DEPARTEMEN PERTAHANAN - TNI - MASYARAKAT SIPIL: RELASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN DAN TRANSPARANSI IMPLEMENTASI 1
|
|
- Irwan Hermanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DEPARTEMEN PERTAHANAN - TNI - MASYARAKAT SIPIL: RELASI DALAM FORMULASI KEBIJAKAN DAN TRANSPARANSI IMPLEMENTASI 1 T. Hari PRIHATONO 2 Pendahuluan Setelah 10 tahun reformasi berlalu, perdebatan tentang SSR dan CMR di Indonesia masih tetap tak berujung pangkal. Gagasan dan pemikiran yang digunakan sebagai landasan untuk membangun sebuah sistem pertahanan yang proper serta kekuatan militer yang handal kerap kali kandas dan tenggelam di tengah pergumulan berbagai isu seputar ekonomi, kesejahteraan, HAM, dan bencana alam selain, dan sudah barang tentu, faktor incompetency dan less capacity dari institusi dan aktor-aktor yang terkait langsung di bidang pertahanan. Tak jarang berbagai pertimbangan dan perhitungan politik selama 10 tahun belakangan ini justru membelenggu ruang gerak perubahan serta menyebabkan arah perubahan justru berada dalam ketidakpastian. Ketidakpastian itu menjadi semakin kuat, khususnya karena sebenarnya memang tidak banyak terjadi perubahan karakter rejim, baik dari cara memandang dan memahami persoalan, kekuatan-kekuatan dominan dalam sistem politik maupun perilaku birokrasi pemerintahan. Dalam konteks demikian, disadari bahwa kekayaan pemikiran dan kemauan untuk berubah saja belumlah cukup mejadi penggerak utama perubahan. Berbagai regulasi yang telah dihasilkan dan/atau demokratisasi hubungan sipil-militer yang berkembang baru sebatas di atas kertas dan belum terwujud secara nyata dalam kehidupan bernegara. Walau sebagian besar aktor-aktor di bidang pertahanan dan keamanan menyadari betul tentang perubahan lingkungan strategis, ancaman terorisme, globalisasi, dan berbagai hal yang seharusnya memerlukan penyesuaian konseptualisasi dan perwujudannya dalam sistem pertahanan dan keamanan, namun tuntutan demokrasi dan keniscayaan untuk mematuhi nilai-nilai kemanusiaan telah menjadikan negara seakan-akan berada dalam belenggu persoalan yang tidak mudah diurai. Bahkan, perumusan kebijakan pertahanan hingga 10 tahun reformasi ini tidak pernah dapat tuntas menjawab pertanyaan tentang kapan sesuatu menjadi ancaman, bagaimana menghadapinya, dan seberapa besar sumberdaya yang diperlukan untuk itu. Arus demokratisasi yang berkembang pada proses politik untuk menentukan tujuan dan menggunakan sumberdaya nasional tidak dengan sendirinya memberi warna pada perubahan paradigma tentang pertahanan dan keamanan, khususnya terkait dengan tugas-tugas militer. 1 Pengantar diskusi untuk simposium 10 Tahun Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia dengan tema Reformasi TNI dan Departemen Pertahanan RI Pasca Orde Baru di Indonesia, yang diselenggarakan atas kerja sama Lesperssi-HRWG-IDSPS-DCAF, Hotel Sultan - Jakarta Mei Direktur Eksekutif ProPatria Institute. peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 1
2 Padahal, sebagaimana diketahui, kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer merupakan masalah mendasar dalam pengelolaan negara. Selain karena terkait masalah survival of the state dan/atau survival of the nation, juga karena kebijakan itu harus diletakkan dalam koridor transisi demokrasi yang seringkali memberikan sorotan sangat tajam terhadap aspek perlindungan HAM. Sehingga tak bisa dihindari bahwa seluruh kebijakan poltik di bidang pertahanan dan militer tersebut harus menggarisbawahi aspek pertanggungjawaban politik maupun dalam pertautannya dengan lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya. Dephan Dan Formulasi Kebijakan Pertahanan Kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer merupakan suatu intrumen penting untuk menjamin kepastian hukum dan politik tentang pelaksanaan fungsi pertahanan dan penggunaan kekuatan militer dalam mekanisme penyelenggaraan negara demokratis. Oleh karenanya proses penyusunan kebijakan semacam ini hanya dibenarkan dilakukan oleh suatu institusi yang memiliki mandat politik demokratis, dalam hal ini Departemen Pertahanan. Kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer, oleh karenanya, tidak hanya mengatur soal kedudukan, tugas dan kewenangan, tetapi juga bagaimana hubungan interaksi dan koordinasi di antara berbagai institusi politik terkait implementasi kebijakan pertahanan, dan juga bagaimana interaksi berbagai aktor pelaksananya, terutama singgungan aktor militer dengan aktor-aktor non-militer. Dalam konteks inilah seluruh kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer tersebut harus ditempatkan dalam koridor demokrasi yang menegasikan akuntabilitas (batas kewewenangan dan tanggung jawab) secara tegas. Dan oleh karenanya dalam konteks akuntabilitas itu pula menjadi penting untuk mencermati seluruh substansi dari regulasi politik serta kebijakan operasional di bidang pertahanan dan militer. Secara normatif regulasi politik di bidang pertahanan pada umumnya memuat tiga hal, yaitu terkait kewenangan perumusan kebijakan politik, pembinaan kekuatan dan potensi, serta kewenangan penggunaan. Soal kebijakan politik dan aspek operasional ini masing-masing memiliki wilayah akuntabilitas yang berbeda, meskipun juga diakui terdapat prinsip-prinsip umum yang secara universal sama di mana pun. Berbagai kebijakan dengan stratanya masing-masing, dalam konteks Indonesia, dapat dilihat dalam, setidaknya, tiga dokumen utama, yaitu postur pertahanan, doktrin pertahanan, dan strategi pertahanan, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari kebijakan umum di bidang pertahanan negara (jakumhaneg). Selain berbagai kebijakan yang merupakan elaborasi dari jakumhaneg, Departemen Pertahanan juga berkewajiban dan memiliki kewenangan dalam hal penyusunan Buku Putih Pertahanan (Defense White Paper), yaitu suatu pernyataan tentang kebijakan pertahanan yang dimaksudkan untuk menciptakan saling percaya antara Indonesia dengan negara lain. Buku Putih Pertahanan pada intinya memberikan penjelasan secara garis besar tentang, misalnya, posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai tantangan keamanan yang dihadapi, filosofi politik pertahanan Indonesia, kepentingan nasional yang hendak diperjuangkan, juga analisa masalah-masalah keamanan aktual yang dihadapi saat ini hingga beberapa tahun ke depan. Berdasarkan hal-hal itu pula, Buku Putih Pertahanan juga memuat peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 2
3 penjelasan tentang bagaimana rencana Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan pertahanan dan keamanannya, yang sekaligus juga menunjukkan komitmen untuk menjaga keamanan regional dan internasional. Selain itu, Buku Putih Pertahanan juga dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat internasional tentang besaran anggaran pertahanan dan penggunaannya untuk membangun saling percaya bahwa pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia tidak dimaksudkan sebagai upaya untuk mengancam pihakpihak lain, khususnya negara-negara tetangga. Terlepas dari kepentingan dan hubungannya dengan dunia internasional, kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer sekaligus merupakan instrumen legal konstitusional yang akan memberikan kepastian hukum dan politik. Dalam konteks Indonesia, hal ini penting untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer bagi kepentingan politik kekuasaan. Dan oleh karenanya, kebijakan pertahanan terkait dengan tugas dan kewenangan TNI harus pula dielaborasikan dalam bentuk kebijakan militer nasional, yang mencakup pula kebijakan penggunaan TNI baik untuk operasi militer perang maupun untuk operasi militer selain perang, untuk memastikan dterapkannya prinsip-prinsi transparansi dan akuntabilitas secara berjenjang. Relevansi dan Efektivitas Kebijakan Dephan di Bidang Pertahanan dan Militer Di tengah proses transisi demokrasi yang berlangsung sekarang ini, kebijakan politik di bidang pertahanan dan militer masih menjadi hal yang sangat relevan untuk mendapatkan perhatian secara seksama dari berbagai stakeholders. Hal ini mengingat bahwa pengaturan legal konstitusional di bidang pertahanan dan militer selama 10 tahun belakangan ini dirasakan masih saling tumpang tindih dengan pengaturan di bidang lain, khususnya terkait dengan pengaturan di bidang keamanan. Kekaburan pengaturan ini yang kerap kali justru sekarang menciptakan kegamangan baik TNI maupun POLRI dalam bertindak menghadapi berbagai permasalah [keamanan] belakangan ini. Untuk memperjelas berbagai kekaburan itu, diperlukan beragam kebijakan dan instrumen untuk menghadapi ancaman yang beragam dan dalam eskalasi yang berbeda. Sumber-sumber ancaman yang diidentifikasi sangat beragam, baik oleh aktor-aktor di bidang pertahanan maupun keamanan, mulai dari kerusuhan massa, konflik komunal, separatisme, terorisme, radikalisme, illegal fishing, illegal logging, illegal minning dan human trafficking, serta trans-national crimes, perlu penegasan terhadap kewenangan berbagai aktor tersebut. Dan oleh karenanya, selain memerlukan respon kebijakan, juga pendekatan berbeda berdasarkan konteks permasalahannya masing-masing. Dalam lingkup kebijakan pertahanan dan pengembangan kekuatan militer, ketegasan ini pada akhirnya akan membawa implikasi pada strategi pertahanan dan pengembangan kekuatan pertahanan. Walau juga harus diakui bahwa ancaman bukanlah satu-satunya faktor dalam memperhitungkan pengembangan kekuatan pertahanan Indonesia. Posisi geostrategis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua lautan dan menjadi jalur utama lalu lintas internasional, adalah faktor lain yang jauh lebih strategis dalam merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan Indonesia. peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 3
4 Namun masalahnya hingga kini belum ada cetak biru (blue print) bagi rencana perubahan strategi tersebut. Hingga kini Indonesia masih mengembangkan strategi pertahanannya dengan bertumpu pada kekuatan darat (land-based strategy). Bahkan dokumen kebijakan pertahanan yang baru keluar beberapa waktu belakangan ini sekalipun buku putih, doktrin, atrategi, dan postur nampaknya tidak dimaksudkan untuk perubahan itu, namun sebatas pada soal prioritas anggaran bagi upaya modernisasi alutsista AL dan AU yang memang sudah tidak layak pakai. Namun bersamaan dengan itu, ancaman terhadap negara masih tetap dipersepsikan bersumber dari dalam seperti separatisme, pemberontakan bersenjata, konflik komunal, maupun kerusuhan massal sehingga menjustifikasi tetap pentingnya kebijakan tentang pembinaan teritorial seperti di waktu-waktu sebelumnya. Oleh karena itu, ke depan kebijakan pertahanan dan militer akan jauh lebih efektif dan sekaligus menemukan relevansinya jika dilandaskan pada kaji ulang terhadap berbagai kebijakan sebelumnya. Kaji ulang semacam ini diperlukan untuk melihat apakah kebijakan pertahanan di waktu-waktu lalu hingga sekarang ini, yang tetap bertumpu pada kekuatan darat, masih cukup efisien dalam pengembangan kekuatan tempur dan pelaksanaan berbagai operasi TNI? Kaji ulang semacam ini sekaligus juga diharapkan dapat menjawab sejumlah pertanyaan tentang apakah strategi tersebut didasarkan atas kepentingan keamanan nasional, analisa lingkungan strategis dan analisa ancaman, serta apakah strategi tersebut kemudian dijabarkan pada pengembangan kekuatan dan strategi militer. Keterpaduan berbagai kebijakan itu yang nampaknya hingga kini masih menjadi persoalan utama dalam kebijakankebijakan di bidang pertahanan dan militer di Indonesia. Peran Masyarakat Sipil Dalam Formulasi Kebijakan Pertahanan Dalam masa transisi seperti sekarang, dan di tengah belum mapannya sub-sistem di bidang pertahanan dan keamanan, peran masyarakat sipil menjadi sangat penting dan relevan dalam memberikan kontribusi pemikiran, baik berupa hasil-hasil kajian, konsep alternatif, maupun berbagai rekomendasi kebijakan, sebagai upaya mengurai kerancuan kebijakan di bidang pertahanan dan keamanan. Kontribusi semacam ini sangat berarti bukan saja karena dibutuhkan untuk mampu mengurai ketidakjelasan penataan sistem politik (system building), melainkan juga karena terdapat beragam ketidakkonsistenan dan cara pandang yang tidak dapat seluruhnya diakomodasi oleh sistem politik dalam penyelesaian berbagai masalah (problem solving). Keterlibatan instrumen masyaraakat sipil dengan demikian diharapkan dapat lebih mengarahkan bagi pembentukan dan perumusan regulasi politik yang lebih tegas yang ditujukan untuk melindungi instrumen pertahanan dari anasir-anasir politik. Selain karena tumpang tindihnya kebijakan politik di bidang pertahanan dan keamanan seperti yang ada sekarang ini menimbulkan ketidakefektifan bagi upaya kontrol instrumen demokratik terhadap implementasi berbagai kebijakan tersebut. 3 3 Namun demikian, banyak faktor lain yang juga dapat menjelaskan kelemahan implementasi kebijakan pertahanan oleh TNI. Tetapi mungkin yang paling krusial adalah masih dominannya struktur komando TNI terhadap para perwira TNI yang berada di Departemen Pertahanan, ketidakmampuan sipil dalam mengelola peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 4
5 Keterlibatan instrumen masyarakat sipil yang selama 10 tahun belakangan ini lebih banyak diarahkan bagi sejumlah perubahan dari segi pengaturan legislasi, perubahan orientasi kebijakan, strategi operasional maupun struktur organisasi dari instansi-instansi yang bertugas sebagai pelaksana fungsi pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan, ke depan menjadi tidak cukup dan perlu diperluas dan diperkuat. Tuntutan demokratisasi, perubahan konstitusi maupun perumusan ulang sejumlah legislasi yang terjadi selama ini, ke depan mengharuskan kerja-kerja bagi reformasi itu dititikberatkan bagi perubahan paradigma pada instansi-instansi yang secara absah, atas nama negara, dapat menggunakan instrumen pemaksa (coercive), terutama senjata, hukum, dan kegiatan tersembunyi (covert action). Selain itu, keterlibatan instrumen masyarakat sipil ini ke depan menjadi sangat relevan, khususnya dalam konteks untuk mencermati kembali serta mempertegas relasi antara penggunaan kekuatan TNI dan tugas-tugas yang menurut ketentuan perundangan dibebankan kepada TNI. Karena berdasarkan UU No.34/2004, fungsi TNI dalam pelaksanaan tugas pokok, dengan operasi militer perang maupun operasi militer selain perang, dilaksanakan dalam kaitannya dengan tujuan pencegahan, penangkalan, penindakan dan pemulihan. Namun demikian parameter-parameter tersebut tugas pokok, modalitas, dan fungsi operasional hingga kini belum cukup dirinci untuk memperjelas struktur kendali operasi berikut konsekuensi yang menyertainya ketika TNI diikutsertakan dalam pelaksanaan tugastugas tertentu bersama dengan instansi penyelenggara keamanan lainnya. Penutup Hingga saat ini kebijakan politik dan kebijakan operasional di bidang pertahanan dan keamanan masih belum cukup padu baik secara substansi maupun dalam hal hubungan antar institusi dan aktor-aktornya baik di tingkat pusat sampai daerah. Masalah ini masih sangat memerlukan perhatian dan komitmen dari berbagai pihak dengan menempatkannya sebagai salah satu agenda strategis ke depan. Hal ini selain karena merupakan tuntutan politik demokratis, juga karena tujuan bagi kepentingan membangun kekuatan TNI yang profesional dan akuntabel. Dan dalam konteks itu pula maka kehendak untuk membangun kontrol sipil demokratik atas peran-peran militer juga harus dipandang sebagai dan ditempatkan dalam koridor mekanisme checks and balances secara positif. Atas dasar itu, dan berdasarkan berbagai persoalan yang hingga kini masih inhern dalam proses formulasi kebijakan di bidang pertahanan dan militer, beberapa rekomendasi berikut mungkin dapat menjadi suatu pertimbangan bersama bagi upaya penataan ulang terhadap kerangka kerja di bidang reformasi pertahanan dan militer untuk menjawab tantangantantangan mendesak (problem solving) serta bagi upaya pengembangan sistem (system building) ke depan. Dan mungkin dari beberapa rekomendasi ini pula dapat dicermati terkait peran-peran strategis apa ke depan yang bisa dimainkan oleh instrumen masyarakaat sipil, khususnya yang berada di luar jalur pemerintahan dan parlemen. kebijakan pertahanan negara, dan ketidakmampuan negara memberikan anggaran yang cukup kepada TNI yang pada akhirnya justru menyulitkan kontrol terhadap TNI. peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 5
6 Pertama, dari aspek kebijakan teknis; (i) perlu segera dipersiapkan berbagai aturan maupun ketentuan pelaksana, baik dalam bentuk PP, Perpres, dan Kepres, hingga Permen, Kepmen dan Skep Panglima TNI bagi upaya mendukung pelaksanaan tugas-tugas TNI, sebagaimana tercakup dalam peraturan perundangan yang ada untuk dapat menjamin bahwa seluruh proses perubahan tersebut tidak berlangsung di ruang hampa (in vacum); (ii) perlu segera disiapkan SOP (standard operating procedure) baik pada tingkatan strategis maupun taktis dan teknis untuk dapat menjamin adanya minimum respons berdasarkan apa yang bisa dilakukan secara bertingkat. Kedua, dari aspek kebijakan politik; dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut: (i) mendorong institusionalisasi perubahan budaya politik sebagai wujud konkrit terhadap perubahan paradigma (paradigm sift) seluruh aparat di bidang pertahanan dan militer; (ii) menegaskan pentingnya integralisasi mekanisme respon berbagai persoalan sebagai upaya membangun sistem pemerintahan yang efektif; (iii) menyiapkan berbagai indikator yang diperlukan bagi dilakukannya efisiensi dan transparansi dalam penggunaan national resources; (iv) menyiapkan berbagai konsep alternatif bagi upaya mengatasi kesenjangan kapabilitas TNI dengan mengembangkan postur TNI yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan pertahanan dengan mendasarkan pada perkiraan ancaman yang ada. Ketiga, dari aspek regulasi dan kebutuhan pengembangan sistem (system building); untuk jangka panjang, nampaknya tidak satupun dari sejumlah persoalan itu dapat diselesaikan tanpa pembuatan perundang-undangan baru dan/atau penyesuaian (sinkronisasi) terhadap berbagai undang-undang yang sudah ada. Dalam konteks ini, elemen masyarakat sipil perlu membuka kembali wacana tentang keamanan nasional dengan sekaligus menyiapkan berbagai konsep alternatif untuk mengakhiri berbagai ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum, sekaligus untuk kembali melakukan penataan ulang peran, fungsi, kewenangan, tugas dan tanggung jawab seluruh institusi di bidang keamanan nasional sebagai prasyarat mutlak bagi upaya membangun stabilitas nasional secara lebih terintegrasi. Jakarta / 28 Mei 2008 peran dephan dalam formulasi kebijakan (mekanisme transparansi) dan hubungannya dengan tni 6
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara merupakan salah satu fungsi
Lebih terperinciBAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciBAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan
BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI A. Pendahuluan Salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah penataan tata
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciMEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)
MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperincidalam membangun kekuatan pertahanan mengedepankan konsep pertahanan berbasis kemampuan anggaran (capability-based defence) dengan tetap
BAB V PENUTUP Sejak reformasi nasional tahun 1998 dan dilanjutkan dengan reformasi pertahanan pada tahun 2000 sistem pertahanan Indonesia mengalami transformasi yang cukup substansial, TNI sebagai kekuatan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA TAHUN 2010-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang
Lebih terperinciBAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA
LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR : 7 TAHUN 2008 TANGGAL : 26 JANUARI 2008 KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA A. UMUM. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha untuk
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pertahanan
Lebih terperinciKERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN
LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa penyelenggaraan pertahanan
Lebih terperinciBAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI
BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para
Lebih terperinciMI STRATEGI
------...MI STRATEGI KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku "Strategi Pertahanan Negara" yang merupakan salah satu dari produk-produk strategis di bidang pertahanan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS (RENSTRA)
RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada. dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep keamanan nasional dalam RUU Keamanan Nasional pada dasarnya telah menerapkan konsep keamanan non tradisional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek: a. Origin
Lebih terperinciKabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011
DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang dalam tulisan ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan, sarana kepegawaian memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting. Arti penting dari sarana kepegawaian tersebut oleh
Lebih terperinciPOLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK
POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program
Lebih terperinciBAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH
BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2015-2019 ditetapkan melalui Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Sekretariat Negara Tahun 2015-2019 ditetapkan melalui Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 6 Tahun 2015 tentang
Lebih terperinciSAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto
// SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto PADA RAPAT KONSOLIDASI PEMERINTAHAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, {6 Mei 2001 Pendahuluan Setelah hampir 5 (lima) bulan sejak dicanangkannya
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor
BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik
Lebih terperinciCATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS
CATATAN TANGGAPAN TERHADAP RUU KAMNAS Prof. Dr. Farouk Muhammad I. Naskah Akademik 1. Penyusunan norma (Bab II.A) didasarkan pada hakekat kepentingan nasional dan kesejahteraan nasional serta kepentingan
Lebih terperinciPEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi
PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi I. Pendahuluan Kontroversi dan pro kontra berkaitan dengan pembahasan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) memasuki babak baru. Tarik menarik dan penolakan
Lebih terperinciproses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Mencari Format Pemilihan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Yang Demokratis Dalam Rangka Terwujudnya Persatuan Dan Kesatuan Berdasarkan UUD 1945 di Fakultas
Lebih terperinciMEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)
MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2) ABSTRAK Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar, selama ini
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan
Lebih terperinciACUAN KONSTITUSIONAL SISTEM PERTAHANAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1
ACUAN KONSTITUSIONAL SISTEM PERTAHANAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1 LANDASAN KONSTITUSIONAL Sebagaimana ditentukan dalam Alinea ke-iv Pembukaan UUD 1945, tujuan pembentukan Pemerintahan
Lebih terperinciIndependensi Integritas Profesionalisme
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA I. UMUM Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain proses reformasi sektor publik, khususnya reformasi pengelolaan keuangan daerah
Lebih terperinciLKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Organisasi Penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam sebuah organisasi pemerintahan merupakan elemen penting dan prinsip utama untuk mendukung lahirnya sebuah tata kelola
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dessy Pricilla, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berita merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan berdemokrasi. Rivers (Effendy, 2004: 147) menempatkan media massa sebagai fourt estate (kekuasaan
Lebih terperinciTEMA: PERAN DPR-RI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DAN DEMOKRASI DI INDONESIA. Kamis, 12 November 2009
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR-RI PADA ACARA ULANG TAHUN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FISIPOL) KE-15 UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA DAN DIES NATALIS KE-56 UNIVERSITAS
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia. Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia.
Pendahuluan Ringkasan Eksekutif Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia Disusun oleh: Jaringan Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Kehutanan
Lebih terperinciIndependensi Integritas Profesionalisme
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 86, 2012 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Kebijakan. Sistem Informasi. Pertahanan Negara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana
Lebih terperinciAIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM
AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM Latar Belakang Respon penanggulangan HIV dan AIDS yang ada saat ini belum cukup membantu pencapaian target untuk penanggulangan HIV dan AIDS
Lebih terperinciBAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA PUSANEV_BPHN. ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si
ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM TERKAIT DENGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA ANANG PUJI UTAMA, S.H., M.Si ISU STRATEGIS BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM RPJMN 2015-2019 PENINGKATAN KAPASITAS DAN STABILITAS
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang TNI sebagai kekuatan Sosial Politik
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN
BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara
Lebih terperincidigunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I A. Latar Belakang Tahun 2015 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 2019. Periode ini ditandai dengan fokus pembangunan pada pemantapan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER
145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik
Lebih terperinciPROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL. Oleh: Al Araf
PROBLEMATIKA RUU KEAMANAN NASIONAL Oleh: Al Araf WHAT IS SECURITY? 1. Security = Securus (Latin) = terbebas dari bahaya, terbebas dari ketakutan, terbebas dari ancaman. 2. Dua Pendekatan: a) Traditional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam
Lebih terperinciINTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Intelijen negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM
KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DISKUSI PUBLIK MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK) Denpasar Bali, 10 Agustus 2016 Pocut Eliza, S.Sos.,S.H., M.H. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional
Lebih terperinciPROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at
PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya
Lebih terperinciArah Kebijakan Keuangan Daerah
XXI Arah Kebijakan Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinciSelasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan
Lebih terperinciBAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah
Lebih terperinciBAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA Keberadaan BKN secara yuridis formal termuat di dalam Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1
ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial
Lebih terperinciPUSANEV_BPHN OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK)
OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK) PUSANEV_BPHN Oleh: Bidang POLHUKAMPEM Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN FOKUS RPJM 2015-2019 Fokus Pokja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan
Lebih terperinciPOLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA:
MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN BEDAH BUKU POLITICS AND GOVERNANCE IN INDONESIA: THE POLICE IN THE ERA OF REFORMASI (RETHINKING
Lebih terperinciGood Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
PENERAPAN KONSEP GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI A. Latar Belakang Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai
Lebih terperinciNaskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun:
Naskah Akademik Struktur Organisasi TNI Masa Depan Tim Penyusun: Andi Widjajanto Edy Prasetyono Hargyaning Tyas Heru Cahyono Ikrar Nusa Bhakti Kusnanto Anggoro M. Hamdan Basyar Moch. Nurhasim Riza Sihbudi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI
LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI Tanggal : 26 Nopember 2010 Nomor : 6 Tahun 2010 Tentang : TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN
Lebih terperinciMENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015)
MENEGAKKAN KEDAULATAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN MENUJU NEGARA MARITIM YANG BERMARTABAT (KOMISI KEAMANAN) (Forum Rektor Indonesia 2015) Oleh: Sudirman (Rektor UHT) KATA KUNCI: 1.NEGARA KEPULAUAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan
Lebih terperinci2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu
No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciB. Maksud dan Tujuan Maksud
RINGKASAN EKSEKUTIF STUDI IDENTIFIKASI PERMASALAHAN OTONOMI DAERAH DAN PENANGANANNYA DI KOTA BANDUNG (Kantor Litbang dengan Pusat Kajian dan Diklat Aparatur I LAN-RI ) Tahun 2002 A. Latar belakang Hakekat
Lebih terperinciREPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU
Lebih terperinciBUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum tingkat pelayanan publik di Indonesia saat ini masih rendah. Sementara pelayanan publik bukanlah suatu hal yang baru. Terdapat beberapa hal yang menunjukkan
Lebih terperinciRENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011
LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
Lebih terperinciBAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN
BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang pertama, yaitu
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
Lebih terperinciRINGKASAN. vii. Ringkasan
RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.
Lebih terperinciBAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN
BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN A. Alasan Perlunya Perubahan Sudah menjadi kecenderungan umum, bahwa hukum akan selalu terlambat dari perkembangan masyarakat. Demikian pula dengan kemampuan
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA B adan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Probolinggo menjalankan amanat Misi Kedua dari RPJMD Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 2018 yaitu MEWUJUDKAN MASYARAKAT
Lebih terperinciPRESENTASI DARI MENTERI PERTAHANAN RI DI GEDUNG DEPARTEMEN PERTAHANAN Senin, 04 Pebruari 2008
PRESENTASI DARI MENTERI PERTAHANAN RI DI GEDUNG DEPARTEMEN PERTAHANAN Senin, 04 Pebruari 2008 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRESENTASI DARI MENTERI PERTAHANAN RI DI GEDUNG DEPARTEMEN
Lebih terperinciKEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA
2012, No.86 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA 1. Latar Belakang.
Lebih terperinciRENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa
Lebih terperinciRelevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2
Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1 Tunjung Sulaksono 2 A. Pendahuluan Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek dan dimensi
Lebih terperinciKEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
KEDUDUKAN KONSTITUTIONAL KEPOLISIAN DALAM TATA-PEMERINTAHAN NEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Setiap negara selalu mempunyai fungsi kepolisian untuk kepentingan perlindungan dan keamanan internal
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci