PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN Lasioderma serricorne F (Coleoptera; Anobiidae ) DI LABORATORIUM SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN Lasioderma serricorne F (Coleoptera; Anobiidae ) DI LABORATORIUM SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN Lasioderma serricorne F (Coleoptera; Anobiidae ) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH LIDIA WATI TARIGAN DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN Lasioderma serricorne F (Coleoptera; Anobiidae ) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH LIDIA WATI TARIGAN Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing (Ir. Marheni, MP) Ketua (Ir. Suzana F. Sitepu) Anggota DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 ABSTRACT Lidia Wati Tarigan, the Effect of Tobacco Leaves Moisture content Lasioderma serricorne development in Laboratory. The objective ofthis research is to know the effect of Tobacco leaves moisture content on growth and development of pest Lasioderma serricorne, by using the tobacco leaves of different moisture content in Laboratory. The research is made in Laboratory of Tembakau Deli Research Center of ±25 m from contace level of sea from October 2007 to December This research uses the Non factorial complete random sampling consisting of four treatments, and six replications. The result of research indicates that egg number, larva, pupa and adult19 % (highest)in treatment T4, and the lowest one aduld (13 %) in treatment T1.

4 ABSTRAK Lidia Wati Tarigan, Pengaruh Kadar Air Tembakau Terhadap Perkembangan Lasioderma serricorne di Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Pengaruh Kadar Air Daun Tembakau terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama Lasioderma serricorne, dengan menggunakan daun tembakau yang mempunyai kadar air yang berbeda-beda di laboratorium. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tembakau Deli dengan ketinggian ± 25 m dpl mulai dari bulan Oktober 2007 sampai Desember Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Factorial yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah telur, larva, pupa, dan imago terdapat pada perlakuan T4 (19%) dan terendah pada perlakuan T1(13%).

5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Lidia Wati Tarigan lahir tanggal 16 April 1984 di R.Sumbul Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dari Ayahanda M.Tarigan dan Ibunda P.Barus. Penulis merupakan putri ke-2 dari 6 bersaudara. Tahun 2003 Penulis lulus dari SMU Nusantara Lubuk Pakam dan lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi Asisten di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Birung Ulu Pematang Siantar dan melaksanakan penelitian di PT. Perkebunan Nusantara II Balai Perkebunan Tembakau Deli.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. Judul skripsi ini adalah PENGARUH KADAR AIR TEMBAKAU TERHADAP PERKEMBANGAN Lasioderma serricorne F (Coleoptera;Anobiidae) DI LABORATORIUM yang disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menempuh ujian akhir di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Marheni, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. Suzanna F Sitepu selaku Anggota yang telah banyak memberikan saran dan arahan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Medan, April 2008 Penulis

7 DAFTAR ISI ABSTRACT... ABSTRAK... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii viii ix x PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Hipotesa Penelitian... 4 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Lasioderma serricorne F... 6 Pengaruh Kelembaban Terhadap Hama Pasca Panen Botani Tanaman Tembakau Kerusakan dan Kerugian yang ditimbulkan Pengendalian Lasioderma serricorne F BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Bahan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Persiapan Stoples Persiapan Serangga Lasioderma serricorne Cara pengukuran daun tembakau Parameter Pengamatan... 18

8 Pengaruh Kadar Air Daun Tembakauterhadap jumlah Tetelur, larva,pupa,imago 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan Jumlah telur Rataan Jumlah Larva Rataan Jumlah Pupa Rataan Jumlah Imago DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 DAFTAR TABEL NO JUDUL Halaman 1.Rataan Jumlah Telur Rataan Jumlah Larva Rataan Jumlah Pupa Rataan Jumlah Imago... 25

10 DAFTAR GRAFIK NO JUDUL Halaman 1. Grafik Rataan Jumlah Telur Pengamatan minggu ke-1 sampai Grafik Rataan Jumlah Larva Pengamatan minggu ke-1 sampai Grafik Rataan Jumlah Pupa Pengamatan minggu ke-1 sampai Grafik Rataan Jumlah Imago Pengamatan minggu ke-1 sampai

11 DAFTAR GAMBAR NO JUDUL Halaman 1. Telur Hama Lasioderma Serricorne Larva Hama Lasioderma Serricorne Pupa Hama Lasioderma Serricorne Imago Hama Lasioderma Serricorne Alat pengukur kadar air daun tembakau Foto Tempat Penelitian... 76

12 DAFTAR LAMPIRAN NO JUDUL HALAMAN 1. Bagan Penelitian Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 1 dan Daftar Analisa Sidik Ragam TransformasiY 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 2 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 3 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 4 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 5 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 6 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 7dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 8 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 9 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 10 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Telur Pada Pengamatan 11 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 1 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 2 dan Daftar Analis Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 3 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 4 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 5 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 6 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 7 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 8 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 9 dan Daftar Analis

13 Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 10 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Larva Pada Pengamatan 11 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 1 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 2 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 3 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 4 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 5 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 6 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 7 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 8 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 9 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 10 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 1 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi = Y 1 (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 2 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 3 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 4 dan Daftar Analis Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 5 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 6 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 7 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 8 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 9 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Data Pengamatan Jumlah Imago Pada Pengamatan 10 dan Daftar Analisa Sidik Ragam Transformasi Y 1 = (Y+0,5)^ 0, Gambar L.serricorne F Siklus Hidup L. serricorne F Alat Pengukur Kadar Air Daun Tembakau... 75

14 47 Foto Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika. Asal mula tembakau liar ini tidak diketahui dengan pasti karena tanaman ini sangat tua dan telah di budidayakan berabad-abad lamanya. Tanaman tembakau telah menyebar ke seluruh Amerika Utara, sebelum masa kedatangan kulit putih. Columbus yang pertama kali mengetahui penggunaan tembakau ini dari orangorang Indian (Matnawy, 1997 ). Tanaman tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis atau Spanyol pada abad XVI. Menurut Rhumpius, tanaman tembakau pernah dijumpai di Indonesia tumbuh di beberapa daerah yang belum dijelajahi oleh bangsa Portugis dan Spanyol (Matnawy, 1997 ). Tembakau Deli merupakan komoditas kebanggaan Bangsa Indonesia karena memiliki ciri, rasa dan aroma yang khas yang posisinya tidak dapat digantikan dengan tembakau tipe lainnya. Untuk itu wajar kalau tembakau Deli harganya sangat mahal. Permasalahan yang dirasakan beberapa tahun terahir ini adalah menurunya produktivitas dan mutu. Pada 1983 produktivitasnya 712 kg/ha dan pada 1997 menurun menjadi 530kg/ha, dengan rata-rata 440 kg/ha. Menurunnya produktivitas dan mutu disebabkan oleh faktor iklim, tanah, penyakit

15 dan hama termasuk hama Lasioderma Serricorne ( Subiyakto,1999). Daun tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan yang berbentuk bulat ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang-tulang menyirip : bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai yang melekat pada batang : kedudukan daun tegak atau mendatar, tergantung pada varietasnya. Ukuran daun (lebar dan panjangnya) bervariasi, tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya. Ketebalan daun berbeda-beda tegantung pada varietas dan budidaya. Daun tersusun atas lapisan palisade parenchym pada bagian atasnya dan spongiparenchym pada bagian bawah. Daun memiliki mulut daun (stomata) yang terletak merata. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar helai, namun apabila syarat-syarat tumbuh kurang terpenuhi maka jumlah daun hanya sekitar 24 helai atau kurang (Cahyono, 1998). Kehilangan hasil pada tahapan pasca panen dapat diakibatkan oleh banyak faktor, salah satu faktor adalah serangan hama. Di negara yang berkembang, termasuk Indonesia kerusakan bahan hasil pertanian diperkirakan rata-rata mencapai 25-50% dari total produksi. Di negara maju, kerusakan yang terjadi berkisar 5-15 % (Zulnayati, dkk, 2004). Hama yang sering menyerang tanaman tembakau adalah ulat daun (Spodoptera litura), ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn.), ulat penggerek pucuk (Heliothis sp.), ulat kilan (Plusia chalsites), nematoda (Meloidogyne sp.), kutu daun (Aphids sp.). Sedangkan hama yang menyerang pada penyimpanan adalah Lasioderma serricorne (Cahyono, 1998).

16 L. serricorne sangat merugikan bila menyerang daun tembakau yang sedang dalam proses pengeringan di gudang, karena serangga ini memakan bahanbahan organik kering seperti daun tenbakau kering yang berada di tempat penyimpanan. Serangan hama ini pada daun tembakau kering mengakibatkan daun akan berlubang-lubang dan hal ini sangat tidaak diingini, karena tembakau tersebut akan digunakan sebagai pembungkus cerutu (Jurgen and warner, 1985 ) Suhu lingkungan dan kadar air bahan simpan merupakan faktor utama yang mempengaruhi masa perkembangan. Pada Coleoptera, kadar air lebih dominan pengaruhnya dibanding suhu dan makanan, demikian pula pada Lepidoptera (Anonim, 2007 a ). Suhu lingkungan dan kelembaban di penyimpanan merupakan sebab dan akibat dari keberadaan hama, serangga membutuhkan kisaran suhu dan kelembaan optimum untuk perkembangannya yaitu 25-37,5 0 C (Anonim, 2007 a ). Kadar air bahan simpan \ kelembaban udara mempengaruhi lama stadium larva. Kadar air bahan simpan yang rendah akan memperlama stadium larva, tetapi tidak berpengaruh untuk telur dan pupa sehingga hal ini mengubah keseimbangan struktur umur dalam populasi yang sudah stabil (Anonim, 2007 c ). Posisi Indonesia dalam ekonomi tembakau, yaitu sebagai penghasil tembakau dengan kualitas yang beragam masih berperan sebagai pengekspor lembaran daun tembakau bahan cerutu berkualitas tinggi, dan sekaligus dalam indusri rokok dalam negeri. Dalam hal ini, perkembangan industri tembakau di Indonesia tampaknya masih tetap berperan cukup besar karena beberapa hal antara lain bergesernya industri rokok dari negara-negara maju ke negara

17 berkembang, seperti diproduksinya berbagai rokok sigaret putih di bawah lisensi negara awalnya. Rokok kretek Indonesia merupakan rokok yang khas dan tidak dihasilkan oleh negara lain, sehingga tidak ada negara pesaing. Tembakau merupakan salah satu komoditas yang memberikan sumbangan cukup penting terhadap perekonomian nasional, baik dari penerimaan pemerintah dari nilai tambah dan cukai maupun ketenaga kerjaan (Anonim,2007 d ). Hama L.serricorne merupakan hama yang menyerang tanaman tembakau yang ada dipenyimpanan. Hama ini merupakn hama yang berbahaya dipenyimpanan karena dapat menimbulkan kerugian yang besar (Anonim,2007 i ). Kerugian yang banyak di gudang ialah yang di timbulkan oleh kumbang kecil L. serricorne, yang merusak daun-daun tembakau (membuat lubang) yang telah kering dan siap untuk dikirim, inilah yang menyebabkan penulis tertarik melakukan penelitian mengenai hama L. serricorne. Tujuan penelitian Untuk mengetahui pengaruh kadar air daun tembakau terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama L. serricorne. Hipotesis penelitian Kadar air daun tembakau berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hama L. Serricorne.

18 Kegunaan Penelitian - Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian akhir Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. - Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan untuk menentukan alternatif pengendalian hama penting pada tanaman tembakau

19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Lasioderma serricorne L. serricorne (Coleoptera; Anobiidae) adalah hama yang umum dalam tembakau yang kering. Kumbang ini sangat merugikan bila menyerang tembakau yang sedang dalam proses pengeringan di gudang, karena serangga ini memakan bahan-bahan organik kering seperti daun tembakau kering, Serangan kumbang ini pada daun tembakau kering mengakibatkan daun akan berlubang-lubang dan hal ini sangat tidak diingini untuk tembakau cerutu. Selain itu kumbang ini juga menyerang spesimen-spesimen museum dan beberapa produk rumah tangga (Erwin, 2000). L. serricorne pada umumnya menyerang tembakau kering, imago betina bertelur di bahan makanan menghasilkan 30 telur dalam waktu 3 minggu, telur menetas dalam 6-10 hari, imago betina menghasilkan telur 50 butir. Siklus hidup yang lengkap memerlukan 26 hari pada suhu 37 0 c dan 120 hari pada suhu 20 0 c. (Kalshoven, 1981). Peletakan telur dilakukan secara tertutup dalam bahan makanannya yang disimpan. Telur diletakkan satupersatu pada bahan makanannya. Telur berwarna putih, panjang 0,4-0,5 mm. Periode telur 4-6 hari, setelah 4-6 hari telur akan menetas menjadi larva dan membentuk liang-liang gerek (Anonim, 2007 b ).

20 Telur Gambar 1,Telur Lasioderma serricorne Larva bertipe scarabeiform, berwarna putih kekuningan dan bentuk larva semakin membesar kearah ujung (belakang). Tubuh larva berambut lebat berwarna coklat terang. Panjang tubuh larva instar terakhir antara 4-5 mm. larva terdiri dari 4-6 instar. Periode larva 30 hari. Menjelang berkepompong larva membentuk kokon yang berasal dari partikel-partikel bahan yang diserangny, stadia kepompong antara 5-9 hari (Kalshoven, 1981). Larva yang sudah tua berwarna putih dan berbulu panjang. Mereka sama dengan larva drugstore deetle tetapi bulunya lebih panjang, kepala bundar secara dorsal dan memiliki garis gelap yang memanjang secara frontal. Arolium juga di jumpai memanjang diluar pertengahan cakar pada setiap tarsus (Anonimus, 2007 g ).

21 Gambar 2, Larva Lasioderma serricorne Periode pupa sangat bervariasi antara hari, preode pupa dan pra pupa 2-3 minggu dan akhirnya menjadi imago (Erwin, 2000). Mula-mula pupa berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan panjang 2,5mm masa kepompong antara 5-15 hari (Jurgen and werner, 1985). Gambar 3. Pupa Lasioderma serricorne L. serricorne merupakan hama penting pada tembakau dan mampu menyerang tembakau di tempat penyimpanan pada berbagai tahapan proses. Kisaran komoditas yang diserangnya cukup luas, antara lain biji kakao, biji pala, kopra, material herbarium, kertas, ikan kering, makanan ikan, kerupuk udang dan

22 koleksi kering serangga. Kumbang ini sangat mirip dengan Stegobium paniceum ( Ryan, 1995 ). Kumbang ini sangat merugikan bila menyerang tembakau yang sedang dalam proses pengeringan digudang, karena serangga ini memakan bahan bahan organik kering seperti daun tembakau kering. Serangan kumbang ini pada daun tembakau kering mengakibatkan daun akan berlubang-lubang dan hal ini sangat tidak diingini untuk tembakau cerutu, kumbang dewasa bisa hidup selama 12 hari (Anonim, 2007 b ) Selama masa penyimpanan bahan pangan dapat mengalami kerusakan akibat serangan hama gudang yaitu Tungau, Kapang, dan burung. Di antara hamahama gudang tersebut, serangga hama adalah penyebab kerusakan yang terbesar. Hal ini disebabkan oleh karena serangga hama gudang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, yang dalam setahun dapat menghasilkan beberapa generasi (Soenartono dkk, 1987). Serangga ini tidak hanya merusak daun tembakau kering yang sedang mengalami proses fermentasi digudang pemeraman, tetapi juga menyerang daun tembakau yang telah di kemas atau di bal dengan tikar purun/karton, menyerang tembakau yang sedang dalam kontainer sewaktu pengiriman tembakau untuk lelang di Bremen, bahkan serangga ini mampu menyerang cerutu yang sudah dikemas baik dari pabrik. Hampir semua pabrik rokok didunia ini sangat takut dengan serangan hama ini, sehingga tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk mencegah perkembangbiakan serangga ini pada gudang gudang penyimpanan tembakau dan pabrik-pabrik rokok ( Akehurst, 1981).

23 Imago berukuran cukup kecil yaitu sekitar 2-3 mm, berwarna coklat kemerahan, bentuk bundar dan kepala sering ditutupi oleh pronotum bila kumbang dilihat dari atas. Elitra ditutupi oleh bulu-bulu halus. Imago menyukai tempat yang gelap dan aktip waktu menjelang petang hingga malam hari. Imago tidak makan tetapi menghisap cairan saja (Anonim, 2007 f ). Gambar 4. Imago Lasioderma serricorne Pengaruh kadar air terhadap hama pasca panen Suhu, kadar air bahan simpan, sumber makanan, masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur serangga hama pasca panen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Laju populasi serangga dapat meningkat sebagai hasil dari masa perkembangan yang singkat, ketahanan hidup yang meningkat atau produksi telur yang lebih banyak, sehingga permasalahan utama bagi serangga adalah suhu dan kadar air atau kelembaban (Anonim, 2007 a ). Masa perkembangan, lama perkembangan rata-rata (dari telur sampai imago) hama pasca panen dipengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu suhu lingkungan, kelembaban dan kadar air bahan simpan merupakan faktor utama

24 yang mempengaruhi masa perkembangan. Pada Coleoptera kelembaban lebih dominan pengaruhnya dibanding suhu dan makanan, demikian pula pada Lepidoptera (Anonim, 2007 a ). Peningkatan suhu kadar air bahan simpan meningkatkan produksi telur, hanya saja produksi telur tertinggi dan ketehanan hidup tertinggi tidak terjadi pada satu titik suhu atau kadar air yang sama. Pada Tribolium kombinasi ketahanan hidup dan produksi maksimum terjadi pada suhu 27 0 dan kadar air 19 % (Anonim, 2007 a ). Kelembaban merupakan salah satu faktor fisik yang mempengaruhi besarnya populasi hama. Hama gudang membutuhkan kelembaban udara dan kelembaban material tertentu. Kelembaban relatif (RH) yang optimum bagi serangga gudang sekitar % sebagian hama gudang tidak akan berkembang biak dengan baik bila lingkungan gudang mempunyai kelembaban dibawah 40 % (Zulnayati, dkk, 2004). Seperti dijelaskan sebelumya, kelembaban di penyimpanan bisa saja sebagai sebab atau akibat dari keberadaan hama. Serangga membutuhkan kisaran waktu yang optimum untuk perkembangannya. Sementara itu metabolisme serangga juga menghasilkan kalor dan uap air kelingkungannya (Zulnayati, dkk, 2004). Kelembaban sangat diperlukan oleh setiap hama, Khususnya hama produk pertanian dalam simpan. Kelembaban yang diperlukan menyangkut kelembaban udara dan kelembaan material yang tertentu. Kelembaban udara minimum dan maksimum masing-masing berkisar antara 0 % dan 100 %

25 sedangkan kelembaban udara relatif yang optimum berada di sekitar 75 % (Kartasapoetra,1987). Serangga produk makanan yang disimpan mempunyai kemampuan yang unik untuk tumbuh dan berproduksi pada makanan yang mempunyai kadar air yang cocok, selain itu ketersediaan makanan berkombinasi dengan kondisikondisi abiotik seperti suhu dan kelembaban relatif untuk mempengaruhi distribusi populasi dan pertumbuhan hama bahan simpan (Slansky and Rodriguez, 1987). Kuantitas dan kualitas makanan berinteraksi dengan suhu dan kelembaban untuk mempengaruhi ukuran populasi dari kebanyakan serangga produk yang disimpan (Slansky and Rodriguez, 1987).

26 Botani Tanaman adalah sebagai berikut: Menurut Matnawy (1997) adapun sistematika tanaman tembakau Klas Ordo Famili Genus Spesies : Dicotyledoneae : Personatae : Solanaceae : Nicotiana : Nicotiana tabacum Tanaman tembakau memiliki akar tunggang, jika tanaman tumbuh bebas pada tanah yang subur dan bukan berasal dari bibit cabutan. Tanaman dari bibit cabutan terkadang mengalami gangguan kerusakan akar. Jenis akar tunggang pada tanaman tembakau yang tumbuh subur, terkadang dapat tumbuh sepanjang 0,75 m (Matnawy, 1997). Batang tanaman tembakau berbentuk agak bulat, batangnya agak lunak tetapi kuat makin keujung semakin kecil. Ruas ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun, batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang (Cahyono,1998). Daun tembakau sangat bervariasi, ada yang berbentuk ovalis, oblongus, orbicularis, dan ovatus. Daun-daun tersebut mempunyai tangkai yang menempel langsung pada bagian batang (Matnawy, 1997). Bunga tanaman tembakau merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam beberapa tandan dan masing-masing tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga

27 berbentuk terompet dan panjang terutama yang berasal dari Nicotiana tobacum (Cahyono,1998). Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan Kerugian yang banyak diderita di gudang ialah yang ditimbulkan oleh kumbang kecil L. serricorne. Ulat (larva) dari kumbang kecil ini merusak daundaun tembakau ( membuat lubang ) yang telah kering dan siap untuk dikirim (Abdulah dan Soedarmanto, 1982). Kumbang ini sangat merugikan bila menyerang tembakau yang sedang dalam proses pengeringan digudang, karena serangga ini memakan bahan bahan organik kering seperti daun tembakau kering. Serangan kumbang ini pada daun tembakau kering mengakibatkan daun akan berlubang-lubang dan hal ini sangat tidak diingini untuk tembakau cerutu (Erwin, 2000). Gejala tembakau krosok tampak berlubang lubang kecil dan kotor. Kadang- kadang masih terlihat adanya larva penyerang. Kumbang ini lebih menyukai tembakau cerutu dari pada tembakau Virginia dan oriental. Serangan dilakukan oleh larva bukan kumbangnya (Anonimus, 1993 g ). Larva yang makan mengakibatkan kerusakan langsung terhadap tembakau, produk-produk yang terkontaminasi oleh kumbang, larva, pupa akan mengalami kerusakan. Kepompong sering diikatkan dengan substrat padat yang akan membentuk gugusan yang besar (Anonim,2007 e ).

28 Gambar Gejala Serangan Lasioderma serricorne Sumber : http;// htm, Pengendalian Lasioderma serricorne Tindakan pencegahan adalah satu-satunya cara untuk menghindari serangan yakni dengan cara kebersihan gudang harus dijaga. Sebelum daun tembakau ditimbun, lantai dan tembok supaya disemprot dengan salah satu obatobat kimia yang berikut Dicloro diphenil tricloroetan 5-10 % sebanyak 4 liter /300m 2, pengasapan dengan CS2 ( Zwavelkoolstof), preventif dengan dosis 125 cc / m 3 selama 5x 24 jam, atau 150 cc/m 3 selama 3x24 jam, kuratif dengan dosis 150 cc/ m 3 5x24 jam (Anonimus, 2000).

29 BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini di laksanakan pada bulan Oktober - Desember 2007 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tembakau Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dengan ketinggian ± 25 m diatas permukaanlaut. Bahan dan Alat penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago Lasioderma serricorne jantan 72 ekor dan yang betina 168 ekor, daun tembakau dengan kadar air yang berbeda dari gudang tempat penyimpanan, air. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples 24 buah dengan diameter 14 cm dan tinggi 21 cm, pipet, alat pengukur kadar air daun tembakau (Aquaboy), lup, mikroskop, tissue, kain kasa, karet gelang, dan alat-alat tulis lainnya. Metode penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non faktorial yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuannya adalah sebagai berikut : T1 : Daun tembakau dengan kadar air 13% T2 : Daun tembakau dengan kadar air 15% T3 : Daun tembakau dengan kadar air 17% T4 : Daun tembakau dengan kadar air 19%

30 Pelaksanaan penelitian Persiapan Stoples Disiapkan stoples sebanyak 24 buah dengan diameter 14 cm dan tinggi 21 cm. Dimasukkan tissue pada dasar masing-masing stoples dan dibasahi dengan air secukupnya. Dimasukkan daun tembakau kering dari gudang penyimpanan sebanyak 20 lembar untuk masing-masing stoples yang dialasi dengan tissue. Persiapan Serangga Lasioderma serricorne Imago Lasioderma diperoleh dari gudang penyimpanan tembakau yang sudah terserang. Kemudian imago dibawa ke laboratorium dan dimasukkan dalam stoples yang sudah berisi daun tembakau yang mempunyai kelembaban yang berbeda-beda sesuai perlakuan. Masing-masing stoples dimasukkan 3 ekor jantan dan 7 ekor betina. Kemudian dilakukan pengamatan 3 hari sekali dalam seminggu. Cara pengukuran kadar air daun tembakau Disiapkan daun tembakau yang akan diukur kadar airnya, kemudian diletakkan kedalam alat pengukur kadar air daun tembakau yaitu Aquaboy dan secara otomatis akan menunjukkan berapa persen kadar air daun tembakau tersebut. Untuk mendapatkan daun tembakau yang sesuai perlakuan dilakukan beberapa cara sebagai berikut untuk mendapatkan kadar air daun tembakau yang rendah maka daun traebut perlu dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan oven dan untuk mendapatkan kadar air tembakau yang tinggi maka disemprot air.

31 Pengukuran kadar air daun tembakau ini dilakukan hanya satu kali selama penelitian ini berlangsung sampai dengan selesai. Parameter yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh Kadar air daun Tembakau yang berbeda terhadap jumlah telur, larva, pupa, imago Lasioderma serricorne

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh kadar air terhadap jumlah telur, larva, pupa dan imago L. serricorne 1. Rataan Jumlah Telur Perlakuan Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian di peroleh data bahwa perlakuan yang di apliksikan pada imago L. serricorne memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah telur yang dihasilkan imago L.serricorne. Untuk dapat menentukan perlakuan mana yang memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah telur pada uji BNT. Hal ini dapat dilihat pada tabel: Tabel 1. Rataan Jumlah Telur Pada Pengamatan 1-11, 2 Minggu Setelah Aplikasi Pengamatan T 1 7,00D 9,00D 9,33D 11,50D 14,17D 16,17D 16,17 17,33D 17,33D 11,33D 11,33D T 2 9,67C 11,17C 10,83C 13,83C 16,67C 18,83C 18,83C 19,67C 19,67C 14,83C 14,83C T 3 10,50B 13,00B 13,33B 16,33B 18,67B 21,33B 21,83B 22,50B 22,50B 16,33B 16,33B T 4 13,50A 14,33A 16,00A 19,00A 20,83A 23,50A 23,50A 24,50A 24,50A 19,17A 19,17A Keterangan: Angka Yang Diikuti Oleh Huruf Yang Sama Pada Kolom Yang Sama Tidak Berbeda nyata Pada Uji Beda Nyata Terkecil Taraf 1% Dari tabel 1. dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama perlakuan T1 berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya masing-masing besar T1 (7,00); T2(9,67); T3 (10,50); T4 (13,50). Jumlah telur pada perlakuan T1 lebih sedikit bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena kadar air pada perlakuan T1 lebih rendah dari pada perlakuan yang lainnya karena kadar air yang tinggi diduga menaikan kandungan protein dan menurunkan

33 tingkat asam amino esensial sehingga menyebabkan hama betina lebih banyak menghasilkan telur. Hal ini sesuai dengan literatur (Slansky and Rodriguez,1987) yang menyatakan kadar air yang tinggi diduga menaikan kandungan protein dan menurunkan tingkat asam amino esensial sehingga menyebabkan hama betina lebih banyak menghasilkan telur Jumlah telur T1 T2 T3 T Pengamatan Gambar 1: Grafik Jumlah Telur Pada Pengamatan I-XI Dari Grafik dapat dilihat bahwa rataan jumlah telur tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-8 dan 9 pada perlakuan T4 (KA 19%) hal ini disebabkan karena pada pengamatan yang ke-8 dan 9 imago betina menghasilkan jumlah telur yang lebih banyak dan terendah terdapat pada pengamatan minggu yang ke- 1 dan ke 2, hal ini disebabkan karena kemampuan imago betina menghasilkan telur dalam jumlah yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena imago betina menghasilkan jumlah telur yang lebih sedikit pada proses peneluran yang pertama dan pada peneluran berikutnya menghasilkan jumlah telur lebih banyak. Hal ini sesuai dengan literatur Jurgen and Warner (1985) yang menyatakan bahwa jumlah

34 telur yang dihasilkan imago betina pada peneluran yang pertama lebih sedikit dibandingkan dengan peneluran berikutnya. 2. Rataan Jumlah Larva Tabel 2. Rataan Jumlah Larva Pada Pengamatan 3 13, 3 Minggu Setelah Aplikasi Pengamatan Perlakuan T1 4,83D 6,50D 5,83 D 9,00 D 9,00 D 11,33D 11,33D 12,50D 12,50D 8,67D 8,67D T2 5,50 C 8,50 C 7,83 C 11,50C 11,50C 14,50C 14,50C 15,67C 15,67 C 11,83C 11,83C T3 7,00B 10,50B 10,00B 13,50B 13,50B 18,33B 18,33B 18,50B 18,50 B 13,67B 13,67 B T4 8,67A 12,67 A 12,50A 16,67 A 16,67 A 19,33 A 19,33 A 20,50A 20,50 A 16,33A 16,33A Keterangan: Angka Yang Diikuti Oleh Huruf Yang Sama Pada Kolom Yang Sama Tidak Berbeda Nyata Pada Uji Beda Nyata Terkecil taraf 1% Dari tabel 2. dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai pengamatan terakhir jumlah larva pada perlakuan T1 (4,83) berbeda sangat nyata terhadap T2,T3 dan T4 dimana pada perlakuan T4 ( 8,67) menghasilkan populasi larva yang terbesar bila dibandingkan dengan perlakuan T1 Hal ini disebabkan karena Kadar air bahan makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan penetasan telur menjadi larva. Pada kadar air yang tinggi kemungkinan telur untuk menetas menjadi larva lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air yang rendah. Hal ini sesuai dengan Anonim (2007 a ) yang menyatakan kadar air bahan simpan yang tinggi mempengaruhi perkembangan penetasan telur menjadi larva.

35 25 Jumlah larva T1 T2 T3 T Pengamatan Gambar 2: Grafik Jumlah Larva Pada Pengamatan 3-13 Dari Grafik dapat dilihat bahwa rataan jumlah larva tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-8 dan 9 dengan perlakuan T4 (kadar air daun tembakau 19 karena kadar air yang tinggi mempengaruhi perkembangan penetasan telur menjadi larva, pada pengamatan 10 dan 11jumlah larva menurun kembali, karena sebagian larva sudah berubah dari stadia larva menjadi pupa, Sedangkan persentase jumlah larva terendah terdapat pada pengamatan minggu ke-1 dengan perlakuan T1 (Kadar air daun tembakau 13%). hal ini disebabkan kadar air bahan simpan mempengaruhi perkembangan penetasan telur menjadi larva dimana pada kadar air yang tinggi kemungkinan telur menetas menjadi larva lebih tinggi disbanding dengan kadar air yang rendah,. Hal ini sesuai dengan literatur Anonim (2007 a ). yang menyatakan kadar air bahan simpan yang tinggi mempengaruhi perkembangan penetasan telur menjadi larva.

36 3. Rataan Jumlah Pupa Tabel 3. Rataan Jumlah Pupa Pada Pengamatan 11-20, 6 Minggu Setelah Perlakuan. Pengamatan Perlakuan T 1 8,83D 8,83D 9,67D 9,67D 9,50D 9,50D 9,67D 9,67D 10,50D 10,50D T 2 11,33C 11,33C 12,17C 12,27C 13,00C 13,00C 13,17C 13,17C 11,33C 11,33C T 3 13,67B 13,50B 14,83B 14,67B 15,33B 15,50B 15,67B 15,00B 14 00B 14,00B T 4 16,33A 15,50A 17,33A 16,83A 17,83A 17,83A 18,00A 17,50A 16,17A 16,17A Keterangan: Angka Yang Diikuti Oleh Huruf Yang Sama Pada Kolom Yang Sama Tidak Berbeda Nyata Pada Uji Beda Nyata Terkecil taraf 1% Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama sampai pengamatan terakhir perlakuan perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya Rata- rata jumlah pupa yang dihasilkan yaitu T1 (96,34); T2 (122,1); T3 (146,84); T4 (169,46)., Pada perlakuan TI (13 % ) menghasilkan jumlah populasi larva yang terendah bila dibandingkan dengan dengan perlakuan T4 (19 %) hal ini disebabkan karena perkembangan dari telur larva pada perlakuan T4 jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga jumlah pupa yang dihasilkan pada T4 lebih banyak dari perlakuan lainnya.

37 Jumlah pupa Pengamatan T1 T2 T3 T4 Gbr: 3. Grafik Jumlah Pupa Pengamatan Dari Grafik dapat dilihat bahwa jumlah rataan pupa tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-6 dan pada pengamatan ke-7 pada perlakuan T4 karena pada pengamatan ini stadia larva sudah banyak yang berubah menjadi pupa, sedangkan jumlah pupa terendah terdapat pada pengamatan ke 1 dan ke-2 ini disebabkan karena pada pengamatan ke-1 dan ke-2 stadia larva belum banyak yang berubah menjadi pupa, Karena untuk menjadi pupa hama ini membutuhkan ± 21 hari.

38 4. Rataan Jumlah Imago Tabel 4. Rataan Jumlah Imago Pada Pengamatan hari, 8 Minggu Setelah Aplikasi. Pengamatan Perlakuan T 1 7,83D 7,83D 8,67D 8,67D 8,50D 8,50D 8,67D 8,67D 9,50D 9,50D T 2 10,33C 10,33C 11,17C 11,17C 12,00C 12,00C 12,17C 12,17C 10,33C 10,33C T 3 12,67B 12,50B 13,50B 13,67B 14,50B 14,50B 14,67B 14,67B 13,00B 13,00B T 4 15,33A 14,67A 15,83A 15,83A 16,83A 16,83A 17,00A 17,00A 15,17A 15,17A Keterangan: Angka yang Diikuti Oleh Huruf yang Sama Pada Kolom yang Sama Tidak Berbeda Nyata Pada Uji Beda Nyata Terkecil taraf 1% Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa pada pengamatan pertama perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang lainnya masing-masing besar T1 (7,83); T2 (10,33); T3 (12,67); T4 (15,33). Pada perlakuan TI (13 % ) menghasilkan jumlah populasi imago yang terendah bila dibandingkan dengan dengan perlakuan T4 (19 %) hal ini disebabkan karena L.serricorne lebih tertarik dan pertumbuhan populasinya lebih tinggi pada bahan simpan yang mempunyai kadar air yang tinggi dibandingkan dengan bahan simpan yang kadar airnya rendah hal ini yang menyebabkan L.serricorne lebih tertarik pada bahan simpan yang mempunyai kadar air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Dharmaputra dkk (1997) yang menyatakan hama bahan simpan dari ordo coleoptera lebih tertarik dan pertumbuhan populasinya lebih tinggi pada bahan simpan yang mempunyai kadar air yang tinggi dibandingkan dengan bahan simpan yang kadar airnya rendah.

39 Jumlah imago T1 T2 T3 T Pengamatan Gambar 4: Grafik Jumlah Imago Pengamatan Dari Grafik dapat dilihat bahwa rataan jumlah imago tertinggi terdapat pada pengamatan minggu ke-7 dan 8 hal ini disebabkan karena pada pengamatan yang ke-7 dan 8 pupa sudah banyak menjadi imago, sedangkan pada pengamatan yang ke 9 dan 10 persentase jumlah imago menjadi menurun hal ini disebabkan karena sebagian imago mati. dan rataan jumlah imago terendah terdapat pada pengamatan minggu ke- 1 dan ke- 2 hal ini disebabkan karena pada pengamatan ini stadia pupa belum banyak yang menjadi imago karena, dari stadia pupa menjadi imago di butuhkan waktu 10 sampai 14 hari.

40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Rataan jumlah telur tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (19%) sebesar 19,17% dan terendah pada perlakuan T1 (13%) sebesar 11, Rataan jumlah larva tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (19%) sebesar 16,33% dan terendah pada perlakuan T1 (13%) sebesar 8,67 3. Rataan jumlah pupa tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (19%) sebesar 16,17 % dan terendah pada perlakuan T1 (13%) sebesar 10, Rataan jumlah imago tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (19%) sebesar 15,17 % dan terendah pada perlakuan T1 (13%) sebesar 9, Kadar air berpengaruh terhadap perkembangan populasi hama L. serricorne. Saran Perlu dilakukan penelitian pada pengaruh tingkat kelembaban pada tempat penyimpanan yang berbeda terhadap perkembangan hama L. serricorne.

41 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A dan Soedarmanto, Budidaya Tembakau. CV Yasa Guna., Malang. Akehurt, B., Tobacco. Longman, Inc, New York. Anonim, 2007 a. Ekologi Hama Pasca Panen. Diakses dari 123tripod.com/ekologi_hama_pascapanen.htm, 2007 b. Drugstore beet Side, View, larva. Diakses dari c. Hama Pasca Panen, Pendahuluan. Diakses dari tripod.com/ekologi_hama_pascapanen.htm., 2007 d. Peningkatan nilai tambah komoditas Indonesia dengan pengembangan inidkasi geografis, komoditas tembakau. Diakses dari e. Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Tembakau. Penebar Swadaya, Jakarta., 2000 f. Tembakau Teman. Balai Penelitian Tembakau dan tanaman Serat, Malang., 2007 g. Cigarette beetle. Diakses dari urban/stored/cigarette.beetle.ht, 2007 h. Lasioderma sericorrne. Diakses dari osu.edu/hygfact/2000/2083.html. Cahyono, B, Tembakau, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta. Erwin, Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli, PTPN II, Medan. Jurgen and Werner, Disease Pests and Weeds in Tropikal crops. Kalshoven, L.G.E., Pest of Crops in Indonesia. Ikhtiar baru Van hoeve, Jakarta. Kartasapoetra, Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang, Rineka Cipta, Jakarta.

42 Matnawi, H., Budidaya Tembakau Bawah Naungan. Kanisius, Yogyakarta. Rian, L., Post Harvest Tobacco Infestation Control. Chapmann & Hall, New York. Subiyakto, Hama Tembakau Deli dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang. Soedarmanto, Budidaya Tembakau. CV. Yasaguna. Wagiman,V.P.F.X., dan Koeswari Ananda, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. UGM Press. Yongyakarta. Zulnayati, Suzana S., dan Yuswani P., Patologi Benih dan Hama Pasca Panen. USU Press. Medan.

43 Lampiran BAGAN PENELITIAN I IV VI I V III T3 T2 T1 T4 T2 T3 T1 T4 T3 T1 T4 T2 T4 T3 T2 T3 T1 T4 T2 T1 T4 T2 T3 T1

44 Lampiran Alat Pengukur Kadar Kadar Air Daun Tembakau Gbr. Aqua boy

45 Lampiran Poto Tempat Penelitian berlangsung

46 Lampiran 45. Gambar L. serricorne Telur Larva Imago Pupa

47 Lampiran Siklus hidup L. serricorne 4-6 hr 30 hari hari

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG

PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG PENGARUH PERANGKAP WARNA BERPEREKAT DAN AROMA REMPAH UNTUK MENGENDALIKAN HAMA GUDANG Lasioderma serricorne F. (Coleoptera: Anobiidae) DI GUDANG TEMBAKAU SKRIPSI OLEH: SITI RAHAYU 080302032 Hama dan Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Gudang Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae) Kumbang L. serricorne meletakkan telurnya secara tertutup pada bahan (tembakau) simpan. Telur diletakkan satu persatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

ANCAMAN Lasioderma serricorne PADA GUDANG TEMBAKAU

ANCAMAN Lasioderma serricorne PADA GUDANG TEMBAKAU ANCAMAN Lasioderma serricorne PADA GUDANG TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Gangguan OPT masih menjadi topik yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA

KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA KEMAMPUAN Actinote anteas Doub. (Lepidoptera:Nymphalidae) SEBAGAI SERANGGA PEMAKAN GULMA SKRIPSI M. ISNAR REZA 060302015 HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dibawa oleh Bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke XVI. Menurut Rumphius,

PENDAHULUAN. dibawa oleh Bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke XVI. Menurut Rumphius, PENDAHULUAN Latar Belakang Tembakau dibudidayakan oleh orang India pada saat menemukan Amerika. Kata tembakau berasal dari kata tobacco, nama pipa yang digunakan oleh orang Indian untuk merokok. Tanaman

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT

SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI / HPT EFEKTIFITAS TUNGAU MESOSTIGMATA TERHADAP IMAGO PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : SITI HARDIANTI WAHYUNI 070302030 / HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATRA UTARA M E D A N UJI EFEKTIFITAS JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. DAN Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT REBAH SEMAI (Phytium spp.) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabaccum L.) DI PEMBIBITAN. SKRIPSI OLEH:

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI

UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI UJI BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP PENGENDALIAN KUMBANG BERAS (Sitophylus oryzae) (Coeloptera: Curculionidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH VOLTRA SIJABAT 050302002 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT

BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT BIOLOGI HAMA KUMBANG PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) PADA MEDIA BATANG DAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH : AHMAD SEJAHTRA 070302031

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA TUNGAU PARASIT (Arachnida:Parasitiformes) TERHADAP PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera:Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : FAZARIA HANUM NASUTION

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada xvi TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA

PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA 1 PERKEMBANGAN POPULASI SIPUT SETENGAH CANGKANG (Parmarion sp.) DAN UMUR TANAMAN TERHADAP KERUSAKAN DAN PRODUKSI KUBIS BUNGA SKRIPSI OLEH: DHIKY AGUNG ENDIKA 060302029 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.)

UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.) UJI DAYA TUMBUH BIBIT TEBU YANG TERSERANG HAMA PENGGEREK BATANG BERGARIS (Chilo sacchariphagus Bojer.) SKRIPSI OLEH : IIN SUWITA 070302020 HPT DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Ika Ratmawati, SP. POPT Ahli Muda Pendahuluan Alunan lagu nyiur hijau menggambarkan betapa indahnya tanaman kelapa yang berbuah lebat dan melambaikan nyiurnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN ( Arenga pinnata Merr.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR SKRIPSI OLEH : MANAHAN BDP Pemuliaan Tanaman

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN ( Arenga pinnata Merr.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR SKRIPSI OLEH : MANAHAN BDP Pemuliaan Tanaman RESPON PERTUMBUHAN BIBIT AREN ( Arenga pinnata Merr.) TERHADAP PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR SKRIPSI OLEH : MANAHAN 080307056 BDP Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: JOGI HENDRO SIAHAAN/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

SKRIPSI. Oleh: JOGI HENDRO SIAHAAN/ AGROEKOTEKNOLOGI-BPP PENGARUH MEDIA TANAM TOP SOIL, DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG DAN KOMPOS JERAMI PADI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI Oleh: JOGI HENDRO SIAHAAN/ 100301068 AGROEKOTEKNOLOGI-BPP

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. divisi Spermatophyta dengan subdivisi Angiospermae dengan kelas

TINJAUAN PUSTAKA. divisi Spermatophyta dengan subdivisi Angiospermae dengan kelas TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tembakau termasuk golongan tanaman semusim, dalam dunia pertanian tergolong dalam tanaman perkebunan. Tembakau diklasifikasikan sebagai berikut divisi Spermatophyta dengan

Lebih terperinci

UJI PATOGENITAS JAMUR

UJI PATOGENITAS JAMUR UJI PATOGENITAS JAMUR Metarhizium anisopliae DAN JAMUR Cordyceps militaris TERHADAP LARVA PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : WIRDA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh: PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BEBERAPA GENOTIP DAN VARIETAS JAGUNG DENGAN METODE PENGENDALIAN GULMA YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh: JOSEF EDISON LUMBANTORUAN 090301095/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 UJI EFEKTIVITAS BEBERAPA INSEKTISIDA NABATI TERHADAP ULAT TRITIP (Plutella xylostella L.) DAN ULAT KROP (Crocidolomia binotalis Zell.) PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea L.) SKRIPSI OLEH : HESTINA BR

Lebih terperinci

DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI

DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI DOSIS PUPUK CAIR ANORGANIK DAN JARAK TANAM BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L. var. TUK TUK ) ASAL BIJI SKRIPSI Oleh: FERDINANTA SEMBIRING 040301053 BDP/AGRONOMI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya Produksi gula nasional Indonesia mengalami kemerosotan sangat tajam dalam tiga dasawarsa terakhir. Kemerosotan ini menjadikan Indonesia yang pernah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera spp.) (Diptera:Tephritidae) PADA TANAMAN TOMAT ( Solanum lycopersicum Mill.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI OLEH :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH PEMBERIAN FUNGISIDA BOTANI TERHADAP INTENSITAS PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH: NOVA FRYANTI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Nicotianae ; Genus : Nicotiana; Species : Nicotiana tobacum dan Nicotiana rustika

TINJAUAN PUSTAKA. : Nicotianae ; Genus : Nicotiana; Species : Nicotiana tobacum dan Nicotiana rustika TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tembakau Rakyat termasuk dalam Famili solanaceae, dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut : Class : Dicotyledoneae; Ordo : Personatae; Famili Solanaceae; Sub Familia

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays Saccharata Sturt) TERHADAP PEMBERIAN LIMBAH KOPI DAN TEPUNG DARAH SAPI SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays Saccharata Sturt) TERHADAP PEMBERIAN LIMBAH KOPI DAN TEPUNG DARAH SAPI SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays Saccharata Sturt) TERHADAP PEMBERIAN LIMBAH KOPI DAN TEPUNG DARAH SAPI SKRIPSI OLEH : BOSCO P. SIHOTANG 040301036 DEPARTEMEN BUBIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU AIR MADU DELI HIJAU (Syzgizium samarangense) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU AIR MADU DELI HIJAU (Syzgizium samarangense) SKRIPSI OLEH : PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TANAM DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JAMBU AIR MADU DELI HIJAU (Syzgizium samarangense) SKRIPSI OLEH : FRANS JULIANTA KARO-KARO 100301151 BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK

SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK UJI EFEKTIFITAS Corynebacterium DAN DOSIS PUPUK K TERHADAP SERANGAN PENYAKIT KRESEK (Xanthomonas campestris pv oryzae) PADA PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH : ADE CHRISTIAN MANIK 050302018

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI

PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI PENGARUH PEMATAHAN DORMANSI TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN MUCUNA (Mucuna bracteata D.C) SKRIPSI Oleh: AINUL FAHRIN SIREGAR 050301028 BDP-AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

KORELASI POPULASI Sitophylus oryzae Linn.(Coleoptera:Curculionidae) DENGAN BEBERAPA FAKTOR PENYIMPANAN BERAS BULOG DI MEDAN

KORELASI POPULASI Sitophylus oryzae Linn.(Coleoptera:Curculionidae) DENGAN BEBERAPA FAKTOR PENYIMPANAN BERAS BULOG DI MEDAN KORELASI POPULASI Sitophylus oryzae Linn.(Coleoptera:Curculionidae) DENGAN BEBERAPA FAKTOR PENYIMPANAN BERAS BULOG DI MEDAN SKRIPSI OLEH : PULUNGAN SIBUEA 050302045/HPT DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Gliocladium virens Miller UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN PENYAKIT Fusarium oxysporum f. sp. passiflora PADA PEMBIBITAN MARKISA DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: SULASTRY SIMANJUNTAK

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH :

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SKRIPSI OLEH : RIAN EKO PRADANA / 110301061 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055 BDP-AGRONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMANYA INOKULASI

PENGARUH LAMANYA INOKULASI PENGARUH LAMANYA INOKULASI Sturmiopsis inferens Town (Diptera: Tachinidae) TERHADAP JUMLAH INANG Phragmatoecia castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : TETRA FEBRYANDI SAGALA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM

PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM PENGGUNAAN BEAUVERIA BASSIANA DAN BACILLUS THURINGIENSIS UNTUK MENGGENDALIKAN Plutella xylostella L. (Lepidoptera: Plutellidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : RIA FEBRIKA 080302013 HPT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH JENIS PERANGKAP SINTETIS UNTUK MENGENDALIKAN HAMA KUTU PUTIH Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN TEMBAKAU DELI (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI OLEH: MAIMUNAH R. NASUTION

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar 4 TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) Asal-usul Pepaya Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba yang diduga berasal dari Amerika Tropis, diantaranya Meksiko dan Nikaragua. Penyebaran tanaman pepaya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 UJI EFEKTIFITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN Steinernema spp. SEBAGAI PENGENDALI PENGGEREK PUCUK KELAPA SAWIT (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera : Scarabaidae) DI LABORATORIUM SKRIPSI Oleh : SELLY KHAIRUNNISA

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH POPULASI DAN SAAT INVESTASI HAMA LARVA Plutella xylostella L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae L.

PENGARUH JUMLAH POPULASI DAN SAAT INVESTASI HAMA LARVA Plutella xylostella L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae L. PENGARUH JUMLAH POPULASI DAN SAAT INVESTASI HAMA LARVA Plutella xylostella L. PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KAILAN (Brassica oleraceae L.) Aldofus Barto 1), M. Adri Budi S 1), Juli Rahaju 1). ¹) Wisnuwardhana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) Kebanyakan orang sudah mengenal tanaman jarak karena tanaman ini mudah tumbuh dan berkembang di mana-mana, akan tetapi pemahaman jenis tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan. Tembakau dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pembuatan rokok. upacara-upacara keagamaan mereka. Colombus pertama kali mengetahui

PENDAHULUAN. pangan. Tembakau dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pembuatan rokok. upacara-upacara keagamaan mereka. Colombus pertama kali mengetahui PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tembakau termasuk golongan semusim. Dalam dunia pertanian tergolong tanaman perkebunan, tetapi bukan merupakan kelompok tanaman pangan. Tembakau dimanfaatkan daunnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L. PENGARUH PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI DENGAN BEBERAPA CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI (Oryza sativa L.) METODE SRI SKRIPSI OLEH : ADIFA OLAN I. SIMATUPANG 040301004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Bawang merah telah dikenal dan digunakan orang sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Dalam peninggalan

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI OLEH : DESMAN KARIAMAN TUMANGGER Universitas Sumatera Utara PENGARUH KERAPATAN Trichoderma harzianum TERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) SKRIPSI OLEH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci