II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar 1. Layanan Bimbingan Belajar Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri, dan menanggung bebannya sendiri. Menurut Crow dan Crow tersebut layanan bimbingan yang diberikan pada individu atau sekumpulan individu berguna untuk menghindari dan mengatasi masalah dalam kehidupannya secara mandiri. Sementara menurut Walgito (2004) bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada individu atau sekumpulan individu dalam memecahkan masalahnya, sehingga masing-masing individu akan mampu untuk mengoptimalkan potensi dan keterampilan dalam

2 14 mengatasi setiap permasalahannya, serta mencapai penyesuaian diri dalam kehidupannya. Setelah memahami pengertian bimbingan, selanjutnya yang dipaparkan adalah salah satu bidang dari bimbingan yaitu bimbingan belajar. Bimbingan belajar menurut Hamalik (2004) adalah bimbingan yang ditunjukkan kepada siswa untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, kemampuannya dan membantu siswa untuk menentukan cara-cara yang efektif dan efisien dalam mengatasi masalah belajar yang dialami oleh siswa. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah salah satu proses pemberian bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah belajar yang dihadapi siswa sehingga tercapai tujuan belajar yang diinginkan. Tujuan Bimbingan Belajar Menurut Ahmadi (2004) tujuan layanan bimbingan belajar secara umum adalah membantu siswa-siswa agar mendapatkan penyesuaian yang baik didalam situasi belajar sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, mencapai perkembangan yang optimal. Menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) tujuan bimbingan belajar adalah a. Mempunyai sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, dan perhatian terhadap semua

3 15 pelajaran, serta aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. b. Mempunyai motif yang tinggi untuk belajar. c. Mempunyai keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri mengahadapi ujian. d. Mempunyai keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan. e. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan belajar secara umum yaitu membantu siswa-siwa agar mendapatkan penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Fungsi Bimbingan Belajar Fungsi bimbingan belajar bagi siswa menurut Hamalik (2004) antara lain: a. Membantu siswa agar memperoleh pandangan yang objektif dan jelas tentang potensi, watak, minat, sikap, dan kebiasaan yang dimiliki dirinya sendiri agar dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. b. Membantu siswa dalam mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki dan membantu siswa dalam menentukan cara yang efektif dan efisien dalam

4 16 menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipilih agar tercapai hasil yang diharapkan. c. Membantu siswa dalam memperoleh gambaran dan pandangan yang jelas tentang kemungkinan-kemungkinan dan kecenderungan-kecenderungan dalam lapangan pekerjaan agar ia dapat menentukan pilihan yang tepat. Sementara fungsi bimbingan menurut Yusuf dan Nurihsan (2005) adalah: a. Pemahaman, yaitu membantu siswa agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya. b. Preventif, yaitu membantu siswa untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang terjadi dan berupaya mencegahnya. c. Pengembangan, yaitu berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. d. Perbaikan, yaitu berupaya memberikan bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah. e. Penyaluran, yaitu membantu siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. f. Adaptasi, yaitu membantu pelaksanaan pendidikan untuk mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa. g. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.

5 17 Berdasarkan pendapat ahli diatas mengenai fungsi bimbingan dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa dalam pemahaman diri sesuai dengan kecakapan bakat dan minat, bimbingan balajar bermanfaat untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana menentukan cara yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan pendidikan agar sesuai dengan apa yang diharapkan, serta membantu siswa untuk menentukan pilihan yang tepat dalam lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan siswa setelah menyelesaikan bidang pendidikan yang telah dipelajari. 2. Pengertian Prestasi Akademik Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan. Preestasi menyatakan hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya, dengan hasil yang menyenangkan hati dan diperoleh dengan jalan keuletan kerja (Nasrun, 2000). Chaplin (2001) mengatakan bahwa prestasi dalam bidang pendidikan akademik, merupakan suatu tingkatan khusus perolehan atau hasil keahlian karya akademik yang dinilai oleh gur-guru, lewat tes yang dibakukan. Menurut Winkel (1996) prestasi akademik adalah proses belajar yang dialami siswa untuk menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, dan evaluasi.

6 18 Djamarah (2002) mendefinisikan prestasi akademik adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatka perubahan dalam diri individu sebagai hasil akhir dari aktivitas belajar. Sedangkan, menurut Azwar (2002) prestasi akademik adalah bukti peningkatan atau pencapaian yang diperoleh seorang siswa sebagai pernyataan ada tidaknya kemajuan atau keberhasilan dalam program pendidikannya. Soeryabrata (2001) menjelaskan bahwa prestasi akademik adalah hasil belajar evaluasi dari suatu proses yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka) yang khusus dipersiapkan untuk proses evaluasi, misalnya nilai pelajaran, mata pelajaran, nilai ujian dan lain sebagainya. Prestasi akademik dikatakan sebagai hasil perbuatan belajar yang melukiskan taraf kemampuan seseorang. Dalam pendidikan formal, prestasi akademik menunjukkan adanya perubahan positif, sehingga pada taraf akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru. Prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu melakukannya dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik adalah perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama

7 19 beberapa waktu dan tidak disebabkan karana proses pertumbuhan tetapi adanya proses belajar. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik Keberhasilan dalam proses belajar yang terjadi, dilatarbelakangi oleh adanya sumber atau penyebab yang mempengaruhi berlangsungnya proses belajar mengajar itu sendiri. Faktor tersebut dapat berupa penghambat maupun pendorong pencapaian prestasi. Soeryabrata (2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik menjadi dua faktor, yaitu: 1. Faktor internal Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi prestasi akademik yang dimiliki. Faktor ini digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: a. Faktor fisiologis Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat diantara kelima indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran dengan baik sesorang perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya.

8 20 b. Faktor psikologis Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti: motivasi dan minat, intelegensi, perilaku dan sikap mental. 1. Motivasi dan minat Motivasi sangat menentukan prestasi seseorang menurut Djamarah (2002) motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak melakukan suatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Jadi semakin besar motivasi yang dimiliki oleh seseorang maka dorongan yang timbul untuk berprestasi akan semakin besar juga, sebaliknya semakin rendah motivasi seseorang semakin rendah juga prestasi yang bisa diraih. Minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakuakn tujuan yang menarik bagi dirinya. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995). 2. Intelegensi Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk memehami suatu permasalahan. Orang yang memiliki

9 21 kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecardasan intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila disbanding dengan mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah. 2. Faktor eksternal Selain faktor-faktor dalam diri individu, masih ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih. Yang termasuk kategori faktor eksternal adalah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. a. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga: 1. Sosial ekonomi keluarga Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih berkesempatan mendapat fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis sampai pemilihan sekolah. 2. Pendidikan orang tua Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dibanding dengan orang tua yang menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendah. 3. Perhatian orang tua dan suasana hubungann antara anggota keluarga

10 22 Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung maupun secara tidak langsung. b. Faktor lingkungan sekolah 1. Sarana dan prasana sekolah Kelengkapan fasilitas sekolah seperti LCD, proyektor, dan alat bantu proses belajar mengajar lainnya. Selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar mengajar. 2. Kompetensi guru dan siswa. Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi. Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. 3. Kurikulum dan metode mengajar. Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. c. Faktor lingkungan masyarakat 1. Sosial budaya Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan enggan

11 23 mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah guru atau pengajar. 2. Partisipasi terhadap pendidikan Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini akan memunculkan pendidik dan peserta didik yang lebih berkualitas. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik dapat bersifat individual dan kompleks. Faktor-faktor tersebut secara langsung maupun tidak langsung saling berhubungan mempengaruhi individu dalam mencapai prestasi akademik. 4. Karakteristik Individu Berprestasi McClelland (Hamdan, 2010) mengungkapkan karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu: a. Resiko pemilihan tugas Cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka yang menghindari tugas yang terlalu sulit kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. b. Membutuhkan umpan balik Lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan balik yang konkret tentang apa yang mereka lakukan karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan

12 24 sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain. Umpan balik ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki prestasinya. c. Tanggung jawab Lebih bertanggung jawab secara pribadi pada awal kinerjanya, karena dengan begitu mereka dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan sesuatu tugas dengan baik. d. Ketekunan Lebih bertahan atau lebih tekun dalam mengerjakan tugas, bahkan saat tugas tersebut menjadi sulit. e. Kesempatan untuk unggul Lebih tertarik dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas dari pada individu dengan motivasi berprestasi rendah. 5. Pengukuran Prestasi Akademik Dalam dunia pendidikan, menilai merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. Di Indonesia, kegiatan menilai prestasi akademik di sekolahsekolah dicatat dalam sebuah buku laporan yang disebut raport. Dalam raport dapat diketahui sejauh mana prestasi akademik seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal dalam suatu mata pelajaran. Didukung oleh pendapat Soeryabrata (2001) bahwa raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar muridmuridnya selama masa tertentu. Syah (2007) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi penilaian dalam pendidikan, yaitu pre-test Dan post-test, penilaian prasyarat, penilaian diagnostik, penilaian formatif, penilaian sumatif, ujian akhir nasional.

13 25 a. Pre-Test Dan Post-Test Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuanya untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Sedangkan kegiatan post-test dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuanya untuk mengetahui taraf penguasaan siwa atas materi yang disajikan. b. Penilaian Prasyarat Penilaian ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuanya untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. c. Penilaian Diagnostik Penilaian ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. d. Penilaian Formatif Penilaian ini dapat dipandang sebagai ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran. Tujuanya untuk memperoleh umpan baik yang mirip evaluasi diagnostik yaitu mendiagnosis kesulitan belajar siswa. e. Penilaian Sumatif Penilaian ini di anggap sebagai ulangan umun yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir

14 26 periode pelaksanaan program pengajaran dengan UAS. Tujuanya sebagai penentu kenaikan kelas siswa. f. Ujian akhir nasional Penilaian ini dilakukan pada tahap akhir atau yang sering disebut UN. Uraian yang di jabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa menilai merupakan salah satu proses belajar dan mengajar. kegiatan menilai prestasi akademik di sekolah-sekolah dicatat dalam sebuah buku raport. Yang bertujuan agar dapat melihat hasil belajar yang diperoleh peserta didik dan untuk mengukur seberapa besar keberhasilan yang telah dicapainya. B. Strategi Coping 1. Pengertian Coping Taylor (Smet, 1994) mengungkapkan coping sebagai suatu proses individu untuk mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan (baik internal maupun eksternal) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi stres. Sedangkan Lazarus (1978) mendefinisikan coping adalah usaha seseorang, baik secara fisik maupun kognitif untuk mengelola tuntutan lingkungan dan konflik pada dirinya. Kemudian Lazarus dan Folkman (1986) coping merupakan upaya-upaya untuk mengubah pikiran dan sikap dalam mengelola (mengurangi, menguasai, meminimalkan, atau mentolerir)

15 27 tuntutan-tuntutan lingkungan individu baik eksternal maupun internal yang dinilai sebagai beban atau yang melampaui sumber daya manusia. Lebih lanjut lagi, Lazarus (1984) mendefinisikan coping merupakan strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan coping merupakan semua usaha secara kognitif dan prilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan (distres demands). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa coping merupakan usaha-usaha seseorang dalam menghadapi stres yang ditimbulkan dari permasalahanpermasalahan sehari-hari baik secara pikiran maupun tingkah laku. Penyesuaian yang tepat terhadap stresor yang timbul untuk membantu individu dalam menyelesaikan masalah. 2. Proses Terjadinya Strategi Coping stress Lazarus (Safaria dan Nofrans, 2009) mengatakan bahwa ketika individu menghadapi situasi yang memberikan tekanan maka ia akan melakukan penialaian awal (primary appraisal) untuk mengartikan kejadian tersebut. Kejadian tersebut dapat berupa hal yang positif, netral atau negatif. Jika pada penilaian awal dirasakan kejadian tersebut berpotensi akan terjadinya tekanan maka penilaian sekunder (secondary appraisal) akan muncul untuk mengukur kemamapuan individu dalam mengatasi tekanan yang ada.

16 28 Keputusan pemilihan strategi coping dan respon yang dipakai yang dipakai individu tergantung dari dua faktor. Pertama faktor eksternal yang di dalamnya adalah ingatan pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan sosial, serta seluruh tekanan dari berbagai situasi yang penting dalam kehidupannya. Kedua adalah faktor termasuk di dalamnya adalah gaya coping yang biasa dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari serta kepribadian seseorang tersebut. Setelah semua proses selesai maka keputusan akan dibuat untuk menentukan strategi coping yang akan digunakan oleh individu tersebut dalam menyelesaikan masalahnya. Ada dua strategi coping yang dapat digunakan yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Kedua strategi coping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif, sehingga hasil dari proses coping tersebut dapat berfungsinya kembali aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu. 3. Bentuk-Bentuk Strategi Coping Lazarus dan Folkman (1986) membagi coping ke dalam dua fungsi utama yakni problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping digunakan untuk mengurangi stressor atau mengatasi stress dengan cara mempelajari cara-cara atau ketrampilan-ketrampilan yang baru. Strategi ini membawa pengaruh pada individu, yaitu perubahan atau pertambahan pengetahuan individu tentang masalah yang dihadapinya berikut dampak-

17 29 dampak dari masalah tersebut, sehingga individu mengetahui masalah dan konsekuensi yang dihadapinya. Sedangkan emotion-focused coping digunakan untuk mengatur respon emosi terhadap stress. Emotion focus coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan, yang diarahkan untuk mengubah faktor dalam diri sendiri dalam cara memandang atau mengartikan situasi lingkungan yang memerlukan adaptasi yang disebut pula perubahan internal. Kemudian Lazarus dan Folkman (1988) mengklasifikasikan bentuk coping sebagai berikut: a. Problem-focused coping (PFC) Menurut Lazarus (Santrock, 2003) mengatakan bahwa PFC adalah strategi kognitif untuk penanganan stres yang digunakan individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya. Aspek-aspek dalam problem-focused coping menurut Lazarus dan Folkman (1988) meliputi: 1. Planfull problem solving Individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, berhati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah digunakan.

18 30 2. Confrontive coping Individu berpegang teguh pada pendiriannya dan mempertahankan apa yang diinginkan. Mengubah situasi secara agresif dan berani mengambil resiko. 3. Seeking social support Individu berusaha mencari dukungan sosial dan mencari nasihat dari orang lain mengenai masalahnya. Selanjutnya menurut Lazarus (Aldwin dan Revenson, 1987) indikator yang menunjukkan strategi problem-focused coping adalah: a. Instrumental action (tindakan langsung) Individu melakukan usaha dan merencanakan langkah-langkah yang mengarah pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan melaksanakannya. b. Cauntiousness (kehati-hatian) Individu berfikir, meninjau, dan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah, berhati-hati dalam merumuskan masalah, meminta pendapat orang lain dan mengevaluasi strategi yang pernah diterapkan sebelumnya. c. Negotiation (negosiasi) Individu melakukan beberapa usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian dengan orang lain yang terlibat di dalamnya dengan harapan masalah dapat terselesaikan. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengubah pikiran dan pendapat seseorang

19 31 melakukan perundingan atau kompromi untuk mendapatkan sesuatu yang positif dari situasi tersebut. b. Emotion-focused coping (EFC) Lazarus mengungkapkan bahwa EFC adalah strategi penenganan stres yang bertujuan untuk mengontrol respon emosional melalui pendekatan tingkah laku dan kognitif (Santrock, 2003). Aspek-aspek pada emotion-focused coping menurut Lazarus dan Folman (1988) adalah: 1. Distancing Individu menghindari orang-orang dan lingkungan sekitarnya saat menemui masalah. 2. Self-controling Menjaga keseimbangan dan menahan emosi dalam dirinya. 3. Accepting responsibility Individu menerima konsekuensi apapun saat menghadapi masalah dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. 4. Escape-avoidance Individu menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.

20 32 5. Positive reappraisal Individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut. Sedangkan indikator yang menunjukkan emotion-focused coping menurut Lazarus (Aldwin dan Revensor, 1987) yakni: a. Escapism (Pelarian dari masalah) Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau menghayalkan seandainya ia berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang dialaminya saat itu. Cara yang digunakan untuk menghindari masalah dengan tidur lebih banyak, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, dan menolak kehadiran orang lain. b. Minimalization (meringankan beban masalah) Usaha yang dilakukan individu untuk menghindari masalah dengan cara menolak memikirkan masalah dan menganggap seakan-akan masalah tersebut tidak ada dan menekan masalah menjadi sesering mungkin. c. Self blame (menyalahkan diri sendiri) Perasaan menyesal, menghukum, dan menyalahkan diri sendiri atas tekanan masalah yang terjadi atau strategi lainnya yang bersifat pasif dan intropunitif yang ditunjukkan ke dalam diri sendiri.

21 33 d. Seeking meaning (mencari makna) Usaha individu untuk mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang dialami dan melihat hal-hal lain yang penting dalam kehidupan. 4. Kelebihan dan Kekurangan PFC dan EFC Dalam PFC, individu mengurangi ketegangan dengan cara melakukan sesuatu seperti memodifikasi atau meminimalisir situasi yang sedang dihadapi. Tujuan dari PFC adalah untuk mengurangi tuntutan situasi stress dengan memperluas sumber daya yang dimiliki untuk menghadapinya (Pasudewi, 2012). PFC juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Lazarus (Pasudewi, 2012) mengatakan bahwa individu cenderung akan menggunakan PFC ketika percaya bahwa tuntutan atau sumber daya yang dimiliki akan berubah. Individu yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam mengatasi situasi stres tertentu, menunjukkan tingkat depresi yang lebih rendah baik selama dan setelah situasi stres. Menurut Reivich dan Shatte (Pasudewi, 2012) EFC adalah strategi dimana individu secara kognitif diarahkan untuk menghindar, menjaga jarak dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Kelebihan dari strategi ini ada pada penilaian positif dari suatu peristiwa dengan usaha yang berfokus pada religi. Sedangkan EFC yang berupa menghindar atau menjaga jarak akan memunculkan rasa cemas, khawatir, dan gelisah, serta tidak mampu

22 34 mengidentifikasi penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, dan akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama. Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping tersebut dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Menurut Mutadin (Sa adah, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi pengunaan strategi coping individu adalah sebagai berikut: a. Kesehatan fisik Kesehatan merupakan hal yang penting, karena dalam usaha mengatasi stress individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. b. Keyakinan atau pandangan positif Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang memepengaruhi kemampuan strategi coping individu. c. Ketrampilan memecahkan masalah Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan menghasilkan alternatif tindakan. Kemudian mempertimbangkan

23 35 alternatif tersebut untuk memperoleh hasil yang akan dicapai dan melaksanakan rencana tersebut dengan tepat. d. Ketrampilan sosial Meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan berperilaku dengan caracara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat. e. Dukungan sosial Meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosi pada diri individu yang diberikan oleh lingkungan sosialnya. f. Materi Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli. C. Keterkaitan Penggunaan Strategi Coping Dengan Prestasi Akademik Individu dihadapkan oleh berbagai masalah mulai dari masalah dengan dirinya sendiri hingga masalah penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. Konflik-konflik tersebut sering kali menimbulkan tekanan atau stres pada diri individu itu sendiri. Stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu tekanan, mengamcam serta mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (Santrock, 2003). Pada remaja stres merupakan susatu ancaman dan tantangan bagi dirinya serta sebagai respon terhadap kejadian tersebut. Saat ini, dapat dikatakan bahwa seorang pelajar akan menghabiskan banyak waktu di sekolah. Kegiatan sekolah dapat menghabiskan waktu remaja yang

24 36 cukup besar dan merupakan sumber stres bagi kebanyakan siswa. Ketika siswa merasa stres di sekolah dan tidak mampu mengelolanya dengan baik maka hal ini akan mempengaruhi prestasinya di sekolah. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan tanpa suatu usaha baik berupa pengetahuan maupun berupa keterampilan. Sedangkan prestasi akademik dapat dianggap sebagai menguasai mata pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Prestasi akademik diartikan sebagai kemampuan maksimal seseorang di kelas ataupun sekolah yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat seseoranng sehingga peserta didik mampu melakukannya dengan baik. Namun, saat siswa dihadapkan dengan situasi permasalahan yang semakin kompleks. Tuntutan-tuntutan dari lingkungan sekitar mereka seringkali membuat mereka merasa tertekan. Kadang kala mereka merasa situasi tersebut sangan berat dan sulit untuk tangani yang menyebabkan mereka depresi. Tidak sedikit dari mereka menggunaan alkohol dan obat-obat terlarang secara berlebih sebagai bentuk pelarian dari masalah yang mereka hadapi. Dalam menghadapi tekanan, siswa membutuhkan strategi coping yang baik agar gangguan psikofisiologis tidak terjadi dan dengan demikian tidak mengganggu psrestasi akademik di sekolah. Coping yang sesuai mengarahkan siswa untuk berhasil menghadapi stress. Ada dua macam

25 37 bentuk strategi coping, yakni emotion-focused coping dan problem-focused coping. Bentuk coping stress yang digunakan menentukan keberhasilan individu dalam menghadapi stres. Emotion focus coping digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan emotion focus coping dilakukan melalui perilaku individu untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, melalui strategi kognitif. Menurut Lazarus (1989) emotionfocused coping adalah upaya untuk mencari dan memperoleh rasa nyaman dan memperkecil tekanan yang dirasakan. Sementara itu problem- focused coping digunakan untuk mengurangi stres dengan cara mempelajari caracara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Problem focus coping dipakai saat individu yakin akan dapat mengubah situasi. Siswa yang cenderung memiliki strategi coping rendah, mereka sering kali merasa cemas, khawatir, dan selalu dihadapkan dengan masalah yang sama dilain waktu. Sebaliknya, siswa yang memiliki strategi coping yang baik mereka cenderung merasa lebih baik dan memiliki tingkat depresi yang rendah pula (Pasudewi, 2012). Pada kenyataannya individu menggunakan kedua strategi coping (problem focused coping dan emotion focused coping) tersebut dalam menghadapi tuntutan internal dan eksternal. Individu yang hanya menyelesaikan sumber masalah namun dengan mengorbankan perasaan, tidak dikatakan efektif dalam penanggulangannya. Demikian juga apabila individu berhasil

26 38 meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber masalahnya. Untuk mencapai strategi coping yang efektif diperlukan penggunaan kedua fungsi strategi penanggulangan stres tersebut. Masalah tersebut harus mendapat perhatian dari guru khususnya guru BK. Sesuai dengan perannya dalam memahami kebutuhan siswa, guru BK memberikan bimbingan pribadi terkait dengan pemilihan strategi coping yang tepat sesuai permasalahan yang mereka hadapi. Selanjutnya memberikan bimbingan belajar agar siswa dapat mempertahankan prestasinya meski masalah yang dihadapi begitu kompleks.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress 1. Definisi Coping Stress Lazarus dan Folkman (Sugianto, 2012) yang mengartikan coping stress sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang ketika dihadapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Mengatasi Stress/Coping Stress Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia seperti sekarang ini, tatkala persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan keseluruhan lapisan masyarakat. Generasi muda sebagai salah satu unsur lapisan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Prestasi Belajar 1.1.1 Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari belajar, karena belajar merupakan suatu proses, sedangkan prestasi belajar adalah hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang sehat, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Mahasiswa Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang wanita dalam kehidupan berkeluarga memiliki peran sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu BAB II LANDASAN TEORI A. STRATEGI COPING 1. Pengertian Coping Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa usia lanjut merupakan periode terakhir dalam perkembangan kehidupan manusia yang ditandai dengan berbagai problematika, seperti perubahan kondisi fisik,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu di dunia ini melewati fase-fase perkembangan dalam hidupnya. Secara kronologis, individu yang memasuki masa remaja awal berada pada rentang usia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan menjaga kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, serta merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat umum akhir-akhir ini. Stres dapat diartikan sebagai perasaan tidak dapat mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi oleh dunia bisnis yang semakin kompleks. Ditandai dengan adanya perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan sepatu. PT. Pratama Abadi Industri adalah PMA Korea yang berdiri semenjak tahun 1989 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penderita penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian kini mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker, HIV/AIDS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi pada saat ini yang begitu pesat membuat banyak masalah kompleks yang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada kalanya masalah tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan stress lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah [Type text] Pendidikan adalah faktor utama dalam menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa, baik atau buruknya masa depan bangsa ditentukan oleh pendidikan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik Indonesia seringkali mendapat ancaman baik dari luar maupun dari dalam seperti adanya

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana pada setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Belakangan ini tak jarang dari beberapa

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia industri di Indonesia kini tumbuh dan berkembang dengan pesatnya, seiring dengan rencana pembangunan pemerintah yang saat ini lebih menitikberatkan pada

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Menurut Hurlock (1980), perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, sebutan UN atau Ujian Nasional sudah tidak asing lagi di telinga. Menteri Pendidikan Nasional, Muhamad Nuh (dalam Haryo, 2010) menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana data yang diperoleh didominasi angka, mulai dari pengambilan data, penafsiran, hingga hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah sebuah negara berdaulat yang telah diakui secara internal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH HIV (Human Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan sangat ditakuti di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN SKRIPSI DI JURUSAN BK ANGKATAN 2008 FIP UNJ Catatan: BANYAK KUTIPAN Hubungan Tingkat Stres Dengan Penggunaan Strategi Coping Pada Mahasiswa Yang Sedang... 107 HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN PENGGUNAAN STRATEGI COPING PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENYUSUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan

Lebih terperinci

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 13 GAMBARAN COPING STRESS MAHASISWA BK DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN DI UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA Anies Andriyati Devi 1 Dra.Retty Filiani 2 Dra.Wirda Hanim, M.Psi 3 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang memungkinkan masyarakat memiliki kebebasan untuk dapat menyampaikan aspirasinya tanpa perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia dihadapkan pada masalah krisis global. Akibat dari krisis global yang melanda sebagian besar negara di dunia ini adalah banyaknya

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masing-masing individu, dan sudah menjadi hak setiap manusia untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada Undang-Undang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam bab ini diuraikan: metode dan pendekatan penelitian, definisi operasional, lokasi, populasi dan sampel penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi manusia dengan lingkungannya sering kali menimbulkan berbagai macam masalah mulai dari standar kebutuhan hidup yang terus meningkat, membuat manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap BAB II LANDASAN TEORI A. Coping 1. Pengertian Coping Coping adalahbagaimana reaksi seseorang ketika menghadapi stres ataupun tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Efficacy 1. Definisi Self-Efficacy Seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu pada umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kognitif, khususnya faktor kognitif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terutama yang tidak terbiasa dengan sistem pembelajaran di Fakultas 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Fakultas Kedokteran menuntut mahasiswa/i untuk selalu belajar keras di setiap waktu karena pelajaran yang diwajibkan di Fakultas Kedokteran sangat berat. Ini menghadirkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Focused Coping Pada umumnya setiap individu memiliki banyak kebutuhan yang ingin selalu dipenuhi dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan fisik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1. Prestasi Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari perbuatannya yaitu belajar. Hal ini dikarenakan belajar merupakan suatu

Lebih terperinci

ARIS RAHMAD F

ARIS RAHMAD F HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DANKEMATANGAN SOSIAL DENGAN PRESTASI BELAJAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : ARIS RAHMAD F. 100 050 320

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN C. Hasil Penelitian 3. Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis penelitian ini, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi menyangkut normalitas dan homogenitas. Uji normalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan bersifat ex post facto dan data-data yang dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada mahasiswa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama

BAB I PENDAHULUAN. di pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan agama islam yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya bersifat wajib yaitu sekolah. Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci