TINJAUAN PUSTAKA Isolat Bakteri Pencerna Serat asal Rumen Kerbau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Isolat Bakteri Pencerna Serat asal Rumen Kerbau"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Isolat Bakteri Pencerna Serat asal Rumen Kerbau Kerbau memiliki kemampuan istimewa untuk tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang buruk serta cukup efisien dalam memanfaatkan pakan berkualitas rendah untuk menjadi daging. Kerbau mampu memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah karena didukung oleh volume rumen kerbau yang besar, sekresi saliva tinggi, laju pakan meninggalkan rumen lambat serta aktivitas selulolitik dan populasi mikroba yang lebih tinggi. Menurut Suryahadi et al, (1996) jenis bakteri selulolitik yang dapat diisolasi dari cairan rumen sapi dan kerbau antara lain Ruminococcus flavefacien, R. albus, Bacteroides ruminicola. Dinyatakan pula bahwa aktivitas selulolitik dari ternak kerbau lebih tinggi dibanding ternak sapi (43,2%/hari vs 16,3%/hari). Isolasi adalah proses pemurnian bakteri dari sekelompok bakteri dalam habitat yang sama. Isolat bakteri hasil isolasi Astuti (2010) dari tiga cairan rumen kerbau yang berbeda didapatkan 48 isolat. Sebanyak 17 isolat bakteri mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang pada substrat jerami padi, serat sawit, dan alang-alang. Hasil penelitian Gayatri (2010) menyatakan bahwa aktivitas enzim selulase dari setiap isolat mempunyai nilai yang berbeda walaupun populasi bakterinya sama. Semua isolat bakteri dari tiga sumber cairan rumen kerbau mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai inokulum yang dapat mencerna pakan berkadar serat tinggi. Sebagian isolat bakteri rumen kerbau bersifat fakultatif dan dapat tumbuh dengan baik pada media yang mengandung cairan rumen steril Rifai (2010). Isolat bakteri pencerna serat hasil penelitian Gayatri (2010), Astuti (2010) dan Rifai (2010), belum diuji kemampuannya dalam mencerna pakan sumber protein. Bakteri penghasil enzim selulolitik yang dapat diidentifikasi di dalam rumen adalah Bacteroides amylophilus, Butirivibrio sp., Selenomonas ruminantium, Lachnospiro multipharus, dan Peptostreptococcus elsdenii. Sebagian besar bakteri tersebut mempunyai aktivitas exopeptidase (Arora, 1995). Exopeptidase merupakan enzim yang dihasilkan oleh bakteri yang dapat menghidrolisis protein dari ujung rantai polipeptida. Isolat bakteri hasil isolasi Astuti (2010) dan Gayatri (2010) berhasil dijadikan sebagai probiotik untuk pedet dalam upaya memeprcepat 3

2 penyapihan. Pemberian isolat bakteri pencerna serat ini diharapkan mampu mempercepat terjadinya fermentasi di dalam rumen. Hasil penelitian Hadziq (2011) menyatakan bahwa inokulan bakteri pencerna serat yang berasal dari rumen kerbau berpotensi memperbaiki kondisi fisiologis dan mendorong peningkatan konsumsi nutrien, pertambahan bobot badan, ukuran tubuh, dan peningkatan kemampuan pedet beradaptasi dengan lingkungan. Jumlah inokulan yang diberikan sebanyak 20 ml/ hari dengan konsentrasi bakteri 4,56 x 10 9 CFU/ml. Inokulasi isolat bakteri dapat memacu peningkatan konsumsi bahan kering, sehingga meningkatkan konsumsi nutrien khususnya mineral (Sihombing, 2010). Inokulasi bakteri pencerna serat dapat meningkatkan fermentasi serat secara berkelanjutan. Kebutuhan TDN meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan bobot badan (Yunitasari, 2011). Bakteri Cairan rumen Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih dan untuk domba berkisar 10 liter (Putnam, 1991). Bagian cair dari isi rumen sekitar 8-10% dari berat sapi yang dipuasakan sebelum dipotong (Gohl, 1981). Bagian cair dari isi rumen kaya akan protein, vitamin B kompleks serta mengandung enzimenzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981). Retikulo rumen didalamnya terdapat mikroba yang terdiri atas protozoa dan bakteri yang berfungsi melakukan fermentasi untuk mensintesa asam amino, vitamin B-komplek dan vitamin K sebagai sumber nutrien bagi hewan induk semang (Hungate, 1966). Mikroba-mikroba rumen terutama bakteri yang menempel pada partikel pakan tersebut aktif mendegradasi polisakarida hijauan pakan. Bakteri merupakan penghuni terbesar dalam rumen, yaitu / ml cairan rumen, sedangkan populasi protozoa / ml cairan rumen (Ogimoto dan Imai, 1981) Church (1979) menyatakan bahwa cairan rumen mengandung enzim alfa amylase, galaktosidase, hemiselulosa dan selulosa. Rumen merupakan tabung besar untuk menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstensif bakteri dan mikroba lain dalam menghidrolisis dan mendegradasi nutrien pakan menghasilkan produk akhir yang dapat diasimilasi. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan temperatur º C. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan 4

3 tekanan aliran darah, ph dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Peranan Mikroba Rumen dalam Nutrisi Ruminansia Counotte (1981) menyatakan bahwa rumen adalah tempat yang berfungsi untuk fermentasi pakan yang masuk dan menyediakan energi dan protein mikroba untuk kebutuhan proses metabolisme dalam tubuh ternak. Spesies-spesies bakteri dan protozoa yang berbeda saling berinteraksi dalam hubungan simbiosis dalam mencerna selulosa, hemiselulosa, pati, lemak dan protein. Bakteri-bakteri tertentu bertanggung jawab dalam proses fermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam asetat, propionat, butirat yang merupakan sumber energi utama bagi ruminansia. Disamping itu juga dihasilkan asam isobutirat dan isovalerat. Selain sebagai sumber energi, VFA juga digunakan sebagai kerangka karbon dalam pembentukan protein mikroba (McDonald, 2002). Sutardi (1980) menyatakan bahwa kemampuan ternak ruminansia mencerna selulosa adalah karena kerja enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroba rumennya. Ada dua macam enzim selulase yang memecah ikatan hidrogen antarmolekul glukosa dalam selulosa dan yang bersifat hidrolitik yang berfungsi memecah ikatan β-1,4. Selain merombak karbohidrat, mikroba rumen juga merombak protein dan menghasilkan asam amino, NH 3, CO 2, dan VFA. Beberapa mikroorganisme mengeluarkan urease yang merubah urea menjadi ammonia dan CO 2. Degradasi protein di dalam rumen seperti dijelaskan oleh Huber dan Kung (1981) dipengaruhi oleh sumber protein, bentuk fisik dan kimia makanan, jumlah konsumsi energi, pertumbuhan mikroba dan ukuran partikel pakan, dan dinyatakan pula oleh Orskov (1982) bahwa rata-rata 60% true protein dan 100% NBP didegradasi di dalam rumen. Pemanfaatan Protein Mikroba Rumen oleh Ternak Ruminansia Selain protein by pass, ternak ruminansia mendapatkan asam amino yang dibutuhkannya dari protein mikroba yang masuk ke dalam usus halus. Asam amino yang tersedia bagi produksi ternak sebagian besar berasal dari protein mikroba rumen. Diperkirakan kontribusi protein mikroba ini mencapai 60%-70% dari total asam amino atau protein yang diserap ternak (Russel et al., 1992; Sauvant et al., 5

4 1995). Sekitar 40-80% protein yang masuk ke dalam usus halus adalah protein mikroba yang terbentuk di dalam rumen (Sniffen dan Robinson, 1987). Goedeken et al, (1990) menyatakan bahwa populasi mikroba rumen mampu membentuk semua asam amino yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Hal ini berarti bahwa keberhasilan memacu laju pembentukan protein mikroba akan sangat berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan asam amino ternaknya. Amonia adalah senyawa yang paling banyak digunakan dalam pembentukan protein mikroba dan diperoleh dari degradasi protein pakan, NBP, maupun urea darah yang masuk kembali ke dalam rumen melalui saliva maupun dinding rumen. Pembentukan protein mikroba rumen sangat tergantung pada ketersediaan energi yang mudah dicerna, prekursor asam amino, amonia, dan faktor lainnya (Huber dan Kung, 1981). ARC (1984) menyatakan untuk mencukupi pertumbuhan mikroba dan pembentukan protein mikroba yang maksimum, diperlukan konsentrasi amonia minimal 5 mg N-NH 3 /100 ml cairan rumen. Kekurangan N yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan menimbulkan efek negatif pada perombakan komponen pakan lainnya, khususnya dinding sel yang kaya akan selulosa. Aktivitas fermentasi mikroba yang optimum diperlukan konsentrasi amonia lebih banyak dari yang dibutuhkan untuk produksi maksimum protein mikroba (Oosting et al., 1989). Evaluasi Nilai Nutrisi Pakan in vitro Metode evaluasi nilai nutrisi pakan in vitro merupakan metode pengukuran kecernaan dan evaluasi pakan dengan menggunakan mikroorganisme rumen seperti yang dilakukan Tilley dan Terry (1963) atau menggunakan metode gas test oleh Menke (1979), inkubasi in sacco dengan menggunakan kantong nilon di dalam rumen oleh Mehrez dan Orskov (1977) dan cell-free fungal cellulose oleh De Boever pada tahun Evaluasi nilai nutrisi metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi Makkar (2004) merupakan metode in vitro yang mengevaluasi proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak yaitu dalam rumen dan abomasum. Metode ini sering digunakan untuk mengetahui kecernaan bahan pakan dari hasil proses pencernaan dalam saluran pencernaan ternak. Teknik in vitro memberikan hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakan untuk 6

5 mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar. Metode ini sulit diterapkan pada material seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel (Makkar, 2004). Dasar metode ini adalah menirukan proses yang terjadi di dalam rumen dan cara yang paling sering digunakan adalah teknik in vitro yang dikembangkan oleh Tilley dan Terry (1963). Inkubasi yang terlalu pendek, hasil yang diperoleh cenderung besar keragamannya. Inkubasi 24 jam bermaksud untuk mengetahui konsentrasi produk akhir fermentasi sebelum terjadi pencernaan hidrolitik oleh enzim pepsin. Kamaruddin dan Sutardi (1977) menggunakan waktu inkubasi 24 jam dengan pertimbangan selain praktis dan juga memperkecil keragaman hasil fermentasi. Metode in vitro harus menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang didapat juga mendekati nilai in vivo sehingga memudahkan untuk mengintepretasikan hasil dan memperkecil perbedaan dari standar. Kecernaan pakan pada ruminansia dapat diukur secara akurat di laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro (Omed et al., 2000). Tahapan metode ini adalah dengan cara menginkubasi sampel selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan HCl pada ph 2, lalu diberi larutan pepsin-hcl dan diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini merupakan model pencernaan yang terjadi di dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dengan oven 105ºC dan terakhir dilakukan pengabuan dengan tanur 600ºC hingga didapatkan bahan anorganik, bahan anorganik tersebut dapat dipergunakan untuk menentukan jumlah bahan organik yang kemudian dapat menentukan kecernaan bahan organik (McDonald et al., 2002). Indikator Nilai Nutrisi Pakan Vollatile Fatty Acid (VFA) Vollatil fatty acid (VFA) yang biasa disebut dengan asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia dan dapat menyumbang 55-60% dari kebutuhan energi. Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999). 7

6 Karbohidrat pakan di dalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa. Selanjutnya gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO 2, dan CH 4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa VFA antara lain asetat, propionat dan butirat dengan perbandingan di dalam rumen berkisar 65% asetat, 20% propionat, dan 5% valerat. VFA diserap melalui dinding rumen lewat penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung dalam retikulorumen masuk ke darah, sekitar 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002). VFA dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen yang membantu mencerna serat kasar dalam rumen serta sebagai sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sakinah, 2005). VFA total menunjukkan jumlah pakan, terutama karbohidrat yang merupakan prekursor VFA total, yang difermentasikan oleh mikroba rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada ransum yang dikonsumsi dan lama waktu setelah makan yaitu antara mm (McDonald et al., 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah mm (Sutardi, 1980). Menurut penelitian yang dilakukan Sakinah (2005), semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula protein dan karbohidrat yang mudah larut. Penurunan VFA diduga berhubungan dengan peningkatan kecernaan nutrien. VFA tersebut digunakan sebagai sumber energi mikroba untuk sintesis protein mikroba dan digunakan untuk pertumbuhan sel tubuhnya. Amonia (NH 3 ) dalam Rumen Amonia merupakan hasil perombakan protein pakan menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen dan hidrolisis urea (Perry et al., 2003). Menurut Sakinah (2005), amonia tersebut digunakan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum ternak ruminansia dapat mensintesis asam-asam amino esensial untuk 8

7 kebutuhannya. Protein pakan yang berkualitas baik dibutuhkan untuk memenuhi hal itu, namun juga terdapat kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia untuk sintesis protein tubuhnya. Protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida, lalu dihidrolisa menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi amonia. Keduanya akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Pertumbuhan mikroba rumen dapat mencapai optimum apabila jumlah protein asal pakan yang didegradasi dalam rumen sekitar 14-15% BK (Rimbawanto, 2001). Produksi NH 3 tergantung pada kelarutan protein ransum, jumlah protein ransum, lamanya pakan di dalam rumen, dan ph rumen. Arora (1989) menyatakan bahwa produksi amonia dalam rumen sangat tergantung pada sifat protein pakan yang mengalami degradasi oleh mikroba rumen. Proporsi protein pakan yang masuk ke dalam tubuh perlu diatur untuk menghindari adanya produksi amonia berlebih. Ammonia yang melebihi 5% akan diserap dan disekresikan dalam urin. Menurut McDonald et al. (2002), proporsi protein pakan yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun ternak terdiri atas protein yang mudah didegradasi sebesar 70%-80% dan 30%-40% berupa protein yang lebih sulit didegradasi. Protein yang mudah larut dapat berasal dari pakan hijauan yang kaya akan protein, pakan bentuk bungkil, dan bijian. Konsentrasi NH 3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara mg/l atau 6-21 mm (McDonald et al., 2002). Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Kecernaan dapat dinyatakan dalam bahan kering dan bahan organik dan apabila dinyatakan dalam persentase maka disebut koefisien cerna. Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan nutrien yang terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak, sementara pakan yang memiliki kecernaan rendah menunjukkan pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun produksi. Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya koefisien bahan 9

8 kering (KCBK) akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya koefisien cerna bahan organik (KCBO). Semakin tinggi KCBK maka semakin tinggi pula peluang nutrien yang dapat dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik menunjukkan senyawa protein, lemak dan karbohidrat yang dapat dicerna oleh ternak. Kecernaan dapat dipengaruhi oleh kandungan lignin pakan, dan kandungan protein pakan. Setiap sumber protein pakan memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda. Senyawa anti nutrisi seperti tanin dapat menurunkan kecernaan dan menghambat aktivitas enzim pencernaan seperti protease, lipase, dan glikosidase. Kecernaan hidrolitis bahan pakan secara in vitro nutrien yang dicerna adalah protein mikroba dan protein pakan yang lolos fermentasi, sedangkan karbohidrat tidak dicerna karena hanya digunakan enzim pepsin sebagai pencerna protein. Komponen struktural tanaman seperti selulosa, lignin, dinding sel, neutral ditergent fiber (NDF), dan acid ditergent fiber (ADF) mempengaruhi secara negatif kecernaan nutrient ransum domba, sedangkan kerbohidrat mudah larut (pati) dan protein kasar dapat meningkatkan kecernaan nutrien tersebut (De Boever et al., 2005). Hasil penelitian Rahmawati (2001) menyatakan bahwa produksi amonia dan VFA pada rumen dapat menunjukkan nilai kecernaan bahan organik ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi produksi amonia dan VFA dalam rumen menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik semakin tinggi pula. Hijauan Leguminosa Leucaena leucocephala Lamtoro, petai cina, atau petai selong merupakan leguminosa pohon sejenis perdu (polong-polongan) yang sering digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi dan sebagai pakan ternak. Pemotongan pertama tanaman untuk hijauan pakan dapat dilakukan pada waktu tanaman berumur 6-9 bulan kemudian pemotongan dapat diulang 4 bulan sekali (Mathius, 1993). Kecernaan bahan kering lamtoro berkisar antara 65-87% dengan kandungan protein kasar 25,9%, kalsium 2,36%, dan phosphor 0,23%. Winugroho (2009) melaporkan bahwa senyawa sekunder utama yang ditemukan dalam lamtoro adalah mimosin, namun jumlahnya relatif kecil yaitu sekitar 3-4%. Mimosin merupakan 10

9 asam amino yang terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro. Oleh karena itu, penggunaan daun lamtoro dalam ransum direkomendasikan tidak lebih dari 50% total ransum yang diberikan. Pengaruh mimosin pada ternak bisa meyebabkan kerontokan bulu dan mempengaruhi fetus pada ternak non ruminansia (Rohmatin, 2010). Haryanto dan Djajanegara (1993), meyatakan bahwa daun lamtoro mengandung protein yang relatif rendah tingkat pemecahannya di dalam rumen yang merupakan sumber protein yang bagus untuk ternak ruminansia. Adanya mimosin dapat menimbulkan masalah pada ternak ruminansia, diantaranya kerontokan bulu, namun dengan adanya mikroorganisme yang sesuai, mimosin dapat dipecah menjadi 3-hidroksi-4 (1H) phyridone (3,4 DHP) di dalam rumen. Indigofera sp. Indigofera sp. adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, dengan beberapa jenis mencapai zona di kawasan timur Asia. Indigofera sp. memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap penyediaan hijauan pakan. Menurut Hassen et al. (2008) produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun 5 ton/ha/tahun. Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Tepung daun Indigofera sp. mengandung protein kasar (PK) 22,30%- 31,10%, serat kasar sekitar 15,25%, NDF 18,9%-50,4%, kecernaan in vitro bahan organik berkisar 55-8%-71,7%. Selain itu legum ini memiliki kandungan mineral yang cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan optimal ternak. Kandungan mineral yang terkandung yaitu Ca 0,97%-4,52%, P 0,19%-0,33%, Mg 0,21%-1,07%, Cu 9 ppm-15,30 ppm, Zn 27,2 ppm-50,2 ppm, dan Mn 137,4 ppm- 281,3 ppm (Hassen et al., 2007). Menurut Abdullah dan Suharlina (2010), kandungan PK 20,47%-27,6%, serat kasar 10,97%-21,4%, NDF 49,4%-59,97%, ADF 26,23%-37,82%, KCBK 67-39%-81,8%, dan KCBO 65,77%-80,47%. Ciri-ciri legum Indigofera sp. adalah mempunyai kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Mempunyai akar yang dalam dan saat akar terdalamnya 11

10 berkembang, tanaman ini mempunyai kemampuan untuk merespon curah hujan yang kurang dan tahan terhadap herbivore. Karakteristik tersebut merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi kering dan daerah kering (Hassen et al., 2006). Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman (Suharlina, 2010). Calliandra calothyrsus Kaliandra adalah jenis tanaman yang termasuk jenis sub-famili mimosoidae serta merupakan tanaman yang termasuk famili leguminosa. Tanaman ini didatangkan ke Indonesia pada tahun 1936 dari Guatemala, Amerika Serikat (Tangendjaja et al., 1992). Sebenarnya terdapat dua jenis Kaliandra yaitu kaliandra berbunga merah (Calliandra calothyrsus) dan kaliandra berbunga putih (Calliandra tetragona). C. tetragona memiliki batang yang berwarna cokelat tua, tajuk rimbun, perakarannya dalam dan bercabang banyak, banyak bintil akar, tahan terhadap naungan walaupun buahnya berkurang, daya pangkas besar sekali dan bertunas dengan baik serta dapat berbuah sepanjang tahun terutama pada bulan Juni sampai September. Kaliandra memiliki daya adaptasi yang baik terhadap tempat tumbuhnya yang berbeda-beda keadaannya. Tanaman ini mudah tumbuh pada berbagai jenis tanah, juga pada tanah liat yang sedikit sekali aerasinya, ketinggian dapat mencapai 10 meter dengan diameter batas maksimum 20 cm (Tangendjaja et al., 1992). Tanaman Kaliandra tumbuh optimal di daerah basah dengan curah hujan sekitar mm/tahun, dapat tumbuh disegala bentuk lahan pada ketinggian meter di atas permukaan laut dan di segala jenis tanah tanpa syarat tumbuh yang tinggi. Kaliandra cukup baik untuk dijadikan sebagai makanan ternak karena memiliki nilai gizi yang tinggi (Suliasih, 1985). Tangendjaja et al. (1992) menyatakan bahwa hijauan kaliandra mengandung protein kasar 24%, serat kasar 24-34%, lemak 4,1-5%, abu 5-7,5%, ADF 27%, selulase 15%, dan lignin 10-11,9% serta produksi 1-10 ton bahan kering/ha/tahun. 12

11 Gliricidia sepium Gliricidia sepium atau Gamal merupakan salah satu jenis tanaman pakan ternak yang banyak disukai oleh ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Gamal diklasifikasikan ke dalam famili: Fabaceae (Papilionoideae); sinonim: Gliricidia lambii; Fernald, G. maculata var multijuga Micheli, Lonchocarpus roseus (Miller) DC., L. sepium (Jacq.) DC., Millettia luzonensis A. Gray, Robinia rosea Miller, R. sepium Jacq., R. variegata Schltdl. Gamal mempunyai batang tunggal atau bercabang dengan tinggi 2-15 m, batang tegak mempunyai diameter pangkal batang 5-30 cm. Tanaman mempunyai daun majemuk menyirip dengan panjang cm, terdiri dari 7-17 helai daun. Helai daun berhadapan mempunyai panjang 4-8 cm dengan ujung runcing dan jarang. Semakin menuju pada ujung daun, ukuran daunnya semakin mengecil. Pemanfaatan daun gamal sepenuhnya dalam ransum tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrien untuk produksi ternak yang optimal. Selain itu kandungan zat anti nutrisi daun gamal dapat mengurangi konsumsi dan palatabilitas pakan tersebut yang berakibat terambatnya produktivitas ternak. Suplementasi pakan berkualitas yang mengandung cukup nutrien diperlukan untuk meningkatkan produktivitas ternak yang hanya mengkonsumsi daun gamal. Gamal mengandung bahan kering 90,5%, TDN 63,4%, DE 2,80 Mcal/kg, ME 2,29%, serat kasar 24%, protein kasar 23,62%, abu 9,81%, Ca 2,35% dan P 0,35% (FAO, 2004). Gamal mempunyai molekul alkaloid dan senyawa pengikat protein yang belum dapat diidentifikasi dan tergolong zat anti nutrisi, serta tanin walaupun dalam konsentrasi cukup rendah dibandingkan Kaliandra (Calliandra calothyrsus). Selain itu menurut Tangendjaja et al. (1991) melaporkan bahwa gamal mempunyai 10 komponen asam fenolat dan 3 komponen merupakan senyawa fitokimia yang memiliki konsentrasi tinggi adalah kumarin. Urea sebagai Sumber Nitrogen Urea dapat digunakan sebagai sumber protein yang secara tidak langsung dapat dikonversi menjadi protein dengan melewati fermentasi mikroba rumen. Krebs et al. (1982) menyatakan bahwa pertumbuhan dan produksi domba yang diberi ransum berprotein rendah ternyata dapat diperbaiki dengan suplementasi 12 gram 13

12 urea dalam ransum hariannya, karena urea telah meningkatkan pertumbuhan mikroba di dalam rumennya. Rihani et al. (1993) menyatakan bahwa penggunaan urea akan menjadi lebih efisien jika ditambahkan karbohidrat mudah dicerna seperti molasses, dekstrosa atau pati karena akan merangsang penggunaan amonia oleh mikroorganisme rumen. Parakkasi (1987) menyatakan bahwa dalam pemanfaatan urea ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) sumber karbohidrat yang mudah dicerna, seperti molases, pati harus cukup tersedia, 2) urea dalam pakan harus dicampur dengan baik, 3) diberi waktu adaptasi sekitar 2-3 minggu, 4) jangan menggunakan urea untuk mensuplai lebih dari sepertiga N protein ekuivalen dalam ransum penggemukan, 5) jangan menggunakan urea lebih dari 1% ransum lengkap atau lebih dari 5% konsentrat, dan 6) harus disertai dengan penambahan mineral S dan P. 14

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

TINJAUAN PUSTAKA. Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia TINJAUAN PUSTAKA Hijauan sebagai Pakan Ternak Ruminansia Potensi Indigofera sp. sebagai Pakan Hijauan Ternak Ruminansia Indigofera adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Penelitian ini menggunakan ransum perlakuan yang terdiri dari Indigofera sp., limbah tauge, onggok, jagung, bungkil kelapa, CaCO 3, molases, bungkil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS ISOLAT BAKTERI RUMEN KERBAU PENCERNA SERAT DALAM FERMENTASI HIJAUAN LEGUMINOSA DAN PEMANFAATAN UREA IN VITRO SKRIPSI

EFEKTIVITAS ISOLAT BAKTERI RUMEN KERBAU PENCERNA SERAT DALAM FERMENTASI HIJAUAN LEGUMINOSA DAN PEMANFAATAN UREA IN VITRO SKRIPSI EFEKTIVITAS ISOLAT BAKTERI RUMEN KERBAU PENCERNA SERAT DALAM FERMENTASI HIJAUAN LEGUMINOSA DAN PEMANFAATAN UREA IN VITRO SKRIPSI LILIS RIYANTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign TINJAUAN PUSTAKA Asam Fulvat Humat dibentuk dari pelapukan bahan tanaman dengan bantuan bakteri yang hidup di tanah. Komposisi humat terdiri dari humus, asam humat, asam fulvat, asam ulmik dan trace mineral

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991) TINJAUAN PUSTAKA Onggok sebagai Limbah Agroindustri Ubi Kayu Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) sudah dikenal dan merupakan salah satu sumber karbohidrat yang penting dalam makanan. Berdasarkan Biro Pusat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau  Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Kerbau merupakan ternak ruminansia yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memanfaatkan jenis limbah berkualitas rendah. Hal itu disebabkan oleh tingginya populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

HUBUNGAN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN BEBERAPA LEGUM POHON DENGAN PENYERAPAN MINERAL Ca DAN P PADA DOMBA LOKAL JANTAN OLEH NUNIK PUJI HARYANTI

HUBUNGAN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN BEBERAPA LEGUM POHON DENGAN PENYERAPAN MINERAL Ca DAN P PADA DOMBA LOKAL JANTAN OLEH NUNIK PUJI HARYANTI HUBUNGAN FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN BEBERAPA LEGUM POHON DENGAN PENYERAPAN MINERAL Ca DAN P PADA DOMBA LOKAL JANTAN OLEH NUNIK PUJI HARYANTI D24101065 PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales. 1 Strategi Pemberian Pakan Berkualitas Rendah (Jerami Padi) Untuk Produksi Ternak Ruminansia Oleh Djoni Prawira Rahardja Dosen Fakultas Peternakan Unhas I. Pendahuluan Ternak menggunakan komponen zat-zat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam kategori ruminansia kecil. Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya merupakan domba-domba lokal.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral Biomineral cairan rumen adalah suplemen mineral organik yang berasal dari limbah RPH. Biomineral dapat dihasilkan melalui proses pemanenan produk inkorporasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencernaan Nitrogen pada Ruminansia Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen dan protein pakan. Non protein nitrogen dalam rumen akan digunakan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii (Gambar 1) menurut Luning (1990) diacu dalam Atmadja et al. (1996), diklasifikasikan kedalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode tertentu dan ternak tersebut punya akses bebas pada pakan dan tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung yang dikutip dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering PEMBAHASAN UMUM Buah dan biji lerak yang diekstraksi dengan metanol mengandung senyawa aktif saponin yang sangat tinggi yaitu sebesar 81.5% BK. Senyawa saponin diketahui dapat memodifikasi mikroba rumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia

TINJAUAN PUSTAKA. Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia TINJAUAN PUSTAKA Potensi Indigofera sp.sebagaipakan Ternak Ruminansia Indigofera sp.adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan produk pertanian diikuti pula oleh meningkatnya limbah hasil pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen para petani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pakan Ransum yang digunakan pada penelitian merupakan campuran atara hijauan dan konsentrat dengan perbandingan antara hijauan (rumput gajah) : konsentrat (60:40

Lebih terperinci

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34 HASIL DAN PEMBAHASAN Informasi Tanaman dan Kondisi Lingkungan Tanaman Jagung yang digunakan adalah tanaman jagung varietas Pertiwi-3 diproduksi oleh PT. Agri Makmur Pertiwi. Tanaman Jagung yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Ettawa (PE) Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang lokal dari Indonesia dan termasuk kedalam jenis

Lebih terperinci

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi PENGUKURAN KECERNAAN (2) M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen INTP, Fapet IPB Website: http://intp.fapet. ipb.ac.id Email: intp@ipb.ac.id Pakan Air Bahan Kering Abu Bahan Organik Protein Lemak Serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sub sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat merupakan fungsi integral dalam pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed) TINJAUAN PUSTAKA Singkong Singkong atau ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Henry, 2007). Bagian tanaman yang biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak merupakan suatu cara untuk menekan biaya produksi dalam pengembangan usaha peternakan. Gulma tanaman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penting dalam peningkatan produktivitas ternak ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini ketersediaan hijauan makananan

Lebih terperinci