BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Kata konsumsi dalam Kamus Saku Oxford yaitu menghabiskan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya. Kata konsumsi dalam Kamus Saku Oxford yaitu menghabiskan,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi merupakan salah satu cara seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Kata konsumsi dalam Kamus Saku Oxford yaitu menghabiskan, menggunakan, melahap, makan atau minum (Lury, 1998:2). Konsumsi yang berlebihan dapat mengarah ke perilaku konsumtif dikarenakan seseorang membeli produk atau barang hanya sekedar untuk kesenangan dan kepuasan, bukan berdasarkan kegunaan atau manfaat. Konsumsi di dalam masyarakat terus berkembang khususnya dalam hal kebendaan yang dilihat dari segi materi sehingga menjadikan masyarakat konsumtif. Kata konsumtif melahirkan istilah konsumtivisme. Selain konsumtivisme, ada istilah konsumerisme, namun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Konsumtivisme maksudnya adalah konsumen yang langsung mengkonsumsi barang atau jasa dan tidak memperjualbelikannya kembali. Konsumtivisme merupakan paham untuk hidup secara konsumtif, sedangkan konsumerisme seseorang diukur dari apa yang dimiliki daripada menjadi apa. Istilah konsumtif lebih menjelaskan dengan mendahulukan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal bahkan dikatakan gaya hidup yang bermewah-mewah diakses pada hari Jum at, 29 Januari 2016, pukul WIB 1

2 2 Konsumerisme merupakan masalah budaya dan moral yang mana pemecahannya memerlukan pendekatan budaya dan moral, juga terletak pada hubungan antara kebebasan manusia dan kepemilikan benda-benda material. Hidup dalam masyarakat yang konsumtif, mampu menjauhkan seseorang yang mempunyai perilaku konsumtif dari tujuan hidup mereka yang sebenarnya. Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat menjadi konsumtif yaitu diciptakan tren untuk membuat masyarakat melakukan pembelian, membeli barang sebagai self reward system (sistem pemberian upah) dan merayakan kebahagiaan atas kesuksesan yang diraih, pembelian barang bisa menyelesaikan semua masalah, identitas diri disetarakan dengan barang yang dimiliki serta masyarakat hanya berfokus pada barang-barang yang mereka miliki (Santoso, 2006:43-44). Soegito (1996 dalam Parma, 2007:5), mengemukakan bahwa perilaku konsumtif masyarakat Indonesia tergolong berlebihan jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Keadaan ini dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Philipina, dan Singapura. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting atau hidup dalam dunia konsumerisme yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status dan gaya hidup. Perilaku konsumtif juga dipahami sebagai konsumerisme karena orang cenderung mencari dan membeli barang yang dianggap keluaran terbaru tetapi sebenarnya tidak diperlukan. Konsumerisme tanpa disadari sudah menjadi budaya dan menjurus menjadi penyakit sosial yang berpotensi menciptakan masyarakat

3 3 individualis dan materialistis, bahkan mengarah ke hedonisme. Hal ini ditandai dengan adanya sekelompok masyarakat yang aktif mengonsumsi produk-produk mewah sebagai sebuah prestise dan kehormatan sekedar sebagai pemenuhan hasrat (Imawati dkk., 2013:49). Dapat dilihat bahwa konsumerisme adalah perilaku konsumsi yang tidak terarah, terkadang hanya mengikuti gengsi, tidak terkontrol, dan hanya mengikuti tren. Tren yang saat ini banyak diminati adalah berbelanja atau shopaholic. Remaja wanita membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. Kondisi pasar yang lebih banyak ditujukan untuk wanita dan kecenderungan wanita lebih mudah dipengaruhi mendorong wanita lebih konsumtif daripada pria. Hal ini disebabkan konsumen wanita cenderung lebih emosional, sedang konsumen pria lebih nalar. Wanita sering menggunakan emosinya dalam berbelanja. Kalau emosi sudah menjadi raja sementara keinginan begitu banyak, maka yang terjadi adalah mereka akan jadi pembeli yang royal (Anugrahati, 2014:3). Banyaknya pendatang dari luar kota Yogyakarta yang melakukan study tour, melanjutkan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi di Yogyakarta, hingga munculnya berbagai prestasi para pelajar maupun mahasiswa di Yogyakarta menjadikan kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar. 2 Banyaknya pendatang baru yang tidak hanya berkutat di bidang pendidikan namun juga merambah ke kehidupan sosial menjadikan kehidupan di kota Yogyakarta semakin berkembang. 2 diakses pada hari Kamis, 03 Desember 2015, pukul WIB

4 4 Selain sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota yang tidak pernah tidur. Meski sudah larut, Yogyakarta masih menyuguhkan berbagai aktivitas di beberapa sudut kota, seperti titik nol, kafe 24 jam, dan Malioboro. 3 Bukan hanya itu saja, berbagai pusat perbelanjaan dan hiburan seperti mall, bioskop, tempat-tempat nongkrong serta restoran juga sudah banyak merambah di Yogyakarta. 4 Para pendatang yang menetap di Yogyakarta terutama wanita muda yang menempuh pendidikan sebagai mahasiswi menjadi sasaran bagi produsen kosmetik untuk menawarkan produk kecantikannya. Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, tren, dan mode yang sedang berlaku. Bagi mahasiswa sendiri, mode, penampilan, dan kecantikan merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross menerangkan bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi umat manusia. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan teman hidup dan karier dipengaruhi oleh daya tarik seseorang (Hurlock, 1980:219). Kehidupan di Yogyakarta yang semakin berkembang, serta pengaruh dari berbagai macam latar belakang kehidupan para pendatang memungkinkan mahasiswi untuk mengikuti setiap perkembangan salah satunya gaya hidup. Hal ini dapat mengarah ke perilaku konsumtif yang mana seseorang akan mengikuti temannya jika membeli sesuatu baik dengan alasan ikut-ikutan atau setia kawan, 3 diakses pada hari Kamis, 03 Desember 2015, pukul WIB 4 diakses pada hari Kamis, 03 Desember 2015, pukul WIB

5 5 bahkan tanpa mempertimbangkan segi kebutuhan dan manfaat dalam pembelian produk. Produk yang banyak diminati wanita muda terutama mahasiswi adalah produk kosmetik. Bukan hal yang asing bahwa produk kecantikan saat ini menjadi kebutuhan penting bagi wanita sehingga mereka rela mengeluarkan dana untuk mendapatkan produk kosmetik yang diinginkan demi memperoleh kecantikan yang diharapkan. Kosmetik merupakan salah satu produk yang sangat penting dan diminati oleh wanita karena berkaitan dengan wajah. Gloria Swanson (Synnott, 1993: ) mengatakan bahwa wajah menjadi penentu dasar bagi persepsi mengenai kecantikan atau kejelekan individu dan semua persepsi ini secara langsung membuka penghargaan diri dan kesempatan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa wajah menjadi bagian yang pertama kali dinilai dibanding bagian tubuh yang lain sehingga wajah yang cantik menjadi idaman kaum wanita. Menurut Wulandari, cantik merupakan sebuah masalah bagi para wanita yang merasa tidak cantik, seperti kulit gelap, hidung pesek, maupun alasan-alasan lain yang bukan termasuk syarat cantik pada umumnya. Kriteria kecantikan sendiri dari masa ke masa selalu berubah-ubah. Representasi wanita cantik yang sebagian besar ditampilkan oleh media iklan yaitu perempuan yang berkulit putih, langsing, hidung mancung, dan lain sebagainya. Kriteria cantik menurut sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan representasi cantik seperti yang ditampilkan di media iklan saat ini diakses pada hari Rabu, 13 November 2013, pukul WIB

6 6 Untuk mendapatkan kecantikan yang diidamkan, salah satu usaha yang ditempuh yaitu dengan menggunakan produk kosmetik. Data dari Kementerian Perdagangan (2013) menunjukkan industri kosmetik mengalami perkembangan dengan kenaikan penjualan di tahun 2012 sebesar 14% menjadi Rp 9,76 triliun dari sebelumnya Rp 8,5 triliun. Kenaikan ini berasal dari pertumbuhan tingkat permintaan, khususnya dari konsumen kelas menengah. Selain itu terjadi pula perubahan tren penggunaan produk kosmetik yang semakin diminati oleh kaum pria. Industri kosmetik diproyeksikan dapat terus mengalami pertumbuhan oleh Persatuan Perusahaan Kosmetik Indonesia (PERKOSMI) sebesar 15% menjadi Rp 11,22 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 9,76 triliun di tahun Kosmetik memiliki asal dan jenis yang beragam, tidak hanya lokal tetapi juga impor, salah satunya produk kosmetik impor dari Jepang. Kosmetik impor menjadi pilihan sebagian masyarakat Indonesia meskipun masih banyak produk kosmetik lokal yang lebih terjangkau harganya dan tidak kalah baik kualitasnya dibanding produk kosmetik impor yang terbilang mahal. Pilihan kosmetik tersebut untuk memenuhi kebutuhan akan kecantikan yang diinginkan sehingga pada akhirnya penggunaan kosmetik impor hanya untuk mengikuti tren dan gaya hidup, bukan kebutuhan pokok. Penggunaan produk kosmetik menjadi suatu gaya hidup yaitu untuk mendapatkan kecantikan sebagai daya tarik fisik agar mendapatkan dukungan sosial, popularitas, teman hidup sesuai dengan kriteria dan karir. Melalui kosmetik kekurangan fisik khususnya pada wajah dapat tersamarkan, 6 diakses pada hari Selasa, 07 Juli 2015, pukul WIB

7 7 sebagai contoh jerawat, flek atau noda hitam, warna kulit yang tidak merata, dan lain-lain. Kosmetik impor dari Jepang merupakan produk kosmetik yang bisa ditemukan di Yogyakarta. Produk ini mengusung kecantikan ideal wanita Jepang, karena kulit wanita Jepang terkenal akan keindahan dan kelembutannya. 7 Beberapa iklan khususnya yang menekankan fungsi produk merupakan sebab dari suatu pengaruh yang diinginkan. Seperti obat yang memiliki fungsi dapat menghentikan sakit, kosmetik memiliki fungsi dapat meningkatkan kecantikan. Dari produk yang dihasilkan, obat maupun kosmetik tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu pengaruh, sehingga jika ingin tampil cantik, ketika melihat penawaran produk kosmetik maka konsumen membeli produk tersebut supaya bisa tampil cantik seperti ikon dalam produk kosmetik tersebut (Ihza, 2013:48-54). Produk kosmetik impor dari Jepang masih menjadi pilihan beberapa mahasiswi di Yogyakarta, di tengah banyaknya produk kosmetik khususnya dengan bernacam-macam pilihan produk kosmetik lokal yang ditawarkan di berbagai media iklan. Melalui media iklan tersebut, beberapa konsumen memahami bahwa kecantikan kulit wanita Jepang dapat diperoleh dengan penggunaan kosmetik. Hal inilah yang menarik bagi peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai budaya konsumerisme mahasiswi di Yogyakarta terhadap produk kosmetik impor dari Jepang. 7 diakses pada hari Selasa, 07 Juli 2015, pukul WIB

8 8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dianalisis yaitu: 1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi mahasiswi di Yogyakarta sehingga memilih produk kosmetik impor dari Jepang? 2. Bagaimana budaya konsumerisme mahasiswi di Yogyakarta terkait dengan penggunaan produk kosmetik impor dari Jepang? 1.3 Ruang Lingkup Penelitian ini akan terfokus pada mahasiswi yang menggunakan produk kosmetik impor berlisensi dari Jepang yang ada di Yogyakarta. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk: 1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi mahasiswi di Yogyakarta sehingga memilih produk kosmetik impor dari Jepang. 2. Mendeskripsikan budaya konsumerisme mahasiswi di Yogyakarta terkait dengan penggunaan produk kosmetik impor dari Jepang. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat praktis bagi para pembaca yang ingin mengetahui tentang latar belakang mahasiswi di Yogyakarta dalam memilih

9 9 produk kosmetik impor dari Jepang. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa pertimbangan dan pandangan mengenai beberapa mahasiswi yang memilih menggunakan produk kosmetik impor dari Jepang. Selain itu, diharapkan penelitian ini menarik dan bermanfaat, serta menambah wawasan bagi para pembaca dan peneliti yang kelak akan melakukan penelitian mengenai budaya konsumerisme di kalangan mahasiswi dalam menggunakan produk kosmetik dari luar negeri. 1.6 Landasan Teori Kebudayaan menjadi salah satu topik yang paling sering diangkat dalam berbagai pembicaraan mengenai globalisasi. Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat; dan 3) benda-benda sbagai karya manusia (Koentjaraningrat, 1974:83). Derasnya arus globalisasi saat ini serta sistem kebijakan pemerintah yang relatif terbuka, semakin memberikan peluang bagi produk industri dari negaranegara maju untuk masuk ke tengah-tengah masyarakat. Walaupun sebagian besar produk tersebut baru dapat dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan, namun seiring dengan kemajuan teknologi, pengaruh kehidupan di perkotaan pun mulai masuk ke tengah kehidupan masyarakat pedesaan. Masuknya sebuah pola budaya baru atau consumer culture (Featherstone, 1991 dalam Sairin, 2004:6) dari negara-negara maju terhadap negara-negara

10 10 berkembang melalui pasar (Said, 1993 dalam Sairin, 2004:6), menimbulkan luar negeri minded yang kemudian mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan menjadi pendorong yang kuat bagi terbentuknya pola budaya konsumer tersebut. Makna konsumer sama dengan konsumen, yang diambil dari penyebutan konsumen dalam bahasa Inggris consumer. Ketika produk-produk massa industri mulai dikonsumsi masyarakat, saat itu juga masyarakat terperangkap pada budaya tersebut (Bodley, 1975 dalam Sairin, 2004:6) yang kemudian berkembang pada wujud kehidupan konsumerisme. Makna konsumerisme perlu dibedakan dari konsumsi. Sejarah manusia menunjukkan bahwa manusia merupakan pelaku konsumsi dan produksi. Pada awalnya, manusia menggunakan daun atau kulit binatang sebagai pakaian dan tangan untuk makan. Dalam perkembangannya, manusia memproduksi serta menggunakan sendok dan garpu untuk makan. Konsumsi berkaitan dengan pemakaian barang atau jasa untuk hidup layak dalam konteks sosio-ekonomiskultural tertentu yang menyangkut kelayakan survival (untuk bertahan hidup), sedangkan konsumerisme adalah sebuah ideologi global baru. Sassatelli (2007:2) menyatakan konsumerisme adalah, A continuous and unremitting search for new, fashionable but superfluous things, sehingga dengan menyebarnya konsumerisme maka orang cenderung mencari dan membeli berbagai macam barang yang dinilai modern tetapi sebenarnya tidak diperlukan. Salah satu ciri dari perilaku konsumerisme yaitu mengkonsumsi suatu produk bukan karena kegunaan (utility), tetapi lebih pada pertimbangan nilai (value) yang melekat pada produk itu. Suatu produk bukan lagi dilihat dari fungsi

11 11 substansialnya, tetapi lebih ditekankan pada makna yang melekat pada produk tersebut. Dalam hal ini, suatu produk telah berubah menjadi sesuatu yang memiliki makna simbolik, sehingga dalam mengkonsumsi suatu produk orang lebih mementingkan image yang melekat pada produk itu daripada kegunaannya. Produk itu lebih dilihat dari citra, kemewahan dan kenikmatan baru, sehingga semakin langka dan terbatas suatu produk, semakin tinggi pula makna simbolik yang melekat pada produk itu. Selain memiliki nilai guna (utility) sesuai dengan fungsi yang telah ditentukan oleh produsen, masyarakat juga membangun makna (value) simbolik baru terhadap produk itu terutama simbol-simbol kehidupan yang berkaitan dengan citra kemewahan dan gengsi. Gervasi (Baudrillard, 1998:63) menyatakan bahwa pertumbuhan dalam masyarakat konsumsi diiringi dengan kemunculan produk-produk baru yang didorong oleh meluasnya lingkup konsumsi karena meningkatnya pendapatan. Hal ini karena semakin besar pendapatan seseorang, semakin banyak pula hal yang diinginkan. Akan tetapi, pendapatan sebesar apapun jelas tidak akan dapat memenuhi semua permintaan manusia karena keinginan-keinginan itu tidak memiliki batas tertentu. Maka, perilaku konsumsi pun akan terus terjadi dalam ruang dan waktu masyarakat konsumsi. Hidup dalam masyarakat yang terjerat dalam pola hidup konsumerisme memang sering terasa membebani kehidupan. Beban kultural yang muncul seakan tidak mungkin untuk dielakkan begitu saja. Padahal untuk memenuhi tuntutan kehidupan konsumerisme itu dibutuhkan dana yang tidak sedikit (As, 2001: ).

12 Tinjauan Pustaka Penelitian yang berhubungan dengan penampilan atau kecantikan yang menjadi ruang lingkup penelitian ini penulis temukan di dalam skripsi yang berjudul Pemutih Kulit: Gaya Hidup dan Kecantikan Perempuan (Studi tentang Perilaku Konsumsi Alat Kecantikan Perempuan) oleh Anggun Veranantika jurusan Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada tahun Skripsi ini membahas mengenai perilaku konsumsi oleh perempuan terhadap pemutih kulit yang menjadi simbol kecantikan perempuan atas pengaruh dan pencitraan iklaniklan produk kecantikan. Perempuan berusaha mereproduksi identitas dan status melalui kecantikan sehingga membentuk perilaku konsumsi terhadap produkproduk pemutih kulit. Selain itu, penelitian mengenai kecantikan juga pernah dilakukan oleh Palupi Setiani jurusan Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada tahun 2010 dalam skripsi yang berjudul Harga Sebuah Penampilan Studi Kasus 5 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Mengenai Tubuh yang Proporsional. Penelitian ini membahas mengenai tindakan remaja putri, khususnya dalam kalangan mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi, terhadap perubahan yang menjauhi bentuk proporsional pada salah satu bagian tubuhnya. Untuk memperoleh tubuh yang bagus, perempuan harus banyak berkorban dengan menerima rasa sakit dan lapar. Kecantikan sendiri saat ini merupakan mitos dan juga obyek penanaman nilai-nilai tentang kecantikan yang seringkali merupakan ilusi karena sulit sekali diwujudkan secara logika.

13 13 Kemudian penelitian yang juga membahas tentang kosmetik dilakukan oleh Eva Yaumi Ifada jurusan Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada tahun 2012 dalam skripsi berjudul Pengaruh Katalog dan Konsumsi Oriflame (Studi pada Mahasiswi Pengguna Oriflame di Yogyakarta). Penelitian ini menjelaskan mengenai perilaku konsumen dalam memaknai gambar pada katalog sebuah produk kecantikan sebagai kebutuhan atau gaya hidup dalam dunia kecantikan. Penelitian yang dilakukannya menunjukkan adanya hubungan antara gaya hidup brand, yaitu produk kecantikan Oriflame, dengan kecenderungan perilaku konsumtif pada mahasiswi. Selain itu hal tersebut juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat gaya hidup mereka, maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku konsumtif mereka. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin rendah gaya hidup mereka, maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku konsumtif. Akan tetapi penelitian ini hanya membahas gaya hidup konsumtif para konsumen Oriflame. Penelitian yang juga membahas tentang kecantikan dilakukan oleh Galih Sekar Tyas Sandra jurusan Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada tahun 2004 dalam skripsi berjudul Pola Perilaku Wanita Dalam Bidang Kecantikan. Penelitian ini menjelaskan mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan seorang wanita untuk tampil cantik dan pengaruh yang diperoleh dari kecantikan tersebut bagi wanita dalam kehidupannya sehari-hari. Penelitian ini membahas ada banyak cara yang harus ditempuh seorang wanita untuk tampil cantik karena kecantikan sangatlah penting bagi wanita.

14 14 Selain itu, penelitian yang dilakukan Anugrahati (2014) tentang Gaya Hidup Shopaholic sebagai Bentuk Perilaku Konsumtif pada Kalangan Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta menemukan bahwa mahasiswa UNY yang bergaya hidup shopaholic menghabiskan banyak waktu untuk belanja sebagai penghilang rasa jenuh, sebagai kepuasan tersendiri dan lebih banyak bergaul dengan orang-orang yang memiliki hobi yang sama dalam banyak hal. Belanja menjadi sebuah gambaran perilaku konsumtif yang sulit untuk diubah. Faktorfaktor yang menyebabkan gaya hidup shopaholic pada mahasiswa UNY antara lain yaitu: (1) gaya hidup mewah, (2) pengaruh dari keluarga, (3) iklan, (4) mengikuti tren, (5) banyaknya pusat-pusat perbelanjaan, (6) pengaruh lingkungan pergaulan. Gaya hidup shopaholic selain memberikan dampak positif, bisa juga memberikan dampak negatif. Dampak positifnya sebagai penghilang stress dan untuk mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan dampak negatifnya adalah terbentuknya perilaku konsumtif, boros, dan candu. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih menjelaskan mengenai 1) bagaimana awal mula mahasiswi pengguna produk tersebut mengenal produk kosmetik impor dari Jepang; 2) bagaimana perilaku konsumsi yang terjadi di kalangan mahasiswi di Yogyakarta dalam menggunakan produk kosmetik impor dari Jepang; dan 3) budaya konsumerisme mahasiswi di Yogyakarta terhadap produk kosmetik impor dari Jepang.

15 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yaitu peneliti berusaha memahami fenomena yang sedang marak terjadi dan mengkaitkannya dengan orang-orang yang berhubungan dengan fenomena tersebut. Dalam metode kualitatif ini, selain lebih menekankan aspek subjektif dari perilaku seseorang, peneliti juga berusaha masuk ke dalam kerangka berpikir para subjek yang ditelitinya, sehingga peneliti mengerti apa dan bagaimana pemahaman yang dikembangkan oleh subjek yang diteliti di sekitar fenomena dalam kehidupannya sehari-hari (Moleong, 1989:10). Data penelitian kualitatif berupa tulisan, rekaman ujaran secara lisan, gambar, angka, pertunjukan kesenian, relief-relief dan berbagai bentuk data lain yang diubah ke dalam bentuk teks. Data tersebut bisa bersumber dari hasil survei, observasi, wawancara, dokumen, rekaman, hasil evaluasi dan lain sebagainya (Maryaeni, 2005:60). Ada beberapa teknik pengambilan data kualitatif, antara lain teknik survei, partisipasi, observasi, interview, catatan lapangan dan memo analitik, elisitasi dokumen, pengalaman personal dan antisipasi dalam kaji tindak (Maryaeni, 2005:67). Dalam penelitian ini, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik interview (wawancara), observasi, dan dokumentasi. 1. Interview (wawancara) Interview (wawancara) yaitu salah satu cara pengambilan data yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi lisan dalam bentuk semi terstruktur dan tak terstruktur, yaitu interview yang sudah diarahkan oleh sejumlah daftar

16 16 pertanyaan namun tidak menutup kemungkinan memunculkan pertanyaan baru yang muncul secara spontan sesuai dengan konteks pembicaraan yang dilakukan. Interview bisa dilaksanakan secara individual maupun kelompok. Dalam interview baik secara individual maupun kelompok, peneliti sebagai interviewer bisa melakukan interview secara directive, yaitu peneliti selalu berusaha mengarahkan topik pembicaraan sesuai dengan fokus permasalahan yang mau dipecahkan, maupun interview secara nondirective, yakni peneliti bukannya ingin memfokuskan pembicaraan pada suatu masalah, tetapi ingin mengeksplorasi suatu masalah. 2. Observasi Observasi adalah pengamatan terhadap fenomena yang terjadi di sekitar yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengamatan dilakukan terhadap fenomena yang menjadi tren dalam penggunaan produk kosmetik impor dari Jepang oleh mahasiswi di Yogyakarta. 3. Dokumentasi Dokumentasi ialah setiap bahan tertulis atau film (Moleong, 2012:217). Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi penunjang yang berkaitan dengan penelitian ini. Dokumentasi yang akan diambil dalam penelitian ini antara lain profil dan perkembangan produk kosmetik impor dari Jepang yaitu SK-II, Kanebo, dan Shiseido. Setelah data diperoleh maka perlu diuji validitasnya. Validitas penelitian kualitatif dengan metode wawancara menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah upaya untuk memeriksa data dalam suatu penelitian, yang mana peneliti

17 17 tidak hanya menggunakan satu sumber data, satu metode pengumpulan data atau hanya menggunakan pemahaman pribadi peneliti saja tanpa melakukan pemeriksaan kembali dengan penelitian lain. Triangulasi ini merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Triangulasi dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber yaitu membandingkan dan memeriksa kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, membandingkan antara apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada (Bachri, 2010:56). 1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini terdiri dari: Bab I berisi tentang pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika penulisan, dan daftar pustaka. Bab II berisi tentang landasan teori yaitu mengenai perkembangan budaya Jepang di Indonesia, konsep kecantikan ideal ala Jepang, produk kosmetik impor dari Jepang di Yogyakarta, dan budaya konsumerisme.

18 18 Bab III berisi tentang pembahasan yang mencakup profil responden, faktor-faktor yang melatarbelakangi mahasiswi di Yogyakarta sehingga memilih produk kosmetik impor dari Jepang, budaya konsumerisme mahasiswi di Yogyakarta terkait dengan penggunaan produk kosmetik impor dari Jepang, dan pembahasan mengenai hasil penelitian di lapangan yang dihubungkan dengan teori. Bab IV merupakan kesimpulan dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal penting yang mendapatkan perhatian khusus. Cross dan Cross BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kalangan mahasiswa merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat yang rentan terhadap pengaruh gaya hidup, trend, dan mode yang sedang berlaku. Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya hidup secara luas didefenisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Arus globalisasi yang terus berkembang memberikan perubahan pada perilaku membeli pada masyarakat termasuk remaja putri. Saat ini, masyarakat seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu yang beranekaragam mendorong banyak orang mendirikan tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya berupaya memenuhi kebutuhan dari mulai kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Perkembangan kebutuhan dari setiap individu yang beranekaragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat

BAB I PENDAHULUAN. materialime yang menjurus pada pola hidup konsumtif. Perilaku konsumtif erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman era globalisasi dicirikan dengan perdagangan bebas atau pasar bebas, dan kemajuan teknologi telah menghasilkan agama baru yang disebut sebagai materialime

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Life style atau gaya hidup, salah satu unsur penting di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup sudah menjadi bagian dari salah satu ciri-ciri masyarakat modern, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier, kebutuhan yang pertama yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya semua orang yang hidup di dunia ini memiliki kebutuhan untuk membuatnya bertahan hidup. Kebutuhan tersebut dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, manusia dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang semakin maju, sehingga manusia cenderung berfikir konsumtif yang mencerminkan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi dan gaya hidup. Globalisasi ditandai dengan pesatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka dengan sendirinya akan menimbulkan adanya perubahan di segala bidang seperti mode, informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini sangat mudah sekali mencari barang-barang yang diinginkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan pokok atau primer maupun kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu 12 BAB II KERANGKA TEORI A. Kajian Pustaka Perilaku Konsumtif Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif 38 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan perspektif fenomenologi. Penelitian dengan pendekatan fenomenologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada awalnya, para produsen menawarkan produknya dengan tujuan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai konsumen. Mereka membuat sebuah produk yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA

BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA BAB II GEJALA SHOPAHOLIC DI KALANGAN MAHASISWA 2.1. Pengertian Shopaholic Shopaholic berasal dari kata shop yang artinya belanja dan aholic yang artinya suatu ketergantungan yang disadari maupun tidak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif,

BAB I PENDAHULUAN. informasi mendalam suatu produk. Barang menurut Fandy (dalam Latif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di masa dimana perkembangan teknologi semakin maju ini, masyarakat aktif dalam mencari informasi mengenai produk yang bermanfaat dan sesuai dengan apa yang dijanjikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Yogyakarta dikenal banyak orang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Yogyakarta dikenal banyak orang dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan kota yang terletak di tengah-tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Yogyakarta dikenal banyak orang dengan sebutan Kota Budaya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkeluarga maupun belum berkeluarga sering mengunjungi pusat perbelanjaan

BAB I PENDAHULUAN. berkeluarga maupun belum berkeluarga sering mengunjungi pusat perbelanjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki berjuta ragam penduduk yang berasal dari berbagai suku, ras, budaya, agama, dan pekerjaan yang berbeda beda diantara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan, individu sudah memiliki naluri bawaan untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Gejala yang wajar apabila individu selalu mencari kawan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan kesadaran religious, Komunitas Hijabers Yogyakarta ingin menampilkan sebuah identitas baru yaitu berbusana yang modis tapi tetap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN IKLAN POND S DI TELEVISI DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK POND S PADA MAHASISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN IKLAN POND S DI TELEVISI DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK POND S PADA MAHASISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KETERTARIKAN IKLAN POND S DI TELEVISI DENGAN KEPUTUSAN MEMBELI PRODUK POND S PADA MAHASISWA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : IKA NANDITYASARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, gaya hidup dan pola pikir masyarakat berkembang yang. konsumen yang berhasil menarik konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi, gaya hidup dan pola pikir masyarakat berkembang yang. konsumen yang berhasil menarik konsumen. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Zaman globalisasi saat ini banyak kemajuan dan perubahan yang terjadi dalam dunia bisnis modern. Perubahan yang terjadi ditandai dengan adanya kemajuan teknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Sarlito (2013) batasan umum usia remaja adalah 11 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan usia 11 tahun adalah usia ketika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja pada umumnya memang senang mengikuti perkembangan trend agar tidak ketinggalan jaman. Seperti yang dikutip dari sebuah berita alasan remaja menyukai belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi pada saat individu beranjak dari masa anak-anak menuju perkembangan ke masa dewasa, sehingga remaja merupakan masa peralihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak dari tahun ketahun. Modernisasi di gunakan untuk tahapan perkembangan sosial yang di dasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sekarang ini sudah menjadikan belanja atau shopping bukan hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan fashion saat ini sudah semakin pesat. Banyaknya model - model pakaian yang kian beragam dan juga berbagai merek yang bermunculan menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan yang pesat didunia kecantikan saat ini hanya menjadi kebutuhan untuk masyarakat umum saja akan tetapi juga menjadi prospek bisnis yang prospektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menunjukkan skala berkembang, tumbuh besar, mempercepat dan memperdalam dampak arus dan pola interaksi sosial antar benua (Held dan McGrew, 2002:12). Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis menuntut perusahaan. maupun wirausahawan untuk bergerak mengikuti selera konsumen dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis menuntut perusahaan. maupun wirausahawan untuk bergerak mengikuti selera konsumen dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin dinamis menuntut perusahaan maupun wirausahawan untuk bergerak mengikuti selera konsumen dan menyediakan beragam produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri Jurnal Mediapsi 2016, Vol. 2, No. 1, 45-50 Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri R. A. Adinah Suryati Ningsih, Yudho Bawono dhobano@yahoo.co.id Program Studi Psikologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan masyarakat yang sering mengunjungi mall atau plaza serta melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan masyarakat yang sering mengunjungi mall atau plaza serta melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat Indonesia cenderung merubah perilaku gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin cepat ini, mempercepat pula perkembangan informasi di era global ini. Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dapat begitu mudahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melihat isi media saat ini, baik media cetak maupun non cetak, sebagian besar dipenuhi oleh iklan yang mempromosikan berbagai macam produk atau jasa. Dengan menampilkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. frekuensi berbelanja minimal 3x dalam sebulan. Namun mereka. orang tua, yaitu dari hasil kerja sambilan.

BAB V PENUTUP. frekuensi berbelanja minimal 3x dalam sebulan. Namun mereka. orang tua, yaitu dari hasil kerja sambilan. 75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Banyak diantara mahasiswa UNY yang memiliki gaya hidup shopaholic. Gaya hidup shopaholic termasuk ke dalam salah satu bentuk perilaku konsumtif. Mereka tidak pernah puas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan termasuk kota metropolitan. Kondisi ini menjadikan kota medan terdapat banyak pusat perbelanjaan,pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, khususnya dalam perilaku membeli. Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. hanya bersifat fungsional untuk mengisi perut namun juga memenuhi lifestyle.

BAB V PENUTUP. hanya bersifat fungsional untuk mengisi perut namun juga memenuhi lifestyle. BAB V PENUTUP A. Simpulan Sifat konsumtif merupakan suatu yang wajar dan pasti dimiliki oleh setiap manusia. Wedangan modern telah membuat pergeseran fungsi makan dari awalnya yang sebagai pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melakukan inovasi untuk pengembangan produknya dan. mempertahankan konsumennya. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Kebutuhan dan selera pasar terus berkembang seiring waktu dan perkembangan jaman. Hal inilah yang mendasari perusahaan untuk bersaing dengan melakukan inovasi untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Iklan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Bab I PENDAHULUAN. perkembangan industri jasa dirasakan cukup dibutuhkan oleh masyarakat luas. 1 Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri jasa sangatlah pesat di negara-negara maju begitu pula halnya dengan Indonesia. Perkembangan dan peranan industri jasa yang makin besar didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai calon-calon intelektual yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, kritis, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah sekelompok kecil dari masyarakat yang berkesempatan mengembangkan kemampuan intelektualnya dalam mendalami bidang yang diminatinya di perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecantikan dan keindahan merupakan dambaan setiap wanita dan hal tersebut sangat identik dengan wanita. Kecantikan dan keindahan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia yang semakin modern, menuntut masyarakat untuk mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia yang semakin modern, menuntut masyarakat untuk mengikuti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang semakin modern, menuntut masyarakat untuk mengikuti gaya hidup yang serba modern pula. Apalagi dalam modernisasi sering terselip falsafah konsumerisme,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. (http://kbbi.web.id/jilbab). Pada zaman orde baru pemerintah melarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia sehingga banyak ditemui perempuan muslim Indonesia menggunakan jilbab,

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF DI KALANGAN MAHASISWA FIS UNY PADA KLINIK KECANTIKAN RINGKASAN SKRIPSI

PERILAKU KONSUMTIF DI KALANGAN MAHASISWA FIS UNY PADA KLINIK KECANTIKAN RINGKASAN SKRIPSI PERILAKU KONSUMTIF DI KALANGAN MAHASISWA FIS UNY PADA KLINIK KECANTIKAN RINGKASAN SKRIPSI Oleh: TRIGITA ARDIKAWATI JAVA TRESNA 08413241033 JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IKLAN & LINGKUNGAN SOSIAL

IKLAN & LINGKUNGAN SOSIAL IKLAN & LINGKUNGAN SOSIAL PENGARUH IKLAN A. Pengaruh Ekonomi B. Pengaruh Psikologis C. Pengaruh Sosial Budaya A. PENGARUH EKONOMI Iklan sebagai transaksi atau peristiwa yang ekonomi yang mampu mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan adanya berbagai kebebasan dan kemudahan yang diberikan kepada para pelaku bisnis untuk memulai usahanya, menimbulkan banyak sekali bermunculan industri-industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. informasi, ekonomi-industri, sosial budaya dan bidang lainnya. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini banyak hal yang berubah, perubahan terjadi di dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi informasi, ekonomi-industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri sepatu di era globalisasi seperti sekarang ini berada dalam persaingan yang semakin ketat. Terlebih lagi sejak tahun 2010 implementasi zona perdagangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Fenomena perawatan di klinik kecantikan yang dilakukan oleh mahasiswa FIS UNY tanpa disadari telah menimbulkan perilaku konsumtif bagi diri mereka. Kuatnya pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar, produsen semakin lebih kreatif terhadap jasa dan produk yang ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. pasar, produsen semakin lebih kreatif terhadap jasa dan produk yang ditawarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berkembangnya pasar modern akhir-akhir ini membuat para produsen bersaing untuk menawarkan produk dan jasa yang sesuai dengan perkembangan pasar, produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami

BAB I PENDAHULUAN. yang menginginkan lokasi belanja yang lebih bersih tertata dan rapi. Utami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini tidak dapat dipungkiri jika masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah perkotaan semakin dimanjakan dengan menjamurnya pertumbuhan ritel. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanpa kita sadari, masyarakat selalu diposisikan sebagai konsumen potensial untuk meraup keuntungan bisnis. Perkembangan kapitalisme global membuat bahkan memaksa masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi busana mengalami sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. kosmetik telah berkembang dari sekedar perubahan penampilan fisik. Sebelumnya,

Bab 1. Pendahuluan. kosmetik telah berkembang dari sekedar perubahan penampilan fisik. Sebelumnya, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Semakin banyak orang Jepang baik tua, muda, wanita, dan pria menjalankan bedah kosmetik saat mereka tidak suka dengan apa yang mereka lihat di kaca. Makna bedah kosmetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita merupakan simbol dari keindahan. Salah satu upaya wanita untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Wanita merupakan simbol dari keindahan. Salah satu upaya wanita untuk menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita merupakan simbol dari keindahan. Salah satu upaya wanita untuk menjaga keindahannya adalah dengan cara merawat diri baik dari dalam yaitu dengan berolahraga

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang. terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti

BAB I. A. Latar Belakang. terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan manusia makin lama makin berkembang, tak hanya terbatas pada kebutuhan biologis, tetapi juga pada kebutuhan psikologis seperti penghargaan diri,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pakaian menjadi salah satu kebutuhan yang di rasa semakin meningkat sejak masuk ke bangku kuliah. Terutama bagi mahasiswi, pakaian menjadi salah satu penanda eksistensi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keindahan dan kecantikan seorang perempuan bersumber dari dua arah, yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam. Kecantikan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia selalu berubah menuruti perkembangan pola pikirnya. Dahulu kita mengenal adanya peradaban nomaden yang masih sangat mengandalkan alam untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perilaku konsumen yang terjadi pada era globalisasi saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perilaku konsumen yang terjadi pada era globalisasi saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku konsumen yang terjadi pada era globalisasi saat ini sangat mengkhawatirkan karena konsumen lebih menyukai produk luar negeri. Fashion luar negeri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.10, tahun 1964, Jakarta dinyatakan sebagai Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu pendukung pemilik kebudayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu pendukung pemilik kebudayaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bahasa merupakan salah satu pendukung pemilik kebudayaan masyarakat bahasa. Sebagai anggota masyarakat bahasa seorang penutur tidak terlepas dari tuturan dalam kehidupan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU KONSUMTIF KOSMETIK MAKE UP WAJAH PADA MAHASISWI. Naskah Publikasi

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU KONSUMTIF KOSMETIK MAKE UP WAJAH PADA MAHASISWI. Naskah Publikasi HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN PERILAKU KONSUMTIF KOSMETIK MAKE UP WAJAH PADA MAHASISWI Naskah Publikasi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dilepas dari kaum wanita. Secara psikologis wanita memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kesehariannya, kaum wanita tidak lepas dari tuntutan untuk tampil cantik, dan menarik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, kosmetik telah menjadi salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO. HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48).

BAB I PENDAHULUAN. memberikan identitas kultural terhadap seseorang (Jayanti, 2008: 48). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia fashion terus mengalami kemajuan sehingga menghasilkan berbagai trend mode dan gaya. Hal ini tidak luput dari kemajuan teknologi dan media sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari dengan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Kemunculan produkproduk kecantikan masa kini menjanjikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan dalam pandangan sosial budaya, memiliki makna yang lebih luas dari sekedar sumber nutrisi. Terkait dengan kepercayaan, status, prestise, kesetiakawanan

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERILAKU KONSUMTIF DALAM MEMBELI BARANG ONLINE SHOP PADA MAHASISWA DI KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Media massa menjadi entertainer (penghibur) yang hebat karena bisa mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini media massa mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimana kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peranan media. Media massa menjadi sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus

BAB I PENDAHULUAN. meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, Industri di bidang kecantikan mempunyai kecenderungan yang terus meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Industri kecantikan terus menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri periklanan belakangan ini menunjukan perubahan orientasi yang sangat signifikan dari sifatnya yang hanya sekedar menempatkan iklan berbayar di media massa menjadi

Lebih terperinci