Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo"

Transkripsi

1 Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo Fatma Berena 1, Marini S. Hamidun 2, Wirnangsi D. Uno 3 Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo Fatmaberena_2010@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) yang terdapat pada hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode survey. Pengambilan data dilakukan dengan teknik eksplorasi yakni menjelajahi setiap lokasi yang menjadi kawasan tempat tumbuhnya paku (Pteridophyta) yang terdapat pada hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan rumus Indeks Keanekaragaman (Diversitas) Shannon Wienner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian ditemukan 10 spesies tumbuhan paku yang secara taksonomi berada pada tingkatan spesies, yaitu Asplenium nidus, Selaginella willdenovii, Pteris ensiformis, Cyclosorus interruptus, Pteridium revolutum, Pityrogramma calomelanos, Nephrolepis multiflora, Phymatodes sp, Lygodium sp, Lomariopsis sp. Selain itu ditemukan pula 2 spesies yang termasuk tingkat family yakni family Dryopteridaceae, dan family Blechnaceae. Nilai indeks keanekaragaman tumbuhan paku yang diperoleh adalah 2,615 dan berada pada kriteria indeks keanekaragaman sedang. Kata kunci: Keanekaragaman, tumbuhan paku (pteridophyta), hutan dataran rendah, suaka margasatwa Nantu. 1 Fatma Berena Mahasiswa Jurusan Biologi 2 Dr. Marini S. Hamidun, S.Si, M.Si Dosen Jurusan Biologi Selaku Pembimbing 1 3 Wirnangsi D.Uno, S.Pd,M.Kes Dosen Jurusan Biologi Selaku Pembimbing 2 1

2 ABSTRACT The aims of this study aims is to determine the diversity of ferns (Pteridophyta) in the lowland forests, Nantu wildlife reserve, Gorontalo district. This study is a descriptive quantitative study with used survey method. The data has collected by exploration techniques with explore every location into where the fern (Pteridophyta) growth in the lowland forests, Nantu wildlife reserve, Gorontalo district. The data has count by using with formula Diversity Index (diversity) Shannon Wienner. The results of this study showed that in the study location found 8 species of ferns that are taxonomically at the level of species, namely Asplenium nidus, Willdenovii selaginella, Pteris ensiformis, Cyclosorus interruptus, Pteridium revolutum, Pityrogramma calomelanos, Nephrolepis multiflora, Phymatodes sp, Lygodium sp, Lomariopsis sp. Also found are two species belonging into family level namely Dryopteridaceae, and family Blechnaceae. The value of diversity index obtained at 2,615 and being on the criteria of diversity index is medium level. Keywords : Diversity, fern (Pteridophyta), lowland forest, wildlife reserve Nantu. 2

3 PENDAHULUAN Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan tumbuhan yang memiliki ciri khas tersendiri, yaitu dengan adanya daun muda yang menggulung serta mampu menghasilkan spora dalam bentuk sporagium (Suryana, 2009). Tumbuhan paku (Pteridophyta) termasuk tumbuhan tingkat rendah yang dapat hidup pada keadaan yang bersuhu lembab dan suhu kering, sehingga tidak jarang dijumpai tumbuhan paku dapat hidup di manamana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lerenglereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon (Hariyadi, 2000). Tumbuhan paku (Pteridophyta) yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran suhu C dan kondisi ini terdapat pada kawasan hutan dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0500 mdpl. Tumbuhan paku (Pteridophyta) memiliki peranan yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem yaitu sebagai produsen dalam suatu rantai makanan dan sebagai komponen yang berperan sebagai siklus daur nitrogen, sebagai pencegah erosi, pengaturan tata air dan membantu proses pelapukan serasah hutan (Hoshizaki and Moran, 2001). Pertumbuhan paku (teridophyta) sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa suhu, kelembaban tanah, intensitas cahaya dan ketinggian tempat, karena tumbuhan paku sangat menyukai tempat yang lembab dan bisa hidup juga pada kondisi lingkungan yang bervariasi, faktor lingkungan tersebut mempengaruhi keanekaragaman tumbuhan paku. Keanekaragman jenis atau spesies merupakan ciri tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya. Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas dan dapat pula digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponenkomponennya. Keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas yang tinggi, karena interaksi spesies yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi (Nunaki, 2007). Menurut Indriyanto (2006), indeks keanekaragaman digunakan untuk menyatakan tingkat keanekaragaman spesies pada suatu wilayah tertentu. Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora maupun faunanya. Salah satu potensi sumber daya alam hayati dari kelompok flora yang ada di Indonesia adalah tumbuhan paku (Pteridophyta) yang diperkirakan terdapat jenis (Mulyani,2012). Penelitian tentang tumbuhan paku (Pteridophyta) di Provinsi Gorontalo masih tergolong sedikit, berapa penelitian yang pernah dilakukan adalah Irawati (2015) menemukan 7 jenis tumbuhan paku di Kawasan Desa Molanihu Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Saleng (2015) menemukan 9 jenis tumbuhan paku di kawasan Hutan Gunung Damar Sub DAS Biyonga Kabupaten Gorontalo. Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Nantu merupakan salah satu kawasan konservasi yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang secara geografis, terletak pada 125 o Bujur Timur dan Lintang Utara. 3

4 Secara administratif SM Nantu mencakup wilayah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Gorontalo Utara, yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 325/MenhutII/2010 dengan luas wilayah ,33 Ha. (BKSDA SULUT, 2013) Kawasan Suaka Margasatwa Nantu sebagian merupakan daerah dataran rendah dan sebagian lagi mempunyai topografi berbukitbukit dan bergununggunung yang berada pada ketinggian maksimal mdpl, memiliki tingkat curah hujan yang tinggi mencapai mm pertahun dan suhu udara berkisar antara C. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, kawasan Suaka Margasatwa Nantu merupakan satu kawasan yang cocok dijadikan tempat untuk melihat keanekaragaman jenis vegetasi tumbuhan karena kawasan ini termasuk kawasan hutan yang masih tergolong alami. Penelitian tentang vegetasi pada kawasan Suaka Margasatwa Nantu telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Dunggio (2005) menemukan 58 jenis tumbuhan. Hamidun (2012) menemukan 204 jenis tumbuhan dan Hilala (2015) menemukan 16 jenis tumbuhan obat. Namun dari data jenis tumbuhan tersebut belum ditemukan data jenis tumbuhan paku yang berada di kawasan Suaka Margasatwa Nantu. Untuk mendapatkan informasi dan melengkapi data base tentang vegetasi tumbuhan paku bagi pemerintah melalui dinas kehutanan dan balai konservasi terkait, maka penelitian yang mengkaji tentang jenis tumbuhan paku (Pteridophyta) dan keanekaragamannya pada hutan dataran rendah kawasan suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo dapat dilakukan. Dengan adanya penelitian ini pula dapat memberikan implikasi khususnya dalam kegiatan pembelajaran bidang biologi yakni sebagai sumber informasi bagi guru dalam menjelaskan atau menggambarkan keberadaan suatu organisme khususnya tumbuhan paku dalam satu habitat. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian yang telah ditetapkan untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman jenis tumbuhan Paku ( Pteridophyta). Teknik pengambilan data secara eksploratif dengan menjelajahi kawasan yang didasarkan habitat tumbuhan paku. Waktu penelitian dilakukan selama 6 bulan (bulan Oktober 204 sampai dengan bulan Maret 2015). Data yang diperoleh, dianalisis secara deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan perhitungan indeks keanekaragaman dengan rumus indeks keanekaragaman Shannon dan Wiener dan dihitung dengan menggunakan aplikasi Microsoft excel. Adapun rumus persamaan indeks keanekaragaman Shanon dan Wiener adalah sebagai berikut: H = log dimana : H' = Indeks diversitas s = Jumlah seluruh spesies pi = ni/n ( Jumlah individu suatu spesies/ Jumlah total seluruh spesies) ni = Jumlah individu spesies kei (i = 1,2,3,...) 4

5 N = Jumlah total seluruh spesies Sedangkan untuk mengidentifikasi tumbuhan paku dilakukan analisis dengan mendeskripsikan ciri dan karakteristik dari setiap tumbuhan paku yang ditemukan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jenisjenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Terdapat pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo Pada penelitian ini ditemukan 10 jenis tumbuhan paku yang termasuk dalam tingkatan spesies serta 2 jenis yang termasuk dalam tingkatan family. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Jenisjenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) yang Terdapat pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Family Spesies Habitat Spesies pohon Inang Tumbuhan yang menaungi Tumbuhan yang dinaungi Enau (Arenga Aspleniaceae Asplenium pinnata), Mata Epifit nidus putih ( Mallotus floribundus), Beringin (Ficus sp), Dryopteridaceae Terestial Rao (Dracontomel on dao), Pangi (Pangium edule), Kayu bugis (Koordesiode ndron pinnatum) Selaginellaceae Pala Hutan Selaginella Terestial (Myristica willdenovii fragrans) Pala Hutan (Myristica Pteris fragrans), Terestial ensofermis Pangi Polypodiaceae (Pangium edule) Phymatodes Epifit Enau ( Arenga sp. pinnata) Thelypteridaceae Cyclosorus Terestial interruptus Pteridaceae Pteridium revolutum Terestial Rumput teki Pala hutan Schizaeaceae (Myristica Lygodium fragrans), Terestial sp. Rotan (Calamus sp.), Beringin 5

6 Adiantaceae Nephrolepidaceae Pityrogram ma calomelanos Nephrolepis biserrata Blechnaceae Terestial Lomariopsidaceae Sumber: Data Primer, 2015 Lomariopsis sp. (Ficus sp) Nantu (Palaquium obovatum), Kayu bugis Terestial (Koordesiode ndron pinnatum), Rotan (Calamus sp.) Terestial Rotan (Calamus sp.) Nantu(Palaqu ium obovatum), Pala hutan (Myristica fragrans), Woka (Livistonia rotundifolia) Nantu (Palaquium obovatum), Rao Terestial (Dracontomel on dao), Woka (Livistonia rotundifolia) Berdasarkan Tabel 1 terdapat jenis tumbuhan paku yang hidup di habitat yang berbeda yakni jenis tumbuhan paku epifit dan terestial. Adapun jenis tumbuhan paku epifit terdapat 2 jenis yaitu jenis Aslpenium nidus termasuk dalam anggota family Aspleniaceae dengan jenis pohon yang diinangi adalah Enau dan Mata putih. Jenis Phymatodes sp. termasuk anggota family Polypodiaceae dengan jenis pohon inang adalah Enau. Jenis tumbuhan paku terestial terdapat 9 jenis yaitu 1 jenis yang termasuk anggota family Dryopteridaceae yang dinaungi oleh pohon beringin, pangi, kayu bugis. Jenis Selaginella willdenovii yang termasuk family selaginelaceae dinaugi oleh pohon pala hutan dan pangi. Jenis Cyclosorus interruptus termasuk family Thelypteridaceae, jenis Pteridium revolutum termasuk family Pteridaceae yang menaungi tumbuhan rumput teki. Jenis yang termasuk anggota genus Lygodium yang merupakan anggota family Schizaeaceae dinaungi oleh pohon Pala hutan, Rotan, dan Beringin. Jenis Pytirogramma calomelanos termasuk family Adiantaceae yang dinaungi oleh pohon Nantu, Kayu bugis, dan Rotan. Jenis Nephrolepis biserrata termasuk family Nephrolepidaceae yang dinaungi oleh pohon Rotan. Selanjutnya jenis yang teramasuk anggota Family Blechnaceae dinaungi oleh jenis pohon Nantu, Pala hutan, 6

7 Woka. Serta 1 jenis yang termasuk anggota genus Lomariopsis yang merupakan anggota family Lomariopsidaceae yang dinaungi oleh pohon Nantu, Rao, dan Woka. 2. Indeks Keanekaragaman Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Berdasarkan hasil pengambilan data di lapangan pada masingmasing stasiun diketahui seluruh tumbuhan paku (Pteridophyta) berjumlah 12 spesies yang terdapat pada hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo. Jumlah individu dari masingmasing spesies dan indeks keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) yang diperoleh dengan menggunakan rumus Shannon Wienner (Krebs, 1989), yangt disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) jumlah individu, dan Indeks Keanekaragaman Jenis Stasiun I II III IV Asplenium nidus Phymatodes sp Selaginella willdenovii Pteris ensiformis Cyclosorus interruptus Pteridium revolutum Pityrogramma calomelanos Nephrolepis biserrata Lygodium sp Lomariopsis sp Family Blechnaceae Family Dryopteridaceae Jumlah Sumber: Data Primer, 2015 Berdasarkan Tabel 2 hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu ditemukan 10 jenis tumbuhan paku yang termasuk dalam tingkatan spesies, dan 2 jenis yang termasuk tingkatan family dengan jumlah total keseluruhan individu adalah sebesar 2414 individu. Selanjutnya untuk nilai total indeks keanekaragaman tumbuhan paku (Pt eridophyta) secara keseluruhan, dari semua stasiun yang terdapat pada hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo adalah sebesar 2,615. Nilai ini jika dikonfirmasi pada tolok ukur indeks keanekaragaman berada pada Jumlah Jumlah Total Indeks Diversitas Seluruh Stasiun (H ) kisaran 1 H 3 yang berarti bahwa keanekaragaman tumbuhan paku di hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu dalam kategori sedang. 3. Faktor Lingkungan pada Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo Faktor lingkungan dari tumbuhan paku (Pteridophyta) yang ditemukan juga dilakukan pengukuran. Hasil pengukuran faktor lingkungan pada hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo dapat disajikan dalam tabel 3. 7

8 Tabel 3. Faktor Lingkungan pada hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo Stasiun Titik Koordinat Faktor Lingkungan Suhu Kelembaban Intensitas Cahaya I N: ,8 0 C 88% 1 cd E: II N: ,2 0 C 82% 0.09 cd E: III N: ,1 0 C 80% 0.08 cd E: IV N: E: ,5 0 C 73% 0.08 cd Sumber : Data Primer, 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada hutan dataran rendah Suaka Margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo, ditemukan 10 jenis tumbuhan paku yang termasuk dalam tingkatan spesies yaitu Asplenium nidus, Selaginella wildenovii, Pteris ensofermis, Cyclosorus interruptus, Pteridium revolutum, Pityrogramma calomelanos, Nephrolepis biserrata, Phymatodes sp, Lygodium sp, Lomariopsis sp, dan dua jenis yang termasuk dalam tingkatan family yaitu, Family Dryopteridaceae dan Blechnaceae. Seperti yang telah diuraikan pada hasil penelitian bahwa indeks keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) pada hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo adalah tergolong sedang. Fakta ini menunjukkan bahwa keadaan dari tumbuhan paku yang terdapat di hutan suaka margatwa Nantu memiliki produktivitas sedang, dan memiliki kondisi ekosistem yang menunjang tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan paku, masih dalam keadaan yang cukup seimbang, akan tetapi disisi lain, terdapat beberapa tekanan ekologis yang sedang. Tekanan ekologis sedang yang dimaksud adalah adanya aktivitas masyarakat berada disekitar kawasan hutan yang melakukan kegiatan perkebunan. Adanya aktivitas masyarakat yang berupa kegiatan perkebunan ini dapat diduga memberikan kontribusi terhadap munculnya tekanan ekologi yang sedang tersebut. Telah diketahui secara umum bahwa salah satu bagian dari tahapan aktivitas perkebunan adalah pembersihan vegetasi alami. Kondisi ini dapat memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap ekosistem alami lainnya yang ada disekitarnya misalnya hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu ini. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Katili (2008) bahwa adanya aktivitas manusia seperti pembukaan lahan perkebunan seringkali mengganggu siklus nutrien dengan cara mengeluarkan nutrien dari satu kawasan ke kawasan lainnya dan keadaan ini dapat mengakibatkan adanya gangguan keseimbangan siklus nutrien yang ada di kawasan sekitarnya. Kondisi kegiatan perkebunan ini terlihat pada saat penulis melakukan kegiatan pengambilan data. Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan suatu kelompok tumbuhan yang membentuk suatu komunitas alami. Menurut 8

9 Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai diversitas spesies tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu terdiri atas sedikit spesies yang dominan, maka diversitas spesiesnya rendah. Selanjutnya, Samigan dalam Rumahlatu, dkk (2010) mengungkapkan bahwa apabila indeks diversitas suatu komunitas kurang dari 1,00 berarti komunitas tersebut kurang beragam. Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa keadaan tumbuhan paku (Pteridophyta) yang terdapat di hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu dapat dikatakan sebagai komunitas yang memiliki keanekaragaman yang sedang dan hal ini sejalan dengan hasil analisis perhitungan indeks keanekaragaman. Menurut Odum (1998) bahwa diversitas identik dengan stabilitas suatu ekosistem, yaitu jika diversitas suatu ekosistem tinggi, maka kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil. Diversitas tinggi, sedang dan rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur suatu komunitas, tingkat stabilitas lingkungan, waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemasangan, produktivitas dan penyesuaian diri setiap individu terhadap faktorfaktor fisik dan biologi di komunitas tersebut. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 2 bahwa terdapat 12 spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) yang ditemukan pada stasiun I dan II, dengan total jumlah individu masingmasing, untuk stasiun I adalah sebesar 924 individu dan Stasiun II sebesar 793. Dalam ke 12 spesies tersebut terdapat 2 spesies yang merupakan anggota dari family Dryopteridaceae dan family Blechnaceae serta 2 spesies yang merupakan anggota genus Lygodium dan genus Lomariopsis. Sedangkan pada stasiun III dan IV tidak semua dari 12 spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) yang ditemukan hadir pada kedua stasiun tersebut. Dimana untuk stasiun III hanya terdapat spesies 7 spesies dengan total jumlah individu sebesar 380 individu. Dari 7 spesies tersebut terdapat 2 spesies yang merupakan anggota family Dryopteridaceae dan family Blechnaceae. Untuk satasiun IV terdapat 5 spesies dengan jumlah individu sebesar 317 individu. Dari 5 spesies tersebut terdapat 1 spesies yang merupakan anggota genus Lygodium. Berdasarkan fakta tersebut jika dihubungkan dengan kondisi lingkungan maka dapat diuraikan bahwa kondisi lingkungan yang terdapat pada stasiun I dan II berada pada kondisi lingkungan yang dapat menunjang sebagai tempat tumbuh tumbuhan paku. Jika ditinjau dari karateristiknya bahwa lokasi stasiun I dan II berada dekat dengan aliran sungai. Diketahui bahwa lingkungan yang berdekatan dengan aliran sungai memiliki kelembaban yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lingkungan yang berjauhan dengan aliran sungai. Nilai kelembaban pada stasiun I dan II berkisar antara 88%82%, hal ini merupakan kelembaban yang optimal bagi tumbuhan paku. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hariadi (2007) bahwa kebanyakan tumbuhan paku membutuhkan kelembaban sekitar 80%. Untuk kelembaban yang terlalu rendah dan terlalu tinggi akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan, oleh karena itu diperlukan kelembaban yang optimal 9

10 agar proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan dapat berlangsung dengan baik. Faktor lingkungan lainnya yang memberikan kontribusi pada kehadiran tumbuhan paku (Pteridophyta) adalah suhu. Suhu yang terdapat pada stasiun I dan II adalah 28,8 0 C 29,2 0 C. Menurut Arief (1994) bahwa suhu merupakan faktor penting dalam kehadiran dan persebaran suatu jenis tumbuhan, bentuk pengaruh tersebut terletak pada proses biologis dan kemampuan sebagian besar tumbuhan untuk mengatur suhu tubuhnya secara tepat. Suhu udara yang baik untuk hutan tropis bagi tumbuhan berkisar antara 22 0 C33 0 C. Besaran nilai suhu tersebut yang terdapat pada semua stasiun, sebagaimana yang telah disebutkan di atas termasuk dalam kategori yang dapat menunjang pertumbuhan paku. Fakta lainnya yang ditemukan adalah adanya 2 spesies tumbuhan paku (Pteridophyta) yang tergolong paku epifit yaitu spesies Asplenium nidus termasuk anggota family Aspleniaceae dan spesies Phymatodes sp termasuk anggota family Polypodiaceae. Variasi epifit lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masingmasing strata pohon memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. Pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian tajuk. Bagian bawah dan tengah pohon lebih lembab sedangkan untuk bagian tajuk pohon merupakan bagian yang terkena cahaya matahari (Hariyadi, 2000). Selain itu genus Lygodium yang termasuk anggota family Schizaeaceae yang memiliki jumlah individu terbanyak pada semua stasiun. Hal ini disebabkan oleh tumbuhan paku jenis ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi. Fakta di lapangan yang didapatkan oleh peneliti bahwa jenis ini di temukan pada setiap titik pengambilan data tumbuhan paku (Pteridphyta). Jenis tumbuhan paku ini mampu tumbuh di daerah yang lembab, yang ternaungi, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Menurut Ramadahani (2010), spesies yang termasuk anggota genus Lygodium dapat tumbuh dengan suhu ratarata 22 0 C 30 0 C, dengan kisaran kelembaban antara 82% 98% untuk menunjang laju pertumbuhan jenis Lygodium. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan tumbuhan paku (Pteridophyta) yang terdapat di kawasan hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu ditemukan 10 jenis yang termasuk dalam tingkatan spesies yaitu Asplenium nidus, Selaginella willdenovii, Pteris ensofermis, Cyclosorus interruptus, Pteridium revolutum, Pityrogramma calomelanos, Nephrolepis biserrata, Phymatodes sp, Lygodium sp, Lomariopsis sp dan 2 jenis termasuk dalam tingkatan Family yaitu Dryopteridaceae dan Blechnaceae. Indeks Keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) pada hutan dataran rendah suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo, memiliki nilai H = 2, 615 jika didasarkan pada kriteria indeks keanekaragaman menunjukkan kategori sedang yang artinya produktivitas sedang, kondisi 10

11 ekosistem cukup seimbang dan tekanan ekologis sedang. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman tumbuhan paku (Pteridophyta) di suaka margasatwa Nantu Kabupaten Gorontalo khsusunya pada dataran tinggi serta menghubungkannya dengan siklus nutrient maupun perubahan lingkungan akibat adanya kegiatan perkebunan yang ada di luar kawasan hutan suaka margasatwa Nantu. DAFTAR PUSTAKA Arief, Arifin Hutan : Hakekat dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta BKSDA, SULUT Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Suaka Margasatwa Nantu Kabubaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Manado: Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara. Desmukh, Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Dunggio, Iswan Zonasi Pengembangan Wisata di Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ewusie, J. Y, 1990, Pengantar Ekologi Tropika, Bandung,. ITB. Hamidun, M.S Zonasi Taman Nasional dengan Pendekatan Ekowisata. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Hariyadi, Bambang Sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan paku di bukit sari, Jambi (Tesis). Bandung ITB. Diakses 17 Januari Hariadi, Tony Sistem Pengendalian Suhu, Kelembaban dan Cahaya Matahari Dalam Rumah kaca. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. Vol 10 (1): Hartini, S Manfaat Paku Tanduk rusa (Platycerium coronarium).warta Kebun Raya. Vol: 4 No: 1. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Bogor. LIPI Hidayat, The Fern Diversity Of South East Sulawesi. Bogor, Institut Pertanian Bogor. Hilala, Paramita Keanekaragaman Tumbuhan Obat Tradisional di Hutan Dataran Rendah Suaka Margasatwa Nantu.Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Holttum, R. E, 1968, A Risived Flora of Malaya. Vol. II; Fern of Malaya, Singapore, Government Printing Office. Indriyanto, Ekologi Hutan : Jakarta. PT. Bumi Aksara. 11

12 Katili, Abubakar Sidik Penurunan Jasa (Servis) Ekosistem Sebagai Pemicu Meningkatnya Perubahan Iklim Global. Jurnal Pelangi Ilmu Vol.1 ISSN: FMPG Yogyakarta. Krebs, Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. New York. Lubis S. R, 2009, Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Hutan Wisata Alam Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Tesis, Medan, Universitas Sumatera Utara. Lovelles, A. R, 1999, Prinsipprinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 2, Jakarta, PT. Gramedia. Mamonto, Grifita Studi Pola Penyebaran Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Skripsi). Gorontalo: Program Studi Biologi, Fakultas MIPA UNG Mulyani, M.T, Keanekaragaman dan Jenis Tumbuhan Paku di Hutan Pantai Leuweung Sancang, Kec. Cibalong. Kabupaten Garut. Universitas Pendidikan Indonesia. Mustari, D.S Studi Keanekaragaman Jenis Paku Teresterial di Kawasan Zona Inti Hutan Gunung Tujuh Taman Nasional Kerinci Seblat Kabupaten Kerinci. Skripsi. Universitas jambi: jambi. Muswita, Pinta Murni, Indama, M. Erick Sanjaya Studi Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Taman Nasional Bukit Duabelas Propinsi Jambi. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. (diakses 20 April 2014). Nitta, J.H Exploring the utility of three plastid loci for biocoding the filmy ferns (Hymenophyllaceae) of Moorea. Taxon 57(3): Odum, E.P Dasardasar Ekologi, Edisi Ketiga, Terjemahan: Tjahyono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Primack, Supriatna Dkk, Biologi Konservasi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Rahardjanto, A.K Petunjuk dasardasar Ekologi Tumbuhan. UMM. Press. Malang Ramadhani, L Studi Keanekargaman Jenis Paku (Pteridophyta) di Resort Sungai Rambut Taman Nasional Berbak Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jambi. 12

13 Sastrapradja, S., J. J. Afriastini, D. Darnaedi & Elizabeth, 2002, Jenis Paku Indonesia. Bogor, Lembaga Biologi Nasional. Singh, Gurcharan Plant Systematics. University Of Delhi. India Smith, A. R., K. M. Pryer, E. Schuettpelz, P. Korall, H. Schneider & P. W. Wolf, A Classification For Extant Ferns. TAXON 55 (3), Agustus Soegianto, Agoes Ekologi Kuantitatif. Surabaya: Usaha Nasional Steenis, V.C.C.G.J., G. Hoed., S. Bloembergen., P.J.Eyma Flora. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sulastri, S Taksonomi Tumbuhan Rendah. University Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Suryana, 2009, Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku Terestrial dan Epifit di Kawasan PLTP Kamojang Kab. Garut Jawa barat. Jurnal Biotika, No. 1 Vol. 7 Juni Tjitrosoepomo, G Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta Bryophyta. Pteridophyta). Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Wahyuni, I Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Hutan Sekitar Kampus Universitas jambi. Jurnal Universitas jambi. Widhiastuti, R., T. A. Aththorick & W. D. P. Sari, 2006, Struktur dan Komposisi Tumbuhan Pakupakuan di Kawasan Hutan Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Jurnal Biologi Sumatera, No. 2 Vol. 1 Juli

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan terkenal sebagai pusat keanekaragaman hayati. Walaupun, luas daratan Indonesia hanya 1,3% dari permukaan

Lebih terperinci

Alamat korespondensi Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp

Alamat korespondensi Kampus 1 UNG, Jl. Jend. Sudirman No. 6 kota Gorontalo 96128, Gorontalo Hp KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) PADA DATARAN RENDAH KAWASAN SUAKA MARGASATWA NANTU KABUPATEN GORONTALO Diversity of Mosses ( Bryophyta) In The Lowland Forest Wildlife Reserve Areas Nantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI KAWASAN GUNUNG TIDAR KOTA MAGELANG

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI KAWASAN GUNUNG TIDAR KOTA MAGELANG Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur 1 Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Titi Dwijayanti Nahu 1, Wirnangsi Uno 2, Abubakar Sidik

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: RENY WIDYASTUTY A 420 102 012 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

BAB III METODE PENELITIAN. adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati yang sangat tinggi sehingga dikenal sebagai negara megabiodiversity. Sekitar 10 % jenis-jenis tumbuhan berbunga yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang

BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lichen merupakan gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Tubuh lichen ini dinamakan thallus yang secara vegetatif

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat meyelesaikan Progam Studi Strata 1 pada Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SKRIPSI Oleh Martha Lumungga Hutabarat NIM 031810401081 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora dan faunanya, keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta). BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangka Raya ditemukan 21 jenis tumbuhan makroepifit yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata1 pada Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya. obatan hingga perananya sebagai keseimbangan ekosistem.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya. obatan hingga perananya sebagai keseimbangan ekosistem. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku dikelompokkan

Lebih terperinci

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO ANALISIS VEGETASI HUTAN PRODUKSI TERBATAS BOLIYOHUTO PROVINSI GORONTALO Marini Susanti Hamidun, Dewi Wahyuni K. Baderan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri GorontaloJalan Jendral

Lebih terperinci

Universitas Mulawarman 2,3 Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Mulawarman. *Corresponding Author:

Universitas Mulawarman 2,3 Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Mulawarman. *Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 2015 Keanekaragaman Paku Epifit Pada Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Desa Suatang Baru Kecamatan Paser Belengkong Kabupaten Paser Kalimantan Timur

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN ROTAN (Calamus sp) DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU RAJA KABUPATEN GORONTALO UTARA

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN ROTAN (Calamus sp) DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU RAJA KABUPATEN GORONTALO UTARA 1 KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN ROTAN (Calamus sp) DI KAWASAN CAGAR ALAM PULAU RAJA KABUPATEN GORONTALO UTARA Mulsayin B.Umar 1, Novri Y. Kandowangko 2, Abubakar Sidik Katili 2 1) Mahasiswa Jurusan Biologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif. Bertujuan untuk membuat deskripsi, atau gambaran mengenai kelimpahan dan keragaman anggrek di

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sancang, Kecamatan Cibalong,, Jawa Barat, merupakan kawasan yang terletak di Selatan Pulau Jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Hutan Sancang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan hidup di daerah tropika. Pteridophyta tidak ditemukan di

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan hidup di daerah tropika. Pteridophyta tidak ditemukan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan banyak keanekaragaman flora dan dan fauna. Salah satu jenis flora tersebut adalah tumbuhan paku (Pteridophyta). Pteridophyta memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BEMBAN KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BEMBAN KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN PAKU-PAKUAN (Pteridophyta) DI DESA BEMBAN KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA Fern (Pteridophyta) Diversity in Bemban Village Mount Ambawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan flora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI BUKIT ACE KELURAHAN GUNUNG SARIK KECAMATAN KURANJI PADANG ARTIKEL

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI BUKIT ACE KELURAHAN GUNUNG SARIK KECAMATAN KURANJI PADANG ARTIKEL JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI BUKIT ACE KELURAHAN GUNUNG SARIK KECAMATAN KURANJI PADANG ARTIKEL ZULMAINI NIM: 09010240 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Pegunungan Hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. Daerah pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI KELURAHAN BARINGIN KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG. Marlinda Surianti, Nursyahra, Rizki

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI KELURAHAN BARINGIN KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG. Marlinda Surianti, Nursyahra, Rizki JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI KELURAHAN BARINGIN KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG Marlinda Surianti, Nursyahra, Rizki Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 JENIS TUMBUHAN MORACEAE DI KAWASAN STASIUN KETAMBE TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER ACEH TENGGARA Hasanuddin Magister Pendidikan Biologi FKIP

Lebih terperinci

Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku Di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi

Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku Di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Paku Di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi Muswita, Pinta Murni, Indama, dan M. Erick Sanjaya, Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ditemukan 36 spesies tumbuhan paku yang terdapat di Blok Gambung Cagar Alam Gunung Tilu. Tumbuhan paku tersebut dikelompokan ke dalam 18

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI KAWASAN KONSERVASI RUMAH PELANGI DUSUN GUNUNG BENUAH KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA Diversity Study of Kantong Semar Plants (Nepenthes

Lebih terperinci

JENIS JENIS TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN AIR PANAS SAPAN MALULUANG KABUPATEN SOLOK SELATAN

JENIS JENIS TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN AIR PANAS SAPAN MALULUANG KABUPATEN SOLOK SELATAN JENIS JENIS TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN AIR PANAS SAPAN MALULUANG KABUPATEN SOLOK SELATAN Nova Ardila Weni, Abizar, Elza Safitri Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat e-mail : azora.zhora@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO 1 2 IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Indriyati Talib 1., Wirnangsi D.Uno 2., Sari Rahayu Rahman 3., I)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif (Nazir, 1988), karena penelitian ini hanya memberikan deskripsi mengenai vegetasi pada daerah ekoton

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENISTUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) DI JALUR PENDAKIAN SELO KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN JENISTUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) DI JALUR PENDAKIAN SELO KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH KEANEKARAGAMAN JENISTUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) DI JALUR PENDAKIAN SELO KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU, JAWA TENGAH Fitri Kusuma Astuti, Murningsih dan Jumari Departemen Biologi, Fakultas Sains

Lebih terperinci

Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo 1 Keragaman dan Karateristik Bio-ekologis Anggrek di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub-kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Berdasarkan Ketinggian Tempat Sutriana Mamonto 1, Novri Y. Kandowangko

Lebih terperinci

EKSPLORASI TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITUGUNUNG, CISAAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ABSTRAK

EKSPLORASI TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITUGUNUNG, CISAAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ABSTRAK EKSPLORASI TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN TAMAN WISATA ALAM SITUGUNUNG, CISAAT, SUKABUMI, JAWA BARAT Fajrin Nofrianto Akbar 1), Tri Saptari Haryani 2, Triastinurmiatiningsih 3) 1,2,3) Program Studi Biologi FMIPA

Lebih terperinci

Keanekaragaman JenisTumbuhan Paku (Pteridophyta) di Jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah

Keanekaragaman JenisTumbuhan Paku (Pteridophyta) di Jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa Tengah Bioma, Desember 2017 p ISSN: 1410-8801 Vol. 19, No. 2, Hal. 119-124 e ISSN: 2598-2370 Keanekaragaman JenisTumbuhan Paku (Pteridophyta) di Jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500- BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-1750 m dpl sudah mengalami degradasi akibat

Lebih terperinci

SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI Chindi Raflesia, Abizar 1), Novi 2) Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Negara Brasil dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab (LIPI,1980). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab (LIPI,1980). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kelompok tumbuhan Pteridophyta tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Dibuktikan dengan terdapat berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan endemik yang hanya dapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI BUKIT BAJOLOK JORONG SAWAH SILUAK KECAMATAN SUNGAI PAGU KABUPATEN SOLOK SELATAN ARTIKEL ILMIAH

JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI BUKIT BAJOLOK JORONG SAWAH SILUAK KECAMATAN SUNGAI PAGU KABUPATEN SOLOK SELATAN ARTIKEL ILMIAH JENIS-JENIS TUMBUHAN PAKU YANG TERDAPAT DI BUKIT BAJOLOK JORONG SAWAH SILUAK KECAMATAN SUNGAI PAGU KABUPATEN SOLOK SELATAN ARTIKEL ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

Inventarisasi Jenis Pohon Pada Cagar Alam Gunung Ambang, Sulawesi Utara

Inventarisasi Jenis Pohon Pada Cagar Alam Gunung Ambang, Sulawesi Utara JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 4 (2) 115-119 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Inventarisasi Jenis Pohon Pada Cagar Alam Gunung Ambang, Sulawesi Utara Akbar Arafah Embo a*, Roni

Lebih terperinci

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember

EKOLOGI. KOMUNITAS bag. 2 TEMA 5. Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember EKOLOGI TEMA 5 KOMUNITAS bag. 2 Program Studi Tadris Biologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Jember KOMUNITAS Keanekaragaman Komunitas Pola Komunitas dan Ekoton Keanekaragaman

Lebih terperinci