Peralihan Fungsi.., Rahdil Pahlefi Dasril, FIB UI, 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peralihan Fungsi.., Rahdil Pahlefi Dasril, FIB UI, 2013"

Transkripsi

1 1

2 2 PERALIHAN FUNGSI DAN PERANAN ABRI PADA PASCA REFORMASI Rahdil Pahlefi Dasril Sarjana Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia Abstrak Penelitian yang berjudul Peralihan Fungsi dan Peranan ABRI pada Proses Awal Reformasi ( ), membahas mengenai peralihan fungsi ABRI dari masa Orde Baru ke masa Reformasi dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh ABRI dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat agar ABRI melakukan reformasi internal pasca runtuhnya Orde Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah bahwa mundurnya militer dari politik tidak secara otomatis menjadikan militer profesional. Profesionalisme militer masih berada pada tataran kebijakan yang menghadapi kendala teknis implementasinya. Transition Function and Role of the Indonesian Military Army on the After of the Reform Abstract The focus of this study is to explain the transition of ABRI function on the New Order era to the Reform era, moreover the policies which conducted by the ABRI in order to fulfill the demands from society that ABRI has to do internal reforms after the collapse of New Order. The method used in this study is the historical method consists of four stages: heuristic, critic, interpretation, and historiography. The result of this study is that the with drawal of the military from politics doesn t automatically make professional military. The professionalism of military is still facing the obstacle of technical implementation. Keywords: Indonesian Military Army (ABRI), Dual-Function, Reform 1. Pendahuluan Salah satu organ yang perlu dimiliki oleh Pemerintah suatu negara adalah militer, yang merupakan satu kelompok orangorang yang diorganisir dengan disiplin untuk melakukan pertempuran, yang diperbedakan dari orang-orang sipil. Tujuan pokok adanya adanya militer dalam suatu negara yaitu untuk bertempur dan memenangkan peperangan guna memepertahankan dan memelihara eksistensi negara (Finer, 1962:3). Dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi militer di dalam negara adalah melakukan tugas di bidang pertahanan dan keamanan, yang disebut fungsi militer. sedang

3 3 tugas di luar bidang pertahanan dan keamanan negara menjadi tugas golongan sipil. Tugas ini disebut fungsi non-militer atau fungsi sipil. Dengan demikian akan terdapat perbedaan yang jelas tentang prinsip tanggung jawab dan fungsi pokok antara golongan militer dan golongan sipil dalam kehidupan negara. Menurut Amos Perlmutter terdapat tiga jenis organisasi militer dalam negara nasional modern, tiga jenis itu adalah: (1) prajurit profesional klasik yang hadir dalam sistem-sistem politik yang stabil, (2) prajurit pretorian yang berkembang dalam lingkungan politik yang tidak stabil, (3) prajurit revolusioner yang terkait pada orde politik yang stabil meskipun asal-usulnya adalah berasal dari suatu sistem politik baru atau suatu sistem politik yang sedang merosot dan yang tidak stabil (Perlmutter, 1977:9-17). Dari ketiga jenis tersebut, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) termasuk jenis yang ketiga, sebagai suatu angkatan bersenjata yang lahir dalam rahim suatu revolusi, yakni Revolusi Nasional Indonesia. Akan tetapi jelas, dengan fungsi sosial politiknya ABRI juga memliki cirri-ciri prajurit pretorian. Pada masa Orde Baru, fungsi sosial politik ABRI dilaksanakan lewat fungsi kekaryaan. Konsep ini mengacu pada anggota ABRI yang bertugas di luar Departemen Pertahanan dan Keamanan. Karyawan ditempatkan dalam badanbadan legislatif dan eksekutif dengan banyak fungsi sebagai menteri, gubernur propinsi, manajer perusahaan negara maupun duta besar. Sebagai bagian dari konsesus partai-partai politik, di mana ABRI diberi sejumlah kursi dalam badan-badan perwakilan, para anggota ABRI dilarang berpatisipasi dalam pemilihan. Dasar pemikirannya adalah untuk mencegah perselisihan dalam tubuh ABRI yang disebabkan oleh afilasi-afilasi politik sebagaimana terjadi pada periode Demokrasi Liberal. Praktisnya, konsep dwifungsi ABRI berarti bahwa militer di Indonesia telah mengalami perluasan peran. Perluasan peran militer menunjuk pada masuknya para perwira angkatan bersenjata, entah secara kolektif maupun sebagai individu, ke dalam bermacam bidang institusional, seperti kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pelatihan tenaga kerja sipil, memenuhi fungsi-fungsi administratif sipil, dan melibatkan diri dalam berbagai bentuk politik kekuasaan (Lissak, 1976:3). Dengan perluasan peran ini militer mengemban fungsi-fungsi sipil. Walaupun jelas ada perluasan peran militer Indonesia, tidak berarti militer menggantikan orang-orang sipil. Jadi, dalam keadaan ini, perlu memahami dwifungsi secara lebih saksama, karena perluasan peran ABRI terutama terarah pada penentuan agenda nasional dan perluasan ke posisi-posisi kunci, khususnya pada tahun-tahun awal Orde Baru. Sebagaimana dinyatakan oleh Nasution, Prajurit harus berpatisipasi dalam memutuskan kebijakan nasional, karena kebijakan nasional adalah induk dari kebijakan politik, ekonomi dan militer (Perlmutter, 1980:103). Dari sisi pemerintahan, rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun terlalu menekankan fungsi regulatif untuk mengekang kebebasan bersuara, berekspresi, berkumpul dan berorganisasi tampak dari paket lima Undang-Undang Politik, kebebasan pers (UU Pers), dan ekstraktif (penyedotan pajak dan kekayaan alam), namun kurang distributf, baik dari sisi distribusi kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif; antara pemerintahan pusat dan daerah; distribusi kekayaan; distribusi posisi dan jabatan; distribusi penghargaan; dan kurang aspiratif terhadap tuntutan-tuntutan rakyat. Sistem politik Orde Baru juga tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi pemeliharaan dan adaptasi sistem secara baik. Jika pemeliharaan sistem berjalan secara alamiah, di mana terjadi rekrutmen politik dan suksesi kepemimpinan secara teratur sesuai dengan asas demokrasi melalui pemilihan umum, maka kemungkinan besar sistem politik akan dapat bertahan. Selain itu, jika sistem politik dapat mengadaptasi diri, yaitu menyesuaikan diri dengan kemajuan ekonomi yang dicapai yang menyebabkan semakin kritisnya rakyat, semakin independennya kelompok-kelompok professional dan intelektual, semakin terintegrasinya sistem politik Indonesia dengan

4 4 lingkungan di luar sistem, maka bukan hal yang mustahil sistem tersebut akan dapat bertahan. Jatuhnya Presiden Soeharto dipercepat oleh krisis ekonomi, terbunuhnya empat mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998, kerusuhan dan penjarahan di Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi pada tanggal Mei 1998, dan tidak bersedianya empat belas menteri kabinet Soeharto untuk membantunya kembali membangun kabinet reformasi versi Soeharto. Ketika gelombang reformasi tersebut semakin tidak terbendung lagi, tiada jalan lain bagi Soeharto selain mundur dari jabatannya. Selain dari perhitunganperhitungan politik dan ekonomi yang menguntungkan pribadi dan keluarganya, mundurnya Soeharto mungkin demi mencegah pertumpahan darah yang lebih meluas. Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tentang peranan ABRI pada saat akhir pemerintahan Soehrto hingga reformasi yang dikaitkan dengan kebijakan internal dikalangan ABRI. Untuk menjawab permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: (1)Bagaimana kondisi sosial politik di Indonesia hingga tahun 1998? (2) Mengapa ABRI melakukan reformasi internal setelah runtuhnya Orde Baru? (3) Langkah-langkah internal dan eksternal apa yang dilakukan ABRI selama berlangsungnya proses reformasi? Tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan peralihan fungsi ABRI dari masa Orde Baru ke masa Reformasi, dengan menyoroti Angkatan Darat yang selalu memegang peranan dominan dalam politik dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh ABRI dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat agar ABRI dapat melakukan reformasi internal pasca runtuhnya Orde Baru. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat melengkapi historiografi sejarah Indonesia khususnya sejarah ABRI. Lingkup pembahasan penelitian ini dimulai pada tahun 1997 hingga tahun Tahun 1997 dijadikan awal kajian karena pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia. Krisis tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia yang berakibat pada krisis politik yang menjadi awal mula runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Tahun 1999 dipilih sebagai akhir pembahasan karena pada tahun itu mulai dilakukan langkahlangkah reformasi internal ABRI. 2. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi. Dalam tahap Heuristik yaitu pencarian dan pengumpulan sumber, dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu suatu upaya untuk mengumpulkan sumber atau hasil penelitian yang telah dilakukan baik oleh perorangan maupun instansi terkait dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Pada tahap ini ditemukan sumber primer berupa buku berjudul Dwifungsi ABRI: Asalusul, Aktualisasi dan Implikasinya bagi stabilitas dan Pembangunan yang ditulis oleh Bilveer Singh yang diterjemahkan oleh Robert Hariono Imam dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun Buku ini menyajikan analisis mendalam mengenai dwifungsi ABRI, Uraian dalam buku ini dimulai dengan melacak perkembangan ABRI sejak tahun Kemudian dipaparkan pula aspek-aspek dwifungsi: perkembangan konsep dan perwujudannya. Selain itu, dipetakan argumen yang mendukung maupun menentang dwifungsi dan implementasinya, ketahanan serta perlunya rekonseptualisasi terhadapnya. Sumber lain yang ditemukan adalah buku berjudul Bila ABRI Menghendaki : Desakan Kuat Reformasi Atas Konsep Dwifungsi ABRI yang ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan para peneliti

5 5 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang diketuai oleh Dr. Indria Samego dan diterbitkan oleh Mizan, pada tahun Buku ini mengupas tentang problematika dwifungsi ABRI. Buku ini juga mengusulkan berbagai bentuk reformasi dwifungsi ABRI berikut implikasi-implikasi yang menyertainya. Setelah sumber-sumber itu ditemukan tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian melalui kritik internal maupun kritik eksternal dengan cara membandingkan buku Bila ABRI Menghendaki : Desakan Kuat Reformasi atas Konsep Dwifungsi ABRI dengan beberapa artikel, yaitu artikel yang berjudul Pemisahan Polri dari ABRI dan Paradigma Baru ABRI yang terdapat di surat kabar maupun majalah sezaman Ketika Orde Baru tumbang digantikan Orde Reformasi, ABRI berusaha merubah visinya. Di dalam buku yang dikeluarkan ABRI yang diberi judul Peran ABRI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa, terlihat adanya keinginan untuk mengadakan suatu perubahan, yang menjelaskan adanya paradigma baru ABRI dalam memahami kehidupan berbangsa dan bernegara. Paradigma ini dilandasi cara berpikir yang bersifat analitis dan prospektif ke masa depan berdasarkan pendekatan komprehensif yang memandang ABRI sebagai bagian dari sistem nasional. Dalam kaitan ini, cita-cita dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dilaksanakan secara terpadu oleh segenap komponen bangsa berdasarkan satu visi nasional. Hal ini tentunya berbeda dengan masa Orde Baru yang menempatkan ABRI selalu di depan. Posisi mereka sangat sentralistis sehingga menganggap dirinya adalah yang paling bertanggung jawab terhadap keselamatan bangsa dan negara. Paradigma lama ini kemudian melahirkan adanya pendekatan keamanan yang melihat segala dinamika masyarakat dari kacamata keamanan. Munculnya paradigma baru ABRI ini sebagai akibat dari gencarnya kritik terhadap peran ABRI selama Orde Baru. Mereka tampaknya ingin meredefinisi, mereposisi, dan mereaktualisasikan peran diri mereka.dengan paradigma baru itu, sehingga kita dapat mengetahui apakah data tersebut fakta atau bukan fakta. Selanjutnya pada tahap Interpretasi, penulis memberikan arti pada fakta yang telah ditemukan atau diperoleh hingga sampai pada tahap Historiografi, yaitu penulisan sejarah mengenai peralihan fungsi ABRI dari masa Orde Baru ke masa Reformasi dan peranan ABRI dalam proses reformasi. Akan dilampirkan juga peristiwa-peristiwa menarik dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh ABRI pada masa peralihan pemerintahan Orde Baru ke masa Reformasi.3. Pembahasan seakan mereka mulai ingin suatu kehidupan baru. Segala bentuk tindakan lama yang tidak begitu disenangi masyarakat, akan diredefinisi. Sebelum munculnya buku ABRI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa, di Sekolah dan Komando (Sesko) ABRI Bandung, diadakan seminar yang bertemakan Peran ABRI abad XXI. Dalam seminar yang diselenggarakan pada September 1998 itu terungkap bahwa doktrin dwifungsi ABRI telah mengalami distorsi penafsiran yang cukup serius selama pemerintahan Orde Baru. Selama kurun waktu itu, doktrin dwifungsi ABRI telah direkayasa sedemikian rupa, sehingga disadari atau tidak, ABRI telah menjadi alat belaka dari kekuasaan yang terpusat di tangan satu orang. Khususnya distorsi ini terjadi pada interpretasi terhadap fungsi sosial politik ABRI. Di bawah pemerintahan Soeharto, fungsi sosial politik ABRI dilaksanakan secara eksesif. ABRI dijadikan sekadar alat dari rezim yang berkuasa, dan doktrin dwifungsi ABRI digunakan untuk mendukung dan memperkuat kekuasaan Soeharto. Sementara itu, fungsi sosial politik ABRI telah diartikan oleh masyarakat luas sebagai tidak lebih dari sekadar menempatkan perwira-perwira ABRI dalam berbagai jabatan sipil.

6 6 Oleh karena itu, ABRI ingin mengubah dirinya, citranya, dan perannya. Mereka ingin memperbaiki kondisi yang ada dalam tubuh ABRI, terutama dari fungsi sosial politiknya. Fungsi itu dalam paradigma baru ABRI, mengambil bentuk implementasi sebagai berikut. Pertama, ABRI berusaha mengubah posisi dan metode yang dahulu selalu harus di depan. Dalam posisi dan metode baru, mereka tidak selalu harus di depan. Artinya, posisi sentral yang mereka pegang pada masa Orde Baru kini diubah untuk memberi kesempatan pada masingmasing institusi yang memang seharusnya melaksanakan hal yang bersangkutan. Kedua, ABRI mengubah konsep dari menduduki menjadi mempengaruhi. Pada masa Orde Baru, penugasan di luar struktur ABRI mencakup lingkup yang sangat luas, kini lingkup tersebut makin diperkecil dan dibatasi pada posisi yang memiliki nilai strategis serta mengurangi keterlibatannya dalam kegiatan politik praktis. Ketiga, ABRI ingin mengubah cara-cara mempengaruhi secara langsung menjadi tidak langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari keterlibatan ABRI yang berlebihan dalam berbagai kegiatan yang tidak berkaitan dengan tugas utamanya. Keempat, ABRI bersedia untuk melakukan kebersamaan dalam pengambilan keputusan penting kenegaraan dan pemerintahan dengan komponen bangsa lainnya. Jalinan dan pembagian peran dengan mitra sipil akan menempatkan peran institusi masingmasing secara fungsional. Dengan paradigma baru tersebut, visi ABRI di era reformasi ini secara menyeluruh dapat disebutkan bahwa ABRI tetap merupakan kekuatan pertahanan keamanan yang professional, efektif, efisien, dan modern, serta senantiasa siap untuk mengamankan dan memberikan sumbangan darma bakti yang diperlukan bagi kelancaran pembangunan bangsa menuju pencapaian tujuan nasional, bersama-sama dengan komponen strategis bangsa lainnya.abri tetap menyadari hak dan kewajibannya terhadap bangsa, dengan kesadaran bahwa negara ini dibangun atas dasar paham kekeluargaan. Dengan mempertimbangkan persoalan kebangsaan yang berkembang makin kompleks, darma bakti ABRI akan senantiasa disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Atas dasar pertimbangan tersebut, ABRI akan selalu peduli atas nasib bangsa dan ABRI akan memikul tanggung jawab atas bangsa bersama seluruh komponen bangsa, dan sebagai bagian dari sistem nasional. Dari visi ABRI di masa reformasi seperti tercantum di atas, terlihat adanya kemauan untuk berbagi peran dengan mitra sipil. ABRI mengaku sebagai salah satu komponen dalam membangun bangsa dan negara, serta mengaku sebagai salah satu bagian dari sistem nasional. Artinya, ABRI tidak perlu berpihak pada satu kekuatan apapun, termasuk misalnya, Golkar atau partai yang lain, yang menguasai pemerintahan. Sebagai salah satu komponen bangsa, ABRI harus netral dan mengambil jarak yang sama dengan kekuatan politik apapun. Jenderal Wiranto, selaku Panglima ABRI, menjelaskan dalam suatu dialog interaktif yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa bahwa visi ABRI ke depan merupakan kekuatan pertahanan keamanan yang profesional, efektif, efesien, dan modern yang senantiasa siap mengamankan dan memberikan sumbangan darma bakti bagi kelancaran pembangunan bangsa dan pembangunan nasional (Wiranto, 1999: ). Pengertian dasar itu kemudian dijabarkan ke dalam enam peran ABRI yang meliputi: mempertahankan kedaulatan tanah air dari ancaman eksternal, menjaga keamanan dalam negeri dari ancaman internal, memberikan sumbangan aktif kepada pembangunan bangsa, mendorong pengembangan demokrasi dan masyarakat madani, membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti seluasnya, dan berperan aktif dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian dalam rangka upaya mewujudkan perdamaian dunia.

7 7 Rumusan di atas dianggap tidak lagi menunjukkan peran ABRI yang dikotomik, sebagaimana paradigma lama yang memisahkan peran sebagai kekuatan hankam (pertahanan keamanan) dan sospol (sosial politik). Sebagai konsekuensi logis dari peran baru ABRI ini, mereka tidak perlu lagi terlibat dalam politik praktis. karena itu, menurut Wiranto, dalam pemilu 1999, ABRI tidak lagi melakukan upaya dan tindakan untuk membantu memenangkan salah satu partai. ABRI tidak berpihak dan mengambil jarak yang sama dengan partai politik manapun. Tidak ada lagi keharusan dan larangan bagi anggota Keluarga Besar ABRI dalam menetukan pilihan politiknya. langkah perubahan mendasar peran ABRI tengah mulai dilaksanakan. Ada empat belas perubahan mendasar yang ingin menjawab agenda reformasi di tubuh ABRI. Dengan adanya perubahan mendasar itu, ABRI hendak membangun citra baru tentang korpsnya. Hal ini mereka anggap penting untuk menjawab berbagai tuntutan yang berkembang dalam masyarakat pada saat Orde Reformasi ini. Tanpa berbuat seperti itu, ABRI bisa jadi akan semakin dicercaoleh sebagian masyarakat. Keempat belas perubahan mendasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sikap dan pandangan politik ABRI tentang paradigma baru peran ABRI abad ke Sikap dan pandangan politik ABRI tentang paradigma baru peran sospol ABRI. 3. Pemisahan kepolisian RI (Polri) dari tubuh ABRI yang telah menjadi keputusan pemimpin ABRI mulai 1 April 1999 sebagai transformasi awal. 4. Penghapusan Dewan Sosial Politik Pusat (Wansospolpus) dan Dewan Sosial Politik Daerah (Wansospolda) tingkat I. 5. Perubahan Staf Sosial Politik menjadi Staf Teritorial. 6. Likuidasi Staf Karyawan (Syawan) ABRI, Kamtibmas ABRI, dan Badan Pembinaan Kekaryaan (Babinkar) ABRI 7. Penghapusan sospoldam, babinkardam, sospolrem, dan sospoldim. 8. Penghapusan kekaryaan ABRI melalui pension atau alih status. 9. Pengurangan jumlah fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II. 10. ABRI tidak akan lagi terlibat dalam politik praktis. 11. Pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan partai politik yang ada. 12. Komitmen dan konsistensi netralitas ABRI dalam pemilu. 13. Perubahan paradigma hubungan ABRI dan Keluarga Besar ABRI. 14. Revisi piranti lunak berbagai doktrin ABRI disesuaikan era reformasi dan peran ABRI abad ke 21 (Wiranto, 1999). Langkah konkret dari penghapusan kekaryaan ABRI adalah dengan menawarkan tiga pilihan bagi semua anggota ABRI yang terlibat dalam jabatan sipil. Pertama, tetap dinas sebagai anggota ABRI dan melepaskan jabatan sipil. Kedua, alih status dari anggota ABRI menjadi pegawai negeri sipil. Ketiga, pensiun dari dinas ABRI. Kesimpulan Cara-cara militeristik yang dipakai dalam memecahkan persoalan, tidak relevan lagi dipakai pada masa transisi demokrasi di era reformasi yang lebih mengedepankan pola persuasif dan dialogis. Untuk itu militer ditempatkan sebagai alat pertahanan negara yang tidak berhubungan secara langsung dengan urusan kemasyarakatan sebagaimana di masa Orde Baru. Pemikiran dwifungsi yang masih melekat, menyisakan adanya minat politik di kalangan militer, sehingga muncul pemikiran di dalam masyarakat segera mendorong adanya masa transisi. Profesionalisme militer merupakan salah satu jawaban dan upaya para pemimpin militer bersama pemerintah untuk mengikis minat politik militer sehingga militer dapat konsisten sebagai alat pertahanan belaka. Kondisi sosial-politik hingga tahun 1998 yang menginginkan terciptanya perubahan secara cepat dan drastis di

8 8 semua lini kehidupan masyarakat menyebabkan pula diinginkannya perubahan pada sistem politik demokratis tanpa keterlibatan militer di dalamnya, sehingga kemudian menyebabkan terjadinya peralihan fungsi ABRI yang dicanangkan pada Juni Komitmen militer untuk mendukung pelaksanaan agenda reformasi nasional yang berlangsung sejak 21 Mei 1998 diwujudkan dengan dihapuskannya lembaga kekaryaan ABRI, serta sejumlah institusi ABRI yang berhubungan dengan masalah sosial-politik, larangan bagi prajurit untuk rangkap jabatan sipil (April 1999). Langkah-langkah ini adalah sebagian kebijakan reformasi internal militer yang dapat dilihat nyata dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Reformasi telah mengubah wajah militer yang represif dan alat kekuasaan penindas menjadi militer yang terarah bagi kepentingan pertahanan negara (kemudian diatur dalam TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI/Polri). Pemisahan Polri dari ABRI berimplikasi juga terhadap pembatasan wewenang peran militer. Tanggung jawab menjaga keamanan masyarakat telah beralih menjadi tugas kepolisian. Pemisahan Polri dari ABRI pada 1 April 1999, menandai pembagian tugas atau wewenang yang jelas antara keduanya. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 6, TAP MPR No. VII/MPR/2000: Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan memberikan pelayanan kepada masyarakat Alasan utama ABRI melakukan reformasi internal setelah runtuhnya Orde Baru adalah kuatnya desakan masyarakat yang tidak lagi menghendaki militer berpolitik dan menuntut dihapuskannya dwifungsi ABRI. Desakan ini selaras dengan kesadaran internal militer yang memandang perlunya redefinisi dwifungsi ABRI agar tidak lagi menitikberatkan pada masalah-masalah politik belaka, serta mengurangi dominasi militer di lembaga-lembaga sipil (kekaryaan ABRI). Panglima ABRI Jenderal Wiranto memiliki andil yang besar dan menentukan dalam merumuskan dan memutuskan kebijakan reformasi internal ABRI. Kesadaran di kalangan militer melihat realitas masyarakat yang tidak mendukung rezim kekuasaan orde baru pimpinan Presiden Soeharto, melahirkan kesepakatan kolektif untuk mendukung proses reformasi nasional secara konstitusional. Reformasi internal ABRI merupakan konsekuensi logis dukungan militer terhadap pelaksanaan agenda reformasi nasional yang dimulai pada 21 Mei Militer di Indonesia mengambil langkahlangkah internal dan eksternal yang dilakukan ABRI selama berlangsungnya proses reformasi. Peralihan tersebut terbagi menjadi tiga hal mendasar, pertama perubahan staf sosial politik menjadi staf teritorial, kedua terjadinya demiliterisasi jabatan di kalangan tentara ABRI, serta ketiga, Adanya reformasi birokrasi yang menjadi pemisahan Polisi dari ABRI. Secara kelembagaan, penghapusan doktrin dwifungsi ABRI juga melakukan pembubaran-pembubaran lembagalembaga sosial-politik ABRI, penghapusan fungsi kekaryaan ABRI, selesainya perwakilan ABRI di lembaga legislatif. Langkah-langkah peralihan fungsi ABRI memiliki Empat belas agenda reformasi internal ABRI yang ditandai dengan berubahnya nama ABRI menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), kemudian diikuti paradigma baru peran TNI, pemisahan Polri dari TNI hingga penghapusan doktrin dwifungsi dan diakhiri dengan tugas wakil-wakil militer di DPR. Mundurnya militer dari politik tidak secara otomatis menjadikan militer professional. Profesionalisme militer di Indonesia merupakan upaya yang memerlukan waktu panjang untuk mewujudkannya. Tekad dan komitmen pimpinan ABRI (yang kemudian diubah menjadi TNI) terhadap profesionalisme militer menghadapi dua kendala utama yaitu keterbatasan anggaran militer dan faktor budaya/mentalitas prajurit yang

9 9 belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kultur pasca dwifungsi ABRI. Profesionalisme militer masih berada pada tataran kebijakan yang menghadapi kendala teknis implementasinya. Sejauh ini profesionalisme diartikan kalangan militer, baru sebatas lepasnya militer dari urusan politik dan fokusnya terhadap tugas pertahanan negara. Profesionalisme sejauh ini, belum menyentuh aspek peralatan, persenjataan dan fasilitas Lissak, Moshe. Military Roles in Modernisation: Civil-Military Relations in Thailand and Burma. Bevery Hill, California: Sage Publications Perlmutter, Amos. The Military and Politics in Modern Times: On Professionals, Praetorians and Revolutionary Soldiers. New Haven and London militer yang memadai/ modern sebagai prasyarat dimilikinya kekuatan militer yang professional di awal-awal reformasi. Daftar Acuan Samego, Indria. Bila ABRI Menghendaki : Desakan Kuat Reformasi Atas Konsep Dwifungsi ABRI. Bandung: Mizan Wiranto. Bersaksi di Tengah Badai. Jakarta: Ide Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang TNI sebagai kekuatan Sosial Politik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat

Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat Latar Belakang Angkatan Bersenjata atau militer di negara yang menganut sistem demokrasi, merupakan alat negara yang dal am menjalankan fungsi organisasi nya diberikan kewenangan atau mandat untuk dapat

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 MEWUJUDKAN DPR RI SEBAGAI LEMBAGA PERWAKILAN YANG KREDIBEL 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Seiring dengan upaya reformasi birokrasi dan lembaga-lembaga negara, setiap lembaga negara dan instansi pemerintah

Lebih terperinci

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013 SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013 Solo, 20 November 2013 Yth. Menteri Komunikasi dan Informatika

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara

BAB I PENGANTAR. strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Peran Koramil dalam proses pemberdayaan wilayah pertahanan sangat strategis guna menghadapi tantangan tugas ke depan. Sistem pertahanan negara Indonesia yang menganut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA Latar belakang Sejarah awal terbentuknya bangsa Indonesia tidak lepas dari peran militer Terdapat dwi fungsi ABRI, yaitu : (1) menjaga keamanan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA:

POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BEDAH BUKU POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: THE POLICE IN THE ERA OF REFORMASI (RETHINKING

Lebih terperinci

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI Dasar-dasar kebijakan kepegawaian negara yang akan menjadi landasan pikiran dalam penyempurnaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang

Lebih terperinci

Program Sasaran

Program Sasaran 1. Penguatan Lembaga Legislastif (DPR) Pasca-Amandemen UUD 1945 a. Fungsi: DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan [Pasal 20A (1)**]. b. Hak: DPR mempunyai hak interpelasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di

BAB I PENDAHULUAN. partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum legislatif tahun 2014 yang diikuti oleh 10 partai nasional dan 3 partai lokal Aceh merupakan sebuah proses demokrasi yang wajib dilaksanakan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang pertama, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

5. Distribusi Distribusi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat.

5. Distribusi Distribusi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat. I. Pengertian Politik, Strategi, dan Polstranas A. Pengertian Politik Kata politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani politeia, yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakat yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DHARMA WANITA PERSATUAN

ANGGARAN DASAR DHARMA WANITA PERSATUAN ANGGARAN DASAR DHARMA WANITA PERSATUAN ANGGARAN DASAR ANGGARAN DASAR (Lama) (Hasil Munas III) 1 2 PEMBUKAAN PEMBUKAAN Kami, istri pegawai negeri sipil, menyadari sepenuhnya kewajiban kami untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Niar Riska Agustriani, 2014 Peranan komisi nasional hak asasi manusia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak Asasi Manusia (HAM) menurut pasal 1 ayat 1 UU. No. 39 tahun 1999 yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dengan keberadaan manusia sebagai

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 1 PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari : Senin Tanggal : 13 Maret 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai Petitih

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian sistem Politik 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi. 2. Pengertian Politik Politik berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan Deficit Demokrasi. Cut Maya Aprita Sari, S.Sos., M.Soc.Sc Program Studi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan perlindungan dan keamanan internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA YANG BARU DIBENTUK Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

No kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pas

No kementeriannya diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4916 KEMENTERIAN NEGARA. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan Lembaga Kepresidenan adalah sebuah lembaga yang menjadi titik sentral dari pelaksanaan kegiatan pemerintahan di Indonesia, oleh karena

Lebih terperinci

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh: Jamal Wiwoho Disampaikan dalam Acara Lokakarya dengan tema Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR : Evaluasi Terhadap Akuntablitas Publik Kinerja Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE 2014-2019 Tesis Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

JAKARTA, 11 Juli 2007

JAKARTA, 11 Juli 2007 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI PENDAPAT TERHADAP RUU TENTANG PARTAI POLITIK DAN RUU TENTANG SUSDUK MPR, DPR, DPD, DAN DPRD JAKARTA, 11 Juli 2007 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Kantor MPR/DPR RI,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Bab ini bertujuan untuk menjelaskan analisa tesis yang ditujukan dalam menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan hipotesa. Proses analisa yang berangkat dari pertanyaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi yang berjudul Gejolak Politik di Akhir Kekuasaan Presiden: Kasus Presiden Soeharto (1965-1967) dan Soeharto

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN. Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN

KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN. Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisan negara adalah alat kelengkapan atau organisasi pemerintahan negara yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 7 06/07/2009 2:37 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 2001 KEPUTUSAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara penguasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 88 TAHUN 2000 TENTANG KEADAAN DARURAT SIPIL DI PROPINSI MALUKU DAN PROPINSI MALUKU UTARA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR :16/DPR RI/I/ TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR :16/DPR RI/I/ TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR :16/DPR RI/I/2004-2005 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5343 PERTAHANAN. Industri. Kelembagaan. Penyelenggaraan. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 183) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. DEMOKRASI PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. PENGERTIAN, PAHAM ASAS DAN SISTEM DEMOKRASI Yunani: Demos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang berkedaulatan

Lebih terperinci

PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN

PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN PENDAPAT FRAKSI PARTAI BINTANG REFORMASI TERHADAP TENTANG RUU TENTANG PEMILU DPR, DPD, DAN DPRD DAN RUU PEMILU PRESIDEN Disampaikan dalam Rapat Pansus Tanggal : 12 Juli 2007 Juru Bicara : H. RUSMAN HM.

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Fraksi Partai Demokrat DPR-RI Jakarta, 26 November 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

SISTEM POLITIK INDONESIA

SISTEM POLITIK INDONESIA NAMA : VINA RACHMAYA NIM : 124 674 042 PRODI : S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA 2012 KELAS : B SISTEM POLITIK INDONESIA A. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik a. Sistem Sistem menurut pamudji (1981:4)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA BESERTA PENJELASANNYA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang

I. PENDAHULUAN. Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan kebulatan tekad atau komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) lahir dalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang diputuskan

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PIDATO KETUA DPR-RI PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI KE-3 MASA SIDANG II TAHUN SIDANG KAMIS, 1 OKTOBER 2009

PIDATO KETUA DPR-RI PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI KE-3 MASA SIDANG II TAHUN SIDANG KAMIS, 1 OKTOBER 2009 PIDATO KETUA DPR-RI PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI KE-3 MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2009-2010 KAMIS, 1 OKTOBER 2009 0 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru

BAB I PENGANTAR. Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi membawa banyak perubahan pada hampir segala bidang di Republik Indonesia. Suasana keterbukaan pasca pemerintahan Orde Baru menyebabkan arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU

PANCASILA. Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Modul ke: Fakultas MKCU PANCASILA Modul ke: Pancasila dalam Kajian Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia (Lanjutan) Fakultas MKCU Poernomo A. Soelistyo, SH., MBA. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pancasila dalam Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang;

BAB I PENDAHULUAN. informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masyarakat saat ini sedang menghadapi perubahan dari era modern menuju informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; ekonomi, sosial,

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA UMUM FKPPI DALAM ACARA RAPIMPUS FKPPI 2014 "POLA PIKIR FKPPI DALAM MENGABDI PADA KEPENTINGAN RAPAT PIMPINAN PUSAT FKPPI 2014

SAMBUTAN KETUA UMUM FKPPI DALAM ACARA RAPIMPUS FKPPI 2014 POLA PIKIR FKPPI DALAM MENGABDI PADA KEPENTINGAN RAPAT PIMPINAN PUSAT FKPPI 2014 SAMBUTAN KETUA UMUM FKPPI DALAM ACARA RAPIMPUS FKPPI 2014 "POLA PIKIR FKPPI DALAM MENGABDI PADA KEPENTINGAN 1 / 6 BANGSA KHUSUSNYA TENTANG PERLUNYA BERPARTISIPASI AKTIF PADA PEMILU 2014" Proses Demokratisasi

Lebih terperinci

ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009

ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009 DPR RI DAN ASPIRASI MASYARAKAT Minggu, 25 Oktober 2009

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Lembaga Pertahanan nasional, disingkat Lemhannas, yang didirikan

Lebih terperinci

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Kelompok 3 Nama Anggota Kelompok : 1. Dewi nurfitri 2. Fatih 3. Fadri Wijaya 4. Moh. Akmal 5. Rahman Suwito PRODI TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Munas IX GM FKPPI tahun 2012, Jakarta, 24 Februari 2012 Jumat, 24 Pebruari 2012

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Munas IX GM FKPPI tahun 2012, Jakarta, 24 Februari 2012 Jumat, 24 Pebruari 2012 Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Munas IX GM FKPPI tahun 2012, Jakarta, 24 Februari 2012 Jumat, 24 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN MUSYAWARAH NASIONAL

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT 37 BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia Demokrasi adalah bentuk

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5494 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Kepegawaian. Aparatur Sipil Negara. Manajemen. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia ini yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, dimana dalam sistem ini kedaulatan berada ditangan rakyat

Lebih terperinci

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan HAK SIPIL DAN POLITIK (Civil and Political Rights) Oleh: Suparman Marzuki Disampaikan pada PERJAMUAN ILMIAH Tentang Membangun Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi pada abad ke-21 ini, ternyata telah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi pada abad ke-21 ini, ternyata telah terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi pada abad ke-21 ini, ternyata telah terjadi banyak perubahan besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Perubahan tersebut sangat dirasakan

Lebih terperinci