaligus. Deteksi viabilitas benih dari gejala pertumbuhannya disebut penilaian dengan indikasi langsung, sedangkan penilaian viabilitas benih dari gejala metabolisme, bentuk fisik yang kesemuanya tanpa memperlihatkan gejala pertumbuhan disebut pendekatan dengan indikasi tidak langsung. Pada pengujian viabilitas benih dengan menggunakan indikator pertumbuhan kecambahnya langsung sering disebut dengan indikasi langsung, di mana yang dinilai adalah kenormalan pertumbuhan kecambah dan dilakukan dalam 1

12 jangka waktu tertentu. Sedangkan metode pengujian yang didasarkan pada proses metabolisme benih yang merupakan indikasi tak langsung atau sering disebut juga dengan uji cepat Uji Cepat Viabilitas Pendugaan potensial perkecambahan dari suatu kelompok benih dengan mengecambahkannya langsung merupakan suatu metode yang hampir relevan dalam praktek bidang kehutanan. Tetapi pengujian tersebut akan membutuhkan waktu yang lama, seperti yang diungkapkan oleh Zanzibar (1996), bahwa pelaksanaan pengujian viabilitas benih dengan menggunakan indikator gejala pertumbuhan kecambah biasanya memerlukan waktu yang relatif lama. Untuk jenis pohon hutan, waktu yang diperlukan berkisar antara 7-30 hari tergantung pada jenis benihnya. Dalam beberapa keadaan, jenis-jenis tertentu secara normal akan berkecambah secara lambat atau menunjukan gejala dormansi sehingga informasi mengenai viabilitas benih tidak dapat segera diperoleh. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap benih yang diuji dan keputusan tentang pengadaan benih untuk keperluan yang bersangkutan misalnya untuk penanaman. Sehingga diperlukan metode pengujian viabilitas benih yang dapat menduga secara akurat namun lebih cepat dari pada pengujian perkecambahan secara langsung. Dalam hal ini maka dikembangkan uji cepat viabilitas benih. Tujuan dari uji cepat viabilitas benih menurut Manan (1976) dan Willan (1985), adalah: (a). Untuk menentukan secara cepat viabilitas benih suatu spesies yang berkecambah normal secara lambat atau menunjukkan dormansi di bawah perkecambahan normal. (B). Untuk menentukan viabilitas dari suatu sampel yang pada akhir uji perkecambahan menyatakan suatu persentase yang tinggi dari yang tidak berkecambah ( hard seed). Beberapa metode uji cepat yang dapat digunakan dalam menduga viabilitas benih, antara lain: uji belah ( cutting test), uji tetrazolium, uji hidrogen peroksida, metode radiografi, uji eksisi embrio, uji daya hantar listrik dan uji indigo carmine Standardisasi Uji Cepat Viabilitas Penilaian secara objektif dapat dilaksanakan dengan baik dalam melakukan uji cepat viabilitas bila ditetapkan adanya pembakuan dalam segala segi, mulai dari benih yang diuji, metode pengujian, alat pengujian, skill atau keahlian tenaga penguji sampai dengan parameter yang digunakan untuk menilai hasil pengujian tersebut. Standardisasi uji cepat viabilitas benih tanaman hutan mencakup standar prosedur pengujuan dan kunci interpretasi. Pedoman standardisasi uji cepat viabilitas ini diharapkan dapat membantu mempermudah aktivitas berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengujian benih. Dengan adanya pedoman standar ini maka hasil pengujian lot benih akan seragam jika dikerjakan oleh pihak lain, informasi data hasil pengujian diharapkan mempunyai keakuratan 2

13 yang cukup baik dan dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka penerapan aspek legalitas perbenihan. Metode uji cepat viabilitas benih tanaman hutan yang terdapat dalam pedoman ini meliputi : (1). Uji Tetrazolium Topografis ( Tetrazolium Topography Test), (2). Uji Hidrogen Peroksida ( Hidrogen Peroxida Test), (3). Uji Eksisi Embrio ( Exicion Embryo Test) dan (4). Uji Belah ( Cutting Test). Sedangkan jenis benih tanaman hutan yang diuji meliputi :(1). Krasikarpa ( Acacia crassicarpa), (2). Sengon Buto ( Enterolobium cyclocarpum), (3). Jati ( Tectona grandis), (4). Sonobrit ( Dalbergia latifolia) dan (5). Damar ( Agathis lorathifolia). 3

14 II. METODE UJI CEPAT VIABILITAS 2.1. Uji Tetrazolium Topografis Metode ini merupakan salah satu dari sejumlah metode uji secara biokimia yang telah dikembangkan dan merupakan teknik pengujian yang cukup tepat untuk menduga viabilitas benih. Dengan mengunakan metode ini, dalam waktu kurang lebih 24 jam viabilitas dari suatu kelompok benih telah dapat diduga. Walaupun metode uji tetrazolium telah dinyatakan oleh ISTA sebagai metode resmi untuk beberapa jenis kayu daun lebar dan konifer pada tahun 1976, tetapi sampai saat ini metode dan standar pengujian dengan cara tetrazolium untuk benih tanaman hutan masih sangat sedikit yang telah dibakukan dalam peraturan pengujian internasional/ista. Metode uji tetrazolium menggunakan prinsip bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan formazan merah sedangkan sel-sel yang mati menunjukan warna putih. Dengan merendamnya terlebih dahulu selama semalam, kemudian dibelah dan direndam dalam larutan garam selama beberapa jam, telah dapat menunjukan reaksi yang jelas dan dapat membedakan antara sel yang masih hidup dengan yang sudah mati. Reaksi tesebut diringkas sebagai berikut: CH 6 5 C N N C H H + N N C H 6 5 CH C HCl N N C H 6 5 N=N CH 6 5 Cl 2, 3, 5 trifenil tetrazolium chlorida 2, 3, 5 triferiil formazan Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase dan kegiatan ini berkaitan dengan respirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi tetrazolium menurut Byrd (1983) adalah suhu, ph larutan, perlakuan terhadap benih, konsentrasi larutan dan tekanan udara tempat pengujian dilakukan. Menurut Sutopo (1998), beberapa kelebihan dan kekurangan uji tetrazolium antara lain: (a). Jika diperlukan keterangan segera tentang viabilitas dari suatu kelompok benih tertentu, maka uji tetrazoiium akan dapat memberikan keterangan lebih cepat dibanding uji perkecambahan secara langsung. Tetapi untuk pelaksanaan uji tetrazolium diperlukan waktu yang lebih lama dari pada uji perkecambahan secara langsung. 5

15 (b). Untuk benih-benih yang sangat dorman atau yang lambat berkecambah lebih menguntungkan bila menggunakan uji tetrazolium. (c). Kadangkala suatu kelompok benih gagal berkecambah atau mungkin berkecambah lebih lambat dari biasanya disebabkan oleh tipe dormansi after ripening. Untuk menentukan viabilitas benih tersebut secara cepat maka dapat digunakan uji tetrazolium. (d). Efek phytotoxic dari fungisida, insektisida atau fumigasi dengan metyl bromide yang telah diperlakukan pada benih tidak dapat diketahui dengan uji tetrazolium. (e ). Uji tetrazolium tidak selalu dapat memberikan keterangan tentang kerusakan pada benih yang disebabkan oleh proses pengeringan. (f). Uji tetrazolium memerlukan lebih banyak kecakapan dan keputusan dari pada yang biasa diperlukan dalam uji perkecambahan secara langsung. Seringkali diperlukan beberapa kali pembesaran untuk dapat mempelajari dengan seksama pola noda dan lokasi daerah nekrotik yang tidak ternoda Uji Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida (H202) merupakan suatu larutan yang dapat merangsang perkecambahan benih, sehingga dapat digunakan untuk uji perkecambahan terhadap beberapa benih jenis konifer di Amerika Barat (Willan, 1985). Menurut Leadem (1984), metode pengujian benih dengan menggunakan hidrogen peroksida merupakan satu-satunya uji cepat viabilitas benih yang dapat merangsang perkecambahan benih dan dapat digunakan untuk mempercepat perkecambahan. Namun uji ini memerlukan waktu selama satu minggu penuh dan pengujiannya agak sulit untuk benih-benih yang berukuran kecil. Keuntungan penggunaan metode hidrogen peroksida sebagai uji cepat viabilitas benih antara lain: tidak mahal dan alat-alat yang dibutuhkan cukup sederhana, bersifat objektif dan sederhana dalam penyiapannya. Sedangkan kekurangan dari metode pengujian ini antara lain: Tidak praktis untuk benih yang berukuran kecil, pengujiannya bersifat merusak dan relatif lambat (memerlukan waktu 7-8 hari sampai memberikan hasil pengujian yang memuaskan) Uji Eksisi Embrio Merupakan uji viabilitas benih yang mempunyai nilai yang khusus karena digunakan terutama untuk mendeterminasi viabilitas benih yang bisanya berkecambah lambat atau memperlihatkan dormansi karena kulit benih dan/ atau embrio. Viabilitas benih tersebut dapat dideterminasi secara cepat 5-14 hari melalui pengamatan terhadap perilaku embrio dalam kondisi jaringan setelah pemotongan dan inkubasi selanjutnya. Embrio yang viabel akan memperlihatkan warna hijau, tumbuh atau tetap segar sementara embrio yang non viabel akan rusak. Meskipun uji ini bersifat labour intensif dan memerlukan keterampilan serta kesabaran dalam memotong embrio benih secara utuh, tapi merupakan alternatif yang dapat diterima untuk uji viabilitas benih, terutama untuk benihbenih yang memerlukan waktu yang lama jika diuji dengan metode pengujian yang umum, biasanya mencapai 60 hari. 6

16 Menurut Bonner et al. (1994), keuntungan penggunaan metode eksisi embrio sebagai uji cepat viabilitas benih antara lain: peralatan yang dibutuhkan untuk pengujian cukup sederhana, yang diuji merupakan kondisi benih sebenarnya dan mudah untuk dievaluasi. Sedangkan kekurangan dari metode ini antara lain: bersifat labour intensive dan memerlukan waktu yang panjang dalam mempersiapkan benih sebelum diuji, pengujiannya bersifat merusak dan relatif lambat (memerlukan waktu hari sampai memberikan hasil pengujian yang memuaskan) Uji Belah Uji belah ( cutting test) merupakan suatu metode uji cepat yang biasanya digunakan untuk menguji viabilitas benih dalam jumlah yang banyak. Uji ini dapat digunakan di lapangan untuk memperkirakan benih yang telah masak atau kualitas kumpulan benih ( seed lot) dalam kegiatan pengumpulan benih. Metode ini merupakan salah satu metode pengujian viabilitas benih yang paling sederhana, yang dilakukan dengan cara melihat secara langsung dengan mata terhadap benih yang telah dibelah dengan pisau atau skapel. Jika endospermnya mempunyai warna normal dengan embrio yang baik, maka benih tersebut mempunyai kemungkinan untuk berkecambah, sehingga pengujian ini bersifat sangat subjektif. Dengan hanya melihat penampilannya secara langsung, benih tersebut seperti hidup padahal kalau dikecambahkan mungkin tidak akan berkecambah. Sehingga hasil dari pengujian ini akan memberikan nilai perkecambahan yang lebih besar dibanding keadaan sebenarnya. Menurut Boner et al. ( 1994), keuntungan uji cepat viabilitas benih dengan metode belah antara lain: merupakan metode uji viabilitas benih yang cepat dan murah, dapat digunakan di lapangan untuk memeriksa kualitas benih yang dikumpulkan pada saat pemanenan dan hasil pengujian cukup akurat untuk benih-benih yang masih segar. Sedangkan kekurangan dari metode pengujian ini antara lain: sulit dilakukan untuk benih-benih yang berukuran kecil, memberikan hasil pengujian yang tidak tepat untuk benih-benih yang telah mengalami penyimpanan dan merupakan uji yang merusak. 7

17 3.1. UMUM III. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Acacia crassicarpa Benih A. crassicarpa memiliki kulit benih yang keras dan sulit ditembus air. Bila benih tersebut dikecambahkan secara konvensional dengan metode uji di atas kertas (UDK) maupun di rumah kaca diperlukan waktu lebih dari 21 hari. A. crassicarpa, termasuk ke dalam famili Leguminosae, umumnya memiliki 3 bagian dasar benih yaitu embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan dan pelindung biji. Jaringan penyimpan cadangan makanan berupa kotiledon, sedangkan embrio terdiri dari radikel dan plumula. Pengamatan terhadap benih yang akan diuji dengan menggunakan metode uji cepat viabilitas difokuskan pada struktur tumbuh benihnya berupa radikel, plumula dan kotiledon (Gambar 1). Gambar 1. Sketsa Struktur Benih A. crassicarpa 3.2. UJI TETRAZOLIUM TOPOGRAFIS Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, garam tetrazolium (2,3,5- triphenil tetrazolium klorida), Na2HP O4.2H 2O, KH2PO 4, etanol 70%, kertas merang dan aluminium foil. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, oven, alat pengaduk, saringan, semprotan tangan, timbangan dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji tetrazolium dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur 9

18 pengambilan contoh dilakukan menggunakan pendekatan yang terdapat pada Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 100 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, alat pengaduk, saringan, kertas merang dan aluminium foil dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Pembuatan Larutan Tetrazolium Cara pembuatan larutan tetrazolium disajikan pada Lampiran Pengkondisian, Perendaman dan Pengujian Pengkondisian, perendaman dalam larutan tetrazolium dan pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. Pada saat melubangi kulit, jangan sampai terkena kotiledon, karena akan mempengaruhi pola pewarnaan yang terbentuk. (2) Rendam benih tersebut dalam aquades selama 24 jam di dalam gelas piala. (3) Kupas kulit dan belah benih menjadi keping benih dengan silet. Pengupasan dan pembelahan benih harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai terjadi cacat. Pada saat membelah, kondisi radikel, plumula, dan kotiledon harus terbagi dua. (4) Rendam salah satu keping benih dalam larutan tetrazolium 0,5 % yang ditempatkan dalam gelas piala yang telah ditutup dan dilapisi seluruhnya dengan aluminium foil (volume larutan tetrazolium = 3 x volume benih). (5) Masukkan gelas piala tersebut ke dalam oven dengan suhu 40 C selama 4 jam. (6) Tempatkan benih dalam saringan, lalu bilas benih dengan aquades selama detik. (7) Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada radikel, plumula dan kotiledon. (8) Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm) dan putih (P), sedangkan penghitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masing-masing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi. 10

19 Kunci Interpretasi Viabilitas benih A. crassicarpa yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 1 dan Gambar 2, sedangkan contoh benih viabel dan non viabel hasil uji tetrazolium dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 1. Kunci Interpretasi Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih A. crassicarpa Benih Viabel Benih Non Viabel Gambar 2. Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih A. crassicarpa 11

20 Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 2, secara umum kunci interpretasi uji tetrazolium untuk benih A. crassicarpa adalah sebagai berikut: (1). Benih viabel : a. Radikel 100 % merah sampai 100 % merah muda tanpa bercak pun dan plumula berwarna merah maupun merah muda tanpa putih. b. Kotiledon minimal 50 % merah atau merah muda. (2). Benih non viabel : a. Adanya bagian radikel dan plumula yang berwarna putih/bercak putih. b. Radikel berwarna merah muda lebih dari 50 % UJI HIDROGEN PEROKSIDA Standardisasi prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, larutan hidrogen peroksida, benomil, etanol 70%, kertas merang dan aluminium foil. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, penggaris, oven, alat pengaduk, inkubator dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih (seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan menggunakan pendekatan yang terdapat pada Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 100 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Sterilisasi dengan Oven/Etanol Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, alat pengaduk, kertas merang dan aluminium foil dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Sterilisasi dengan Benomil Benih yang akan diuji disterilkan dengan cara merendamnya di dalam benomil selama 1 jam, kemudian dibilas dengan aquades dan benih siap untuk diuji Pembuatan Larutan Hidrogen Peroksida Cara pembuatan larutan hidrogen peroksida disajikan pada Lampiran 4. 12

21 Pengkondisian, Perendaman dan Pengujian Pengkondisian, perendaman dalam larutan hidrogen peroksida dan pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Sterilkan benih A. crassicarpa dengan benomil (lihat ). (2) Potong ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. (3) Rendam benih tersebut dalam larutan H2O2 1 % (volume larutan H2O 2 = 3 x volume benih) dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil. (4) Masukkan gelas piala tersebut ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu C. Pengujian dilakukan selama 4 hari. (5) Ganti larutan H2O2 dengan larutan H2O2 yang baru pada hari ke-1 dan ke-3. (6) Bilas benih dengan aquades, kemudian tempatkan benih tersebut dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab. (7) Ukur panjang radikel yang muncul dengan penggaris, kemudian hasil pengukuran tersebut dicocokkan dengan kunci interpretasi Kunci Interpretasi Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pengamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel > 0,2 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang radikel < 0,2 mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Gambar UJI EKSISI EMBRIO Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, benomil, etanol 70% dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, lup, semprotan tangan, oven, inkubator, laminar flow dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji eksisi embrio dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Cantoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan menggunakan pendekatan yang terdapat pada Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 100 butir benih. 13

22 Sterilisasi Bahan dan Alat Sterilisasi dengan Oven/Etanol Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet dan kertas saring dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Sterilisasi dengan Benomil Benih yang akan diuji disterilkan dengan cara merendamnya di dalam benomil selama 1 jam, kemudian dibilas dengan aquades dan benih siap untuk diuji Pengkondisian, Pemotongan Embrio dan Pengujian Pengkondisian, pemotongan embrio dan pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Sterilkan benih A. crassicarpa dengan benomil (lihat ). (2) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. (3) Rendam benih tersebut dalam aquades selama 24 jam dengan suhu perendaman 25 C. (4) Ganti air perendam 2 x sehari guna mencegah terakumulasinya eksudat yang dikeluarkan oleh benih. (5) Belah benih dan keluarkan embrionya dengan menggunakan silet. Ketika membelah, kondisi plumula dan radikel harus utuh (tidak boleh ikut terbelah atau cacat). Untuk menjamin kondisi aseptik selama kegiatan pemotongan, lakukan kegiatan di dalam laminar flow atau di tempat yang steril. Peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan steril. (6) Letakkan embrio pada cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab. (7) Masukkan cawan petri tersebut ke dalam inkubator atau ruang kamar pada suhu konstan (20-25 C) selama 5 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam per hari. (8) Amati setiap hari kondisi embrio dan buang embrio yang busuk dan berjamur. Apabila media mulai kering, semprotkan aquades secukupnya. (9) Kondisi radikel dan plumula yang diperoleh pada akhir pengamatan dicocokkan dengan kunci interpretasi Kunci Interpretasi Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio untuk embrio benih A. crassicarpa dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan contoh embrio viabel dan non viabel hasil uji eksisi embrio dapat dilihat pada Gambar 5 14

23 Tabel 2. Kunci Interpretasi Hasil Uji Eksisi Embrio untuk Benih A. crassicarpa 3.5. UJI BELAH Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, etanol 70% dan kertas merang. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, semprotan tangan, lup, oven dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji belah dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan menggunakan pendekatan yang terdapat pada Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 100 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet dan kertas merang dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Pengkondisian, Pembelahan dan Pengujian Benih Pengkondisian, pembelahan dan pengujian benih dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan arah radikel) dengan gunting kuku. (2) Rendam benih tersebut dalam aquades selama 24 jam dalam gelas piala. (3) Kupas kulit dan belah benih searah keping (memanjang) dengan menggunakan silet. Radikel, plumula dan kotiledon harus terbagi dua. (4) Amati warna dan penampakan radikel, plumula dan kotiledon dengan mata telanjang atau menggunakan kaca pembesar (lup), sehingga dapat ditentukan benih tersebut viabel atau non viabel, sesuai dengan kunci interpretasi. 15

24 Kunci Interpretasi Kunci interpretasi hasil uji belah untuk benih A. crassicarpa dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan contoh benih viabel dan non viabel hasil uji belah dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 3. Kunci Interpretasi Hasil Uji Belah untuk Benih A. crassicarpa 16

25 Gambar 3. Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih A. Crassicarpa Gambar 5. Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Eksisi Embrio untuk Benih A. Crassicarpa Gambar 4. Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih A. Crassicarpa Gambar 6. Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Belah untuk Benih A. Crassicarpa 17

26 IV. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Enterolobium cyclocarpum 4.1. UMUM E. cyclocarpum yang dikenal dengan nama sengon buto, termasuk ke dalam famili Leguminosae. Uji viabilitas benih E. cyclocarpum secara konvensional yang dilakukan dengan perkecambahan langsung menggunkan media pasir tanah di rumah kaca memerlukan waktu lebih dari 20 hari. Seperti benih-benih yang tergolong ke dalam famili Leguminosae lainnya, benih E. cyclocarpum juga memiliki 3 bagian dasar benih yaitu embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan dan pelindung biji. Pengamatan terhadap benih yang akan diuji dengan menggunakan metode uji cepat viabilitas difokuskan pada struktur tumbuh benihnya berupa radikel, plumula dan kotiledon (Gambar 7). Gambar 7. Sketsa Struktur Benih E. cyclocarpum 4.2. UJI TETRAZOLIUM TOPOGRAFIS Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, garam tetrazolium (2,3,5- triphenil tetrazolium klorida), Na2HPO 4.2H2O, KH2PO 4, etanol 70 %, kertas merang, lembaran plastik dan aluminium foil. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, oven, alat pengaduk, saringan, semprotan tangan, timbangan dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji tetrazolium dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya 19

27 disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 50 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, alat pengaduk, saringan kertas merang dan alumunium foil dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga diiakukan dengan menyemprotkan etanol 70, % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Pembuatan Larutan Tetrazoiium Cara pembuatan larutan tetrazolium disajikan pada Lampiran Pengkondisian, Perendaman dan Pengujian Pengkondisian, perendaman dalam larutan tetrazolium dan pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1). Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. Pada saat melubangi kulit, jangan sampai terkena kotiledon, karena akan mempengaruhi pola pewarnaan yang terbentuk. (2). Rendam benih dalam air dingin selama 48 jam. (3). Kupas kulit dan belah benih menjadi keping benih dengan menggunakan silet. Pengupasan dan pembelahan benih harus dilakukan secara hatihati, jangan sampai terjadi cacat. Pada saat membelah, kondisi radikel, plumula dan kotiledon harus terbagi dua. (4). Rendam salah satu keping benih dalam larutan tetrazolium 0,5 % yang ditempatkan dalam gelas piala yang telah ditutup dan dilapisi seluruhnya dengan aluminium foil (volume larutan tetrazolium = 3 x volume benih). (5). Masukkan gelas piala tersebut ke dalam oven dengan suhu 40 C selama 4 jam. (6). Tempatkan benih dalam saringan, lalu bilas benih dengan aquades selama detik. (7). Tempatkan benih pada cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab untuk dianalisis pola pewarnaan yang terbentuk pada radikel plumula dan kotiledon. (8). Amati intensitas dan luas pewarnaan yang terbentuk. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi warna merah (M), merah muda (Mm) dan putih (P), sedangkan penghitungan luas pewarnaan (%) dilakukan dengan membandingkan masing-masing warna yang terbentuk terhadap luas keseluruhan permukaan bagian dalam keping benih. Pola pewarnaan yang terbentuk dicocokkan dengan kunci interpretasi. 20

28 Kunci Interpretasi Viabilitas benih E. cyclocarpum yang diuji dapat diketahui dengan melihat persentase pola pewarnaan yang terbentuk dan mencocokkannya dengan kunci interpretasi pada Tabel 4 dan Gambar 8, sedangkan contoh benih viabel dan non viabel hasil uji tetrazolium dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 4. Kunci Interpretasi Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih E. cyclocarpum 21

29 Gambar 8. Sketsa Pola Pewarnaan Hasil Uji Tetrazolium pada Benih cyclocarpum E. Berdasarkan Tabel 4 dan Gambar 8, secara umum kunci interpretasi uji tetrazolium untuk benih E. cyclocarpum adalah sebagai berikut: (1) Benih viabel : a. Radikel dan plumula berwarna merah dan merah muda. b. Kotiledon minimal mempunyai pola pewarnaan 40 % merah atau maksimal 15 % tidak berwarna (putih). (2) Benih non viabel: a. Benih mempunyai pola pewarnaan merah, merah muda sampai dengan putih b. Kotiledon maksimal mempunyai pola pewarnaan 40 % merah atau minimal 15 % putih. 22

30 4.3. UJI HIDROGEN PEROKSIDA Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, larutan hidrogen peroksida, natrium hipoklorit, etanol 70 %, kertas merang dan aluminium foil. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, penggaris, oven, alat pengaduk, inkubator dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 50 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Sterilisasi dengan Oven/Etanol Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, alat pengaduk, kertas merang dan aluminium foil dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Sterilisasi dengan Larutan Natrium Hipoklorit Benih yang akan diuji disterilkan dengan cara merendamnya di dalam larutan natrium hipoklorit (pengenceran 1 : 5) selama 15 menit, kemudian dibilas dengan aquades dan benih siap untuk diuji Pembuatan Larutan Hidrogen Peroksida Cara pembuatan larutan hidrogen peroksida disajikan pada Lampiran Pengkondisian, Perendaman dan Pengujian Pengkondisian, perendaman dalam larutan hidrogen peroksida dan pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Sterilkan benih E. cyclocarpum dengan natrium hipoklorit (lihat ). (2) Potong ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. (3) Rendam benih tersebut dalam larutan H2O20,5 % (volume larutan H2O2 = 3 x volume benih) dalam gelas piala yang ditutup dengan aluminium foil. (4) Masukkan gelas piala tersebut ke dalam inkubator atau ruangan gelap pada suhu C. Pengujian dilakukan selama 5 hari. 23

31 (5) Ganti larutan H2O2 dengan larutan H2O2 yang baru pada hari ke-1 dan ke-3. (6) Bilas benih dengan aquades, kemudian tempatkan benih tersebut dalam cawan petri yang berisi 2 lembar kertas merang lembab. (7) Ukur panjang radikel yang muncul dengan penggaris, kemudian hasil pengukuran dicocokkan dengan kunci interpretasi Kunci Interpretasi Kunci interpretasi untuk benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida didasarkan pada panjang radikel yang muncul pada akhir periode pengamatan. Benih viabel memiliki panjang radikel > 1 mm, sedangkan benih non viabel memiliki panjang radikel < 1 mm atau tidak terjadi pemunculan radikel. Contoh benih viabel dan non viabel hasil uji hidrogen peroksida dapat dilihat pada Gambar UJI EKSISI EMBRIO Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, natrium hipoklorit, etanol 70 % dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, alat pengaduk, lup, semprotan tangan, oven, inkubator, laminar flow dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji eksisi embrio dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 50 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Sterilisasi dengan Oven/Etanol Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet dan kertas saring dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Sterilisasi dengan Larutan Natrium Hipoklorit Benih yang akan diuji disterilkan dengan cara merendamnya di dalam larutan natrium hipoklorit (pengenceran 1: 5) selama 5 menit, kemudian dibilas dengan aquades dan benih siap untuk diuji Pengkondisian, Pemotongan Embrio dan Pengujian Pengkondisian. pemotongan embrio dan pengujian dilakukan dengan cara 24

32 sebagai berikut : (1) Sterilkan benih E. cyclacarpum dengan natrium hipoklorit (lihat ). (2) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan arah dengan radikel) dengan gunting kuku. (3) Rendam benih tersebut dalam aquades selama 48 jam dengan suhu perendaman 25 C. (4) Ganti air perendam 2 x sehari guna mencegah terakumulasinya eksudat yang dikeluarkan oleh benih. (5) Belah benih dan keluarkan embrionya dengan menggunakan silet. Ketika membelah, kondisi plumula dan radikel harus utuh (tidak boleh ikut terbelah atau cacat). Untuk menjamin kondisi aseptik selama kegiatan pemotongan, lakukan kegiatan di dalam laminar flow atau di tempat yang steril. Peralatan yang digunakan harus selalu dalam keadaan steril. (6) Letakkan embrio pada cawan petri yang berisi media berupa 2 lembar kertas saring lembab. (7) Masukkan cawan petri tersebut ke dalam inkubator atau ruang kamar pada suhu konstan (20-25 C) selama 5 hari dengan periode pencahayaan minimal 8 jam per hari. (8) Amati setiap hari kondisi embrio dan buang embrio yang busuk dan berjamur. Apabila media mulai kering, semprotkan aquades secukupnya. (9) Kondisi radikel dan plumula yang diperoleh pada akhir pengamatan, dicocokkan dengan kunci interpretasi Kunci Interpretasi Kunci interpretasi hasil uji eksisi embrio untuk embrio benih E. cyclocarpum dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan contoh embrio viabel dan non viabel hasil uji eksisi embrio dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 5. Kunci Interpretasi Hasil Uji Eksisi Embrio untuk Benih E. cyclocarpum 25

33 4.5. UJI BELAH Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, etanol 70 % dan kertas merang Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet, lup, semprotan tangan, oven dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji belah dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 50 butir benih Sterilisasi Bahan dan Alat Cawan petri, gelas piala, gunting kuku, pinset, silet dan kertas merang dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Sterilisasi dapat juga dilakukan dengan cara menyemprotkan etanol 70 % secara merata ke seluruh bagian alat tersebut dengan menggunakan semprotan tangan Pengkondisian, Pembelahan dan Pengujian Benih Pengkondisian, pembelahan dan pengujian benih dilakukan dengan cara sebagai berikut : (1) Lubangi ujung kulit benih (berlawanan dengan arah radikel) dengan gunting kuku. (2) Rendam benih tersebut dalam aquades selama 48 jam dalam gelas piala, (3) Kupas kulit benih dan belah benih searah keping (memanjang) dengan menggunakan silet. Radikel, plumula dan kotiledon harus terbagi dua. (4) Amati warna dan penampakan radikel, plumula dan kotiledon dengan mata telanjang atau menggunakan kaca pembesar (lup), sehingga dapat ditentukan benih tersebut viabel atau non viabel, sesuai dengan kunci interpretasi Kunci Interpretasi Kunci interpretasi hasil uji belah untuk benih E. cyclocarpum dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan contoh benih viabel dan non viabel hasil uji belah dapat dilihat pada Gambar

34 Tabel 6. Kunci Interpretasi Hasil Uji Belah untuk Benih E. cyclocarpum 27

35 Gambar 9. Benih Viabel (a) dan Non Viabel (b) Hasil Uji Tetrazolium untuk Benih E. cyclocarpun Gambar 11. Benih Viabel (a) dan Non Viab e l (b) Hasil Uji Eksisi Embrio untuk Benih E. cyclocarpun Gambar 10. Benih Viabel (a) dan Non Viab e l (b) Hasil Uji Hidrogen Peroksida untuk Benih E. cyclocarpun Gambar 12. Benih Viabel (a) dan Non Viab e l (b) Hasil Uji Belah untuk Benih E. cyclocarpun 28

36 5.1. UMUM V. UJI CEPAT VIABILITAS JENIS Teotona grandis T. grandis yang lebih dikenal dengan nama jati, termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Jenis ini merupakan salah satu jenis komersil yang banyak ditanam dan telah dikembangkan sejak lama terutama di pulau jawa (perhutani). Untuk mengetahui viabilitas benih T. grandis secara konvensional dengan mengecambahkannya di persemaian pada media campuran tanah dan pasir (1 : 1) memerlukan waktu lebih kurang 90 hari. Buah T. grandis memiliki kulit luar yang lunak, di dalamnya terdapat kulit buah yang keras berwarna hitam, sekitar 3-4 butir benih berada di dalam buah ini. Benih T. grandis memiliki struktur tumbuh yang terdiri dari embrio, jaringan penyimpan cadangan makanan dan pelindung. Embrio terdiri dari kotiledon dan radikel (calon akar). Struktur tumbuh benih T. grandis dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Sketsa Struktur Benih T. grandis 5.2. UJI EKSISI EMBRIO Standardisasi Prosedur Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah aquades, natrium hipoklorit, etanol 70 %, kertas saring, kertas merang dan lembaran plastik. Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, ragum, martil, pinset, silet, lup, semprotan tangan, oven, inkubator, laminar flow dan alat pembagi benih. Gambar bahan dan alat yang digunakan untuk uji eksisi embrio dapat dilihat pada Lampiran Pengambilan Contoh Benih Pengambilan contoh benih dimaksudkan agar mutu benih yang diperoleh benarbenar mewakili kelompok benih ( seed lot) yang hendak diuji. Prosedur pengambilan contoh dilakukan berdasarkan Pedoman Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Tanaman Hutan (BTP, 2000), yang selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Jumlah benih yang diperlukan untuk pengujian ini adalah 4 x 100 butir benih. 29

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN BUKU 1 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Jl. Pakuan Ciheuleut, PO Box 105 BOGOR 16001 Telp/Fax : 0251 8327768 E mail

Lebih terperinci

Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina

Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina Standar Nasional Indonesia Uji cepat viabilitas benih tanaman kehutanan: tusam, mangium, sengon, mahoni dan gmelina ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata... iii

Lebih terperinci

PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS

PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS PEMECAHAN DORMANSI DAN UJI TETRAZOLIUM BENIH TOPOGRAFIS Dormansi merupakan strategi benih tumbuhan tertentu untuk dapat mengatasi lingkungan suboptimum guna mempertahankan kelanjutan hidup spesiesnya.

Lebih terperinci

PEMATAHAN DORMANSI BENIH

PEMATAHAN DORMANSI BENIH PEMATAHAN DORMANSI BENIH A. Pendahuluan 1. Latar Belakang. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Propagul Rhizophora mucronata dikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan dari setiap

Lebih terperinci

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Standar Nasional Indonesia Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Sumber Benih 13 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor dan Kebun Percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ PENDAHULUAN UJI VIABILITAS Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh secara normal pada kondisi optimum. - Kondisi optimum : kondisi yang

Lebih terperinci

PENGKAJIAN VIABILITAS BENIH DENGAN TETRAZOLIUM TEST PADA JAGUNG DAN KEDELAI

PENGKAJIAN VIABILITAS BENIH DENGAN TETRAZOLIUM TEST PADA JAGUNG DAN KEDELAI Subantoro, R dan Prabowo R PENGKAJIAN VIABILITAS BENIH DENGAN TETRAZOLIUM TEST PADA JAGUNG DAN KEDELAI Renan Subantoro, Rossi Prabowo Fakultas Pertanian Universitas Wahid Hasyim Semarang ABSTRACT Tetrazolium

Lebih terperinci

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain :

Pendahuluan. ACARA I Perkecambahan Benih. (eksternal). Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara lain : Pendahuluan Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang (Taiz and Zeiger ). dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama

Lebih terperinci

KAJIAN METODE UJI CEPAT SEBAGAI METODE RESMI PENGUJIAN KUALITAS BENIH TANAMAN HUTAN DI INDONESIA

KAJIAN METODE UJI CEPAT SEBAGAI METODE RESMI PENGUJIAN KUALITAS BENIH TANAMAN HUTAN DI INDONESIA KAJIAN METODE UJI CEPAT SEBAGAI METODE RESMI PENGUJIAN KUALITAS BENIH TANAMAN HUTAN DI INDONESIA Muhammad Zanzibar Abstract Physiological quality is one of the parameter used to determine the seed quality

Lebih terperinci

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ

MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ MATERI 3. VIABILITAS, VIGOR DAN UJI TZ PENDAHULUAN UJI VIABILITAS Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh secara normal pada kondisi optimum. - Kondisi optimum : kondisi yang

Lebih terperinci

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi.

I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan fisik dan kimiawi. I. Judul Pematahan Dormansi Biji II. Tujuan Untuk mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit III. keras dengan fisik dan kimiawi. Tinjauan Pustaka Biji terdiri dari embrio, endosperma,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Merbau Darat 1. Deskripsi Ciri Pohon Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut (Martawijaya dkk., 2005). Regnum Subregnum Divisi Kelas Famili

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan mengamati kecambah benih merbau yang hidup yaitu dengan cara memperhatikan kotiledon yang muncul ke permukaan tanah. Pada tiap perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67%

Metode Penelitian. commit to user 100% 13,33% 50% 26,67% 30% 46,67% 25% 60,00% 15% 66,67% 10% 73,33% 4% 80,00% 2% 86,67% III. Metode Penelitian A. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2013 bertempat di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu 10 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Agustus-Desember 2011, di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan PT Tunas Inti Abadi, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau

Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau Laporan Praktikum Biologi : Pengaruh Cahaya terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau Kelompok : 1 Aditya Dedi Setyawan 2 Ilhamsyah Dwi Kurniawan P 3 Junita Putri 4 Kezia Angelica Suharto 5 Michael Sugita Daftar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Asam Jawa (Tamarindus indica) Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai umur hingga 200 tahun. Akar pohon asam jawa yang dalam, juga membuat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 5x4. Faktor pertama adalah konsentrasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman sumber karbohidrat ketiga setelah padi dan jagung. Konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ektrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Persentase Daya Berkecambah Benih Kakao (Theobroma cacao L.) Pengamatan persentase

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Gedung Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB IV PERALATAN DALAM KEGIATAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kayu Afrika (Maesopsis eminii) Kayu afrika merupakan jenis pohon yang meranggas atau menggugurkan daun tinggi mencapai 45 m dengan batang bebas cabang 2 per 3 dari tinggi total,

Lebih terperinci

PENYIAPAN BENIH TANAMAN PADI

PENYIAPAN BENIH TANAMAN PADI PETUNJUK LAPANGAN Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENYIAPAN BENIH TANAMAN PADI 1 PENYIAPAN BENIH UNTUK PERBENIHAN PADI I. LATAR BELAKANG Benih padi bermutu tinggi sangat penting dalam suatu usahatani, karena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri dari 4 taraf perlakuan. Faktor kedua adalah lama perendaman (L) di dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG 6000 (K) terdiri dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di rumah plastik, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Bandar Lampung,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

Tipe perkecambahan epigeal

Tipe perkecambahan epigeal IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran dan jumlah sel tanaman sedangkan perkembangan tanaman merupakan suatu proses menuju kedewasaan. Parameter pertumbuhan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas

TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Viabilitas dan Vigoritas TINJAUAN PUSTAKA Pembiakan Vegetatif Secara umum, pembiakan tanaman terbagi menjadi dua cara yaitu pembiakan generatif dan pembiakan vegetatif. Pembiakan vegetatif merupakan perbanyakan tanaman tanpa melibatkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI

STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI STUDI PERLAKUAN PEMATAHAN DORMANSI BENIH DENGAN SKARIFIKASI MEKANIK DAN KIMIAWI Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Dormansi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia

PEMBAHASAN. Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia 57 PEMBAHASAN Posisi PPKS sebagai Sumber Benih di Indonesia Hasil pertemuan yang dilakukan pengusaha sumber benih kelapa sawit yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Perkebunan pada tanggal 12 Februari 2010,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas 26 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani FMIPA Universitas Lampung dari bulan Februari-Juni 2015. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 4. Perlakuan Khusus. A. Deskripsi

Kegiatan Pembelajaran 4. Perlakuan Khusus. A. Deskripsi Kegiatan Pembelajaran 4. Perlakuan Khusus A. Deskripsi Kegiatan pembelajaran perlakuan khusus berisikan uraian pokok materi: Jenis perlakuan khusus, teknik perlakuan khusus, kelebihan dan kekurangan masingmasing

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di PPKS Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 5 bulan, dimulai tanggal 1 Maret hingga 24 Juli 2010.

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN Siti Saniah dan Muharyono Balai Pengujian dan Sertifikasi Benih

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium Kesehatan Medan. 3.2 Alat dan Bahan Alat alat yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Waktu penelitian selama 2 bulan, yang dimulai Februari sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini mampu meningkatkan devisa negara melalui sumbangannya

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon

Dalam suatu tumbuhan yang mengalami perkecambahan terdapat: Planula : ujung batang yang akan menjadi sepasang daun, daun lembaga kotiledon kotiledon PERKECAMBAHAN 1. Pengertian Perkecambahan merupakan proses metabolism biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikal). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di desa Pajaresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di desa Pajaresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di desa Pajaresuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu untuk mendapatkan benih tomat dan di Laboratorium Benih dan

Lebih terperinci