BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Neutrofil Definisi Neutrofil Neutrofil adalah sel darah putih yang memiliki masa hidup yang pendek beredar. Neutrofil meninggalkan pembuluh darah dan bergerak ke tempat infeksi, menyusul gradien kemotaktik yang dihasilkan oleh sinyal mikroba atau endogen. Di lokasi inflamasi, neutrofil "diaktifkan" untuk melakukan beberapa tugas, termasuk sekresi sitokin, degranulasi, dan fagositosis. Neutrofil adalah jenis fagosit yang menelan dan mencerna bakteri. Proses ini sangat penting karena neutrofil adalah salah satu dari garis pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi. Neutrofil dapat mencegah atau mengandung infeksi dengan melakukan perjalanan ke tempat infeksi di mana mereka fagositosis dan menghancurkan penyusup karena penurunan jumlah neutrofil bisa mengakibatkan peningkatkan risiko infeksi. Neutrofil memiliki dua karakteristik morfologi khas yaitu bentuk inti granul sitoplasma (Gambar 2.1.). Inti dari neutrofil dibagi menjadi 3-5 lobulus, maka nama alternatif adalah "polimorfonuklear". Granul adalah vesikel khusus yang mengandung beban tertentu, termasuk banyak molekul toksik. Butiran kanonis diklasifikasikan menjadi empat kelompok menurut isinya adalah primer atau azurophilic, sekunder atau spesifik, dan tersier atau gelatinase, serta vesikel sekretorik. Eosinofil, basofil, dan sel mast juga memiliki butiran yang sama dengan neutrofil,jadi,mereka membentuk sebagain kelompok "granulosit"(brinkmann, Zychlinsky,2012). Jumlah neutrofil normal di dalam darah pada bayi yang baru lahir umumnya tinggi ( /ml), dan menurun pada umur 1 minggu. Setelah umur 6 bulan, jumlah neutrofil berkisar antara sel/ml,peristiwa perubahan leukosit dan neutrophil ditunjukan dalam ( Tabel 2.1). Kegagalan mempertahankan jumlah neutrofil yang normal dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu kelainan perkembangan sumsum tulang dan pelepasan leukosit di sirkulasi darah, penurunan lama hidup lekosit di sirkulasi darah, atau kombinasi dari kedua mekanisme tersebut (Segel, Halterman, 2013)

2 Tabel 2.1 Jumlah leukosit dan neutrofil normal menurut umur Umur Jumlah leukosit Jumlah Neutrofil (Rata-rata) (kisaran) (Rata-rata) (kisaran) % Birth 18.1 ( ) 11.0 ( ) Jam 22.8 ( ) 15.5 ( ) jam 18.9 ( ) 11.5 ( ) 61 1 minggu 12.2 ( ) 5.5 ( ) 45 2 minggu 11.4 ( ) 4.5 ( ) 40 1 bulan 10.8 ( ) 3.8 ( ) 35 6 bulan 11.9 ( ) 3.8 ( ) 32 1 tahun 11.4 ( ) 3.5 ( ) 31 2 tahun 10.6 ( ) 3.5 ( ) 33 4 tahun 9.1 ( ) 3.8 ( ) 42 6 tahun 8.5 ( ) 4.3 ( ) 51 8 tahun 8.3 ( ) 4.4 ( ) 53 10tahun 8.1 ( ) 4.4 ( ) tahun 7.8 ( ) 4.4 ( ) tahun 7.4 ( ) 4.4 ( ) 59 Sumber: Segel, Halterman, 2013

3 Gambar 2.1. : Neutrofil Sumber : Brinkmann,Zychlinsky, Pembentukan Neutrofil Sel induk hematopoietik adalah sel pluripotent yang mampu replikasi diri dan diferensiasi. Sel induk berkomitmen mampu berkembang menjadi mieloblas terbentuk dari multipoten sel induk hematopoietik. Pertama 3 tahap morfologis dalam pengembangan neutrofil matang mampu replikasi. Kemudian tahap pembangunan neutrofil hanya menjalani differensasi sel. Sel-sel perwakilan di 3 tahap pertama adalah mieloblas, promyelocytes, dan mielosit. (Nader,2013) Tahap Myeloblast pembangunan neutrofil Sel myeloblast memiliki inti besar, bulat atau oval, dan memiliki sejumlah kecil sitoplasma. Tidak ada kondensasi kromatin diamati, dan 25 nukleolus hadir. Tidak ada butiran terdapat pada sitoplasma pada tahap ini (Nader,2013) Tahap Promyelocyte pembangunan neutrofil Sel promyelocyte lebih besar dari myeloblast tersebut. Inti bulat atau oval, dan kromatin nuklir menyebar, seperti di myeloblast tersebut. Nukleolus cenderung menjadi kurang menonjol sebagai sel berkembang. Butiran azurophilic atau primer muncul pada tahap ini, tapi butiran sekunder belum hadir. Butiran primer bertunas dari permukaan cekung kompleks Golgi (Nader,2013) Tahap mielosit pembangunan neutrofil

4 Pada tahap mielosit, butiran-butiran sekunder muncul. Butiran ini lebih kecil dari butiran primer dan mewarnai berat untuk glikoprotein. Latar belakang yang groundglass merah muda, yang merupakan glikoprotein itu, diobservasi ketika sel diwarnai. Butiran sekunder muncul dari permukaan cembung kompleks Golgi. The mielosit inti eksentrik dan bulat atau oval. Kromatin nuklir kasar. Nukleolus lebih kecil dan kurang menonjol dalam tahap mielosit bila dibandingkan dengan tahap promyelocyte. Pembentukan granul utama terbatas pada tahap promyelocyte. Dengan setiap pembelahan sel berikutnya, jumlah butiran primer menurun. Dalam neutrofil matang, rasio butiran sekunder untuk butiran utama pada manusia adalah sekitar 2-3: 1 ( Nader,2013) Fungsi Neutrofil Penelitian oleh Nwakoby et al. (2001) menunjukkan bahwa neutrophilia ini paling sering terlihat pada pasien yang menderita infeksi atau peradangan. Sel-sel neutrofil akan menjadi sel pertama yang tiba di lokasi kerusakan atau masalah. Sekitar 100 miliar neutrofil dapat dihasilkan selama satu hari. Jadi neutrofil dianggap sebagai mekanisme pertahanan utama. Gambar 2.2 menunjukkan aksi neutrofil sebagai fagosit.

5 Gambar 2. 2 Mekanisme pertahanan sel neutrofil sebagai fagosit Sumber: Bolyard et al., Neutrofil memberikan garis pertahanan pertama dari sistem imunitas tubuh bawaan oleh fagositosis, membunuh, dan mencerna bakteri dan jamur. Membunuh sebelumnya diyakini dilakukan dengan oksigen radikal bebas dan spesies oksigen reaktif lainnya yang dihasilkan oleh oksidase NADPH (Nicotinamide adenine dinucleotide phosphate), dan oleh halida teroksidasi diproduksi oleh myeloperoxidase. Oksidase pompa elektron ke vakuola fagositosis, sehingga mendorong biaya melintasi membran yang harus dikompensasi. Pergerakan kompensasi ion menghasilkan kondisi kondusif di vakuola untuk membunuh mikroba dan pencernaan oleh enzim yang akan dilepaskan ke vakuola dari butiran sitoplasm (Segal, 2005). Hal ini ditunjukkan dalam Gambar 2.3. Jadi, ketika peradangan terjadi tempat ini akan menyebabkan stimulasi langsung atau tidak langsung dari sumsum tulang yang akan menyebabkan peningkatan jumlah neutrofil dalam darah. Neutrofil matang akan hidup dalam waktu singkat (yaitu 6-10 jam) dan kemudian mereka akan mati dengan proses yang disebut apoptosis. Tetapi ada beberapa faktor yang akan menyebabkan peningkatan masa hidup sel-sel neutrofil yang

6 meliputi granulocyte-colony factor stimulasi (G-CSF), granulocyte-macrophage factor stimulasi koloni (GM-CSF), interleukine-2, interferon gamm, tumor necrosis factor (TNF) dan glukokortikoid. Sementara di sisi lain, ada beberapa bahan seperti generasi oksida nitrat endogen dan eksogen akan menghancurkan neutrofil atau merangsang neutrofil apoptosis (Nwakoby et al., 2001). Gambar 2.3 : Proses Apoptosis: Sebuah gambar menunjukkan darah normal sementara gambar B menunjukkan apoptosis yang menyebabkan neutropenia. Sumber : Nwakoby et al., Neutropenia Definisi Neutropenia Neutropenia didefinisikan sebagai penurunan jumlah neutrofil di dalam sirkulasi. Neutropenia dapat dicirikan sebagai neutropenia ringan dengan ANC(Absolute Neutrophil Count) dari / mcl (1.0 to 1.5 x 10 9/ L), neutropenia moderat dengan ANC dari / μ L ( 0.5 to 1.0 x 10 9 /L ); atau neutropenia berat dengan ANC < 500 /μl. Stratifikasi ini membantu dalam memprediksi risiko infeksi piogenik dengan pasien neutropenia berat memiliki peningkatan kerentanan yang signifikan terhadap infeksi yang mengancam jiwa, pasien yang memiliki neutropenia terkait dengan toksisitas kemoterapi. Jenis neutropenia dapat dicatat ketika CBC ( Complete Blood Count ) dilakukan terhadap bayi baru lahir yang sakit, anak demam, anak minum obat kronis, atau sebagai bagian dari evaluasi rutin. Kondisi turun-temurun yang parah seperti sindrom Kostmann dan sindrom imunodefisiensi tertentu yang berkaitan dengan neutropenia jarang, mungkin 1 per , dan lebih mungkin untuk menyajikan pada neonatus dan bayi. Sejumlah kondisi

7 neutropenia yang diturunkan berhubungan dengan anomali kongenital lainnya, seperti displastik jempol pada anemia Fanconi, albinisme pada sindrom Chediak-Higashi, dan dwarfisme di rambut tulang rawan atau sindrom Shwachman-Diamond (Segel, Halterman, 2013) Etiologi Neutropenia Neutropenia akut berkembang selama beberapa hari dan sering terjadi jika penggunaan neutrofil banyak dan produksinya terganggu. Neutropenia kronis yang berlangsung beberapa bulan atau tahun bisa timbul dari berkurangnya produksi, peningkatan penghancuran, atau penyerapan neutrofil di limfa. Neutropenia muncul sebagai faktor ekstrinsik sekunder untuk sel myeloid sumsum yang umum terjadi gangguan yang diperoleh dari sel progenitor myeloid. Cacat intrinsik sangat jarang mempengaruhi proliferasi dan pematangan sel progenitor myeloid. Obat merupakan salah satu penyebab paling umum gejala neutropenia. Insiden neutropenia akibat obat meningkat secara dramatis, 10% kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan mayoritas kasus di antara orang dewasa di atas usia 65 tahun. Drug-induced neutropenia memiliki beberapa mekanisme yang mendasari (Immune-mediated, beracun, reaksi hipersensitivitas) yang berbeda dari neutropenia berat yang diduga terjadi setelah pemberian obat kanker Cyto reductive atau radioterapi ( Boxer L.A, 2012). 2.3 Demam Definisi Demam Penigkatan suhu tubuh dari kadar normal. Suhu tubuh normal adalah, dari 36,1 C sampai 37,2 C. Kebanyakan orang dewasa mempunyai suhu oral di atas 38 C. Sedangkan pada suhu rektal atau telinga di atas 38,3 C dianggap demam. Seorang anak mengalami demam jika memiliki suhu rektal sebesar 38 C atau lebih tinggi ( Staff, 2013). Kisaran suhu oral 33,2-38,2 derajat C, rektum : 34,4-37,8 C, telinga : C dan aksila : 35,5-37,0 C. Kisaran suhu oral untuk pria dan wanita, masing-masing, adalah ,7 dan 33,2-38,1 C, di dubur 36,7-37,5 dan 36,8-37,1 C, dan timpani 35,5-37,5 dan 35,7-37,5 C. Kisaran suhu tubuh normal perlu disesuaikan, terutama untuk nilai yang

8 lebih rendah. Ketika menilai suhu tubuh penting untuk menentukan tempat pengukuran dan jenis kelamin dalam pertimbangan (Levander, 2002) Patofisiologi Demam Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi kepada dua yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Pirogen eksogen telah terbukti menginduksi produksi sitokin pro-inflamasi, seperti interleukin 1β (IL-1β) dan 6 (IL-6), interferon (INF) -α, dan tumor necrosis factor (TNF).Seterusnya, yaitu masuk ke sirkulasi hipotalamus, merangsang pelepasan prostaglandin lokal dan mengulang setpoint termal hipotalamus. Tindakan sitokin pirogenik dapat ditentang oleh sitokin lainnya seperti zat arginin vasopressin, IL-10, glukokortikoid dan melanosit-stimulating hormone, yang semuanya memiliki sifat antipiretik, sehingga dapat membatasi magnitud dan durasi demam. TNF telah terbukti memiliki sifat pirogenik dan antipiretik, tergantung pada kondisi percobaan. Pada akhirnya, jumlah dari interaksi sitokin pirogenik dan antipiretik berefek kepada derajat dan durasi respon demam ( Dalal, Zhukovsky,2006 )

9 Gambar 2.4 : Patofisiologi Mekanisme Demam Sumber : Dalal,Zhukovsky,2006.

10 2.4 Demam Neutropenia Definisi Demam Neutropenia Demam neutropenia secara umum didefinisikan sebagai kenaikan suhu aksila di atas 38,5 C selama lebih dari satu jam apabila memiliki jumlah neutrofil absolut kurang dari 0,5 x 10 9 / L. Definisi lain juga digunakan seperti 38,0 C selama 1-4 jam. Pada sebagian besar penderita dengan neutropenia, demam mungkin satu-satunya tanda gejala infeksi (Schouten,2006 ) Etiologi Demam Neutropenia Demam sering terjadi selama neutropenia akibat kemoterapi: 10% -50% dari pasien dengan tumor padat dan 80% dari mereka dengan keganasan hematologi akan mengalami demam selama lebih 1 siklus kemoterapi terkait dengan neutropenia. Kebanyakan pasien tidak memiliki dokumentasi etiologi infeksi. 20% -30% klinis infeksi yang didokumentasikan terjadi dari episode demam, tempat umum infeksi jaringan yang berbasis termasuk usus, paru-paru, dan kulit. Bakteremia terjadi pada 10% -25% dari semua pasien, sebagian besar episode yang terjadi dalam pengaturan neutropenia berkepanjangan dalam jumlah (ANC 100 neutrofil/mm3) (Freifeld, 2010). Penyebab terjadinya demam neutropenia pada pasien kanker seperti LLA masih belum jelas, diduga karena infeksi dengan kadar mikrobia yang rendah atau pun karena infeksi jamur atau virus. Bakteri merupakan penyebab terbanyak infeksi pada demam neutropenia, seperti bakteri S. aureus, E. coli, P. aeruginosa, K. pneumoniae dan coagulasenegative staphilococcus merupakan organisme yang banyak ditemukan pada kultur. Pemasangan kateter sentral sering berhubungan dengan infeksi coagulase-negative staphilococcus, S. aureus, dan kadang-kadang bakteria Gram negative, yaitu enterococcus, dan candida.infeksi jamur diderita oleh sekitar 10% semua infeksi pada anak dengan keganasan. Candida menyebabkan 60% infeksi jamur. Disamping keganasan dan terapi yang diberikan, risiko infeksi jamur meliputi mukositis orofaringeal dan gastrointestinal, pemasangan kateter intravaskular yang lama, dan terapi antibakterial spektrum luas. Infeksi virus oportunistik pada penderita keganasan biasanya merupakan reaktivasi dari virus laten. (Segel, Halterman, 2013).

11 Namun, beberapa obat tampaknya memiliki efek toksik langsung pada sel-sel induk sumsum dan prekursor neutrofil dalam kompartemen mitosis. Sebagai contoh, obatobatan seperti antipsikotik, antidepresan, dan kloramfenikol dapat bertindak sebagai racun langsung dalam beberapa individu, berdasarkan pada metabolisme dan kepekaan dengan cara ini. Obat lain mungkin memiliki kombinasi mekanisme imunitas dan nonimmune (Braden, 2004) Epidemiologi Demam Neutropnia Data mengenai epidemiologi demam neutropenia selama kemoterapi untuk kanker anak sangat langka. Data diambil dari studi prospektif yang dilakukan dari Januari 2002 sampai Desember 2004 di Rumah Sakit Anak-anak G. Gaslini, Genoa, Italia, di mana dianalisis untuk mengevaluasi proporsi, tingkat untuk 1000 hari neutropenia, dan etiologi demam pada anak neutropenia menerima lembut, standar, atau darah tepi transplantasi sel (PBSCT) terapi untuk sistem tumor saraf pusat batang. Selama durasi studi, 243 periode neutropenia (granulosit count <1000 / cmm), akuntansi untuk 3544 hari pasien berisiko, yang didokumentasikan dalam 62 anak. Sebanyak 72 episode demam yang diamati pada 66 (27%) periode neutropenia, untuk tingkat 20, 31. Sebuah episode demam primer diamati pada 10% dari periode neutropenia setelah kemoterapi lembut, dalam 30% setelah kemoterapi standar, dan 48% setelah PBSCT (P <0,0001). Tingkat episode demam primer adalah 6.19 setelah kemoterapi lembut, 27,02 setelah pengobatan standar, dan 31,02 setelah PBSCT (P <0,0001). Dalam model regresi multivariabel, jenis kemoterapi (lembut vs standar dan PBSCT) dan ambang granulosit menghitung pada neutropenia onset ( /cmm dan /cmm vs 100/cmm) adalah satu-satunya faktor yang secara signifikan terkait dengan pengembangan febrile neutropenia (Castagnola, 2011). Demam neutropenia merupakan penyebab utama morbiditas, mortalitas, dan biaya pada pasien yang menerima kemoterapi kanker. Dalam penelitian yang berbeda dilaporkan kejadian demam neutropenia tergantung pada rejimen pengobatan, intensitas dosis disampaikan, dan populasi pasien. Risiko awal demam neutropenia tampaknya tertinggi selama siklus pertama kemoterapi terhadap kelompok tertentu yang berisiko tinggi, seperti pada pasien tua dan orang-orang dengan berbagai penyakit. Demam neutropenia disebabkan oleh masalah klinis, ekonomi, dan kualitas hidup pasien. Risiko

12 kematian terkait dengan demam neutropenia terus menjadi relatif tinggi pada pasien dengan keganasan hematologi, pasien dengan penyakit penyerta, dan bakteremia, pneumonia, atau komplikasi infeksi lain yang terkait. Penurunan intensitas dosis kemoterapi yang sering mengikuti sebuah episode dari demam neutropenia mungkin memiliki dampak yang cukup besar pada pengendalian penyakit pada keganasan responsif dan berpotensi dapat disembuhkan. Beban ekonomi demam neutropenia substansial dengan proporsi terbesar dari biaya yang terkait terbatasnya jumlah pasien rawat inap untuk jangka waktu yang lama sebagai akibat dari komorbiditas atau komplikasi (Lyman, Kuderer, 2003) Patofisiologi Demam Neutropenia Pirogen eksogen menyebabkan beberapa sitokin beraktif untuk respon imun, dan menghasilkan demam, tanda dan gejala inflamasi sering dilemahkan atau tidak ada pada pasien neutropenia (Saito, 2013). Gejala klinis neutropenia biasanya bermanifestasi sebagai infeksi, paling sering terjadi pada membran mukosa dengan indikasi demam akibat kemoterapi. Kulit adalah tempat infeksi yang paling umum dan muncul sebagai bisul, abses, ruam, dan menyebabkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Alat kelamin dan perirectal juga terpengaruh. Namun, tanda-tanda klinis yang biasa infeksi ialah termasuk kehangatan lokal dan pembengkakan, mungkin tidak ada, karena ini memerlukan kehadiran sejumlah besar neutrofil..resiko infeksi yang serius meningkat apabila ANC jatuh ke kisaran berat neutropenia (<500 / ul). Durasi dan keparahan neutropenia langsung berkorelasi dengan total kejadian dari semua infeksi dan orang infeksi. Ketika ANC terus-menerus lebih rendah dari 100 sel / ul selama lebih dari 3-4 minggu, kejadian infeksi mendekati 100%. Dalam berkepanjangan neutropenia berat, terjadi infeksi sistem pencernaan dan infeksi paru, seperti halnya sepsis. Namun, pasien dengan neutropenia tidak pada peningkatan risiko untuk infeksi parasit dan virus, karena ini dipertahankan oleh mekanisme imunitas bawaan dan limfosit-dimediasi..kebanyakan episode demam neutropenia terjadi pada pasien yang mengalami gangguan pertahanan tubuh akibat menerima kemoterapi, penyebab lainnya antara lain pasien dengan leukemia akut, sindrom myelodysplastic, atau penyakit lain yang menyebabkan leukopenia. (Braden, 2004).

13 Proses Terjadinya Demam Neutropenia akibat infeksi Neutrofil yang berfungsi sebagai sel fagosit sangat berperan penting dalam sistem imunologis. Keadaan neutropenia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga pasien menjadi mudah terinfeksi. Crawford (2004), menyatakan bahwa bagian yang paling seing terinfeksi ialah di saluran pencernaan, paru-paru, dan kulit, di mana prosedur invasif memberikan laluan untuk pathogen. Ketika neutropenia atau demam neutropenia terjadi pasien akan beresiko infeksi oleh gram positif bakteri, gram negatif bakteri, jamur atau bahkan infeksi virus. Sekitar 60% dari pasien yang terinfeksi dengan gram positif organisme yang meliputi staphylococcus Coagulaes-negatif dan Staphylococcus epidermis dan 30% terinfeksi dengan gram negatif bakteri organisme seperti Escherichia coli, Klebsiella spp. dan Pseudomonas aeruginosa. Sementara 10% dari pasien neutropenia demam terinfeksi oleh infeksi jamur seperti Candida dan Aspergillus. Infeksi jamur dianggap sebagai infeksi sekunder namun juga bisa menjadi infeksi primer jika neutropenia bertahan selama lebih dari 10 hari. Jadi dua kultur darah yang dibutuhkan untuk penyelidikan yang satu untuk bakteri dan yang lainnya untuk jamur. Kultur darah ini harus diambil satu dari kateter vena sentral dan yang lainnya dari vena perifer. Aspirasi tulang dan biopsi juga harus diambil untuk memastikan penyebab utama infeksi (Hassan,2010).Menurut penelitian Alison (2010),Kateter vena sentral merupakan sumber utama infeksi dalaam aliran darah di populasi pasien yang neutropenia yang menghadapi demam akibat infeksi.pusat kateter merupakan tempat utama berlaku kolonisasi dan Sumber infeksi dalam aliran darah. Infeksi dari pusat catheter seperti central line paling umumnya disebabkan oleh kolonisasi bakteri di kulit dan mukosa.invasi bakteri atau mikroorganisme menyebabkan terjadinya demam disebabkan penurunan jumlah neutrofil dalam darah dan tidak ada sistem pertahanan imun tubuh yang efektip, jadi zat pirogen exsogen dari bakteria menyebabkan terjadinya demam lebih mudah Gangguan Imunitas Tubuh Kemoterapi predisposisi pasien kanker dengan infeksi dengan menekan produksi neutrofil akibat efek sitotoksik. Neutrofil adalah garis pertahanan pertama terhadap infeksi sebagai komponen seluler pertama yang respon pada inflamasi dan komponen kunci dari

14 imunitas bawaan. Neutropenia menumpulkan respon inflamasi terhadap infeksi baru muncul, memungkinkan multiplikasi bakteri dan invasi karena neutropenia mengurangi tanda-tanda dan gejala infeksi, demam sering hadir pada pasien dengan neutropenia sebagai satu-satunya tanda infeksi. (Crawford, 2003).Obat kemoterapi menyebabkan kerusakan sumsum tulang oleh efek anti metabolik,yaitu menyebabkan pencegahan sintesis DNA dan RNA sampai menyebabkan kerusakan dan penekanan sumsum tulang yang menyebabkan menurunya produksi neutrofil akibatnya berlaku gangguan imunitas. ( Hassan,2011) Demam neutropenia akibat dari kanker Patofisiologi demam diinduksi oleh tumor disebabkan oleh beberapa mekanisme,seperti pelepasan sitokin dari sel tumor atau infiltrasi sel mononuklear misalnya, tumor necrosis factor dan interleukin-1 nekrosis jaringan tumoral dan menyebabkan terjadinya demam. Tambahan pula, obstruksi saluran berongga atau viskus mengakibatkan infeksi proksimal seperti cholangiocarcinoma yang menyebabkan obstruksi bilier dan dikuti dengan kolangitis supuratif..demam Kanker secara klasik selalu dikaitkan dengan limfoma Hodgkin, tetapi dapat terjadi dalam suasana limfoma non-hodgkin, leukemia, dan tumor padat. Beberapa keganasan padat tertentu yang mengakibatkan demam tumor termasuk kanker sel ginjal denga elaborasi interleukin-6, karsinoma hepatoseluler, karsinoma pankreas, karsinoma bronkogenik, dan tumor otak. Sebuah tumor jinak yang unik yang mungkin hadir dengan demam adalah myxoma atrium, tumor ganas yang melepaskan sitokin yang menyebabkan gejala konstitusional. (Marinella, 2015) Obat dan siklus Kemoterapi Banyak penelitian menunjukkan neutropenia sebagai hasil negatif dari penggunaan obat kemoterapi. Kemunculan neutropenia atau terjadinya adalah terutama dan sangat terkait dengan siklus pertama kemoterapi yang lebih dari yang lain atau siklus berikutnya. Obat kemoterapi akan menyebabkan menipisnya sumsum tulang yang akan menyebabkan pengurangan produksi neutrofil dan akibatnya menyebabkan neutropenia. Selain tingkat keparahan neutropenia juga akan meningkat karena obat-obatan kemoterapi (Hassan, 2011).Gambar 2.5 menunjukkan pembagian sel-sel yang bisa menipis karena efek

15 kemoterapi. Neutropenia ialah sebab yang paling utama terjadinya demam dan yaitu disebabkan oleh obat-obatan dan kemoterapi antikanker. Efek kemoterapi antikanker adalah untuk menekankan setiap pembagian sel aktif kanker, tetapi sebagai hasilnya selsel darah normal dan sumsum tulang juga mempengaruhi efek obatnya. contoh obat kemoterapi yang sangat terkait dengan neutropenia ialah aktinomisin, Asparaginase, Busulfan, Cisplatin, Doksorubisin, Daunorubisin, Etoposide, Fluorouracil, ifosfamid dan Methotrexate. (Lyman, 2005) Gambar 2.5 : Pembentukan semua jenis sel darah dari sel stem Sumber : Bolyard et al., karekteristik demam neutropenia Stratifikasi risiko meliputi faktor-faktor seperti usia tertentu, jenis keganasan, dan faktor pengobatan seperti jenis kemoterapi (Lehrnbecher,2012). Penelitian oleh lyman(2014 ) juga menyatakan faktor jenis kelamin turut terlibat dalam terjadinya demam neutropenia.

16 2.5.1 Usia Usia itu sendiri merupakan faktor risiko umum untuk pengembangan neutropenia berat atau Demam Neutropenia, dan juga dapat dikaitkan dengan karakteristik pasien lain yang mempengaruhi risiko itu. Dalam beberapa penelitian, telah ditemukan bahwa status kinerja yang buruk, sebagai ukuran kelemahan, merupakan faktor risiko yang signifikan. Dengan demikian, usia fisiologis pasien daripada usia kronologis, mungkin menjadi prediktor yang lebih akurat untuk risiko neutropenia (Crawford, 2003) Jenis Kemoterapi Penelitian oleh Asturias(2010) menunjukan bahwa jenis kemoterapi merupakan faktor resiko yang mana menyebabkan penipisan sumsum tulang. Faktor penderita seperti kondisi,kwalitas sumsum tulang dan kemampuan untuk memetabolisme kemoterapi menentukan keparahan demam neutropenia. Penelitian oleh Amman(2010) juga menyatakan hal yang sama bahwa demam neutropenia terjadi akibat obat.kemoterapi sitotoksik yang menekan sistem hematopoietik, merusak mekanisme perlindungan dan membatasi dosis kemoterapi yang dapat ditoleransi (Hassan,2011) Jenis Kelamin Berdasarkan penelitian Crawford (2014) menyatakan jenis kelamin berhubungan dengan terjadinya demam neutropenia dan dia juga telah menemukan bahwa jenis kelamin perempuan merupakan pnderita yang paling sering berhubungan dalam pengembangan demam neutropenia atau rawat inap untuk demam neutropenia Jenis keganasan Pasien dengan keganasan hematologi berada pada risiko lebih besar untuk komplikasi neutropenia daripada Pasien dengan tumor padat karena proses penyakit yang mendasari serta intensitas perawatan yang diperlukan. (Lyman,2005).

17 2.6 Penataklaksaan Demam Neutropenia neutropenia terjadi paling sering pada siklus pertama pengobatan. Pasien yang lebih tua, pasien dengan beberapa penyakit dasar, dan pasien yang sering menerima obat myelotoxic rentan untuk mengembangkan neutropenia dan komplikasinya. Penggunaan myeloid growth factors untuk terapi kemoterapi siklus pertama amat penting untuk pasien yang beresiko demam neutropenia lebih dari 20 persantase. profilaksis granulosit ColonyStimulating Factor (GCSF)untuk pasien yang menerima kemoterapi yang lebih intensif, memiliki kelangsungan kehidupan yang lebih baik, tetapi memiliki resiko sekunder yang lebih tinggi untuk menderita Acute Myloid Leukemia (AML). pengobatan Antibiotik tetap andalan untuk demam neutropenia dan semakin digunakan sebagai profilaksis untuk pasien yang berisko mengahadapi demam neutropenia. Diagnosis dan pengobatan jenis lain dari neutropenia juga terus membaik. ( Dale 2009) a) Antibiotik: Pada pasien yang memiliki demam neutropenia antibiotik spektrum luas akan dimulai di rumah sakit, setelah aman untuk keluar dari rumah sakit antibiotik oral dapat dilanjutkan. b) Colony Stimulating Factors: Seperti filgastrim (GCSF) atau sargramostim (GMCSF), obat ini dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah sel darah putih seseoran. Ini dapat diberikan secara intravena (IV) atau secara injeksi subkutan (SubQ). c) Antipiretik: Setelah sumber demam ditemukan pengobatan antibiotik dimulai untuk membantu meringankan demam itu sendiri dapat digunakan untuk membuat merasa lebih baik. Pada pasien dengan demam yang tidak jelas, dianjurkan bahwa rejimen awal dilanjutkan sampai ada tanda-tanda yang jelas dari pemulihan sumsum; tradisional endpoint merupakan Absolute Neutrophil Count (ANC) meningkat melebihi 500 sel / mm3. jika kursus perawatan yang tepat telah selesai dan semua tanda-tanda dan gejala infeksi

18 didokumentasikan telah diselesaikan, pasien yang tetap neutropenia dapat melanjutkan lisan fluorokuinolon profilaksis sampai pemulihan sumsum (Freifeld, 2010) Sebuah obat sintetis yang merangsang produksi sumsum tulang neutrofil (recombinant human granulocyte colony stimulating factor ([rhgcsf]) telah digunakan untuk mengobati neutropenia kronis yang parah. Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi jangka panjang dapat meningkatkan jumlah neutrofil ke kisaran normal di sebagian besar individu, sehingga mengurangi infeksi dan gejala yang terkait lainnya. Evaluasi yang cermat sebelum mulai terapi tersebut dan pengamatan berkelanjutan selama terapi sangat penting untuk menjamin keamanan jangka panjang dan efektivitas pengobatan seperti pada individu dengan neutropenia kronis yang parah. ( Boxer, 2012) meskipun banyak dari prinsip-prinsip manajemen yang dikembangkan untuk pasien dengan leukemia akut, meningkatnya penggunaan kemoterapi sitotoksik pada pasien dengan limfoma dan solid tumor telah meningkatkan jumlah pasien yang memiliki neutropenia dan yang berisiko terinfeksi.meskipun bahkan pasien yang memiliki neutropenia untuk kurang dari seminggu bisa menjadi demam dan membutuhkan terapi antibiotik empiris, mereka umumnya merespon segera, jika tidak ada penyebab infeksi diidentifikasi, program disingkat pengobatan cukup, terutama jika terbukti setelah terapi dimulai. ( Pizzo, 1993) Rekombinan manusia granulocyte colony- stimulating factor (RG- CSF).G - CSF adalah sitokin utama yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan neutrofil di sumsum tulang. Suatu bentuk rekombinan dari G - CSF ( filgrastim ; r - methug - CSF ) tersedia secara komersial. Filgrastim memiliki efek farmakologi yang sama endogen manusia G - CSF ; meningkatkan aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi sel progenitor neutrofil dan meningkatkan fungsi neutrofil matang. Yang menghasilkan peningkatan granulopoiesis tanpa mengurangi paruh neutrofil. Akibatnya, menghasilkan peningkatan dosis tergantung di jumlah neutrofil absolut ( ANC ) dan berhubungan dengan penurunan kejadian, durasi, dan beratnya neutropenia. (Bhatt,2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neutropenia merupakan komplikasi yang sering terjadi selama kemoterapi yaitu 20-40 % pada solid tumor dan 50-70 % pada keganasan hematologi. Durasi dan keparahan neutropenia

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi 1. Definisi Swamedikasi Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Limfoma Limfoma merupakan kanker pada sistem limfatik. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit heterogen dan bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis utama: Limfoma Hodgkin dan limfoma Non-Hodgkin. Limfoma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Biaya perawatan yang mahal, angka kematian dan

Lebih terperinci

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini masih menjadi masalah serius di dunia kesehatan. Stroke merupakan penyakit pembunuh nomor dua di dunia,

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA IMUNODEFISIENSI PRIMER TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA 1 IMUNODEFISIENSI PRIMER Imunodefisiensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui sebagai penanda penyakit (Nelwan, 2006). Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units

BAB I mengalami komplikasi karena infeksi ini (WHO, 2012). Prevalensi tertinggi infeksi nosokomial terjadi di Intensive Care Units BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pseudomonas aeruginosa dikenal sebagai bakteri yang sering menimbulkan infeksi, khususnya pada pasien imunokomprimis, penderita HIV, dan berperan pada infeksi paru kronis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif, anaerob dan mikroaerofilik yang berkolonisasi di area subgingiva. Jaringan periodontal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun dari mikroorganisme di dalam darah dan munculnya manifestasi klinis yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) & Acquired Immunodeficieny Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. pemeriksaan kultur darah menyebabkan klinisi lambat untuk memulai terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Deteksi dini bakteremia memfasilitasi inisiasi terapi antimikroba, mengurangi morbiditas dan mortalitas, dan mengurangi biaya kesehatan hal ini menjadi tujuan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga pada bulan Desember 2012 - Februari 2013. Jumlah sampel yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN Penyakit Leukimia TUGAS 1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah Editor : LUPIYANAH G1C015041 D4 ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Leukemia Mieloid Akut (LMA) adalah salah satu kanker darah yang ditandai dengan transformasi ganas dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid. Bila

Lebih terperinci

Bila sumsum tulang muzik merespon keradangan atau jangkitan, sebahagian besar sel leukosit PMN.

Bila sumsum tulang muzik merespon keradangan atau jangkitan, sebahagian besar sel leukosit PMN. Leukositosis Leukositosis, ditakrifkan sebagai jumlah sel darah putih lebih besar dari 11.000 pada MM3 (11 X 109 pada L), sering dijumpai dalam proses ujian makmal rutin. Sebuah jumlah sel darah putih

Lebih terperinci

leukemia Kanker darah

leukemia Kanker darah leukemia Kanker darah Pendahuluan leukemia,asal kata dari bahasa yunani leukos-putih,haima-darah. leukemia terjadi ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan menggangu pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen

BAB I PENDAHULUAN. Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cyclophosphamide merupakan alkylating agent dari golongan nitrogen mustard dalam kelompok oxazophorin. Metabolit dari cyclophosphamide, phosphoramide mustard, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit

Lebih terperinci

Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK

Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Keberadaan zat-zat beracun dari asap rokok menyebabkan tubuh melakukan perlawanan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum

FORM UNTUK JURNAL ONLINE. : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan. Giant Condyloma Acuminatum : : Keberhasilan Terapi Tingtura Podofilin 25% Pada Pasien AIDS Dengan Giant Condyloma Acuminatum Tanggal kegiatan : 23 Maret 2010 : GCA merupakan proliferasi jinak berukuran besar pada kulit dan mukosa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama kematian neonatal serta gangguan perkembangan saraf dalam

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

Invasive Aspergillus Stomatitis in Patients with Acute Leukemia: Report of 12 Cases

Invasive Aspergillus Stomatitis in Patients with Acute Leukemia: Report of 12 Cases Invasive Aspergillus Stomatitis in Patients with Acute Leukemia: Report of 12 Cases Abstrak Reprints or correspondence: Dr. Yoshinari Myoken, Dept. of Oral Surgery, Hiroshima Red-Cross Atomic Bomb Survivors

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal, yang dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas.

SITOSTATIKA. Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. SITOSTATIKA = ONKOLITICA (Yun. kytos= sel, stasis= terhenti ongkos= benjolan, lysis= melarutkan) Adalah: zat-zat yang dapat menghentikan pertumbuhan pesat dari sel-sel ganas. Prinsipnya: penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Leukemia atau lebih dikenal kanker darah atau sumsum tulang merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal tidak terkontrol (sel neoplasma) yang berasal dari mutasi sel normal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Infeksi merupakan penyebab utama dari kesakitan dan kematian pasien termasuk pada anak. Infeksi melalui aliran darah merupakan penyebab utama infeksi yang

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Seseorang yang telah lama merokok mempunyai prevalensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana

Lebih terperinci