BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.10, tahun 1964, Jakarta dinyatakan sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI), Jakarta Raya tetap sebagai ibukota negara Republik Indonesia, dengan nama Jakarta. Selama berabad-abad, kota Bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai, sehingga mendorong laju pembangunan gedunggedung perkantoran, pemerintahan, dan kedutaan negara sahabat. Jakarta menjadi salah satu kota metropolitan terkemuka pada abad ke-21 ( 29 September 2012). Pada masa ini, pusat-pusat perbelanjaan dan perkembangan teknologi semakin canggih dimana hal ini mempermudah proses pemasaran suatu barang atau produk, sehingga secara tidak langsung hal ini menarik konsumen untuk terus mengkonsumsi barang atau produk dan juga mempengaruhi meningkatnya proses pembelian pada masyarakat. Peningkatan ini dapat terjadi dikarenakan masyarakat tidak lagi mempertimbangkan kebutuhan akan barang tersebut, akan tetapi masyarakat sekarang cenderung mempertimbangkan kebutuhan akan kepuasaan diri (Fromm, 1955). Senada yang dikemukakan oleh Erich Fromm, Hawkins, Motherbaugh dan Mookerjee (2010) mengemukakan bahwa konsumen secara umum mengkonsumsi barang atau produk (proses pembelian) lebih pada pemenuhan kepuasan dalam dirinya, bukan karena bentuk, fungsi, manfaat atau kegunaan dari barang atau produk itu sendiri.

2 Dunia perindustrian yang terus menunjukkan adanya kemajuan yang pesat, yakni dalam bidang fashion. Fashion secara jelas memiliki peran yang cukup penting dalam menjaminnya tingkat kemewahan seseorang dan juga karena ada perhatian dari semua kalangan akan fashion, sehingga hal ini membuat fashion terlihat penting. Fashion secara langsung digandrungi oleh pria ataupun wanita, akan tetapi wanita yang sangat terobsesi dengan fashion. Fashion juga memberikan dampak pada sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap diri mereka sendiri dan orang lain disekitarnya, walaupun banyak juga yang mengalami penolakan akan sikap yang ditunjukkannya itu. Fashion itu sendiri berhubungan dengan banyak area, seperti pakaian, tubuh, konsumsi, identitas dan seni. (Svendsen, 2006). Sementara itu, Hemphill dan Suk (2009) menyatakan bahwa fashion merupakan alasan terbesar yang menjadikan individu itu menjadi konsumtif atau cenderung menghabiskan uang nya demi mengkonsumsi barang-brang yang diinginkannya, sehingga perilaku-perilaku konsumsi ini cenderung pula mengikuti trend fashion, gaya hidup dan menyebabkan individu menjadi mengkonsumsi barang atau produk secara berlebihan. Serupa dengan penjelasan diatas, Fromm (1955) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif merupakan prilaku pembelian secara berlebihan dan tidak wajar. Fromm (1976) menyatakan bahwa seseorang dikatakan konsumtif apabila ia memiliki atau mengkonsumsi barang atau produk secara terus menerus, berlebihan dan lebih mempertimbangkan status atau prestise yang ditimbulkan dari barang atau produk tersebut, dimana hal ini bertujuan untuk menunjukkan status sosial individu itu di masyarakat, bukan karena kebutuhan dan fungsi nya. Telah menjadi fakta bahwa setiap tahunnya, di kota-kota besar selalu dibanjiri oleh pendatang yang notabene nya warga desa yang mencoba

3 mengadu nasib, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung dengan harapan akan memperoleh kehidupan yang lebih baik, lebih layak, dan lebih terjamin, pendidikan yang lebih baik, pekerjaan dan penghidupan yang layak (Albizza, 2008). Pada umumnya, urbanisasi dikenal sebagai suatu aktivitas perpindahan penduduk dari desa ke kota. Secara sosiologis, merantau paling sedikit mengandung enam unsur pokok, yaitu meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan sendiri, untuk jangka waktu lama/pendek, tujuan mencari nafkah, menuntut ilmu, atau mencari pengalaman, biasanya dengan maksud kembali pulang, dan merantau sebagai pranata sosial yang membudaya (Kusnadi, 2002). Merantau merupakan aktivitas ketika seseorang meninggalkan kampung atau daerah kediamannya. Banyak masyarakat yang berstatuskan sebagai mahasiswa/i melakukan perantau ini, dimana mereka meningglkan tempat tinggal asalnya demi untuk menuntut ilmu di kota lainnya. Banyak proses-proses yang dialami oleh mahasiswa/i yang berstatus sebagai perantauan atau pendatang, seperti proses pergaulan, budaya pertemanan, dan kegiatan membeli atau mengkonsumsi barang atau produk (Dewi, 2008). Secara umum, mahasiswa/i sekarang cenderung ingin selalu berpenampilan modis, glamour, mengikuti gaya hidup, mengikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih, sehingga hal ini memberikan gambaran bahwa para mahasiswa/i telah masuk ke dalam perangkap daya konsumtif yang tinggi. Mereka menggunakan uang kirimannya untuk membeli barang-barang yang bukan untuk kebutuhan kuliahnya, akan tetapi lebih pada pengkonsumsian atau pembelian hal-hal yang berbau fashion dan kecanggihan teknologi. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa/i cenderung menyisihkan uang jajannya untuk memenuhi rasa puas dan pemenuhan gaya hidupnya, tetapi seharusnya mahasiswa/i justru

4 diharapkan mampu belajar untuk mengatur atau mengontrol keuangan atau tabungan mereka, dan ini secara tidak langsung membuat mereka terdesak untuk memenuhi kebutuhan sekunder atau tersier yang mampu mengalahkan kebutuhan pokok. ( 28 maret 2013). Menurut Apruebo (2005), perilaku konsumen adalah bidang studi yang menarik, bersifat dinamis, dan sebuah proses interaktif. Kita semua adalah konsumen, karena kecenderungan atau impuls kita dapat mengarahkan kita untuk membuat keputusan sendiri dalam proses pembelian barang dan jasa pada kehidupan sehari-hari, baik di pasar, ataupun pusat perbelanjaan. Kumar (2010) menjelaskan bahwa perilaku konsumen (consumer behavior) dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terkontrol, antara lain faktor budaya, pribadi, dan latar belakang psikologi juga menjadi kekuatan seseorang dalam memutuskan suatu pembelian. Pendapat lain dari Santoso (2005) bahwa praktek konsumsi yang dilakukan oleh mahasiswa/i ataupun kalangan pekerja bukanlah merupakan suatu aksi atau rekasi yang hadir secara begitu saja, melainkan melalui suatu proses atau faktor-faktor pendorong tertentu, seperti lingkungan pergaulan jelas sangat memberikan pengaruhi pola konsumsi pada mahasiswa/i. Penjelasan diatas sejalan dengan apa yang peneliti rasakan, dimana peneliti juga termasuk sebagai mahasiswi pendatang. Pada mulanya, peneliti memiliki tujuan untuk melanjutkan program pendidikan ke perguruan tinggi ke DKI Jakarta ini, akan tetapi seiring berjalannya waktu, peneliti merasakan proses sosialisasi dan pergaulan yang berbeda dari lingkungan di daerah asal dengan kota metropolitan ini, fashion yang cukup cepat mengalami perubahan di kota Jakarta ini, serta didukung pula dengan tidak adanya kontrol dan pembatasan uang jajan dari orang tua peneliti. Maka dari itu, peneliti menyadari bahwa hal-hal ini mendorong perilaku konsumtif peneliti menjadi semakin meningkat. Selain itu,

5 hal ini didukung oleh informasi dari beberapa mahasiswa/i pendatang yang dilakukan melalui proses wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 15 Oktober 2012 dimana mereka menyadari bahwa perilaku konsumtif mereka meningkat. Hal ini mereka rasakan karena proses sosialisasi, pergaulan dan rata-rata mahasiswa/i pendatang cenderung merupakan mahasiswa/i indekost, oleh karena itu membuat mereka juga perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan kost dan juga sering muncul perasaan bosan ketika mereka hanya dikos, sehingga perasaan bosan itu mendorong mereka cenderung untuk mencari hiburan, pergi ke mall dan lain-lain, serta didukung pula dengan kecangihan teknologi, yakni di media sosial telah banyak online shop dimana proses pembelian yang tanpa harus mendatangi pusat-pusat perbelanjaan. Menurut Zebua dan Nurdjayadi (2001, dalam Sholihah & Kuswardani, 2012), kecenderungan perilaku konsumtif seseorang diduga terkait dengan karakteristik psikologis tertentu yang dimiliki oleh seseorang, yaitu konsep diri mereka sebagai individu, dan tingkat konformitas terhadap kelompok teman sebaya. Selain itu, hal ini juga disebabkan karena peralihan dari masa remaja ke masa dewasa yang menuntut mereka selalu ingin berpenampilan menarik, dan keinginan selalu memenuhi kepuasaan diri. Manusia juga pada dasarnya menjadi lebih mementingkan faktor keinginan (want), sehingga cenderung dikuasai oleh hasrat duniawi dan kesenangan materi semata (Sholihah & Kuswardani, 2012), Konsep diri sangatlah berpengaruh pada perilaku manusia (Tina, 2005). Prabowo (2002, dalam Sholihah & Kuswardani, 2011), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian yang kaitannya langsung dengan kepribadian diantaranya konsep diri dan gaya hidup. Murmanto (2007), menjelaskan bahwa lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua turut

6 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Menurut Baudrillard (2001) terjadinya perubahan budaya konsumsi masyarakat pada dasarnya dikarenakan masyarakat cenderung mengkonsumsi barang atau produk demi simbol sebuah pencitraan diri. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sintiche Ariesny Parma (2007), menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku konsumtif remaja putri dalam pembelian kosmetik melalui katalog di SMA Negeri 1 Semarang. Semakin negatif konsep diri, maka semakin tinggi perilaku konsumtif remaja dalam pembelian kosmetik melalui katalog. Uraian diatas menunjukkan bahwa perilaku konsumtif remaja putri dalam pembelian kosmetik melalui katalog semakin meningkat, karena remaja berorientasi terhadap diri sendiri, sehingga mengalami krisis percaya diri atau konsep diri negatif apabila dilihat secara psikologis remaja dalam keadaan labil, dan mudah terpengaruh dalam perilaku konsumtifnya Alasan peneliti memililih hubungan konsep diri terhadap perilaku konsumtif pada mahasiswa/i pendatang adalah adanya perbedaan konsep diri pada setiap individu tersebut dikarenakan adanya pergaulan dan budaya yang ada di DKI Jakarta, sehingga mendorong mereka untuk menjadi lebih konsumtif. Sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian lanjutan dalam bidang penelitian ini, dimana penelitian ini dilakukan untuk mengukur hubungan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang angkatan 2009 Universitas Bina Nusantara dengan perilaku konsumtif pada produk fashion. Penulis memilih mahasiswa/i pendatang angkatan 2009 Universitas Bina Nusantara sebagai responden dalam penelitian ini dikarenakan responden ini telah mewakili sampel penelitian yang diinginkan peneliti, dan mereka merasakan proses perubahan budaya,

7 pergaulan, dan proses konsumsi selama melaksanakan proses belajar di Jakarta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang angkatan 2009 Universitas Bina Nusantara dengan perilaku konsumtif pada produk fashion? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terkait dengan rumusan masalah diatas adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara konsep diri mahasiswa/i pendatang angkatan 2009 Universitas Bina Nusantara dengan perilaku konsumtif pada produk fashion. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Memperluas pengetahuan secara teoritis bagi peneliti, dan pembaca Mempeluas penelitian terhadap pemahaman mahasiswa/i pendatang tentang perilaku konsumtif Menjadi bahan referensi untuk dapat mengembangkan penelitian ke tahap selanjutnya atau sebagai studi awal (preliminary study) Memperkaya penelitian tentang psikologi konsumen A. Manfaat Praktis Mampu memberikan nilai-nilai positif bagi mahasiswa/i pendatang, sehingga mampu mengontrol perilaku konsumtif, dan suatu pembelian dapat disesuaikan dengan kebutuhan