Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat"

Transkripsi

1 Latar Belakang Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat negara yang dal am menjalankan fungsi organisasi nya diberikan kewenangan atau mandat untuk dapat menggunakan kekerasan dalam skala tertentu, misalnya dalam menghadapi ancaman keamanan nasional baik yang berasal dari luar maupun dalam negara tersebut, tentunya sejauh ancaman tersebut merupakan bentuk ancaman kombatan yang teorganisasi sebagai suatu kekuatan bersenjata. Dilain pihak, tentara s elain menjalankan fungsi tempur, juga melakukan tugas-tugas non-tempur seperti tugas-tugas diplomasi, penjaga perdamaian dan misi kemanusiaan. Hal ini dikenal dengan operasi militer selain perang (military operations other than war). Organisasi militer dalam menjalankan berbagai tugasnya, baik di masa damai maupun perang berada dalam kendali otoritas sipil dari suatu pemerintahan sipil yang dipilih melalui pemilihan umum yang demokratis. Adapun masing-masing otoritas sipil tersebut yakni, yudikatif, legislatif dan eksekutif memiliki sisi tanggungjawab dan wewenang yang berbeda dalam melakukan kendali sipil. Dengan demikian penyelenggaraan organisasi militer sebagai alat negara akan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, terutama atas kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam menggunakan atau menjalankan organisasi militer. Apakah itu wewenang dalam menggunakan kekerasan, anggaran, maupun penyalahgunaan wewenang dari pimpinan militer itu sendiri atau pemerintah yang berkuasa karena menggunakan organisasi militer sebagai alat kepentingan politik rezim. Turunnya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia pada tahun 1998, maka gerakan reformasi nasional yang mengagendakan sejumlah perubahan dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, juga mengagendakan reformasi di dalam tubuh militer Indonesia yang pada waktu itu disebut sebagai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Karena sebagaimana 1 / 13

2 diketahui bahwa posisi ABRI, yang pada masa tersebut juga tergabung di dalamnya institusi Kepolisian RI (Polri) telah menjadi alat kekuasaan politik dari rezim represif Soeharto dan pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun. Adapun sejumlah perubahan yang dilakukan oleh pemerintah transisi dan ABRI pada saat itu antara lain adalah dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai berikut: 1. Perumusan paradigma baru peran ABRI abad XXI, yang dikemas dalam konsep redefinisi, reposisi, dan reaktualisasi. 2. Merumuskan paradigma baru peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang lebih menjangkau ke masa depan, sebagai aktualisasi atas paradigma baru peran ABRI abad XXI. 3. Pemisahan Polri dan ABRI yang telah menjadi keputusan pimpinan ABRI mulai 1 April 1999 sebagai Transformasi Awal. 4. Penghapusan kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status (Kep.03/P/II/1999). 5. Penghapusan Dewan sosial politik khusus dan daerah (Wansospolsus dan Wansospolda Tk. 1), dengan begitu lembaga ini dianggap tidak lagi ada. 6. Penyusutan jumlah anggota Fraksi TNI/Polri di DPR dan DPRD I dan II dalam rangka penghapusan fungsi sosial politik. 7. TNI tidak lagi terlibat dalam politik praktis/day to day politics, sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. 2 / 13

3 8. Pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan semua partai politik yang ada. 9. Komitmen dan konsistensi netralitas TNI dalam pemilihan umum (pemilu). Kenetralan TNI dalam pemilu ini diwujudkan dalam pemilu Penataan hubungan TNI dengan KBT (Keluarga Besar TNI). Melalui kebijakan ini TNI tidak lagi harus mendukung keberhasilan salah satu partai peserta pemilu. 11. Revisi Doktrin TNI disesuaikan dengan Reformasi dan peran ABRI Abad XXI. 12. Perubahan staf Sosial Politik (Sospol) menjadi Komunikasi Sosial (Komsos). 13. Perubahan Kepala Staf Teritorial (Kaster). 14. Penghapusan Sosial Politik Daerah Militer (Sospoldam), Badan Pembinaan Kekaryaan Daerah Militer (Babinkardam), Sosial politik resor militer (Sospolrem), dan Sosial politik distrik militer (Sospoldim). 15. Likuidasi Staf Syawan (staf karyawan) ABRI, staf Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) ABRI, dan Badan Pembinaan Karyawan (Babinkar) ABRI. 16. Penerapan akuntabilitas publik terhadap yayasan-yayasan milik TNI/Badan Usaha Militer. 17. Likuidasi Organisasi Wakil Panglima TNI. 3 / 13

4 18. Penghapusan Badan Koordinasi Pemantapan Stabilitas Nasional (Bakorstanas) dan Badan Koordinasi Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda). 19. Penegasan calon Kepala Daerah dari TNI sudah harus pensiun sejak tahap penyaringan. 20. Penghapusan Posko Kewaspadaan. 21. Penghapusan materi Sosial Politik ABRI dari kurikulum pendidikan TNI [1]. Melalui sejumlah perubahan yang dilakukan oleh ABRI dan pemerintahan transisi pada masa tersebut, diharapkan institusi TNI dapat berubah menjadi militer yang profesional serta tidak lagi menjadi instrumen politik dari suatu rezim otoritarian yang ingin mengekalkan kekuasaannya. Demikian pula bagi TNI diharapkan tidak akan tergoda untuk memposisikan diri di republik ini sebagai suatu rezim militer. Sejumlah kebijakan untuk membangun TNI yang profesional juga telah digulirkan oleh sejumlah stake holders yang bukan hanya dari lingkungan TNI, namun juga dari pihak legislatif, eksekutif, maupun unsur non-pemerintah yang berada dalam domain pertahanan-keamanan. Seperti misalnya dengan mengesahkan Undang-undang TNI no.34 Tahun 2004, serta pembahasan sejumlah Rancangan Undang-undang lainnya yang berkaitan dengan sektor pertahanan-keamanan, misalnya RUU Pertahanan Keamanan Negara/Nasional, RUU Intelijen, RUU Peradilan Militer dan sebagainya. Demikian juga dengan sejumlah pengkajian seperti, mengkaji kembali Keberadaan Komando Teritorial serta pengaturan/pengambilalihan Bisnis TNI. Dalam hal ini sejumlah upaya untuk menggulirkan sejumlah RUU maupun berbagai riset yang dilakukan oleh para stake holders di bidang pertahanan dan keamanan adalah untuk membangun suatu TNI yang profesional serta dikendalikan oleh otoritas sipil yang kredibel. Guna mewujudkan tentara yang profesional maka keberadaan suatu pemerintahan yang demokratis merupakan suatu keharusan. Tentunya pemerintahan tersebut harus memiliki kemampuan dan konsisten si dalam melakukan kendali sipil yang demokratis dan 4 / 13

5 accountable, termasuk keberadaan otoritas sipil yang cakap dan accountable di lembaga kenegaraan lainnya seperti legislatif dan yudikatif. Bahkan para otoritas sipil yang bersinggungan dengan domain sektor keamanan, seperti pihak Legislatif di komisi pertahanan atau bahkan di wilayah Eksekutif seperti Menteri Pertahanan dan Presiden, hendaknya memiliki kapabilitas dalam merumuskan batasan-batasan kewenangan dari militer sesuai dengan ruang lingkupnya sebagai alat negara, serta memiliki wawasan dalam memberikan penilaian atas situasi keamanan nasional, berikut pendelegasian wewenang terhadap masing-masing institusi yang bertanggungjawab terhadap masalah ancaman keamanan nasional. Jadi, dalam hal ini posisi militer di negara demokratis berperan sebagai alat negara untuk melakukan tugas-tugas kemiliteran sebagaimana disebutkan di atas serta melaksanakan keputusan politik yang dibuat oleh pemerintahan sipil, tentunya yang berkaitan dengan fungsi dan tugas kemiliteran tersebut. Oleh karena itu tentara tidak lagi berada dalam posisi untuk melakukan penilaian dan pembuatan keputusan politik, apalagi terlibat dalam political power struggle yang sarat dengan konflik perebutan kekuasaan. Profesionalisme Militer Perjalanan kearah terbentuknya TNI yang profesional merupakan suatu jalan panjang dari reformasi di sektor keamanan. Hal ini terjadi karena adanya arus konservatif yang tidak menghendaki TNI kehilangan hak privilege atas berbagai akses maupun fasilitas di lingkungan bisnis, birokrasi dan politik, sebagaimana yang terjadi pada era pra- reformasi. D emikian pula dengan adanya d inamika politik domestik maupun internasional 5 / 13

6 yang turut memberikan kontribusi dalam memperlambat reformasi di sektor keamanan, atau malah bahkan terkesan seperti ingin menarik kembali TNI ke dunia politik praktis. Seperti misalnya dengan agenda perang melawan terorisme yang diusung Amerika Serikat, dapat dikategorikan sebagai suatu ancaman terhadap demokrasi yang dapat membuka pintu masuk bagi militer untuk melakukan intervensi kekerasan kepada publik, tentunya dengan mengatasnamakan ancaman terorisme. Demikian juga dengan adanya wacana dalam di DPR yang tercantum dalam RUU Politik agar TNI dan Polri dapat dilibatkan dalam kampanye politik, dapat dikatakan sebagai suatu langkah mundur bagi upaya untuk mewujudkan TNI yang profesional. Karena pada saat konsentrasi reformasi di TNI tengah terfokus untuk penataan sejumlah peraturan, institusi, maupun kerangka mindset dari TNI, justru bergulir wacana yang ingin menarik kembali TNI dan Polri untuk berperan aktif dalam politik praktis, yang mana wacana tersebut ironisnya justru bergulir dari pihak sipil yang nota bene mendapat amanat rakyat untuk duduk di DPR. Oleh karena itu diperlukan suatu konsistensi dalam membangun militer yang profesional, yakni dengan tidak hanya sekadar menuntut militer untuk melakukan reformasi dan tunduk pada supremasi sipil, namun pihak otoritas sipil dan masyarakat harus dapat memberikan kondisi politik dan masyarakat yang kondusif bagi pembangunan militer yang profesional, Suatu masyarakat yang demokratis menaruh harapan bahwa militer dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalismenya, antara lain dengan melakukan hal beserta nilai-nilai sebagai berikut: - Memiliki kompetensi untuk dapat melaksanakan peran dan misi-misi kemiliteran. - Memahami dan menghargai proses politik yang demokratis serta hal-hal yang mendasar dari hak asasi manusia. 6 / 13

7 - Pengabdian politik (kepada pemerintah sipil) serta dapat dipertanggungjawabkan. - Bersikap netral terhadap pengaruh eksternal dan internal (diluar tubuh militer). - Bersikap jujur dengan mengatakan yang sebenar-benarnya serta tidak menutup-nutupi sesuatu, bilamana sedang melaporkan atau diminta keterangan oleh dewan perwakilan rakyat. - Memiliki keyakinan untuk mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan golongan dan organisasi, serta kepentingan pribadi. Namun demikian, masyarakat juga dituntut untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan dari militer yang profesional, seperti: - Ditetapkannya suatu aturan yang jelas atas peran dan tanggungjawab dari militer. - Tersedianya pendidikan dan pelatihan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan atas fungsi kemiliteran yang harus diemban. - Pemberian upah yang sepadan atas keahlian dan pengorbanannya dalam dinas militer. - Menghargai integritas profesi para anggota militer dengan tidak memberikan penugasan diluar batas-batas dari fungsi kemiliteran. - Pengakuan terhadap kemampuan personal dari tiap-tiap individu dengan mengikuti hirarki militer yang berlandaskan pada merit sistem. 7 / 13

8 - Adanya jaminan (tunjangan) selama menjalankan tugas, atau bantuan pada saat seorang militer beralih ke lingkungan sipil sebelum berakhirnya masa tugas (purnawira). [2] Di tengah-tengah tuntutan terhadap TNI untuk melakukan reformasi guna mewujudkan tentara yang profesional, maka selain menghadapi hambatan arus konservatif dan dinamika politik internal dan eksternal. Faktor kondisi obyektif berupa minimnya anggaran yang dapat disediakan oleh pemerintah guna mewujudkan TNI yang profesional, juga merupakan suatu masalah tersendiri. Karena selama belum terbebaskannya Indonesia dari krisis ekonomi yang berkepanjangan dan masih terjadinya kebocoran anggaran dan berbagai praktek korupsi, akan sangat sulit untuk dapat mengalokasikan anggaran militer yang layak bagi TNI. Dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, anggaran belanja pertahanan Indonesia adalah yang terkecil dan belum pernah melebihi 1,6% Gross Domestic Product (GDP). Pada tahun 2005 anggaran belanja pertahanan Indonesia hanya 0,88% GDP atau USD 1,3 Milyar [3], walau kemudian pada tahun 2006 naik menjadi Rp. 28,2 trilyun. [4] Bahkan untuk tahun anggaran 2008 yang jumlahnya Rp. 36,4 trilyun, rencananya akan dipotong sebanyak Rp. 5 trilyun. Sehingga pemotongan tersebut tentunya akan mempengaruhi upaya TNI untuk mewujudkan program modernisasinya, yang dalam hal ini dapat dikatakan modernisasi merupakan suatu prasyarat bagi terwujudnya tentara profesional. Sementara itu dalam perkembangan dinamika keamanan global yang menuntut keberadaan dari tentara yang profesional serta terfokus pada tugas-tugas kemiliteran paska perang dingin, pada umumnya militer di negara maju menjalankan fungsi sebagai berikut; - melindungi kemerdekaan negara, kedaulatan dan kebutuhan territorial, atau lebih luas lagi, para warganegaranya, - international peace keeping atau peace enforcement missions, - pertolongan musibah, 8 / 13

9 - tugas-tugas keamanan dalam negeri (bantuan bagi penguasa pelaksanaan hukum orang-orang sipil untuk menjaga ketertiban dalam kasus-kasus istimewa manakala ketertiban terganggu) - partisipasi dalam nation building (fungsi sosial). [5] Kondisi Obyektif Ancaman dan TNI Dalam perkiraan ancaman yang dipaparkan pada buku putih Departemen Pertahanan disebutkan bahwa, ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari ancaman non-tradisional, baik yang bersifat lintas negara maupun yang timbul di dalam negeri. [6] Antara lain seperti misalnya; terorisme, gerakan separatis bersenjata, kelompok radikal, konflik komunal, kerusuhan sosial, bajak laut, imigrasi ilegal, illegal fishing, dan illegal logging. Artinya, bentuk ancaman nasional yang harus di respon oleh TNI sudah tidak lagi bersifat konvensional misalnya ancaman invasi atau pendudukan suatu wilayah dari tentara asing sebagaimana yang terjadi selama perang dunia ke-2. Bahkan pendudukan Amerika Serikat di Iraq pun tetap memerlukan adanya elit politik lokal yang bisa diajak bekerjasama dengan AS. Aksi pendudukan ini pun ternyata memiliki masa depan yang suram karena begitu kuatnya aksi perlawanan bersenjata dari kelompok-kelompok resisten di Iraq. Kembali kepada struktur komando teritorial TNI yang masih merefleksikan atas paradigma ancaman invasi asing ala-perang dunia ke-2 dan subversi domesti k, berikut 9 / 13

10 strategi pertahanan wilayahnya yang masih berorientasi pada konsep pertahanan landas darat, padahal Indonesia adalah negara maritim. Menjadikan keberadaan struktur komando teritorial (koter) masih tetap dipertahankan, yang dalam strukturnya membayang-bayangi pemerintahan sipil dari pusat sampai ke daerah. Memang sejak era reformasi, struktur dan perangkat koter sudah tidak lagi mengintervensi kehidupan politik dan masyarakat secara langsung. Akan tetapi jika struktur dan fungsi koter tidak melakukan penyesuaian terhadap dinamika ancaman gobal, maka disini terkesan adanya ketidakkonsistenan antara persepsi ancaman yang diuraikan oleh Dephan berupa prioritas dalam merespon ancaman non-tradisional, sementara struktur pertahanan masih bertumpu pada struktur Koter yang berorientasi pada konsep pertahanan landas darat. Apabila kita mau bersikap obyektif dengan mengacu pada tugas utama TNI yakni pertahanan negara. Maka dalam struktur koter hanya terdapat dua tingkat komando teritorial yang memiliki perangkat tempur yaitu, Komando Daerah Militer (Kodam) dan Komando Resor Militer (Korem), sedangkan Kodim kebawah tidak memiliki aparat tempur. Seperti Markas Kodim paling banyak memiliki staf sejumlah 60 personil dan yang justru banyak adalah staf dari intelijen, namun Makodim tidak punya pasukan tempur. [7] Memang dalam proyeksi pembangunan kekuatan TNI dimasa mendatang, pihak pemerintah beserta jajaran Dephan dan Mabes TNI sudah memproyeksikan pembangunan kekuatan TNI AL. Akan tetapi penataan koter yang merujuk pada kesatuan manajemen pertahanan wilayah dari tiga angkatan secara terintegrasi tampaknya masih belum menjadi prioritas. Sedangkan kondisi geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang dewasa ini lebih banyak menghadapi ancaman non-tradisional. Sehingga diperlukan suatu tentara profesional yang terfokus pada tugas-tugas pertahanan, baik dalam menghadapi ancaman kombatan eksternal maupun domestik. Kesimpulan Militer dan institusi keamanan lainnya merupakan suatu alat negara yang menjalankan tugas-tugasnya, berdasarkan atas sejumlah aturan dan perundang-undangan yang disusun atas dasar mekanisme politik yang demokratis. Adapun pihak-pihak yang menyusun sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan ruang lingkup dari militer maupun 10 / 13

11 otoritas keamanan lainnya adalah, otoritas politik sipil yang dipilih dan menjalankan kewenangannya melalui suatu sistem politik yang demokratis serta dapat dipertanggungjawabkan mekanismenya secara accountable dan transparan, baik dalam wilayah politik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Dalam situasi politik Indonesia yang sedang berjalan pada era transisi kearah demokrasi, menjadikan realitas kondisi politik obyektif berada dalam kondisi struggle of power antara sejumlah kekuatan politik utama, seperti partai-partai politik, kekuatan bisnis/pengusaha, birokrat dan tokoh-tokoh kedaerahan. Pergulatan politik ini antara lain berupa persaingan dalam menguasai sejumlah birokrasi, jabatan politik, jabatan publik, serta jabatan pemerintahan daerah dan pusat. Tentunya juga dalam memperebutkan penguasaan sejumlah badan usaha swasta dan pemerintah, serta akses maupun akses terhadap sumber daya ekonomi dan fasilitas bisnis lainnya. Posisi militer dan alat negara yang berkaitan dengan tugas-tugas keamanan negara, akan kembali lagi menjadi faktor politik yang dapat turut menentukan atas struggle of power sebagaimana disebutkan diatas. Bilamana para aktor politik yang bersaing berhasil mengelabui rakyat dalam menarik kembali militer k e wilayah politik praktis, misalnya dengan melakukan penggarapan politik ke lingkungan militer oleh suatu kekuatan politik guna mendukung suatu persaingan atau perebutan kekuasaan, baik secara clandestine maupun legal dalam selubung legitimasi undang-undang yang memberi peran politik terhadap militer. Sehingga berbagai hajatan demokrasi, apakah itu pemilu legislatif, maupun pemilihan presiden atau kepala daerah, akan menarik lagi keterlibatan politik TNI. Atau intervensi militer kedalam politik praktis juga dapat terjadi bilamana berbagai kekuatan politik sipil tersebut gagal dalam membawa keluar Indonesia dari krisis politik, serta apabila terjadi berbagai skandal politik, dan merebaknya gerakan separatisme, baik separatisme bersenjata maupun separatisme dalam konteks yang disebabkan oleh, ketidakmampuan pemerintah pusat dalam menangani persoalan kedaerahan, yang berujung pada suatu kondisi politik yang dapat memisahkan daerah tersebut dari negara kesatuan Republik Indonesia. 11 / 13

12 Kembalinya militer sebagai aktor utama dalam politik praktis di Indonesia berarti kegagalan bagi otoritas sipil dalam melakukan transisi demokrasi serta dalam mengelola konflik, sehingga menjadikan militer yang seharusnya berperan sebagai alat negara yang dilengkapi dengan sarana kekerasan dan organisasi yang hirarkis mengambil peran otoritas sipil dalam tugas kenegaraan, seperti pemeintahan dan pengelolaan konflik, tentunya melalui pendekatan yang militeristik dan sistem komando terpusat. Memang sampai saat ini belum terindikasi adanya kondisi subyektif dari militer untuk mengambilalih kekuasaan, namun faktor kondisi obyektif di Indonesia seperti menggiring militer untuk mengintervensi kembali wilayah politik sipil, seperti krisis ekonomi yang belum terlihat ujung pangkalnya, kemudian merebaknya berbagai skandal politik, berlarut-larutnya konflik horizontal seperti di Poso serta masih berlangsungnya gerakan separatis di Papua yang tidak jelas penanganan politiknya dari pemerintah pusat. Demikian juga dengan sering terjadinya kekisruhan politik di daerah, baik dalam konteks pilkada maupun berupa konflik antara pemda dengan dewan perwakilan rakyat daerah setempat, ataupun antara pemda dengan pemerintah pusat, sehingga berdampak pada ketidakefisienan roda pembangunan di daerah, dan sebagainya. Akhirnya keadaan yang demikian ini, apakah disadari atau tidak akan terus menerus menggerogoti kredibilitas politik otoritas sipil, dalam mengelola dan menjalankan tugas kenegaraan sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya masing-masing. [1] Makalah Muhammad Asfar, Permasalahan dan Tantangan Reformasi TNI: Fungsi Teritorial; Bagaimana Kita Menahaminya? [2] Nicole Ball, Tsjeard Bouta, Luc Van Goor, Enhancing Democratic Governance of the Security Sector: An Institusional Asessment Framework, Clingendael Institute, The Netherlands, 2003, hal. 63. [3] Syafnil Armen (Mayjen) Kepala Badan Intelijen Strategis, Makalah; Persepsi Ancaman Internal dan Transnasional Pada Seminar di Departemen Pertahanan, 29 Agustus 2006, hal.16. [4] Deputy for Politics, Law, Defense, and Security Bappenas, Makalah Rapid Assessment on Indonesia Defense Industry 12 / 13

13 dalam Seminar Reviewing and Reinventing, Defense Acquisition in Indonesia, ITB, November hal.2 [5] Hans Born (red), Pengawasan Parlemen dalam Sektor Keamanan Asas, mekanisme dan pelaksanaan, Geneva Center for the Democratic Control of Armed Forces, Interpaliamentary Union, Jakarta, 2003, hal.63 [6] Mempertahankan Tanah Air Memasuki Abad 21, Departemen Pertahanan, Jakarta, 2003, hal IX. [7] Lesperssi, Rekomendasi Kebijakan tentang Fungsi Teritorial dan Komando Teritorial, hal / 13

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk

Lebih terperinci

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA:

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BEDAH BUKU POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: THE POLICE IN THE ERA OF REFORMASI (RETHINKING

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun:

Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun: Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun: Andi Widjajanto Edy Prasetyono Hargyaning Tyas Heru Cahyono Ikrar Nusa Bhakti Kusnanto Anggoro M. Hamdan Basyar Moch. Nurhasim Riza Sihbudi

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang TNI sebagai kekuatan Sosial Politik

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

Peralihan Fungsi.., Rahdil Pahlefi Dasril, FIB UI, 2013

Peralihan Fungsi.., Rahdil Pahlefi Dasril, FIB UI, 2013 1 2 PERALIHAN FUNGSI DAN PERANAN ABRI PADA PASCA REFORMASI Rahdil Pahlefi Dasril Sarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail: rahdilpahlefi@hotmail.com

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi

PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi I. Pendahuluan Kontroversi dan pro kontra berkaitan dengan pembahasan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) memasuki babak baru. Tarik menarik dan penolakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA I. UMUM Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI Dasar-dasar kebijakan kepegawaian negara yang akan menjadi landasan pikiran dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 19 Nov 2010 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA POKOK-POKOK PIKIRAN RUU APARATUR SIPIL NEGARA TIM PENYUSUN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA SISTEMATIKA (JUMLAH BAB: 13 JUMLAH PASAL: 89 ) BAB I KETENTUAN UMUM BAB II JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN Bagian

Lebih terperinci

Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, Senin, 05 Oktober 2009

Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, Senin, 05 Oktober 2009 Amanat Presiden RI pada Peringatan HUT TNI Ke-64, 05-10-09 Senin, 05 Oktober 2009 Â AMANAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN TNI KE-64 DI MABES TNI, CILANGKAP, JAKARTA

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Disusun Oleh: I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., MBA UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA U N I V E R S I T A S U D A Y A N A B A L I 2016 JUDUL: PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Good Governance muncul sebagai kritikan atas dominasi lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya merupakan pelayan masyarakat dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para PNS tentunya tak

Lebih terperinci

Workshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor Keamanan untuk Ahli Sipil

Workshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor Keamanan untuk Ahli Sipil Workshop & Pelatihan Advokasi Reformasi Sektor untuk Ahli Sipil Kerjasama : Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) Geneva Center for the Democratic Control of Armed Forces (DCAF) Jakarta-Bali-Samarinda-Makassar,

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma good governance muncul sekitar tahun 1990 atau akhir 1980-an. Paradigma tersebut muncul karena adanya anggapan dari Bank Dunia bahwa apapun dan berapapun bantuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.403, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHAN. Pengamanan. Wilayah Perbatasan. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGAMANAN WILAYAH

Lebih terperinci

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat peraturan perundang-undangan),

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional

Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Ancaman Terhadap Ketahanan Nasional Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional.

BAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek: a. Origin

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

Bab II Perawatan Kendaraan Tempur di Lingkungan TNI AD

Bab II Perawatan Kendaraan Tempur di Lingkungan TNI AD Bab II Perawatan Kendaraan Tempur di Lingkungan TNI AD Angkatan Darat merupakan bagian dari sistem pertahanan darat yang dimiliki TNI dan mengambil peran yang tetap di wilayah pertahanan darat, oleh sebab

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTAHANAN - TNI - MASYARAKAT SIPIL: RELASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN DAN TRANSPARANSI IMPLEMENTASI 1

DEPARTEMEN PERTAHANAN - TNI - MASYARAKAT SIPIL: RELASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN DAN TRANSPARANSI IMPLEMENTASI 1 DEPARTEMEN PERTAHANAN - TNI - MASYARAKAT SIPIL: RELASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN DAN TRANSPARANSI IMPLEMENTASI 1 T. Hari PRIHATONO 2 Pendahuluan Setelah 10 tahun reformasi berlalu, perdebatan tentang SSR

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan perlindungan dan keamanan internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah

Lebih terperinci

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1988 TENTANG BADAN KOORDINASI BANTUAN PEMANTAPAN STABILITAS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1988 TENTANG BADAN KOORDINASI BANTUAN PEMANTAPAN STABILITAS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1988 TENTANG BADAN KOORDINASI BANTUAN PEMANTAPAN STABILITAS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa terpeliharanya stabilitas nasional

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HUT KE-67 BHAYANGKARA DI MARKAS

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Seiring dengan upaya reformasi birokrasi dan lembaga-lembaga negara, setiap lembaga negara dan instansi pemerintah

Lebih terperinci

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Intelijen negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman

Lebih terperinci

Dalam Reformasi Sektor Keamanan Mufti Makaarim Direktur Eksekutif Institute for Defense Security and Peace Studies

Dalam Reformasi Sektor Keamanan Mufti Makaarim Direktur Eksekutif Institute for Defense Security and Peace Studies HRWG Indonesia s NGO Coalition for International Human Rights Advocacy The Geneva Centre for the Democratic Control of Armed Forces Dalam Reformasi Sektor Keamanan 1998-2008 Mufti Makaarim Direktur Eksekutif

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 No.1459, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Status Gugur/Tewas. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG STATUS GUGUR ATAU TEWAS BAGI PRAJURIT

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Tgl 17 Agustus 2010 Final RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan nasional

Lebih terperinci

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah!

Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! Kinerja rendah, DPRA harus berbenah! (Pandangan Komponen Masyarakat Sipil Untuk Parlemen yang lebih baik terhadap Kinerja DPRA) DPRA merupakan lembaga legislatif di Aceh. Berdasarkan UU No. 11 tahun 2011

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh negara, telah terjadi pula perkembangan penyelenggaraan

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan

Lebih terperinci

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA Diterbitkan oleh: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika 2013 Judul: Posisi Birokrasi dalam Persaingan Politik Pemilukada Perpustakaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.175, 2015 Pertahanan. Misi Pemeliharaan Perdamaian. Pengiriman. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG PENGIRIMAN MISI PEMELIHARAAN PERDAMAIAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH.

KATA PENGANTAR. Kepala Badan Pengawasan, Dr. H.M. SYARIFUDDIN, SH., MH. KATA PENGANTAR Penyusunan Renstra (Rencana Strategis) Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI Tahun 200 204, dimaksudkan guna mencapai tujuan dan sasaran strategis dalam rangka pencapaian visi dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg

2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH

-1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH -1- RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR TAHUN 2015 TENTANG BADAN REINTEGRASI ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

UPACARA PERINGATAN HARI BHAYANGKARA KE-62 TAHUN 2008, DI LAPANGAN SILANG MONAS, 1 JULI 2008 Selasa, 01 Juli 2008

UPACARA PERINGATAN HARI BHAYANGKARA KE-62 TAHUN 2008, DI LAPANGAN SILANG MONAS, 1 JULI 2008 Selasa, 01 Juli 2008 UPACARA PERINGATAN HARI BHAYANGKARA KE-62 TAHUN 2008, DI LAPANGAN SILANG MONAS, 1 JULI 2008 Selasa, 01 Juli 2008 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PERINGATAN HARI BHAYANGKARA KE-62 TAHUN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer.

BAB 6 PENUTUP. hingga masa transisi demokrasi. Beberapa ahli, misalnya Samuel Decalo, Eric. politik, yang akarnya adalah kekuatan politik militer. BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Militer Indonesia merupakan kasus yang menarik bagi studi mengenai Militer dan Politik. Selain keterlibatan dalam sejarah kemerdekaan, selama tiga dekade militer Indonesia

Lebih terperinci

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang pertama, yaitu

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan

Lebih terperinci

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH RAKOTER TNI TAHUN 2009 Tema Melalui Rapat Koordinasi Teritorial Tahun 2009 Kita Tingkatkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di Jajaran Komando Kewilayahan TNI CERAMAH KETUA TIM TEKNIS KETAHANAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA I. UMUM Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008 1 1. PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian secara akademis dan praktis, batasan penelitian serta model operasional

Lebih terperinci

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)

MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015) MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015) Oleh: Sudirman (Rektor UHT) KATA KUNCI: 1.NEGARA KEPULAUAN

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci