BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. siswa dan guru dalam pembelajaran biologi telah dilaksanakan di sekolah SMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. siswa dan guru dalam pembelajaran biologi telah dilaksanakan di sekolah SMA"

Transkripsi

1 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran metakognitif siswa dan guru dalam pembelajaran biologi, implementasi kesadaran metakognitif siswa dan guru dalam pembelajaran biologi telah dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri 1 Batudaa pada semester genap tahun ajaran Tingkat kesadaran metakognitif siswa dan guru dalam pembelajaran biologi Kesadaran metakognitif siswa maupun guru diukur dengan menggunakan daftar inventori metakognisi yang dikembangkan oleh Schraw, G dan Dennison, R.S. Pengukuran kesadaran metakognitif ini dilakukan pada siswa yang berasal dari sekolah SMU Negeri 2 Gorontalo dan siswa yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa pada pembelajaran biologi. Kesadaran metakognitif pada pembelajaran biologi dilakukan juga pada guru biologi yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa. Hal ini dilakukan karena guru merupakan komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan setiap siswa. Instrumen kesadaran metakognitif siswa maupun guru terdiri atas 35 butir meliputi 7 pernyataan Planning, 10 pernyataan mengenai strategi informasi, 7 pernyataan Monitoring, 5 pernyataan strategi untuk mengkoordinasikan kesalahan pemahaman atau perolehan dan 6 pernyataan mengenai Evaluasi. Skor maksimum 23

2 24 yaitu 175. Jawaban selalu mendapat skor 5, jawaban sering skor 4, jawaban jarang skor 3, jawaban sangat jarang skor 2 dan jawaban tidak pernah mendapat skor 1. Berikut ini hasil kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi. Tabel 3 Kesadaran Metakognitif Siswa Pada Pelajaran Biologi Asal Sekolah Perolehan Nilai Metakognitif Setiap Siswa SMU Negeri Gorontalo SMK Negeri I Batudaa Sumber. SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa Rata-rata skor metakognitif 80% 75% Tabel 3 menunjukkan kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi. Kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa yang berada di kedua sekolah tersebut, baik siswa yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo maupun siswa yang berada di SMK Negeri I Batudaa sudah berkembang baik, yaitu

3 25 kesadaran metakognitif yang dimiliki siswa SMU Negeri 2 Gorontalo mencapai 80% dan kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa yaitu hanya 75%. Akan tetapi kesadaran metakognitif siswa yang berasal dari kedua sekolah tersebut belum berkembang dengan sangat baik. Hal ini dikarenakan skor kesadaran metakognitif yang dimiliki belum mencapai skor maksimal yaitu 80% ke atas. Kesadaran metakognitif dapat pula dilihat berdasarkan aspek kesadaran metakognitif yang meliputi aspek planning, strategi informasi, monitoring, strategi untuk mengkoordinasikan kesalahan pemahaman atau perolehan dan evaluasi. Besarnya skor masing-masing aspek kesadaran metakognitif ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4 Skor Masing-Masing Aspek Kesadaran Metakognitif Siswa pada Pembelajaran Biologi Skor Kesadaran Nama Sekolah Aspek Kesadaran Metakognitif Metakognitif SMU Negeri 2 Gorontalo SMK Negeri I Batudaa Planning 80% Strategi informasi 79% Monitoring 79% Strategi mengkoordinasi kesalahan 78% Evaluasi 78% Rata-rata 79% Planning 76% Strategi informasi 73% Monitoring 77% Strategi mengkoordinasi kesalahan 76% Evaluasi 74% Rata-rata 75% Sumber. SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa Tabel 4 menunjukkan bahwa masing-masing aspek kesadaran metakognitif yang dimiliki siswa telah berkembang baik. Namun ada beberapa

4 26 aspek yang memiliki nilai kesadaran metakognitif yang rendah, yaitu aspek strategi informasi dan evaluasi yang terjadi pada siswa SMK Negeri I Batudaa yaitu berturut-turut 73% strategi informasi dan 74% pada evaluasi. Selain siswa, kesadaran metakognitif guru yang berada di sekolah SMU Negeri 2 Gorontalo, maupun di SMK Negeri I Batudaa juga diukur dengan menggunakan daftar inventori metakognisi yang dikembangkan oleh Schraw, G dan Dennison. Kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru pada pembelajaran biologi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5 Skor Kesadaran Metakognitif Guru Terhadap Pembelajaran Biologi Asal Sekolah SMU Negeri 2 Gorontalo Skor Kesadaran Metakognitif Guru Rata- Rata % SMK Negeri I Batudaa % Sumber. SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa Tabel 5 menunjukkan kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru biologi dalam pembelajaran biologi. Kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo sebesar 94%, sedangkan kesadaran yang dimiliki oleh guru yang berada di SMK Negeri I Batudaa sebesar 81%. Ini menunjukkan bahwa kesadaran yang dimiliki oleh guru biologi sudah sangat berkembang, karena telah mencapai skor diatas 80%, baik kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo maupun guru yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Kesadaran metakognitif guru dapat juga dilihat dari beberapa aspek kesadaran metakognitif yang meliputi planning, strategi informasi, monitoring,

5 27 strategi atau langkah yang dilakukan untuk mengkoordinasikan kesalahan pemahaman atau perolehan dan evaluasi. Besarnya skor masing-masing aspek kesadaran metakognitif disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 6 Skor Masing-Masing Aspek Kesadaran Metakognitif Guru Pada Pembelajaran Biologi Nama Sekolah Aspek Kesadaran Metakognitif Skor Kesadaran Metakognitif Planning 99% Strategi informasi 93% SMU Negeri 2 Monitoring 99% Gorontalo Strategi mengkoordinasi kesalahan 84% Evaluasi 96% Rata-rata 94.2% SMK Negeri I Batudaa Planning 93% Strategi informasi 87% Monitoring 80% Strategi mengkoordinasi kesalahan 80% Evaluasi 78% Rata-rata 83.6% Sumber. SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru biologi yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo yaitu 94.2% Skor ini merupakan skor total kesadaran metakognitif yang meliputi aspek planning, strategi informasi, monitoring, strategi mengkoordinasi kesalahan dan evaluasi. Aspek terendah dapat dilihat pada strategi untuk mengkoordinasi kesalahan yang memiliki skor 84%. Sementara untuk skor tertinggi dilihat pada aspek planning yang mencapai skor hingga 99%. Selain itu, terlihat pada tabel 4 bahwa kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh guru yang berada di SMK Negeri I Batudaa 83.6%. Aspek terendah terletak pada aspek evaluasi dan skor tertinggi terdapat pada aspek Planning yang mencapai 93%. Namun guru yang

6 28 berada di kedua sekolah tersebut, kesadaran metakognitifnya telah berkembang dengan sangat maksimal atau berkembang dengan sangat baik Implementasi kesadaran metakognitif siswa dan guru dalam pembelajaran biologi Implementasi kesadaran metakognitif siswa dalam pembelajaran biologi juga dilihat dengan tujuan untuk mengetahui apakah kesadaran metakognitif siswa terimplementasi dalam pembelajaran biologi. Berikut ini tabel implementasi kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi. Tabel 7 Implementasi kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi Asal Sekolah SMU Negeri 2 Gorontalo SMK Negeri I Batudaa No Soal Persentasi Jawaban Ya Tidak 1 93% 7% 2 100% 0% 3 78% 22% 4 53% 47% 6 55 % 45% 11 97% 3% 13 96% 4 % % 37% % 6% Rata-rata 81% 19% 1 82% 18% 2 96% 4% % 22.5% 4 46% 54% 6 49% 51% 11 85% 15% % 5.5% % 41.5% 15 87% 13% Rata-rata 74.5% 25.5% Sumber. SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa

7 29 Tabel 7 menunjukkan prosentasi jawaban siswa terkait dengan kesadaran metakognitif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa implementasi kesadaran metakognitif siswa memiliki skor yang berbeda dengan hasil kuesioner kesadaran metakognitif yang telah diisi oleh siswa-siswi, baik yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo maupun yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Tampak bahwa prosentasi jawaban siswa yang memiliki skor terendah rata-rata terdapat pada soal nomor 4, 6, dan 14. Jawaban mengenai pertanyaan apakah anda menggunakan strategi belajar? hanya 53% menjawab ya yaitu siswa yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo, dan pada siswa SMK Negeri I Batudaa hanya 46% yang menjawab ya. Pertanyaan selanjutnya yaitu pertanyaan nomor 6 mengenai adakah materi yang sulit anda pahami pada pelajaran biologi?. Siswa SMU Negeri 2 Gorontalo menjawab ya sebanyak 55% dan siswa SMK Negeri I Batudaa menjawab ya sebanyak 49%. Selanjutnya pertanyaan yang terkait dengan apakah anda mengulang kembali materi biologi yang diajarkan oleh guru di rumah? dalam hal ini terdapat pada pertanyaan nomor 14, siswa yang menjawab ya sebanyak 63% pada siswa di SMU Negeri 2 Gorontalo dan siswa SMK Negeri I Batudaa menjawab ya sebanyak 58.5%. Jawaban nomor 5, 7, 8, 9, 10 dan 12 akan diuraikan berikut ini. Strategi yang digunakan siswa di SMU Negeri 2 Gorontalo saat belajar biologi di rumah bermacam-macam, ada yang menjawab belajar sendiri ada juga yang menjawab belajar berkelompok. Ada yang belajar saat setelah selesai makan malam, membaca dan memahami agar dapat menjawab soal-soal, mengulangi pelajaran yang didapatkan di sekolah, mengerjakan tugas yang diberikan guru, belajar

8 30 sambil menonton tv, ada yang belajar sambil mendengarkan musik, belajar di tempat hening, belajar setelah sholat shubuh, belajar sambil search di internet. Selanjutnya strategi belajar yang dilaksanakan oleh siswa di SMK Negeri I Batudaa, mereka menjawab mengulangi kembali penjelasan yang diberikan guru, mengerjakan tugas jika diberikan oleh guru, belajar sambil menonton tv, belajar sambil mendengarkan musik, belajar sambil search di internet, dan belajar di tempat hening yang jauh dari jangkauan anak-anak. Pertanyaan lanjutan yaitu materi biologi apa yang sulit untuk dipahami?. Bagi siswa di SMA Negeri 2 Gorontalo bahwa materi biologi yang sulit untuk dipahami yaitu fungi, virus, bakteri, kingdom Animalia, Plantae, sistem saraf, sistem hormon, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem pernafasan pada hewan vertebrata dan invertebrata, sistem pencernaan, dan sistem ekskresi. Berikut ini jawaban siswa SMU Negeri 2 Gorontalo mengenai kendala yang mereka temui pada saat belajar materi yang sulit: Banyaknya penggunaan nama ilmiah atau bahasa latin sehingga sulit untuk menghafal nama-nama latin tersebut dan memahaminya. Nama latin yang sulit untuk dibaca, penjelasan materi yang terlalu banyak dan tidak memiliki kesimpulan yang menunjukkan inti dari materi. Terlalu banyak materi terutama pada kingdom Animalia. Guru yang menjelaskan terlalu cepat, sehingga tidak bisa menangkap penjelasan guru dengan baik. Untuk ssiwa di SMK Negeri I Batudaa materi yang dianggap sulit yaitu materi sel pada hewan, proses fotosintesis, metabolism, dan bagian-bagian pada tumbuhan, sistem reproduksi, limbah, rantai makanan, jarring-jaring makanan, dan ekosistem. Kendala yang sering mereka temui yaitu, kurang adanya konsentrasi dalam

9 31 memahami materi dan kurang mengerti karena tidak ada contoh-contoh benda yang diberikan. Usaha yang dilakukan siswa SMU Negeri 2 Gorontalo untuk mempelajari materi biologi yang sulit untuk dipahami, rata-rata mereka menjawab bertanya pada guru biologi yang bersangkutan, mencari informasi melalui internet, mengulangi pelajaran di rumah dan membaca-baca buku biologi, bertanya pada teman yang telah paham pada materi yang dianggap sulit oleh siswa tersebut. Untuk siswa di SMK Negeri I Batudaa rata-rata mereka menjawab bertanya pada guru biologi jika mengalami kendala dalam belajar biologi, bertanya pada teman, mencari informasi melalui internet, banyak membaca buku dan mengulangi kembali materi yang diberikan oleh guru. Pertanyaan berikutnya terkait apabila guru biologi datang terlambat pada jam pelajaran biologi, rata-rata siswa di SMU Negeri 2 Gorontalo menjawab membaca buku, mengerjakan tugas biologi. Untuk siswa di SMK Negeri I Batudaa mereka menjawab belajar sendiri dengan cara membaca buku dan mengerjakan tugas jika diberikan ada yang diberikan oleh guru sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan siswa SMU Negeri 2 Gorontalo apabila guru tidak mengajar di kelas dikarenakan oleh adanya kegiatan penting yang harus dilakukan, rata-rata mereka menjawab mengerjakan tugas, belajar kelompok, belajar sendiri dengan cara membaca buku. Untuk siswa di SMK Negeri I Batudaa mereka menjawab belajar sendiri dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan guru, belajar kelompok, membaca buku pelajaran biologi.

10 32 Selain siswa dilihat juga pengelolaan kesadaran metakognitif guru dalam pembelajaran biologi. Berdasarkan hasil isian kuesioner guru mengenai pengelolaan kesadaran metakognitif dalam pembelajaran biologi dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pengetahuan guru mengenai keterampilan metakognitif Instrumen tentang pengetahuan guru mengenai keterampilan metakognitif menyangkut gambaran jawaban atas pertanyaan apakah bapak/ibu mengetahui apa itu metakognitif? Jawaban Ya dipilih sebanyak 3 responden guru, jawaban tidak dipilih sebanyak 2 guru. Jika dilanjutkan pertanyaan lanjutan jika ya, kira-kira menurut bapak/ibu apa yang dimaksud dengan metakognitif?. Berdasarkan jawaban ya para guru menjawab arti dari metakognitif. Berikut ini jawaban guru mengenai pengertian metakognitif. (a) Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan terkontrol secara optimal (b) Metakognitif adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, artinya sadar akan proses belajar dan berpikir tentang dirinya (c) Metakognitif adalah kemampuan untuk mengontrol kemampuan siswa b. Perencanaan guru sebelum proses pembelajaran biologi Perencanaan guru sebelum proses belajar mengajar dilihat dari kesiapan guru dalam mempersiapkan perangkat pembelajaran baik dari RPP maupun media pembelajaran. Berdasarkan jawaban guru mengenai rencana sebelum pembelajaran biologi, rata-rata mereka membuat Rencana Pembelajaran Biologi

11 33 (RPP), menyediakan media pembelajaran, memikirkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diberikan. c. Kognitif atau strategi pembelajaran biologi Kognitif atau strategi belajar yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran biologi berbeda-beda. Namun ada beberapa guru yang tidak mengetahui strategi belajar sehingga tidak diterapkan dalam proses pembelajaran biologi. Tetapi tidak sedikit yang mengetahui strategi dalam pembelajaran biologi. Berikut ini pertanyaan dari instrumen terkait dengan apakah bapak/ibu mengetahui strategi kognitif atau strategi belajar?. Sebagian guru menjawab ya. Lanjutan pertanyaan jika tahu sebutkan beberapa strategi kognitif atau strategi belajar!. Berikut ini jawaban para guru, (a) Pendekatan inkuiri, Pendekatan konsep, Pendekatan tujuan pembelajaran, Pendekatan proses, Pendekatan interaktif, Pendekatan pemecahan masalah dan Pendekatan terpadu (b) Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi, Analisis, Sintesis, Evaluasi (c) Chunking, Spatial, Bridging, Multipurpose (d) Peta konsep, Spatial, Chunking, Multiporpose, Bridge Selanjutnya model pembelajaran yang sering diterapkan guru pada saat proses pembelajaran biologi berlangsung yaitu: Think pair share, Number Head Together (NHT), STAD dan Jigsaw. Untuk materi biologi,ada beberapa guru yang mengalami kesulitan dalam membelajarkan konsep biologi. Konsep yang sulit untuk dibelajarkan yaitu genetika (pewarisan sifat), metabolism, kingdom Animalia dan Plantae.

12 34 d. Monitoring guru setelah dilaksanakan pembelajaran biologi Rata-rata guru memberikan evaluasi kepada siswa setelah proses pembelajaran, meninjau kembali materi biologi yang dianggap sulit, dan memikirkan efektifitas strategi pembelajaran yang diterapkan pada saat proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan monitoring guru biologi sudah sangat berkembang dengan baik Deskripsi kesadaran metakognitif siswa berdasarkan jenjang kelas siswa dan asal sekolah Kesadaran metakognitif siswa berdasarkan jenjang kelas maupun asal sekolah berbeda. Perolehan skor kesadaran metakognitif berdasarkan jenjang kelas dan asal sekolah yaitu SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri 1 Batudaa dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 8 Jumlah skor kesadaran metakognisi berdasarkan tingkatan kelas di SMU Negeri 2 Gorontalo Kelas Perolehan Nilai Metakognitif Siswa Rata-rata skor metakognitif X % XI %

13 35 Tabel 9 Jumlah skor kesadaran metakognisi berdasarkan tingkatan kelas di SMK Negeri 1 Batudaa Kelas X Perolehan Nilai Metakognitif Siswa Rata-rata skor metakognitif 71% XI % Sumber SMA Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa Berdasarkan tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa berbeda baik berdasarkan jenjang kelas yang ditempuhnya maupun berdasarkan asal sekolah. Kesadaran metakognitif siswa kelas X yang berasal dari SMU Negeri 2 sebesar 78% dan siswa kelas XI sebesar 80%. Kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa kelas X di SMK Negeri 1 Batudaa yaitu 71% dan siswa kelas XI mencapai 78%. Kesadaran metakognitif siswa dapat juga dilihat dari beberapa aspek kesadaran metakognitif yang meliputi planning, strategi informasi, monitoring, strategi atau langkah yang dilakukan untuk mengkoordinasikan kesalahan pemahaman atau perolehan dan evaluasi. Besarnya skor masing-masing aspek kesadaran metakognitif disajikan dalam tabel berikut ini.

14 36 Tabel 10 Skor Komponen Kesadaran Metakognitif Siswa-siswi SMA Negeri 2 Gorontalo Pada Mata Pelajaran Biologi Jenjang kelas Aspek kesadaran metakognitif Skor kesadaran metakognitif Kelas X Planning 79% Strategi informasi 78% Monitoring 79% Strategi untuk mengkoordinasi kesalahan 78% Evaluasi 77% Rata-rata Kesadaran metakognitif 78% Planning 81% Strategi Informasi 81% Kelas XI Monitoring 80% Strategi untuk mengkoordinasi kesalahan 78% Evaluasi 79% Rata-rata Kesadaran Metakognitif 80% Tabel 11 Skor Komponen Kesadaran Metakognitif Siswa-siswi SMK Negeri 1 Batudaa Pada Mata Pelajaran Biologi Jenjang kelas Aspek kesadaran metakognitif Skor kesadaran metakognitif Planning 74% Strategi informasi 70% Kelas X Monitoring 72% Strategi untuk mengkoordinasi kesalahan 73% Evaluasi 68% Rata-rata Kesadaran metakognitif 71 % Planning 78% Strategi Informasi 75% Kelas XI Monitoring 81% Strategi untuk mengkoordinasi kesalahan 79% Evaluasi 79% Rata-rata Kesadaran Metakognitif 78% Sumber SMU Negeri 2 Gorontalo dan SMK Negeri I Batudaa

15 37 Tabel 10 menunjukkan, apabila kesadaran metakognitif siswa SMU Negeri 2 Gorontalo ditinjau dari beberapa aspek dalam kesadaran metakognitif maka aspek terendah yang dimiliki oleh siswa kelas X dan siswa kelas XI yaitu aspek evaluasi, berturut-turut 77% dan 79%. Sementara aspek tertinggi kesadaran metakognitif yang dimiliki siswa kelas X yaitu planning dan monitoring skornya mencapai 79% dan aspek kesadaran metakognitif tertinggi yang dimiliki siswa kelas XI yaitu planning dan strategi informasi yang mencapai 81%. Tabel 11 menunjukkan bahwa aspek kesadaran metakognitif tertinggi yang dimiliki siswa kelas X di SMK Negeri I Batudaa yaitu planning sebesar 74% dan aspek terendah adalah evaluasi yang hanya memiliki skor 68%. Untuk kesadaran metakognitif siswa kelas XI aspek monitoring memiliki skor tertinggi sebesar 81% dan aspek terendah adalah strategi informasi yang memiliki skor 75%. Akan tetapi kesadaran metakognitifnya yang dimiliki oleh siswa kelas X maupun siswa kelas XI baik yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo maupun dari SMK Negeri I Batudaa sudah berkembang baik. Selain dilihat kesadaran metakognitifnya, maka dilihat pula keterampilan siswa dari cara mengelola kesadaran metakognitif dalam belajarnya juga dilihat. Pengelolaan strategi belajar dilihat pada siwa yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo dan di SMK Negeri 1 Batudaa. Berikut ini tabel implementasi kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi.

16 38 Tabel 12 Implementasi Kesadaran Metakognitif Siswa SMU Negeri 2 Gorontalo Pada Pelajaran Biologi Jenjang Persentasi Jawaban No Soal Kelas Ya Tidak 1 87% 13% 2 100% 0% 3 62% 38% 4 51% 49% Kelas X 6 51 % 49% 11 94% 6 % 13 94% 6 % % 41% % 11% Rata-rata 75.7% 24.3% 1 98 % 2% 2 100% 0% 3 93 % 7% 4 55% 45% Kelas XI 6 58 % 42% % 0% 13 97% 3% 14 67% 33 % % 2% Rata-rata 84% 16% Sumber SMU Negeri 2 Gorontalo Tabel 12 menunjukkan prosentasi jawaban siswa SMU Negeri 2 Gorontalo dalam angket. Rata-rata jawaban siswa pada pertanyaan nomor 4, 6 dan 14 hanya mencapai skor terendah baik berdasarkan jenjang kelas kelas maupun berdasarkan asal sekolah. Berdasarkan jawaban mengenai pertanyaan apakah anda menggunakan strategi belajar? hanya 51% siswa kelas X menjawab ya dan 55% siswa kelas XI menjawab ya. Pertanyaan selanjutnya yaitu pertanyaan nomor 6 mengenai adakah materi yang sulit anda pahami pada pelajaran biologi?. Ratarata mereka menjawab ya sebanyak 51% bagi siswa kelas X dan sebanyak 58% untuk siswa kelas XI. Selanjutnya pertanyaan yang terkait dengan apakah anda mengulang kembali materi biologi yang diajarkan oleh guru di rumah? dalam hal

17 39 ini terdapat pada pertanyaan nomor 14, rata-rata jawaban siswa yang menjawab ya hanya mencapai skor 58% pada siswa kelas X dan 67% untuk siswa kelas XI. Jawaban nomor 5, 7, 8, 9, 10 dan 12 akan diuraikan berikut ini. Strategi yang digunakan siswa kelas X dan kelas XI saat belajar biologi di rumah bermacammacam, ada yang menjawab belajar sendiri ada juga yang menjawab belajar berkelompok, membaca dan memahami agar dapat menjawab soal-soal, mengulangi pelajaran yang didapatkan di sekolah, mengerjakan tugas yang diberikan guru, sambil menonton tv, ada yang belajar sambil mendengarkan musik, belajar di tempat hening, belajar setelah sholat shubuh, belajar sambil search di internet. Pertanyaan lanjutan yaitu materi biologi apa yang sulit untuk dipahami?. Bagi siswa kelas X materi biologi yang sulit untuk dipahami yaitu fungi, virus, bakteri, kingdom Animalia, Plantae, dan pewarisan sifat. Berikut ini jawaban siswa kelas X mengenai kendala yang mereka temui pada saat belajar materi yang sulit: Banyaknya penggunaan nama ilmiah atau bahasa latin sehingga sulit untuk menghafal nama-nama latin tersebut dan memahaminya. Nama latin yang sulit untuk dibaca, penjelasan materi yang terlalu banyak dan tidak memiliki kesimpulan yang menunjukkan inti dari materi. Terlalu banyak materi terutama pada kingdom Animalia. Guru yang menjelaskan terlalu cepat, sehingga tidak bisa menangkap penjelasan guru dengan baik. Usaha yang dilakukan siswa kelas X untuk mempelajari materi biologi yang sulit untuk dipahami, rata-rata mereka menjawab bertanya pada guru biologi yang bersangkutan, mencari informasi melalui internet, mengulangi pelajaran di rumah, membaca-baca buku biologi,

18 40 bertanya pada teman yang telah paham pada materi yang dianggap sulit oleh siswa tersebut. Siswa yang telah duduk di bangku kelas XI, mereka menjawab materi biologi yang sulit yaitu pewarisan sifat, sistem saraf, sistem hormon, sistem peredaran darah, sistem reproduksi, sistem pernafasan pada hewan vertebrata dan invertebrata, sistem pencernaan, dan sistem ekskresi.. Berikut ini kendala-kendala yang mereka temui yaitu: Banyak istilah yang kurang dipahami. Sulitnya membedakan dan mengklasifikasikan jaringan pada tumbuhan. Bahasa pengajar yang sulit dipahami. Banyak menghafal nama-nama latin/ilmiah. Upaya yang dilakukan oleh mereka yaitu bertanya pada guru, bertanya pada teman yang sudah paham pada materi yang dianggap sulit, mereka mencari informasi melalui internet, dan mereka mengulangi kembali pelajaran biologi di rumah. Pertanyaan berikutnya terkait apabila guru biologi datang terlambat pada jam pelajaran biologi, rata-rata siswa kelas X menjawab membaca buku dan mengerjakan tugas biologi. Siswa kelas XI menjawab belajar sendiri dengan cara mengerjakan tugas. Kegiatan yang dilakukan siswa kelas X apabila guru tidak mengajar di kelas dikarenakan oleh adanya kegiatan penting yang harus dilakukan, rata-rata mereka menjawab mengerjakan tugas, belajar sendiri dengan cara membaca. Sementara untuk siswa kelas XI mereka menjawab belajar sendiri dengan cara membaca buku dan mengerjakan tugas dan belajar kelompok.

19 41 Tabel 13. Implementasi Kesadaran Metakognitif Siswa SMK Negeri 1 Batudaa Pada Pelajaran Biologi Jenjang Persentasi Jawaban No Soal Kelas Ya Tidak 1 78% 22% 2 96% 4 % 3 80 % 20% 4 37% 63 % Kelas X 6 30 % 70% 11 83% 17 % 13 93% 7% % 47 % % 13 % Rata-rata 71.4% 28.6% 1 86% 14 % 2 96 % 4% 3 75 % 25% 4 55% 45 % Kelas 6 68% 32 % XI 11 87% 13 % % 4 % % 36 % 15 87% 13% Rata-rata 79.33% 20.67% Tabel 13 prosentasi jawaban siswa SMK Negeri I Batudaa. Tampak jawaban siswa yang memiliki prosentasi jawaban terendah yaitu pertanyaan nomor 4, 6 dan 14. Dari tiga jawaban terendah pertanyaan nomor 4 yang paling rendah dan terjadi pada siswa kelas X yaitu hanya mencapai 37%. Untuk pertanyaan nomor 6 kelas X memiliki prosentasi terendah yaitu 30%. Jawaban nomor 5, 7, 8, 9, 10 dan 12 akan diuraikan berikut ini mereka menjawab belajar kelompok, mengulangi kembali penjelasan yang diberikan guru, mengerjakan tugas jika diberikan oleh guru, belajar sambil menonton tv, belajar sambil mendengarkan musik, belajar sambil search di internet, dan belajar di tempat hening yang jauh dari jangkauan anak-anak. Bagi siwa kelas X materi yang

20 42 dianggap sulit yaitu materi sel pada hewan, proses fotosintesis, metabolism, dan bagian-bagian pada tumbuhan. Kendala yang sering mereka temui yaitu, kurang adanya konsentrasi dalam memahami materi dan kurang mengerti karena tidak ada contoh-contoh benda yang diberikan. Usaha yang dilakukan oleh siswa kelas X bertanya pada guru biologi, bertanya pada teman, search di internet, membaca dan mengulangi kembali materi mengerjakan tugas jika diberikan oleh guru, belajar sambil menonton tv, belajar sambil mendengarkan musik, belajar sambil search di internet, dan belajar di tempat hening yang jauh dari jangkauan anak-anak. Untuk siswa kelas XI mereka menjawab materi yang sulit yaitu sistem reproduksi, limbah, rantai makanan, jarring-jaring makanan, dan ekosistem. Upaya yang dilakukan oleh siswa kelas XI yaitu bertanya pada guru, bertanya pada teman, mencari informasi melalui internet, dan membaca. Pertanyaan selanjutnya jika guru biologi datang terlambat pada jam pelajaran biologi bagi siswa kelas X mereka menjawab belajar sendiri dengan cara membaca buku. Siswa kelas XI rata-rata menjawab belajar sendiri dengan cara membaca buku dan mengerjakan tugas. Kegiatan yang dilakukan siswa kelas X apabila guru tidak mengajar di kelas dikarenakan oleh adanya kegiatan penting yang harus dilakukan mereka menjawab belajar sendiri dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan guru belajar kelompok. Siswa kelas XI menjawab belajar sendiri dengan cara membaca buku dan mengerjakan tugas Deskripsi kesadaran metakognitif guru berdasarkan lama mengajar Responden guru yang digunakan untuk menggambarkan kesadaran metakognitif berdasarkan lama mengajar, tidak hanya dilakukan pada guru biologi

21 43 yang berada di SMU Negeri 2 Gorontalo dan di SMK Negeri 1 Batudaa. Akan tetapi dilakukan pada guru biologi yang berada di beberapa sekolah. Tujuannya agar agar data yang diperoleh lebih akurat. Maksimal guru yang dijadikan responden berjumlah 15 orang guru. Berdasarkan lama mengajar dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu 0-5 tahun, 6-10 tahun dan diatas 10 tahun. Berikut ini kesadaran metakognitif guru berdasarkan pengalaman lama mengajar dapat ditampilkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 14 Kesadaran Metakognitif Guru Berdasarkan Lama Mengajar Lama Mengajar < 5 thn > 5 thn > 10 thn Aspek Kesadaran Metakognitif Skor Kesadaran Metakognitif Planning 90.48% Strategi informasi 86.67% Monitoring 81.90% Strategi untuk mengkoordinasi 78.67% kesalahan Evaluasi 85.56% Rata-rata 84.65% Planning 95.43% Strategi informasi 88.29% Monitoring 85.71% Strategi untuk mengkoordinasi 83.2% kesalahan Evaluasi 86.67% Rata-rata 87.86% Planning 95.51% Strategi informasi 94% Monitoring 92.29% Strategi untuk mengkoordinasi 84.57% kesalahan Evaluasi 94.76% Rata-rata 92.23% Berdasarkan hasil rata-rata kesadaran metakognitif guru, meningkat seiring dengan makin lama mereka mengajar. Guru dengan pengalaman mengajar

22 44 di atas 10 tahun mendapatkan skor 92.23%. Guru yang berpengalaman mengajar diatas 5 tahun mendapatkan skor 87.86% dan guru yang berpengalaman mengajar kurang dari 5 tahun mendapatkan skor 84.65%. 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian bahwa kesadaran metakognitif siswa pada pelajaran biologi telah berkembang dengan baik namun belum maksimal, karena skornya belum mencapai 80% ke atas. Skor ini dilihat pada dua sekolah baik pada siswa yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo maupun siswa yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Namun kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo lebih tinggi dibandingkan dengan kesadaran metakognitif yang dimiliki siswa yang berada di SMK Negeri I Batudaa. Aktivitas kesadaran metakognitif dilihat pula dari masing-masing aspek. Nampak aspek evaluasi memiliki skor terendah baik yang terjadi pada siswa yang berasal dari SMU Negeri 2 Gorontalo maupun siswa yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Selanjutnya untuk skor terendah juga berada pada strategi informasi dan hanya terjadi pada siswa yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Hal ini dikarenakan karena SMK Negeri I batudaa lebih ditekankan kepada praktek dari pada teori, selain itu juga di SMK Negeri I Batudaa pelajaran mengenai biologi kurang mendapatkan perhatian dari siswanya, karena mereka lebih memfokuskan kepada pelajaran yang disesuaikan dengan jurusan keahlian dan keterampilan. Apabila kesadaran metakognitif siswa di lihat pada implikasi kesadaran metakognitif siswa, ternyata secara tidak sadar mereka melakukannya,

23 45 tampak pada pertanyaan yang terkait dengan tugas evaluasi yang diberikan oleh guru. Mereka rata-rata mengerjakannya. Namun dilihat pada pertanyaan lainnya seperti apakah anda mengulang kembali materi biologi yang diajarkan oleh di rumah? hanya 58. 5%. Dibandingkan dengan siswa yang berasal dari SMU bahwa mereka selalu dituntut untuk belajar biologi, memperdalam pelajaran biologi, karena pelajaran biologi merupakan salah satu pelajaran sebagai syarat kelulusan di sekolah menengah atas. Namun demikian kesadaran metakognitif siswa maupun implementasi strategi belajar siswa baik pada siswa SMU Negeri 2 Gorontalo sudah berkembang dengan baik dan siswa SMK Negeri I Batudaa telah dikategorikan mulai berkembang. Selain berbeda berdasarkan asal sekolah, kesadaran metakognitif juga berbeda berdasarkan jenjang kelas yang ditempuhnya. Dimana kesadaran metakognitif yang dimiliki siswa kelas XI pada saat belajar biologi lebih besar dibandingkan dengan kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa yang masih duduk dibangku kelas X. Akan tetapi berdasarkan penggolongan kriteria kesadaran metakognitif menurut Schraw dan Dennison dalam Wibowo rata-rata kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh siswa dari kedua jenjang kelas tersebut sudah berkembang baik. Namun belum berkembang dengan sangat maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki tantangan yang sama dalam mengelola cara belajar. Perbedaan kesadaran metakognitif disebabkan juga oleh tingkat kesadaran metakognitif yang dimiliki oleh setiap siswa yang berbeda. Seiring dengan rendahnya aspek evaluasi pada kesadaran metakognitif siswa kelas X dikarenakan mereka tidak terbiasa mengevaluasi materi yang telah

24 46 dipelajarinya. Mereka biasanya tidak menguji kualitas pekerjaan mereka atau berhenti untuk membuat perbaikan selama mereka bekerja. Mereka cukup hanya dengan membahas masalah di permukaannya saja, tidak mencoba untuk menguji masalah lebih dalam. Mereka tidak membuat hubungan atau melihat relevansi dari materi dengan kehidupan nyata mereka. Ini merupakan salah satu bukti bahwa mereka tersebut tidak sadar atau peduli terhadap apa yang diketahuinya, tidak mengulang apa yang mereka dapatkan dari pembelajaran biologi. Lain halnya dengan siswa yang telah duduk di kelas XI, dimana mereka selalu mengecek setiap kesalahan yang mungkin dibuat, bertanya mengapa mereka gagal memperoleh hasil yang lebih baik, dan bagaimana mereka mengalihkan tujuan dari usaha yang telah dilakukan, mereka sering mengulang materi biologi yang telah diajarkan oleh gurunya. Mereka peduli dan sadar akan apa yang seharusnya akan dilakukan. Aspek strategi informasi juga memiliki skor terendah. Hal ini terjadi pada siswa kelas X maupun siswa kelas XI, baik dari sekolah SMU Negeri 2 Gorontalo maupun yang berasal dari SMK Negeri I Batudaa. Akan tetapi siswa kelas XI sudah mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang yang dilakukan dalam belajar, sudah mampu berpikir mengenai strategi yang digunakan dalam belajar biologi, baik itu di sekolah maupun di rumah, namun strategi belajarnya sudah dikategorikan berkembang baik tapi belum maksimal. Akan tetapi, jika dilihat dari implemetasinya kesadaran metakognitifnya rendah. Hal ini dilihat dari jawaban siswa mengenai strategi yang digunakan dalam belajar biologi. Rata-rata hanya berkisar antara 55% mereka menjawab menggunakan strategi belajar dalam

25 47 pembelajaran biologi. Akan tetapi jika dilihat pada kesadaran metakognitifnya rata-rata skor yang dimiliki oleh siswa kelas XI yaitu 78-79%. Ini membuktikan bahwa kesadaran metakognitif siswa dan pengamplikasian siswa dalam mengelola belajar belum maksimal. Hasil penelitian diatas sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Aziz (2010) bahwa kemampuan metakognisi setiap individu berlainan, tergantung pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Meningkatkan kesadaran dalam proses berpikir dan pembelajaran, maka siswa harus dapat mengawali pikirannya dengan merancang, memantau serta menilai apa yang seharusnya dipelajarinya, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan mengembangkan kesadaran metakognitif siswa dilatih untuk untuk selalu merancang strategi, mengingat, mengorganisasi informasi yang dihadapinya serta dalam menyelesaikan masalah. Selain siswa, kesadaran metakognitif guru biologi juga diukur, karena guru merupakan komponen utama yang menunjang keberhasilan dari siswa. Ditinjau dari hasil penelitian bahwa kesadaran metakognitif guru dalam pembelajaran biologi di SMU negeri 2 Gorontalo yaitu 94. % dan kesadaran metakognitif guru yang berada di SMK Negeri I Batudaa adalah 81%. Ini menunjukkan bahwa kriteria metakognitif sudah berkembang sangat baik. Apabila ditinjau berdasarkan beberapa aspek pada kesadaran metakognitif, masih adanya aspek yang memiliki memiliki skor yang belum maksimal yaitu aspek strategi mengkoordinasi kesalahan 80%, monitoring 80% dan evaluasi 78% yang terjadi pada guru di SMK Negeri I Batudaa. Hal ini dikarenakan karena sebagian guru

26 48 dalam menganalisis kesalahan dalam efektifitas strategi pembelajaran berkurang sehingga berefek pada metakognitif guru itu sendiri. Jika dilihat pada guru di SMU Negeri 2 Gorontalo, bahwa aspek kesadaran metakognitif terendah berada pada aspek Strategi mengkoordinasi kesalahan yaitu 84%, namun sudah dapat dikategorikan telah berkembang dengan sangat baik. Berkembangnya kesadaran metakognitif guru biologi menjadi sangat baik dikarenakan guru tersebut sudah memiliki pengalaman mengajar yang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian juga bahwa guru yang telah lama mengajar memiliki kesadaran metakognitif lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang baru beberapa tahun mengajar atau guru yang baru mempersiapkan diri untuk mengajar. Hal ini sejalan dengan teori Hulukati dan Elya (2012) yang menyatakan bahwa semakin lama pengalaman mengajar regulasi metakognitif semakin baik. Menurut Stewart dkk (Hulukati dan Elya, 2012) peningkatan keterampilan regulasi metakognitif dipengaruhi oleh lamanya mengajar. Semakin lama pengalaman mengajar melatih guru untuk menjadi semakin terampil dalam metakognisi. Hal ini yang membuat guru semakin professional dalam mengelola pembelajaran. Kesadaran metakognitif akan muncul seiring dengan seringnya melatih keterampilan metakognisi selama mengelola proses pembelajaran. Banyaknya pengalaman yang dimiliki guru selama mengajar, secara tidak sadar keterampilannya telah masuk dalam kesadaran metakognitif. Keterampilan ini dapat terbentuk sebagai upaya guru ketika merencanakan pembelajaran, melaksanakan serta merefleksi pembelajarannya, misalnya dalam merencanakan

27 49 pembelajaran guru akan berpikir strategi apa yang paling tepat untuk konsep yang akan dibelajarakan, bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan konsep tertentu kepada siswa, tugas apa yang perlu diberikan kepada siswa, menyiapkan RPP dan buku pelajaran biologi. Berdasarkan hasil kuesioner para guru yang menyatakan mereka mengetahui metakognitif hanya sebagian guru. Dalam hal perencanaan sebelum pembelajaran, strategi yang digunakan dalam pembelajaran, monitoring setelah pembelajaran biologi telah dikategorikan sudah berkembang baik. Karena ratarata guru atau sebagian besar guru telah matang perencanaan dalam pembelajaran dikelas. Kurangnya pengetahuan guru dalam ketrampilan metakognitif, berpengaruh juga terhadap keterampilan metakognisi belajar siswa juga. Peran guru dalam mengembangkan kemampuan metakognitif siswa sangatlah penting. Guru dapat bertindak sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan melalui pertanyaan-pertanyaan, sehingga siswa menyadari akan kemampuan metakognitif yang dimilikinya. Salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan metakognitif adalah berlatih melalui analisis kritis artikel hasil penelitian (Hulukati dan Elya, 2012). Kegiatan melakukan analisis kritis artikel tergolong dalam strategi belajar yang akan meningkatkan kemampuan metakognisi yang bertujuan untuk menjadikan guru terampil dalam mengasah kemampuan dan kesadaran metakognitif. Hal ini juga dapat memberikan pengaruh pada siswa, sehingga apa yang guru belajarkan ataupun yang siswa dapatkan dari pelajaran biologi menjadi lebih bermakna.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama yang wajib dipenuhi dalam upaya peningkatan taraf hidup bermasyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh perubahan pengetahuan,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE PEER TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN SISWA TERHADAP MATERI BIOLOGI SISWA SMA KELAS X SKRIPSI OLEH : RUSMITA KURNIATI K

PENERAPAN METODE PEER TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN SISWA TERHADAP MATERI BIOLOGI SISWA SMA KELAS X SKRIPSI OLEH : RUSMITA KURNIATI K PENERAPAN METODE PEER TEACHING UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN SISWA TERHADAP MATERI BIOLOGI SISWA SMA KELAS X SKRIPSI OLEH : RUSMITA KURNIATI K4304041 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moch Ikhsan Pahlawan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Moch Ikhsan Pahlawan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perbuatan dan pengalaman yang dialami oleh manusia merupakan pembelajaran bagi diri manusia itu sendiri. Proses belajar dalam kehidupan manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berusaha melestarikan dan mewariskan nilai-nilai hidup. Kurikulum,

BAB I PENDAHULUAN. dalam berusaha melestarikan dan mewariskan nilai-nilai hidup. Kurikulum, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses pembudayaan karakter nilai kehidupan manusia. Sebab hingga saat ini dunia pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif dalam

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI

ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI Merry Chrismasta SIMAMORA 1), Jodion SIBURIAN 1), GARDJITO 1) 1) Program Studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Tsanawiyah Al Furqon Rawi pada Kelas VII Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013. B. Subjek Penelitian Subjek

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.2, pp , May 2015

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol.4, No.2, pp , May 2015 KETERAMPILAN METAKOGNITIF SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATERI KESETIMBANGAN KIMIA DI KELAS XI SMA NEGERI 1 SUMENEP STUDENT METACOGNITIVE SKILLS THROUGH

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATERI PERUBAHAN BENDA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE GI DI KELAS VI A SDN NO

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATERI PERUBAHAN BENDA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE GI DI KELAS VI A SDN NO MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATERI PERUBAHAN BENDA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE GI DI KELAS VI A SDN NO.54/IV OLAK KEMANG SKRIPSI Oleh : RATNA YULIS GJA12D113043 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pernapasan manusia adalah sistem organ yang terjadi dalam tubuh manusia. Pada materi ini siswa sudah mengetahui alat-alat pernapasan manusia, pernafasan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X-I SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN

PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X-I SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN PENERAPAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X-I SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2007/2008 SKRIPSI OLEH : SRI WIDARYANI X4304022 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Kondisi Prasiklus (Kondisi Awal) Pembelajaran pada prasiklus ini, penulis menggunakan metode pembelajaran konvensional yaitu dengan metode ceramah. Guru mengawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia sekarang sedang menghadapi tantangan yang hebat. Tuntutan untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan mutlak harus

Lebih terperinci

53. Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan

53. Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang B. Tujuan 53. Mata Pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

ENDAH NENI MASTUTI A

ENDAH NENI MASTUTI A MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA SISWA KELAS VIIID SMP NEGERI 2 GONDANG SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar, sistematis, dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi yang dibawa manusia, menanamkan sifat dan memberikan kecakapan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini melibatkan keterampilan dan penalaran. Untuk. untuk kreatif, percaya diri dan berfikir kritis.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal ini melibatkan keterampilan dan penalaran. Untuk. untuk kreatif, percaya diri dan berfikir kritis. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Mata pelajaran biologi di SMA mempelajari segala sesuatu tentang kehidupan berupa benda yang dapat ditangkap oleh alat indra manusia dan oleh alat bantu (mikroskop)

Lebih terperinci

meningkatkan prestasi belajar siswa disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model

meningkatkan prestasi belajar siswa disetiap jenjang pendidikan. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Tepatnya dalam bidang pendidikan. Hasil belajar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudarisman (2013) menjelaskan tentang pembelajaran biologi sebagai berikut: Pembelajaran biologi idealnya berbasis keterampilan proses sains, sehingga siswa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Saat ini, kurikulum yang baru saja diterapkan di Indonesia

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA

12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA 12. Mata Pelajaran Biologi Untuk Paket C Program IPA A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu (inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga pendidikan IPA bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori,

I. PENDAHULUAN. sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran biologi lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori, dan sikap ilmiah yang dapat

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VIII-B SMPN 4 MADIUN

PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VIII-B SMPN 4 MADIUN PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS VIII-B SMPN 4 MADIUN Dwi Muchindasari SMP Negeri 4 Madiun E-mail: dwimuchin@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari SD sampai dengan SMA. Belajar bukan sekedar kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari SD sampai dengan SMA. Belajar bukan sekedar kegiatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belajar adalah hal yang sangat penting bagi semua orang, karena pentingnya Pemerintah Indonesia menetapkan aturan wajib belajar 12 tahun dimulai dari SD sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan 4.1.1 Deskripsi Kondisi Awal (Pra Siklus) Kondisi awal adalah kondisi belajar siswa sebelum penelitian tindakan kelas dilakukan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di FKIP Unila Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di FKIP Unila Bandar 31 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dantempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 di FKIP Unila Bandar Lampung. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian

BAB III METODOLOGI. A. Metode penelitian A. Metode penelitian BAB III METODOLOGI Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2006), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yaitu dengan menempuh proses pembelajaran. juga dikembangkan seperti dibuatnya metode-metode baru dalam belajar

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yaitu dengan menempuh proses pembelajaran. juga dikembangkan seperti dibuatnya metode-metode baru dalam belajar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan usaha sengaja dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi bagi manusia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya di masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini tanpa disadari telah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini tanpa disadari telah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat di abad ke 21 tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini tanpa disadari telah mempengaruhi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DIPADU DENGAN NUMBER HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INKUIRI,

PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DIPADU DENGAN NUMBER HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INKUIRI, PENERAPAN MODEL GROUP INVESTIGATION DIPADU DENGAN NUMBER HEADS TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INKUIRI, INTERAKSI SOSIAL DAN MOTIVASI BELJAR SISWA KELAS X U IIS 2 MAN TULUNGAGUNG 1 ARTIKEL SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik. Penelitian 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik yang merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (Numbered Heads Together) Abstrak

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (Numbered Heads Together) Abstrak UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NHT (Numbered Heads Together) Anisa Nur Khasanah 1), Endang Tri Wahyuni 2), Andari puji Astuti 3) 1 FMIPA, email: annisank721@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ARIAS TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMA NEGERI 1 ANGGERAJA

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ARIAS TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMA NEGERI 1 ANGGERAJA Jurnal Dinamika, September 2016, halaman 16-25 P-ISSN: 2087 7889 E-ISSN: 2503 4863 Vol. 07. No.2 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ARIAS TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA PESERTA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung pada bulan April 2013. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS. No. TIK Modul / Pokok Bahasan / Materi TIK

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS. No. TIK Modul / Pokok Bahasan / Materi TIK L1 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS No. TIK Modul / Pokok Bahasan / Materi TIK TIK1 Pokok Bahasan : Sistem Gerak - Tulang - Otot - Sistem Rangka TIK2 Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah - Darah - Pembuluh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan kondisi

Lebih terperinci

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair Share

Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair Share Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair Share Alam Pembelajaran IPS di Kelas IV SDN Inpres Mayayap Sarifa Tas, Anthonius Palimbong, dan Hasdin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Kesalahan dalam menafsirkan beberapa istilah sangat sulit dihindarkan maka diperlukan penjelasan tentang beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA PGRI 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA KELAS XI SMA PGRI 6 Jurnal Pendidikan Hayati ISSN : 2443-3608 Vol.2 No.4 (2016) : 208-218 ejurnal.stkipbjm.ac.id/index.php/jph PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA MATERI SISTEM REPRODUKSI MANUSIA UNTUK MELATIHKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu (Sanjaya, 2008:26). Menurut Amri dan Ahmadi. (2010:89) bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru harus memahami

I. PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu (Sanjaya, 2008:26). Menurut Amri dan Ahmadi. (2010:89) bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru harus memahami 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan proses kerja antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari siswa seperti minat,

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK DAN RENCANA PENELITIAN. penelitian tindakan kelas. Dengan teknik penelitian tindakan kelas peneliti

BAB III TEKNIK DAN RENCANA PENELITIAN. penelitian tindakan kelas. Dengan teknik penelitian tindakan kelas peneliti 41 BAB III TEKNIK DAN RENCANA PENELITIAN A. Teknik Penelitian Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian tindakan kelas. Dengan teknik penelitian tindakan kelas peneliti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu usaha yang dapat dilakukan pendidik untuk menciptakan sumber daya manusia yang baik dan berkualitas. Pada dasarnya, manusia terus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan untuk dirinya sendiri maupun masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan untuk dirinya sendiri maupun masyarakat. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah usaha manusia yang terencana dalam membentuk nilai, sikap, dan perilaku untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar merupakan bagian penting lembaga formal, dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar merupakan bagian penting lembaga formal, dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar merupakan bagian penting lembaga formal, dalam proses tersebut adalah adanya subjek didik dan siswa yang belajar. Keberhasilan dalam suatu pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pera Agustiyani Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pera Agustiyani Rahayu, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian 3.1.1 Desain Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang pelaksanaannya direncanakan dalam dua siklus.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI AP 5 SMK Negeri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI AP 5 SMK Negeri BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI AP 5 SMK Negeri I Gorontalo dengan jumlah siswa 34 orang dan I orang guru mitra.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda Halang

ABSTRAK. Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda Halang ABSTRAK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 BANJARBARU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH Oleh: Risma Zuraida, Muhammad Zaini, Bunda

Lebih terperinci

oleh : YOGI RAHAYU NPM : P

oleh : YOGI RAHAYU NPM : P PENINGKATAN PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA POKOK BAHASAN SIKLUS AKUNTANSI PERUSAHAAN JASA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS XI DI MAN KEDIRI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini mengenai deskripsi pra siklus, deskripsi siklus 1, dan deskripsi siklus 2. Deskripsi siklus 1 tentang perencanaan,

Lebih terperinci

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini.

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini. 7. KOMPETENSI INTI DAN KOMPTENSI DASAR BIOLOGI SMA/MA KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

ARTIKEL SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Pendidikan Biologi.

ARTIKEL SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi Pendidikan Biologi. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DIPADUKAN DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII SMP PGRI 1 KEDIRI POKOK BAHASAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Metakognitif tentang cara berpikir siswa dalam membangun strategi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Metakognitif tentang cara berpikir siswa dalam membangun strategi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Metakognitif tentang cara berpikir siswa dalam membangun strategi untuk memecahkan masalah. Keterampilan metakognitif adalah kemampuan siswa untuk mengontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan bergantung pada keberhasilan proses belajar yang terjadi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Keberhasilan proses belajar ini sendiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data penelitian yang terjaring menggunakan seluruh instrumen penelitian dikelompokkan menjadi lima data utama berdasarkan pertanyaan penelitian. Bagian pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kompetensi atau berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam melakukan

Lebih terperinci

Jurnal Biologi & Pembelajarannya, Vol.4, No.2, Oktober 2017, pp e-issn:

Jurnal Biologi & Pembelajarannya, Vol.4, No.2, Oktober 2017, pp e-issn: Jurnal Biologi & Pembelajarannya, Vol.4, No.2, Oktober 2017, pp. 17-23 e-issn: 2406 8659 17 Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswadengan Metode PembelajaranKooperatifTipe Jigsaw pada Materi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

Husnul Chotimah SMKN 13 Malang

Husnul Chotimah SMKN 13 Malang STUDI AWAL PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMK PAKET KEAHLIAN KEPERAWATAN MELALUI MODUL BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE Husnul Chotimah SMKN 13 Malang

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1 PENINGKATAN MOTIVASI, AKTIVITAS, DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING KELAS VIIF SMP NEGERI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu penelitian tindakan yang dilakukan dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. DEFINISI OPERASIONAL Agar tidak meluasnya beberapa pengertian dalam penelitian ini, maka dibuat beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Asesmen Portofolio

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 di SMA Bina Mulya. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diartikan sebagai suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar dan penting bagi pembangunan suatu negara. Dengan adanya pendidikan maka akan tercipta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan guru untuk meningkatkan keterampilan memeragakan dinamika lagu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan guru untuk meningkatkan keterampilan memeragakan dinamika lagu BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru dan peserta didik di MI Roudlotul Ihsan Sukodono.

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN

RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN APLIKASI PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan) MODEL RANCANGAN ALAT UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP N 1 AMBARAWA TAHUN AJARAN 2006-2007 HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi untuk masa depan. Kemakmuran Indonesia di masa yang akan datang bergantung dari pelaksanaan pendidikan saat ini. Pendidikan memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk mempermudah pembahasan, terlebih dahulu akan diuraikan definisi operasional dalam penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Asesmen kinerja alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan model yang efektif digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif menggunakan pendekatan student

Lebih terperinci

Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia. hubungannya dengan makanan dan kesehatan

Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan. Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia. hubungannya dengan makanan dan kesehatan Lampiran- lampiran L1. Silabus Sains Semester 1 o Standar Kompetensi Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia dan hewan o Kompetensi Dasar Mengidentifikasi fungsi organ tubuh manusia Mengidentifikasi

Lebih terperinci

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK Jurnal Dinamika, September 2011, halaman 74-90 ISSN 2087-7889 Vol. 02. No. 2 Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Hasil Belajar Biologi Siswa melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan dan pembentuk sikap dalam bertingkah laku, memperoleh pengetahuan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode deskriptif digunakan dalam meneliti status suatu objek, kondisi, atau kejadian untuk memberikan gambaran atau lukisan mengenai fakta-fakta secara akurat.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Kalianda kelas VII

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Kalianda kelas VII III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Kalianda kelas VII semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011. Siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang terdiri

Lebih terperinci

PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE

PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE PROFIL PERTANYAAN SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 6 TANJUNGPINANG PADA MATERI SISTEM PERTAHANAN TUBUH BERDASARKAN QUESTION CATEGORY SYSTEM FOR SCIENCE DAN TAKSONOMI BLOOM ARTIKEL E-JOURNAL Oleh Fitriyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa SMA dalam Kurikulum 2013. Kemampuan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PENGGUNAAN JURNAL BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP EMBRIOLOGI HEWAN MAHASISWA PRODI P.BIOLOGI FKIP UNS Harlita, Riezky Maya Probosari Dosen Prodi P.Biologi FKIP UNS Email: lita_uns@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini penulis laksanakan pada SMA AL-YUSRA kota Gorontalo tepatnya pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini penulis laksanakan pada SMA AL-YUSRA kota Gorontalo tepatnya pada BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini penulis laksanakan pada SMA AL-YUSRA kota Gorontalo tepatnya pada kelas X B yang jumlahnya 34 siswa yang terdiri dari 15 siswa

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS IX-H SMP NEGERI 1 BALONGBENDO

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS IX-H SMP NEGERI 1 BALONGBENDO 232 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS EKONOMI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER PADA SISWA KELAS IX-H SMP NEGERI 1 BALONGBENDO Oleh: SUSMIATI SMP Negeri 1 Balongbendo Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anugrah Ayumaharani Widianingsih, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anugrah Ayumaharani Widianingsih, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan bagian dari proses sains yang pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan menanamkan sikap positif. Tujuan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, karena bertujuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, karena bertujuan 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, karena bertujuan menggambarkan suatu gejala, peristiwa, dan kejadian yang tejadi pada saat sekarang

Lebih terperinci

problem-problem praktis masyarakat dalam situasi problematik dan pada Defenisi menurut Stephen Kemmis (1983) :

problem-problem praktis masyarakat dalam situasi problematik dan pada Defenisi menurut Stephen Kemmis (1983) : BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kegiatan ini dilakukan tehadap sejumlah siswa dalam satu kelas. Penelitian tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran merupakan proses yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil 31 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil observasi awal yang dilakukan di kelas X.3 Program Keahlian Administrasi Perkantoran SMK Kristen Salatiga, peneliti berhasil mengidentifikasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 KISI-KISI USBN SMP

LAMPIRAN 2 KISI-KISI USBN SMP LAMPIRAN 2 KISI-KISI USBN SMP A. KURIKULUM 2006 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH PERTAMA / MADRASAH TSANAWIYAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Mata Pelajaran : BIOLOGI Jenjang : SMP/MTs

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil penelitian pra siklus. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 20 November 2010 dengan guru mata pelajaran biologi tingkat hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Sehingga perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya sebagai kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pra Siklus Proses pembelajaran IPS di kelas 5 SD Negeri Tondokerto Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati Tahun Ajaran 2013/2014 sebelum diadakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan dan hambatan yang semakin berat yang menuntut seseorang agar mampu bersaing untuk

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: MEGA APRILLIA BAGUS TRI WASKITHO A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: MEGA APRILLIA BAGUS TRI WASKITHO A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF Number Head Together (NHT) DENGAN Science Technology Society (STS) KELAS VII SMP NEGERI 1 BAKI TAHUN AJARAN 2013/2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2. Abstrak

Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2. Abstrak MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII G SEMESTER 2 SMP NEGERI 2 TOROH GROBOGAN 1 Oleh: Ning Endah Sri Rejeki 2 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

ARTIKEL OLEH DIRMALA NIM JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

ARTIKEL OLEH DIRMALA NIM JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) DAN TIPE NHT (NUMBERED HEAD TOGETHER) PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI PERUSAHAAN DAGANG KELAS XI AKUNTANSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perubahan fisiologis pada manusia terjadi pada masa pubertas. Masa Pubertas adalah suatu keadaan terjadinya perubahan-perubahan dalam tubuh

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI DAN PEMINATAN KELOMPOK MATEMATIKA DAN ILMU-ILMU ALAM SEKOLAH MENENGAH ATAS BIOLOGI KELAS X KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 1.1. Mengagumi keteraturan dan kompleksitas

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STIK di KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 7 MATARAM

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STIK di KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 7 MATARAM UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN BIOLOGI DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STIK di KELAS XI IPA 4 SMA NEGERI 7 MATARAM Tri Sari Wijayanti Guru IPA SMAN 7 Mataram E-mail:- ABSTRAK:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Deskripsi Kondisi Awal SMK Negeri 1 Amlapura terletak di Jalan Veteran, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, Bali. Sekolah ini merupakan sekolah kejuruan pertama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan, pada

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan, pada 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan, pada bulan Mei 2013. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci