BAB 2 LANDASAN TEORI. Hidup yang berada dalam ketenangan dan kedamaian dalam waktu yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI. Hidup yang berada dalam ketenangan dan kedamaian dalam waktu yang"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI Stres Hidup yang berada dalam ketenangan dan kedamaian dalam waktu yang terlalu lama dapat menimbulkan rasa jemu. Rasa jemu yang berlebihan bisa menumbuhkan stres bagi seseorang (Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Ernest R. Hilgard, 1991). Stres bisa menimpa siapa saja dan di mana saja. Banyak penelitian telah membahas mengenai stres. Para peneliti juga mengartikan stres dengan berbagai definisi. Dari tahun ke tahun, penelitian yang membahas mengenai stres telah dilakukan. Pada awal abad ke-14, peneliti mengartikan stres sebagai suatu kesulitan, ketegangan dan penderitaan. Pada abad-17, Hooke menggunakan istilah stres dalam konteks ilmu fisik, dimana stres dapat mempengaruhi kondisi fisik karyawan (Lazarus dan Folkman, 1984). Pada tahun 1936, Hans Selye mengartikan stres sebagai suatu susunan pertahanan diri seseorang dalam menghadapi stimulus berbahaya (termasuk ancaman psikologis), reaksi pertahanan diri tersebut disebut dengan General Adaptation Syndrome (Lazarus dan Folkman, 1984). Konsep stres tidak hanya ada dalam konteks ilmu fisik. Pada tahun 1977, Hinkle melakukan evolusi konsep stres dan memasukkan istilah stres ke dalam konteks ilmu biologi (Lazarus dan Folkman, 1984). Konsep stres dalam ilmu biologi menjabarkan stres berupa reaksi seseorang akan situasi dinamis. Lebih lengkapnya, 6

2 Hinkle (1977) menggunakan kata stres untuk mengindikasi suatu posisi dimana manusia mampu berinteraksi dengan keadaan atau stimulus berbahaya pada situasi dinamis (Lazarus dan Folkman, 1984). Wolff (1953) menekankan bahwa situasi dinamis melibatkan adaptasi pada tuntutan (Lazarus dan Folkman, 1984). Lazarus dan Folkman (1984) menyimpulkan bahwa stres pada ilmu fisika diartikan sebagai ketidakberdayaan tubuh seseorang dalam menghadapi beban dari lingkungannya, sedangkan stres dalam ilmu biologi diartikan sebagai proses pertahanan diri, dimana manusia berjuang untuk mengatur stres yang dialaminya. Konsep situasi dinamis tidak digunakan oleh Lazarus dan Folkman dalam mengartikan stres. Hal ini dikarenakan konsep tersebut tidak mencakup pembahasan mengenai coping stress, penyakit dan kesulitan yang dialami akibat stres dirasakan individu tersebut (Lazarus dan Folkman, 1984). Di tahun 1984, Lazarus dan Folkman mendefinisikan stres berupa ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dan kemampuan seseorang. Seseorang yang mengalami stres akan melakukan penilaian terhadap lingkungannya, melebihi kemampuan yang dimilikinya atau bahkan mengancam kesejahteraannya (Lazarus dan Folkman, 1984). Dengan adanya stres, manusia mampu memperlihatkan keunikan dirinya dalam mengahadapi stres yang dirasakannya masing-masing (Lazarus dan Folkman, 1984). Peneliti lain juga beranggapan bahwa tuntutan lingkungan mempengaruhi stres yang dirasakan seseorang. Pada konteks organisasi, Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007) menyebutkan stres dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan stres sebagai kondisi dinamis dimana 7

3 seseorang berhadapan dengan kesempatan, demands, atau sumber yang berhubungan dengan apa yang diinginkan seseorang, dimana hasilnya merupakan sesuatu yang penting, namun tidak pasti. Stres berkaitan dengan demands dan sumber-sumber yang berhubungan dengan apa yang diinginkan seseorang. Sumber-sumber tersebut berupa segala sesuatu yang dapat dikontrol seseorang dan bisa digunakan untuk menyelesaikan demands (Robbins dan Judge, 2007). Menurut Robbins dan Judge (2007) demands dalam konteks organisasi dapat berupa tanggungjawab, tekanan, obligasi, dan segala ketidakpastian yang dihadapi seseorang di lingkungan pekerjaan. Stres juga dapat dilihat melalui sudut pandang berbeda. Pandangan lain menyebutkan tiga macam pendekatan mengenai stres. Penelitian Kessler, Price, dan Wortman (1985) menemukan tiga pendekatan mengenai stres, yaitu : stressor sebagai stimulus, stres sebagai suatu transaksi, dan stres sebagai respon (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Kessler, Price, dan Wortman (1985) menjelaskan bahwa pendekatan yang memandang stressor sebagai stimulus fokus pada bagaimana seseorang mengidentifikasikan peristiwa-peristiwa stres yang dialaminya. Pada pendekatan yang memandang stressor sebagai stimulus melihat sebuah peristiwa dinilai menyebabkan mereka sangat stres atau tidak (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Pendekatan kedua yaitu pendekatan yang menganggap stres sebagai suatu transaksi. Kessler, Price, dan Wortman (1985) menjelaskan bahwa pendekatan yang menganggap stres sebagai suatu transaksi fokus pada bagaimana seseorang 8

4 melakukan interpretasi dan menghadapi peristiwa-peristiwa stres yang dialaminya (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009).. Pendekatan terakhir yaitu pendekatan yang menganggap stres sebagai respon. Kessler, Price, dan Wortman (1985) menjelaskan bahwa pendekatan yang menganggap stres sebagai respon fokus pada penilaian psikologis dan reaksi fisik seseorang terhadap stres (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Ketiga pendekatan tersebut memandang stres secara berbeda, namun penelitian ini melihat sudut pandang stres sebagai suatu transaksi. Pada stres sebagai suatu transaksi, individu melakukan penilaian ketika dihadapkan pada situasi tertentu (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Lazarus dan Folkman (1984) menemukan bahwa seseorang melakukan dua tahap penilaian terhadap suatu peristiwa (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa pada penilaian primer (primary appraisal), terdapat empat jenis penilaian yang dapat dilakukan individu terhadap peristiwa yang dihadapinya, yaitu : situasi berbahaya (harm), situasi kehilangan (loss), situasi menantang (challenge), dan situasi yang tidak berbahaya (benign) bagi dirinya. Selanjutnya, pada tahap kedua, Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan bahwa penilaian sekunder (secondary appraisal) terjadi bila seseorang mulai memikirkan mengenai apa yang dapat diperbuatnya untuk menghadapi situasi yang telah ia nilai pada penilaian pertama. Setelah melakukan penilaian terhadap suatu peristiwa, individu menentukan tindakan selanjutnya. Proses kognitif pada individu, berperan dalam menentukan tindakan selanjutnya yaitu, penilaian situasi yang dianggap mengancam atau berbahaya dan proses 9

5 penilaian ini berpengaruh pada pemilihan strategi coping stress (Lazarus dan Folkman, 1984). Penelitian ini menggunakan pendekatan stres sebagai suatu transaksi karena sejalan dengan teori utama yang digunakan dalam penelitian, yaitu teori stres yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut teori mengenai salah satu macam stres, yaitu stres kerja Stres Kerja Manusia selaku karyawan dalam suatu perusahaan melakukan proses kerja (Munandar, 2001). Menurut Munandar (2001), proses kerja tersebut berupa mengolah materi/bahan baku dengan mesin dan metode yang dimiliki perusahan. Karyawan berkemungkinan mengalami stres yang merupakan akibat atau hasil dari proses bekerja dalam perusahaan (Munandar, 2001). Munandar (2001) mengemukakan bahwa sebagian besar stressor berasal dari pekerjaan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Ross dan Altimer (1994) mendefinisikan stres kerja berupa stres yang timbul akibat tekanan di tempat kerja. Menurut Ross dan Altimer (1994), stres tersebut sebagai hasil interaksi kondisi karyawan dengan karakteristik masing-masing karyawan, dimana terdapat tuntutan karyawan yang berlebihan. Definisi lain mengenai stres kerja, juga mengkaitkan individu dengan lingkungannya. Brousseau dan Prince (1981) mengartikan stres kerja sebagai suatu keadaan psikologis karyawan yang tidak menyenangkan untuk bekerja karena karyawan merasa terancam di lingkungan kerjanya (dalam Purwono, 2006). Begitu 10

6 pula dengan pendapat Arsenault dan Dolan (1983) bahwa stres kerja merupakan kondisi psikologis yang. tidak menyenangkan yang ditimbulkan karena karyawan merasa terancam, hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara individu dengan tuntutan pekerjaan (dalam Purwono, 2006). Shin (1984) juga mengartikan stres kerja sebagai kondisi lingkungan kerja yang bersifat negatif seperti konflik peran dan kurangnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (dalam Purwono, 2006). Sejalan dengan pernyataan diatas, masalah pekerjaan menjadi salah satu peristiwa yang membuat seseorang merasa stres. Holmes dan Rahe (1967) menyusun skala stres (Social Readjustment Rating Scale) dari peristiwa yang membuat seseorang merasa stres. Stres di tempat kerja menjadi bagian dalam SRRS (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan menjadi bagian dari peristiwa yang dapat menyebabkan individu mengalami stres. Peneliti ingin melihat tingkat stres kerja yang dialami karyawan di kantor pusat Adira Insurance. Peneliti berasumsi bahwa kantor pusat Adira Insurance merupakan perusahaan dengan tekanan kerja yang tinggi, dimana menurut Bass dan Gerald (1981), persaingan bisnis merupakan salah satu stressor. Peneliti juga berasumsi bahwa tekanan kerja yang tinggi dikarenakan kantor pusat Adira Insurance bertanggung jawab mengontrol kegiatan kantor-kantor cabanng yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia dan memiliki divisi usaha lebih dari satu. Untuk memastikan bahwa karyawan yang bekerja di kantor pusat Adira Insurance 11

7 mengalami stres, peneliti akan mengukur tingkat stres kerja yang dialami karyawan di kantor pusat Adira Insurance Sumber Stres Kerja Lazarus dan Folkman (1984) menyebutkan bahwa stres dipengaruhi oleh faktor tuntutan lingkungan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stephen dan Timothy (2007) menemukan faktor-faktor yang menjadi penyebab stres seseorang. Semua faktor tersebut terdiri dari faktor lingkungan, organisasi dan pribadi. Stephen dan Timothy (2007) menyebutkan bahwa sumber-sumber pada stres kerja bisa terjadi karena faktor lingkungan, organisasi dan pribadi. Sumber-sumber stres kerja menurut Stephen dan Timothy (2007), yaitu: 1. Faktor lingkungan Faktor Lingkungan merupakan faktor-faktor ketidakpastian yang terjadi diluar lingkungan organisasi, namun mempengaruhi struktur organisasi dan tingkat stres kerja yang karyawan didalamnya. Terdapat tiga macam yang termasuk dalam faktor lingkungan, yaitu : a. Ketidakpastian politik suatu negara, b. Perubahan siklus bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi, c. Inovasi teknologi yang pesat menyebabkan keterampilan dan pengalaman karyawan tidak digunakan lagi. 12

8 2. Faktor organisasi Faktor organisasi merupakan faktor-faktor di dalam suatu organisasi yang dapat mempengaruhi stres kerja karyawan. Terdapat tiga macam bentuk tuntutan yang termasuk dalam faktor organisasi, yaitu : a. Tuntutan tugas, misalnya otonomi, kondisi kerja, tata letak karyawan. b. Tuntutan peran yang menempatkan karyawan pada peran tertentu di perusahaan dapat menyebabkan konflik peran yang sulit diselesaikan. Konflik peran tersebut, seperti ketidakcocokkan dengan harapan karyawan yang menjalankan peran, kebingungan peran atau tidak diberitahu dengan pasti peran yang dijalaninya dalam perusahaan tersebut. c. Tuntutan interpersonal yang terjadi dengan rekan kerja (hubungan sosial yang buruk dengan rekan kerja). 3. Faktor pribadi Faktor pribadi merupakan faktor-faktor di dalam diri karyawan atau masalah yang dihadapi karyawan diluar masalah pada pekerjaan. Faktor pribadi, yaitu : a. Masalah keluarga (perceraian, masalah kedisipilinan dengan anak, dan lainnya), b. Masalah ekonomi (mengatur pengeluaran dan tabungan) 13

9 c. Kepribadian karyawan dapat menjadi asal dari gejala stres yang timbul. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja yang dialami karyawan dapat disebabkan masalah di luar bahkan di dalam organisasi. Sumber stres kerja yang dikarenakan faktor organisasi juga dikemukakan oleh Munandar (2001). Munandar (2001) mengelompokkan faktor- faktor penyebab stres dalam organisasi, yaitu: 1. Faktor- faktor intrinsik dalam pekerjaan Meliputi tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik berupa bising, vibrasi (getaran), higene. Sedangkan tuntutan tugas mencakup: 1. Kerja shift atau kerja malam 2. Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi, siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut. 3. Beban kerja Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. 4. Paparan terhadap risiko dan bahaya Risiko dan bahaya dikaitkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber stres. Makin besar kesadaran akan 14

10 bahaya dalam pekerjaannya makin besar depresi dan kecemasan pada tenaga kerja. 2. Peran individu dalam organisasi Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan- aturan yang ada dan sesuai yang diharapkan atasannya. Namun, tenaga kerja tidak selalu berhasil memainkan perannya sehingga timbul konflik dengan peran yang dijalankan dan kebingungan akan peran yang dijalankannya. 3. Ketidakpastian Pengembangan karier Ketidakpastian Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi yang kurang. 4. Hubungan dalam pekerjaan Menjalankan kehidupan dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang dapat menyebabkan stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. 5. Struktur dan iklim organisasi Kepuasan dan ketidakpastian kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang ditemui terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau barperan serta dalam organisasi. 15

11 6. Tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa- peristiwa kehidupan dan kerja didalam satu organisasi dan dengan demikian memberikan tekanan pada individu. Isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan- keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya. 7. Ciri individu Individu menilai stres yang dirasakannya. Penliaian itu tergantung dari sejauhmana ia melihat situasinya sebagai situasi yang penuh stres atau situasi yang tidak stres. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja dapat disebabkan oleh faktor pekerjaan, faktor organisasi dan faktor kepribadian seseorang. Bernard M. Bass dan Gerald V. Barret (1981) juga berpendapat bahwa sumber stres disebabkan oleh faktor diluar lingkungan organisasi. Bass dan Gerald (1981) mengemukakan bahwa, karyawan bisa saja ditempatkan pada situasi/lingkungan yang memaksa mereka untuk melakukan pekerjaan dengan keadaaan stres, namun stres yang dirasakannya berbeda-beda. Stres bisa saja dipengaruhi oleh kepribadian seseorang. Sejalan dengan pernyataan tersebut, hasil penelitian Primaldhi (2006) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif 16

12 antara trait kepribadian neuroticism dengan emotion-focused coping. Hal ini membuktikan bahwa faktor kepribadian menjadi salah satu sumber stres dan berhubungan dengan strategi coping yang digunakan. Fokus penelitian ini pada stres yang dialami karyawan sebagai akibat interaksi dengan faktor organisasi. Penelitian ini menggunakan teori sumber stres kerja yang dikemukakan oleh Stephen dan Timothy (2007) yang melihat faktor utama stres kerja yang disebabkan oleh faktor-faktor di dalam organisasi yang mempengaruhi stres kerja karyawan. Penelitian ini berfokus pada faktor tuntutan tugas, tuntutan peran yang menempatkan karyawan pada peran tertentu di perusahaan dapat menyebabkan konflik peran yang sulit diselesaikan, dan tuntutan interpersonal. Peneliti membuat alat ukur dari teori teori sumber stres kerja yang dikemukakan oleh Stephen dan Timothy (2007) yang digunakan sebagai informasi tambahan guna melihat sumber stres kerja yang terjadi di kantor pusat Adira Insurance Gejala Stres Kerja Stres kerja yang dialami oleh karyawan memilliki gejala-gejala tertentu. Gejala-gejala dari stres tersebut ada yang tampak secara langsung dan tidak langsung, bahkan ada yang mempengaruhi kesehatan karyawan yang mengalami stres tersebut. Berikut ini penjelasan mengenai gejala-gejala stres kerja karyawan. Robbins dan Coulter (2007) merumuskan secara singkat tiga gejala stres. Tiga gejala stres ini mirip dengan gejala stres yang dikemukakan oleh Beehr dan Newman, yaitu gejala fisik, psikologis dan perilaku (lihat pada Gambar 2. 1). 17

13 Gambar 2. 1 Gejala Stres Gejala Fisik Perubahan metabolisme tubuh, tekanan darah tinggi, sakit kepala, dan berpotensi mengalami serangan jantung. Gejala Psikologis Ketidakpuasan kerja, mengalami tekanan, kecemasan, cepat marah, merasa bosan, dan menunda pekerjaan. Gejala Stres Gejala Perilaku Perubahan produktivitas, perubahan pola makan, gelisah, peningkatan penggunaan alkohol dan rokok, serta gangguan tidur. Sumber : Robbins dan Coulter (2007) Beehr dan Newman (1978) membuat tiga kategori gejala-gejala stres kerja yang dialami karyawan (dalam Ross dan Altmaier, 1994). Berikut ini akan membahas tiga kategori gejala-gejala stres kerja yang dialami karyawan. Gejalagejala berikut ini disebutkan bukan berdasarkan urutan/peringkat, namun hanya sebuah pengelompokkan. Beehr dan Newman (1978) menyebutkan gejala stres kerja yang pertama yaitu gejala psikologis (dalam Ross dan Altmaier, 1994). Gejala psikologis berupa segala masalah emosi dan kognitif selama karyawan berada dalam kondisi stres kerja (Beehr dan Newman, dalam Ross dan Altmaier, 1994). Beehr dan Newman (1978) menyebutkan bahwa karyawan yang mengalami stres kerja menunjukkan ketidakpuasan terhadap pekerjaannya dan karyawan tersebut tidak mengerjakan pekerjaannya dengan baik, serta menunjukkan gejala-gejala tambahan seperti depresi, kecemasan, frustasi dan marah (dalam Ross dan Altmaier, 1994). 18

14 Gejala kedua yang disebutkan oleh Beehr dan Newman (1978) yaitu gejala fisik (dalam Ross dan Altmaier, 1994). Beehr dan Newman (1978) mengemukakan bahwa gejala fisik sulit didefinisikan karena selain faktor pekerjaan, sangat berkemungkinan faktor-faktor lain mempengaruhi kondisi fisik seseorang (dalam Ross dan Altmaier, 1994). Namun, berbagai macam penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan yang konsisten antara stres kerja dengan gejala-gejala fisik dan penyakit tertentu, misalnya penyakit cardio-vascular disease, alergi, sakit kepala, gangguan tidur dan penyakit pernapasan (Ross dan Altmaier, 1994). Gejala terakhir yang disebutkan oleh Beehr dan Newman (1978) yaitu gejala perilaku (dalam Ross dan Altmaier, 1994). Gejala perilaku terbagi menjadi dua kategori, yaitu gejala yang dialami karyawan yang mengalami stres kerja dan gejala yang berdampak di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja (Beehr dan Newman, dalam Ross dan Altmaier, 1994). Gejala perilaku yang dialami karyawan yang mengalami stres kerja seperti, menolak pekerjaan, meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang yang digunakan oleh karyawan, terlalu banyak makan atau terlalu sedikit makan, perilaku agresi pada rekan kerja atau anggota keluarga dan masalah hubungan interpersonal lainnya (Beehr dan Newman, dalam Ross dan Altmaier, 1994). Gejala yang berdampak di perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja misalnya, banyaknya angka absen karyawan dari pekerjaannya, karyawan keluar dari perusahaan dan berkurangnya produktivitas perusahaan (Beehr dan Newman, dalam Ross dan Altmaier, 1994). Berdasarkan gejala-gejala stres kerja diatas, dapat disimpulkan bahwa gejala-gejala stres kerja tersebut dapat diukur dan dapat diobservasi (Ross dan 19

15 Altmaier, 1994). Sejalan dengan pendapat tersebut, Robbins dan Coulter (2007) mengemukakan bahwa karyawan yang mengalami stres kerja akan menunjukkan perilaku tertentu. Stres kerja yang dialami karyawan membuat karyawan menjadi depresi, rawan mengalami kecelakaan saat kerja, sulit membuat keputusan, sulit berkonsentrasi saat kerja (Robbins dan Coulter, 2007). Berdasarkan dua teori diatas, dapat disimpulkan bahwa gejala stres dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan perilaku karyawan yang mengalami stres. Penelitian ini berfokus pada gejala stres yang mempengaruhi perilaku karyawan yang mengalami stres di tempat kerja. Penelitian ini akan menggunakan kategori gejala stres yang dikemukakan oleh Robbins dan Coulter (2007) dalam menjelaskan mengenai stres kerja yang dialami karyawan di kantor pusat Adira Insurance Dampak Stres Kerja Stres kerja juga bisa berdampak baik dan buruk. Selye (1974) membedakan distress sebagai stres yang mengarahkan pada kondisi negatif dan eustress sebagai kekuatan postif untuk mengarahkan pada hasil kerja yang baik (dalam Munandar, 2001). Penelitian ini berfokus pada stres yang mengarahkan seseorang pada kondisi negatif (distress). Kondisi negatif akibat stres kerja tidak hanya mempengaruhi kondisi psikis karyawan, namun kondisi fisiknya juga ikut dipengaruhi (Bass dan Gerald, 1981). Sejalan dengan pernyataan tersebut, di Jepang tercatat 12 chief executive officer (CEO) meninggal dan kebanyakan disebabkan oleh beberapa stressor, seperti 20

16 budaya karyawan di Jepang yang perfectionis, workaholic, persaingan bisnis dan kebiasaan makan yang buruk (dalam Dubrin, 1990). Tidak hanya para chief executive officer yang memperoleh dampak psikis yang negatif, penelitian lain melaporkan bahwa karyawan pada level staff dan first-level supervisors juga dapat mengalami stres (Bass dan Gerald, 1981). Stres yang mereka alami menyebabkan mereka dua kali lebih rentan terkena penyakit jantung dibandingkan para top level pada perusahaan (Bass dan Gerald, 1981). Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa karyawan dari level manapun berkemungkinan mengalami stres yang mempengaruhi kondisi fisiknya. Kondisi fisik dan psikis karyawan dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. Penelitian Blix, Cruise, Mitchell dan Blix (1994) menyebutkan menurunnya produktivitas kerja karyawan dan ketidakhadiran karyawan berkaitan dengan stres (dalam Primaldhi, 2006). Kerugian akibat stres yang dialami Karyawan juga dialami di Inggris, perekonomian Inggris kehilangan hari kerja setiap tahun karena stres di tempat kerja (dalam Knox, 2009). Di North East England diperkirakan terdapat kasus stres kerja pada tahun 2008 (dalam Knox, 2009). Penelitian lain juga menemukan adanya dampak stres pada kondisi kesehatan karyawan. Berdasarkan penelitian Warwick University, stres saat ini memiliki dampak yang sangat merusak produktivitas karyawan (dalam Woollard, 2009). Penyakit yang diderita karyawan 44% disebabkan masalah yang berhubungan dengan kondisi psikis karyawan (dalam Woollard, 2009). Menurut Woollard (2009), organisasi sebaiknya melakukan penilaian sifat dan skala dari 21

17 masalah yang menyebabkan ketidaknyamanan kerja, melakukan pemeriksaan stres atau menggabungkan penilaian dalam survei tahunan karyawan. Berdasarkan berbagai penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres bisa berdampak negatif bagi karyawan dan kerugian bagi perusahaan. Maka dari itu, diperlukan penanggulangan stres kerja untuk menghindari kerugian tersebut. Sebagai langkah awal penanggulangan stres kerja, perlu diadakan penyelidikkan mengenai stres kerja. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai coping stress Coping Stres Manusia menjalani kehidupan sehari-hari dengan aktivitas yang beragam. Beragamnya aktivitas bisa menimbulkan beragam tuntutan. Usaha kognitif dan tindakan untuk mengelola tuntutan dari luar dan/atau dalam diri individu yang merugikan inilah yang disebut coping oleh Lazarus dan Folkman (1984). Menurut Aldwin (1994), manusia tidak hanya menerima tuntutan dari lingkungan secara pasif buktinya adalah manusia melakukan coping (dalam Primaldhi, 2006). Sejalan dengan pernyataan diatas, Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf (2009) mengemukakan bahwa individu secara aktif dapat menghilangkan stres dengan mengontrol situasi. Terdapat berbagai macam kontrol situasi stres. Menurut Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf (2009) terdapat lima macam, yaitu : behavioral control, cognitive control, decisional control, informational control, dan emotional control. Berikut ini akan dibahas mengenai lima macam kontrol situasi stres. Kontrol situasi stres yang pertama yaitu behavioral control. Behavioral control merupakan kemampuan individu untuk bangkit dan megusahakan sesuatu untuk 22

18 menurunkan dampak dari situasi stres (Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Menurut Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf (2009), bentuk dari coping dengan behavioral control berupa problem-focused coping dari Lazarus dan Folkman. Kontrol situasi stres yang kedua yaitu cognitive control. Cognitive control merupakan kemampuan restrukturisasi kognitif atau berpikir secara berbeda tentang emosi negatif yang muncul dalam menanggapi peristiwa stres (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Menurut Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf (2009), bentuk dari coping dengan cognitive control berupa emotion-focused coping dari Lazarus dan Folkman. Kontrol situasi stres yang ketiga yaitu decisional control. Decisional control merupakan kemampuan memilih alternatif aksi dalam menanggapi peristiwa stres, misalnya dengan bertanya pada orang yang kita percayai untuk membuat keputusan penting bagi kita, seperti mata kuliah apa yang sebaiknya kita ambil pada semester berikutnya (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Kontrol situasi stres yang keempat yaitu Informational control. Informational control merupakan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang suatu peristiwa stres (Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Informational control juga dikenal sebagai proactive coping, dimana individu mengantisipasi situasi stres dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau meminimalkan kesulitan sebelum stres muncul dan melihat keadaan stres sebagai celah untuk pertumbuhan (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Jenis terakhir dari kontrol situasi stres, yaitu emotional control. Emotional control merupakan kemampuan menekan dan mengekspresikan emosi, individu 23

19 melakukan komunikasi yang dapat memperkuat ikatan sosial, meningkatkan ikatan sosial, meningkatkan pemecahan masalah dan mengatur emosi (dalam Lilienfeld, Lynn, Namy, dan Woolf, 2009). Dari kelima jenis kontrol situasi stres diatas, peneliti ingin melihat kontrol stres berupa behavioral control dan cognitive control. Pada behavioral control terdapat strategi coping stress yaitu problem-focused coping dan pada cognitive control strategi coping stress yaitu emotion-focused coping. Fokus penelitian ini pada strategi coping berupa problem-focused coping dan emotion-focused coping. Besarnya penggunaan problem-focused coping dan emotion-focused coping berbeda antara pria dan wanita. Penelitian di Australia oleh Patton, Wendy, Goddard dan Richard (2006) menemukan perbedaan penggunaan strategi coping stress antara pria dan wanita. Penelitian Ptacek (1992) dan Skues & Kirby (1995) melaporkan bahwa pria lebih menggunakan problem-focused coping dibandingkan wanita dalam menghadapi stres (dalam Patton, Wendy, Goddard dan Richard, 2006). Sedangkan, karyawan wanita lebih menggunakan emotion-focused coping dibandingkan pria dalam mengahdapi stres (dalam Patton, Wendy, Goddard dan Richard, 2006). Selain melihat penggunaan problem-focused coping dan emotion-focused coping, penelitian ini juga menggunakan strategi coping yang lain, yaitu religiousfocused coping. Religious-focused coping telah dikembangkan di Indonesia oleh Dahlan (2005). Berikut ini akan dibahas lebih lanjut definisi mengenai problemfocused coping dan emotion-focused coping dan religious-focused coping. 24

20 Problem-Focused Coping Menurut Lazarus dan Folkman (1984), problem-focused coping berupa tindakan yang ditunjukkan individu untuk menimbulkan perubahan fisik, mental dan sosial terhadap hal yang menimbulkan stres. Lazarus dan Folkman (1984) menggambarkan problem-focused coping mirip dengan strategi yang digunakan seseorang dalam memecahkan masalahnya. Konsep problem-focused coping lebih luas daripada sekedar memecahkan masalah. Memecahkan masalah dilakukan secara objektif dan menggunakan proses analisis yang berfokus pada lingkungan dari masalah tersebut, sedangkan problemfocused coping mencakup memecahkan masalah dan menggunakan strategi tertentu untuk memecahkan masalah tersebut (Lazarus dan Folkman, 1984). Oleh karena itu, Lazarus dan Folkman (1984) menggambarkan individu dengan problemfocused coping akan berusaha memecahkan masalahnya dengan merubah diri dan lingkungannya. Strategi problem-focused coping erat kaitannya dengan tugas-tugas yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah (Lazarus dan Folkman, 1984). Lazarus dan Folkman (1984) memberikan sebuah contoh dalam konteks mahasiswa yang akan menempuh ujian.jika ia mengalami stres dan menggunakan Problemfocused coping, ia akan menyiapkan materi-,materi ujian, menyiapkan diri dan mengalokasikan waktu untuk belajar (Lazarus dan Folkman, 1984). Berdasarkan contoh dan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi problem-focused coping terjadi apabila seseorang yang mengalami stres mencari cara dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Strategi problem- 25

21 focused coping dilakukan seseorang ketika memiliki tingkat stres kerja tertentu. Lazarus dan Folkman (1984) juga menyebutkan bahwa seseorang melakukan problem-focused coping jika ia menilai situasi yang dialaminya bisa diubah atau ia merasa situasi tersebut memiliki tingkat ancaman sedang. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa problem-focused coping digunakan ketika seseorang mengalami tingkat stres kerja sedang Emotion-Focused Coping Strategi coping stress yang akan diteliti berikutnya adalah emotion-focused coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), strategi ini dilakukan individu jika ia menilai tidak ada yang bisa diperbuatnya pada situasi yang dihadapinya atau ia memberi nilai situasi tersebut sebagai situasi yang mengancam dengan tingkat tinggi. Berdasarkan teori stres dan coping Lazarus dan Folkman (1984), Vitaliano, Russo, Carr, Maiuro, dan Becker, (1985) mengelompokkan emotion-focused coping menjadi tiga kelompok, self-blame, avoidance, dan wishful thinking. Ketiga macam bagian emotion-focused coping diwakilkan dengan permyataan yang berbeda. Selfblame pada emotion-focused coping diwakilkan dengan salah satu pernyataan yaitu menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab masalah (dalam Primaldhi, 2006). Berbeda dengan avoidance pada emotion-focused coping. Avoidance pada emotionfocused coping diwakilkan dengan salah satu pernyataan yaitu tidak percaya bahwa hal tersebut benar-benar telah terjadi (dalam Primaldhi, 2006). Bagian emotionfocused coping yang terakhir yaitu wishful thinking. Wishful thinking diwakilkan 26

22 dengan salah satu pernyataan yaitu mengharapkan agar saya dapat mengubah apa yang terjadi (dalam Primaldhi, 2006). Ketiga macam bagian emotion-focused coping tersebut telah disusun menjadi sebuah alat ukur bernama Ways of Coping (dalam Primaldhi, 2006). Susunan pernyataan yang mewakili emotion-focused coping pada alat ukur Ways of Coping akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. Berikut ini akan dibahas mengenai teori religious-focused coping yang digunakan pada penelitian ini Religious-Focused Coping Strategi coping terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah religiousfocused coping yang dikembangkan oleh Dahlan (2005) di Indonesia. Menurut Pergament (1997), religious-focused coping merupakan suatu bentuk usaha menghadapi masalah yang dihadapi dengan melakukan ritual keagamaan, seperti berdoa, ke tempat ibadah, atau berdoa. Primaldhi (2006) menyimpulkan bahwa strategi coping ini didasari oleh adanya keyakinan bahwa Tuhan akan membantu seseorang yang mempunyai masalah. Penelitian yang dilakukan oleh Pargament (1997) menunjukkan bahwa ketika menghadapi situasi yang stresful seperti kematian, penyakit, perceraian atau perpisahan dengan pasangan karena masalah hukum, atau situasi apapun yang dinilai negatif, kebanyakan partisipan penelitian melibatkan agama untuk mengatasi berbagai masalahnya. Dahlan (2005) membagi bentuk religious-focused coping menjadi dua bagian, yaitu religious belief dan religious behavior. Dahlan (2005) menemukan 27

23 bahwa religious-focused coping selalu dilakukan oleh subyek orang Indonesia, ketika mereka menghadapi stressor tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini juga menggunakan religious-focused sebagai salah satu jenis coping yang berkemungkinan dipilih oleh sampel, karena sampel penelitian ini merupakan orang Indonesia. Penelitian ini hanya berfokus pada religious-focused coping dalam bentuk religious belief. Pada penelitian di Indonesia, Dahlan (2005) menemukan adanya hubungan antara religious-focused coping dengan strategi problem-focused coping, dan emotion-focused coping, pada sampel Indonesia. Analisis tambahan pada penelitian ini juga melihat hubungan dari ketiga strategi coping stress. Dari jenis coping yang telah dijelaskan sebelumnya, selain pada problemfocused coping dan emotion-focused coping, penelitian ini juga berfokus pada religious-focused coping. Jadi, penelitian ini ingin melihat pemilihan strategi coping stres yang terdiri dari problem-focused coping, emotion-focused coping, dan religious-focused coping ketika karyawan mengalami stres kerja Hubungan Tingkat Stres Kerja dengan Pemilihan Strategi Coping Stress Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan bahwa penggunaan problemfocused coping dan emotion-focused coping bergantung pada tingkat stres yang dirasakan seseorang. Lazarus dan Folkman (1984) menyebutkan bahwa individu melakukan problem-focused coping jika ia menilai situasi yang dialaminya bisa diubah atau ia merasa situasi tersebut memiliki tingkat ancaman sedang. Berbeda dengan penggunaan strategi emotion-focused coping, strategi ini dilakukan individu 28

24 jika ia menilai tidak ada yang bisa diperbuatnya pada situasi yang dihadapinya atau ia memberi nilai situasi tersebut sebagai situasi yang mengancam dengan tingkat tinggi (Lazarus dan Folkman, 1984). Pada tingkat stres tinggi, seseorang akan lebih menggunakan emotion-coping stress (Lazarus dan Folkman, 1984). Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat stres rendah, seseorang akan menggunakan problem-focused coping dan emotionfocused coping dengan frekuensi yang sama. Pada tingkat stres menengah, seseorang akan lebih menggunakan problem-focused coping (Lazarus dan Folkman, 1984). Pada tingkat stres tinggi, seseorang akan menggunakan emotion-focused coping (Lazarus dan Folkman, 1984). Penelitian ini berfokus pada hubungan antara tingkat stres kerja dengan strategi pemilihan coping stress yang dialami karyawan di kantor pusat Adira Insurance. 29

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES KERJA DENGAN PEMILIHAN COPING STRESS STRATEGY KARYAWAN DI KANTOR PUSAT ADIRA INSURANCE

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES KERJA DENGAN PEMILIHAN COPING STRESS STRATEGY KARYAWAN DI KANTOR PUSAT ADIRA INSURANCE HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES KERJA DENGAN PEMILIHAN COPING STRESS STRATEGY KARYAWAN DI KANTOR PUSAT ADIRA INSURANCE Johannes A. A. Rumeser; Theodora Elma Tambuwun Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Penelitian ini menemukan hubungan antara tingkat stres kerja dengan salah

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Penelitian ini menemukan hubungan antara tingkat stres kerja dengan salah BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. 1 Simpulan Penelitian ini menemukan hubungan antara tingkat stres kerja dengan salah satu strategi coping stress. Berdasarkan data-data yang sudah dikumpulkan dan diolah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Coping 2. 1. 1 Definisi Coping Coping didefinisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/ atau internal tertentu

Lebih terperinci

Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan

Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan Psikologi Dunia Kerja Stres Dalam Pekerjaan Dinnul Alfian Akbar, SE, M.Si Pandangan Mengenai Stres Stres: Apabila pekerja kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia berfungsi sebagai penggerak atau motor dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua

BAB 3 METODE PENELITIAN. korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Desain Penelitian Pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara dua variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu hal yang pasti akan terjadi dalam kehidupan ini. Hal yang tidak pasti dari kematian adalah waktu datang dan proses menjelangnya. Hal ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia tentunya sangat berperan dalam suatu perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang membuat stres. Dalam hal ini stres adalah perasaan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi mengalami stres dalam proses penulisan. Mahasiswa mengeluhkan sulitnya merumuskan tujuan penelitian, menemukan teori

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Peraturan Republik Indonesia No. 30 tahun 1990 mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa sebagai subjek yang menuntut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

Definisi Stres Kerja

Definisi Stres Kerja Definisi Stres Kerja Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya. Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kekayaan yang paling utama bagi setiap bangsa adalah sumber daya manusia. Nuansa pembangunan di masa mendatang terletak pada pembangunan sumber daya manusia, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan sepatu. PT. Pratama Abadi Industri adalah PMA Korea yang berdiri semenjak tahun 1989 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan unsur manusia merupakan perangkat yang paling menentukan dalam mencapai tujuan kegiatannya, terutama berkaitan erat dengan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan hardiness dan sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada hardiness. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Penelitian ini menggunakan landasan teori dari Suzanne C. Kobasa mengenai hardiness. Alasan digunakannya teori ini adalah berdasarkan pada fenomena yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang sehat, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi adalah satu sistem, yang terdiri dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok orang untuk mencapai

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK Hariyanti Email: hariyanti.ng@gmail.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan teknologi sudah semakin maju. Melalui perkembangan teknologi ini maka semakin banyak bidang lain yang berpengaruh dalam kehidupan kita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat umum akhir-akhir ini. Stres dapat diartikan sebagai perasaan tidak dapat mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja. Selain dampaknya terhadap penggunaan alat-alat produksi dan strategi pemasaran. Modernisasi juga

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, HIV/AIDS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan sumber daya dengan sebaik-baiknya. Sumber daya yang paling penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam organisasi bentuk aktivitas selalu diarahkan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung

Lebih terperinci

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 13 GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Anies Andriyati Devi 1 Dra.Retty Filiani 2 Dra.Wirda Hanim, M.Psi 3 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting dalam setiap organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Stepen P. Robbins (2003 : 793), bahwa stress kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam

Lebih terperinci

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA

MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA Euis Sunarti 1 A. Masalah keluarga. Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA LAMPIRAN 193 194 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 195 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI d. Kesan umum, meliputi keadaan fisik dan penampilan subyek e. Keadaan emosi, meliputi ekspresi, bahasa tubuh,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Profil Subjek Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais ini berlangsung mulai tanggal 4 Januari sampai dengan 16 Januari 2011. Profil subjek pada penelitian

Lebih terperinci

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan BAB V PEMBAHASAN Setiap individu pasti menginginkan pekerjaan yang memiliki masa depan yang jelas, seperti jenjang karir yang disediakan oleh perusahaan, tunjangan tunjangan dari perusahaan berupa asuransi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Inovasi ini dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Inovasi ini dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan media dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dalam pelaksanannya terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini para peserta didik berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan pendidikan terbaik. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stress Stres merupakan akibat dari interaksi (timbal-balik) antara rangsangan lingkungan dan respons individu. Stres seringkali dianggap sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan menjaga kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia seperti sekarang ini, tatkala persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset yang paling penting bagi organisasi, dimana pada hakekatnya berfungsi sebagai faktor penggerak bagi setiap kegiatan di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survey deskriptif, yaitu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah dengan cara memaparkan atau menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja yang menantang dan kompleks serta semakin cepatnya perubahan menuntut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerja yang menantang dan kompleks serta semakin cepatnya perubahan menuntut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan organisasi yang semakin maju, manusia harus selalu berinteraksi dengan lingkungan, termasuk dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang menantang

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ Catatan: BANYAK KUTIPAN Hubungan Tingkat Stres Dengan Penggunaan Strategi Coping Pada Mahasiswa Yang Sedang... 107 HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres dan ketidakpuasan merupakan aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan

BAB II LANDASAN TEORI. peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja Stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat sesuai standar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah satu bentuk persaingan yang cukup signifikan dialami oleh semua negara dan tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah 664,01 Km² (www.kemendagri.go.id, diakses 20 Oktober 2013) dengan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan organisasi serta memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan, dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan sumber stres..., Rio Radityo, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan sumber stres..., Rio Radityo, FPsi UI, 2009 1 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di abad ke-21, teknologi informasi (TI) merupakan salah satu bidang yang sangat berperan penting pada perkembangan pekerjaan dan kehidupan personal masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar 1. Layanan Bimbingan Belajar Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan informasi, perubahaan selera pasar, perubahan demografi, fluktuasi ekonomi dan kondisi dinamis lain

Lebih terperinci