HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran"

Transkripsi

1 HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran FEMI DWI ALDINI G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user

2 ABSTRACT Femi Dwi Aldini, G , 2012, The Correlation between Body Mass Index and The Incidence of Infertility among Women. Objective: The purpose of this research is to find out the correlation between Body Mass Index and the incidence of infertility among women. Methode: This research is an observational analytic using cross sectional approach and primary data. Subjects of this research are 57 married women, age from 23 until 36 years old. The subjects have marital period at least a year, have not been using any kind of contraception within a year, have body mass index value at least 18.5, and their husband have normozoospermia. The data was collected by measuring anthropometry to get body mass index value, and by doing structural interview. The data was then analyzed by using chi square test to see the different between fertil women group and the infertil one, and to compare between women have normal and overweight body mass index to effect infertility. Results: The results of chi square test shows an unsignificant correlation (p = 0.683) between age and BMI value. There are also not a significant correlation between age and menstrual cycle (p = 0.538), between BMI value and menstrual cycle (p = 0.873), between menstrual cycle and fertility (p= 0.182), and between BMI value and fertility (p= 0,160). But, age shows a significant correlation with fertility (p = 0,002). Conclusion: There is not correlation between BMI value and infertility. Key words : Body Mass Index, Menstrual Cycle, Infertility iv

3 ABSTRAK Femi Dwi Aldini, G , 2012, Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan. Tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. Subjek penelitian ini adalah 57 orang perempuan menikah berusia tahun, dengan usia pernikahan minimal satu tahun, tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, memiliki nilai BMI minimal 18,5, serta memiliki pasangan (suami) dengan normozoospermia. Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri untuk mendapatkan data nilai body mass index (BMI), dan wawancara terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, dan membandingkannya antara BMI normal dan lebih/overweight. Hasil penelitian. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.182) antara keteraturan siklus haid dan fertilitas pada perempuan, serta tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai BMI dan fertilitas pada perempuan (p= 0,160). Akan tetapi, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas pada perempuan Simpulan penelitian. Tidak terdapat hubungan antara nilai BMI dan infertilitas. Kata kunci: Body Mass Index, Siklus Haid, Infertilitas v

4 KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil Alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia-nya sehingga Skripsi dengan judul Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan, terutama pada BMI lebih (overweight). Hal ini penting diketahui sebab berhubungan dengan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga status gizi yang dapat diukur melalui berat badan dan indikator keteraturan siklus haid. Skripsi ini memuat hasil penelitian, analisis data dan pembahasan tentang hubungan infertilitas dengan beberapa faktor yaitu umur, keteraturan siklus haid dan nilai Body Mass Index. Dalam proses penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya penelitian dan pelaporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, kekasih yang Maha Agung dan Bijaksana. Sujud syukur hamba dalam sajadah hidupku atas skenario indah-nya, atas pertolongan dan kemudahan yang Allah curahkan untukku, terutama ketika semangat ini melemah dan rapuh. 2. Rosulullah dan tauladan perjuanganku, Muhammad SAW yang senantiasa menjadi motivator terbesar dalam setiap keindahan akhlakmu untuk mengajarkan kepadaku bahwa hidup ini begitu mempesona. 3. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ibu Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Eriana Melinawati, dr., Sp.OG (K), selaku pembimbing utama yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penulis dalam penyelesaian setiap lembar skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan banyak waktu yang telah diluangkan di tengah kesibukan Ibu untuk memberikan bimbingan, masukan, perbaikan dan motivasi kepada penulis. 6. Bapak Widardo, Drs., M.Sc, selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, perbaikan dan motivasi bagi penulis. vi

5 7. Bapak Dr. Supriyadi Hari, dr., Sp.OG, selaku penguji utama yang telah memberikan nasehat, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 8. Bapak Hari Purnomo Sidik, dr., MMR, selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 9. Kepala SMF. OBSGIN RSUD Dr. Moewardi, beserta seluruh staff terkait yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini. 10. Kepala Klinik Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh paramedis dan staff yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam pengambilan sampel penelitian. 11. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ibunda Sueryani dan Ayahanda KA. Cholil, serta Kakakku tersayang, Nina Fadilla. Terima kasih yang tiada terhingga atas segala kasih sayang, doa restu, dukungan baik material, moral, maupun spiritual, serta pengorbanan yang telah diberikan untuk penulis. 12. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan menemani dalam berjuang, teman-teman mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2008 yang menemani serta selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam suka maupun duka. 13. Ibu Sunengsih, serta semua pihak lainnya yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun sangat berarti dalam terselesaikannya Skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian Skripsi ini penulis buat, semoga dapat memperkaya khasanah kajian ilmu kedokteran dan bermanfaat bagi kalangan civitas akademika. Surakarta, 2 Januari 2012 Femi Dwi Aldini vii

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... i ii iii ABSTRAK... iv-v PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi viii x xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II. LANDASAN TEORI... 5 A. Tinjauan Pustaka Status Gizi Body Mass Index (BMI) Siklus Haid dan Ovulasi Infertilitas Hubungan Status Gizi dan Infertilitas B. Kerangka Berpikir C. Hipotesis viii

7 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Subjek Penelitian D. Teknik Sampling E. Rancangan Penelitian F. Identifikasi Variabel Penelitian G. Definisi Operasional Variabel Penelitian H. Alat dan Bahan Penelitian I. Cara Kerja J. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Sampel B. Hubungan Antar Variabel BAB V. PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian B. Hubungan Body Mass Index dengan Infertilitas C. Keterbatasan Penelitian BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

8 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik... Peluang Hamil setelah Tahun Pertama.. Karakteristik Sampel (data kategorikal) Karakteristik Sampel (data numerik). Hubungan antara Umur dan BMI.. Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid.. Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid..... Hubungan antara Umur dan Fertilitas... Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas.. Hubungan antara BMI dan Fertilitas x

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi... Grafik Hubungan Faktor Umur dalam mempengaruhi Fertilitas.. hal xi

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dilaksanakan pernikahan oleh pasangan suami istri adalah membentuk keluarga bahagia, yang erat kaitannya dengan pengembangan keturunan atau generasinya. Kehadiran anak sangat bernilai baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, psikologis, dan agama. Pasangan yang infertil dipertimbangkan dalam kondisi krisis mayor karena terancam gagal dalam mencapai tujuan utama kehidupan pernikahan, serta menimbulkan reaksi stress yang disebut dengan stress infertilitas (Hidayah, 2007). Infertilitas bagi pasangan suami istri dapat berdampak positif maupun negatif. Positifnya, pasangan akan saling mendorong dan mengeratkan hubungan karena timbulnya rasa saling membutuhkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dialami. Namun, sebagian besar pasangan akan berdampak negatif berupa pertengkaran, saling menyalahkan, menurunkan kualitas hubungan interpersonal, dan menimbulkan perceraian. Apabila harapan untuk memiliki anak tidak dapat terwujud secara terus menerus, dengan tidak adanya kehadiran anak, pasangan suami istri merasa cemas, gelisah, takut dan depresi (Prasetyono, 2007). Selain masalah psikologis, juga berdampak negatif pada finansial, fisik dan lainnya (Malpani, 2004). Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri belum mendapatkan keturunan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih walaupun 1

11 2 pasangan tersebut telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Aronson, 2001, dalam Nurfita, 2007). Kejadian perempuan infertil di Indonesia adalah 15% pada usia tahun, 30% pada usia tahun, dan 55% pada usia tahun. Hasil survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12 bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada perempuan, dan 10% dari pria dan perempuan, 10% tidak diketahui penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari PUS (Syamsiyah, 2009). Statistik mengatakan infertilitas diderita oleh 15% pasangan (terdapat 1 pasangan infertil setiap 7 pasangan). Berdasarkan data statistik BKKBN di Jawa Tengah terdapat masalah infertil sebesar 5,5%. Dalam penelitian lain, sekitar satu dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan. Hingga akhir tahun 2009 tercatat sekitar 1,5 atau 2 juta pasangan mengalami masalah gangguan kesuburan atau infertilitas dari total pasangan usia subur di Indonesia yang mencapai 15 juta. Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan suami istri yang berkisar persen. Jadi, sekitar 1 dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan (Wiweko, 2010). Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi

12 3 juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan lebih sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007). Perempuan infertil dengan gangguan siklus haid berupa amenorrhea atau oligomenorrhea, 58% mengalami gangguan pola makan. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan pola makan dan nutrisi dapat mempengaruhi menstruasi, fertilitas, tambahan berat badan ibu hamil, dan kesehatan janin (Stewart, 1990). Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas menyimpulkan bahwa risiko infertil oleh karena faktor ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan juga sedikit meningkat pada perempuan moderat-overweight dan underweight (Grodstein, 1994). Overweight dan obesitas pada awal masa dewasa meningkatkan risiko gangguan menstruasi, hipertensi pada kehamilan dan subfertilitas. BMI pada masa anak memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesehatan reproduksi seorang perempuan di masa depannya (Lake, 1997). Berdasarkan hal tersebut, infertilitas merupakan masalah kependudukan yang juga harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body mass index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi prevalensi perempuan infertilitas, terutama yang diakibatkan oleh faktor risiko status gizi yang tidak baik, terutama status gizi berlebih (overweight dan obesitas).

13 4 B. Perumusan Masalah Adakah hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat: a. Memberikan informasi ilmiah dalam bidang obstetri ginekologi serta ilmu gizi mengenai hubungan antara status gizi yang dilihat dari Body Mass Index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan. b. Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas pada perempuan, yaitu status gizi yang dapat dilihat dari BMI, serta pengaruhnya pada siklus haid. 2. Manfaat praktis a. Dapat diupayakan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga berat badan normal. b. Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

14 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Pengertian Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutrisi seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 1) Faktor Genetik Status gizi cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).

15 6 2) Faktor Emosional Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan terlalu banyak (Galletta, 2005). 3) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya (Galletta, 2005). 4) Faktor Jenis Kelamin Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari perempuan. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari perempuan bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Galletta, 2005). 5) Faktor Usia Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005).

16 7 6) Kehamilan Pada perempuan, berat badannya cenderung bertambah 4 6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada perempuan (Galletta, 2005). c. Penilaian Status Gizi 1) Penilaian secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, 2001): a) Antropometri Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Di Indonesia, jenis antropometri yang banyak digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan. Dalam peniliaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variable lain, seperti berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan

17 8 menurut tinggi badan (BB/TB) dan lain-lain. Masingmasing indeks antropometri tersebut memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi seseorang atau masyarakat (Poncorini, 2008) b) Klinis Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. c) Biokimia Pemeriksaan spesimen diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. d) Biofisik Suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan. 2) Penilaian secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor

18 9 ekologi (Supariasa, 2001). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah: a) Survey konsumsi makanan Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. b) Statistik vital Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. c) Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. 2. Body Mass Index (BMI) Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur status gizi pada orang dewasa, menggunakan rumus berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m 2 ) (Sugondo, 2007).

19 10 a. Berat Badan Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih, 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, 2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, 3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, 4) Skalanya mudah dibaca. b. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup penting. Keistimewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur. Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT), diukur melalui rumus: ㅰ傘 ŖǴȖú Ϝ觸ƅ ㅰ傘 m 㚸 ہ푈).7ōs Ϝ觸ƅu0:m).7ōs).7ōsu0: ㅰ傘 m 㚸 (BNF, 2000). Bila melakukan penilaian BMI, perlu diperhatikan akan adanya perbedaan individu dan etnik. Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan kriteria dan commit klasifikasi to user BMI sendiri.

20 11 Tabel 2.1 Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik Klasifikasi IMT (kg/m 2 ) Berat badan kurang (underweight) <18,5 Kisaran Normal 18,5 22,9 Berat badan lebih (overweight) > 23,0 Berisiko Obes 23,0 24,9 Obes I 25,0-29,9 Obes II > 30,0 Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000) 3. Siklus Haid dan Ovulasi a. Siklus Haid Normal Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid dipengaruhi usia seseorang, semakin tua usia seorang perempuan, siklus haidnya akan semakin panjang. Panjang siklus haid yang biasa pada manusia ialah hari, dan kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, commit 2007). to user

21 12 Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Hanafiah, 2007). Jumlah darah yang keluar rata-rata 33, cc. Pada perempuan yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada perempuan dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Hanafiah, 2007). Siklus haid normal dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase folikuler (saat ovulasi) dan fase luteal. Siklus haid sangat tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid, meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum juga tergantung pada kadar minimum LH yang terus menerus. Sehingga, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi normal (Hanafiah, 2007).

22 13 Gambar 2.1 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi b. Kelainan Siklus Haid Siklus haid seorang perempuan seringkali mencerminkan keadaan organ reproduksinya. Jika siklus tersebut tidak normal, maka kemungkinan ada gangguan di sistem reproduksi (Anonim, 2008). Berikut beberapa kelainan pada menstruasi. 1) Siklus Anovulatorik Siklus anovulatorik hampir selalu terjadi pada 1-2 tahun pertama setelah menarche dan juga sebelum menopause (Ganong, 2002). Kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara hari. Jika siklusnya kurang

23 14 dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2007). 2) Amenorea Amenorea adalah tidak adanya periode menstruasi selama 3 bulan berturut-turut. Dibedakan menjadi amenorea primer dan sekunder (Anonim, 2010). Amenore primer bila perempuan tidak pernah mendapat haid sama sekali. Penyebabnya adalah kelainan genetik atau anatomi. Beberapa perempuan dengan amenorea primer memiliki payudara kecil dan tanda-tanda kegagalan pematangan seksual (Ganong, 2002). Amenorea sekunder bila perempuan pernah mendapat haid tapi kemudian berhenti. Penyebabnya adalah kurang gizi, metabolisme, tumor, infeksi (Anonim, 2010), penyakit hipotalamus, gangguan hipofisis, penyakit ovarium primer dan berbagai penyakit sistemik (Ganong, 2002). 3) Hipomenorea dan Menoragia Istilah ini masing-masing mengacu pada darah menstruasi yang sedikit (hipomenorea) atau berlebihan (menoragia), pada siklus haid yang teratur (Ganong, 2002). 4) Metroragia Metroragia adalah perdarahan dari uterus yang terjadi di antara periode menstruasi (Ganong, 2002).

24 15 5) Polimenorea dan Oligomenorea Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari hari siklusnya atau masa bersih tanpa darah haid kurang dari 2 minggu). Secara awam terlihat sebagai haid yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan. Banyaknya perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal. Penyebabnya yaitu gangguan hormonal (Anonim, 2010). Oligomenorea adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35 hari (Anonim, 2010), 42 hari (Hanafiah, 2007), atau 45 hari (Anonim, 2008). Perdarahan pada oligomenorea biasanya lebih sedikit dari ukuran normal. Penyebabnya antara lain gangguan hormonal, psikologis dan efek penyakit tertentu seperti TBC. 6) Dismenorea Dismenorea adalah menstruasi yang nyeri. Keram menstruasi berat yang terjadi pada perempuan muda sering menghilang setelah kehamilan pertama. Sebagian besar gejala dismenorea disebakan oleh penimbunan prostaglandin dalam uterus (Ganong, 2002). 4. Infertilitas a. Pengertian Pengertian infertilitas sangat beragam, namun tetap dengan maksud yang sama. Menurut Sumapraja (2007), Pasangan infertil

25 16 adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum hamil. Infertilitas yaitu pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil (Manuaba, 1998). Infertilitas atau ketidaksuburan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak mendapatkan anak/hamil padahal rutin melakukan hubungan seksual tiga kali seminggu (BKKBN, 2006). Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil meskipun akhirnya terjadi keguguran (abortus) (Siswandi, 2006). b. Faktor Penyebab 1) Pihak Suami, disebabkan oleh: a) Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia. b) Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan ductus deferens, hypospadia, phymosis. Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar %. 2) Pihak Istri, a) Usia perempuan Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar 2). Fertilitas cukup stabil commit hingga to seorang user perempuan mencapai usia 35

26 17 tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia 40 tahun, fertilitas menurun drastis. Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Faktor Umur dalam Mempengaruhi Fertilitas Beberapa hal yang terjadi pada perempuan seiring bertambah usianya: Semakin sedikit jumlah sel telur yang dihasilkan, hingga sama sekali nol produksi. Kualitas sel telur dalam ovaruim menurun. Kemampuan telur untuk dibuahi menurun, sehingga memperkecil peluang terjadinya pembuahan. Hal ini kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi panggul, rahim fibroid atau polip. Perubahan hormon yang menyebabkan sulit terjadinya untuk ovulasi. Meningkatnya kemungkinan keguguran pada

27 18 kehamilan. Kondisi kesehatan secara umum juga menurun. Tekanan darah tinggi dan diabetes mempengaruhi kemampuan berhasil hamil, selama masa kehamilan, atau untuk mendapatkan status kehamilan yang sehat. b) Lama waktu mencoba mengandung Fakta menunjukkan, secara normal, perempuan sehat (di bawah 30 tahun) yang melakukan hubungan badan secara teratur, hanya memiliki peluang gagal 20 hingga 40 persen selama siklus tertentu. Kenyataannya, menurut data National Center for Health Statistics, AS (Tabel 2.2), peluang untuk hamil sebenarnya cukup besar jika melihat dalam rentang waktu satu tahun hubungan badan tanpa pelindung. Tabel 2.2 Peluang Hamil Setelah Tahun Pertama Umur Peluang untuk hamil setelah tahun pertama < 25 tahun 96% % % c) Masalah Medis Penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur. Infertilitas yang

28 19 disebabkan oleh pihak istri sekitar %, sedangkan penyebab yang tidak jelas kurang lebih %. (1) Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium dan hormonal. (2) Gangguan ovarium, dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon reproduksi seperti FSH dan LH. (3) Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan, meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim. (4) Kelainan tuba, disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba. (5) Kelainan rahim, diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40% pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneum.

29 20 c. Pemeriksaan Infertilitas 1) Syarat-Syarat Pemeriksaan Pasangan infertil merupakan satu kesatuan biologis sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat sebelum dilakukan pemeriksaan adalah (Sumapraja, 2007): a) Istri usia tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama 12 bulan. b) Istri usia tahun langsung diperiksa pertama kali datang. c) Istri pasangan infertil dengan usia tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini. d) Pemeriksaan tidak dilakukan pada pasangan mengidap penyakit. 2) Langkah Pemeriksaan Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut : a) Pemeriksaan Umum (1) Anamnesis, terdiri dari pengumpulan data dari pasangan suami istri secara umum dan khusus. Anamnesis umum

30 21 Lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut. Anamnesis khusus Istri: usia saat menarche, keteraturan haid, lama terjadi perdarahan/haid, nyeri haid, keputihan abnormal, riwayat contact bleeding, riwayat operasi organ reproduksi, kontrasepsi, abortus, infeksi genitalia. Suami: gangguan fungsi ereksi, riwayat penyakit menular seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil. (2) Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). (3) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah. (4) Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bisa pemeriksaan rontgen ataupun USG.

31 22 b) Pemeriksaan Khusus (1) Faktor Perempuan (a) Pemeriksaan Ovulasi Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya : (i) Pemeriksaan suhu basal: Kenaikan suhu basal setelah selesai ovulasi dipengaruhi oleh hormon progesteron. (ii) Pemeriksaan vaginal smear: Pengaruh progesteron terhadap sitologi pada sel-sel superfisial. (iii) Pemeriksaan lendir serviks: hormon progesteron menyebabkan perubahan lendir menjadi kental. (iv) Pemeriksaan endometrium. (v) Pemeriksaan endometrium: Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol. Gangguan ovulasi disebabkan: (i) Faktor susunan saraf pusat: misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. (ii) Faktor intermediate: misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis.

32 23 (iii) Faktor ovarial: misal tumor, disfungsi, turner syndrome. Terapi: Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil oral yang mengandung estrogen dan progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada perempuan anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk perempuan yang tidak mampu menghasilkan hormon gonadotropin endogen yang adekuat. (b) Pemeriksaan Lendir Serviks Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : (i) Kentalnya lendir serviks: Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. (ii) ph lendir serviks: ph lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. (iii) Enzim proteolitik.

33 24 (iv) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa. Baik tidaknya lendir serviks diperiksa dengan: (i) Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa: teknik coitus baik, lendir cerviks normal, estrogen ovarial cukup ataupun sperma cukup baik. (ii) Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi. (c) Pemeriksaan Tuba Untuk mengetahui potensi tuba dapat dilakukan: (i) Pertubasi (insuflasi= rubin test): pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri. (ii) Hysterosalpingografi: pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan.

34 25 (iii) Koldoskopi: cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium. (iv) Laparoskopi: cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya. (d) Pemeriksaan Endometrium Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium sekresi tidak ditemukan, maka: endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi progesterone kurang. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi. (2) Faktor Pria Pemeriksaan Sperma Pemeriksaan sperma dinilai atas jumlah spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar. (a) Ejakulat normal: volume 2-5 cc, jumlah spermatozoa juta per cc, pergerakan 60%

35 26 masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25%. (b) Spermatozoa pria fertil: > 60 juta per cc, subfertil: juta per cc, steril: < 20 juta per cc. Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens). 5. Hubungan Status Gizi dan Infertilitas Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007). Masalah kesehatan reproduksi meningkat seiring dengan kecenderungan belakangan ini yaitu meningkatnya kegemukan pada populasi secara umum. Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik pada perempuan overweight maupun underweight. Hal ini jelas tampak bahwa berat badan memiliki peranan dalam infertilitas (Grodstein, 1994).

36 27 Obesitas mempunyai hubungan yang kuat dengan infertilitas dan menstruasi yang tidak teratur. Beberapa problem ovulasi dan perubahan menstruasi dapat ditemukan pada perempuan dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) yang juga obes, namun perempuan yang tidak memiliki PCOS namun overweight pun memiliki problem yang sama. Program Terapi Kelompok yang membantu perempuan obes dengan diet dan perencanaan olahraga telah membuktikan mengembalikan fertilitas banyak pasien. Kehilangan berat badan 6,5 kg telah dibuktikan dapat memulihkan siklus ovulasi (Reid, 1987). Lake (1997) meneliti hubungan antara BMI pada masa kanak-kanak dan remaja serta akibatnya pada masalah reproduksi. Obesitas pada usia 23 tahun dan 7 tahun, masing-masing dapat meningkatkan risiko masalah menstruasi pada usia 33 tahun. Overweight dan obesitas pada awal remaja tampaknya meningkatkan risiko permasalahan menstruasi dan subfertilitas. Selain permasalahan menstruasi, BMI pada masa kanakkanak juga memiliki pengaruh yang kuat pada kesehatan reproduksi seorang perempuan. Obesitas pada awal remaja akan meningkatkan risiko gangguan menstruasi dan subfertilitas. Obesitas pada masa kanak-kanak mungkin juga membawa konsekuensi yang merugikan pada permasalahan menstruasinya, akan tetapi munculnya kejadian ini jika obesitas terus berlangsung hingga sebagian masa dewasanya.

37 28 Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas melihat perbandingan BMI antara 597 perempuan yang didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di United States dan Canada dengan kontrol primipara yang baru melahirkan. Perempuan Obes (BMI > 27) yang memiliki hubungan dengan risiko ovulasi infertil memiliki nilai 3.1 [95% confidence interval (CI) = ], dibandingkan dengan perempuan dengan berat badan yang lebih rendah (BMI ). Ditemukan efek yang kecil pada perempuan dengan BMI atau di bawah 17 [relative risk (RR) = 1.2, 95% CI = ; dan RR = 1.6, 95% CI = , berturut-turut). Disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan sedikit meningkat pada perempuan overweight sedang dan underweight (Grodstein, 1994). Grodstein dalam sebuah penelitiannya Body Mass Index and Ovulatory Infertility (1993) yang membandingkan BMI perempuan yang didiagnosis infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium dengan perempuan yang baru saja melahirkan sebagai kontrol. Grodstein menemukan bahwa meningkatnya risiko infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium primer pada perempuan dengan BMI > 27. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan dan ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat badan pada perempuan obes yang tidak mengalami ovulasi akan mengembalikan fertilitasnya.

38 29 Salah satu penyebab terbanyak infertilitas adalah kista ovarium, yang sering terjadi pada perempuan di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa miom, yang dapat menyebabkan infertilitas, juga terkait faktor bakat, yang kemudian dipicu oleh rangsangan hormon, makanan kaya lemak, serta kelebihan berat badan. Gaya hidup disinyalir berperan pula dalam kasus hiperandrogen pada perempuan. Kurang gerak, banyak makan (gizi tidak seimbang), dan stres dapat menghasilkan timbunan lemak di tubuh, kemudian meningkatkan produksi hormon estrogen yang bisa mengganggu haid, jadi keseimbangan hormon ikut terusik. Pada sebuah studi di Amerika Serikat (AS), Leitzman (2007), mengaitkan kegemukkan dengan peningkatan risiko munculnya kanker ovarium. Hal ini didukung juga oleh beberapa penelitian lain yang di lakukan oleh para ilmuwan di AS. Perempuan yang memiliki berat badan berlebihan memiliki risiko terserang kanker indung telur (ovarium) ganas lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang tidak mengalami obesitas (kegemukan). Dimana kanker ovarium merupakan salah satu penyebab kejadian infertilitas pada perempuan. Belum jelas mengapa obesitas memiliki kontribusi terhadap kanker ovarium, tetapi mungkin hal itu berkaitan dengan efek lemak tubuh yang

39 30 berlebihan terhadap kadar estrogen dalam tubuh seorang perempuan, jaringan lemak berpengaruh terhadap perkembangan tumor. Sel lemak yang menghasilkan hormon atau protein membuat kanker ovarium berkembang menjadi lebih pesat. Komplikasi internal yang terjadi dengan penimbunan lemak yaitu jaringan lemak akan menarik sistem sel yang menyebabkan peradangan (respon imunitas) pada tubuh. Ternyata, obesitas berpengaruh pada ketahanan tubuh. Mereka yang mengalami obesitas, sel kankernya bisa timbul lagi setelah melakukan pengobatan dan berisiko pada kematian (Li, 2008).

40 31 B. Kerangka Pemikiran STATUS GIZI Lemak berlebihan Estrogen meningkat Feedback Negatif ke jalur hipotalamus hipofisis Neoplasma pd organ reproduksi, ex. Kista/Ca ovarium, Miom Mekanis Organ Reproduksi, ex: anatomi organ, sekret vagina Hambatan pertemuan ovumsperma Faktor Suami, Kontrasepsi, Penyakit Kronis Penurunan Pembentukan Hormon Gonadotropin Ovulasi Jarang Siklus Haid Tidak Teratur INFERTILITAS Fisiologi/Fungsi Organ Reproduksi - Meningkatnya produksi testosterone - Rx. inflamasi 1. Gangguan Pelepasan FSH, LH 2. Gangguan Fungsi Seksual Tumor Hipofisis dan/atau Hipotalamus C. Hipotesis Ada hubungan antara Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan.

41 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Surakarta (Klinik Infertil Indriya Ratna RSUD Moewardi), serta di beberapa tempat di masyarakat umum seperti posyandu, puskesmas dan tempat-tempat dimana terdapat ibu-ibu berusia subur. C. Subjek Penelitian 1. Populasi : Perempuan Menikah (Usia Subur) 2. Sampel : Penentuan besar sampel pada analisis bivariat yang melibatkan sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen, diambil berdasarkan teori rule of thumb menggunakan ukuran sampel sebesar minimal 30 subjek penelitian (Bhisma, 2010). 3. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi, yaitu: 1) perempuan menikah, 2) usia pernikahan > 1 tahun, 3) tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, 4) Analisis sperma pasangan normal (normozoospermia)

42 33 Kriteria eksklusi, yaitu: 1) Akseptor KB, 2) tidak bersedia menjadi sampel penelitian, 3) BMI Kurang (<18,5), 4) Penyakit Kronis yang berhubungan dengan infertilitas, seperti DM, Neoplasma/Kanker, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Thyroid, TBC, dll. D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling, yaitu peralihan subyek berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi (Taufiqurrohman, 2003). Dan selanjutnya pemilihan besar sampel dari total populasi yang ada dilakukan dengan cara random sampling. E. Rancangan Penelitian Populasi Purposive sampling Sampel: Perempuan Menikah (Usia Subur) Pemeriksaan Antropometri BMI 18,5-22,9 (Normal) BMI > 23 (Lebih) Wawancara terstruktur Wawancara terstruktur Siklus Haid Teratur Tidak Teratur Teratur Tidak Teratur Fertil Fertil Fertilitas Infertil Infertil Analisis Statistik Data

43 34 F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : a. Body Mass Index (BMI) b. Keteraturan Siklus Haid 2. Variabel terikat : Infertilitas 3. Variabel luar a. Dapat dikendalikan : umur, pasangan (suami), akseptor KB, riwayat operasi organ reproduksi. b. Tidak dapat dikendalikan : faktor genetik, kondisi stress psikososial, aktivitas sehari-hari, asupan nutrisi dan olahraga. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : a. Status Gizi yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT), diukur melalui rumus: ㅰ傘 ŖǴȖú Ϝ觸ƅ ㅰ傘 m 㚸 ہ푈).7ōs Ϝ觸ƅu0:m).7ōs).7ōsu0: ㅰ傘 m 㚸 (BNF, 2000). Skala : Nominal Kategori : 1. BMI Normal (18,5-22,9) 2. BMI Lebih/Overweight (> 23) Cara Pengukuran : Pengukuran antropometri b. Siklus Haid, dilihat dari panjang siklus haid yaitu jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Normal berovulasi= hari), serta lama siklus haid yaitu lamanya masa haid dalam satu kali periode (3-8 hari/tetap). Skala : Nominal

44 35 Kategori : a. Tidak Teratur (p:<18 hari atau >42 hari, l: tidak tetap) b. Teratur (p: hari, l: 3-8 hari tetap) Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur 2. Variabel terikat: Infertilitas, yaitu perempuan yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum pernah hamil. Skala Kategori : Nominal : 1. Infertil 2. Fertil Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur 3. Definisi Operasional Pertanyaan Wawancara Terstruktur a. Usia Perempuan : untuk mengukur sebaran data dan mengurangi bias infertil karena faktor usia. b. Suami Normozoospermia : untuk mengekslusi pasangan infertil oleh karena suami, dan memastikan bahwa infertilitas memang benarbenar berasal dari istri. c. Usia Pernikahan :Menurut penelitian, 75-85% pasangan secara normal bisa hamil dalam jangka waktu 12 bulan (Kaannegiesser, 1988)

45 36 d. Riwayat Menstruasi 1) Panjang Siklus : jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Normalnya hari. Jika siklusnya <18 hari atau >42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya anovulatoar (Prawirohardjo, 2007). 2) Lama Haid : lamanya menstruasi dalam satu periode. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Prawirohardjo, 2007). 3) Volume Darah : Jumlah darah haid yang keluar, rata-rata 33, cc. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Prawirohardjo, 2007). Diukur dengan cara menanyakan jumlah pembalut yang dipakai dalam 1 hari, dan seberapa penuh darah mengisi ruang di pembalut. Normalnya maksimal 5 pembalut yang dipakai dalam 1 hari. e. Disfungsi Seksual : untuk mengeksklusi pasangan infertil akibat faktor lain, diluar status gizi. f. Riwayat Penyakit Berat Dan Menahun Diabetes Mellitus, Neoplasma/Kanker, Jantung, Ginjal, Asma, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Adanya Kontak Bleeding, TBC, Thyroid

46 37 g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi h. Jumlah kehamilan/anak Hidup H. Alat dan bahan penelitian 1. Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Timbangan, untuk mengukur berat badan b. Meteran, untuk mengukur Tinggi Badan 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Daftar pertanyaan wawancara b. Lembar persetujuan menjadi sampel c. Hasil rekam medis diagnosis klinik tentang infertilitas d. Alat tulis I. Cara kerja Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri dan wawancara terstruktur. 1. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan untuk menentukan BMI. 2. Wawancara terstruktur (daftar pertanyaan lengkap terlampir): a. Identitas (Pasutri) b. Riwayat Menstruasi c. Riwayat Pernikahan d. Riwayat Partus e. Riwayat Penggunaan KB

47 38 f. Riwayat Penyakit Berat g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi J. Teknik Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi, presentase dan rata-rata serta standar deviasi dari keseluruhan data yang diteliti meliputi nilai umur, nilai BMI, keteraturan siklus haid dan infertilitas. b. Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan BMI dengan siklus haid dan infertilitas, peneliti menggunakan analisa data dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product dan Service Solution (SPSS) 16.0 for windows. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, serta membandingkan antara BMI normal dan lebih (overweight).

48 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan menikah. Pada penelitian ini didapat total sampel 57 orang. Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kategorikal) Variabel n (%) BMI > 23 (Lebih) % 18,5-22,9 (Normal) % Total % Fertilitas Fertil % Infertil % Total % Keteraturan Siklus Haid Teratur % Tidak Teratur % Total % Umur < 30 tahun % >30 tahun % Total % Sumber : Data primer, 2011 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan perempuan dengan BMI tergolong lebih (>23) berjumlah 20 orang (35.1 %) dan BMI normal (18,5-22,9) berjumlah 37 orang (64.9 %). 39

49 40 Perempuan fertil berjumlah 30 orang (52.6 %) dan perempuan infertil berjumlah 27 orang (47.4 %). Dari karakteristik keteraturan siklus haid, 22 orang (38.6 %) perempuan dengan siklus haid teratur, dan 39 orang (61.4 %) dengan siklus haid yang tidak teratur. Sedangkan dari penggolongan umur, perempuan yang berusia < 30 tahun berjumlah 39 orang (68.4 %) dan yang berusia lebih dari 30 tahun berjumlah 18 orang (31.6 %). Tabel 4.2 Karakteristik sampel (data Numerik) Variabel n Mean SD Min Maks Umur (th) Data Pengukuran BMI Sumber : Data primer, 2011 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan umur perempuan mempunyai rata-rata (mean) tahun, dengan umur perempuan yang paling muda 23 tahun dan paling tua berumur 36 tahun. Sedangkan nilai BMI perempuan mempunyai rata-rata dengan nilai paling rendah dan paling tinggi B. Hubungan Antar Variabel Tabel 4.3 Hubungan antara Umur dan BMI Umur BMI Normal Lebih Total <30 tahun 26 (66.67 %) 13 (33.33 %) 39 (100.0 %) > 30 tahun 11 (61.11 %) 7 (38.89 %) 18 (100.0 %) Total 37 (64.91 %) 20 (35.09 %) 57 (100.0 %) X 2 p Tabel 4.3 menyajikan perbandingan antara nilai BMI berdasarkan umur. Berdasarkan umur menunjukkan perempuan berumur di bawah 30 tahun yang memiliki nilai BMI normal ( ) sebanyak 26 orang (66.67 %), lebih banyak daripada perempuan dengan BMI tinggi (> 23) sebanyak 13 orang (33.33 %). Begitu pula berdasarkan umur, perempuan

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing.

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing. Ni Ketut Alit A Faculty Of Nursing Airlangga University Pasangan yg melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan --- tidak terjadi kehamilan Tidak adanya konsepsi setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi adalah suatu proses yang normal, yang terjadi setiap bulannya pada hampir semua wanita. Menstruasi terjadinya pengeluaran darah, dalam jangka waktu 3-5 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan masalah kesehatan reproduksi yang menjadi ancaman bagi wanita yang berkeinginan untuk hamil dengan pasangannya. Kondisi ini dialami oleh sekitar 10-15% pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama

BAB I PENDAHULUAN. Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri. yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri yang telah menikah minimal 1 tahun, melakukan hubungan sanggama teratur tanpa kontrasepsi, namun

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menikah dan memiliki keturunan adalah suatu fase yang dijalani manusia dalam siklus kehidupannya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan sebagai suatu

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015 Firina Adelya Sinaga, 2015. Pembimbing I : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked Pembimbing II : Cherry

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007).

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam siklus kehidupan setiap manusia terdapat suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Setiap anak ketika memasuki masa remaja akan mengalami perubahan fisik yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK, STATUS GIZI DAN PRAKTIK MENYUSUI DENGAN POLA MENSTRUASI AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA DOMBO KECAMATAN SAYUNG DEMAK ABSTRAK

KARAKTERISTIK, STATUS GIZI DAN PRAKTIK MENYUSUI DENGAN POLA MENSTRUASI AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA DOMBO KECAMATAN SAYUNG DEMAK ABSTRAK KARAKTERISTIK, STATUS GIZI DAN PRAKTIK MENYUSUI DENGAN POLA MENSTRUASI AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA DOMBO KECAMATAN SAYUNG DEMAK Sri Rejeki 1, Nikmatul Khayati 1, Rohmatun Novianti Solekah 2 1 Fakultas

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 vi ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR RISIKO INFERTILITAS WANITA DI POLIKLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2010 JANUARI 2011 Aggie, 2011; Pembimbing I : DR. Felix Kasim, dr., M. Kes. Pembimbing

Lebih terperinci

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11 Skenario gangguan MENSTRUASI Rukmono Siswishanto SMF/Bagian Obstetri & Ginekologi RS Sardjito/ Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Anita, wanita berumur 24 tahun datang ke tempat praktek karena sejak 3

Lebih terperinci

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL??

MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? http://rohmadi.info/web MENGAPA ISTRI MASIH BELUM HAMIL?? 1 / 5 Author : rohmadi Sudah pasti pertanyaan inilah yang terus terlintas di benak anda, saat anda belum juga diberkahi buah hati. Perasaan sedih,

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi

GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi GIZI DAUR HIDUP: Gizi dan Reproduksi By Suyatno,, Ir., MKes. Contact: E-mail: suyatnofkmundip@gmail.com Blog: suyatno.blog.undip.ac.id Hp/Telp Telp: : 08122815730 / 024-70251915 Gambaran Kesehatan Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ANDREAS PETER PATAR B. S. G0010018 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah: Variabel

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI Devillya Puspita D. dkk, Hubungan antara Status Gizi dan Siklus Menstruasi... 99 HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI Devillya Puspita D, Selty Tingubun Universitas Respati

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mioma uteri adalah tumor jinak kandungan (uterus) yang terjadi pada otot polos dan jaringan ikat. Mioma dikenal juga dengan istilah leiomyoma uteri, fibromioma uteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat mencegah ovulasi dan kehamilan. Alat kontrasepsi non

Lebih terperinci

HALAMAN SAMPUL HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA

HALAMAN SAMPUL HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA HALAMAN SAMPUL HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MENYOAL INFERTILITAS PADA PASANGAN SUAMI ISTRI. Oleh : Andang Muryanta

MENYOAL INFERTILITAS PADA PASANGAN SUAMI ISTRI. Oleh : Andang Muryanta MENYOAL INFERTILITAS PADA PASANGAN SUAMI ISTRI Oleh : Andang Muryanta Sebuah keluarga dimanapun mereka berada dipastikan ada keinginan untuk mendapatkan buah hati dari hasil pernikahannya, itu wajar dan

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KETIDAKTERATURAN SIKLUS HAID PADA MAHASISWI PRODI D III KEBIDANAN TINGKAT II STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KETIDAKTERATURAN SIKLUS HAID PADA MAHASISWI PRODI D III KEBIDANAN TINGKAT II STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KETIDAKTERATURAN SIKLUS HAID PADA MAHASISWI PRODI D III KEBIDANAN TINGKAT II STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN Nur Aini Rahmawati 1), Siti Komariyatun 2) Abstrak : Haid adalah perdarahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Primatex CO Indonesia Batang, yang merupakan pabrik pembuatan kain. Hasil produksi biasanya dipasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008).

BAB III METODE PENELITIAN. diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2008). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross-sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi hanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah berfungsi

Lebih terperinci

ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda

ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda Ellen Pingkan Widiasmoko, 1110069. Pembimbing : Ellya R. Delima, dr., MKes Obesitas adalah penyakit kronis yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Karla Kalua G0011124 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Anindita Ratna Gayatri G0010021 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi berakhir pada awal senium umur tahun

Masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi berakhir pada awal senium umur tahun KLIMAKTERIUM Masa yang bermula dari akhir tahap reproduksi berakhir pada awal senium umur 40-65 tahun SENIUM Saat ovarium kehilangan sama sekali fungsi hormonalnya MASA KLIMAKTERIUM PRAMENOPAUSE MEN0PAUSE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI Melza Tatiana, et al. HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI Melza Tatiana 1, Heru Santosa, Taufik Ashar 3 1 Mahasiswa Program Magister

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesuburan atau infertilitas (Agarwa et al, 2015). Infertil merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi pasangan suami istri memiliki keturunan merupakan hal yang di sangat diharapkan. Namun, sebanyak 15% pasangan didunia memiliki gangguan kesuburan atau infertilitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Zulliati 1, Muhammad Basit 2,Tria Dwi Putri 1 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila anak telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA Neni Rusnita*, Estu Lovita.P Akademi Kebidanan Betang Asi Raya, Jln.Ir.Soekarno No.7 Palangka Raya ABSTRAK Mioma Uteri

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDIKATOR OBESITAS DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SD SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN INDIKATOR OBESITAS DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SD SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN INDIKATOR OBESITAS DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SD SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran SRI RETNOWATI G0011200 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman bagi setiap orang. Di antara berbagai jenis kanker, ada beberapa yang khas menyerang pada kaum wanita diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. filter), rokok arab (rokok shisha), sampai gaya modern (rokok elektrik). Banyak

BAB I PENDAHULUAN. filter), rokok arab (rokok shisha), sampai gaya modern (rokok elektrik). Banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan kegiatan yang sering dilakukan manusia untuk mendapatkan rasa nikmat disetiap hisapannya. Rokok sekarang sudah berkembang mulai dari merokok dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mempelajari perbedaan antara perubahan pola menstruasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah istilah medis untuk penyakit tekanan darah tinggi, dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak diderita di seluruh dunia, termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program KB (Keluarga Berencana) merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan melembagakan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi adalah kegagalan seorang wanita dalam manajemen kesehatan reproduksinya (Manuaba, 2008). Masalah kesehatan reproduksi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus kehidupan dengan rentang usia 19-40 tahun. Pada tahap ini terjadi proses pematangan pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. apakah ada hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia pada

BAB V PEMBAHASAN. apakah ada hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia pada BAB V PEMBAHASAN Data yang terkumpul dari penelitian telah dilakukan pengolahan yang diupayakan dapat menjawab pertanyaan penelitian, yaitu untuk mengetahui apakah ada hubungan antara lama menstruasi dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 i HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 OLEH: RANI LESTARI B. 110100128 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Menopause bukanlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bersifat analitik, karena penelitian ini akan mengaitkan aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN % jumlah penduduk mengalami infertilitas. Insidensi infertilitas meningkat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yang dimaksud dengan infertilitas adalah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai pelindung belum terjadi kehamilan. Kurang lebih 10-15% jumlah

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas merupakan kelainan sistem reproduksi yang menyebabkan pasangan suami-istri mengalami kegagalan kehamilan setelah melakukan hubungan secara rutin dan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. World Health Organisation

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis

BAB I PENDAHULUAN. terkendali. Kanker menyerang semua manusia tanpa mengenal umur, jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker serviks semakin hari menjadi salah satu penyakit yang semakin meresahkan manusia. Kanker diperkirakan menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar

Lebih terperinci

HUBUNGAN GANGGUAN HAID DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT)

HUBUNGAN GANGGUAN HAID DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT) HUBUNGAN GANGGUAN HAID DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT) Sri Utami, Keilmuan Dasar Keperawatan Maternitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia, Staf Akademik Departemen Keperawatan Maternitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas adalah suatu kondisi tidak terjadinya kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur dalam waktu satu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut The Health Resource and Services Administration Guideline Amerika Serikat tahun

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Haid atau menstruasi dalam Islam didefinisikan sebagai suatu kotoran atau sesuatu yang tidak suci, sesuai Q.S Al-Baqarah ayat 222 tentang definisi haid yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR A. Ulfa Fatmasanti Akbid Batari Toja Watampone (Alamat Koresponden: andiulfafatmasanti@gmail.com/ 085399168227)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America BAB 1 PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terus menerus dan bervariasi, penyakit metabolik yang dicirikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA HUBUNGAN JENIS KELAMIN DENGAN AKTIVITAS FISIK PADA MAHASISWA PENDIDIKAN DOKTER ANGKATAN 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci