BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Pada dasarnya, antibiotik diresepkan berdasarkan pengalaman dengan kata lain dokter gigi tidak mengetahui mikroorganisme apa yang menyebabkan terjadinya peradangan, karena kultur pus (nanah) atau eksudat tidak umum dibuat. Oleh karena itu, antibiotik spektrum luas yang umum diresepkan. 2 Rongga mulut manusia mengandung berbagai mikroorganisme. Namun demikian, tidak semua mikroorganisme berpotensi patogen pada manusia, beberapa jenis bakteri yang berhubungan dengan peradangan oral di antaranya bakteri kokus, basil, organisme gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob Definisi antibiotik Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba atau jasad renik yang tidak termasuk parasit, khususnya mikroba yang merugikan manusia. 9 Sedangkan antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroorganisme. 10 Dalam praktek sehari-hari, antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik. 9 Selain dari hasil metabolisme mikroorganisme, antibiotik juga dapat dibuat dari bahan alam yaitu dari beberapa hewan dan tanaman, serta dapat pula dibentuk antibiotik baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Dari beribu-ribu jenis antibiotik yang telah ditemukan, hanya sebagian kecil yang dapat dipakai untuk tujuan terapeutik. Hanya antibiotik yang mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in vitro lebih kecil dari kadar yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik, yang dapat dipakai. 10

2 2.1.2 Prinsip kerja obat antibiotik Idealnya, antibiotik memperlihatkan toksisitas secara selektif. Toksisitas selektif bersifat relatif daripada absolut yang berarti bahwa suatu obat dapat merusak bakteri dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi oleh inang atau hospes. Toksisitas selektif bergantung pada proses hambatan biokimia yang terdapat di dalam atau esensial untuk parasit tetapi bukan untuk inang. 11 Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik umumnya dibagi menjadi lima kelompok yaitu: 1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel Bakteri memiliki dinding sel, yang mengelilingi sitoplasma membran sel, yang lebih kaku bila dibandingkan dengan sel hewan. 11 Tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Dinding sel mengandung polipeptidoglikan. 9,11 Lapisan peptidoglikan jauh lebih tebal pada dinding sel bakteri gram positif daripada dinding sel bakteri gram negatif. 11 Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja ini secara berturut-turut dari yang paling dini menghambat sampai yang kurang menghambat yaitu sikloserin, basitrasin, vankomisin, penisilin dan sefalosporin. 9,11 2. Antibiotik yang menghambat permeabilitas atau fungsi membran sel Membran sitoplasma bakteri dan jamur tertentu lebih mudah dirusak oleh agen tertentu daripada membran sel hewan. 11 Antibiotik yang mengubah tegangan permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. 9 Akibatnya, aktivitas kemoteraupetik selektif dapat terjadi. Antibiotik yang berperan dalam menghambat fungsi membran sel yaitu azoles, polien, dan polimiksin. 11 Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap bakteri Gram-positif karena jumlah fosfor bakteri ini lebih sedikit. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol pada membran sel. Oleh karena itu, bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki struktur sterol pada membran selnya. 9

3 3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mrna dan trna. 9 Perbedaan tipe ribosom, komposisi kimiawi, dan spesivitas fungsional antara sel bakteri dan sel mamalia berbeda sehingga dapat menerangkan antibiotik dapat menghambat sintesis protein di ribosom bakteri tanpa menunjukkan efek nyata pada ribosom mamalia. 11 Aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida atau eritromisin, kloramfenikol, dan linkomisin terbukti dapat menghambat sintesis protein melalui kerja pada ribosom bakteri. 9,11 Streptomisin dan tetrasiklin berikatan dengan komponen ribosom 30S menyebabkan kode pada mrna salah dibaca oleh trna pada waktu sintesis protein sehingga akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama tetapi potensinya berbeda. Eritromisin, likomisin, dan kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks trna-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks trna-asam amino yang baru Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim, p-aminosalisilat acid (PAS) dan sulfon. Antibiotik ini bekerja dengan efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. 9 Bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari para amino benzoic acid (PABA). Sulfonamida bersaing dengan PABA dalam pembentukan asam folat sehingga mencegah bergabung ke dalam folat. Trimetoprim bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase (FAH 2 ) sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat (FAH 4 ) yang berfungsi. 9,12 PAS adalah analog PABA yang menghambat asam folat pada Mycobacterium tuberculosis. 9 Sulfonamid adalah analog struktur PABA dan menghambat dihidropteroat sintetase. 11 Sulfonamida tidak efektif terhadap M.tuberculosis dan sebaliknya PAS tidak efektif terhadap bakteri yang sensitif terhadap Sulfonamida. 9

4 5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba Kebanyakan antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat digunakan sebagai obat antikanker ataupun sebagai antivirus karena sifat sitotoksisitasnya. Oleh karena itu, obat antibiotik yang akan dipaparkan yaitu rifampisin, dan golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-rna sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga dapat muat dalam sel bakteri yang kecil Aktivitas dan spektrum kerja antibiotik a. Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi dua jenis yaitu antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas yang membunuh mikroorganisme (bakterisidal) dan yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteriostatik). 1,9,11 Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (jika digunakan dalam dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain. 1 Antibiotik yang bersifat bakterisidal dibutuhkan untuk penyembuhan pada kasus peradangan yang tidak dapat dihilangkan oleh mekanisme inang (misalnya endokarditis infektif). Kasus peradangan seperti ini juga tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik bakteriostatik, dimana penyakit akan kambuh kembali setelah penggunaan antibiotik dihentikan. 11 Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien, contohnya antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain. 1 Keberhasilan obat-obat ini bergantung pada keterlibatan mekanisme pertahanan tubuh inang. Apabila obat dihentikan, organisme akan tumbuh kembali, dan peradangan atau penyakit akan kambuh. 11 Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antibiotiknya ditingkatkan melebihi KHM. 9

5 b. Berdasarkan spektrum kerja Sifat antibiotik dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, Penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri Gram-Positif, sedangkan Gram-negatif pada umumnya resisten terhadap Penisilin G. Streptomisin memiliki sifat berbanding terbalik dengan Penisilin G, sedangkan tetrasiklin aktif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. 9 Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi atas dua yaitu spektrum sempit dan spektrum luas. Antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum sempit di antaranya Penisilin G (benzil penisilin) dan streptomisin. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di antaranya tetrasiklin 9, kloramfenikol 9, dan karbapenem 10. Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik Klasifikasi antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dibedakan atas beberapa kelompok yaitu (1) Antibiotik β-laktam yang terdiri atas golongan penisilin dan derivatnya, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam; (2) Antibiotik makrolida dan ketolida; (3) Linkosamida; (4) Metronidazole; (5) Tetrasiklin; (6) Glisilsiklin; (7) Golongan kuinolon/fluoro-kuinolon; (8) Golongan aminoglikosida; (9) Vankomisin; (10) Streptogramin; (11) Oksasolidinon; (12) Sulfonamida; dan (13) Kloramfenikol. 13 Di praktek kedokteran gigi, tidak semua jenis antibiotik digunakan, hanya beberapa jenis saja yang umum digunakan di antaranya antibiotik golongan β-laktam (seperti amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat, ampisilin, sefadroksil, sefaleksin, sefazolin, dan penisilin), linkosamida (seperti klindamisin), makrolida (seperti

6 azitromisin, eritromisin), kuinolon/fluorokuinolon (seperti siprofloksasin), aminoglikosida (seperti gentamisin), dan metronidazole Antibiotik β-laktam Antibiotik β-laktam menjadi antibiotik yang banyak digunakan karena aktivitas spektrumnya luas dan toksisitasnya yang relatif kurang walaupun insiden terhadap alergi relatif tinggi. Antibiotik jenis ini terdiri dari lima kelompok yang memiliki nukleus β-laktam berbeda, yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan karbasefem. Penisilin dan sefalosporin adalah antibiotik yang paling penting, diikuti dengan karbapenem, monobaktam, dan karbasefem yang menjadi cadangan pada kasus peradangan serius seperti peradangan nosokomial (yang didapat dari rumah sakit). β-laktam memiliki aktivitas antibiotik dengan spektrum yang terluas, kecuali antibiotik dengan spektrum yang sangat sempit (seperti β-laktamase-resistant penicillin) dan spektrum yang sangat luas (seperti imipenem dan beberapa sefalosporin). 13 Mekanisme kerja antibiotik β-laktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut: (1) Obat bergabung dengan penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri; kemudian (2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu; lalu (3) Terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel Penisilin Penisilin adalah istilah generik untuk kelompok antibiotik yang sama-sama memiliki nukleus cincin β-laktam. 13 Obat ini efektif melawan sebagian besar bakteri gram positif tetapi tidak aktif jika cincin β-laktamnya dipecah oleh β-laktamase. 12 Modifikasi penisilin dapat terjadi karena struktur dasarnya (asam 6- amminopenisilanat) memungkinkan untuk penambahan berbagai rantai β-laktam dan cincin tiazolidin. Atas dasar modifikasi ini, penisilin dapat dibagi menjadi penisilin G dan derivatnya, penisilin resisten β-laktamase, penisilin spektrum yang diperluas (Extended-Spectrum Penicillin), dan penisilin spektrum yang diperluas ditambah inhibitor β-laktamase (Extended-Spectrum Penicillin Plus β-lactamase Inhibitors). 13

7 Penisilin memiliki efek bakterisid dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap mikroba Gram-positif yang sensitif. Walaupun kelompok ampisilin memiliki spektrum antibiotik yang lebar, tetapi aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat penisilin G. Namun demikian, kelompok ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba Gramnegatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral. 14 Kombinasi penisilin dengan asam klavulanat menjadi salah satu pilihan karena kerja antibiotiknya sangat lemah, tetapi dapat menghambat penisilinase dari streptokokus dan β-laktamase berbagai mikroba Gram-negatif dengan mengikat pusat aktif enzim tersebut. Karena itu asam klavulanat digunakan dalam kombinasi bersama antibiotik β-laktam yang tak stabil terhadap β-laktamase. 10 Pemberian antibiotik per oral lebih disukai pada perawatan pasien kedokteran gigi karena lebih aman, paling tepat, dan cara yang paling murah. Sekarang ini, penisilin V adalah antibiotik yang paling sering diresepkan yang ditujukan untuk terapi peradangan yang berasal dari gigi, 13 tetapi amoksisilin lebih unggul karena diabsoribsi lebih baik, frekuensi dosis yang lebih sedikit (3 kali sehari bila dibandingkan dengan ampisilin dan penisilin V yang 4 kali sehari), dan penyerapannya tidak dihalangi oleh makanan. 15 Pemberian penisilin G secara parenteral digunakan untuk peradangan berat pada pasien atau situasi dimana pemberian melalui oral tidak dapat dilakukan (seperti pada sindroma malabsorpsi dan muntah). 13 Penisilin digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk semua peradangan yang mikrobanya peka dan selama tidak ada alergi terhadap penisilin karena toksisitasnya yang hampir tidak ada dan kerjanya bersifat bakterisidal Sefalosporin Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium. Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA: 7-aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Sefalosporin C resisten terhadap penisilinase, tetapi dapat dirusak oleh

8 sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang dapat dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin. 14 Berdasarkan aktivitas antibiotiknya, sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi yaitu generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat. Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik untuk melawan patogen orofasial, tetapi terbatas dalam melawan bakteri anaerob. Secara in vitro, sefalosporin generasi pertama memperlihatkan spektrum antibiotik yang aktif terhadap bakteri Grampositif. Keunggulannya dibanding penisilin adalah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan Streptococcus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, dan Corynebacterium diphteriae. 14 Sefadroksil, sefaleksin, dan sefazolin merupakan antibiotik sefalosporin generasi pertama, sedangkan seftriakson termasuk generasi ketiga. 14, Antibiotik makrolida Senyawa ini didapat dari jenis Streptomyces, mempunyai sifat glikosida dan mengandung cincin lakton makrosiklik, gula amino basa dan gula netral. Mekanisme kerja yang diketahui yaitu antibiotik makrolida menghambat sintesis protein pada fase pemanjangan dengan mempengaruhi translokasi. 10 Makrolida digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh mikroba Grampositif yang resisten terhadap penisilin atau tetrasiklin, dipakai juga pada pasien yang alergi terhadap penisilin. 10 Yang termasuk dalam kelompok makrolida yaitu eritromisin, azitromisin, dan sebagainya. Azitromisin memiliki aktivitas yang sangat baik dengan Chlamydia. Kadar azitromisin yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi di jaringan dan sel fagosit menjadi sangat tinggi. Obat yang disimpan dalam jaringan ini kemudian dilepaskan perlahan-lahan sehingga dapat diperoleh masa paruh eliminasi sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya berlangsung cepat tetapi terganggu bila diberikan bersamaan dengan makanan. 17

9 Linkomisin Yang termasuk kelompok linkomisin adalah linkomisin yang diisolasi dari Streptomyces lincolnensis dan senyawa sintesis parsial turunannya yaitu klindamisin. Kelompok linkomisin mempunyai spektrum kerja yang mirip antara yang satu dengan yang lain, mekanisme kerjanya sama dengan antibiotik makrolida, sedangkan kerja klindamisin 2-10 kali lebih besar dari intesitas kerja linkomisin. Yang penting adalah kemampuan difusinya yang baik dalam tulang. Linkomisin dan klindamisin digunakan untuk peradangan karena staphylokokus jika antibiotik lain tidak dapat digunakan dan berguna pada peradangan karena bakteri anaerob. 10 Selain itu, klindamisin digunakan untuk pasien yang alergi dengan penisilin atau terjadi kegagalan pengobatan dengan penisilin Antibiotik aminoglikosida Yang termasuk antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin, kelompok kanamisin-gentamisin, dan spektinomisin. Senyawa ini merupakan senyawa dengan struktur yang terdiri atas tri atau tetrasakarida, yang mengandung streptamin atau turunannya sebagai rumus umum, terutama 2-desoksistreptamin. Semua senyawa ini memiliki spektrum kerja yang luas dan kerjanya adalah bakterisidal. Gentamisin adalah senyawa yang didapat dari filtrat kultur jenis Mikromonospora, yang merupakan campuran dari 3 antibiotik spektrum luas gentamisin C 1, C 1a, dan C 2. Secara klinis gentamisin sangat berarti terutama karena peranannya terhadap mikroba Gram-negatif penyebab peradangan tersebut Kuinolon Kuinolon memiliki atom fluor pada cincin kuinolon (karena itu dinamakan juga fluorokuinolon). Golongan kuinolon secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kelompok kuinolon tidak mempunyai manfaat klinik untuk pengobatan peradangan sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah, daya antibakterinya lebih lemah, dan resistensi cepat timbul. Indikasinya terbatas sebagai antiseptik saluran kemih. Sedangkan kelompok

10 fluorokuinolon memiliki atom fluor pada posisi 6 dalam struktur molekulnya. Daya antibiotik fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama. Kelompok obat ini diserap secara baik pada pemberian oral, dan derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral yang digunakan untuk penanggulangan peradangan berat, khususnya yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, sedangkan terhadap bakteri Gram-positif daya bakterinya relatif lemah. Yang termasuk golongan ini adalah siprofloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan sebagainya Metronidazole Metronidazole adalah nitroimidazole buatan yang dibuat atau diisolasi dari Streptomyces sp yang berguna dalam mengatasi berbagai peradangan akibat protozoa. 13 Obat ini juga efektif melawan bakteri anaerob yang bekerja dengan mengganggu DNA bakteri sehingga menghambat sintesis asam nukleat. 16 Spektrum metronidazole terbatas pada bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri mikroaerofilik, 19 dan paling efektif melawan bakteri anaerob gram negatif yang bertanggung jawab pada peradangan orofasial akut dan periodontitis kronis. 13 Kombinasi metronidazole dengan antibiotik betalaktam pada peradangan oral diindikasikan untuk peradangan orofasial akut yang serious dan pada penatalaksanaan periodontitis agresif Dosis antibiotik di bidang kedokteran gigi Penggunaan dosis antibiotik pada peradangan odontogenik Tabel 1. Dosis antibiotik yang umum digunakan untuk kasus peradangan odontogenik 2, 16, pada pasien dewasa Substansi Obat Jalur Pemberian Dosis Amoksisilin po* 500 mg/8 jam Amoksisilin-Asam Klavulanat po 250 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam 500 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam Klindamisin po ringan-sedang: mg/6 jam

11 Substansi Obat Jalur Pemberian Dosis berat: mg/6 jam Azitromisin po 500 mg/24 jam 3 hari berurutan Siprofloksasin po 500 mg/12 jam Metronidazol po mg/8 jam Sefadroksil po mg/12 jam Eritromisin po 250 mg/6 jam atau 500 mg/12 jam Gentamisin Im*** atau iv 240 mg/24 jam Penisilin im atau iv 1,2-2,4 juta IU/24 jam*** hingga 24 juta IU/24 jam** Keterangan: *po: pemberian per oral; **iv: pemberian melalui intravena; ***im: pemberian melalui intramuskular Penggunaan dosis antibiotik sebagai profilaksis antibiotik Tabel 2. Dosis profilaksis antibiotik pada endokarditis bakterial pada prosedur oral 2, 21, 22 Antibiotik Dosis Pemilihan Waktu Amoksisilin 2 g po ½-1 jam sebelum Ampisilin 2 g im atau iv ½ jam sebelum Klindamisin 600 mg po 1 jam sebelum 600 mg po atau iv ½ jam sebelum Sefaleksin atau Sefadroksil 2 g po 1 jam sebelum Azitromisin atau Klaritromisin 500 mg po 1 jam sebelum Eritromisin 500 mg po 1 jam sebelum Sefazolin 1 g im atau iv ½ jam sebelum Seftriakson 1 g im atau iv 1 jam sebelum Keterangan: po: pemberian per oral; iv: pemberian melalui intravena; im: pemberian melalui intramuskular Indikasi penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi Peradangan akut dan kronis pada pulpa merupakan penyebab sakit gigi paling banyak. Namun kebanyakan kasus peradangan lebih memerlukan perawatan konservatif daripada pemberian antibiotik. Selulitis fasial baik yang disertai disfagia ataupun tidak, harus diberikan antibiotik sesegera mungkin karena, jika tidak diberikan, peradangan dapat meluas melalui limfe dan sirkulasi darah. Beberapa lesi

12 oral terlokalisir yang diindikasikan pemberian antibiotik yaitu abses periodontal, gingivitis ulseratif nekrose akut, perikoronitis dan osteomyelitis. 3,13 Selain itu, antibiotik juga digunakan sebagai profilaksis. 15 Umumnya, antibiotik digunakan di kedokteran gigi untuk dua tujuan yaitu sebagai profilaksis antibiotik dan sebagai pengobatan kasus peradangan Sebagai pengobatan atau terapi antibiotik Pemberian antibiotik tidak terbatas pada kasus peradangan odontogenik saja, melainkan juga pada kasus non-odontogenik. Untuk kasus peradangan odontogenik sendiri, tidak ada kriteria tertentu dalam pemberian antibiotik. Pengobatan diberikan dalam beberapa situasi peradangan odontogenik akut yang berasal dari pulpa misalnya sebagai pendukung dalam perawatan saluran akar, gingivitis nekrotis ulseratif akut, abses periapikal, periodontitis agresif, abses periodontal, dan osteomyelitis. 2,13 Pemberian antibiotik tidak disarankan pada kasus gingivitis. 2 Perluasan inflamasi cepat dan berat sebaiknya dirawat dengan pemberian antibiotik, sementara inflamasi yang ringan dan terlokalisir dimana drainase dapat dilakukan, maka pemberian antibiotik tidak perlu. 15 Abses peridontal sering dirawat dengan insisi dan drainase tanpa pemberian antibiotik karena abses periodontal jarang disertai demam, malaise, limfadenopati, dan tanda-tanda sistemik lainnya. Tetapi, abses periodontal perlu diberikan terapi antibiotik ketika disertai tanda dan gejala sistemik, atau ketika insisi dan drainase tidak dapat dilakukan. Hal ini berbeda pada terapi antibiotik untuk peradangan yang berasal dari pulpa atau periapikal, dimana seharusnya lebih agresif karena lebih cenderung meluas ke permukaan wajah. Terapi antibiotik untuk kasus abses periodontal diberikan dalam dosis tinggi dan durasi yang singkat. Perawatan osteomyelitis yaitu berupa terapi antibiotik dan pembedahan. Dikarenakan keanekaragaman bakteri penyebabnya, pembuatan kultur dan tes sensitivitas sesegera mungkin menjadi penting untuk mendapatkan terapi antibiotik yang paling tepat. 13 Antibiotik turunan β-laktam dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan, asalkan tidak ada alergi. Namun, hanya sedikit obat dari kelompok ini yang dapat

13 diresepkan. Penisilin dan amoksisilin dapat menjadi pilihan pertama. Amoksisilinklavulanat lebih disukai, karena spektrum kerja yang luas, sifat farmakokinetik, toleransi, dan dosis yang khas. Klindamisin juga menjadi obat pilihan karena penyerapannya yang baik, kemungkinan bakteri menjadi resistensi rendah, dan konsentrasi antibiotik yang dicapai dalam tulang lebih tinggi. 2 Peradangan non-odontogenik yang termasuk peradangan spesifik dari rongga mulut (TBC, sifilis, lepra), dan peradangan nonspesifik membran mukosa, otot dan wajah, kelenjar ludah dan tulang. Proses ini membutuhkan perawatan yang panjang, dan obat yang digunakan biasanya termasuk klindamisin dan flurokuinolon (seperti siprofloksasin, norfloksasin, dan moksifloksasin) Sebagai profilaksis antibiotik Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis telah diterima secara luas dan umum digunakan di kedokteran gigi. Tujuan pengobatan ini yaitu sebagai pencegahan endokarditis infektif yang diindikasikan pada pasien yang berisiko dalam hal prosedur invasif dalam rongga mulut. 2 Pasien yang menggunakan katup jantung buatan, memiliki riwayat endokarditis, memiliki penyakit jantung kongenital seperti penyakit jantung kongenital sianosis, menggunakan bahan atau alat jantung buatan yang kurang dari 6 bulan, ataupun yang memiliki efek sisa pada tempat atau sekitar tempat dipasangnya bahan atau alat buatan, serta penerima transplantasi jantung, maka pada pasien tersebut diindikasikan pemberian profilaksis antibiotik untuk prosedur dental. 22 Pasien yang memiliki riwayat peradangan prostesis sendi dan pada pasien yang menggunakan sendi buatan kurang dari dua tahun disertai defisiensi imun, maka pasien tersebut beresiko tinggi terhadap prosedur invasif dalam rongga mulut sehingga diperlukan pemberian profilaksis antibiotik. 2 Profilaksis peradangan lokal digunakan untuk mencegah proliferasi dan penyebaran bakteri di dalam dan dari luka operasi itu sendiri. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien yang sehat hanya dianjurkan dalam kasus pencabutan gigi impaksi, bedah periapikal, bedah tulang, bedah implan, penyambungan tulang dan operasi untuk tumor jinak. Pada pasien dengan faktor risiko berupa peradangan lokal

14 invasif. 2 Namun, profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan pada prosedur dental atau sistemik termasuk pasien onkologi, pasien dengan kekebalan tubuh rendah, pasien dengan gangguan metabolik seperti diabetes, dan pasien yang telah menjalani splenektomi antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum melakukan prosedur atau keadaan berikut yaitu anestesi topikal pada jaringan yang tidak meradang, pengambilan radiografi gigi, penggunaan gigitiruan lepasan atau alat ortodontik, penyesuaian alat ortodontik, penempatan braket ortodontik, dan pencabutan gigi desidui serta perdarahan karena trauma di bibir dan mukosa , 21, 22 Tabel 3. Indikasi penggunaan antibiotik di kedokteran gigi Keadaan Pilihan obat Obat alternatif Penyakit periodontal GUNA (gingivitis ulseratif Penisilin V, Metronidazole, nekrose akut) Amoksisilin Tetrasiklin Abses periodontal Penisilin V Tetrasiklin Localized juvenile periodontitis Doksisiklin, Tetrasiklin Amoksisilin Periodontitis pada dewasa Tidak indikasi antibiotik Rapid advancing Doksisiklin, periodontitis (RAP) atau Tetrasiklin, Periodontitis agresif Metronidazole Peradangan Oral Peradangan jaringan lunak Penisilin V (abses, selulitis fasial, pascabedah, Amoksisilin perikoronitis) Osteomyelitis Penisilin V Amoksisilin metronidazole Augmentin (amoksisilin ditambah klavulanat) Klindamisin Amoksisilin metronidazole Doksisiklin Klindamisin Sefalosporin Tetrasiklin Klindamisin Sefalosporin Siprofloksasin Eritromisin Peradangan campuran yang tidak sensitif terhadap penisilin Peradangan akibat bakteri Amoksisilin aerob Sefalosporin Sulfonamid Tetrasiklin ditambah ditambah

15 Keadaan Pilihan obat Obat alternatif Metronidazole Klindamisin Peradangan karena bakteri anaerob dan kronis Profilaksis Mencegah endokarditis infektif Pasien dengan penyakit jantung reumatik dan katup jantung buatan Pasien dengan riwayat endokarditis infektif Pasien dengan penyakit jantung bawaan (misalnya penyakit jantung sianotik) Penerima cangkok jantung Pada penderita valvulopati Profilaksis peradangan lokal Pada pasien sehat (misalnya kasus pencabutan gigi impaksi, bedah periapikal, bedah tulang, bedah implan, penyambungan tulang, dan operasi untuk tumor jinak) Pada pasien dengan penyakit sistemik (pasien onkologi, pasien imunosupresan, pasien dengan gangguan metabolik seperti diabetes tidak terkontrol, dan pasien yang telah menjalani splenektomi) Tidak alergi pada penisilin PO: Amoksisilin Keterangan: PO: per oral; IV: intravena; IM: intramuskular Sefalosporin Augmentin Tetrasiklin Metronidazole + pensilin Pasien yang tidak dapat diberikan PO, maka pemberian melalui IV/IM: Ampisilin Sefazolin atau seftriakson Pasien yang alergi dengan penisilin atau ampisilin, pemberian melalui PO: Klindamisin Azitromisin/ klaritromisin Pasien yang alergi dengan ampisilin atau penisilin dan tidak dapat diberikan PO, maka diberikan IV/IM: Sefazolin atau seftriakson Klindamisin 2.2 Resistensi terhadap Antibiotik Resistensi terhadap antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme menjadi kebal atau dapat melawan efek antibiotik, baik yang didapat mikroorganisme atau secara alami. 15 Resistensi terhadap antibiotik dapat dibagi menjadi beberapa hal, yaitu:

16 1. Berdasarkan mekanisme terjadinya resistensi terhadap antibiotik a. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba. Pada bakteri Gram-negatif, molekul antibiotik kecil dan polar dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi, maka masuknya antibiotik ini akan terhambat. Mekanisme lain adalah bakteri mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin). Selain itu, mikroba dapat mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada di dalam sel (misalnya tetrasiklin). 9 b. Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan golongan β-laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan antibiotik tersebut. 9 c. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antibiotik. Mekanisme ini terlihat pada Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA) yang mengubah Penicillin Binding Protein (PBP) 2a atau PBP 2 sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik β-laktam lain. 9,23 Resistensi terhadap penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi sehingga menghasilkan produksi PBP yang berbeda sehingga bakteri membutuhkan gen-gen PBP yang baru Berdasarkan sumber terjadinya resistensi antibiotik a. Resistensi bawaan. Resistensi bawaan atau resistensi primer yaitu resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Contohnya Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penisilinase yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. Selain itu, resistensi bawaan dapat terjadi pada bakteri yang memiliki struktur pelindung khusus dari paparan antibiotik, seperti Mycobacterium tuberculosa yang memiliki kapsul pada dinding sel sehingga resistensi terhadap obat-obat antibiotik. 23 b. Resistensi dapatan. Resistensi dapatan atau resistensi sekunder dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu (1) diperoleh akibat kontak dengan agen antibiotik

17 dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga terjadi mutasi pada mikroorganisme; (2) terjadi akibat mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat; dan (3) bakteri memperkuat dinding sel mikroorganisme sehingga menjadi tidak dapat ditembus (impermeabel) oleh obat dan perubahan sisi perlekatan pada dinding sel. Proses terjadinya mutan yang resistensi terhadap antibiotik dapat terjadi secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam waktu yang lama (resistensi multi tingkat). Contoh resistensi satu tingkat adalah resistensi pada streptomisin, dan rifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin. 23 c. Resistensi episomal. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom = plasmid di luar kromosom). Beberapa bakteri memiliki faktor R pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memiliki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi Berdasarkan penyebab klinis terjadinya resistensi terhadap antibiotik Resistensi terhadap antibiotik dapat disebabkan oleh keadaan klinis sebagai berikut: (1) Penggunaan antibiotik yang terlalu sering; (2) Penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi; (3) Durasi penggunaan antibiotik terlalu pendek atau lama; dan (4) Penundaan pemberian antibiotik pada pasien dengan penyakit kritis. 9, Efek Samping 1. Reaksi Alergi Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes dan tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya alergi dapat bervariasi. 9 Prognosis reaksi alergi sulit diramalkan walaupun terdapat riwayat reaksi alergi pasien. Seseorang yang memiliki riwayat alergi, misalnya alergi terhadap penisilin, tidak selalu mengalami reaksi alergi kembali ketika diberikan obat tersebut. Sebaliknya, seseorang tanpa riwayat

18 alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan kembali penisilin. 9 Bentuk reaksi alergi pada penisilin paling sering yaitu reaksi urtikaria pada kulit atau maculopapular rash. Penisilin juga dapat menyebabkan reaksi syok anafilaktik Reaksi Toksik Antibiotik pada umumnya bersifat toksisitas selektif, tetapi sifat ini relatif. Penisilin merupakan golongan antibiotik yang mungkin dianggap paling tidak toksik sampai saat ini. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat menyerang organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. Beberapa contoh reaksi toksik penggunaan antibiotik seperti pada golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap Nervus Vestibulokoklear (N.VIII). Golongan tetrasiklin dapat menggangu pertumbuhan jaringan tulang dan gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam dosis besar, obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil Perubahan Biologik dan Metabolik Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang meradang, terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen. Penggunaan antibiotik, terutama spektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. 9 Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu peradangan baru yang disebabkan oleh proliferasi mikroba berbeda dari penyebab peradangan primer yang terjadi akibat terapi peradangan primer dengan suatu antibiotik. 9,15 Mikroba penyebab superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antibiotik terutama spektrum luas, misalnya penggunaan tetrasiklin dapat menyebabkan kandidiasis. 9 Faktor yang mempermudah timbulnya superinfeksi di antaranya adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan pasien, penggunaan antibiotik terlalu lama, dan luasnya spektrum aktivitas obat antibiotik. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi superinfeksi yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang

19 digunakan, melakukan biakan (kultur) mikroba penyebab superinfeksi, dan memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba tersebut Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. 25 Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). 25,26 Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. 26 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu 24,26 : 1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, misalnya mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. 2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

20 5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada. 6. Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. 25

21 2.5 Kerangka Teori Penggunaan Antibiotik Antibiotik Definisi Prinsip Kerja Aktivitas dan Spektrum Klasifikasi Dosis Resistensi terhadap Antibiotik Efek Samping Pengetahuan

22 2.6 Kerangka Konsep Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut Penggunaan Antibiotik di Bidang Kedokteran Gigi - Definisi dan klasifikasi - Indikasi - Dosis - Efek Samping - Resistensi

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba dengan respon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh

TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh mikroba yang dalam konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroba lain. Pada perkembangannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTIBIOTIKA 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Komplikasi yang sering terjadi pasca prosedur dental adalah infeksi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prosedur dental yang invasif sering diikuti dengan berbagai macam komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dan tidak semua dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa

Lebih terperinci

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt 1. ANTIBAKTERIA Alexander Flemming (1881-1955) Penicillin ANTIBAKTERIA Bakteri memasuki tubuh penetrasi ke jaringan tubuh terjadi infeksi Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sempurna secara fisik, mental, spiritual maupun sosial (Anonim, 1946). Seseorang yang berada dalam kondisi sehat memungkinkan untuk hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba ANTIMIKROBA Tujuan Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba VIRUS PROTOZOA MIKROBA JAMUR BAKTERI ANTIMIKROBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebersihan mulut sangat penting dijaga karena memiliki pengaruh utama dari kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.2 Pengertian pengetahuan BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Pengetahuan adalah hasil tahu yang didapatkan setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek.

Lebih terperinci

ASHFAR KURNIA

ASHFAR KURNIA ASHFAR KURNIA ASHFAR KURNIA SEJARAH Pada tahun 1928, ketika sedang mempelajari varian Staphylococcus di RS St.Mary s, London, Alexander Fleming bahwa suatu jamur yang mengenai bakterinya menyebabkan bakteri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM W.W.

ASSALAMU ALAIKUM W.W. ASSALAMU ALAIKUM W.W. ANTIMIKROBA LAIN 1. Eritromisin dan makrolid lain 1) Eritromisin 2) Spiramisin 3) Roksitromisin dan klaritromisin 2. Linkomisin dan klindamisin 1) Linkomisin 2) Klindamisin 3. Golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S.aureus merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan juga merupakan patogen utama pada manusia. Bakteri S. aureus juga merupakan flora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: NURLINA BINTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus infeksi bakteri semakin meningkat setiap tahunnya. Infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotika yang sesuai. Namun terdapat penyalahgunaan antibiotika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi masalah utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia termasuk Indonesia. Infeksi dapat terjadi pada pasien pasca bedah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi dan teknik-teknik operasi, penggunaan antibiotik dan anestesia yang semakin baik serta penemuan alat elektronik yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang

BAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh

Lebih terperinci

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes.

Diabetes merupakan faktor resiko periodontitis yang berkembang dua kali lebih sering pada penderita diabetes daripada penderita tanpa diabetes. PENDAHULUAN Perawatan implan gigi adalah cara yang efisien untuk menggantikan gigi yang hilang. Namun,diabetes dapat dianggap sebagai kontraindikasi perawatan karena tingkat kegagalan sedikit lebih tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroba patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Penyakit yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroba patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Penyakit yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Penyakit dapat timbul dengan beberapa penyebab, salah satunya adalah mikroba patogen seperti bakteri, jamur, virus, dan lain-lain. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klebsiella pneumonia Taksonomi dari Klebsiella pneumonia : Domain Phylum Class Ordo Family Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI

MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI Oleh : Sunarjati Sudigdoadi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran PENDAHULUAN Obat yang digunakan sebagai pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita pekerja seks menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4% -

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita pekerja seks menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4% - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi gonore di Indonesia menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis penyakit menular seksual. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta dan Bandung pada wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan endodontik merupakan perawatan pada bagian pulpa gigi dengan tujuan mempertahankan gigi vital atau gigi non vital dalam lengkung gigi (Bakar, 2012). Perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan pada rongga mulut manusia yang sehat. Bakteri ini banyak ditemukan pada plak dan karies gigi, serta pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut manusia banyak terdapat berbagai jenis bakteri, baik aerob maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak kulit nanas pada pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Antibiotik merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien, namun penggunannya sering kali tidak tepat. Akibatnya terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 15 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Definisi Antibiotik Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi-sintetis, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi-sintetis, termasuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bedah caesar semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun berkembang. Di Inggris disampaikan bahwa terjadi kenaikan yakni 12% pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat dan infeksi luka ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi terhadap antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami yang dipercepat oleh penggunaan obat-obatan antibiotik (WHO, 2014). Spesies

Lebih terperinci

LARASITA RAKHMI UTARI K

LARASITA RAKHMI UTARI K EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEWASA DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : LARASITA RAKHMI

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci