Bab 2: Data dan Analisa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2: Data dan Analisa"

Transkripsi

1 Bab 2: Data dan Analisa 2.1 Data dan literatur Data dan literatur untuk mendukung kampanye sosial Studi tur Konservasi Penyu Hijau Indonesia ini diperoleh dari: 1. Internet 2. Buku 3. Artikel 4. Wawancara dengan narasumber dari yayasan Terumbu Karang Indonesia TERANGI. 2.2 Morfologi Penyu Hijau PENYU HIJAU (Chelonia mydas (Linnaeus 1758)) Nama Umum Nama Lain Kingdom Phylum : Penyu Hijau (Green Sea Turtle/Black Sea Turtle) : Green Turtle : Animalia : Chordata 4

2 Subphylum Class Order Family Genus Species : Vertebrata : Reptilia : Testudines : Cheloniidae : Chelonia : mydas Badan ditutupi oleh rangka dari tulang yang tebal di bagian punggung. Ketebalannya tergantung dari umurnya. Kepala seperti kepala burung kakatua dengan mata menonjol di bagian kiri dan kanan. Mulut seperti paruh kakatua dan terbuat dari tulang. Kaki depan melengkung, lebar dan pipih. Kaki belakang pendek dan melebar serta ujungnya beralur. Kepala dan kaki ditutupi oleh selapis tulang yang tipis dan tulang tersebut merupakan kotak-kotak yang disatukan. Ekornya kecil. Perisai punggung, terdiri dari kotak-kotak yang bagus bentuknya dan saling merekat dengan kuat. Pada bagian tengah agak kecil, ke samping besar dan yang tepi kecil sekali. Warna perisai coklat kekuning-kuningan sedang kepala, kaki dan badan hijau kecoklatan. Bagian bawah (perut dan dada) berwarna putih dan agak keras. Ukuran: Panjang dari kepala sampai ekor dapat mencapai 2 m, tetapi biasanya yang telah bertelur panjangnya cm. Lebar antara cm 2.3 Habitat dan Penyebaran Penyu Hijau Penyu Hijau merupakan jenis yang penyebarannya hampir teramati di seluruh perairan Indonesia. Tempat penting untuk bertelur di Jawa berada di Pangumbahan, SM Cikepuh, Cipatujah Tasikmalaya, TN Alas Purwo. Tempat hidup utama penyu adalah 5

3 perairan laut tropis dan subtropis. Penyu bermigrasi dari suatu lokasi antara tempat mencari makan dan bertelur. Penyu mencari makan di perairan laut yang memiliki sumber makanan seperti terumbu karang, moluska, alga, kepiting, udang, ubur-ubur, invertebrata dasar laut, krustasea, ikan kecil, rumput laut dan ganggang laut. Habitat bertelur penyu umumnya pantai yang berpasir halus dan sedang, dengan tepian pantai bervegetasi pandan Pandanus tectorius, Waru Laut Hibiscus tiliaceus, Ketapang Terminalia catappa, Baringtonia asiatica dan tumbuhan menjalar di tanah seperti Kang-kung Laut Ipomea pescaprae. Pantai menghadap laut lepas, jarang dikunjungi manusia dan berbentuk teluk sehingga banyak menjadi tempat terakumulasi material yang mengambang. 2.4 Perkembangbiakan Penyu Hijau Selama masa kawin, penyu jantan menarik perhatian betinanya dengan cara menggosok gosokkan kepalanya atau menggigit leher sang betina. Hanya penyu betina yang pergi ke pantai untuk bersarang dan bertelur. Mereka menggali lubang untuk meletakkan telur telurnya, kemudian menutup kembali lubang tersebut dengan pasir dan meratakannya untuk menyembunyikan atau menyamarkan letak lubang telurnya. Penyu umumnya lambat dan canggung jika mereka berada di darat, dan bertelur merupakan hal yang sangat melelahkan bagi penyu. Ketika bertelur penyu sering terlihat mengeluarkan air mata seperti menangis, padahal sebenarnya mereka mengeluarkan garam garam yang berlebihan di dalam tubuhnya. 6

4 Penetasan terjadi secara alamiah dan mandiri dalam periode 8-10 minggu. Penyu mampu bertelur antara 80 hingga 150 butir, namun anak-anak penyu yang disebut tukik menetas secara independen dan keluar dari timbunan pasir menuju pantai dan mencari tempat makan masing-masing. Para peneliti penyu memperkirakan dari seribu yang menetas hanya satu ekor penyu yang tumbuh dewasa. Pengembaraan hingga menjelang dewasa yang disebut tahun menghilang dijalani satwa ini dari kecil, remaja hingga menjelang dewasa dan matang dari usia lima hingga 20 tahun. 2.5 Makanan Penyu Hijau Penyu Hijau dewasa hanya memakan rumput laut dan ganggang sehingga sangat bergantung kepada hamparan rumput laut dan ganggang atau padang lamun. 2.6 Isu Konservasi Penyu Hijau Status konservasi di Indonesia: Pemerintah RI menetapkan penyu hijau dalam daftar Jenis- Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi oleh Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803, Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tanggal 27 Januari Di alam, penyu penyu yang baru menetas (tukik) menghadapi ancaman kematian dari hewan hewan seperti burung, kepiting, biawak, dan lainnya. Tetapi ancaman yang paling besar justru adalah manusia. Penangkapan penyu untuk diambil telur, daging, kulit, dan cangkangnya telah membuat populasi penyu berkurang. Daging penyu banyak digemari oleh orang orang dari kalangan tertentu, kulit dan batoknya dapat dibuat cinderamata, serta telurnya banyak dicari karena dipercayai berkhasiat bagi kesehatan dan menambah kekuatan tubuh. Di pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah, dengan mudah ditemui begitu banyak penyu penyu yang dikeringkan untuk dijadikan 7

5 cindera mata bagi pengunjung Seekor penyu yang telah dikeringkan dijual dengan harga berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,- tergantung ukuran penyu tersebut. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telur penyu dijual secara bebas dengan harga yang bervariasi sesuai dengan lokasi. Selama perjalanan tim eksplorasi terumbu karang, saat berada di Pulau Semujur penduduk menawarkan telur penyu dengan harga Rp 500,-/butir. Saat berada di Tanjung Berikat Desa Tanjung Beriga Kabupaten Bangka Tengah, telur penyu di jual Rp 1.000,-/butir dan di pasar ikan Sungailiat Kabupaten Bangka di jual dengan harga Rp 2.000,-/butir. Di pasar Tanjung Pandan Pulau Belitung, telur penyu dijual dengan harga Rp 2.500/butir. Konsumsi juga dilakukan oleh masyarakat, seperti di kalangan masyarakat Ayau (Papua), yang mempunyai tradisi pesta memakan daging penyu (lihat: Penyu dan Masyarakat Ayau). Investigasi ProFauna Indonesia pada tahun 2007 menunjukan bahwa penangkapan penyu hijau untuk diperdagangkan masih terjadi di Sulawesi Tenggara. Dalam investigasi yang bekerja sama dengan WSPA tersebut, ProFauna mencatat ada sekitar 1115 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) ditangkap dari Sulawesi Tenggara setiap tahunnya. Sebagian besar penyu tersebut ditangkap dari kawasan Taman Nasional Wakatobi. Selain di taman nasional laut tersebut, penyu juga ditangkap dari daerah Moramo, Ereke dan Tikep. Sebagian besar penangkapan penyu di Sulawesi Tenggara tersebut untuk dikirim ke Bali. Permintaan akan daging penyu di Bali telah mendorong penangkapan penyu di Sulawesi Tenggara. Dalam setahun ada sebanyak 2 atau 3 kali pengiriman penyu ke Bali. 8

6 I Wayan Wiradnyana, koordinator kampanye penyu ProFauna, mengatakan, "Perdagangan penyu di Sulawesi Tenggara telah menurun drastis dibanding sebelum tahun 2006, namun demikian diharapkan petugas kehutanan dan polisi tidak menjadi lengah, karena penyelundupan penyu dari Sulawesi ke Bali masih berlangsung secara sembunyi-sembunyi". Terbukti pada tanggal 28 Desember 2007 polisi menyita 12 ekor penyu hijau dari seorang pedagang penyu di Bali. Menurut BKSDA Bali, sejak tahun 1970-an Bali dikenal sebagai daerah pengkonsumsi penyu terbesar di Indonesia. Pada kurun waktu antara tahun , kebutuhan penyu di Bali, khususnya penyu hijau (Chelonia mydas), mencapai 10 ribu hingga 30 ribu ekor per tahun. Di pulau ini penyu digunakan dalam upacara upacara adat, ribuan penyu telah terbunuh untuk memenuhi permintaan pasar. Polda Bali pernah menyita 129 ekor penyu dari jenis penyu hijau yang siap disembelih untuk dijadikan sate, lawar, dan sup. Sekarang pemerintah daerah telah membatasi dan melarang konsumsi penyu tersebut dan menetapkan kuota menjadi 5000 ekor per tahun. Selain di Bali, di kota Tuban Jawa Timur, penyu digunakan sebagai sarana peribadatan pada Klenteng Kwan Sing Bio. Hanya saja penyu tidak disembelih untuk dimakan, tetapi hanya ditulisi bagian tempurungnya dengan nama orang yang melakukan khaul dengan huruf cina. Kemudian penyu tersebut dilepaskan ke laut yang berada tepat di depan klenteng tersebut, gunanya untuk membuang sial. Harga penyu yang dijualpun bervariasi menurut waktu atau momen acara yang sedang digelar pada klenteng tersebut. Jika hari hari biasa harganya berkisar Rp ,- tetapi jika pada 9

7 hari tertentu dimana masyarakat yang hadir untuk sembahyang berlimpah maka harganya dapat mencapai Rp. 2 juta perekornya. Selain itu, pukat para nelayan di laut dalam, juga mampu menyeret penyu dan menyebabkan satwa yang bernafas dengan paru-paru ini kehabisan oksigen dan mati lemas. Sebagai reptilia penyu tidak bertahan terus di dalam kedalaman air. Mereka memerlukan waktu untuk naik kepermukaan dan menghirup oksigen. Terperangkap pukat menyebabkan kematian. Faktor lain adalah konsumsi masyarakat terhadap telur penyu. Banyak masyarakat pesisir yang mengkonsumsi dan memanen langsung telur penyu untuk dijual. Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, pemungutan ratusan ribu telur penyu dilakukan dengan cara lelang untuk mendapatkan tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berkurangnya populasi penyu hijau di Cilacap bahkan sudah terjadi sejak 1976, tatkala Pantai Teluk Penyu disulap menjadi kawasan wisata. Sejak itu penyu hijau seperti enggan bertelur di sana, meski belakangan diketahui pindah ke Ranca Babakan: sebuah pantai di selatan Pulau Nusakambangan. Gejala serupa juga mulai terjadi di KKS (Cipatujah). Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jabar, jumlah penyu hijau yang mendarat (untuk bertelur) tinggal 54 ekor. Padahal di tahun 2003 masih tercatat 84 ekor. Dari 54 penyu yang mendarat, hanya 49 ekor yang bertelur. Jumlah telur tercatat butir, di mana yang menetas hanya butir. Dari jumlah tukik yang menetas, 175 ekor diantaranya mati. Bahkan kasus pembantaian seperti di Bali juga terjadi di pantai selatan Jawa. Menurut LSM Profauna, setiap tahun terdapat sekitar penyu hijau di pantai selatan Jawa yang dibantai, khususnya di Cilacap. 10

8 2.7 Tindakan Penyelamatan Penyu Hijau Penyu telah terdaftar dalam daftar Apendik I Konvensi Perdagangan Internasional Flora dan Fauna Spesies Terancam (Convention on International Trade of Endangered Species - CITES). Konvensi tersebut melarang semua perdagangan internasional atas semua produk/hasil yang berasal dari penyu, baik itu telur, daging, maupun cangkangnya. Kita sendiri dapat menolong untuk melestarikan spesies penyu laut, yaitu dengan: - Tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari penyu (telur, daging) - Tidak menggunakan barang-barang yang terbuat dari cngkang penyu, misalnya bingkai kacamata dll. - Tidak membuang sampah plastik dan benda-benda lain yang berbahaya ke dalam laut. Penyu dapat salah mengartikan plastik sebagai makanan mereka yaitu uburubur, sehingga menyebabkan sakit atau kematian bagi penyu yang memakannya - Tidak mengganggu penyu yang sedang bertelur karena mereka dapat menghentikan proses bertelur apabila merasa terancam. - Tidak mengambil telur-telur penyu karena akan menghancurkan populasi mereka - Menjaga kesehatan terumbu karang kita. Terumbu karang yang sehat merupaan tempat makan dan tempat tinggal yang baik untuk penyu - Turut mendukung program konservasi penyu laut. 2.8 Definisi Kampanye Kampanye adalah suatu rentetan aksi yang membangun suatu kepercayaan ataupun perhatian ke suatu tujuan yang spesifik. 11

9 Ada beberapa jenis kampanye, diantaranya adalah kampanye promosi dan kampanye sosial. Kampanye promosi adalah suatu kampanye yang bertujuan untuk mempromosikan sesuatu, biasanya digunakan untuk mengkampanyekan suatu produk. Sedangkan kampanye sosial adalah kampanye yang bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat dalam menyadari banyaknya masalah sosial di dalam masyarakat dan mengajak masyarakat untuk membantu memecahkan masalah sosial tersebut bersamasama. 2.9 Anak dan psikologinya Jean Piaget, psikolog perkembangan Swiss, membagi pertumbuhan kognitif anakanak dan remaja ke dalam empat tahap: a. Fase sensorimotor, mulai dari lahir hingga umur 2 tahun. b. Fase praoperasional, mulai dari umur 2 hingga 7 tahun. c. Fase operasional konkrit, dari umur 7 hingga 12 tahun. Pada fase ini, anak-anak telah membangun kemampuan untuk berpikir secara logika dan sistematis dan kemampuan untuk mengerti pemikiran dan konsep dari kausalitas dan pilihan. Mereka melihat bahwa hasil yang berbeda dapat dihasilkan dari aksi yang berbeda dan bahwa mereka bebas untuk memilih diantara aksi-aksi yang beragam tergantung hasil yang diinginkan. d. Fase operasional normal, dari umur 13 tahun hingga kedewasaan (remaja) Perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang lingkungannya; akumulasi ini pada 12

10 akhirnya menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh struktur pemikiran Data Penyelenggara Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI) didirikan pada bulan September TERANGI merupakan yayasan nirlaba yang bertujuan mendukung konservasi dan pengelolaan sumberdaya terumbu karang Indonesia secara berkelanjutan. Visi Menjadi lembaga terkemuka yang mengembangkan dan menerapkan pendekatan terpadu dalam pengelolaan terumbu karang Menjadi institusi rujukan dalam hal pengelolaan terumbu karang serta informasi terkait Menjadi pusat pembelajaran dan pengembangan kapasitas mengenai terumbu karang Misi Menyusun,mengimplementasi, mengkaji dan memberikan rekomendasi mengenai pengelolaan terumbu karang terpadu melalui sinergis program organisasi. Mengembangkan hasil-hasil kajian pengelolaan terumbu karang agar dapat lebih diterapkan dengan mudah oleh berbagai kalangan melalui optimalisasi dukungan jaringan ilmiah yang dimiliki 13

11 Mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasikan informasi (hasil penelitian, kajian, best practices dan dokumentasi lainnya) mengenai terumbu karang dalam mendukung upaya pengelolaan dan pelestarian terumbu karang. Membangun, mengembangkan dan memperluas jaringan untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan program-program pelestarian terumbu karang, baik dari sisi keilmuan, pendanaan maupun dukungan lainnya. Menyelenggarakan program-program pelatihan aplikatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas penelit, peminat, pemerhati, pelaku dan pihakpihak lain baik yang berasal dari pemerintah, masyarakat, maupun pelaku usaha dalam pengelolaan dan pelestarian terumbu karang Kampanye-kampanye yang pernah dilakukan TERANGI Program Kesadaran Masyarakat Program Kesadaran Masyarakat merupakan bagian dari kegiatan konservasi terumbu karang di Indonesia. Program Kesadaran masyarakat memfokuskan kepada target yang luas mulai dari anak sekolah sampai pembuat kebijakan, dari peneliti sampai masyarakat lokal. Program Kesadaran Masyarakat memusatkan pada penyediaan informasi ke dalam bentuk yang berbeda-beda dan menemukan jalur yang tepat untuk mencapai sasaran. Sampai saat ini TERANGI telah memproduksi beberapa poster, buku,dan materi lainnya dalam bahasa inggris dan Indonesia. Program Kesadaran Masyarakat juga turut serta di dalam beberapa kegiatan pameran kelautan. 14

12 Komik Terangi membuat Komik yang ditargetkan untuk anak-anak dengan umur 8-12 tahun. Komik tersebut menampilkan karikatur biota laut yang lucu, sehingga anak mudah mengerti dan mendapatkan banyak informasi yang sesuai dengan gambarnya. Komik ini juga menggambarkan salah satu jenis ikan yang terancam punah di Indonesia yaitu ikan Napoleon. Terangi Web Site ( Terangi telah membangun website yang menyediakan informasi tentang Yayasan Terangi dan gambaran umum tentang terumbu karang, dan ekosistem laut. Poster Adanya media yang efektif untuk meningktkan kesadaran masyarakat terhadap isu terumbu karang di Indonesia masih jauh dari cukup. Hal tersebut disebabkan kebanyakan poster tidak memfokuskan pada kalangan tertentu. Untuk menjawab tantangan tersebut, Terangi mencoba membuat Poster berjudul Bagaimana Masa Depan Daerahku? yang difokuskan bagi para pembuat keputusan. 15

13 The 9th International Coral Reef Symposium, Bali2000 Terangi mengikuti simposium dan pameran yang berkaitan dengan Terumbu karang. Terangi bersama dengan CRMP Jakarta menjadi delegasi bagi Indonesia tentang informasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di Indonesia. Dalam kegiatan ini, Terangi dan CRMP membuat publikasi khusus berupa poster, stiker, pin, pembatas buku, dan laiinlain. Factsheets Dalam rangka penyediaan informasi untuk topik tertentu, terangi bekerjasama dengan CRMP membuat factsheet tentang terumbu karang. pemutihan karang, dan penyu. Pendidikan dan Pelatihan Program Pendidikan dan Pelatihan memusatkan pada pengembangan materi pendidikan dan latihan ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Rangkaian material dalam pengembangan termasuk teks ilmiah dan ekologi (untuk sekolah dan universitas), modul tentang pengelolaan sumberdaya (untuk pemerintah dan organisasi non pemerintah yang bergerak dalam konservasi terumbu karang), dan database pendidikan. 16

14 TERANGI juga bekerja langsung melatih kelompok-kelompok yang berbeda. Contohnya TERANGI pernah menjadi fasilitator pada Pelatihan dan Monitoring Konservasi yang diselenggarakan oleh Yayasan Rumsram, dan TERANGI juga pernah mengadakan Seminar Ekologi Terumbu Karang di atas kapal Phinisi di Kepulau Seribu, Jakarta. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG TELAH DILAKUKAN Pelatihan Ekosistem Pesisir bagi Siswa SMUN 69 Terangi bersama Komunitas Peduli Laut telah membuat Pelatihan Ekosistem Pesisir bagi Siswa SMUN 69 Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. Presentasi Terumbu Karang dan Penyu di Sekolah Sekolah merupakan tempat terbaik untuk menanamkan kesadaran yang berkaitan dengan isu-isu kelautan. Terangi mengunjungi beberapa sekolah di Jakarta dan memberikan presentasi tenang Terumbu karang dan ekosistem laut. Anak-anak selalu terlihat antusias dan ingin tahu terhadap biota laut yang Terangi presentasikan Pendidikan terumbu karang untuk anak di Pulau Kelapa (untuk mendukung film dokumenter berjudul "PEOPLE OF THE REEF" yang diproduksi oleh stasiun TV Canada. Film dokumenter ini menceritakan tentang hubungan yang rumit antara masyarakat dengan terumbu karang. Berbagai aspek kehidupan masyarakat 17

15 yang bergantung secara langsung maupun yang tidak langsung terhadap terumbu karang atau yang berkaitan dengan konservasi terumbu karang didokumentasikan. Terangi sebagai salah satu LSM di Indonesia berperan dalam pendidikan terhadap anak-anak di kawasan tersebut. Aktivitas pendidikan meliputi permainan dan presentasi. Pelabelan koleksi kerang di Theater Imax Theater Imax Di TMII memiliki sekiar 100 jenis koleksi kerang. Pelabelan digunakan untuk memberikan informasi setiap spesimen sehingga dapat menjadi alat pendidikan. Program Pelatihan Terumbu Karang dan Hutan Mangrove bagi Guru SD Terangi mempresentasikan ekosistem Terumbu karang dan hutan mangrove kepada Guru SD dengan tujuan untuk membagi informasi dan untuk memfasilitasi pembentukan jaringan antar guru yang tertarik terhadap isu-isu lingkungan, dan dalam jangka panjang dapat meneruskan pengetahuan tersebut pada para siswa. Kegiatan ini dibiayai oleh PADI AWARE Target Audiens Target sasarannya adalah masyarakat golongan B, terutama anak-anak di umur 7 hingga 10 tahun karena mereka memiliki jiwa petualang dan semangat heroik untuk menyelamatkan satwa langka. Apabila jiwa heroik ini dapat dipupuk maka konservasi penyu hijau akan lebih terbantu di kemudian hari. 18

16 2.13 Faktor Pendukung - Usia 7-10 tahun adalah usia saat seorang anak sedang berkembang pest dan ingin mencoba sesuatu yang baru dan menantang. - Anak-anak memiliki sifat petualang dan rasa penasaran yang tinggi, hingga mereka memiliki insting ingin melindungi dan mempelajari hewan langka. - Para orangtua menginginkan anak mereka mendapatkan pengetahuan mengenai alam sekitar dengan cara yang lebih baik dan informatif. - Para orangtua umumnya ingin anak mereka mendapatkan ilmu yang baik dalam perjalanan, sehingga studi tur adalah cara yang efektif untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan kepada anak-anak mereka sekaligus memberikan kesempatan untuk orangtua dan anak berkumpul bersama. - Kampanye akan dilakukan secara terus-menerus, sehingga dapat terus tertanam di dalam hati masyarakat, terutama anak-anak Faktor Penghambat - Anak-anak yang telah terekspos dengan kegiatan elektronik, khususnya kemudahan internet, televisi dan game, umumnya tidak ingin meninggalkan rumah untuk pergi berwisata. - Pergaulan anak-anak kota metropolitan pada umumnya terfokus pada sifat materiil, membuat mereka bersikap cenderung tidak perduli pada lingkungan dan studi tur adalah hal terakhir yang mereka inginkan untuk tujuan berwisata. - Para orangtua jaman sekarang umumnya terlalu sibuk untuk bepergian bersama anak mereka, dan apabila mereka sendiri tidak tertarik dengan isu konservasi, mereka tidak akan memilih isu konservasi sebagai tujuan wisata keluarga. 19

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik dan Biologi Pantai 4.1.1 Lebar dan Kemiringan Pantai Pantai Pangumbahan Sukabumi yang memiliki panjang pantai sepanjang ±2,3 km dan di Pantai Sindangkerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Coral Triangle Wilayah Sasaran = Pulau Wangiwangi,

Lebih terperinci

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi Cilacap merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah yang terkenal dengan kota industrinya yang menjadikan Cilacap sebagai

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2010 telah dicanangkan oleh PBB sebagai Tahun Internasional Biodiversity (keanekaragaman hayati) dengan tema Biodirvesity is life, Biodirvesity is Our

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/KEPMEN-KP/2018 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN TERBATAS IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai Pangumbahan No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden

Lebih terperinci

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN Sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 13 ribu pulau, Indonesia layak disebut sebagai negara dengan potensi bahari terbesar di dunia. Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyu hijau merupakan reptil yang hidup dilaut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ciri Umum dan Jenis Penyu Pengenalan terhadap bagian-bagian tubuh penyu (Gambar 1) beserta fungsinya sangat diperlukan agar dapat melakukan identifikasi terhadap jenis penyu dengan

Lebih terperinci

#LIBURAN HIJAU MY HOLIDAYS SAVE THE WORLD. Oleh syifa

#LIBURAN HIJAU MY HOLIDAYS SAVE THE WORLD. Oleh syifa #LIBURAN HIJAU MY HOLIDAYS SAVE THE WORLD Oleh syifa Liburan telah tiba, kali ini saya mencoba mencari kegiatan liburan yang berbeda. Saya menemukan kegiatan yang menarik dengan tema My Holidays Save The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki luas wilayah lebih dari 7,2 juta km 2 yang merupakan negara kepulauan dengan hamparan pulau-pulau dan garis pantai yang sepanjang 81.000 km.

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan BAB III METODE PERANCANGAN Untuk mengembangkan ide rancangan dalam proses perancangan, dibutuhkan sebuah metode yang memudahkan perancang. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode deskriptif

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari

Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Melestarikan habitat pesisir saat ini, untuk keuntungan di esok hari Kesejahteraan masyarakat pesisir secara langsung terkait dengan kondisi habitat alami seperti pantai, terumbu karang, muara, hutan mangrove

Lebih terperinci

Burung Kakaktua. Kakatua

Burung Kakaktua. Kakatua Burung Kakaktua Kakatua Kakak tua putih Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Aves Ordo: Psittaciformes Famili: Cacatuidae G.R. Gray, 1840 Subfamily Microglossinae Calyptorhynchinae

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN HIU PAUS (Rhincodon typus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi yang dipakai dalam pembuatan tugas akhir ini dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain : 1. Data Sumatif : Berasal dari beberapa artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus

HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus HIU TERBESAR JINAK DAN BUKAN KARNIVORA, 9 Fakta Menarik Tentang Hiu Paus Bertepatan dengan perayaan hari paus internasional yang jatuh pada Selasa (30/8/2016), masyarakat dunia ditantang untuk bisa menjaga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keindahan alam yang luar biasa dan kekayaan budaya Indonesia yang melimpah, merupakan modal yang kuat untuk Indonesia agar dapat meningkatkan lagi tarik dan

Lebih terperinci

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial) UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

Pantai-ku, Pulau-ku Kesayanganku, Harta Terindahku Oleh : Yasinta Larasati Galuh Nindyasari

Pantai-ku, Pulau-ku Kesayanganku, Harta Terindahku Oleh : Yasinta Larasati Galuh Nindyasari Pantai-ku, Pulau-ku Kesayanganku, Harta Terindahku Oleh : Yasinta Larasati Galuh Nindyasari Memperoleh kenikmatan juga pengalaman, dan mencari kepuasan, merupakan tujuan dari seseorang atau kelompok yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang? 2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan

Lebih terperinci

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA

POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA POTENSI PENYU HIJAU (Chelonia mydas L.) DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KAWASAN PANTAI SINDANGKERTA, KABUPATEN TASIKMALAYA (Potential of Green Turtle (Chelonia mydas L.) and its Use as

Lebih terperinci

C. Model-model Konseptual

C. Model-model Konseptual C. Model-model Konseptual Semua kampanye Pride Rare dimulai dengan membangun suatu model konseptual, yang merupakan alat untuk menggambarkan secara visual situasi di lokasi proyek. Pada bagian intinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari puluhan ribu pulau, salah satunya adalah Pulau Belitung. Belitung merupakan pulau kecil

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2014 RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lampung merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki letak yang strategis. Hal ini karena keberadaan provinsi ini sebagai pintu gerbang memasuki Pulau Sumatera.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei deskriptif. Menurut Nasir 1983 dalam Ario 2016, metode survei deskriptif yaitu

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang makhluk hidup lain sebagai bagian dari komunitas hidup. Semua spesies hidup memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang telah banyak dikenal oleh dunia sebagai negara yang indah. Kekuatan potensi wisata bahari Indonesia

Lebih terperinci

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia.

apendiks.??? diatur. spesies yang terancam punah. terancam punah di dunia. Cites CITES rutin mengadakan (Convention on sidang International dalam penentuan Endengered hewan-hewan Species of Wild yang Fauna and Apendiks dilarang Flora) yaitu untuk 1 adalah : jenis-jenis daftar

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN

TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN TEKNIK PENGUKURAN MORFOLOGI LABI LABI (Amyda cartilaginea) DI SUMATERA SELATAN Tri Muryanto dan Sukamto Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-Jatiluhur Teregistrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT Dalam rangka Sosialisasi, Apresiasi dan Pembinaan Teknis Lingkup Ditjen KP3K Tahun 2006 Pontianak, 26 28 April 2006 DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN SUMBERDAYA IKAN DI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on

BAB I PENDAHULUAN. sudah dinyatakan punah pada tahun 1996 dalam rapat Convention on BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, jumlah populasi manusia semakin meningkat. Di Indonesia kepadatan penduduknya mencapai 200 juta jiwa lebih. Kebutuhan akan tempat dan

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dan terletak pada iklim tropis memiliki jenis hutan yang beragam. Salah satu jenis hutan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT

AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT AKTIVITAS PELESTARIAN PENYU HIJAU (Chelonia mydas) DI TAMAN PESISIR PANTAI PENYU PANGUMBAHAN SUKABUMI JAWA BARAT Mukti Ageng Wicaksono 1, Dewi Elfidasari 1, Ahman Kurniawan 2 1 Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci