PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Marieta Rosmini NIM: PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i

2

3

4 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada para Suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) iv

5 MOTTO Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil [Luk 1:37] Segala sesuatu indah pada waktunya [Pkh 3:11] v

6 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah. Yogyakarta, 30 Maret 2015 Penulis, Marieta Rosmini vi

7 ABSTRAK Judul skripsi ini adalah KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA. Penulisan dan pemilihan judul skripsi ini, dilatar belakangi oleh kesan dan keprihatinan penulis terhadap situasi dan suasana komunikasi antar pribadi dalam komunitas yang kurang dipahami oleh para Suster SSpS. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang budaya, bahasa, tingkat pendidikan dan usia. Dengan demikian semangat persaudaraan di antara anggota komunitas mulai berkurang. Komunitas menjadi tempat yang membahagiakan bagi setiap anggota jika masing-masing anggota mampu berkomunikasi dengan baik dan efektif. Menanggapi situasi di atas penulis ingin mengetahui lebih konkrit tentang keadaan komunikasi antar pribadi para suster SSpS. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode observasi dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para Suster SSpS dapat menerapkan komunikasi efektif dalam hidup hariannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap responden menyatakan mereka memahami pentingnya komunikasi efektif. Di samping itu juga ada hambatan yang dialami ketika berkomunikasi dengan sesama anggota dalam komunitas, khususnya perbedaan latar belakang budaya yang beragam. Selanjutnya pembahasan atas hasil penelitian tersebut dilakukan berdasarkan kajian pustaka untuk menambah informasi tentang komunikasi efektif antar pribadi guna meningkatkan semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. Untuk menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, maka penulis mengusulkan program Game atau permainan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. Melalui program yang ditawarkan tersebut sangat diharapkan para Suster SSpS semakin menyadari betapa pentingnya komunikasi efeektif. Dengan komunikasi secara efektif maka akan tercipta relasi yang baik dengan sesama anggota dan terwujudnya semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. vii

8 ABSTRACT The title of this thesis is EFFECTIVE INTERPERSONAL COMMUNICATION TO BUILD THE SPIRIT OF BROTHERHOOD IN COMMUNITY LIFE OF CONGREGATION THE SISTER MISSION SERVICE OF HOLY SPIRIT COMMUNITY IN YOGYAKARTA. Writing and selecting the title of this paper, motivated by impressions and concerns of the authors of the situation and atmosphere interpersonal communication in the community who are less understood by the Sisters SSpS. This is caused by the differences in cultural background, language, level of education and age. Thus the spirit of brotherhood among the members of the community began to decrease. Community into a happy place for every member if each member is able to communicate well and effectively. In response to the above situation the author would like to know more concretely about the state of inter-personal communication of SSpS sisters. Therefore. The author conducted research using observations and interviews also aimed to determine the extent of the Sisters SSpS can apply effective communication in daily life. The results showed that each of the respondents said they understand the importance of effective communication. In addition, there are also barriers experienced when communicating with fellow members of the community, especially the differences of diverse cultural backgrounds. Further discussion on the results of the research conducted by a literature review to add information about effective interpersonal communication in order to promote the spirit of brotherhood in community life. To follow up on these results, the authors propose a game or a game program in an effort to increase the effective inter- personal communication to build a spirit of brotherhood in community life. Through the program is expected to offer the Sisters SSpS increasingly aware of the importance of effective communication. With effective communication will create good relationships with fellow members and the realization of the spirit of brotherhood in community life. viii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan rahmat serta penyelenggaraan-nya yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA. Proses penyelesaian skripsi ini merupakan pengalaman dan pembelajaran yang luar biasa bagi penulis, karena penulis merasakan banyak pengalaman yang muncul selama penulisan skripsi ini, pengalaman gembira, sedih, cemas, takut dan gelisah. Penulisan skripsi ini merupakan proses yang sangat panjang dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tersusunnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rm. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian Skripsi ini. 2. Bpk. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang ix

10 telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan masukan-masukan dan kritikankritikan sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini 3. Rm. Drs. M. Sumarno Ds, S.J., M.A., selaku dosen penguji dan dosen wali, yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 4. Rm. Dr. C. Putranto, S.J., selaku dosen penguji yang memberi motivasi dan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 5. Segenap Staf dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini. 6. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 7. Para Suster Seprovinsi SSpS Flores Timur dan Para Suster Seprovinsi SSpS Jawa dan Sr.Rosa Indrawikan,SSpS selaku pemimpin komunitas serta saudari-saudari sekomunitas Biara SSpS Roh Suci Yogyakarta, yang telah banyak memberi dukungan dalam bentuk apapun. 8. Para Suster SSpS yang telah memberikan dukungan dengan bersedia menjadi responden. 9. Bapak (Alm) Ibu dan kakak serta adikku yang setia memberikan semangat, doa, cinta dan perhatian selama penulis menempuh studi di Yogyakarta teristimewa dukungan dalam panggilan. x

11 10. Teman-teman Prodi IPPAK, atas kebersamaan selama ini dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini dengan tulus telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna serta masih banyak keterbatasan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua. Yogyakarta, 30 Maret 2015 Penulis Marieta Rosmini xi

12 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i PERSETUJUAN... ii PENGESAHAN... iii PESEMBAHAN... iv MOTTO v PERNYATAAN KEASLIAN.. vi ABSTRAK vii ABSTRACT viii KATA PENGANTAR.. ix DAFTAR ISI. xii DAFTAR SINGKAT xv BAB I. PENDAHULUAN.. 1 A. Latar belakang Masalah.. 1 B. Rumusan Masalah 6 C. Tujuan Penulisan 7 D. Manfaat Penelitian.. 7 E. Metode Penulisan 8 D.Sistematika Penulisan.. 8 BAB II. KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI A. Komunikasi Pengertian Komunikasi Pentingnya Komunikasi Proses Komunikasi 15 B. Komunikasi Efektif Antar Pribadi Pengertian Komunikasi Efektif Pengertian Komunikasi antar Pribadi Peranan Komunikasi antar Pribadi 27 C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Komunikasi 28 xii

13 1. Faktor Penghambat Komunikasi Faktor Pendukung dalam Berkomunikasi Ketrampilan Dasar Berkomunikasi BAB III. HIDUP BERKOMUNITAS A. Hidup Berkomunitas Pengertian Hidup Komunitas Bentuk-bentuk Komunitas Religius Ciri-ciri Komunitas 39 B. Dasar Hidup Komunitas Religius Dasar Hidup Komunitas dalam Kitab Suci Dasar Hidup Komunitas Religius.. 46 C. Hidup Persaudaraan dalam Komunitas Kehadiran Kristus Kekuatan Anggota-anggota Hubungan antara Pemimpin dan Anggota. 50 D. Gambaran Umum Kongregasi SSpS Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi SSpS Spiritualitas Kongregasi SSpS Kharisma Kongregasi SSpS BAB IV. GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA 58 A. Persiapan Penelitian Permasalahan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian. 59 B. Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Responden Penelitian Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian xiii

14 5. Teknik Analisis Data. 61 C. Laporan Hasil Penelitian dan Pembahasan Pemahaman Para Suster tentang Komunikasi Efektif Hambatan-hambatan dalam Berkomunikasi Efektif Faktor-faktor Pendukung dalam Berkomunikasi Efektif Makna atau Pesan dalam Berkomunikasi Efektif Harapan-harapan dalam Berkomunikasi Efektif 74 D. Kesimpulan Hasil Penelitian.. 76 BAB V. USULAN PROGRAM PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF MELALUI DINAMIKA KELOMPOK (GAME) UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN A. Alasan Penulis Mengusulkan Game atau Permainan untuk Meningkatkan Komuikasi Efektif antar Pribadi.. B. Pengertian Game atau Permainan 80 C. Matriks Program Peningkatan Komunikasi Efektif melalui Dinamika Kelompok untuk Membangun Persaudaraan antar Pribadi D. Contoh Usulan Game untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif. BAB VI. PENUTUP 97 A. Kesimpulan 97 B. Saran.. 99 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. (1) Lampiran 1: Surat Izin Penelitian. (2) Lampiran 2: Panduan Pertanyaan Wawancara... (3) Lampiran 3: Transkip Hasil Wawancara.. (4) Lampiran 4: Foto-foto Kegiatan Para Suster SSpS. (14) xiv

15 DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahakan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8. B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 2 Februari C. Singkatan Lain Art Hal Konst Kan KOPTARI R SSpS : Artikel : Halaman : Konstitusi : Kanon : Konferensi Pemimpin Tinggi Antar Religius Indonesia : Responden : Servarum Spiritus Sancti (Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus) xv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup dan menghidupi dirinya sendiri. Artinya, manusia memerlukan kehadiran orang lain untuk saling membantu dan melengkapi kepenuhan hidup. Demikian pula seorang yang dipanggil secara khusus dan menjalani hidup membiara. Sesungguhnya hidup berkomunitas merupakan salah satu spiritualitas dan menjadi perhatian orang-orang yang menyandang predikat sebagai biarawan dan biarawati. Dengan kata lain, hidup membiara merupakan sebuah panggilan untuk membangun misi persaudaraan dalam persekutuan berkomunitas, dimana setiap orang sanggup dan rela memberi diri untuk ditempah menjadi pribadi-pribadi terpanggil untuk saling membantu, menopang, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi dalam melaksanakan misi Allah di tengah dunia Tentunya, dasar dari semua itu adalah cinta, sebab manusia dipanggil untuk hidup dalam cinta. Selain itu, hidup bersama dalam suatu komunitas religius menjadikan pertemuan sebagai perjumpaan iman, dimana semua anggota menghayati spiritualitas dan kharisma tarekat yang dihidupinya, mengikuti bersama-sama merasul dalam kebersamaan, berdoa bersama, berbagi pengalaman hidup dan berbagi kesediaan serta kemauan untuk mengabdi kepada Yesus Kristus Dengan demikian, hidup bersama dalam komunitas merupakan elemen dasar hidup religius yang harus dihayati dan diperkembangkan dalam suatu tarekat secara umum dan komunitas secara khusus. Hal yang menjadi dasar hidup

17 2 bersama kita dalam komunitas adalah bahwa masing-masing kita dipanggil secara pribadi dan diutus (Mrk 3:13-19). Kesatuan kita dengan Tuhan itulah yang menyatukan kita bersama. Kesatuan kita dalam komunitas bukan karena kesamaan bakat, hobi, ataupun sifat dan watak, melainkan karena kesatuan kita dengan Tuhan. Karena itu, meskipun kita memiliki latar belakang yang berbedabeda tetapi dalam satu ikatan kasih (1 Kor 12:1-31). Pengalaman sebagai potret realitas hidup menunjukkan bahwa dalam kehidupan berkomunitas bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, seperti mudahnya membalikkan telapak tangan atau pun mengedipkan mata. Dengan kata lain, hidup bersama tidak jarang melahirkan ketidakharmonisan antar anggota komunitas. Banyak hal positif dan bermanfaat dalam membangun hidup berkomunitas, tetapi tidak sedikit pula hal yang menjadi penghalang dalam membangun hidup berkomunitas. Artinya, tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan berkomunitas dalam sebuah tarekat religius tidak selalu harmonis dan baik-baik saja, tetapi kadang terjadi kesalahpahaman yang disebakan oleh berbagai macam hal dan permasalahan pribadi yang belum disadari dan diolah dengan baik. Hidup bersama dalam komunitas, meskipun setiap anggota berkehendak dan berniat baik mau mengungkapkan dan melaksanakan semangat cinta kasih, namun sering kali terjadi kesalahpahaman dan benturan yang menyebabkan terjadinya konflik, pertengkaran bahkan saling mendiamkan untuk beberapa saat. Harapan untuk membangun hidup berkomunitas dalam semangat persaudaraan menjadi suatu ujian, karena setiap anggota memiliki latar belakang budaya, usia, tingkat pendidikan, kepribadian, dan bahasa yang berbeda Idealnya, hubungan antar anggota komunitas harus didasarkan atas cinta dan

18 3 semangat persaudaraan. Cinta persaudaraan diperlukan untuk menghayati hidup panggilan setiap anggota komunitas sekaligus merupakan inspirasi yang mengatur hidup dan hubungan antar pribadi dalam komunitas. Semangat cinta persaudaraan mendorong setiap anggota komunitas berusaha untuk menghargai dan mengormati setiap perbedaan yang ada demi pertumbuhan dan perkembangan anggota dan komunitas. Kongregasi Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus atau biasa disebut SSpS adalah kongregasi religius internasional yang memiliki anggota dengan latar belakang yang berbeda, baik watak, usia, tingkat pendidikan, bahasa, budaya dan kepribadian. Mereka dipanggil dan dipersatukan oleh Allah Tritunggal untuk hidup bersama sebagai satu komunitas mewartakan kerajaan Allah kepada dunia melalui berbagai karya kerasulan. Setiap anggota berusaha menjalankan hidup bersama dengan kasih. Kongregasi SSpS memiliki landasan hidup bersama dalam komunitas, sebagaimana diatur dalam konstitusi tarekat sebagai berikut: Pertama, Konst SSpS art. 301: Allah Tritunggal dalam kesatuannya adalah asal, citra serta penyempurnaan setiap komunitas. Di dalam pembaptisan kita dipanggil untuk ambil bagian dalam hidup Ilahi sebagai anggota umat Allah dan sebagai murid-murid Yesus Kristus. Oleh panggilan kita ke dalam kongregasi ini, Roh Allah mempersatukan kita secara baru dengan dirinya dan dengan satu sama lain. Dengan kaul-kaul kita, persatuan kita semakin diperkuat dan memberi keteguhan batin, sehingga sanggup mewartakan amanat keselamatan dengan lebih efektif. Hidup kita dalam komunitas disuburkan oleh doa, hubungan pribadi yang baik dan kegiatan misioner bersama Kedua, Konst SSpS art. 303: Melalui pelbagai pelayanan dalam komunitas kerasulan, kita menyumbangkan pembangunan Tubuh Kristus. Kita melayani amanat perutusan yang satu itu, dengan talenta kita, pada tempat kita masingmasing. Dalam keanekaan, kita saling melengkapi, terbuka untuk belajar dari yang lain, dan dengan rela mengamalkan keterampilan kita. Sikap menerima dengan penuh cinta, saling mendorong dan keprihatinan bersama dalam menghadapi tantangan perutusan kita, membantu kita berkembang erat sebagai satu komunitas.

19 4 Ketiga, Konst SSpS art. 304: Roh Kudus mempersatukan kita dalam cinta persudaraan yang tulus. Dalam keanekaan budaya, bangsa, kepribadian, dan usia, kita mengalami kekayaan karunia Roh Kudus dalam diri kita masingmasing. Hendaknya kita saling menghargai, menyemangati, membantu, saling berbagi rasa, dan saling memberi perhatian pada hidup dan karya. Kehadiran Roh cinta di tengah-tengah kita dinyatakan dalam saling percaya dan cinta yang penuh perhatian. Ini adalah ciri khas komunitas kita. Landasan hidup tersebut pada hakikatnya membantu setiap anggota komunitas untuk membangun hidup dalam kasih persaudaraan. Namun, terkadang terjadi kesalahpahaman dan konflik. Berdasarkan pengalaman peneliti dalam hidup bersama para suster dengan latar belakang, suku, tingkat pendidikan, usia kepribadian yang berbeda dalam satu komunitas, tidak jarang mengalami benturan bahkan adanya sikap saling mendiamkan untuk beberapa waktu. Hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor, seperti kurangnya pemahaman dan kepekaan dari sesama anggota, kurang mengenal latar belakang budaya, dan kurang memahami karakter dari setiap pribadi. Karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik dan efektif untuk menumbuhkembangkan semangat persaudaraan antar anggota dalam hidup bersama. Komunikasi yang kurang efektif sebagai akibat dari penggunaan bahasa yang tidak tepat dapat menciptakan keretakan hubungan dan menimbulkan permasalahan, yaitu relasi menjadi renggang dan hidup berkomunitas menjadi terhambat. Karena itu, spiritualitas komunikasi tanpa kekerasan harus menjadi prioritas dalam membangun hidup bersama dalam satu komunitas. Semangat ini dapat membantu setiap anggota untuk menggunakan bahasa yang baik, benar, dan santun kepada mitra tutur sehingga sikap saling menghargai, mendengarkan, dan memahami dengan sendirinya tercipta. Dengan demikian, setiap anggota merasa

20 5 diterima dalam komunitas. Para suster SSpS, khususnya komunitas Roh Suci Yogyakarta dipanggil dari latar belakang kebudayaan, bahasa, dan keunikan yang berbeda dipersatukan oleh Roh Kudus untuk hidup bersama dalam kasih dan semangat persaudaraan yang tulus. Mereka memiliki kerinduan untuk menggunakan komunikasi tanpa kekerasan dengan harapan dapat membangun relasi yang menghidupkan dalam hidup berkomunitas dengan saling menghargai, menyemangati, membantu dan saling melengkapi. Setiap perbedaan dipersatukan menjadi suatu kekayaan komunitas yang disyukuri, karena setiap anggota dapat belajar dan hidup dalam keharmonisan dan kasih persaudaraan. Relasi yang hidup dalam komunitas memungkinkan setiap anggota untuk dapat membangun relasi dengan Allah. Dengan kata lain, relasi yang hidup dengan Allah terjalin dengan baik apabila adanya relasi yang hidup dalam komunitas. Setiap pertemuan dan adanya komunikasi, dialog yang melahirkan sikap keterbukaan dan saling percaya satu sama lain membawa dampak keharmonisan hubungan, baik dengan anggota komunitas maupun dengan Tuhan. Selain itu, kasih dan semangat persaudaraan yang dialami dalam komunitas merupakan potret kehadiran Kerajaan Allah yang kemudian diwartakan melalui kesaksian dan cara hidup yang dilandasi cinta kasih. Oleh karena itu, dalam hidup berkomunitas dibutuhkan komunikasi yang baik dan efektif, artinya, komunikasi yang baik dan efektif memiliki peranan yang sangat penting dan dibutuhkan dalam hidup berkomunitas, sebab komunikasi yang baik dapat mengembangkan dan menciptakan kebahagiaan hidup bersama dalam semangat persaudaraan. Lebih lanjut, komunikasi yang baik dan efektif melahirkan sikap saling memahami dan mengerti setiap anggota. Hal ini

21 6 dipertegas oleh Zohar dan Marshall dalam bukunya Spiritual Intelligences: The Ultimate Intelligence sebagaimana disitir oleh Paul Suparno (2013: 26) bahwa: Spiritual Quotien (SQ) sebagai inteligensi berkaitan dengan persoalan makna dan nilai hidup. Dengan Spiritual Quotien orang dapat lebih mampu untuk mengerti dan memahami apakah tindakan ini lebih bernilai dan berarti dari pada tindakan yang lain, sehingga orang dapat memilih tindakan yang lebih tepat, kita semakin sadar akan orang lain, mengerti dampak tindakan kita pada orang lain dan terutama kita akan menjadi sadar bahwa kita adalah bagian integral dari keutuhan yang lebih luas, maka dalam pemikiran dan tindakan, kita tidak berpikir egois hanya demi diri sendiri tetapi juga berpikir bagi kepentingan orang lain. Komunikasi yang dilandasi dengan saling pengertian, mendengarkan, dan menghargai sesungguhnya sangat dibutuhkan dalam hidup bersama karena dalam hidup bersama orang dapat merasakan makna dari suatu komunikasi. Menanggapi keprihatian di atas menggerakkan penulis untuk mengetahui keadaan komunikasi antar pribadi dan pemahaman para Suster SSpS tentang komunikasi efektif Karena itu, penulis terdorong untuk menggali lebih dalam mengenai peran komunikasi yang efektif dalam membangun hidup berkomunitas yang bersaudara. Peneliti mengambil judul KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAAN DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut 1. Apa makna dari komunikasi efektif bagi para suster SSpS? 2. Kesulitan apa yang dihadapi oleh para suster SSpS dalam berkomunikasi?

22 7 3. Bagaimana usaha para suster SSpS dalam berkomunikasi secara efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan? 4. Kegiatan apa yang dapat meningkatkan komunikasi efektif antar anggota, demi terciptanya semangat persaudaraan? C. Tujuan Penulisan 1. Memaparkan makna komunikasi efektif bagi para suster SSpS. 2. Mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para suster SSpS dalam berkomunikasi. 3. Mendeskripsikan usaha-usaha para suster SSpS dalam berkomunikasi. 4. Menerapkan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan komunikasi efektif antar anggota. D. Manfaat Penulisan 1. Membantu setiap suster dalam komunitas untuk menggunakan komunikasi yang efektif dalam membangun semangat persaudaraan. 2. Membantu setiap suster untuk semakin menyadari betapa pentingnya komunikasi yang efektif dalam hidup berkomunitas. 3. Membantu para anggota untuk semakin mengembangkan sikap-sikap yang positif dalam berkomunikasi di komunitas. 4. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam membangun semangat persaudaraan dengan berkomunikasi efektif sehingga mampu hidup berkomunitas dengan bijaksana dalam kasih persaudaraan.

23 8 E. Metode Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode observasi dan deskriptif analitis dengan studi pustaka, tentang komunikasi efektif sebagai cara untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. F. Sistematika Penulisan Gambaran umum tentang hal yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi ini, berikut ini adalah sistematika penulisannya: Bab I berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II menguraikan tentang komunikasi secara umum meliputi: pengertian komunikasi, pentingnya komunikasi, proses komunikasi yang terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal, mengirim pesan secara efektif, komunikasi satu arah dan dua arah, pentingnya memahami sudut pandang orang lain. Komunikasi efektif antar pribadi; pengertian komunikasi efektif: mendengarkan secara efektif, jujur terhadap diri sendiri, menerima diri dan orang lain. Pengertian komunikasi antar pribadi, peranan komunikasi antar pribadi. Faktor-faktor penghambat dan pendukung komunikasi efektif, faktor penghambat dalam berkomunikasi, faktor pendukung dalam berkomunikasi, keefektifan hubungan pribadi. Ketrampilan dasar berkomunikasi: saling memahami, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, mampu saling memberi dan menerima, mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah pribadi. Bab III berisi tentang hidup berkomunitas meliputi: pengertian hidup berkomunitas, bentuk-bentuk komunitas, ciri-ciri komunitas. Dasar hidup

24 9 berkomunitas: dasar hidup komunitas dalam kitab suci, dasar hidup dalam konstitusi kongregasi. Hidup persaudaraan dalam komunitas: kehadiran Kristus, kekuatan anggota-anggota, hubungan antara pemimpin dan anggota. Gambaran umum tentang kongregasi SSpS, sejarah berdirinya kongregasi, spiritualitas dan kharisma kongregasi. Bab IV berisi tentang gambaran situasi komunikasi antar pribadi dalam hidup berkomunitas para suster tarekat Misi Abdi Roh Kudus di komunitas Roh Suci Yogyakarta, yang terdiri dari dua bagian yaitu: bagian pertama, persiapan penelitian yang meliputi: permasalahan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bagian kedua metodologi penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden, teknik dan pengumpulan data teknik analisis data, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan penelitian. Bab V berisi tentang alasan penulis mengusulkan program game atau permainan, Pengertian permainan dan contoh-contoh permainan. Bab VI merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

25 10 BAB II KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI Dalam bab II ini penulis menguraikan tentang komunikasi secara umum, komunikasi efektif antar pribadi, faktor-faktor pendukung dan penghambat komunikasi. A. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Setiap manusia tentunya membutuhkan komunikasi dalam kehidupan seharihari. Karena itu, berkomunikasi merupakan suatu keharusan dan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi setiap orang dalam membangun hubungan dengan sesama. Tentunya, hal yang perlu diketahui dan dipahami oleh setiap orang sebelum membangun komunikasi adalah mereka harus mengetahui arti dari komunikasi itu sendiri, karena proses komunikasi yang dibangun oleh setiap orang tentunya berbeda-beda. Onong Uchjana Effendy (2004: 3) memberikan pengertian komunikasi dalam dua segi, yaitu komunikasi secara umum dan komunikasi secara paradigmatis. a. Pengertian Komunikasi secara Umum Manusia sebagai makhluk sosial, tentunya membutuhkan komunikasi dengan orang lain. Komunikasi menjadi alat untuk menyalurkan apa yang ada dalam pikiran manusia itu sendiri oleh karena itu manusia perlu berkomunikasi dengan

26 11 orang lain. Tanpa komunikasi dengan orang lain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal dan tidak dapat menghubungkan dirinya dengan orang lain. Secara etimologis atau berdasarkan asal katanya, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicare yang berarti: sama makna mengenai suatu hal Artinya, komunikasi berlangsung apa bila orang-orang yang terlibat dalam komunikasi terdapat kesamaan makna atau dengan kata lain, hubungan mereka itu bersifat komunikatif. Sedangkan, secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dengan demikian, komunikasi melibatkan sejumlah orang dimana seseorang menyampaikan atau menyatakan sesuatu kepada orang lain dan orang yang diajak berkomunikasi merespon atau menanggapi sehingga hubungan mereka bersifat komunikatif. b. Pengertian Komunikasi secara Paradigmatis Onong Uchjana Effendy (2004: 5) mengatakan bahwa komunikasi paradigmatis adalah proses komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, sehingga perlu dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu. Artinya, proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun secara tak langsung. Supratiknya (2003: 30) mengatakan bahwa komunikasi dalam pengertian ini berarti proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mengungkapkan pesan tertentu atau mempengaruhi tingkah laku orang yang menerima pesan. Selain itu James G

27 12 Robbins dan Barbara S. Jones sebagaimana disitir oleh Turman Sirait (1983: 11) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna. Komunikasi dapat juga diartikan sebagai perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi berupa pikiran dan perasaan-perasaan dari seseorang kepada orang yang lain. Arni Muhammad (2009: 5) mengatakan bahwa komunikasi adalah pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku. Demikian halnya dengan Franz Josef Eilers (2001: 16) yang mengartikan komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan dari si pengirim kepada si penerima yang berlangsung terus menerus atau berlanjut untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses kegiatan penyampaian pesan, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau informasi yang mengandung maksud dari satu pihak kepada pihak lain dalam usaha mendapatkan saling pengertian. Dengan kata lain komunikasi merupakan interaksi antar pribadi, maka komunikasi ini perlu digunakan secara efektif, agar komunikasi yang terjadi antar pribadi itu sungguh-sungguh dipahami dan dimengerti oleh kedua belah pihak tanpa mengurangi keduanya. Komunikasi selalu berkaitan atau berhubungan dengan emosi, sikap, suasana hati, motivasi, keadaan phisik, situasi perasaan yang dimiliki oleh manusia. Aspek-aspek tersebut menjadikan komunikasi sebagai sarana yang paling penting untuk membangun sebuah relasi antara kita dengan orang lain. Melalui komunikasi, kita bisa mengenal orang lain dan sebaliknya kita juga dikenal oleh

28 13 orang lain. Dengan berkomunikasi, kita dapat mengungkapkan pikiran, perasaan, isi hati, ide atau pendapat, serta maksud kita kepada orang lain. Melalui komunikasi juga, kita dapat memenuhi kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi lewat komunikasi antar pribadi. Tentunya, dalam berkomunikasi antar pribadi, sikap terbuka sangat diperlukan karena dengan ketebukaan hati seseorang dapat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh orang yang diajak berkomunikasi atau yang menjadi lawan bicara kita. Banyak orang mampu berbicara panjang lebar tetapi sulit untuk dimengerti dan dipahami. Tidak sedikit pula orang yang mampu berbicara secara singkat padat dan jelas serta isi pembicaraannya dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh orang lain. Karena itu, isi atau pesan yang disampaikan dalam berkomunikasi perlu menjadi perhatian si pembicara, agar dapat diterima dengan baik tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri. Dengan demikian, orang dapat berkomunikasi dengan efektif maka terlebih dahulu, orang perlu memahami arti dan maksud komunikasi itu sendiri Ing Wursanto (2008: 108) mengatakan bahwa pembicaraan dikatakan efektif apabila yang dibicarakan itu mudah, cepat, tepat dan dimengerti oleh pendengarnya. Suatu pembicaraan yang tidak terarah dan terlalu bertele-tele bukanlah merupakan cara bicara yang efektif. Hal ini dipertegas oleh Turman Sirait (1983: 15) bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi yang mudah ditangkap secara tepat sesuai dengan maksud pengirim pesan. 2. Pentingnya Komunikasi Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan komunikasi dengan orang lain.

29 14 Komunikasi menjadi alat untuk menyalurkan apa yang ada dalam pikiran manusia itu sendiri oleh karena itu manusia perlu berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa komunikasi dengan orang lain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal dan tidak dapat menghubungkan dirinya dengan orang lain. Johnson sebagaimana dikutip oleh Supratiknya (2003: 9) mengatakan bahwa dalam komunikasi, orang dapat menyatakan atau mengungkapkan emosi, maksud, kebutuhan, pengalaman dan dirinya kepada orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain dapat membantu perkembangan diri baik secara intelektual, afektif dan sosial. Dalam berkomunikasi dengan orang lain kebutuhan dalam diri seseorang dapat terpenuhi. Demikian juga komunikasi, dapat memberi pengaruh terhadap pembentukan identitas atau jati diri seseorang. Terkadang dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi yang begitu penting sering kali menjadi hal yang sulit dimanfaatkan. Orang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena adanya perbedaan pandangan atau persepsi, juga nilai, budaya, kecerdasan serta kemampuan seseorang dalam menyampaikan atau mengkomunikasikan isi pesan kepada orang lain. Selain itu, kemampuan dari penerima pesan juga berbeda Bahkan, komunikasi bisa menjadi sumber terjadinya konflik karena terjadinya kesalahpahaman, rasa ketidakpuasan, rasa frustasi atau stres dalam diri seseorang Apabila hal-hal negatif tersebut tidak segera diatasi maka akan mempengaruhi dan menimbulkan kesalahpahaman dalam berelasi. Oleh karena itu, pemahaman tentang pentingnya komunikasi dan cara-cara menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam proses komunikasi sangat penting untuk diketahui oleh setiap pribadi yang saling berinteraksi dalam suatu masyarakat, organisasi ataupun juga dalam hidup berkomuitas agar tujuan bersama dapat dicapai secara efisien

30 15 dan efektif dan juga demi kebahagiaan hidup manusia. 3. Proses Komunikasi Proses komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, ide, pengalaman atau perasaan seseorang kepada orang lain. Ketika orang melakukan proses komunikasi, maka unsur-unsur yang terdapat dalam suatu komunikasi, yaitu: komunikator, komunikan, pesan, saluran yang dapat merubah pesan menjadi bentuk simbolik atau lambang perlu diperhatikan oleh orang yang membangun komunikasi. Turman Sirait (1983: 18) mengatakan bahwa proses komunikasi adalah proses pengiriman atau penyampaian suatu pesan dari pengirim kepada si penerima melalui lambang-lambang atau tanda-tanda tertentu yang mempunyai suatu tujuan, disalurkan melalui suatu saluran dan mendapat respon atau umpan balik dari penerima yang sama-sama mempunyai arti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Dengan demikian, maksud yang hendak disampaikan dapat tercapai, yaitu diterima oleh lawan bicara. Karena itu dalam berkomunikasi dengan orang lain mengandaikan suatu proses. Ing Wursanto (2008: 75) mengatakan bahwa proses komunikasi ialah tahap-tahap atau langkah-langkah yang dilalui dalam melakukan komunikasi. Artinya pesan yang disampaikan oleh komunikator perlu disampaikan sedemikian rupa untuk mencapai keberhasilan komunikasi. Waktu dan tempat juga sangat menentukan apakah komunikasi dapat membuat suasana akrab dan hangat. Selain itu pesan yang mau disampaikan juga harus menggunakan bahasa yang sesuai agar dapat mencapai tujuan. Komunikasi merupakan satu hal terpenting bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia lain, baik yang

31 16 sudah dikenal maupun yang belum dikenal sama sekali. Artinya komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. a. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Setiap orang selalu berupaya menjalin relasi dengan orang lain melalui komunikasi. Dalam berkomunikasi orang bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain yang diajak berkomunikasi. Terkadang pesan yang disampaikan itu sangat jelas dan mudah dipahami orang lain, namun terkadang pesan yang disampaikan tidak dapat dipahami, bahkan disalahmengerti atau disalahpahami. Ketika seseorang berkomunikasi, tentunya salah satu hal yang perlu diperhatikan ialah apa yang disampaikan oleh komunikator terhadap komunikan, atau pesan atau hal apa saja yang menjadi bahan yang mereka perbincangkan. Dalam hidup sehari-hari komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau ide, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran. Arni Muhammad (2009: 95) mengatakan bahwa komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara lisan maupun secara tulisan. Komunikasi lisan sebagai suatu proses di mana seorang komunikator atau pembicara berkomunikasi dan berinteraksi secara lisan dengan komunikan atau pendengar secara langsung untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Komunikasi lisan berhasil dengan baik apabila dipersiapkan terlebih

32 17 dahulu. Sedangkan komunikasi tulisan sebagai suatu proses di mana seorang komunikator mengirim pesan kepada komunikan atau penerima pesan melalui simbol-simbol yang dituliskan pada kertas atau pada tempat yang bisa dibaca dan dimengerti oleh komunikan. Komunikasi tulisan ini juga akan berhasil dengan baik apa bila komunikator memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi tulisan seperti penggunaan kata-kata, cara menulis, isi dan kejelasan, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima, dimengerti dan dipahami oleh orang yang menerima pesan. Selain komunikasi verbal, ada juga komunikasi non verbal yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan pesan atau maksudnya kepada orang lain Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang tidak menggunakan kata-kata tetapi melalui ekspresi atau gerak tubuh. Arni Muhammad (2009: 130) mengatakan bahwa komunikasi non verbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Dengan komunikasi non verbal orang dapat mengekspresikan perasaannya atau menyampaikan informasi kepada orang lain melalui ekspresi wajah atau menggunakan gerak tubuh atau sikap tubuh. Artinya, melalui komunikasi non verbal orang dapat membangun dan menjalin relasi dengan orang lain. Dengan komunikasi non verbal orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu pesan atau informasi dan berbagai macam perasaan orang. Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem (2011: 110) mengatakan bahwa komunikasi non verbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan katakata atau non linguistik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal menggunakan kata-kata secara lisan maupun tulisan sedangkan komunikasi

33 18 non verbal, komunikasi yang pesannya tanpa menggunakan kata-kata tetapi lebih dengan ekspresi. Ketika seseorang melakukan proses komunikasi verbal, hampir secara otomatis didukung oleh komunikasi non verbal. Karena itu, komunikasi non verbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi non verbal digunakan untuk memastikan bahwa makna yang sebenarnya dari pesanpesan verbal dapat dimengerti atau bahkan tidak dapat dipahami. Oleh karena itu komunikasi verbal dan non verbal, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya saling membutuhkan guna mencapai komunikasi yang efektif. b. Mengirim Pesan secara Efektif Dalam berkomunikasi terkadang orang mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan oleh ketidakjelasan informasi sehingga disalah mengerti oleh orang yang diajak berkomunikasi. Banyak faktor yang mempengaruhi komunikasi menjadi tidak efektif dan menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Memang kita perlu menyadari bahwa terkadang kita kurang paham bagaimana cara berkomunikasi secara baik dan efektif dengan orang yang diajak berkomunikasi sehingga membawa hasil yang baik. Johnson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 35) mengatakan bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengirimkan pesan secara efektif. Pertama, pesan yang kita sampaikan hendaknya mudah dipahami oleh penerima pesan. Kedua, pengirim pesan hendaknya memiliki kredibilitas atau kadar kepercayaan dimata penerima pesan. Ketiga, pengirim pesan harus memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi.

34 19 Ketiga hal di atas menjadi sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang dalam berkomunikasi, agar pembicaraan dapat dimengerti dan dapat dipahami. Dalam berkomunikasi pesan yang disampaikan hendaknya mudah dipahami. Artinya bahwa apa yang kita komunikasikan dengan orang lain secara mudah dapat ditangkap maksudnya oleh orang yang diajak berkomunikasi. Karena itu, dalam berkomunikasi, kita harus memperhatikan orang yang diajak bicara, agar apa yang kita maksudkan dapat tersampaikan dan dimengerti serta diterima dengan baik oleh lawan bicara kita. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, pengirim pesan hendaknya juga memiliki kredibilitas atau kadar kepercayaan. Kadar kepercayaan yang dimaksud adalah seseorang memiliki beberapa aspek seperti: sifat bisa dipercaya sebagai sumber informasi dan sebagai pribadi yang bisa diandalkan dan diharapkan Selain itu, dalam berkomunikasi seseorang perlu memiliki motivasi atau maksud baik, sikap hangat dan bersahabat, memiliki keahlian dalam pokok pembicaraan dan memiliki sifat dinamis (proaktif, agresif dan empatik). Pengirim pesan juga ketika berkomunikasi harus lengkap dalam menyampaikan pesan sehingga mudah dipahami maksudnya. Dengan kata lain, dalam berkomunikasi pengirirm pesan perlu memilih dan menggunakan kata-kata sederhana yang mudah dipahami oleh orang yang diajak bicara. Dengan demikian, komunikasi efektif menjadi cita-cita dan harapan semua orang dan akan membawa hasil yang baik karena didukung oleh bagaimana cara ia mengirim pesan dan cara berkomunikasi. c. Komunikasi Satu Arah dan Dua Arah Setiap orang yang mengadakan komunikasi pasti akan mengharapkan

35 20 tanggapan atau umpan balik dari orang yang diajak berkomunikasi. Komunikasi satu arah yaitu komunikasi yang terjadi apabila pengirim tidak mengetahui apakah pesannya dapat dimengerti dengan baik oleh penerima. Artinya seseorang mengirim pesan tidak mendapatkan tanggapan dari lawan bicaranya. Komunikasi satu arah ini tidak membantu orang untuk lebih berkembang dalam berelasi dengan orang lain. Sedangkan komunikasi dua arah yaitu pengirim mendapatkan umpan balik dari penerima pesan secara langsung, artinya bahwa dalam berkomunikasi setiap pesan yang disampaikan mendapat tanggapan atau umpan balik dari orang yang menerima pesan. Komunikasi dua arah ini memudahkan orang untuk saling memahami dalam berkomunikasi dan saling mengembangkan relasi yang baik dan memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif (Supratiknya, 2003: 38). Dengan demikian komunikasi yang efektif mengandaikan terjadi dengan komunikasi dua arah. d. Pentingnya Memahami Sudut Pandang Orang Lain Setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Dalam berkomunikasi terkadang terjadi kesalahpahaman. Hal ini disebabkan, karena orang sering beranggapan bahwa semua orang melihat sesuatu yang terjadi dari sudut pandang yang sama, pada hal setiap orang memiliki pandangan yang berbeda. Menurut Zohar dan Marshall dalam bukunya Spiritual Intelligences: The Ultimate Intelligence sebagaimana disitir oleh Paul Suparno (2013: 26) dijelaskan bahwa: Spiritual Quotien (SQ) Sebagai inteligensi berkaitan dengan persoalan makna dan nilai hidup. Dengan Spiritual Quotien orang dapat lebih mampu untuk mengerti dan memahami apakah tindakan ini lebih bernilai dan berarti dari

36 21 pada tindakan yang lain, sehingga orang dapat memilih tindakan yang lebih tepat, kita semakin sadar akan orang lain, mengerti dampak tindakan kita pada orang lain dan terutama kita akan menjadi sadar bahwa kita adalah bagian integral dari keutuhan yang lebih luas, maka dalam pemikiran dan tindakan, kita tidak berpikir egois hanya demi diri sendiri tetapi juga berpikir bagi kepentingan orang lain. Dalam berkomunikasi dengan orang lain tentu ada perbedaan pandangan tetapi sebaiknya tidak menyebabkan hubungan atau relasi dengan seseorang menjadi retak dan menjadi kurang baik. Ketika berkomunikasi orang tidak hanya mementingkan dirinya sendiri berkaitan dengan maksud dan pesan yang hendak disampaikannya tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan orang lain yang diajak berkomunikasi. Dengan demikian dalam berkomunikasi perlu memahami sudut pandang orang lain sehingga komunikasi menjadi lebih efektif. B. Komunikasi Efektif antar Pribadi 1. Pengertian Komunikasi Efektif Supratiknya (2003: 9) mengatakan bahwa komunikasi sangat penting bagi kebahagiaan hidup manusia karena peran komunikasi adalah untuk membantu perkembangan intelektual dan sosial, membantu perkembangan pembentukan identitas diri, memahami realita dan kesehatan mental. Setiap orang membutuhkan komunikasi supaya bisa hidup secara harmonis. Dalam berkomunikasi orang sering tidak merasa puas karena komunikasi yang dilakukan tidak efektif atau tidak membawa hasil yang baik dan bermanfaat pada orang yang mengadakan komunikasi. Sering komunikasi kurang efektif karena kedua belah pihak memiliki tujuan yang berbeda dalam berkomunikasi atau komunikasi yang dilakukan tidak

37 22 sungguh-sungguh sehingga komunikasi yang dilakukan tidak efektif malahan mengecewakan. Komunikasi dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan oleh pengirim berita dapat diterima dan dimengerti oleh penerima pesan sesuai dengan maksud dari pengirim berita. Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat dari apa yang diinginkan dan lebih mengutamakan hasil. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila yang dibicarakan atau yang dikomunikasikan itu mudah dan cepat dimengerti dan dipahami maksudnya oleh pendengar. Deddy Mulyana (2001: 22) mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Dengan kata lain komunikasi dinilai efektif apabila pesan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh pengirim relevan dengan penerima, dapat ditangkap dan dapat dipahami oleh penerima. Sedangkan, Supratiknya (2003: 34) mengatakan bahwa komunikasi efektif yaitu apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Dengan demikian komunikasi dikatakan efektif apabila antara komunikan dan komunikator terjadi komunikasi dengan baik dan lancar. Seseorang yang berbicara dengan baik adalah yang dapat mempengaruhi pendengarnya dengan sikap dan gerak geriknya Karena itu dalam berkomunikasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: a. Mendengarkan secara Aktif Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi, karena pesan yang disampaikan oleh komunikator kurang didengarkan dan kurang ditangkap maknanya oleh penerima pesan. Sering terjadi

38 23 orang mengungkapkan perasaan atau pengalamannya kemudian lawan bicara langsung menanggapi tanpa sebelumnya memahami apa yang dimaksudkan dan diungkapkan oleh lawan bicara. Mendengarkan merupakan faktor penting dalam berkomunikasi. Mendengarkan secara aktif berarti memahami perasaan, kebutuhan dan keinginan pembicara, sehingga kita dapat menghargai maksud atau sudut pandang lawan bicara kita dan mengadakan interpretasi terhadap suatu pesan yang diterima. Lunandi (1989: 35) mengatakan bahwa untuk mendengarkan secara aktif harus memperhatikan beberapa hal yaitu:1) mendengarkan maksud atau arti yang hendak disampaikan si pembicara dan bukan hanya kata-kata yang diucapkan, 2) tunda penilaian sampai pihak lain selesai berbicara secara tuntas 3) usahakan tidak memotong pembicaraan dengan jawaban atau cerita yang lain, 4) pandai-pandai memetik inti sari atau pesan terpenting dari apa yang dikatakan orang, 5) tunjukkan perhatian dengan anggukan atau senyum. Dalam berkomunikasi, pendengar harus berusaha dengan sungguh-sungguh memahami maksud atau sudut pandang dari pembicara, tanpa memberi komentar atau penilaian sebelum pembicara selesai mengungkapkan apa yang hendak disampaikan. Mendengarkan dengan baik dan sungguh-sungguh tidak mudah sebab mendengarkan tidak hanya menyangkut konsentrasi dan indra tetapi juga kemampuan intelektual yang cukup berpengaruh yaitu menyangkut kemampuan untuk menangkap arti atau maksud pembicaraan. Dengan demikian kita dapat menanggapi dengan tepat saat kita berkomunikasi dengan lawan bicara. b. Jujur terhadap Diri Sendiri Dalam hidup bersama kejujuran sangatlah penting karena mendukung orang

39 24 dalam berkomunikasi. Dalam komunikasi yang baik dibutuhkan kejujuran antara kedua belah pihak yang mengadakan komunikasi. Tanpa adanya kejujuran dalam hidup bersama kemungkinan akan terjadi konflik antar pribadi ataupun kelompok Dalam menjalin relasi persaudaraan dengan orang lain dibutuhkan kejujuran dari masing-masing pribadi. Orang yang jujur pasti akan mengakui kekurangan atau kelemahan dan kelebihan dalam dirinya dengan rendah hati dan menerima kekurangan dan kelebihan dari orang lain. Kalau tidak ada kejujuran dalam pribadi seseorang dapat menghambat terjadinya komunikasi. Maka kejujuran tidak dituntut dari pribadi orang lain tetapi kejujuran itu harus dimiliki oleh setiap pribadi. Dalam berkomunikasi dengan orang lain perlu dibangun sikap jujur terhadap diri sendiri dan jujur terhadap orang lain. Lunandi (1989: 39) mengatakan bahwa betapa menyenangkan berbicara dengan orang yang mempunyai sikap terbuka untuk menyingkapkan diri dengan jujur. Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan tetapi juga melibatkan perasaan seperti kecemasan, harapan, kebanggaan dan kekecewaan. Dengan kata lain dalam berkomunikasi dengan orang lain kita perlu mengungkapkan diri seutuhnya dengan jujur. Jujur terhadap diri sendiri harus kita tanamkan dan kita terapkan dalam diri kita sendiri hari demi hari, sehingga dalam menjalin relasi dan berkomunikasi dengan orang lain kita akan semakin menghargai segala kelebihan dan kelemahannya. c. Menerima Diri dan Orang Lain Dalam hidup bersama sikap menerima diri itu menjadi hal yang sangat penting agar hidup menjadi lebih berarti. Dalam berelasi dan membina hubungan yang

40 25 baik dengan orang lain hal pertama yang harus kita lakukan adalah kita mampu untuk menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Supratiknya (2003: 84) mengatakan bahwa semakin besar penerimaan diri kita dan semakin besar penerimaan kita terhadap diri orang lain akan semakin mudah kita menjalin dan membangun relasi yang semakin mendalam dengan orang lain. Menerima diri artinya memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri dan tidak bersikap sinis atau minder terhadap diri sendiri. Dalam berkomunikasi efektif ada tiga hal yang berkaitan dengan penerimaan diri yaitu: pertama, kerelaan kita untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kita kepada orang lain. kedua, kesehatan psikologis kita dan yang ketiga, penerimaan kita terhadap orang lain (Supratiknya, 2003: 85). Menerima diri apa adanya dengan baik serta menghargainya akan membantu kita untuk membuka diri terhadap orang lain. Semakin besar kita membuka diri semakin besar pula penerimaan orang lain atas diri kita. Semakin besar penerimaan orang lain atas diri kita semakin besar pula penerimaan diri kita. 2. Pengertian Komunikasi antar Pribadi Komunikasi antar pribadi adalah suatu proses pertukaran makna antara orang -orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terus-menerus. Komunikasi antar pribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut terdapat kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

41 26 Kathleen S.Verderber sebagaimana dikutip oleh Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem (2011: 14) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik dalam menciptakan makna. Komunikasi antar pribadi selalu melibatkan umpan balik secara langsung antara sumber dan penerima. Komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai komunikasi dari hati ke hati dimana seseorang saling berhubungan dan saling mengungkapkan perasaan masing-masing dengan demikian kita dapat saling mengerti isi hati masing-masing. Komunikasi antar pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kebahagiaan hidup kita. Sadar atau tidak, ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan dengan berkomunikasi dengan sesamanya Dalam berkomunikasi ada kesempatan untuk saling berbagi perasaan dan pengalaman yang dialami dalam hidup sehari-hari dan masing-masing kita dapat menciptakan dan mempertahankan suatu relasi yang baik dengan sesama. Dalam berkomunikasi antar pribadi diperlukan suatu sikap terbuka sehingga seseorang dapat mengerti dan memahami situasi yang dialami oleh sesama. Lunandi (1989: 38), mengemukakan bahwa orang yang mau senantiasa tumbuh sesuai dengan zaman adalah orang yang mampu terbuka menerima masukan dari orang lain, merenungkannya dengan serius dan mengubah diri bila perubahan dianggapnya sebagai pertumbuhan kearah kemajuan. Dalam hal ini diperlukan keterbukaan hati dalam menyatakan atau dalam mengungkapkan dirinya sendiri secara jujur dan terbuka dengan mendengarkan dan menerima orang lain sebagaimana adanya

42 27 3. Peranan Komunikasi antar Pribadi Komunikasi antar pribadi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan berkomunikasi yang baik kita dapat mengetahui maksud dan tujuan dari lawan bicara kita. Menurut Jonhson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 9) dikatakan bahwa ada beberapa peranan komunikasi antar pribadi dalam menciptakan kebahagiaan bersama, yaitu: Komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial manusia. Perkembangan seseorang sejak bayi sampai dewasa dibentuk oleh ketergantungannya pada orang lain. Hal ini diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi. Lingkaran ketergantungan kita dan komunikasi menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan, dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Oleh karena itu lewat komunikasi dengan orang lain, kita dapat terbantu untuk menemukan dan mengetahui keunikan diri kita sebenarnya. Perbandingan sosial dapat dilakukan lewat komunikasi dengan orang lain. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Kesehatan mental kita sebagian besar ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan dengan orang lain.

43 28 C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Komunikasi 1. Faktor Penghambat Komunikasi Dalam berkomunikasi tak jarang terjadi hambatan-hambatan sehingga komunikasi kurang berjalan dengan baik dan lancar bahkan tidak seperti yang diharapkan. Menurut Onong Uchjana Effendy (2004: 11) dikatakan bahwa komunikasi berlangsung dalam konteks situasional, ini berarti bahwa komunikator atau pengirim pesan harus memperhatikan situasi ketika komunikasi sedang dilangsungkan sebab situasi sangat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi yaitu faktor sosiologis, antropologis dan psikologis. Secara sosiologis, komunikasi akan menjadi terhambat apabila komunikator mengkomunikasikan pesan atau informasi kepada orang lain kurang memperhatikan situasi sosial yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan atau lapisan, tingkat pendidikan usia dan sebagainya yang dapat menimbulkan perbedaan dalam status sosial Secara antropologis, dalam berkomunikasi seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya atau yang diajak berbicara. Dengan mengenal diri komunikan akan mengenal pula kebudayaannya, bahasa dan kebiasaannya. Secara psikologis, seringkali terjadi hambatan. Hal ini disebabkan karena dalam berkomunikasi komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak memperhitungkan kondisi kejiwaan komunikan. Lunandi (1989: 47-49) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menjadi penghalang komunikasi antar pribadi, yaitu : faktor kepentingan pribadi, yaitu bilamana seseorang dalam proses

44 29 komunikasi bersifat mendominasi atau selalu mengungkapkan kepentingannya, sehingga membosankan dan perhatian untuk mendengarkan semakin berkurang. faktor emosi, artinya bahwa sikap dan tindakan emosional dari komunikator tidak terkendalikan oleh pikiran-pikiran sehat. faktor pengalaman masa lampau, artinya komunikan sudah mempunyai prasangka atau pandangan yang kurang baik tentang komunikator. faktor status sosial atau jabatan yang berbeda dan rendah. Untuk mengungkapkan dan menyampaikan pesan atau informasi menjadi kurang lengkap oleh karena adanya perasaan takut salah berkata-kata. faktor lingkungan, artinya komunikator saat berkomunikasi dengan orang lain dalam ruang yang panas dan pengap mempengaruhi kesabaran seseorang dalam menerima dan memahami informasi atau pesan yang disampaikan. Selain beberapa faktor di atas ada juga faktor penghalang muncul dari orang yang terlibat dalam komunikasi misalnya konsep pribadi yang keliru ketertutupan, dan sarana yang terbatas. Keterbatasan ungkapan, ungkapan yang salah dan sarana yang tidak cocok dengan maksud yang akan dikomunikasikan oleh komunikator serta situasi yang kurang mendukung menyebabkan komunikasi tidak berjalan dengan baik. Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan komunikator dapat diterima oleh komunikan atau penerima pesan secara tuntas atau secara keseluruhan. Dalam berkomunikasi, komunikator tidak akan berhasil melancarkan komunikasinya, jika tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya. Hal ini disebabkan karena komunikator sebelumnya tidak mengkaji dan mengenal diri komunikan terlebih dahulu.

45 30 2. Faktor Pendukung dalam Berkomunikasi Berkomunikasi dengan orang lain berarti memperkenalkan diri kepada orang lain dengan harapan bahwa orang itu memberi respon. Scott M. Cultip sebagaimana disitir oleh Ing Wursanto (2008: 69) mengatakan bahwa keberhasilan dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: Faktor kepercayaan Dalam berkomunikasi antara komunikator atau yang mengirim pesan dan yang menerima pesan atau komunikan harus saling percaya. Dengan demikian pesan yang disampaikan dapat berhasil Faktor perhubungan atau pertalian Keberhasilan dalam berkomunikasi sangat berhubungan erat dengan situasi atau kondisi lingkungan pada waktu komunikasi sedang berlangsung Faktor kepuasan Komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah pihak Kepuasan ini akan tercapai apabila isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dimengerti dan dipahami oleh komunikan dan sebaliknya pihak komunikan memberikan respon atau reaksi kepada komunikator. Faktor kejelasan Kejelasan yang dimaksudkan di sini adalah kejelasan dalam isi pesan kejelasan dalam tujuan yang hendak dicapai juga kejelasan dalam menyampaikan atau memberikan pesan. Faktor kemampuan pihak penerima Dalam berkomunikasi hendaknya pengirim pesan atau komunikator perlu mengetahui kemampuan komunikan, oleh sebab itu pesan yang hendak

46 31 disampaikan dapat disesuaikan dengan kemampuan dari komunikan, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Supratiknya (2003: 28) mengatakan bahwa dalam berkomunikasi juga diperlukan sikap mempercayai dan dipercayai. Sikap mempercayai dan dipercaya adalah hal yang sangat penting dalam suatu komunikasi. Namun tingkat kepercayaan dalam suatu komunikasi akan berbeda-beda dan berubah-ubah sesuai dengan kemampuan dan kerelaan masing-masing individu untuk mempercayai dan dipercaya. Mempercayai berarti rela menghadapi resiko menerima akibatakibat yang menguntungkan atau merugikan dengan menjadikan dirinya rentan terhadap kritikan dari orang lain. Tepatnya, mempercayai meliputi, membuka diri dan rela menunjukan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Dapat dipercaya berarti rela menanggapi orang lain yang ambil resiko dengan cara menunjukkan jaminan bahwa orang lain tersebut akan menerima akibat-akibat yang menguntungkan. Jadi, meliputi penerimaan atas kepercayaan yang ditunjukkan oleh orang lain kepada kita. Dalam melakukan komunikasi, semua pihak harus berada dalam tingkat yang sama yaitu saling memerlukan, dan saling merasa kurang. Relasi atau komunikasi dengan orang lain tidak hanya berhenti pada menerima mereka tetapi juga hendaknya kita membangun kepercayaan pada orang lain dalam berkomunikasi. Berkomunikasi dengan orang lain kita berharap dapat menciptakan dampak tertentu, munculnya gagasan-gagasan, kesan-kesan atau menimbulkan reaksi-reaksi perasaan tertentu dalam diri orang lain. Kadang kita berhasil mencapai itu namun ada kalanya kita gagal. Artinya, kadang orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku kita dengan cara yang sangat berbeda dari yang kita harapkan.

47 32 Keefektifan kita dalam hubungan antar pribadi ditentukan oleh kemampuan kita untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin kita sampaikan, menciptakan kesan yang kita inginkan atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendak kita (Supratiknya 2003: 24). Jadi dalam meningkatkan keefektifan kita dalam hubungan antar pribadi, kita perlu berlatih bagaimana mengungkapkan maksud dan keinginan dan menerima umpan balik dari orang lain tentang tingkah laku kita. Dengan belajar dan berlatih terus menerus kita dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain sesuai dengan yang kita harapkan dari orang lain. 3. Ketrampilan Dasar Berkomunikasi Komunikasi merupakan keterampilan yang penting dalam hidup manusia Unsur yang paling penting dalam berkomunikasi adalah bukan sekedar apa yang kita tulis atau yang kita katakan, tetapi karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Penerima pesan tidak hanya sekedar mendengar kata atau kalimat yang kita sampaikan tetapi juga membaca dan menilai sikap kita. Komunikasi antar pribadi sangat penting dan untuk memulai, mengembangkan dan memelihara komunikasi yang baik dengan orang lain orang perlu memiliki sejumlah ketrampilan dasar berkomunikasi. Menurut Jonhson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 10) mengatakan bahwa ada beberapa ketrampilan dasar berkomunikasi yang perlu dikembangkan bagi mereka yang berkomunikasi yaitu: saling memahami, mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, mampu saling menerima dan saling memberi dukungan, mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi.

48 33 a. Saling Memahami Orang sampai pada sikap saling memahami jika diantara mereka yang melakukan komunikasi ada sikap saling percaya, pembukaan diri, keinsafan diri dan penerimaan diri. Artinya bahwa dalam berkomunikasi kita saling mengungkapkan tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi, termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh lawan bicara kita. Untuk dapat membuka diri, kita perlu menginsafi diri dengan menyadari perasaanperasaan kita maupun tanggapan-tanggapan batin lainnya. Dan untuk sampai pada keinsafan kita perlu menerima diri, mengakui pikiran-pikiran dan perasaan kita bukan menyangkal, menekan atau menyembunyikannya dan juga kita harus mampu untuk mendengarkan orang lain. Karena itu untuk dapat saling memahami dan memelihara komunikasi yang baik kita perlu membuka diri kepada orang lain dan mendengarkan dengan penuh perhatian saat orang lain berbicara dan membuka diri kepada kita, ( Supratiknya 2003: 11). b. Mampu Mengkomunikasikan Pikiran dan Perasaan Komunikasi akan menjadi baik dan efektif jika kita mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita secara tepat dan jelas. Mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, kita juga perlu menunjukkan sikap hangat dan rasa senang serta mampu untuk mendengarkan dengan menunjukkan bahwa kita memahami lawan komunikasi kita. Dengan saling mengungkapkan pikiran, perasaan dan saling mendengarkan kita mulai mengembangkan dan memelihara komunikasi yang efektif dengan orang lain. Lunandi (1989: 39) mengatakan bahwa orang yang terbuka mengungkapkan diri dengan jujur dan terbuka menerima orang lain

49 34 sebagaimana adanya merupakan keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan yang melibatkan perasaan seperti kecemasan, harapan, kebanggaan kekecewaan, atau dengan kata lain diri kita seutuhnya. c. Mampu Saling Memberi dan Menerima Dalam hidup sehari-hari, pada umumnya orang lebih senang menerima dari pada memberi, apa lagi memberikan sesuatu yang disukai atau yang disenangi. Memberikan sesuatu yang berharga menjadi sangat sulit untuk kita lepaskan. Kita lebih mudah menerima sesuatu yang diberikan entah itu berupa barang ataupun dalam bentuk lain dari pada kita memberi. Sering kali kita merasa sulit untuk memberikan perhatian, mendukung, mencintai, mendengarkan, menolong atau membantu orang lain karena kita harus mengeluarkan waktu, tenaga dan kesediaan hati. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif kita perlu saling menerima, saling memberikan dukungan dan saling menolong. Supratiknya (2003: 11) mengatakan bahwa saling menerima dan saling memberi dukungan atau saling menolong, dengan maksud supaya kita mampu menanggapi keluhan orang lain, menunjukkan sikap memahami dan bersedia untuk menolong sambil memberikan jalan keluar agar orang tersebut mampu untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi. Dengan demikian orang yang terlibat dalam komunikasi akan dapat berkembang secara bersama dalam segala aspek. d. Mampu Memecahkan Konflik dan Bentuk-bentuk Masalah Pribadi Proses berkomunikasi terkadang muncul masalah-masalah atau konflik antar

50 35 pribadi. Jonhson sebagaimana disitir oleh Supratiknya (2003: 94) mengatakan bahwa setiap hubungan antar pribadi terdapat unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Yang dimaksud dengan konflik adalah situasi di mana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Untuk dapat memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi, bukanlah hal mudah untuk dihadapi atau diselesaikan dengan cepat. Orang perlu belajar terus-menerus agar dapat saling membantu dalam memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah antar pribadi yang muncul dalam berkomunikasi. Konflik yang ada dapat menyadarkan, membantu, dan mendorong seseorang untuk melakukan perubahan-perubahan dalam bersikap, bertindak dan berbicara. Dengan demikian, seseorang dapat memecahkan dan mengatasi konflik atau masalah yang muncul. Tentunya, dalam berkomunikasi antar pribadi kita mampu menghadapi dan memecahkan konflik yang muncul dengan tepat agar dapat menunjang perkembangan pribadi kita sendiri maupun perkembangan relasi kita dengan orang lain.

51 36 BAB III HIDUP BERKOMUNITAS Bab III berisi tentang hidup berkomunitas, dasar hidup berkomunitas, hidup persaudaraan dalam komunitas, gambaran umum tentang kongregasi SSpS. A. Hidup Berkomunitas 1. Pengertian Hidup Komunitas Setiap orang yang terpanggil menjadi religius membutuhkan komunitas karena komunitas merupakan lingkungan hidup tempat ia bertumbuh, berkembang dan berelasi dengan sesama anggota. Orang akan merasa bahagia apabila setiap anggota komunitas memiliki relasi yang baik antar pribadi, adanya keterkaitan satu sama lain, membantu perkembangan dalam diri seluruh anggota komunitas, dan menata cara hidup komunitas yang saling mendukung menjadi satu kesatuan. Martasudjita (2003: 26) mengatakan bahwa komunitas bukan sekedar kumpulan orang-orang yang hidup bersama, tetapi satu kesatuan dari orang-orang yang hidup bersama menurut pola interaksi yang baik dan mengembangkan. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) kanon 602 diterangkan mengenai komunitas yaitu: hidup persaudaraan yang menjadi kekhasan masing-masing tarekat, dengan semua anggotanya dipersatukan bagaikan dalam satu keluarga khusus dalam Kristus, hendaknya ditentukan sedemikian sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing, selain itu dalam persekutuan persaudaraan yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi teladan dari perdamaian universal dalam Kristus.

52 37 Menurut Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012a: 22) dikatakan bahwa komunitas merupakan tempat dimana setiap anggota saling mendukung dan menantang, tempat menimba kekuatan, inspirasi, kegembiraan dalam pelayanan tempat setiap anggota saling mencintai dan dicintai dalam ikatan persaudaraan dengan Kristus sebagai dasar utama yang menyatukan, tempat berbagi iman kasihpengharapan, tempat saling membentuk diri menjadi manusia yang utuh dan bahagia sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Darminta (1984: 7) mengatakan bahwa hidup bersama dalam komunitas merupakan hidup dalam persekutuan, dimana orang sanggup dan rela untuk saling membantu, meneguhkan, menghibur dan memberi semangat maupun saling memberi koreksi yang dilandasi dengan cinta. Dalam Konst SSpS art. 304 diterangkan mengenai peranan Roh Kudus dalam komunitas sebagai berikut: Roh Kudus mempersatukan kita dalam cinta persudaraan yang tulus. Dalam keanekaan budaya, bangsa, kepribadian dan usia, kita mengalami kekayaan karunia Roh Kudus dalam diri kita masing-masing. Hendaknya kita saling menghargai, menyemangati, membantu, saling berbagi rasa dan saling memberi perhatian pada hidup dan karya. Kehadiran Roh cinta di tengahtengah kita dinyatakan dalam saling percaya dan cinta yang penuh perhatian. Ini adalah ciri khas komunitas kita. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunitas religius merupakan kesatuan orang-orang dalam ikatan panggilan yang sama untuk mengikuti Yesus Kristus. Sebuah komunitas perlu memiliki visi-misi yang sama atau tujuan yang satu dan sama. Komunitas juga merupakan medan atau lingkungan hidup yang diwarnai oleh relasi antar pribadi yang saling meneguhkan hidup panggilan, saling memperkuat, memperkaya dan saling melengkapi satu sama lain dalam mengikuti Yesus Kristus. Komunitas religius secara istimewa bernilai sebagai tanda, yang pokok bukanlah pelayanan-pelayanan profesional

53 38 para anggotanya tetapi tanda atau kesaksian hidup yang mereka berikan kepada dunia, menghadirkan dan menyebarkan cinta yang dilandasi dengan kasih persaudaraan. 1. Bentuk-bentuk Komunitas Religius Komunitas religius semakin ditantang untuk menjadi tanda dalam berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan kristiani. Berbagai bentuk penghayatan hidup persaudaraan dalam komunitas sesungguhnya merupakan kekayaan hidup dalam Roh yaitu dalam ikatan kasih yang menyatukan berbagai bentuk ikatan (Kol 3:14). Berbagai bentuk hidup komunitas religius berkaitan erat dengan kemampuan persekutuan kristiani untuk menyediakan semua karunia roh. Kaum religius ditantang untuk saling berbagi. Menurut Panitia Spiritualitas KOPTARI (2012a: 13) ada beberapa bentuk komunitas. a. Komunitas terbuka Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012a: 15) mengatakan bahwa: komunitas terbuka artinya komunitas yang mau terbuka terhadap lingkungan sekitar dan juga terbuka untuk umum. Dengan kata lain komunitas yang terbuka untuk siapa saja. Komunitas terbuka perlu memiliki semangat persaudaraan yang harus dipupuk dan dikembangkan secara terus menerus. Dalam komunitas terbuka ini, ada sikap jujur, kasih persaudaraan, ada pengampunan, kerja sama, pengorbanan, saling pengertian serta keterlibatan satu sama lain. Komunitas yang demikian akan membuahkan rahmat bagi banyak orang maupun juga untuk anggota komunitas Orang yang hadir di dalam komunitas terbuka akan merasakan kesegaran dan

54 39 kekuatan baru, mengalami kebersamaan dalam semangat persaudaraan. Untuk mencapai semua itu, dibutuhkan suatu komunikasi yang baik dan efektif antar pribadi. Komunitas menjadi sumber kekuatan bagi satu sama lain, mampu memberi kesaksian hidup bagi sesama di dalam komunitas maupun sesama di luar komunitas. b. Komunitas Religius Monastik Yang dimaksudkan dengan komunitas religius monastik ialah komunitas para rahib atau rubiah yang dalam kerendahan hati membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah dalam suasana menyendiri. Yang menjadi kekhususan dari komunitas religius monastik adalah bahwa para anggotanya mengikrarkan kaul dan bergabung tetap dengan komunitasnya. Dengan demikian diantara para anggota ada ikatan dengan komunitasnya sepanjang hidup. Mereka mencari Allah dengan membentuk persaudaraan dan diwujudnyatakan dalam hidup persaudaraan itu sendiri. Dalam menjalani hidup monastik, para rahib atau rubiah berusaha untuk tidak mengutamakan sesuatu pun melebihi kasih Kristus. Penghayatan hidup bersama melalui persembahan diri dan hidup seutuhnya dihadapan Allah. Buah dari penghayatan ini nampak dalam sikap dan perbuatan baik, sehingga setiap anggota merasa merasa kerasan. Para anggota komunitas mengenal kehendak Allah melalui tugas pelayanan, melalui segala hal dan melalui peristiwa sehari-hari, Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012a: 33-35). 3. Ciri-ciri Komunitas Komunitas yang baik adalah komunitas dimana kita bisa menjadi diri kita

55 40 sendiri dan terbuka terhadap segala masukan dan kritik. Komunitas yang menunjukkan simpatinya kepada sesama anggota komunitas dan bukan pada saat senang saja tetapi juga pada saat duka. Komunitas yang baik, komunitas yang mempunyai belas kasihan terhadap sesama, yang selalu mengajak kita perduli terhadap beban sesama kita. Komunitas harus sungguh-sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yang paling utama yaitu cinta kasih Kristus. Persatuan dalam komunitas berpangkal pada kehendak Bapa yang mengumpulkan kita menjadi satu. Komunitas diwujudkan dalam perjuangan bersama dan tidak terlepas pula dari perjuangan secara pribadi untuk mewujudkan kehendak Bapa dalam bimbingan Roh Kudus. Komunitas religius bukanlah sekedar kelompok orang yang hanya mau melayani saja tetapi komunitas religius adalah orang-orang yang dipanggil oleh Allah agar mereka dapat menikmati anugerah rahmat khusus dalam hidup Gereja (LG, art 43) oleh karena itu hidup religius bercirikan mengikuti Kristus. Untuk mengikuti Kristus yang hidup dalam suatu tarekat yang diakui oleh Gereja tentu memiliki aturan. Aturan tersebut untuk membantu setiap anggota untuk dapat sungguh-sungguh membaktikan diri kepada Allah lewat karya pelayanan yang ada dalam tarekat tersebut. Berdasarkan Konst SSpS (Hal: 45) ada tiga hal atau ciri-ciri yang harus dihidupi oleh seorang anggota komunitas untuk mencapai tujuan hidup dalam mengikuti Kristus yaitu: hidup berkaul, hidup doa dan hidup komunitas. a. Hidup Berkaul Sebagai seorang religius dipanggil secara khusus untuk membaktikan diri

56 41 seutuhnya dengan ikatan ketiga kaul yaitu: keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Pertama, kaul keperawanan adalah suatu jalan mencinta dan dipelihara dengan cinta. Penyerahan diri yang total kepada Tuhan dan pengabdian tanpa pamrih kepada sesama, memperdalam persatuan kita dengan Kristus dan menjadi sumber kesuburan rohani. Cinta membebaskan hati untuk kepentingan Tuhan dan memberi kita kekuatan untuk tetap bersedia melanjutkan karya keselamatan Kristus di dunia. Dengan kaul keperawanan kita menyerahkan diri kepada Tuhan dengan cinta yang tak terbagi, melepaskan cinta perkawinan dan hidup berkeluarga (Konst SSpS, art. 206). Kedua, kaul kemiskinan adalah bahwa kita menerima pembatasan hak untuk memiliki, memperoleh, serta hak untuk menggunakan barang-barang. Dengan kaul kemiskinan kita juga melepaskan kebebasan menentukan benda-benda material serta kebebasan menggunakan harta milik (Konst SSpS, art. 211). Ketiga, kaul ketaatan, Kristus memanggil kita untuk melanjutkan ketaatan-nya dalam hidup kita, oleh karena itu melalui jawaban yang bebas dan melalui kaul ketaatan kita mengikuti Dia dalam penyerahan-nya yang total kepada kehendak Bapa. Sebagai anggota dalam tarekat berjanji untuk bersedia menerima dan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan oleh pemimpin. Melalui ketaatan kita setiap hari Roh Kudus membawa kita semakin dalam ke dalam misteri Kristus serta menguatkan bila kita harus belajar taat melalui penderitaan seperti Kristus (Konst SSpS, art 218, 219). Hidup religius berarti hidup sebagai manusia kristiani yang menerima permandian dan memilih hidup berkaul sebagai jalan khusus yang dapat membantu kedekatanya dengan Kristus. Sebagai seorang religius, kaul merupakan sarana utama untuk mencapai persatuan dengan Allah. Kaul merupakan sarana dan hakekat hidup membiara

57 42 sekaligus ciri khas religius yang membedakan dari orang kristiani pada umumnya Hidup berkaul merupakan cara hidup yang ditempuh melalui nasehat-nasehat Injili. Nasehat Injili itu adalah hidup murni, miskin dan taat. Dalam Kitab Hukum Kanonik, pengertian kaul adalah: Kaul, yakni janji yang telah dipertimbangkan dan bebas mengenai sesuatu yang lebih baik dan terjangkau yang dinyatakan kepada Allah, harus dipenuhi demi keutamaan religi (KHK, kan. 1191). Dengan mengikrarkan kaul para religius mempersembahkan diri kepada Allah dengan perantaraan Gereja dan digabungkan dalam ordo atau tarekat religius. Kaul yang diikrarkan oleh seorang anggota lembaga religius dan menyangkut hidup dalam kemurnian, kemiskinan dan ketaatan untuk seumur hidup. Kaul-kaul yang diucapkan para religius merupakan tantangan yang terus menerus, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Melalui kaul-kaul, hidup kaum religius diarahkan kepada pewartaan kabar baik. Para religius mewujudkan hidup hariannya melalui ketiga kaul, dengan berkomitmen dan pemberian diri yang total kepada Allah Dengan demikian dalam menghayati ketiga kaul ini, para religius lebih bebas melaksanakan karya cinta kasih kepada sesama. a. Hidup Doa Setiap komunitas religius akan selalu diwarnai dengan hidup doa. Seorang religius secara terus menerus hidup tanpa doa akan mengalami kekeringan dalam hidup, tidak bersemangat dan tidak membawa kebahagiaan dalam hidupnya Setiap komunitas religius perlu mengatur jadwal doa sedemikian rupa seperti doa-doa ibadat harian, rekoleksi, retret, penyembahan Sakramen Maha Kudus, devosidevosi tertentu, doa rosario maupun doa-doa lain yang dapat dilakukan baik

58 43 secara pribadi maupun secara bersama. Dengan demikian semua anggota komunitas dapat hidup dengan baik dan mengalami persatuan yang akrab dengan Allah dan mampu menjalin relasi yang akrab dengan sesama anggota komunitas maupun sesama di luar komunitas. b. Hidup Berkomunitas Hidup religius adalah hidup dalam komunitas karena hidup religius hanya dapat diwujudkan lewat dan dalam komunitas. Sebagai religius hidup bersama dalam komunitas merupakan suatu hal atau unsur yang sangat penting. Dengan hidup bersama dalam komunitas setiap anggota komunitas diharapkan untuk saling melengkapi satu sama lain yang dilandasi dengan semangat persaudaraan. Seorang religius harus mampu untuk hidup dalam komunitas dan memiliki semangat persaudaraan. Komunitas harus sungguh-sungguh merupakan komunitas iman dengan ikatan hidup komunitas yaitu cinta kasih Kristus. Persatuan dalam komunitas berpusat pada kehendak Bapa yang mengumpulkan kita menjadi satu. Hidup komunitas diwujudkan dalam perjuangan bersama juga tidak terlepas dari perjuangan secara pribadi untuk mewujudkan kehendak Bapa dalam bimbingan Roh Kudus. Anggota komunitas terdiri dari pribadi-pribadi yang berbeda dipanggil Kristus untuk hidup bersama dengan-nya dan melaksanakan karya-nya. Dengan demikian setiap anggota komunitas hendaknya memberikan kesaksian kepada sesama tentang kehadiaran Allah yang penuh cinta kasih. Ketiga ciri khas hidup religius yaitu hidup kaul, hidup doa dan hidup berkomunitas menjadi suatu kesatuan untuk dapat hidup dalam komunitas religius yang sejati dalam

59 44 mewartakan cinta kasih Allah kepada semua orang. Dengan demikian ketiga ciri khas hidup religius yaitu hidup berkaul, hidup doa dan hidup berkomunitas menjadi tanggung jawab setiap anggota komunitas untuk dapat mengikuti Kristus secara bebas dan total. B. Dasar Hidup Komunitas Religius 1. Dasar Hidup Komunitas dalam Kitab Suci Manusia, adalah makhluk sosial, yang sebenarnya tidak dapat hidup sendiri Kita membutuhkan sesama untuk saling melengkapi satu sama lain, saling mengenal, saling mendukung serta saling menghargai sebagai saudara dan sebagai satu keluarga Allah. Mengalami komunio atau persatuan dengan Tuhan dan sesama menjadi tanda-tanda yang mengawali perkembangan kekristenan perdana, seperti tertulis dalam kitab suci. Dalam Kis 2:44-47 dikatakan bahwa: Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. Kehidupan jemaat perdana diwarnai dengan semangat kasih persaudaraan, hal ini sesuai dengan amanat Yesus dalam Injil Yoh 15:12 bahwa, Inilah perintah- Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Untuk melihat satu sama lain sebagai saudara dan saudari adalah tradisi religius lama yang kita bagikan. Sejak awal, para rasul sudah membentuk hidup bersama

60 45 atau hidup berkomunitas. Dengan hidup bersama, mereka saling menerima dan mencoba untuk berbagi apa saja yang telah mereka terima dan miliki. Sikap menghargai satu sama lain melalui tutur kata dan perilaku melambangkan adanya persaudaraan di dalam komunitas. Tanpa adanya sikap saling menghargai satu sama lain, mustahil akan terwujud persaudaraan yang jujur dan tulus persaudaraan tanpa kepura-puraan dan kecurigaan. Kebersamaan atau persaudaraan yang bertumbuh dan berkembang dalam cinta merupakan tujuan terdalam dari setiap anggota dalam komunitas, yaitu cinta kepada Tuhan, cinta kepada sesama dan cinta akan diri sendiri. Dengan itu kehidupan bersama menjadi tempat kita berbagi melalui berbagai macam anugerah yang kita terima. Kita saling berbagi anugerah, diantarnya: kebahagian, waktu, talenta, milik, pengalaman iman, kerasulan, humor, tugas dan tanggung jawab, juga saling menanggung dan mengatasi kelemahan, kegagalan dan keterbatasan. Kita juga perlu belajar untuk menerima dan mencintai perbedaan sebagai suatu kekayaan, saling belajar satu sama lain dan menjadi sarana untuk membangun kekuatan. Sebagaimana satu tubuh terdiri atas berbagai macam anggota yang saling melengkapi dan tak terpisahkan satu sama lain, demikian pula dalam hidup bersama, satu sama lain saling melengkapi dari keanekaragaman yang ada (1 Kor 12:12-31). Komunitas kaum religius terbentuk dari berbagai macam pribadi, namun disatukan oleh kasih llahi. Hal ini menuntut dari setiap pribadi kesetiaan dan kreatifitas untuk tetap berada dalam kebersamaan, persaudaraan dan kesatuan serta rasa tanggung jawab. Setiap orang menyumbang sikap hati yang tulus dalam berbagi hidup, pengertian dan saling membantu. Semua orang yang telah menjadi

61 46 percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama (Kis 2:44). Setiap anggota hendaknya penuh perhatian terhadap sesama dan pada saat mendapat kesulitan, kurang mendapat motivasi dari orang lain dan sebagainya. Setiap anggota berusaha menawarkan dukungan bagi anggota lain menciptakan suasana kasih dan damai bagi saudara yang sedang mengalami kesusahan karena kesulitan dan cobaan-cobaan yang dialami. Hal ini juga seperti ditegaskan oleh rasul Petrus ketika memberikan pesan kepada jemaat-jemaatnya Hendaklah kamu seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati (1 Ptr 3:8). 2. Dasar Hidup Komunitas Religius Hidup bakti religius biasanya dihayati dengan dan dalam kesatuan dengan Gereja. Hidup religius merupakan persembahan diri yang bebas dan total kepada Allah, melalui Gereja dalam persekutuan komunitas Apostolik. Pembaktian diri secara gerejawi diterima dan disyahkan oleh Gereja, sebab Gereja sendiri sadar bahwa hidup religius merupakan anugerah hidup Allah sendiri bagi Gereja. Dengan demikian hidup religius harus merupakan pelayanan kepada Gereja dengan tugas-tugasnya yaitu menegakkan kerajaan Allah, masing-masing menurut kharisma dan panggilannya (LG, art. 45). Hidup religius di dalam Gereja merupakan anugerah Roh Kudus kepada Gereja, demi pelayanan kepada Gereja dan masyarakat. Sebagai anugerah yang nyata kepada Gereja, hidup religius mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Hal pokok yang menjadi dasar hidup religius ialah mengikuti Kristus dengan jalan hidup Yesus sendiri yang ditandai dengan kemurnian, kemiskinan dan ketaatan. Hidup religius nyata dalam

62 47 penghayatan kerohanian, tujuan hidup dan pelayanan yang nyata. Hidup religius juga ditandai dengan kasih persaudaraan. Hidup persaudaraan yang menjadi kekhasan masing-masing tarekat, dengannya semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus, hendaknya ditentukan sedemikian sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Selain itu, dalam persekutuan persaudaraan yang berakar dan berdasar dalam cintakasih, para anggota hendaknya menjadi teladan dari pendamaian universal dalam Kristus (KHK, kan. 602). Menurut KHK, kan. 740 dikatakan bahwa: para anggota harus tinggal di rumah atau komunitas yang dibentuk secara legitim dan memelihara hidup bersama menurut norma hukum serikat itu sendiri; dalam hukum itu diatur pula kepergian dari rumah atau dari komunitas. Dalam hidup religius setiap anggota yang telah mempersembahkan diri secara bebas dan total kepada Allah diharapkan harus tinggal di dalam komunitas atau tarekat yang sudah dibangun dan berusaha untuk menghidupi, menjalankan dan mentaati aturan atau norma hukum dari tarekatnya dengan hati yang bebas, agar dalam hidup bersama dapat menghadirkan dan mewujudkan kasih Allah kepada sesama melalui karya-karya kerasulan. C. Hidup Persaudaraan dalam Komunitas Menurut Panitia Spiritulitas KOPTARI (2012b: 16) dikatakan bahwa: Membangun hidup berkomunitas dalam kasih persaudaraan sejati tidak mudah Karena itu satu hal yang penting adalah adanya sikap terbuka dari setiap anggota komunitas untuk saling menumbuhkembangkan semangat persaudaraan dalam

63 48 hidup bersama. Yang dimaksudkan dengan sikap terbuka yaitu bahwa adanya sikap jujur, kasih persaudaraan, kerja sama, saling pengertian, pengorbanan dan keterlibatan satu sama lain. Persaudaraan adalah hubungan antar sesama anggota komunitas yang dilandasi dengan sikap menghargai satu sama lain melalui tutur kata dan perilaku. Tanpa adanya sikap saling menghargai dan saling mendengarkan satu sama lain, mustahil akan terwujud persaudaraan yang jujur dan tulus. Menurut Martasudjita (2003: 94) dikatakan bahwa dalam hidup berkomunitas, setiap anggota komunitas pertama-tama dipanggil untuk hidup bersama dalam kasih persaudaraan dan saling mendukung. Dukungan yang paling perlu adalah kasih dan perhatian melalui hati dan doa. Persaudaraan yang dilandasi oleh hati dan batin yang mencinta akan jauh lebih kuat dan membahagiakan. Setiap anggota komunitas yang sungguh menyadari dan mengalami bahwa ia dicintai Tuhan tanpa syarat dan tanpa batas, total dan radikal, dapat mencintai dan mengasihi sesamanya dan akan dapat hidup dalam kasih persaudaraan. Dalam hidup berkomunitas ada hal-hal yang mendukung dan menyatukan setiap anggota komunitas seperti kehadiran Kristus, kekuatan anggota-anggota dan hubungan antara pemimpin dan anggota. 1. Kehadiran Kristus Darminta (1984: 12) mengatakan bahwa: komunitas menjadi tempat dan sarana untuk menghayati hidup religius. Karena itu menjadi tanggung jawab setiap anggota untuk berjuang membangun komunitas yang sungguh-sungguh menampilkan kehadiran Kristus. Kristus sendiri telah mempersatukan anggota-

64 49 anggota komunitas dalam ikatan yang satu dan sama. Komunitas menjadi religius apabila di dalam komunitas ada kasih persaudaraan dan persahabatan yang mengikat anggota-anggota yang diresapi oleh kehadiran Kristus. Dengan saling membangun cinta dan kasih persaudaraan sejati setiap anggota komunitas dapat menyatakan kehadiran Kristus. Salah satu bentuk nyata kehadiran Kristus dalam komunitas yaitu melalui perayaan ekaristi. Ekaristi mempersatukan setiap anggota komunitas, yang dinyatakan di dalam Kristus dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama saudara. Ekaristi berperan membangun ketulusan dalam hidup bersama. Ketulusan membantu setiap anggota komunitas untuk saling menaruh hormat dan saling mengasihi satu sama lain. Ekaristi menjadi pusat hidup kaum religius karena dalam ekaristi para religius mengalami perjumpaan dengan Kristus dalam sabda dan sakramen juga mengambil bagian dalam cinta kasih Kristus. Berkumpul bersama di sekeliling meja yang satu dan sama kita dikuatkan dengan mendengar Sabda Allah dan menyantap tubuh Kristus. Dengan demikian kita bertumbuh dalam persatuan dengan Tuhan dengan sesama dan dengan mereka yang kita layani (Konst SSpS, art. 302). 2. Kekuatan Anggota-anggota Setiap anggota komunitas saling memberi kekuatan-kekuatan dan daya hidup kepada komunitas dan anggota-anggotanya dalam komunitas. Hidup bersama dalam komunitas akan menjadi kuat apa bila masing-masing anggota komunitas menyumbangkan segala sesuatu yang dimiliki juga pemberian diri yang tulus untuk melayani Tuhan dalam diri sesama. Anggota komunitas saling membuka diri dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih. Hidup bersama dalam komunitas

65 50 juga menjadi pengalaman hidup dalam persatuan dan kasih, yang didasarkan atas kebebasan, kepercayaan, keterbukaan satu sama lain dan komunikasi. Dengan demikian menjadi kesempatan untuk mengungkapkan dan menunjukkan kebaikan, cinta, saling menghormati, saling melayani, saling mempercayai, saling memberi nasehat, saling membangun dan saling memberi semangat. Ikatan persaudaraan akan semakin dirasakan dalam komunitas dan hidup bersama tidak lagi dilihat sebagai hidup laku tapa dan membosankan tetapi merupakan ungkapan hidup persatuan dengan Allah sendiri yang memberikan kegembiraan dan kebahagiaan (Darminta, 1984: 12-13). 3. Hubungan antara Pemimpin dan Anggota Hidup bersama dalam komunitas merupakan ungkapan komitmen antar satu sama lain. Dalam usaha untuk menghayati hidup religius, komunitas merupakan tempat di mana setiap anggota saling mendukung dan menantang, tempat untuk menimba kekuatan, inspirasi, kegembiraan dalam pelayanan dan juga merupakan tempat saling mencitai dan dicintai dalam ikatan persaudaraan, dengan Kristus sebagai dasar utama yang menyatukan, juga sebagai tempat untuk berbagi iman kasih dan pengharapan. Komunitas juga merupakan tempat setiap anggota bertumbuh dan berkembang membentuk diri menjadi manusia yang utuh dan bahagia sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Dengan demikian relasi antar pemimpin dan sesama anggota hendaknya ditandai dengan sikap saling menerima menghormati dan menghargai satu sama lain. Pemimpin komunitas hendaknya bersikap bijaksana dalam merangkul para anggota komunitas, dengan tidak membedakan satu sama lain sehingga setiap anggota komunitas merasa diterima

66 51 dan dihargai keberadaanya (Panitia Spiritualitas KOPTARI 2012b: 22). Para suster SSpS dipanggil Allah untuk hidup dalam satu komunitas, dalam kasih persaudaraan. Kebersamaan dan persaudaraan yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, bertumbuh dalam berbagai pengalaman hidup yang berbeda, diharapkan masing-masing anggota komunitas bertumbuh dan berkembang dalam kebersamaan dalam ikatan kasih persaudaraan. Dalam hidup bersama di komunitas, para suster SSpS belajar mencintai dan menerima perbedaan sebagai suatu kekayaan, belajar menghargai dan saling mendengarkan sehingga menjadi sarana untuk membangun kasih persaudaraan. D. Gambaran Umum Kongregasi SSpS 1. Sejarah Singkat Berdirinya Kongregasi SSpS Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) didirikan oleh St. Arnoldus Janssen pada tanggal 8 Desember 1989 di Steyl-Belanda. Langkah-langkah awal pendirian kongregasi sebagai berikut: Arnold Janssen menerima gadis-gadis muda untuk bekerja sebagai pembantu di dapur Rumah Misi Santo Mikael. Mereka adalah Theresia Sicke yang kemudian disebut Suster Anna. Helena Stollenwerk yang dikenal dengan sebutan Ibu Maria, Hendrina Stenmanns dikenal dengan sebutan Ibu Yosepha dan Gertrud Hegemann yang kemudian menjadi salah satu SSpS pertama yang diutus ke Argentina. Para gadis muda tersebut bekerja sebagai pembantu namun Arnold Janssen menyebut mereka Postulan dan dari permulaan Arnoldus Janssen sudah sangat keras dalam seleksi dan memberikan mereka acara harian seperti sebuah komunitas religius. Dalam perjalanan waktu karena semakin bertambahnya jumlah bruder di

67 52 Rumah Misi Santo Mikhael, maka Arnold Janssen menugaskan para bruder untuk bekerja di dapur menggantikan para suster Penyelenggara Ilahi, sementara para pembantu diserahi tugas mengurus kamar cuci seminari, mereka menambal dan melipat pakaian. Bulan Juni 1887, Arnold Janssen merasa bahwa sudah waktunya mengambil keputusan mengenai para pembantu. Tetapi ia takut mengambil langkah untuk mendirikan sebuah kongregasi. Ia tahu bahwa ini berarti banyak masalah dan kekuatiran dan ia hampir tidak dapat mengatasi masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Tanggal 12 Juli 1888, ketiga suster Penyelenggara Ilahi terakhir meninggalkan Rumah Misi dan dua hari kemudian keempat pembantu dipindahkan ke sebuah biara kecil dengan nama Drei Linden. Pemindahan tersebut membawa kegembiraan tersendiri bagi para pembantu dan bertumbuh harapan bahwa keinginan hati mereka yang terdalam akhirnya akan segera terwujud. Mereka tetap berharap dengan semangat dan dedikasi baru, menanti dan menanti. Pertengahan tahun 1889, anggota pertama SVD diutus ke Argentina, maka tersedialah lapangan misi untuk para suster di negeri itu. Tanggal 19 November 1889, Arnold Janssen mengumumkan kepada para imam di Rumah Misi bahwa dia telah menandatangani persewaan biara dengan propinsial para kapusin dan Kongregasi untuk para suster akan segera dimulai Tanggal 7 Desember 1889 malam para pembantu dipindahkan ke Biara Kapusin Tanggal 8 Desember 1889, diakui sebagai hari berdirinya Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS), (Stegmaier, 1900: 20-24) Sampai saat ini Kongregasi SSpS sudah berkarya di lima benua atau hampir di seluruh Negara dan merupakan kongregasi internasional yang terdiri dari berbagai

68 53 suku, bahasa, bangsa, kebudayaan dan adat istiadat, namun disatukan oleh Roh Kudus dan bersumber pada relasi cinta Allah Tritunggal. Kongregasi SSpS berpusat di Roma, Italia dan berkarya di berbagai benua seperti: Benua Afrika meliputi negara Angola, Botswana, Bolivia, Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo dan Zambia. Benua Amerika Serikat: Antiqua, Barbua, Illinois, Maryland, Pennsylvania, dan Missisipi. Benua Asia: India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina, Taiwan dan Timor Lorosae. Pacific: Australia dan Papua New Guinea. Benua Eropa: Austria, Belanda, Czechos Slowakia, Italia, Inggris, Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland dan Ukraina. Di Indonesia kongregasi SSpS terdiri dari lima provinsi yaitu: Provinsi Jawa, Provinsi Timor, Provinsi Flores Timur, Provinsi Flores Barat dan Provinsi Kalimantan. 2. Spiritualitas Kongregasi SSpS Spiritualitas berasal dari kata Latin spiritus yang berarti roh, jiwa, semangat. Dalam arti sebenarnya Spiritualitas berarti hidup yang berdasarkan pada roh atau menurut roh (Hardjana, 2005: 64). Dengan menghayati spiritualitas, orang beragama menjadi orang spiritual, yaitu orang yang menghayati Roh Allah dalam hidup nyata sehari-hari sesuai dengan panggilan dan peran hidupnya (Hardjana, 2005: 65). Spiritualitas pertama-tama merupakan way of life, suatu cara hidup kekristenan untuk menanggapi panggilan Allah dalam terang Sabda Allah di bawah bimbingan Roh Kudus. Spiritualitas sebagai buah dari perjumpaan Tuhan Kristus Sang Sabda, Gereja dan realitas yang membawa suatu tanggapan bagi setiap

69 54 pribadi. Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi orang beriman dengan Allah dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatannya (Soetopo, 2012: 9) Spiritualitas kongregasi SSpS bersumber dari warisan rohani St.Arnoldus Janssen sebagai pendiri Kongregasi. Spiritualitas yang diwariskan oleh bapak pendiri adalah Spiritualitas Allah Tritunggal Maha Kudus, namun Kongregasi SSpS lebih mengkhususkan kepada Roh Kudus. Sebagai Abdi Roh Kudus para suster secara istimewa mencintai dan memuliakan Roh Kudus. Para suster menyadari bahwa Roh Kudus memenuhi hati mereka dengan Cinta Allahmengubah mereka, meresapi doa dan karya mereka. Roh Kudus pula memampukan para suster SSpS sanggup untuk mengambil sikap pasrahmencintai dan menyerahkan diri secara total kepada Tuhan. Para suster SSpS secara khusus memberi penghormatan kepada Roh Kudus, hal ini tampak dalam tradisi kongregasi, bahwa setiap senin ketiga dalam bulan anggota komunitas melakukan devosi kepada Roh Kudus. Melalui devosi tersebut diharapkan para anggota komunitas dalam bersikap, bertindak dan karya pelayanan mencerminkan kehadiran Roh Kudus di dalam dunia (McHugh, 1978: 9-11) Secara pribadi maupun sebagai komunitas, para suster memperbaharui cinta dan penghormatan kepada-nya dan setiap hari para suster menyerukan dalam doa Veni Creator Spiritus dan Veni Sancte Spiritus memohon bantuan-nya untuk Gereja dan karyanya (Konst SSpS, art. 405 $2, $3). Kehidupan para suster SSpS hendaknya selalu menempatkan diri dalam bimbingan Roh Kudus dan seluruh hidupnya diresapi dan dijiwai oleh Roh Kudus. Sebagaimana diungkapkan oleh ibu Josepha (co-pendiri) seruan kepada Roh Kudus, Datanglah Roh Kudus

70 55 haruslah menjadi nafas hidup para suster SSpS (Kost SSpS, atr. 405 $4). Seorang suster SSpS hendaknya menjalin dan memiliki relasi yang khusus dan mendalam dengan Allah Roh Kudus. Dengan demikian hal ini akan nampak dalam sikap dan pelayanan serta kehadiran setiap suster dalam memberi kesaksian tentang kehadiran-nya dalam dunia (Konst SSpS, hal: 19). Roh Kudus memanggil para suster SSpS kedalam pelayanan-nya dan membaharui diri mereka dengan rahmat penguatan, sehingga para suster dapat mengalami keberanian dan kekuatan-nya untuk mewartakan kabar gembira, juga dapat menghadapi tantangan dan kesulitan. Dalam cinta kasih, kegembiraan, kesabaran dan kebaikan hati, para suster SSpS haruslah menampakkan kehadiran Roh Kudus di dalam dunia Kongregasi SSpS didirikan dengan maksud untuk mewartakan kabar gembira dan panggilan misioner SSpS berakar dalam iman kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang hidup dan tinggal dalam hati manusia. Sebagai kongregasi misi para suster dipanggil dan diutus untuk mewartakan Allah Tritunggal Maha Kudus agar semakin dikenal, dicintai dan dimuliakan oleh segala bangsa (Konst SSpS, art. 404). 3. Kharisma Kongregasi SSpS Kharisma kongregasi SSpS berawal dari Kharisma Arnoldus Janssen, sebagai pendiri. Kharisma yang diwariskan adalah Misioner. Bapak pendiri menginginkan suatu tarekat religius yang sama sekali misioner, yang menjadikan mandat serta pelayanan misioner Gereja sebagai ciri khas program dan inti hidupnya. Ciri khas kharisma misioner kongregasi harus dilihat dalam hubungannya dengan kharisma misioner Gereja Universal. Dengan demikian Arnoldus Janssen menginginkan

71 56 supaya para suster bekerja di daerah misi dengan karya pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, sosial pastoral pembinaan rohani, pelayanan terhadap orang kecil, miskin, tersingkir dan tertindas (Konst SSpS, art ). Setiap suster SSpS dengan segala konsekuensinya selalu siap sedia untuk diutus kemana saja, bahkan harus meninggalkan tanah air, bahasa ibu dan lingkungan kebudayaan. Kesediaan untuk pengabdian misioner ini merupakan ciri khas panggilan kongregasi SSpS (Konst SSpS, art. 104). Pelayanan misioner menjadi subur dan berarti apa bila hanya dalam mengikuti Kristus dan dalam kesatuan dan keterikatan dengan pribadi-nya. Bentuk konkrit hidup mengikuti Kristus dalam kongregasi SSpS ditentukan oleh kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan para suster. Ketiga nasihat injil itu mengungkapkan cinta kepada Kristus satu-satunya dan kepada semua manusia. Pengabdian misioner para suster SSpS berdasarkan relasi Allah Tritunggal; dicintai Bapa, diutus Putera dan dikuatkan Roh Kudus (Konst SSpS, art. 122). Kharisma adalah karunia rohani yang dianugerahkan kepada orang-orang tertentu supaya diabdikan kepada sesama dan Gereja. Kesimpulannya: Spiritualitas dan Kharisma saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan menjadi dasar keberadaan suatu tarekat. Spiritualitas dan kharisma dapat menjadikan seseorang memiliki relasi yang intim dengan Tuhan dan sesama yang ada di sekitarnya. Spiritualitas Kharisma dan suatu Tarekat Religius dapat ditinjau dengan memandang kembali kepada pendirinya yang telah meletakkan dasar dan menandainya dengan ciri-ciri khas.kewajiban yang pertama dan terutama dari suatu Tarekat Religius adalah tetap setia pada warisan rohani Bapa pendiri Kharisma khusus dari Tarekat Religius yang didirikan St. Arnoldus Janssens

72 57 adalah mandat misionaris sebagai hadiah dan tugas. Sedangkan Spiritualitasnya adalah terarah pada Misteri Allah Tritunggal dan secara istimewa kepada Pribadi Roh Kudus. Menurut Konst SSpS (hal: 18) dengan jelas dikatakan bahwa: Panggilan misioner kita berakar dalam Iman kepada Allah Tritunggal Mahakudus yang hidup dalam hati kita. Secara pribadi maupun sebagai persekutuan, hendaklah kita memuliakan Allah Tritunggal dengan melaksanakan tugas apa pun, agar Dia dikenal, dicintai serta dimuliakan oleh segala bangsa.

73 58 BAB IV GAMBARAN SITUASI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER TAREKAT MISI ABDI ROH KUDUS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA Komunikasi antar pribadi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam hidup berkomunitas, sebab komunikasi yang efektif antar pribadi akan membantu para Suster SSpS untuk mewujudkan komunitas persaudaraan Ketika menyadari bahwa pentingnya komunikasi efektif antar pribadi dalam hidup berkomunitas Pada bab ini, akan diuraikan situasi komunikasi antar pribadi dalam hidup berkomunitas melalui proses penelitian. Petama-tama, penulis memaparkan persiapan penelitian, yaitu permasalahan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Kemudian, menguraikan metode penelitian, yaitu pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian responden penelitian, teknik pengumpulan data dan instrument penelitian teknik analisis data. Bagian terakhir dalam bab ini, penulis mendeskripsikan secara terperinci hasil penelitian dan pembahasan. A. Persiapan Penelitian 1. Permasalahan Penelitian a. Sejauh mana pemahaman para Suster SSpS tentang komunikasi efektif antar pribadi, baik komunikasi secara verbal maupun komunikasi non verbal? b. Hambatan-hambatan apa yang dialami para suster dalam membangun komunikasi dan bagaimana mengatasi hambatan-hambatan tersebut?

74 59 c. Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung dan memperlancar para Suster SSpS dalam berkomunikasi? d. Makna atau pesan apa sajakah yang dapat dipetik para suster dalam berkomunikasi efektif? e. Apa saja yang menjadi harapan para suster dalam berkomunikasi efektif? 2. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pemahaman para Suster SSpS mengenai komunikasi efektif antar pribadi. b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dialami para Suster SSpS dalam berkomunikasi dan cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut. c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dalam berkomunikasi. d. Untuk mengetahui makna komunikasi efektif bagi para suster. e. Untuk mengetahui harapan para suster mengenai komunikasi efektif. 3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para Suster SSpS dalam meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. B. Metodologi Penelitian Bagian ini akan dibahas peneliti mengenai: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik pengumpulan data dan instrument penelitian, teknik analisis data dan pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan.

75 60 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 1993: 3) 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juni-Juli Penelitian diadakan di Biara Roh Suci SSpS, Jl. Adisucipto, Dewan Maguwoharjo -Yogyakarta 3. Responden Penelitian Responden penelitian adalah para Suster SSpS di Biara Roh Suci - Yoyakarta yang berjumlah 12 orang. 4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrument Penelitian Instrument utama dalam penelitian ini adalah peneliti, dibantu dengan pendekatan wawancara, observasi. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Moleong, 1993: 148) Pertanyaan-pertanyaan yang digunakaan penulis sudah disiapkan terlebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang digarap yakni pentingnya komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas para suster tarekat Misi Abdi Roh Kudus di komunitas Roh Suci Yogyakarta. Dengan penekanan pada pentingnya

76 61 komunikasi efektif, faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam berkomunikasi. Observasi partsipatif, dalam observasi ini peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang-orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2009: 227) 5. Teknik Analisis Data Selama pengumpulan data dilakukan reduksi data atau pengelompokan data yaitu menemukan arti dari data dengan menarik hubungan-hubungan sesuai dengan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini Selanjutnya ditarik kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2009: 245). Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti. C. Laporan Hasil Penelitian dan Pembahasan Laporan hasil penelitian ini dipaparkan oleh peneliti berdasakan hasil observasi partisipatif di komunitas Roh Suci SSpS. Proses observasi dilakukan peneliti dengan mengikuti seluruh kegiatan komunitas. Artinya, peneliti ikut terlibat secara langsung dalam seluruh acara komunitas dan didokumentasikan dalam bentuk foto, agar dapat mendukung penelitian ini. Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada para suster SSpS Roh Suci mengenai tema yang hendak dikaji oleh peneliti, yaitu komunikasi antar pribadi dalam hidup berkomunitas. Hasil penelitian dapat dideskripsikan oleh peneliti di bawah ini.

77 62 1. Pemahaman Para Suster tentang Komunikasi Efektif Berdasarkan hasil wawancara ditemukan pemahaman para suster mengenai komunikasi efektif yang dibangun dalam kehidupan berkomunitas, yaitu komunikasi yang dilakukan oleh penutur atau pembicara, baik secara verbal maupun non verbal, dapat ditangkap dan dipahami oleh mitra tutur atau pendengar. Hal ini dinyatakan oleh para responden sebagai berikut: Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain sebagai audiensnya. Dengan komunikasi yang efektif seorang komunikator mampu menyampaikan pesan kepada komunikan dengan cara verbal dan non verbal R III [Lampiran 3: (3)]. Komunikasi efektif adalah: komunikasi yang bisa dipahami, mudah dimengerti oleh yang menerima pesan. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata sehingga dapat dipahami. Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol atau tanda-tanda R VIII [Lampiran 3: (4)]. Penyampaian yang dilakukan oleh penutur atau pembicara mengenai suatu hal harus secara baik dan jelas. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang hendak disampaikan oleh penutur mendapat tanggapan dari mitra tutur secara positif Artinya, pendengarnya dapat mendengarkan apa yang dibicarakan. Dengan demikian, komunikasi efektif pun tetap terpelihara. Hal ini ditegaskan para responden sebagai berikut: Komunikasi efektif terjadi ketika maksud dari pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Komunikasi verbal adalah komunikasi secara langsung dengan menggunakan kata-kata Komunikasi non verbal adalah komunikasi secara tidak langsung dengan menggunakan tandatanda atau symbol-symbol RVII [Lampiran 3: (4)]. Pemahaman saya tentang komunikasi efektif, yaitu komunikasi yang pesannya tersampaikan dengan baik serta mendapat tanggapan dari penerima pesan dengan baik pula karena jelas dan tersampaikan sesuai dengan tujuan pengirim pesan, artinya bahwa maksud pesan ditangkap oleh penerima pesan RXI [Lampiran 3: (4)].

78 63 Selain itu, komunikasi efektif menuntut kesadaran dari pembicara atau penutur terhadap situasi dan kondisi dimana ia hendak membangun komunikasi dengan orang lain. Artinya, kedua pihak, yaitu penutur dan mitra tutur atau pembicara dan pendengar harus memperhatikan waktu, tempat, dan cara menyampaikan sesuatu hal. Dengan demikian, komunikasi akan menjadi efektif dan tujuan komunikasi itu akan tercapai. Hal ini, seperti ditegaskan oleh responden sebagai berikut: Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dibangun antara dua pribadi atau lebih dengan memperhatikan cara, waktu dan tempat agar pesan atau ide atau pengalaman dapat tersalur dengan baik, sehingga tujuan dari komunikasi itupun dapat tercapai RVI [Lampiran 3: (4)]. Sementara itu, pemahaman para suster mengenai komunikasi dimengerti secara verbal dan non verbal. Komunikasi yang dibangun menggunakan katakata disebut komunikasi verbal; sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang dibangun dengan menggunakan bahasa tubuh, tanda, atau simbol-simbol tertentu. Dengan kata lain, komunikasi verbal merupakan komunikasi langsung, dimana maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh penutur, langsung dipahami. Dengan demikian, komunikasi efektif adalah komunikasi yang dibangun oleh penutur dengan mitra tutur, baik secara verbal maupun non verbal Komunikasi efektif akan tetap terpelihara jika penutur menyampaikan maksud dan tujuannya dengan baik, benar, dan sopan agar mitra tuturnya dapat menangkap dan memahami apa yang hendak disampaikan oleh penutur. Selain itu, penutur perlu memperhatikan situasi dan kondisi, yaitu waktu dan tempat serta cara menyampaikan maksud dan tujuannya. Semuanya ini akan berdampak pada hubungan yang baik dan harmonis, penuh persaudaraan.

79 64 Para Suster SSpS telah mengerti dan memahami arti dari komunikasi efektif, baik menyangkut komunikasi yang dilakukan secara verbal maupun non verbal. Menurut mereka komunikasi efektif merupakan komunikasi dimana maksud atau pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat ditangkap dipahami atau dimengerti oleh yang menerima pesan. Komunikasi juga dikatakan efektif jika dalam berkomunikasi, pengirim pesan atau komunikator terlebih dahulu sudah memperhatikan situasi, waktu dan cara penyampaianya sehingga maksud dan tujuan dari pesan yang ingin disampaikan dapat dicapai serta diterima dengan baik oleh komunikan atau yang menerima pesan, baik secara pribadi atau kelompok Disamping itu juga mereka mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang pesannya tersampaikan dengan baik serta mendapat tanggapan dari penerima pesan dengan baik pula, karena jelas dan tersampaikan sesuai dengan tujuan pengirim pesan, artinya bahwa maksud pesan ditangkap oleh penerima pesan. Dalam kajian pustaka penulis telah menjelaskan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila yang dibicarakan itu mudah, cepat, tepat dan dimengerti oleh pendengarnya. Suatu pembicaraan yang tidak terarah dan terlalu bertele-tele bukanlah merupakan cara bicara yang efektif (Wursanto, 2008: 108). Hal ini dipertegas oleh Turman Sirait (1983: 15), yang mengatakan bahwa komunikasi efektif adalah komunikasi yang mudah ditangkap secara tepat sesuai dengan maksud pengirim pesan. Dari ungkapan para suster saat ditanya pemahaman mereka tentang komunikasi efektif, penulis menangkap bahwa para suster memahami dan menyadari betapa pentingnya komunikasi efektif. Dengan komunikasi efektif para suster dapat membangu relasi antar pribadi, dapat menumbuhkembangkan semangat

80 65 persaudaraan dalam hidup berkomunitas maupun hidup misi atau karya. Dengan komunikasi efektif dalam hidup berkomunitas, juga akan membantu terjalinya suatu komunio atau kesatuan hati untuk mewujudkan misi bersama. Komunikasi yang efektif juga dapat menciptakan keharmonisan dalam seluruh aspek hidup. Setelah para suster menemukan dan memahami arti komunikasi efektif dengan sesama anggota dalam komunitas. Dengan berkomunikasi secara efektif mereka juga mengalami kebebasan batin dalam menyampaikan pesan atau apa yang hendak disampaikan kepada sesama anggota dalam komunitas. Mereka semakin memahami segala situasi yang dihadapi oleh sesama, adanya keterbukaan untuk saling mendengarkan dan didengarkan, serta saling menghargai dalam perbedaan. Dalam berkomunikasi efektif, para suster juga dapat mengekspresikan diri apa adanya di hadapan sesama anggota komunitas kesalapahaman atau masalah yang terjadi ketika berkomunikasi dapat diselesaikan dengan cepat tanpa menundanunda atau langsung diklarifikasikan. 2. Hambatan-hambatan dalam Berkomunikasi Efektif Kita tidak dapat memungkiri bahwa dalam membangun komunikasi efektif tidak sedikit hambatan yang dihadapi, baik oleh komunikator maupun komunikan. Apabila hambatan dialami oleh salah satunya, maka komunikasi yang dibangun dengan sendirinya menjadi tidak efektif. Masing-masing pihak tidak saling memahami, bahkan sampai pada tidak saling mengerti dan komunikasi pun menjadi putus. Berbagai hambatan dalam proses komunikasi efektif, dapat dipaparkan sebagai berikut.

81 66 Hal mendasar yang menyebabkan komunikasi efektif tidak tercapai antara komunikator dengan komunikan adalah komunikator tidak pandai atau tidak tahu menempatkan diri dan tidak memahami komunikannya terlebih dahulu. Hal ini seperti dipaparkan oleh responden sebagai berikut Kurang memahami keberadaan atau posisi si penerima pesan. Komunikator perlu memahami keberadaan si penerima pesan. Dengan siapa ia berbicara, keadaan fisik, psikisnya seperti apa, dengan maksud agar bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan dapat diterima dengan baik. Kurang memperhatikan waktu dan tempatnya. Komunikator perlu memahami situasi batin seseorang atau si penerima pesan dan tahu tempat yang baik untuk disampaikan pesan. Cara penyampaian pesan, bahasa. Komunikator perlu tahu dan menyiapkan diri, bahasa yang baik, agar ketika berhadapan dengan para penerima pesan, kedua belah pihak sama-sama merasa puas karena tujuan komunikasi tercapai RVI [Lampiran 3: (5)]. Dengan demikian ditegaskan bahwa komunikator perlu tahu dan memahami komunikannya, sebelum membangun komunikasi. Komunikator juga harus pandai menempatkan diri, tahu waktu dan tempat, saat ia membangun komunikasi efektif dengan komunikannya. Faktor lain yang menjadi penghambat komunikasi efektif, yaitu perbedaan budaya. Untuk membangun komunikasi efektif dan tetap memelihara kehidupan komunitas yang baik, pemahaman terhadap budaya anggota lain sangat diperlukan. Namun kadang faktor ini tidak ditanggapi dan disadari. Akibatnya, setiap anggota tetap mempertahankan budayanya tanpa mau berusaha memahami budaya anggota lainnya. Hal ini terjadi karena keegoan komunikator yang enggan memahami latar belakang komunikan. Hal ini diakui oleh responden dengan pernyataan sebagai berikut: Perbedaan budaya terkadang mempengaruhi dalam penyampaian pesan contohnya budaya yang biasa dengan nada keras bertemu dengan budaya yang pelan atau lembut pada hal keras itu tidak selalu memilik maksud marah. Kondisi atau situasi batin seseorang, ketika sedang dalam suasana hati baik dapat menerima komunikasi dalam bentuk apapun, tetapi bila dalam suasana

82 67 hati yang kurang baik terkadang cenderung sesitif atau kurang dapat menangkap pesan yang disampaikan dengan baik RVII [Lampiran 3: (8)]. Hambatan yang dialami terkadang lebih pada pemahaman bahasa yang disampaikan komunikator kepada komunikan, artinya bahwa latar belakang budaya dan bahasa sering membawa pemahaman yang berbeda pula sehingga pesan atau komunikasi yang baik pula dapat menghambat komunikasi yang sedang berlangsung RIII [Lampiran 3: (5)]. Keegoan komunikan pun menjadi faktor penghambat komunikasi efektif. Hal ini dapat dilihat dari kecendrungan komunikan untuk didengarkan. Hambatan dalam berkomunikasi yaitu adanya kecenderungan untuk didengarkan. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan mendengarkan maka pesan yang disampaikan oleh sesama tidak dipahami dengan benar sehingga akhirnya juga memberikan tanggapan yang salah RX [Lampiran 3: (6)]. Sementara itu, faktor kurang mendengarkan, tidak konsentrasi dalam berkomunikasi, pesan yang disampaikan tidak jelas dan kurang sabar juga menjadi penyebab terjadinya komunikasi tidak efektif. Hal ini dikarenakan masing-masing pribadi terlalu sibuk dengan diri sendiri, kurang adanya penghargaan dan kurang saling percaya RI [Lampiran 3: (5)]. Faktor perbedaan budaya, bahasa, kurang memahami situasi batin penerima pesan, kurang mendengarkan dan ingin lebih didengarkan juga dapat menghambat proses komunikasi, sebab pesan yang disampaikan tidak dipahami dan tidak dimengerti dengan baik oleh penerima pesan atau yang mendengarkan pesan dan salah menanggapi sehingga terjadi kesalahpahaman terhadap apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Onong Uchjana Effendy (2004: 11) mengatakan bahwa komunikasi berlangsung dalam konteks situasional, ini berarti bahwa komunikator atau pengirim pesan harus memperhatikan situasi ketika komunikasi berlangsung

83 68 sebab, situasi sangat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi yaitu faktor sosiologis antropologis dan psikologis. Secara sosiologis, komunikasi akan menjadi terhambat apabila komunikator mengkomunikasikan pesan atau informasi kepada orang lain kurang memperhatikan situasi sosial yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan atau lapisan, tingkat pendidikan, usia dan sebagainya yang dapat menimbulkan perbedaan dalam status sosial. Secara antropologis, dalam berkomunikasi seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikan yang dijadikan sasarannya atau yang diajak berbicara. Dengan mengenal diri komunikan akan mengenal pula kebudayaannya, bahasa dan kebiasaannya. Secara psikologis seringkali terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena dalam berkomunikasi komunikator sebelum melancarkan komunikasinya tidak memperhitungkan situasi dan kondisi kejiwaan komunikan. Lunandi (1989: 47-49) juga mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menjadi penghalang komunikasi antar pribadi, yaitu: faktor kepentingan pribadi yaitu bilamana seseorang dalam proses komunikasi bersifat mendominasi atau selalu mengungkapkan kepentingannya, sehingga membosankan dan perhatian untuk mendengarkan semakin berkurang. Faktor emosi, artinya bahwa ketika berkomunikasi sikap dan tindakan emosional dari komunikator tidak terkendalikan oleh pikiran-pikiran sehat. Faktor pengalaman masa lampau juga turut berpengaruh yaitu ketika komunikan sudah mempunyai prasangka atau pandangan yang kurang baik tentang komunikator. Faktor status sosial atau jabatan yang berbeda dan rendah akan mempengaruhi komunikasi hal ini

84 69 mengakibatkan dalam mengungkapkan dan menyampaikan pesan atau informasi menjadi kurang lengkap oleh karena adanya perasaan takut salah berkata-kata. Faktor lingkungan, artinya komunikator saat berkomunikasi dengan orang lain dalam ruang yang panas dan pengap mempengaruhi kesabaran seseorang dalam menerima dan memahami informasi atau pesan yang disampaikan. Hambatan-hambatan dalam berkomunikasi seperti dikatakan oleh Onong Uchjana dan Lunandi juga dialami oleh para suster SSpS. Oleh sebab itu Ketika berkomunikasi dengan sesama anggota komunitas para suster terlebih dahulu harus mengenal siapa komunikan atau anggota komunitas yang dijadikan sasarannya. Para suster juga perlu memahami situasi batin anggota yang diajak berkomunikasi atau si penerima pesan dan tahu tempat yang baik untuk menyampaikan pesan. Mereka perlu menyiapkan diri, menggunakan bahasa yang baik ketika berhadapan dengan sesama anggota komunitas yang berbeda latar belakang budaya, bahasa, usia dan tingkat pendidikan. Dengan demikian pesan yang ingin disampaikan dapat tercapai atau terwujud sesuai dengan maksud pengirim pesan. 3. Faktor-faktor Pendukung dalam Berkomunikasi Efektif Dalam berkomunikasi ada faktor yang penghambat proses komunikasi, tetapi ada juga fakor-faktor pendukung terjadinya komunikasi efektif. Komunikasi dikatakan dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila diantara komunikator dan komunikan ada unsur saling menghargai, saling mendengarkan, saling memahami dan saling percaya. Dengan demikian komunikasi dan relasi antar komunikator dan komunikan dapat terwujud dengan baik dan lancar. Hal ini

85 70 selaras dengan pernyataan responden sebagai berikut: Adanya penghargaan terhadap pribadi, ada minat untuk mendengarkan dan didengarkan dengan tulus, adanya faktor saling percaya dan mau berdialog RI [Lampiran 3: (7)]. Pemahaman antar satu dengan yang lainnya, khususnya dalam berkomunikasi, artinya ketika ada sesama yang kurang memahami apa yang dimaksudkan atau dikatakan, komunikator memberikan penjelasannya sehingga dapat dipahami dan dimengerti satu dengan yang lainnya RIII [Lampiran 3: (7)]. Faktor yang mendukung yaitu saling mendengarkan, ada keterbukaan hati, bahasa yang baik, mudah dimengerti dan dipahami sehingga tidak membuat orang merasa binggung RVIII [Lampiran 3: (8)]. Hal lain juga mendukung terjadinya komunikasi efektif, jika di dalam berkomunikasi, ada dialog timbal balik antara komunikator atau yang menyampaikan pesan dan yang menerima pesan, adanya saling mendukung dan saling mendengarkan. Demikian juga apabila dalam proses berkomunikasi terjadi kesalahpahaman, komunikator dan komunikan berani untuk berkonfrontasi dan saling mengklarifikasi. Para responden mengakui hal ini seperti diwakili oleh responden sebagai berikut: Faktor yang mendukung adanya sikap saling mendengarkan, terbuka ada dialog yaitu sebuah komunikasi timbal balik, ada saling klarifikasi dan konfrontasi bila ada kesalahpahaman RIX [Lampiran 3: (8)]. Faktor yang memperlancar atau mendukung komunikasi efektif adalah mendengarkan dengan baik, artinya ketika orang mendengarkan dengan baik, memahami apa yang disampaikan oleh pemberi pesan, maka pesan itu akan tersampaikan dengan baik karena mampu mendengarkan dengan baik, mampu mendengarkan dengan hati R11 [Lampiran 3: (7)]. Faktor yang mendukung atau memperlancar dalam berkomunikasi yakni adanya kedekatan dengan orang yang diajak komunikasi dan persamaan persepsi, pikiran, kondisi batin atau situasi batin seseorang atau pribadi. Ketika batin seseorang baik maka komunikasi juga akan baik begitu juga sebaliknya. Demikian

86 71 juga ketika seseorang mengalami hubungan baik dengan pribadi tertentu maka komunikasi cenderung akan baik dan menjadi sangat efektif karena adanya keaktifan dari kedua belah pihak untuk memberi dan menerima pesan. Para suster mengungkapkan bahwa mendengarkan dengan baik juga merupakan faktor yang memperlancar dalam berkomunikasi. Artinya ketika orang mendengarkan dengan baik, memahami apa yang disampaikan oleh pemberi pesan, maka pesan itu akan tersampaikan dengan baik karena yang menerima pesan mampu menangkap pesan secara benar. Para suster SSpS juga mengatakan bahwa keterbukaan hati untuk mendengarkan, saling menghargai dan memahami situasi lawan bicara, menerima dan mendengarkan lawan bicara serta memberinya waktu dan ruang untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikan, akan sangat mendukung terjalinnya suatu komunikasi yang baik dan efektif dan akan tercipta kasih persaudaran yang tulus dalam hidup berkomunitas. Telah dijelaskan bahwa ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi. Komunikasi dikatakan dapat berjalan dengan baik apabila adanya sikap saling mempercayai dan dipercaya serta adanya kejujuran. Hal ini menjadi sangat penting dalam suatu komunikasi. Namun tingkat kepercayaan dan kejujuran dalam suatu komunikasi akan berbeda-beda dan berubah-ubah sesuai dengan kemampuan dan kerelaan masing-masing individu untuk mempercayai dan dipercaya serta jujur. Dalam melakukan komunikasi, semua pihak harus berada dalam tingkat yang sama yaitu saling memerlukan dan saling merasa kurang. Relasi atau komunikasi dengan orang lain tidak hanya berhenti pada menerima mereka, tetapi juga hendaknya kita membangun kepercayaan pada orang lain dalam berkomunikasi. Lunandi (1989: 39) mengatakan bahwa orang yang terbuka mengungkapkan diri dengan jujur dan

87 72 terbuka menerima orang lain sebagaimana adanya merupakan keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan yang melibatkan perasaan seperti kecemasan, harapan, kebanggaan, kekecewaan, atau dengan kata lain diri kita seutuhnya. Para suster SSpS menyadari bahwa dalam berkomunikasi diperlukan adanya keterbukaan hati, kejujuran, saling percaya dan saling menghargai serta merasa diri diterima oleh yang lain serta bertanggung jawab dengan apa yang disampaikan oleh sesama yang mengajak berkomunikasi maupun yang mendengarkan. 4. Makna atau Pesan dalam Berkomunikasi Efektif Dalam hidup berkomunitas para suster SSpS menemukan dan mengalami bahwa ketika dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif di antar sesama anggota, mereka dapat mengenal sesama lebih dekat dan semakin akrab, dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan sesama. Para responden mengakui hal ini dengan menyatakan sebagai berikut: Adanya rasa saling pengertian dan menerima satu sama lain, saling percaya dan saling terbuka serta rileks terhadap satu sama lain R1[Lampiran 3: (8)]. Dapat mengenal sesama secara dekat dan mendalam, dapat mengetahui kemampuan dan kelebihan sesama, menciptakan suasana kekeluargaan dan persaudaraan dalam komunitas, menghidupi suasana komunitas, memupuk persaudaraan dan saling pengertian RII [Lampiran 3: (9)]. Kehidupan bersama di dalam suatu komunitas akan menjadi harmonis jika setiap pribadi dalam komunitas mampu saling memahami, menghargai dan mendengarkan terutama dalam hal berkomunikasi. Pengenalan terhadap pribadi seseorang juga menjadi sangat penting sehingga pengirim pesan sudah tahu bagaimana caranya agar pesan yang ingin disampaikan pada seseorang dapat

88 73 diterima dan dimengerti dengan baik, sehingga tidak ada salah paham yang dapat merugikan sesama. Hal ini di akui oleh para reponden, seperti diungkapkan oleh beberapa reponden sebagai berikut: Makna yang dipetik adalah dapat memahami sesama, mendengarkan sesama sehingga tidak ada salah paham yang dapat merugikan sesama, dapat mengetahui apa yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sesama RIV [Lampiran 3: (9)]. Makna yang dapat dipetik dalam berkomunikasi yaitu adanya rasa saling menghargai satu dengan yang lain dalam berkomunikasi, adanya kepuasan dalam berkomunikasi, merasa diterima dan dihargai oleh lawan bicara RV [Lampiran 3: (9)]. Makna yang dapat dipetik yaitu adanya suasana persaudaraan, kerjasama yang baik, saling menghargai dan keterbukaan untuk mendengarkan orang lain RVIII [Lampiran 3: (9)]. Mereka juga mengatakan bahwa komunikasi efektif itu dilakukan baik secara lisan, maupun melalui tulisan, mengunakan lambang-lambang atau simbol serta ekspersi wajah atau bahasa tubuh lainnya akan mempunyai makna sangat penting untuk membangun sebuah kehidupan bersama yang penuh kasih persaudaraan. Makna atau pesan yang dipetik atau diperoleh para Suster SSpS dalam berkomunikasi efektif adalah bahwa sesama anggota dalam komunitas, dengan menggunakan hati, pikiran dan perasaan serta melihat waktu dan tempat, mereka menemukan adanya rasa saling pengertian dan menerima satu sama lain, saling percaya dan saling terbuka serta rileks terhadap satu sama lain. Mereka juga mengenal sesama secara lebih dekat dan mendalam, memahami dan mendengarkan sesama, mengetahui kemampuan dan kelebihan sesama, dapat menciptakan suasana kekeluargaan dan kasih persaudaraan dalam komunitas. Dengan demikian tidak ada salah paham yang dapat merugikan sesama anggota

89 74 serta dapat mengetahui apa yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sesama, ketika sedang melakukan komunikasi. Para suster SSpS juga mengatakan bahwa adanya rasa saling menghargai antar pribadi sehingga komunikasi yang dilakukan dapat memuaskan. Dengan demikian komunikasi dikatakan efektif ketika para Suster SSpS berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang tepat dan bagaimana cara menyampaikan pesan, sehingga pesan atau apa yang disampaikan dapat memberi hidup bagi orang lain atau lawan bicara. 5. Harapan-harapan dalam Berkomunikasi Efektif Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, para suster mempunyai harapan-harapan terhadap setiap pribadi atau sesama anggota dalam komunitas, agar dapat membangun semangat persaudaraan. Menurut mereka dengan saling menerima dan diterima, mampu mendengarkan dan didengarkan atau menjadi pendengar yang baik serta adanya kejelasan dalam pesan yang disampaikan akan tercipta suatu komunikasi yang baik antar pribadi sehingga relasi menjadi baik dan semangat persaudaraan dalam komunitas dapat terwujud. Hal ini diakui oleh para responden seperti yang diwakili oleh beberapa responden yang mengatakan sebagai berikut: Bisa saling menerima dan diterima, mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi efektif, mampu mendengarkan dan didengarkan atau menjadi pendengar yang baik, adanya kejelasan dalam pesan yang disampaikan RI [Lampiran 3: (10) ]. Harapan saya yaitu baik pemberi dan penerima informasi dapat hadir sepenuhnya pada situasi saat itu sehingga pesan tersampaikan dengan baik, ada kesabaran dalam memberi informasi atau memberi penjelasan selengkapnya dan ada kerelaan penerima pesan untuk mendengarkan dengan teliti dan bijaksana RVIII [Lampiran 3: (11)].

90 75 Para Suster SSpS juga mengungkapkan bahwa ketika berkomunikasi dengan sesama hendaknya memperhatikan dan mempelajari latarbelakang budaya orang lain sesama, menanamkan pemahaman akan pribadi atau lawan bicara, menghargai lawan bicara, menggunakan tata bahasa yang baik, berpikir positif terhadap lawan bicara dan memiliki rasa empaty. Pemberi atau pengirim pesan dan penerima informasi dapat hadir sepenuhnya pada situasi saat itu sehingga pesan tersampaikan dengan baik, ada kesabaran dalam memberi informasi atau memberi penjelasan selengkapnya dan ada kerelaan penerima pesan untuk mendengarkan dengan teliti dan bijaksana, adanya saling keterbukaan diantara sesama, saling mendengarkan dengan hati, jujur dan apa adanya. Hal ini juga diungkapkan oleh para responden seperti yang diwakili oleh beberapa responden berikut ini: Memperhatikan konteks dalam berkomunikasi, pelajari budaya sesama mendengarkan dengan baik atau mendengarkan dengan hati RIV [Lampiran 3: (10)]. Harapan saya yaitu bahwa perlu menanamkan pemahaman akan pribadi atau lawan bicara, menghargai lawan bicara, menggunakan tata bahasa yang baik tanpa menggunakan komunikasi tanpa kekerasan, berpikir positif terhadap lawan bicara dan memiliki rasa empaty RVI [Lampiran 3: (11)]. Harapan saya dalam berkomunikasi yaitu, adanya saling keterbukaan diantara sesama, saling mendengarkan dengan hati, jujur dan apa adanya RVIII [Lampiran 3: (11)]. Untuk membangun semangat persaudaraan para suster SSpS mengungkapkan bahwa mereka berharap ketika berkomunikasi pengirim pesan atau pembicara perlu memperhatikan situasi budaya dan bahasa dari lawan bicara, menghargai lawan bicara, menggunakan bahasa yang baik, sabar dalam memberi informasi atau pesan dan memberi penjelasan bila pesan yang disampaikan kurang

91 76 ditangkap maksudnya atau belum dipahami dan dimengerti oleh yang menerima pesan. Mereka juga lebih menegaskan bahwa dalam berkomunikasi perlu adanya keterbukaan hati untuk saling mendengarkan satu sama lain atau kedua belah pihak, jujur dan apa adanya sehingga komunikasi yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan baik agar tujuan dari komunikasi atau pembicaraan tersebut dapat tercapai. D. Kesimpulan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa betapa pentingnya komunikasi efektif dalam hidup berkomunitas. Para Suster SSpS di Komunitas Roh Suci Yogyakarta, telah memahami arti dari komunikasi efektif antar pribadi, dimana para suster dapat mengungkapkan atau menyampaikan pesan atau informasi kepada sesama anggota komunitas atau orang lain secara lebih baik. Mereka juga dapat menemukan manfaat dari komunikasi efektif antar pribadi dalam kehidupan sehari-hari yakni memupuk relasi yang baik dan menghidupkan serta membangun suasana yang akrab dan penuh persaudaraan, dimana ketika ada konflik atau ada permasalahan antar pribadi maupun dalam hidup berkomunitas dapat segera teratasi. Hidup berkomunitas akan menyenangkan, membahagiakan serta kasih persaudaraan dapat dibangun, apabila masing-masing anggota komunitas atau masing-masing pribadi saling mendukung satu sama lain. Dengan demikian ketika seseorang sedang berbicara atau mengungkapkan suatu pesan atau perasaannya yang lain mendengarkan dan menghargai dan bukan saling mempersalahkan Faktor-faktor yang pendukung yang dialami para suster dalam berkomunikasi di

92 77 komunitas Roh Suci yakni: adanya keterbukaan dan sikap saling mendengarkan satu sama lain, memberi ruang dan waktu kepada sesama anggota komunitas untuk mengungkapkan apa yang dialaminya. Artinya bahwa ketika salah satu dari anggota komunitas sedang berkomunikasi atau berbicara membagikan pengalamannya, menyampaikan suatu pesan atau informasi, anggota komunitas yang lain mendengarkan dan menghargai. Dengan demikian para suster dapat membangun relasi persaudaraan di dalam hidup berkomunitas. Dengan adanya komunikasi yang baik dan efektif para Suster SSpS saling mendukung satu sama lain untuk tetap bersatu dalam ikatan cinta yakni kasih persaudaraan yang tulus. Dalam berkomunikasi antar pribadi ada juga faktorfaktor penghambat yang ditemukan dan dialami oleh para Suster SSpS yakni kurang mendengarkan, tidak konsentrasi dalam berkomunikasi, pesan yang disampaikan tidak jelas, kurang sabar, terlalu sibuk dengan diri sendiri, latar belakang budaya dan bahasa sering membawa pemahaman yang berbeda pula. Dengan demikian pesan atau komunikasi yang disampaikan kepada penerima pesan atau yang diajak berkomunikasi tidak sesuai dengan tujuan dari maksud pengirim pesan. Para suster juga mengalami bahwa ketika sedang berkomunikasi dengan sesama anggota dalam komunitas terkadang mereka juga kurang memahami keberadaan atau situasi si penerima pesan. Dengan hambatan-hambatan yang dialami, para Suster SSpS menyadari bahwa dalam berkomunikasi diperlukan sikap saling pengertian, menerima satu sama lain, saling percaya dan saling terbuka serta rileks terhadap satu sama lain Mereka juga mengungkapkan bahwa ketika berkomunikasi antar pribadi para

93 78 Suster SSpS semakin mengenal sesama secara lebih dekat dan mendalam mengetahui kemampuan dan kelebihan sesama, memahami dan mendengarkan sesama, adanya rasa saling menghargai antar pribadi, dapat menciptakan suasana kekeluargaan dan kasih persaudaraan dalam komunitas. Dengan demikian tidak ada salah paham yang dapat merugikan sesama anggota serta dapat mengetahui apa yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sesama ketika sedang melakukan komunikasi. Para Suster SSpS di komunitas Roh Suci mengungkapkan bahwa untuk dapat berkomunikasi efektif dengan sesama anggota komunitas demi membangun kasih persaudaraan dalam hidup berkomunitas, para suster memiliki harapan bahwa ketika berkomunikasi dengan sesama hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : budaya sesama, memahami pribadi atau lawan bicara, menghargai lawan bicara, menggunakan tata bahasa yang baik, berpikir positif terhadap lawan bicara dan memiliki rasa empaty. Dalam berkomunikasi, pengirim pesan dan penerima pesan hadir sepenuhnya pada saat itu, ada kesabaran dalam memberi informasi atau memberi penjelasan selengkapnya, ada kerelaan penerima pesan untuk mendengarkan dengan teliti dan bijaksana, adanya saling keterbukaan diantara sesama, saling mendengarkan dengan hati, jujur dan apa adanya. Dengan demikian komunikasi akan menjadi lebih efektif dan para Suster SSpS dapat membangun semangat persaudaraan di dalam hidup berkomunitas.

94 79 BAB V USULAN PROGRAM PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF MELALUI DINAMIKA KELOMPOK (GAME) UNTUK MEMBANGUN PERSAUDARAAN ANTAR PRIBADI Berdasarkan hasil penelitian, maka pada bab V ini, penulis akan memaparkan secara singkat alasan penulis mengusulkan game sebagai salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. A. Alasan Penulis Mengusulkan Game atau Permainan untuk Meningkatkan Komunikasi Efektif antar Pribadi Alasan penulis mengusulkan game sebagai salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi dalam hidup berkomunitas di biara Roh Suci Yogyakarta antara lain bahwa game atau permainan merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk dapat memaknai segala sesuatu secara lebih leluasa Maksudnya bahwa suatu peristiwa atau kejadian yang dianggap biasa-biasa saja bisa dinilai dan dimaknai secara luar biasa jika di dalamnya tercipta situasi yang kondusif dan terutama ketika tercipta komunikasi antar satu dan lainnya. Permainan yang penulis usulkan ini sangat cocok dengan situasi dan kondisi hidup para suster komunitas Roh Suci karena bisa membangun sikap kepekaan keterbukaan, kerendahan hati, kerjasama, pengorbanan dan kebesaran jiwa mengingat para suster memiliki latar belakang suku, budaya, ras yang multikultural dan interkultural yang terkadang menyebabkan komunikasi menjadi

95 80 tidak efektif. Hidup bersama atau berkomunitas dengan dilatarbelakangi oleh berbagai perbedaan ini tidak dipungkiri sering terjadi salah paham, kurang pengertian satu sama lain, kurang mendengarkan, mempertahankan pendapat sendiri hingga akhirnya sikap egoisme berperan lebih dominan dari pada komunikasi yang mengarahkan pada kesepahaman bersama yakni komunikasi efektif antar pribadi. Menyadari situasi tersebut di atas maka contoh beberapa game yang penulis paparkan merupakan permainan simulasi yang sangat cocok dan sangat membantu untuk menciptakan situasi yang mengarah pada komunikasi efektif antar pribadi. Dalam permainan ini para suster diajak untuk saling mengenal masing- masing pribadi; mengenal karakter, bakat dan kemampuan seseorang. Selain itu para suster dapat saling mengenal kekurangan dan keterbatasan pribadi masingmasing. Jika sudah tercipta sikap saling pengertian dan penerimaan diri secara personal maupun komunal maka akan memudahkan terjadinya komunikasi efektif antar pribadi. Penulis akan memberikan secara langsung game-game sebagaimana diusulkan kepada para suster dalam kegiatan rekreasi terpimpin di komunitas. Komunitas SSpS Yogyakarta memiliki suatu kebiasaan baik yakni sekali dalam sebulan ada kegiatan rekreasi terpimpin yang mana seluruh acara rekreasi di koordinir dengan baik dengan melibatkan seluruh anggota komunitas guna mempererat semangat persaudaraan di antara mereka. B. Pengertian Game atau Permainan Istilah permainan bagi setiap orang dari semua kalangan baik dari anak-anak

96 81 sampai orang dewasa pasti tidak asing lagi. Permainan menjadi sangat penting untuk mencegah atau bahkan melawan segala arus kerutinan dan kebosanan dalam pekerjaan maupun dalam hidup. Dengan permainan kita dapat menata kembali keseimbangan diri kita, karena di dalam permainan senantiasa akan melibatkan seluruh perasaan atau emosi, pikiran dan panca indra. Setelah kita melakukan permainan, keseimbangan diri kita akan menjadi utuh kembali dan kegiatan atau pekerjaan yang hendak kita lakukan dapat kita laksanakan dengan penuh semangat, hubungan atau relasi kita dengan sesama menjadi semakin lebih baik. Jadi apabila ketika kita melakukan suatu permainan berarti kita melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang dapat menyenangkan hati dan sekaligus kita juga dapat membangun minat, menciptakan kembali kesegaran pikiran serta perasaaan kita sehingga kita mampu untuk meningkatkan relasi dengan sesama menjadi semakin berkembang dan lebih baik. Dalam permainan pasti mempunyai cara-cara atau metode-metode tertentu sesuai situasi dan memiliki peraturan-peratuaran yang tidak boleh dilanggar, oleh karena itu permainan bersifat umum (Patty, 1992: 2-3). Kata Game berasal dari bahasa inggris yang memiliki arti dasar permainan. Dalam kamus Indonesia istilah Game adalah permainan. Permainan merupakan bagian dari bermain dan bermain merupakan bagian dari permainan, keduanya saling berhubungan. Dalam permainan menuntut kecepatan berpikir dari peserta maupun pemandu (Fitraapri: 2013). Permainan juga dapat disebut sebagai kegiatan yang kompleks yang di dalamnya terdapat peraturan buatan. Dalam permainan terdapat peraturan yang bertujuan untuk membatasi dan mengarahkan perilaku pemain dan menentukan

97 82 permainan. Mengenai pengertian permainan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menurut Hans Daeng, dikatakan bahwa permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dan proses pembentukan kepribadian anak. Andang Ismail juga mengatakan bahwa permainan ada dua pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan dan hiburan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai dengan menang atau kalah (Riadi: 2013) 2. Kimpraswil sebagaimana disitir As, adi Muhammad, mengatakan bahwa permainan adalah usaha olah diri (olah pikir dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik (Makario: 2013). 3. Sedangkan menurut Joan Freeman dan Utari Munandar sebagaimana dikutip oleh Andang Ismail, dikatakan bahwa permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik secara fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional ( Mandala: 2015) 4. Agustinus Nilwan dalam bukunya Pemograman Animasi dan Game Profesional terbitan Elex Media Komputindo, mengatakan bahwa game merupakan permainan komputer yang dibuat dengan teknik dan metode animasi. Untuk mendefinisikan game tidak cukup dengan hanya melihat kamus bahasa tetapi game itu secara naluri adalah bagian dari kehidupan manusia, maka game merupakan salah satu aktivitas yang tidak dilakukan dengan

98 83 sungguh-sungguh. Game bertujuan untuk menghibur dan juga penting untuk perkembangan otak, meningkatkan konsentrasi dan melatih untuk memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Game banyak disukai oleh anak-anak hingga orang dewasa ( Mandala: 2015) 5. Kesimpulan Pengertian Permainan Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian permainan adalah suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau setiap pribadi untuk menyenangkan hati sekaligus untuk membangun minat, menciptakan kembali kesegaran pikiran serta perasaan. Permainan merupakan keseluruhan aktivitas yang dilakukan oleh individu yang sifatnya menyenangkan dan berfungsi untuk membantu individu mencapai perkembangan yang utuh baik fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional. Permainan juga merupakan suatu usaha olah diri (olah pikir, olah rasa dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik. Dengan demikian kita mampu untuk meningkatkan relasi dengan sesama menjadi semakin berkembang dan lebih baik.

99 C. Matriks Program Peningkatan Komunikasi yang Efektif melalui Dinamika Kelompok / Game untuk Membangun Persaudaraan antar Pribadi Tema Umum: Peningkatan komunikasi efektif para suster SSpS melalui game untuk membangun persaudaraan antar pribadi Tujuan Umum: Agar para suster SSpS meningkatkan komunikasi yang efektif dalam hidup hariannya sehingga tercipta komunitas yang harmonis, rukun dan penuh persaudaraan di antara para anggotanya. No Tema Tujuan Materi Metode Sarana Sumber bahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 Aku Ingin Mengenalmu Agar para Suster saling mengenal satu sama lain Permainan tentang siapa yang Informasi Menulis Kertas Pensil Crimer dan Siregar, dengan lebih baik, mempunyai sifat Tanya jawab Teks Permainan sekaligus juga meneliti seperti itu Refleksi pertanyaan dan Latihan sifat-sifat diri mereka Menggali pengalaman Sharing penuntun Dinamika sendiri peserta hidup peserta Input dari pendamping Evaluasi refleksi Kelompok, Proses Pengembanga n Diri. 84

100 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Jakarta: Gramedia Widiasarana 2 Membangun Agar para Suster belajar bekerja Permainan tentang Informasi Kertas Crimer dan Kerjasama sama dan konsentrasi dalam berkarya tanpa bicara Tanya jawab double folio Siregar, melakukan suatu tugas. Menggali pengalaman hidup peserta Refleksi Sharing atau koran Lem Permainan dan Latihan Input dari perekat Dinamika pendamping Evaluasi Kelompok, Proses Pengembanga n Diri. Jakarta: Gramedia Widiasarana 3 Ungkapan Hati ke hati Agar para Suster saling sifat satu sama lain menyangkut kekuatan Permainan tentang penghargaan Informasi Tanya jawab Aula atau ruangan Crimer dan Siregar,

101 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) dan kelebihan serta kelemahan masing-masing pribadi Menggali pengalaman hidup peserta Refleksi Sharing Input dari pendamping Evaluasi yang luas Permainan dan Latihan Dinamika Kelompok, Proses Pengembanga n Diri. Jakarta: Gramedia Widiasarana 86

102 87 D. Contoh Usulan Game untuk Meningkatkan Komunikasi yang Efektif. Adapun contoh usulan game yang ingin penulis berikan kepada para suster SSpS dalam komunitas Yogjakarta guna meningkatkan komunikasi yang efektif di antara para suster adalah sebagai berikut: 1. Permainan Pertama a. Identitas Permainan 1) Tema : Aku Ingin Mengenalmu 2) Tujuan : Agar para Suster saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik, sekaligus juga meneliti sifat-sifat diri mereka sendiri. 3) Peserta : Para Suster SSpS Maguwoharjo 4) Tempat : Biara Roh Suci SSpS Maguwoharjo 5) Waktu : menit 6) Metode : Informasi Tanya jawab Menulis Refleksi pribadi Sharing Input dari pendamping Evaluasi 7) Sarana : Kertas dan pensil

103 88 Teks pertanyaan untuk refleksi 8) Sumber bahan: Crimer dan Siregar, Permainan dan Latihan Dinamika Kelompok, Proses Pengembangan Diri. Jakarta: Gramedia Widiasarana. b. Pengembangan Langkah-langkah Proses permainan/ langkah-langkah dalam permainan: Pendamping membagi kertas dan pensil kepada setiap suster. Pendamping meminta agar masing-masing suster menulis 3 kata sifat yang menggambarkan watak atau kepribadian dari diri sendiri. Pendamping meminta para suster melipat kertas menjadi dua kemudian lipatan kertas dilemparkan ke lantai di tengah lingkaran Pendamping meminta masing-masing suster mengambil kembali salah satu lipatan kertas yang berada di tengah dan membuka serta membaca isinya kemudian menebak atau menerka dan menyebutkan siapa yang mempunyai kertas itu Pendamping mengingatkan agar suster yang menjadi pusat pembicaraan tidak memperkenalkan diri dan mengaku agar dengan bebas mendengarkan pendapat dari suster yang lain Pendamping meminta agar para suster membentuk kelompok Pendamping memberikan pertanyaan penuntun refleksi: Bagaimana perasaan anda dalam permainan tadi dan saat mana yang paling menarik perhatian anda?

104 89 Bagaimana pendapat peserta lain terhadap diri anda sesuai dengan penilaian anda? Apakah kata-kata sifat yang anda pilih tepat mewakili ciri khas watak atau kepribadian anda? Apakah ada pendapat atau dugaan yang menyakitkan hati anda? Apakah anda telah menyinggung perasaan peserta lain? c. Penutup Pendamping atau fasilitator memberikan rangkuman dan peneguhan Para suster terkasih Kita telah melaksanakan suatu permainan. Dalam permainan tersebut kita diajak untuk mengenal sifat dari masing-masing pribadi. Ada berbagai macam perasaan yang muncul dan kita rasakan, ketika kita diajak untuk menuliskan dan menyebutkan tiga macam sifat atau watak yang mewakili diri kita Perasaanperasaan tersebut seperti senang, gembira, bersyukur dan juga kurang senang atau merasa jengkel, saat kita mendengar pendapat yang diberikan sesama kepada kita mengenai sifat-sifat yang kita miliki. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam hidup bersama dan ketika kita berelasi dengan sesama terkadang kita cenderung menolak dan tidak menerima apa yang disampaikan oleh sesama mengenai pribadi kita. Kita merasa bahwa apa yang dikatakan oleh sesama tidak sesuai dengan sifat atau kepribadian kita. Dengan demikian relasi kita dengan sesama atau pribadi tertentu akan menjadi terhambat dan suasana kasih persaudaran menjadi kurang harmonis. Oleh karena itu dengan permainan ini, kita diharapkan dapat menemukan makna dari permainan tersebut sehingga kita menjadi lebih terbuka untuk menerima sifat positif maupun sifat

105 90 yang kurang baik, yang disampaikan oleh sesama mengenai diri kita. Dengan demikian melalui permainan ini diharapkan agar dalam hidup bersama, kita semakin mengenal kepribadian satu sama lain dengan lebih baik terlebih kita semakin mengenal diri kita secara pribadi. Evaluasi: Pendamping dan peserta mengevaluasi seluruh proses permainan 2. Permainan Kedua a. Identitas Permainan 1) Tema : Membangun Kerja sama 2) Tujuan : Agar para Suster belajar bekerja sama dan konsentrasi dalam melakukan suatu tugas. 3) Peserta : Para Suster SSpS Maguwoharjo 4) Tempat : Biara Roh Suci SSpS Maguwoharjo 5) Waktu : 120 menit 6) Metode : Tanya jawab Menulis Refleksi pribadi Sharing Input dari pendamping Evaluasi

106 91 7) Sarana : Kertas double folio atau Koran Lem perekat. Teks pertanyaan penuntun refleksi 8) Sumber bahan : Crimer dan Siregar, Permainan dan Latihan Dinamika Kelompok, Proses Pengembangan Diri. Jakarta: Gramedia Widiasarana b. Pengembangan Langkah-langkah Proses permainan/ langkah-langkah dalam permainan: Tahap I Pendamping mengajak peserta membentuk kelompok kecil dengan jumlah anggota 5-7 orang Selama pembentukan kelompok, peserta diminta untuk memperhatikan tingkah laku dan perasaan masing-masing, menyadari tindakan mereka termasuk juga hal-hal yang mereka hindari Setelah kelompok terbentuk peserta langsung duduk dengan diam membentuk lingkaran Pendamping atau fasilitator memberikan pertanyaan penuntun kepada peserta: Faktor apa yang menentukan ketika membentuk kelompok? Apa yang dirasakan pada saat itu? Apakah saya aktif memilih teman kelompok atau menunggu sampai diajak seseorang?

107 92 Apakah dalam kelompok ada seorang berperan sebagai penangggung jawab? Bagaimana caranya kelompok menolak peserta yang datang karena jumlah anggota sudah cukup? Apakah ada peserta tertentu yang tidak mau diikutsertakan? Bagaimana cara menolak mereka. Setiap kelompok mengadakan evaluasi singkat dengan pertanyaan penuntun mengenai hal-hal yang terjadi selama pembentukan kelompok. Tahap II Pendamping atau fasilitator membagikan 10 lembar kertas double folio dan lem perekat kepada setiap kelompok. Kelompok diminta membetuk sesuatu dari bahan tersebut. Produk atau hasil karya tersebut harus tinggi setinggi mungkin. Setiap peserta dalam kelompok tidak diperbolehkan berbicara selama mengerjakan produk, hanya boleh menggunakan bahasa isyarat atau dengan gerak-gerik. Masing-masing kelompok meletakan hasil karya di tengah-tengah ruangan Peserta duduk membentuk lingkaran besar dan satu kelompok kecil berada di tengah untuk mempresentasikan hasil karya kelompok. Peserta diberi kesempatan untuk memberi tanggapan atas hasil karya tersebut melalui pengungkapan perasaan dan pendapat. Pendamping memberikan pertanyaan penuntun refleksi:

108 93 Bagaimana perasaan anda selama bekerja di dalam kelompok? Dengan siapa anda paling dapat berkomunikasi? Dengan siapa anda sama sekali sulit berkomunikasi? Adakah peserta-peserta tertentu yang mendominasi permainan? Apakah saya merasa puas dengan kerja sama dalam kelompok? c. Penutup Pendamping atau fasilitator memberikan rangkuman dan peneguhan Para suster terkasih Kita telah melakukan sebuah permainan, Banyak perasaan yang muncul dan kita alami ketika melakukan permainan tersebut. Ada perasaan gembira puas, senang, cemburu, jengkel dan mungkin juga kecewa. Perasaan-perasaan yang muncul ini disebakan oleh suatu hal, baik itu hal yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. Lewat permainan ini kita dapat belajar banyak hal yang menyangkut relasi atau hubungan kita dengan orang lain Sebagai mahkluk sosial, kita pasti membutuhkan orang lain, agar bisa berelasi dan juga bisa mengerjakan sebuah pekerjaan atau karya. Dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan tentu saja kita membutuhkan kerjasama dengan orang lain sehingga pekerjaan yang kita lakukan dapat terselesaikan dengan baik dan bermanfaat bagi orang lain. Namun tak jarang dalam melakukan sebuah pekerjaan sering kali kita mengalami dan menemukan adanya hambatan-hambatan. Hambatan ini terjadi karena masing-masing pribadi mempunyai kepentingan tersendiri. Dengan demikian pekerjaan yang dilakukan tidak dapat terselesaikan dengan baik karena masing-masing pribadi kurang mampu untuk bekerja sama, serta kurang adanya

109 94 kepekaan dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Oleh karena itu melalui permainan ini kita belajar untuk bekerja sama dengan orang lain, belajar untuk konsentrasi dan juga peka. Evaluasi: Pendamping dan peserta mengevaluasi seluruh proses permainan? 3. Permainan Ketiga a. Identitas Permainan 1) Tema : Ungkapan Hati ke hati 2) Tujuan : Peserta saling menghargai sifat satu sama lain menyangkut kekuatan dan kelebihan serta kelemahan-kelemahan masingmasing. 3) Peserta : Para Suster SSpS Maguwoharjo 4) Tempat : Biara Roh Suci SSpS Maguwoharjo 5) Waktu : menit 6) Metode : Tanya jawab Menulis Refleksi pribadi Sharing Input dari pendamping Evaluasi 7) Sarana : Ruangan yang luas/ Aula

110 95 8) Sumber bahan : Crimer dan Siregar, Permainan dan Latihan Dinamika Kelompok, Proses Pengembangan Diri. Jakarta: Gramedia Widiasarana b. Pengembangan Langkah-langkah Proses permainan/ langkah-langkah dalam permainan Pendamping meminta peserta duduk membentuk lingkaran dan salah satu peserta diminta duduk di tengah lingkaran dan tidak boleh berbicara. Pendamping meminta peserta yang lain mengungkapkan dua atau tiga sifat positif yang dihargai pada peserta yang duduk di tengah lingkaran. Pendamping meminta semua peserta mendapatkan giliran untuk duduk di tengah dan mendapat penghargaan dari peserta lain. Pendamping memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling bertukar pengalaman selama permainan dengan memberikan pertanyaan penuntun refleksi Bagaimana perasaan Anda dengan permainan ini? kapan saat yang paling menyenangkan dan saat yang paling tidak menyenangkan? Mengapa? Apakah mudah bagi anda memberikan penghargaan kepada orang lain? Apakah Anda merasa senang dan dapat menerima penghargaan dan pujian dari orang lain? Manakah sifat-sifat dari diri Anda yang disenangi oleh orang lain? Manakah sifat-sifat yang paling anda senangi dari diri sendiri

111 96 Bagaimanakah caranya anda dapat lebih menghargai diri sendiri dan orang lain? Kesulitan apa yang anda hadapi untuk mengungkapkan kelebihan orang lain? c. Penutup Sharing : Pendamping atau fasilitator memberikan rangkuman Para Suster terkasih Kita telah melaksanakan suatu permainan. Dalam permainan tersebut kita diajak untuk mengenal kekuatan dan kelebihan dari masing-masing pribadi. Ada berbagai macam perasaan muncul dan kita rasakan, ketika kita dapat mengetahui bahwa dalam diri kita ada sifat-sifat yang baik dan sifat-sifat yang kurang baik. Hidup bersama dengan orang lain dan dengan sifat yang kita miliki, sering kali kita ingin mendapat pengakuan dan penghargaan dari orang lain. Tak dapat dipungkiri bahwa dalam hidup bersama terkadang kita lebih senang dan bahagia menerima pujian atau penghargaan dari orang lain. Kita juga tidak dapat menolak bahwa dalam hidup bersama, sering kali kita kurang memberi pujian atau penghargaan kepada sesama yang mempunyai kelebihan, kita lebih cenderung melihat kelemahan-kelemahan dari sesama. Maka melalui permainan ini, kita diharapkan menjadi lebih terbuka untuk mengenal dan menerima satu sama lain dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki serta dengan tulus ikhlas kita memberi pujian ataupun penghargaan. Evaluasi: Fasilitator dan peserta mengevaluasi seluruh proses permainan.

112 97 BAB VI PENUTUP Dalam bab ini penulis akan membuat kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan diuraikan beberapa pokok penting, yang perlu ditegaskan kembali berkaitan dengan pemahaman para suster akan komunikasi efektif untuk membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas. Penulis juga akan memberikan saran bagi para Suster SSpS untuk semakin meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi. A. Kesimpulan Komunitas religius merupakan kesatuan orang-orang yang memiliki ikatan panggilan sama, mengikuti semangat pendiri, memiliki visi dan misi yang sama. Mereka adalah orang-orang yang membaktikan diri secara total kepada Tuhan dan sesama. Pribadi-pribadi yang tinggal dan hidup bersama dalam komunitas memiliki relasi atau hubungan baik dengan sesama anggota, ada suasana kasih persaudaraan, kerja sama, saling mendukung dan saling meneguhkan dalam panggilan. Para Suster SSpS yang terpanggil untuk membaktikan diri secara total kepada Tuhan dan sesama harus mampu menjalani hidup berkomunitas, terbuka untuk membagikan dan mensharingkan pengalaman hidupnya. Dengan demikian mereka dapat saling mengenal, saling memahami, mampu menerima kelebihan dan kekurangan sesama sehingga suasana kasih persaudaraan dalam komunitas dapat terwujud. Sebagai religius, kebahagiaan dalam hidup berkomunitas terletak pada

113 98 relasi yang baik dengan setiap pribadi. Membangun relasi yang baik antar pribadi memang tidak selalu mudah, hal ini dikarenakan setiap pribadi atau anggota dalam komunitas memiliki keunikan akan latar belakang budaya, usia, tingkat pendidikan, bahasa, cara berpikir dan kepribadian yang berbeda-beda Perbedaanperbedaaan tersebut, dapat mengakibatkan cara mereka berpikir, bertindak mengungkapkan atau mengkomunikasikan gagasan, emosi, kritikan mengekpresikan diri menjadi berbeda pula. Hal ini akan berpengaruh terhadap suasana hidup berkomunitas. Namun dengan Perbedaan-perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk membina kesatuan untuk hidup berkomunitas. Oleh karena itu mereka perlu berusaha membangun komunikasi yang baik dengan sesama anggota. Komunikasi merupakan bagian atau unsur yang paling penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi antar pribadi dapat dikatakan efektif, apabila orang yang berkomunikasi mampu mengerti dan memahami bahasa yang digunakan. Tanpa komunikasi dengan orang lain manusia tidak dapat berkembang secara maksimal dan juga tidak dapat menjalin relasi dengan orang lain. Para Suster SSpS telah mampu memahami dan menghayati komunikasi efektif antar pribadi dalam hidup berkomunitas. Mereka menyadari bahwa komunikasi efektif antar pribadi akan terlaksana dengan baik jika setiap pribadi mampu mendengarkan dengan hati, memberi perhatian, saling memahami, saling menghargai, sanggup untuk mencintai, melayani dan mengakui ketergantungan dengan orang lain dan terbuka mengungkapkan diri apa adanya. Dengan demikian komunikasi efektif dapat terwujud dan relasi dengan sesama anggota semakin baik serta suasana kasih persaudaraan dalam komunitas dapat tercipta. Para

114 99 Suster juga mengalami bahwa terkadang dalam berkomunikasi efektif mereka mengalami hambatan-hambatan, sehingga relasi dengan sesama anggota menjadi renggang dan suasana kasih persaudaraan menjadi kurang harmonis. Untuk mengupayakan komunikasi menjadi efektif perlu latihan terus menerus Melalui permainan atau game yang memuat latihan-latihan olah diri, olah rasa dan olah fisik akan bermanfaat bagi peningkatan, pengembangan motivasi dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan serta relasi dengan sesama dalam kehidupan sehari-hari. Permainan sebagai salah satu sarana yang dapat membantu para Suster SSpS untuk dapat meningkatkan komunikasi efektif guna membangun semangat persaudaraan dalam hidup berkomunitas B. SARAN Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam setiap bab, penulis perlu memberikan beberapa saran yang sekiranya dapat membantu para Suster SSpS dalam meningkatkan komunikasi efektif antar pribadi guna membangun semangat persaudaraan dalam hidup sehari-hari. 1. Bagi Para Suster Para suster hendaknya menyadari bahwa mereka berasal dari latar belakang budaya, suku, watak, usia, dan lain-lain yang berbeda. Mereka juga perlu menyadari bahwa setiap pribadi unik. Karena itu hendaknya setiap suster berusaha untuk mengenal sesama susternya dengan baik, melalui: Keterlibatannya dalam kegiatan sharing pangalaman dan sharing KS pada jam sharing yang sudah dijadwalkan dalam program komunitas. Setiap suster berusaha lebih terbuka mensharingkan pengalamannya guna

115 100 saling memperkaya satu sama lain. 2. Bagi Komunitas Roh Suci Yogyakarta Komunitas menjadi hidup dan penuh semangat bila anggota-anggotanya saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Komunitas juga dapat menampakkan kehadiran Allah Tritunggal dalam hidup setiap hari bila setiap anggota rukun, bersatu dan saling mengasihi. Karena itu hendaklah komunitas membantu para anggotanya untuk mampu hidup dalam semangat persaudaraan, semangat kasih, menghargai, rukun dan bersatu dengan mengadakan kegiatankegiatan sebagai berikut: Seminar, dalam hal ini komunitas mengundang nara sumber atau ahli yang kompeten dalam hal komunikasi untuk memberi informasi kepada para suster tentang melaksanakan komunikasi yang efektif dalam hidup setiap hari. Sharing budaya maksudnya bahwa, komunitas mengadakan kegiatan sharing budaya dari setiap daerah dari para suster anggota komunitas, guna saling mengenal corak budaya dengan keutamaan-keutaman yang khas dan positif dari setiap daerah, sekaligus mengetahui hal-hal yang perlu dihindari dalam budaya sehingga dapat memperkaya satu sama lain. Kegiatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama dalam komunitas. Dalam Rekreasi bersama diadakan game atau permainan, agar para suster semakin mengenal dan menerima satu sama lain dengan lebih baik sehingga dalam hidup berkomunitas masing-masing pribadi dapat meningkatkan semangat persaudaraan.

116 101 DAFTAR PUSTAKA Arni Muhammad. (2009). Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Darminta, J. (1984). Berbagi Segi Penghayatan Hidup Religius Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius. Deddy Mulyana. (2004). Komunikasi Efektif. Bandung: Remaja Rosdakarya.. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Eilers, Josef Frans. (2001). Komunikasi Dalam Masyarakat. Flores, NTT: Nusa Indah. Fitraapri. accessed on January 26, Hardjana, Agus M. (2005). Religiositas: Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius. Kitab Hukum Kanonik. (2011). (Codex Iuris Canonici). (Dr. R. Rubiyatmoko dkk, Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus. (1984). Konstitusi dan Direktorium. Roma: Kapitel Jenderal IX. Konsili Vatikan II. (1990). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Lunandi, A.G. (1989). Meningkatkan Efektifitas Komunikai antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Martasudjita, E. (2003). Komunitas Peziarah. Yogyakarta: Kanisius. Suparno, Paul. (2013). Spiritualitas Quotient (SQ) dalam Hidup Membiara. Rohani. 60, hal Makario. definisihtml. accessed on January 22, Mandala. html. accessed on January 26, Mchugh, Peter. (1978). Spiritualitas Bapa Pendiri dan Kongregasi Kita. Ende- Flores: Offset Arnoldus. Moleong, Lexy J. (1993). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad Budyatna & Leila Mona Ganiem. (2011). Teori Komunikasi antar Pribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Onong Uchjana Effendy. (2004). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Panitia Spiritualitas KOPTARI. (2012a). Bentuk-bentuk Komunitas. Yogyakarta: Kanisius.. (2012b). Membangun Komunitas Formatif. Yogyakarta: Kanisius. Patty, A.M. (1992). Permainan untuk Segala Usia. Jakarta: Gunung Mulia. Riadi,M. html. accessed on February 11, Stegmaier, Ortrud. (2000). Spiritualitas dan Misioner dari Helena Stollenwerk. Manuskrip yang berisi tentang Spiritualitas, Ekaristi, dan Misioner

117 102 dari Helena Stollenwerk untuk para Suster SSpS. Roma. Supratiknya, A. (2003). Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Soetopo, Christian. (2012). Pelayanan Spiritualitas & Pelayanan. Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen. Turman Sirait. (1983). Komunikasi Yang Efektif. Jakarta: Tulus Jaya. Wursanto Ing. (2008). Etika Komunikasi Kantor. Yogyakarta: Kanisius. Wenzler, Hildegard. (1993). Proses Pengembangan Diri. Jakarta : Grasindo.

118 103 LAMPIRAN

119

120 Lampiran 2: Panduan Pertanyaan Wawancara INSTRUMEN PENELITIAN KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PRIBADI UNTUK MEMBANGUN SEMANGAT PERSAUDARAADALAM HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER SSpS DI KOMUNITAS ROH SUCI YOGYAKARTA 1. Bagaimana pemahaman para Suster tentang komunikasi efektif ( komunikasi verbal dan non verbal), jelaskan? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami oleh para Suster dalam berkomunikasi efektif, jelaskan? Mengapa? 3. Factor-faktor apa saja yang memperlancar atau mendukung para Suster dalam berkomunikasi, jelaskan? 4. Makna atau pesan yang dipetik para Suster dalam berkomunikasi efektif dalam hidup berkomunitas? 5. Apa saja yang menjadi harapan-harapan para Suster dalam berkomunikasi efektif untuk membangun semangat persaudaraan? (2)

121 Lampiran 3: Transkip Hasil Wawancara dari Setiap Responden 1. Pemahaman para suster tentang komunikasi efektif (komunikasi verbal dan non verbal) Responden I Komunikasi efektif yaitu: komunikasi yang baik, saling bertukar pikiran, informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Komunikasi verbal: komunikasi secara langsung, berlangsung secara timbal balik, makna pesan ringkas dan jelas, bahasa mudah dipahami. Komunikasi non verbal: komunikasi secara tidak langsung: sentuhan, sikap tubuh, ekspresi wajah. Responden II Pemahaman saya, komunikasi efektif: suatu proses interaksi yang menghasilkan informasi atau berita, baik itu berupa perasaan, ide atau gagasan dan yang lainnya yang dikomunikasikan. Komunikasi verbal: informasi yang disampaikan secara lisan melalui apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakanya. Hal ini dapat diketahui melalui tinggi rendahnya nada suara, perubahan nada suara, keras dan tidaknya suara. Komunikasi non verbal: komunikasi yang dilangsungkan dengan menggunakan bahasa tubuh atau isyarat-isyarat. Komunikasi non verbal lebih tampak pada gerakgerik tubuh, seseorang dalam memberikan kode-kode atau tanda- tanda tertentu melalui ekspresi wajah, kontak pandangan mata, gerakan badan, kontak fisik. Responden III Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bisa dimengerti dan dipahami oleh orang lain sebagai audiensnya. Dengan komunikasi yang efektif seorang komunikator mampu menyampaikan pesan kepada komunikan dengan cara verbal dan non verbal. Verbal dengan cara penyampaian lisan melalui kata-kata dan non verbal melalui bahasa tubuh yang dapat dimengerti oleh orang lain. Responden IV Komunikasi verbal adalah: komunikasi yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau komunikasi dua arah, tatap muka. Komunikasi non verbal adalah: komunikasi yang disampaikan oleh seseorang tidak dalam bentuk lisan tetapi bisa disampaikan lewat tulisan ataupun dengan bahasa tubuh. (bahasa isyarat). (4)

122 Responden V Komunikasi efektif adalah komunikasi yang baik dan dapat di terima, komunikasi yang mempunyai dorongan dalam diri seseorang untuk saling berhubungan dengan sesamanya. Responden VI Komunikasi efektif adalah komunikasi yang dibangun antara dua pribadi atau lebih dengan memperhatikan cara, waktu dan tempat agar pesan atau ide atau pengalaman dapat tersalur dengan baik, sehingga tujuan dari komunikasi itupun dapat tercapai. Komunikasi Verbal yaitu: komunikasi yang menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol atau lambanglambang tertentu. Responden VII Komunikasi efektif terjadi ketika maksud dari pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Komunikasi verbal adalah komunikasi secara langsung dengan menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal adalah komunikasi secara tidak langsung dengan menggunakan tanda-tanda atau symbol-symbol. Responden VIII Komunikasi efektif adalah: komunikasi yang bisa dipahami, mudah dimengerti oleh yang menerima pesan. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata sehingga dapat dipahami. Komunikasi non verbal adalah komunikasi yang menggunakan symbol atau tanda-tanda. Responden IX Komunikasi efektif yaitu Sebuah bentuk tingkah laku seseorang baik secara verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh orang lain, pesan yang disampaikan kepada orang lain sehingga mempengaruhi prilaku orang lain. Responden X Komunikasi yang efektif ditandai oleh hubungan interpersonal yang baik, artinya bahwa ketika ada hubungan interpersonal yang baik maka komunikasi akan berjalan lancar dan secara efektif karena kedua belah pihak ada kesempatan untuk saling memberi dan menerima pesan tanpa ada dominasi dari salah atu pihak. Komunikasi verbal yaitu komunikasi dengan menggunakan kata-kata, sedangkan komunikasi non verbal yaitu komunikasi dengan menggunakan gerka tubuh, raut wajah dan segala bentuk ekpresi lainnya. (5)

123 Responden XI Pemahaman saya tentang komunikasi efektif yaitu: komunikasi yang pesannya tersampaikan dengan baik serta mendapat tanggapan dari penerima pesan dengan baik pula karena jelas dan tersampaikan sesuai dengan tujuan pengirim pesan, artinya bahwa maksud pesan ditangkap oleh penerima pesan. Responden XII Komunikasi efektif adalah proses penyampaian pesan yang dapat tersampaikan dengan baik sesuai dengan maksud pememberi pesan (komunikator). Dikatakan efektif karena pesan itu tidak hanya tersampaikan tetapi juga telah mengubah atau membaut si pendengar atau yang menerima pesan (komunikan) berlaku atau bersikap sesuai dengan pesan tersebut. 2. Hambatan-hambatan apa yang dialami Suster dalam berkomunikasi efektif? Responden I Kurang mendengarkan, tidak konsentrasi dalam komunikasi, pesan yang disampaikan tidak jelas, kurang sabar, hal ini terjadi karena terlalu sibuk dengan diri sendiri, kurang adanya penghargaan dan kurang adanya saling percaya. Responden II Terkadang belum mampu menerapkan secara benar dan jelas mengenai komunikasi yang efektif, contohnya komunikasi verbal dan non verbal, ketika ingin menyampaikan komunikasi verbal yang lebih dipertonjolkan adalah komunikasi non verbal; sehingga pesan verbal itu sendiri mempunyai nilai lebih rendah dari pesan non verbal. Oleh karena itu komunikasi verbal dan non verbal sangatlah penting dan jelaslah bahwa jika komunikasi verbal dan non verbal digunakan maka komunikasi akan lebih hidup. Hambatan yang lain yaitu ketika mengalami kendala dalam berkomunikasi verbal dan ketika ada masalah atau dalam situasi emosi. Hal ini muncul dalam nada-nada omelan yang tidak jelas terdengar. Responden III Hambatan yang dialami terkadang lebih pada pemahaman bahasa yang disampaikan komunikator kepada komunikan, artinya bahwa latar belakang budaya dan bahasa sering membawa pemahaman yang berbeda pula sehingga pesan atau komunikasi yang baik pula menghambat komunikasi yang sedang berlangsung. (6)

124 Responden IV Cara menyampaikan pesan, kesalahan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu yang disampaikan, bahasa yang digunakan dan kurang mendengarkan. Responden V Dalam berkomunikasi terkadang cepat emosi, kurang berani dan merasa malu untuk mengungkapkan sesuatu yang baik dan benar. Responden VI Kurang memahami keberadaan atau posisi si penerima pesan. Komunikator perlu memahami keberadaan si penerima pesan. Dengan siapa ia berbicara, keadaan fisik, psikisnya seperti apa, dengan maksud agar bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan dapat diterima dengan baik. Kurang memperhatikan waktu dan tempatnya. Komunikator perlu memahami situasi batin seseorang atau si penerima pesan dan tahu tempat yang baik untuk disampaikan pesan. Cara penyampaian pesan, bahasa. Komunikator perlu tahu dan menyiapkan diri, bahasa yang baik, agar ketika berhadapan dengan para penerima pesan, kedua belah pihak sama-sama merasa puas karena tujuan komunikasi tercapai. Responden VII Perbedaan budaya terkadang mempengaruhi dalam penyampaian pesan contohnya budaya yang biasa dengan nada keras bertemu dengan budaya yang pelan atau lembut pada hal keras itu tidak selalu memilik maksud marah. Kondisi atau situasi batin seseorang, ketika sedang dalam suasana hati baik dapat menerima komunikasi dalam bentuk apapun, tetapi bila dalam suasana hati yang kurang baik terkadang cenderung sesitif atau kurang dapat menangkap pesan yang disampaikan dengan baik. Responden VIII Hambatan dalam berkomunikasi adalah ketika menggunakan komunikasi non verbal symbol yang disampaikan kurang dipahami dan kurang dimengerti. Kurang mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan, kurang sabar dan jika ada masalah atau banyak tugas orang lebih sibuk dengan diri sediri, sehingga kurang mempunyai waktu untuk berkomunikasi. Responden IX Hambatan yang saya alami dalam berkomunikasi efektif adalah; Adanya perbedaan persepsi, yaitu sebuah pandangan yang berbeda antar sesama sehingga menimbulkan konflik dan salah paham, kurang asertif yaitu kurang berani mengungkapkan perasaan ataupun gagasan yang dirasakan benar terhadap mereka yang dominan, kurang berani karena mencari aman dari pada debat dan mencari pembenaran diri masing-masing, (7)

125 lebih baik mengalah, generasi dan budaya yang berbeda, hal ini menjadi hambatan karena masing-masing generasi memiliki karakter yang berbeda dan budaya juga mempengaruhi keefektifan dalam berkomunikasi, adanya sikap kurang terbuka, sehingga muncul komunikasi yang violence baik verbal dalam bentuk sindiran/ membicarakan dibelakang atau gosip maupun non verbal seperti pandangan sinis, mengabaikan, kurang bisa mendengarkan dan hanya ingin didengarkan, komunikasi yang hanya berfokus pada diri sendiri, tidak ada dialog timbal balik sehingga sesama yang diajak bicara hanya sebagai objek pendengar. Responden X Hambatan dalam berkomunikasi yaitu adanya kecenderungan untuk didengarkan dari pada mendengarkan, hal ini disebabkan karena ketidakmampuan mendengarkan, maka pesan yang disampaikan oleh sesama tidak dipahami benar sehingga akhirnya juga memberikan tanggapan yang salah. Responden XI Hambatan yang dialami dalam berkomunikasi efektif yaitu memiliki paradigma atau pandangan atau persepsi yang berbeda-beda, karena pemahaman seseorang tentang suatu objek pasti akan berbeda, sehingga dengan demikian akan mempengaruhi bagaimana cara menyampaikan isi pesan yang disampaikan, agar orang yang menerima pesan menerimanya dengan baik itupun akan berbeda-beda. Responden XII Adanya perbedaan persepsi,cara pandang,sifat atau pribadi seseorang yang terkadang dikarenakan dari perbedaan jenjang usia dan budaya, selain itu juga masalah atau disposisi batin. 3. Faktor-faktor yang memperlancar atau mendukung Suster dalam berkomunikasi efektif? Responden I Adanya penghargaan terhadap pribadi, ada minat untuk mendengarkan dan didengarkan dengan tulus, adanya faktor saling percaya dan mau berdialog. Responden II Adanya saling menyapa dan membutuhkan satu sama lain, situasi komunitas yang harmonis yang secara langsung membuat kami spontan untuk berbicara, bersendagurau. (8)

126 Responden III Pemahaman antar satu dengan yang lainnya, khususnya dalam berkomunikasi, artinya ketika ada sesama yang kurang memahami apa yang dimaksudkan atau dikatakan, komunikator memberikan penjelasannya sehingga dapat dipahami dan dimengerti satu dengan yang lainnya. Responden IV Kepuasan pada saat berkomunikasi yang efektif, adanya kejelasan dalam penyampaian pesan, mendengarkan dengan baik dan penuh perhatian. Responden V Faktor yang mendukung dalam berkomunikasi adalah adanya keterbukaan, merasa diri diterima oleh yang lain dan bertanggung jawab dengan apa yang disampaikan oleh sesama yang mengajak berkomunikasi maupun yang mendengarkan. Responden VI Faktor yang mendukung dalam berkomunikasi yaitu bahasa yang baik, ramah, teduh, memahami situasi lawan bicara, menrima dan mendengarkan lawan bicara, memberinya ruang dan waktu untuk mengungkapkan apa yang dialami, terbuka dan berbelarasa. Responden VII Adanya kerelaan untuk salin berbagi dari setiap pribadi, adanya bahasa pemersatu yaitu bahasa Indonesia. Responden VIII Faktor yang mendukung yaitu saling mendengarkan, ada keterbukaan hati, bahasa yang baik, mudah dimengerti dan dipahami sehingga tidak membuat orang merasa binggung. Responden IX Faktor yang mendukung adanya sikap saling mendengarkan, terbuka, ada dialog yaitu sebuah komunikasi timbal balik, ada saling klarifikasi dan konfrontasi bila ada kesalahpahaman. Responden X Faktor yang memperlancar yaitu:situasi batin seseorang atau pribadi, ketika batin seseorang baik maka komunikasi juga akan baik begitu juga sebaliknya, karena kecenderungan kita mengalami masalah tertentu orang cederung akan diam, hubungan antar pribadi, ketika seseorang mengalami hubungan baik dengan pribadi (9)

127 tertentu maka komunikasi cenderung akan baik dan komunikasi akan menjadi sangat efektif karena adanya keaktifan dari kedua belah pihak untuk memberi dan menerima pesan. Responden XI Faktor yang memperlancar atau mendukung komunikasi efektif adalah mendengarkan dengan baik, artinya ketika orang mendengarkan dengan baik, memahami apa yang disampaikan oleh pemberi pesan, maka pesan itu akan tersampaikan dengan baik karena mampu mendengarkan dengan baik, mampu mendengarkan dengan hati. Responden XII Kedekatan dengan orang yang kita ajak komunikasi, persamaan persepsi,pikiran, kondisi batin. 4. Makna atau pesan yang dapat dipetik Suster dalam berkomunikasi efektif dalam hidup berkomunitas? Responden I Adanya rasa saling pengertian dan menerima satu sama lain, saling percaya dan saling terbuka serta rileks terhadap satu sama lain. Responden II Dapat mengenal sesama secara dekat dan mendalam, dapat mengetahui kemampuan dan kelebihan sesama, menciptakan suasana kekeluargaan dan persaudaraan dalam komunitas, menghidupi suasana komunitas, memupuk persaudaraan dan saling pengertian. Responden III Menurut saya dengan komunikasi efektif mungkin kita dalam komunitas mampu menemukan sebuah pemahaman yang sama tentang pentingnya komunikasi dalam berelasi dengan sesama komunitas ataupun orang lain. Responden IV Makna yang dipetik adalah dapat memahami sesama, mendengarkan sesama sehingga tidak ada salah paham yang dapat merugikan sesama, dapat mengetahui apa yang diinginkan dan dimaksudkan oleh sesama. (10)

128 Responden V Makna yang dapat dipetik dalam berkomunikasi yaitu adanya rasa saling menghargai satu dengan yang lain dalam berkomunikasi, adanya kepuasan dalam berkomunikasi, merasa diterima dan dihargai oleh lawan bicara. Responden VI Bagi saya komunikasi efektif dalam komunitas adalah berbicara dengan cara, waktu dan tempat yang tepat, apa yang disampaikan dengan hati akan memberi hidup bagi orang lain atau lawan bicara. Responden VII Pesan yang dapat saya petik yaitu bahwa komunikasi efektif sangatlah penting untuk kehidupan bersama. Responden VIII Makna yang dapat dipetik yaitu adanya suasana persaudaraan, kerjasama yang baik, saling menghargai dan keterbukaan untuk mendengarkan orang lain. Responden IX Makna yang saya petik dari doa, hidup komunitas maupun hidup misi atau karya. komunikasi efektif dalam hidup komunitas adalah terjalin sebuah komunio atau kesatuan hati dalam mewujudkan misi. Komunikasi yang efektif menciptakan keharmonisan dalam seluruh aspek seperti relasi, hidup. Responden X Pesan yang dapat saya petik yaitu bahwa komunikasi efektif itu sangat penting dalam membangun sebuah kehidupan bersama. Kehidupan bersama dalam sebuah komunitas akan menjadi harmonis jika setiap pribadi dalam komunitas mampu saling memahami dan mendengarkan terutama dalam berkomunikasi. Responden XI Makna yang saya petik dari komunikasi efektif: pengenalan terhadap pribadi seseorang sangat penting untuk bagaimana menyampaikan pesan yang ingin disampaikan pada seseorang, dalam hal ini bisa dengan lisan, tulisan ataupun lambang sehingga pesannya dapat ditangkap atau diterima dengan baik atau mendapat tanggapan tentang pesan itu. Responden XII Dengan berkomunikasi efektif, segala pesan dapat disampaikan dengan benar,sehingga situasi damai dan penuh kegembiraan dapat terwujud. Dengan (11)

129 komunikasi efektif, segala aktifitas dapat berjalan dengan baik dan memperkecil adanya salah paham. 5. Apa saja yang menjadi harapan-harapan Suster dalam berkomunikasi efektif untuk membengun semangat persaudaraan? Responden I Bisa saling menerima dan diterima, mampu menghasilkan perubahan sikap pada orang yang terlibat dalam komunikasi efektif, mampu mendengarkan dan didengarkan atau menjadi pendengar yang baik, adanya kejelasan dalam pesan yang disampaikan. Responden II Semoga komunikasi efektif menjadi suatu sarana yang baik yang mendukung kehidupan berkomunitas, semakin memahami arti dari komunikasi efektif itu sendiri dan tidak salah dalam memaknai dan menerapkan komunikasi verbal dan non verbal serta dapat menggunakan secara tepat dan benar. Responden III Harapan saya mari kita jadikan komunikasi yang efektif sebagai pemersatu dalam hidup berkomunitas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman hanya karena komunikasi yang tidak membantu kita untuk menemukan sebuah jawaban yang benar. Responden IV Memperhatikan konteks dalam berkomunikasi, pelajari budaya sesama, mendengarkan dengan baik atau mendengarkan dengan hati. Responden V Harapan saya bahwa dengan komunikasi yang baik kita semakin mendukung satu sama lain untuk tetap bersatu dalam ikatan cinta yakni kasih persaudaraan yang tulus, saling mencintai,,berbagi dan saling mendoakan. Responden VI Harapan saya yaitu bahwa perlu menanamkan pemahaman akan pribadi atau lawan bicara, menghargai lawan bicara, menggunakan tata bahasa yang baik tanpa menggunakan komunikasi tanpa kekerasan., berpikir positif terhadap lawan bicara dan memiliki rasa empaty. (12)

130 Responden VII Harapan saya yaitu baik pemberi dan penerima informasi dapat hadir sepenuhnya pada situasi saat itu sehingga pesan tersampaikan dengan baik, ada kesabaran dalam memberi informasi atau memberi penjelasan selengkapnya dan ada kerelaan penerima pesan untuk mendengarkan dengan teliti dan bijaksana. Responden VIII Harapan saya, dalam berkomunikasi yaitu, adanya saling keterbukaan diantara sesama, saling mendengarkan dengan hati, jujur dan apa adanya. Responden IX Harapan saya dalam berkomunikasi efektif, setiap suster mampu untuk saling memahami, mampu untuk mendengarkan dan bisa mengungkapkan pikiran maupun perasaanya secara tepat dan jujur, mampu untuk saling membantu, mendukung dan mampu memecahkan konflik secara konstruktif. Responden X Harapan saya yaitu bahwa setiap pribadi mampu mendengarkan sesama dengan hati dan memahami setiap keunikan yang dialami diri sendiri maupun orang lain. Responden XI Harapan saya yaitu menyamakan pandangan atau persepsi sehingga dalam berkomunikasi mempermudah satu sama lain, mengenal lawan dengan baik, sehingga penyampaiannyapun akan lebih mengena, mendengarkan dengan hati atau menjadi pendengar yang baik bagi orang lain, sadar akan situasi atau keberadannya, mengenal lingkungan, kondisi, sehingga mendapatkan tanggapan antar keduanya (pengirim pesan dan penerima pesan). Responden XII Harapan-harapan saya yaitu bahwa masing-masing suster berusaha untuk belajar dan mengetahui apa dan bagaimana komunikasi efektif itu, para suster melakukan komunikasi yang efektif sehingga pesan dapat tersampaikan dengan benar, dengan dilaksanakannya komunikasi efektif, diharapkan kesalahpahaman tidak terjadi dan pesaudaraan semakin terjalin. (13)

131 Lampiran 3: Foto-Foto Kegiatan Para Suster SSpS Ibadat bersama Pesta Family Pembukaan 125 Tahun SSpS Sejagat Perayaan Ekaristi HUT Kongregasi SSpS

132 Natalan Bersama Kordiska (UIN) dan Makan Bersama Para Waria Bersama Rm. Tarsisius, CSsR Pakaian Daerah Pada Hari Raya Pentekosta

133 Kegiatan Junior HUT Konggergasi SSpS Rekreasi Bersama

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan

Lebih terperinci

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DALAM HIDUP MEMBIARA Rohani, Januari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DALAM HIDUP MEMBIARA Rohani, Januari 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DALAM HIDUP MEMBIARA Rohani, Januari 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Frustrasia adalah seorang yang sangat pandai, nilai IPKnya waktu kuliah hampir 4.00. Waktu diserahi

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS STUDI: KESUNGGUHAN BELAJAR Rohani, September 2012, hal Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS STUDI: KESUNGGUHAN BELAJAR Rohani, September 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 SPIRITUALITAS STUDI: KESUNGGUHAN BELAJAR Rohani, September 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Awal September adalah awal para biarawan-biarawati yang bertugas untuk studi memulai perutusannya. Pada awal-awal

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Generalat/ Rumah Induk Roma Natal, 2014 Para Suster yang terkasih, Sabda telah menjadi manusia dan berdiam

Lebih terperinci

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Revitalisasi Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND Revitalisasi bagi Kongregasi Aktif Merasul berarti menggambarkan kembali

Lebih terperinci

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Mistika dikenal oleh orang sekitar sebagai seorang yang suci, orang yang dekat dengan Tuhan,

Lebih terperinci

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 1 KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 Pontianak, 16 Januari 2016 Paul Suparno, S.J 2. Abstrak Keluarga mempunyai peran penting dalam menumbuhkan bibit panggilan, mengembangkan, dan menyertai dalam perjalanan

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA - 1075 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET 1 TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET Seminar Religius di BKS 2016 Kanisius, 8 September 2016 Paul Suparno, SJ Pendahuluan Tema BKS tahun 2016 ini adalah agar keluarga mewartakan

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA - 273 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai: 1. Pengertian komunikasi secara etimologis Komunikasi berasal dari

Lebih terperinci

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK 42. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN DALAM KONSTITUSI KITA Kita mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah-masalah keadilan, damai dan keutuhan ciptaan.para suster didorong untuk aktif

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

SALING TIDAK PERCAYA DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Rohani, Februari 2012, hal Paul Suparno, S.J.

SALING TIDAK PERCAYA DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Rohani, Februari 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 SALING TIDAK PERCAYA DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Rohani, Februari 2012, hal 28-31 Paul Suparno, S.J. Suster Credentia tidak krasan di komunitas. Ia merasa tidak dipercaya karena tidak pernah diberi kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Para Suster yang terkasih, Generalat/Rumah Induk Roma Natal, 2013 Natal adalah saat penuh misteri dan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

Pdt Gerry CJ Takaria

Pdt Gerry CJ Takaria KESATUAN ALKITAB DAN GEREJA ATAU JEMAAT Roh Kudus merupakan kekuatan penggerak di belakang kesatuan Jemaat (Ef. 4:4-6). Dengan memanggil mereka dari pelbagai suku-bangsa, Roh Kudus membaptiskan mereka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenis Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 Menit Jumlah soal : 40 + 5 Bentuk Soal : Pilihan Ganda dan Uraian

Lebih terperinci

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J.

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 EVANGELISASI BARU Rohani, Desember 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Budayanita waktu mengajar agama pada beberapa orang tua yang ingin menjadi Katolik, sering meneguhkan bahwa mereka itu sebenarnya

Lebih terperinci

C. Hubungan pimpinan dan anggota Dalam pendampingan dan kepemimpinan, relasi yang diharapkan adalah:

C. Hubungan pimpinan dan anggota Dalam pendampingan dan kepemimpinan, relasi yang diharapkan adalah: 1 PERAN PIMPINAN DALAM HIDUP MEMBIARA Musyawarah PRR, Lebao, Flores Timur, 18 Desember 2015 Paul Suparno, SJ Abstrak Peran pimpinan bagi perkembangan kongregasi sangat penting. Maju tidaknya kongregasi

Lebih terperinci

Laporan Kongregasi. Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND

Laporan Kongregasi. Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Laporan Kongregasi Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND Presentasi saya pagi ini akan berfokus pada tiga bidang. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motivasi kerja 1. Pengertian motivasi kerja Menurut Anoraga (2009) motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja

Lebih terperinci

BUDAYA MENJATUHKAN TEMAN DALAM KONGREGASI Rohani, Juli 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BUDAYA MENJATUHKAN TEMAN DALAM KONGREGASI Rohani, Juli 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 BUDAYA MENJATUHKAN TEMAN DALAM KONGREGASI Rohani, Juli 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Kita semua sebagai anggota suatu kongregasi diharapkan hidup saling membantu satu sama lain dalam semangat kasih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan dan nilai-nilai rohani masyarakat. Kehidupan rohani menjadi semakin terdesak dari perhatian umat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Dalam Gereja Katolik ada berbagai macam tarekat hidup bakti (yang

BAB I. PENDAHULUAN. Dalam Gereja Katolik ada berbagai macam tarekat hidup bakti (yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Gereja Katolik ada berbagai macam tarekat hidup bakti (yang terdiri dari tarekat religius dan tarekat sekuler), serikat hidup kerasulan, serta berbagai

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kurikulum : 2006 Jumlah Kisi-Kisi : 60 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 NO KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap Pengantar Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh umat katolik sedunia untuk menghormati Santa Perawan Maria. Bapa Suci

Lebih terperinci

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Dalam hidup ini mungkinkah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kebanggaan-kebanggaan yang tidak bernilai kekal? Mungkinkah orang Kristen

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Para suster yang terkasih, Generalat/Rumah Induk Roma Paskah, 5 April 2015 Kisah sesudah kebangkitan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Long Distance Relationship adalah suatu hubungan dimana para pasangan yang menjalaninya dipisahkan oleh jarak yang membuat mereka tidak dapat saling bertemu

Lebih terperinci

MEMBERI ITU MEMBAHAGIAKAN DAN MENYEHATKAN Rohani, Agustus 2013, hal Paul Suparno, S.J.

MEMBERI ITU MEMBAHAGIAKAN DAN MENYEHATKAN Rohani, Agustus 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 MEMBERI ITU MEMBAHAGIAKAN DAN MENYEHATKAN Rohani, Agustus 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Givana bekerja sebagai pamong di asrama anak-anak SMA. Suster dikenal oleh anak-anak sebagai suster

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Peduliata oleh kongregasinya diberi tugas menjadi pimpinan asrama siswi-siswi SMA. Suster Peduliata

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. Isi singkat 1. Semangat mistik 2. Semangat kenabian 3. Spiritualitas

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN. Oleh: Sisilia Priyantiningsih

PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN. Oleh: Sisilia Priyantiningsih PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN Oleh: Sisilia Priyantiningsih 13.92.0001 MAGISTER SAINS PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

Komunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki

Komunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki Komunikasi Interpersonal Dwi Kurnia Basuki Definisi Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia bisnis-komersial, salah satu tujuan perusahaan adalah mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

Kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi (Luk 24:49)

Kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi (Luk 24:49) HR KENAIKAN TUHAN : Kis 1:1-11; Ef 1:17-23; Luk 24:46-53 Kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi (Luk 24:49) Sebelum menerima tahbisan imamat,

Lebih terperinci

MENJADI TUA DAN BAHAGIA

MENJADI TUA DAN BAHAGIA 1 MENJADI TUA DAN BAHAGIA Rohani, November 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Hepiana sudah berumur 80 tahun. Ia tinggal di rumah orang tua. Ia dikenal sebagai suster lansia yang gembira dan bahagia.

Lebih terperinci

KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN

KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN 2012 2013 Sekolah : Bentuk soal : PG Mata Pelajaran : Agama Katolik Alokasi wkatu : 120 Menit Kurikulum acuan : KTSP Penyusun : Lukas Sungkowo, SPd Standar Kompetensi

Lebih terperinci

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Bulan Oktober adalah bulan Maria. Banyak orang menyempatkan diri untuk menghormati Bunda Maria dan mohon bimbingannya

Lebih terperinci

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Pastor Lonelinus sejak temannya meninggal menjadi sangat kesepian. Di rumah orang tua, ia biasa berbicara, ngomong

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS : Pendidikan Agama Katolik : IX/2 : 2 x 40 menit A. Standar : Memahami dan melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Definisi Komunikasi Ada banyak definisi tentang komunikasi yang diungkapkan oleh para ahli dan praktisi komunikasi. Akan tetapi, jika dilihat dari asal katanya,

Lebih terperinci

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana PASTORAL DIALOGAL Erik Wahju Tjahjana Pendahuluan Konsili Vatikan II yang dijiwai oleh semangat aggiornamento 1 merupakan momentum yang telah menghantar Gereja Katolik memasuki Abad Pencerahan di mana

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS - 1927 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Serviana saat ini menjadi pimpinan suatu kongregasi. Ia termasuk pimpinan yang disenangi banyak

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. pengalihasandian. Keberlangsungan ini pada akhirnya akan membentuk suatu pola BAB I PENDAHULUAN To effectively communicate, we must realize that we are all different in the way we perceive the world and use this understanding as a guide to our communication with others. (Anthony

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial ABSTRAK Pada dasarnya setiap perusahaan tidak akan pernah terlepas dari stakeholder. Salah satu stakeholder eksternal perusahaan yang berperan penting dalam keberhasilan suatu perusahaan adalah pelanggan,

Lebih terperinci

MAKNA KESAMAAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH BAG1 HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER SANTA PERAWAN MARIA DART AMERSFOORT

MAKNA KESAMAAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH BAG1 HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER SANTA PERAWAN MARIA DART AMERSFOORT MAKNA KESAMAAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH BAG1 HIDUP BERKOMUNITAS PARA SUSTER SANTA PERAWAN MARIA DART AMERSFOORT Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mernperoleh Gelar Sa~jana Pendidikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN KOMUNIKASI DENGAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA Silya Maryanti 1 Zikra 2 Nurfarhanah 3 Abstract, Problems that occur in the field is that there are some students who do not communicate

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS EKARISTI

SPIRITUALITAS EKARISTI SPIRITUALITAS EKARISTI SUSUNAN PERAYAAN EKARISTI RITUS PEMBUKA LITURGI SABDA LITURGI EKARISTI RITUS PENUTUP RITUS PEMBUKA Tanda Salib Salam Doa Tobat Madah Kemuliaan Doa Pembuka LITURGI SABDA Bacaan I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam /2007/11/19/snowballthrowing/)

BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA. Kiranawati (dalam  /2007/11/19/snowballthrowing/) 8 BAB 2 TEKNIK SNOWBALL THROWING DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA 2.1 Teknik Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Teknik Snowball Throwing Kiranawati (dalam http://gurupkn.wordpress.com /2007/11/19/snowballthrowing/)

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS - 1822 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB AUTIS KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

Menemukan Rasa Aman Sejati

Menemukan Rasa Aman Sejati Modul 11: Menemukan Rasa Aman Sejati Menemukan Rasa Aman Sejati Diterjemahkan dari Out of Darkness into Light Wholeness Prayer Basic Modules 2014, 2007, 2005, 2004 Freedom for the Captives Ministries Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG Pada Bab ini, penulis akan menggunakan pemahaman-pemahaman Teologis yang telah dikemukakan pada

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan mahluk sosial, yang berarti dalam menjalani kehidupannya manusia tidak dapat hidup sendiri. Setiap individu membutuhkan orang lain untuk

Lebih terperinci

PROFIL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PESERTA DIDIK DI KELAS XI SMA NEGERI 3 KOTA SOLOK ABSTRACT

PROFIL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PESERTA DIDIK DI KELAS XI SMA NEGERI 3 KOTA SOLOK ABSTRACT 1 PROFIL KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PESERTA DIDIK DI KELAS XI SMA NEGERI 3 KOTA SOLOK Dian Setiani 1, Fitria Kasih 2, Mori Dianto 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Oleh: Muslikhah Dwihartanti Disampaikan pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2004 Penyuluhan tentang Komunikasi yang Efektif bagi Guru TK di Kecamatan Panjatan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO.

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. 29 (Sebuah Tinjauan Teologis) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Filsafat

Lebih terperinci

Oleh : Dwi Prihatin NIM K BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Dwi Prihatin NIM K BAB I PENDAHULUAN Kajian pemakaian bahasa dalam SMS (Short Message Service) mahasiswa program studi pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA HUBUNGAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Dwi yuliani NIM : 11.12.5832 Kelompok : Nusa Jurusan : S1- SI 07 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

KOMUNIKASI BISNIS DALAM ORGANISASI

KOMUNIKASI BISNIS DALAM ORGANISASI KOMUNIKASI BISNIS DALAM ORGANISASI KUSTIADI BASUKI SENIN,22MEI 2017 PERTEMUAN 10 Pendahuluan Organisasi adalah sekelompok masyarakat kecil yang bekejasama untuk mencapai tujuan. Komunikasi adalah perekat

Lebih terperinci

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN Disampaikan sebagai pengganti khotbah dalam Perayaan Ekaristi Minggu Biasa VI tanggal 10-11

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari masalah belajar. Pada dasarnya, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai

Lebih terperinci

DAYA TAHAN LEMAH: TANTANGAN KAUL DARI DIRI SENDIRI Rohani, Oktober 2013, hal Paul Suparno, S.J.

DAYA TAHAN LEMAH: TANTANGAN KAUL DARI DIRI SENDIRI Rohani, Oktober 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 DAYA TAHAN LEMAH: TANTANGAN KAUL DARI DIRI SENDIRI Rohani, Oktober 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Lemahnia sering mengeluh dan sedih karena kerap kali mengikuti kelemahannya. Ia sudah tahu

Lebih terperinci

RELASI PERGAULAN DALAM PEMBENTUKAN IN-GROUP FEELING PADA PENGHUNI PANTI ASUHAN SANTA MARIA GANJURAN, BANTUL SKRIPSI

RELASI PERGAULAN DALAM PEMBENTUKAN IN-GROUP FEELING PADA PENGHUNI PANTI ASUHAN SANTA MARIA GANJURAN, BANTUL SKRIPSI RELASI PERGAULAN DALAM PEMBENTUKAN IN-GROUP FEELING PADA PENGHUNI PANTI ASUHAN SANTA MARIA GANJURAN, BANTUL SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat vital dalam kehidupan bermasyarakat. Komunikasi memegang peran penting dalam kehidupan bersosial dan bermasyarakat. Tanpa

Lebih terperinci

NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI

NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI *HATI YANG BERSYUKUR TERARAH PADA ALLAH *BERSYUKURLAH SENANTIASA SEBAB ALLAH PEDULI *ROH ALLAH MENGUDUSKAN KITA DALAM KEBENARAN *ROH

Lebih terperinci

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK KARAKTER YANG BAIK dan KARAKTER SEPERTI KRISTUS, apa bedanya? Oleh : G.I. Magdalena Pranata Santoso, D.Min. Pendahuluan Meskipun akhir-akhir ini semakin banyak orang tua

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal 28-32 Paul Suparno, S.J. Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 6 Januari 1997 telah menetapkan bahwa tanggal 2 Februari, pada pesta Kanak-kanak

Lebih terperinci

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa.

Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. 1. Allah, Sumber Segala Kasih Santo Yohanes Rasul adalah orang yang sejak semula boleh mengalami kasih Yesus secara istimewa. Pada perjamuan malam ia boleh duduk dekat Yesus dan bersandar dekat dengan

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I MENGENAL GEREJA

BAB I MENGENAL GEREJA BAB I MENGENAL GEREJA 1 STANDAR KOMPETENSI Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan ber-gereja sesuai dengan

Lebih terperinci

GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Relasiata suatu hari menjadi kaget dan sedih karena digosipkan berpacaran dengan seorang bapak keluarga, teman dia bekerja di sekolah.

Lebih terperinci

Struktur Pertukaran Sosial Antara Atasan dan Bawahan di PT. Sirkulasi Kompas Gramedia Yogyakarta. Edwin Djaja / Ninik Sri Rejeki

Struktur Pertukaran Sosial Antara Atasan dan Bawahan di PT. Sirkulasi Kompas Gramedia Yogyakarta. Edwin Djaja / Ninik Sri Rejeki Struktur Pertukaran Sosial Antara Atasan dan Bawahan di PT Sirkulasi Kompas Gramedia Yogyakarta Edwin Djaja / Ninik Sri Rejeki PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA

BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Allah Ingin Berbicara kepada Saudara Allah Berfirman dalam Berbagai-bagai Cara Bagaimana Kitab Allah Ditulis Petunjuk-petunjuk

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA - 27 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

SERATUS PERSEN RELIGIUS DAN SERATUS PERSEN INDONESIA Rohani, Agustus 2012, hal Paul Suparno, S.J.

SERATUS PERSEN RELIGIUS DAN SERATUS PERSEN INDONESIA Rohani, Agustus 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 SERATUS PERSEN RELIGIUS DAN SERATUS PERSEN INDONESIA Rohani, Agustus 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Pada bulan Agustus kita sebagai warga Negara Indonesia merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Relations merupakan suatu hubungan yang terjalin antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator memperlakukan komunikannya secara

Lebih terperinci

PENGGALIAN POTENSI PERPAJAKAN MELALUI SENSUS PAJAK NASIONAL (SPN) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SURAKARTA TAHUN

PENGGALIAN POTENSI PERPAJAKAN MELALUI SENSUS PAJAK NASIONAL (SPN) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SURAKARTA TAHUN PENGGALIAN POTENSI PERPAJAKAN MELALUI SENSUS PAJAK NASIONAL (SPN) DI KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA SURAKARTA TAHUN 2011-2013 TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci