BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ditemukan 36 spesies tumbuhan paku yang terdapat di Blok Gambung Cagar Alam Gunung Tilu. Tumbuhan paku tersebut dikelompokan ke dalam 18 famili dan 22 Genus. Tumbuhan paku yang ditemukan diidentifikasi menggunakan buku Flora of Java dan Fern of Malaysia in Color.Berdasarkan habitatnya tumbuhan paku dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu paku terestrial dan paku epifit. Paku terestrial merupakan tumbuhan paku yang dapat tumbuh dan hidup di atas tanah, sedangkan tumbuhan paku epifit adalah tumbuhan paku yang hidup menempel pada batang pohon atau pada tumbuhan paku tiang. Paku terestrial yang ditemukan terdiri dari 24 spesies, sedangkan paku epifit yang ditemukan sebanyak 13 spesies. Tumbuhan paku terestrial memiliki tiga belas famili yang ditemukan di Blok gambung terdapat, yaitu: famili Davalliaceae, Nephrolepidaceae, Polypodiaceae, Thelypteridaceae, Pteridaceae, Marratiaceae, Dryopteridaceae, Cibotiaceae, Athyrioidaceae, Cyatheaceae, Grammitidaceae, Dennsteadtiaceae, dan Athyriaceae. Sedangkan tumbuhan paku epifit yang ditemukan di Blok Gambung memiliki lima famili, di antaranya yaitu: famili Aspleniaceae, Polypodiaceae, Davalliaceae, Naphrolepidaceae dan Marratiaceae. Tumbuhan paku memiliki manfaat yang sangat baik bagi kehidupan manusia. Selain dapat melindungi tanah dari erosi, tumbuhan paku ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan tanaman hias. Tumbuhan paku yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan adalah Chyatea glauca dan Neprolepise dicksonioides, tumbuhan ini termasuk kedalam tumbuhan paku terestrial. Biasanya masyarakat sekitar akan mengambil daun mudanya untuk dikonsumsi. (a) Gambar 4.1. (a) Chyatea glauca (b) Neprolepis dicksonioides (b)

2 Sedangkan tanaman paku yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias oleh masyarakatsekitar yaitu Asplenium nidus dan Belvicia califolia. Tumbuhan paku ini termasuk ke dalam paku epifit, biasanya akan di budidayakan oleh masyarakat dan di jual di pasaran. (a) (b) Gambar 4.2. (a) Asplenium nidus (b) Belvisia callifolia 1.1. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku di Blok Gambung Indeksi nilai penting adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan tingkat penguasaan suatu jenis terhadapkomunitas, semakin besar nilai INP suatu jenis maka semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan lingkungannya dan sebaliknya. Apabila INP suatu jenis vegetasi tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut (Fachrul, 2007). Indeks nilai penting tersusun atas tiga faktoryaitu frekuansi, kerapatan dan dominansi. Menurut Indriyanto (2007), frekuensi merupakan besarnya intensitas ditemukan suatu spesies organisme dalam pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem. Semakin banyak petak contoh yang didalamnya ditemukan spesies, maka semakin besar frekuansi spesies tersebut. Kerapatan atau densitas adalah jumlah indvidu per unit luas. Sehingga dapat dikatakan densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang. Dominansi adalah parameter yang menyatakan tingkat terpusatnya dominansi atau penguasaan spesies dalam suatu komunitas. Penguasaan atau dominansi spesies dalam komunitas bisa terpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diprakirakan dari tinggi rendahnya indeks dominansi Indeks Nilai PentingTumbuhan Paku Terestrial Perhitungan terhadap tumbuhan paku terestrial dihasilkan INP (Indeks Nilai Penting) dari penjumlahan Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR) dan Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP) dapat di lihat pada tabel 4.1.

3 Tabel Indeks Nilai Penting Tumbuhan Paku Terestrial No. Spesies Famili FR(%) KR(%) DR(%) INP(%) 1. Coryphopteris Thelypteridaceae 14,1 26,51 42,62 83,23 sp. 2. Cibotium Cibotiaceae 8,86 10,3 14,30 33,46 barometz 3. Dryopteris sp. Dryopteridaceae 3,88 1,58 25,77 31,16 4. Nephrolepis Nephrolepidacea 8,86 16,26 7,25 25,15 dicksonioides e 5. Cyathea Cyatheaceae 11,5 1,19 9,15 21,84 glauca 6. Sphearostepha Thelypteridaceae 6,22 3,00 7,45 16,67 no sp. 7. Pteris sp. Pteridaceae 7, ,16 12,17 8. Diplazium Athyrioideae 6,53 2,54 2,65 11,72 poliforum 9. Davallia sp 3 Davalliaceae 6,22 1,69 3,08 11, Angiopteris Marattiaceae 2,17 0,66 7,24 10,07 evecta 11. Haplopteris sp. Pteridaceae 3,11 1,37 0,56 5, Microlepia Dennstaedtiacea 0,77 1,02 2,77 4,56 speluncae e 13. Davallia sp 4. Davalliaceae 2,17 0,8 0,16 3, Ctenopteris Polypodiaceae 2,17 0,59 0,37 3,13 obliquata 15. Microlepia Dennstaedtiacea 1,24 0,49 0,68 2,41 todayensis e 16. Prosaptia sp. Grammitidaceae 0,31 0,10 0,37 1, Dryopteris sp Polypodiaceae 0,31 0,03 1,16 1, Angiopteris sp 1 Marattiaceae 0,77 0,10 0,20 1,07

4 19. Davallia sp 1 Davalliaceae 0, ,65 1, Nephrolepis Nephrolepidacea 0,77 0,14 0,04 0,95 sp. e 21. Belvisia Polypodiaceae 0,31 0,10 0,49 0,90 callifolia 22. Anisocampium Athyriaceae 0,31 0,03 0,05 0,39 sp. 23. Davallia sp 6 Davalliaceae 0,31 0,06 0,01 0,38 Tumbuahan paku terestrial yang memiliki INP tertinggi adalah Coryphopteris sp. dengan nilai 83,23%. Dilihat dari frekuansi relatif, kerapatan relatif, dan dominansi relatifnya pun tinggi dibandingkan dengan tumbuhan paku terestrial yang lain. Tingginya nilai inp Coryphopteris sp. ini karenakan mudahnya tumbuhan paku ini untuk beradaptasi dengan lingkungan, selain itu blok gambung sangat sesuai degan habitat spesies ini. Faktor lingkungan pada blok ini mendukung keberadaan sepsis ini, seperti kelembapan dan suhu udaranya.coryphopteris sp. dapat hidup di tanah yang kering maupun basa, selain itu spesies ini dapat hidup hingga 3000 mdpl. Hal tersebut sesuai dengan Holltum (1976) bahwa habitat Coryphopteris ini dapat hidup di dataran rendah dan di puncak gunung yang tinggi ( mdpl), dan akan tumbuh baik di pegunungan, kecuali pada gunung vulkanik. Tumbuhan paku yang memiliki INP terendah yaitu Davallia sp 6 sebesar 0,38%. Rendahnya nilai INP dari spesies ini dikarenakan tanah tempat tumbuh paku ini kurang cocok. Umumnya spesies Davallia sp. 6 di tanah cadar berbatu, kebanyakan dari spesies ini lebih senang hidup di daerah yang kering. Sedangkan kondisi tanah pada blok gambung cenderung lembab. Hal tersebut yang membuat pertumbuhan dari Davallia sp. 6 terhambat dan cenderung jarang ditemukan. Spesies yang memiliki INP tertinggi dibandingkan dengan spesies yang lain, spesies tersebut dapat dikatakan spesies yang dominan. Menurut Indriyanto (2006), keberhasilan jenis-jenis ini untuk tumbuh dan bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada kondisi lingkungan. Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan memperlihatkan banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan (Delvian, 2006). Dilihat dari nilai dominansinya kedua tumbuhan paku terestrial ini memiliki perbandingan nilai yang sangat

5 jauh. Tumbuhan paku Coryphopterissp. memiliki nilai dominansi relatif yaitu 42,62%, sedangkan spesies paku Davallia sp 6. memiliki nilai dominansi relatif yaitu 0,01%. Hal ini menunjukan tingginya kemampuan Coryphopteris sp. dalam menyesuaikan diri dengan lingkugan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya. Odum (1996) menjelaskan bahwa umumnya jenis yang dominan adalah jenis-enis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengendalikan arus energi Indeks Nilai PentingTumbuhan Paku Epifit Perhitungan terhadap tumbuhan paku epifit berbeda dengan perhitungan inp paku terestrial. Perhitungan paku epifit hanya menghitung kerapatan relatif dan frekuensi relatif. Indek Nilai Penting (INP) tumbuhan paku epifit dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel Indek Nilai Penting Tumbuhan Paku Epifit No Spesies Famili FR(%) KR(%) INP(%) 1. Naphrolepis Nephrolepidaceae 8,86 20,08 28,9 dicksonioides 2. Asplenium nidus Aspleniaceae 7,93 3,51 11,44 3. Asplenium Aspleniaceae 4,35 1,72 6,11 tenerum 4. Drynaria sp. Polypodiaceae 3,88 2,04 5,92 5. Davallia sp 5 Dalliaceae 2,17 2,68 4,85 6. Angiopteris sp 2. Marattiaceae 3,11 0,9 4,01 7. Asplenium Aspleniaceae 2,64 0,56 3,2 thunbergii 8. Platyerium sp. Polypodiaceae 2,17 0,28 2,25 9. Pyrrosiasp. Polypodiaceae 1,24 0,24 1, Asplenium Aspleniaceae 0,77 0,10 0,87 salignum 11. Davallia sp 2. Davalliaceae 0,31 0,17 0, Asplenium sp. Aspleniaceae 0,31 0,10 0, Aglaomorpha haracle Polypodiaceae 0,31 0,03 0,34

6 Setelah dilakukan perhitungan terhadap tumbuhan paku epifit ternyata Tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP tertinggi yaitu Nephrolepis dicksonioides dengan nilai INP yaitu sebesar 28,9%. Besarnya nilai INP ini didukung oleh besarnya nilai frekuensi relatif dan kerapatan relatif. Klasifikasi dari Nephrolepis dicksonioides adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Trachceobionta Divisi : Pteridophyta Super Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopitae Sub Kelas : Polypoditae Ordo : Polypidiales Famili : Dryopteridaceae Genus : Nephrolepis Spesies : Nephrolepis dicksonioides (Sumber: Backer, 1939) Tingginya nilai frekuensi Nephrolepis dicksonioides ini menunjukan bahwa seringnya tumbuhan paku ini muncul pada setiap plot pengamatan. Selain itu tingkat pertumbuhan dari spesies ini pun sangat baik dan spesies ini mendominasi di komunitas mereka. Spesies ini dapat hidup di tempat yang beragam seperti padang pasir, daerah berair atau area-area terbuka.tumbuhan ini mudah beradaptasi karena memiliki rimpang yang tahan kering yang menjalar ke mana-mana. Selain itu Selain sebagai tanaman hias paku jenis ini pun dapat dimanafaatkan sebagai bahan pembuat obat cacing, digunakan sebagai bahan banguan di daerah tropis, dan sebagai sayur-sayuran. Gambar 4.3. Nephrolepis dicksoinoides

7 Menurut taksonomi tumbuhan paku dari spesies ini adalah anggota kelompok pakis atau pteridophyta yang bereproduksi menggunakan spora (Zindahl, 2007 dalam Suzanti dkk, 2016). Menurut Khronc (1989) spora mudah terdispersi oleh angindan menggunakan untuk propogasi dengan mudah. Pada fase sporofitik anggota kelompok pteridophyta biasanya membentuk daun dan batang yang luas dan kompleks untuk memudahkan penyebaran spora (Ambrosio dan Franklin de Melo, 2004 dalam Suzantidkk, 2016). Sedangkan tumbuhan paku epifit yang memiliki nilai INP terendah adalah Aglaomorpha haracle dengan nilai INP yaitu sebesar 0,34. Tinggi dan rendahnya nilai INP dapatdikarenakankemampuan tumbuhan beradaptasi dengan faktor abiotik. Menurut Pramono (1992) pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik, juga sangat dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan, seperti kondisi tanah, iklim, mikroorganisme, dan juga kompetisi dengan organisme yang lain. Menurut Mackinon dll. (2000 dalam Lubis, 2009) umumnya semakin ekstrim kondisi lingkungan, baik karena iklim, tanah atau ketinggian tempat yang bertambah, maka akan semakin berkurang keragaman komposisi jenis vegetasi dan satu dua jenis akan dominan. Indrawan (1978 dalam Lubis, 2009) menjelaskan bahwa tumbuhan-tumbuhan yang mempunyai adaptasi tinggilah yang bisa hidup bahkan mendominasi di suatu daerah Indeks Keanekaragaman Berdasakan hasil perhitungan indeks Shannon-Wiener (H ) diperoleh Indek Keanekaragaman (H ) total tumbuhan paku mencapai 1,153 atau dapat dikatakan tumbuhan paku pada lokasi tersebut keaneragamannya sedang. Dijelaskan oleh Babour dll. (1987), Krebs (1989), Soegianto (1994), suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama. Sain itu suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama. Odum (1996) menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah spesies, maka akan semakin tinggi keanekaragaman. Namun sebaliknya, jika nilainya kecil makan komunikasi tersebut hanya didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, karena suatu komunitas walapun banyak jenisnya tetapi penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragamannya rendah. Selain itu, umumnya jenis yang dominan adalah jenis-jenis di dalam suatu komunitas dengan produktivitas yang besar dan sebagian besar mengandalkan arus energi.

8 Kurangnya keanekaragaman tumbuhan paku di Blok Gambung juga dikarenakan oleh aktifitas masyarakat di sekitar hutan. Menurut Odum (1994) bahwa aktivitas manusia dapat mengakibatkan keadaan tanah menjadi padat dan mempengaruhi daya serap tanah terhadap air ataupun mempengaruhi kelembaban tanah sehingga mempengaruhi tingkat keanekargaman tumbuhan paku. Selain faktor aktivitas manusia adapun faktor lain yang mempengaruhi yaitu faktor abiotik meliputi intensitas cahaya yaitu 1273,9, suhu 21,5 C, kelembaban udara 91%, kelembapan tanah 30%, dan ph tanah 6. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan cocok dengan habitat sebagian tumbuhan paku yang ditemukan di Blok Gambung. Menuru Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia(1980 dalam Lubis, 2009) paku di hutan umumya paku yang menyukai naungan, paku yang umunya terlindung dari panas dan angin kencang. Di hutan yang tertutup ditandai dengan intensitas cahaya yang kurang dan kelembapan yang tinggi. Menurut Lubis (2009), rendahnya intensitas cahaya dipengaruhi oleh ada tidaknya tutupan tajuk dan awan, kondisi seperti ini sesuai dengan habitat tumbuhan paku yang menyukai kelembaban. Selanjutnya Sastrapradja dkk. (1980), menyatakan bahwa umumnya di daerah pegunungan jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah. Ini disebabkab oleh kelembapan yang tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh. Menurut Hoshizaki dan Moran (2001), tumbuhan paku yang tumbuh di daerah tropis pada umumnya menghendaki kisaran suhu C untuk pertumbuhannya. Dengan keadaan tempertur yang sesuai menyebabkan banyaknya jenis tumbuhan paku di kawasan hutan tropis. Pernyataan tersebut sesuai dengan faktor lingkungan di Blok Gambung. Sesuai dengan Reven dkk, (1992), tumbuhan paku terdapat di dalam semua zona iklim mulai dari tanah tropik hingga subtropik. Mereka membentuk tempat yang lembab. Hanya sedikit spesies yang toleran terhadap iklim kering. Namun bukan di daerah yang sama sekali tidak ada air Tumbuhan di Setiap Ketinggian Ketinggian pada suatu lokasi memiliki faktor lingkungan yang berbeda. hal tersebut akan berpengaruh pada kehidupan paku-pakuan. Pada penelitian ini ditemukan perbedaan, ternyata tidak semua paku-pakuan hidup pada setiap ketinggian. Tetapi terdapat juga tumbuhan yang dapat hidup disetiap ketinggian, dimana tumbuhan paku ini dapat hidup di ketinggian terendah atau tinggi sekalipun. Selain itu adapun tumbuhan paku yang hanya dapat hidup di ketinggian.

9 Tumbuhan Paku Terestrial Tumbuhan paku terestrial pada setiap ketingian dapat di lihat pada tabel 4.3. Tabel Tumbuhan Paku Disetiap Ketinggian. No. Jenis Tumbuhan Paku Ketinggian (mdpl) Nephrolepis X X X X X dicksonioides 2 Coryphopteris sp. X X X X X 3 Cyathea glauca X X X X X 4 Diplazium poliforum X X X X 5 Dryopteris sp 1. X X X X 6 Cibotium barometz X X X X 7 Haplopteris sp. X X X X 8 Davallia sp 1 X X X 9 Pteris sp. X X X X 10 Sphearostephano sp. X X X 11 Davallia sp 3 X X X 12 Davallia sp 4. X X X 13 Angiopteris sp 1 X X 14 Nephrolepis sp. X X 15 Angiopteris evecta X X 16 Prosaptia sp. X X 17 Ctenopteris X X obliquata 18 Microlepia X X todayensis 19 Belvisia callifolia X 20 Dryopteris sp 2. X 21 Anisocampium sp. X

10 22 Davallia sp 6 X 23 Microlepia X speluncae Dilihat dari tabel diatas ternyata tumbuhan paku yang selalu ada pada setiap ketinggian adalah spesies Coryphopteris sp., Naphrolepia diksonioides dan Cyathea glauca. Dimana tumbuhan ini hidup dari ketinggian terendah hingga ketinggian tertinggi. Dari ketiga spesies ini memiliki daya adaptasi baik, jenis paku ini dapat hidup di tempat yang kurangnya naunganatau intensitas cahaya yang tinggi tetapi bukan berarti yang tidak ada air sama sekali. Sedangkan tumbuhan paku yang hanya ada pada ketinggian tertentu adalah spesies Belvicia califolia, Dryopteris sp 2., Anisocampium sp., Davallia sp 6, dan Microlepis speluncae. Keberadaan tumbuhan yang berbeda-beda di setiap ketinggian dikarenakan adanya daya dukung dari faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan tumbuhan adalah kelembaban, intensitas cahaya, suhu, ph tanah dan kelembapan tanah. Setiap spesies tumbuhan paku memiliki kondisi lingkungan tempat tumbuh yang berbedabeda. Semakin bertambahnya ketinggian terdapat jenis tumbuhan paku yang hanya muncul sekali, hal tersebut disebabkan karena kurangnya pepohonan sebagai tempat naungan sehingga mengakibatkan intensitas cahaya matahari dan tiupan angin semakin tinggi. Menurut Holdridgen (1967 dalam Lubis, 2009) menjelaskan bahwa berkurangnya jumlah jenis dapat dikaitkan dengan meningkatnya ketinggian dan curah hujan yang kurang. Holttum (1968) menyatakan bahwa lingkungan tumbuhan paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai ke daun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar matahari yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi Tumbuhan Paku Epifit Tumbuhan paku epifit yang termasuk ke dalam tumbuhan paku general dan spesifik dapat dilihat pada tabel 4.5.

11 Tabel Tumbuham Paku Epifit Disetiap Ketinggian No. Jenis Tumbuhan Paku Ketinggian (mdpl) Naphrolepis X X X X X dicksonioides (epifit) 2 Asplenium nidus X X X X X 3 Drynaria sp. X X X X 4 Asplenium tenerum X X X X 5 Angiopteris sp 2. X X X X 6 Asplenium X X X thunbergii 7 Platyerium sp. X X 8 Davallia sp 2. X 9 Davallia sp 5 X 10 Aglaomorpha haracle X 11 Pyrrosiasp. X 12 Asplenium X salignum 13 Asplenium sp. X Tumbuhan paku yang termasuk kedalam tumbuhan paku general adalah Naphrolepis dicksonioides, Asplenium nidus dan Drynaria sp.semakin tinggi akan semakin meningkat suhusedangkan tumbuhan paku yang termasuk ke dalam tumbuhan paku spesifik adalah spesies Davallia sp 2,Pyrrosia sp., Davalia sp 5 dan Aglaomorpha haracle, Asplenium salignum dan Asplenium sp. Setiap tumbuhan memiliki tingkat toleransi yang berbeda-beda. Sehingga banyak tumbuhan paku yang hanya dapat hidup di ketinggian dan lingkungan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Polunin (1986) yang menyatakan bahwa tumbuhan memiliki

12 tingkat toleransi tertentu terhadap kondisi lingkungannya agar tetap hidup dan berkembang. Jika kondisi lingkungan berubahmelebihi tingkat toleransinya, maka akan menyebabkan kemusnahan tumbuhan dari habitat tersebut. Selain itu juga tumbuhan paku merupakan satu vegetasi yang umumnya lebih beragam di daerah dataran tinggi dari pada di dataran rendah. Hal ini karena tumbuhan paku menyukai tempat yang lembab terutama dataran tinggi (Sastrapradja, 1979 dalam Haryadi, 2000). Seiring bertambahnya ketinggian akan semakin terlihat spesies mana saja yang akan bertahan. Keberadaan tumbuhan paku epifit disebabkan karena adanya upaya masing-masing jenis epifit untuk mendapatkan cahaya matahari yang cukup, ditengah kondisi kelembaban yang tinggi yaitu berkisar 90%. Selain itu menurut Azemi dkk. (1996), Hariyadi (2000)varisi epifit lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masing-masing strata pohon memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang berbeda dibandingkan dengan kondisi tajuk yang terkena cahaya matahari Tumbuhan inang Paku Tumbuhan paku epifit adalah tumbuhan paku yang hidup menempel pada batang atau permukaan pohon. Paku epifit ini tidak parasit hanya saja mengambil air dan makanan dari jaringan hidup di dalamnya. Tabel Tumbuhan Inang Paku No. Nama spesies Tumbuhan Penopang 1 Naphrolepis dicksonioides 1. Rasamala 2. Cyathea glauca 3. Binbing 2 Asplenium nidus 1. Rasamala 3 Davallia sp Rasamala 4 Asplenium tenerum 1. Rasamala 2. Pasang 5 Platyerium sp. 1. Pasang 6 Drynaria sp. 1. Pasang 2. Rasamala 7 Angiopteris sp Rasamala

13 2. Pasang 3. Hiur buut 8 Asplenium thunbergii 1. Cyathea 9 Davallia sp 5 1. Rasamala 10 Aglaomorpha haracle 1. Rasamala 11 Pyrrosiasp. 1. Kina 2. pasang 12 Asplenium salignum 1. Rasamala Tumbuhan paku epifit yang ditemukan di blok Gambung ini menempel pada pohon rasamala, kina, pasang, bingbin, hiur buut, dan Cyathea glauca.kebanyak tumbuhan paku yang ditemukan menemel pada pohon rasamala. Tumbuhan paku cenderung lebih suka pada pohon yang memiliki diameter besar, yang memiliki percabangan banyak karna tumbuhan paku epifit lebih suka tumbuha pada percabangan pohon. Rasamala (Altingia excels, Noronhae), termasuk ke dalam suku Hamamelidaceae. Jenis ini menyebar dari Himalaya melalui daerah lembah Burma ke Semenanjung Malaya, Sumatra dan Jawa Barat. Rasamala akan tumbuh baik pada ketinggian antara mdpl, terutama dengan jumlah hari hujan 30 hari dalam 4 bulan kering, atau daerah pegunungan dengan curah hujan rata-rata di atas 200 mm/tahun. Pohonnya tinggi besar, tinggi mencapai m dengan diameter batang cm. batangnya tegak dan lurus, kulit luar pecah dan mengelupas dan berwarna abu-abu atau sawo muda (Hartutiningsih dan Siregar, 1994). Menurut Sujalu (2007) pada sejumlah besar pohon-pohon dari berbagai jenis di hutanhutan tropis menunjukan, bahwa hampir seluruh jenis epifit tingkat tinggi yang mencakup anggrek, paku-pakuan dan tumbuh berbiji, sebagian besar tumbuh dicelah-celah retakan kulit pohon. Selain itu menurut Akas (2006) bahwa pohon-pohon inang degan diameter yang relatif besar cenderung lebih banyak ditempelin paku-pakuan epifit. Pohon dengan diameter besar umumnya memiliki kondisi tajuk dan terlebih kulit pohon yang menguntungkan untuk pertumban paku-pakuan epifit, karena umumnya berkulit kasar, retak-retak, banyak lekukan dan lubang-lubang. Kondisi fisik kulit ini memungkinkan penimbunan serasah tanah atau humus yang menguntungkan tumbuhan dan berkembangnya paku-pakuan. Hal tersebut sesuai, mengingat pentingnya keberadaan tumbuhan paku epifit dalam sistem pendauran hara berbagai tipe ekosistem hutan.

14 Tumbuhnya tumbuhan paku epifit ini tergantung pada pohon sebagai inangnya, karna banyak tumbuhan paku yang hanya tumbuh di pohon tertentu karna faktor lingkungan inang. Hal tersebut sesuai seperti pernyataan Syamsiah (2009) bahwa identifikasi jenis paku-pakuan epifit pada berbagai jenis pohon, tingkat pertumbuhan dan bagian-bagian pohon yang menjadi inangnya karena ketergantungan pada kondisi mikro tegakan hutan, menyebabkan keberadaan sejumlah koloni paku-pakuan epifit hanya dapat dijumpai pada jenis pohon tertentu. sebaliknya koloni tumbuhan paku epifit lainnya dapat dijumpai pada setiap jenis pohon dan pada setiap bagin pohon. Dari 13 paku epifit yang ditemukan di Blok gambung, terdapat empat jenis cara tumbuhan paku tersebut menempel pada pohon inang Epifit Epifit adalah tumbuhan paku yang menempel pada batang pohon langsung. Tumbuhan paku tersebut tidak menempel pada substrat tetapi langsung menempel pada batang pohon yang biasanya ditutupi oleh lumut-lumut basah.tumbuhan paku yang cara menempelnya epifit yaitu Davallia sp. 2, Asplenium tenerum, Drinaria sp., Platyerium sp., Belvisia callifolia, Angiopteris sp., Pyrossia sp., Asplenium thunbergii. (a) (b) Gambar 4.4. (a) Pyrrosia sp. (b) Angiopteris sp Memanjat pada Batang Pohon Selanjutnya adalah tubuhan paku yang menempel pada batang pohong. Tumbuhan paku ini memiliki akar yang panjang dan merambat ke atas batang pohon. Biasanya akar yang sepeti ini di sebut dengan akar yang memanjat. Tumbuhan paku yang menempel dengan cara memanjat yaitu Naphrolepis dicksonioides.

15 Gambar 4.5. Naphrolepis dicksonioides Melilit pada Batang Pohon Berikutnya adalah tumbuhan paku yang menempel pada batang pohon seperti akar yang melilit di batang pohon inang. Akar dari tumbuhan paku ini besar, biasanya dalam satu akar terdapat tiga sampai empat cabang batang tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang menempel dengan cara melilit yaitu Asplenium salignum. Gambar 4.6. Asplenium salignum Mengelilingi Batang Pohon Tumbuhan paku yang satu ini menempel langsung pada batang pohon dan biasanya mengelilingi batang pohon. Ental-ental yang sudah mengering akan membentuk semacam sarang yang menumpang pada cabang-cabang pohon. Ental yang sudah mengering tersebut befungsi menyimpan air dan dapat ditumbuhi oleh tumbuhan epifit lain. Tumbuhan paku ini banyak hidup dan tumbuh di pohon yang memiliki naungan kanopi lebar, karena tumbuhan paku ini merupakan tumbuhan bawah tajuk.tumbuhan paku yang menempel dengan cara mengeliling pohon adalah Asplenium nidus dan Aglaomorpha haracle

16 (a) Gambar 4.7. (a) Aglaomorpha haracle (b)asplenium nidus. (b)

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta).

BAB V PEMBAHASAN. paku-pakuan (Pterydophyta) dan divisio tumbuhan berbiji (Spermatophyta). BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kawasan hutan Kelurahan Kanarakan Tangkiling Kota Palangka Raya ditemukan 21 jenis tumbuhan makroepifit yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat yang berperan sangat penting bagi kehidupan. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia sangat tinggi baik flora dan faunanya, keanekaragaman hayati tersebut harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang sangat melimpah dan terkenal sebagai pusat keanekaragaman hayati. Walaupun, luas daratan Indonesia hanya 1,3% dari permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI KAWASAN GUNUNG TIDAR KOTA MAGELANG

IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI KAWASAN GUNUNG TIDAR KOTA MAGELANG Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 IDENTIFIKASI JENIS-JENIS PAKU TANAH DI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Propinsi Sumatera Utara, dan secara geografis terletak antara 98 o o 30 Bujur II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lokasi a. Letak dan Luas Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike secara administratif berada di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi Propinsi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU EPIFIT DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat meyelesaikan Progam Studi Strata 1 pada Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Herba Herba adalah semua tumbuhan yang tingginya sampai dua meter, kecuali permudaan pohon atau seedling, sapling dan tumbuhan tingkat rendah biasanya banyak ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan salah satu pusat keanekaragaman jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui dan perlu terus untuk dikaji. Di kawasan hutan terdapat komunitas tumbuhan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur 1 Keanekaragaman dan Bio-Ekologis Tumbuhan Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub Kawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur Titi Dwijayanti Nahu 1, Wirnangsi Uno 2, Abubakar Sidik

Lebih terperinci

STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO

STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2006, hlm. 38 41 ISSN 1907-5537 No. 2 Vol. 1, 38 STUKTUR DAN KOMPOSISI TUMBUHAN PAKU-PAKUAN DI KAWASAN HUTAN GUNUNG SINABUNG KABUPATEN KARO Retno Widhiastuti 1), T. Alief

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya 1. Faktor Genetik : Faktor dalam yang sifatnya turun temurun + 2. Faktor lingkungan: - Tanah - Air - Lingkungan - udara (iklim) Iklim-------- sifat/peradaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lumut kerak merupakan salah satu anggota dari tumbuhan tingkat rendah yang mana belum mendapatkan perhatian yang maksimal seperti anggota yang lainnya. Organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah

Lebih terperinci

EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI EKSPLORASI KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PAKU DI KAWASAN HUTAN GIRIMANIK KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: RENY WIDYASTUTY A 420 102 012 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dalam dunia tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisio Pteridophyta (pteris : bulu burung, phyta : tumbuhan ) yang diterjemahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

Universitas Mulawarman 2,3 Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Mulawarman. *Corresponding Author:

Universitas Mulawarman 2,3 Program Studi Biologi FMIPA, Universitas Mulawarman. *Corresponding Author: Prosiding Seminar Tugas Akhir FMIPA UNMUL 2015 Keanekaragaman Paku Epifit Pada Batang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Desa Suatang Baru Kecamatan Paser Belengkong Kabupaten Paser Kalimantan Timur

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Pegunungan Hutan pegunungan adalah hutan yang tumbuh di daerah ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan air laut. Daerah pegunungan ini sangat dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya. obatan hingga perananya sebagai keseimbangan ekosistem.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya. obatan hingga perananya sebagai keseimbangan ekosistem. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1)

EKOLOGI TANAMAN. Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) EKOLOGI TANAMAN Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI (1) Pokok Bahasan II KONSEP EKOLOGI 2.1. Ekosistem 2.2. Proses Produksi dan Dekomposisi 2.3. Konsep Homeostatis 2.4. Energi dalam Ekosistem 2.4.1. Rantai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tristaniopsis merguensis Griff.

TINJAUAN PUSTAKA. Tristaniopsis merguensis Griff. 3 TINJAUAN PUSTAKA Tristaniopsis merguensis Griff. 1) Nomenklatur dan Nama lokal. T. merguensis pertama kali dideskripsikan oleh Griffit pada tahun 1812 dengan spesimen yang berasal dari Burma (Hooker

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500- BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Kondisi hutan di Cagar Alam Gunung Ambang pada ketinggian 1500-1750 m dpl sudah mengalami degradasi akibat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH

KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH KEANEKARAGAMAN PTERIDOPHYTA TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN PINUS KRAGILAN KABUPATEN MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata1 pada Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Revegetasi di Lahan Bekas Tambang Setiadi (2006) menyatakan bahwa model revegetasi dalam rehabilitasi lahan yang terdegradasi terdiri dari beberapa model antara lain restorasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT

2015 STRUKTUR VEGETASI DAN KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN PANTAI DI HUTAN PANTAI LEUWEUNG SANCANG, KECAMATAN CIBALONG, KABUPATEN GARUT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 80.791,42 km (Soegianto, 1986). Letak Indonesia sangat

Lebih terperinci

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI

GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI GEOGRAFI REGIONAL ASIA VEGETASI ASIA PENGAJAR DEWI SUSILONINGTYAS DEP GEOGRAFI FMIPA UI Selamat Pagi, Semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan DTI_09 VEGETASI ASIA Iklim merupakan faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk variabilitas

Lebih terperinci

KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KERAGAMAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA) BERPOTENSI OBAT DI RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS PURWO SKRIPSI Oleh Martha Lumungga Hutabarat NIM 031810401081 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu bulan di blok Krecek, Resort Bandialit, SPTN wilayah II, Balai Besar Taman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA The Diversity Of Kantong Semar (Nepenthes spp) Protected Forest

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik

BAB I PENDAHULUAN. Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Area pegunungan adalah salah suatu tempat yang sangat menarik untuk diteliti. Terdapat berbagai jenis vegetasi yang bisa ditemui di kawasan tersebut. Tanah yang subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Rumput dapat dikatakan sebagai salah satu tumbuh-tumbuhan darat yang paling berhasil dan terdapat dalam semua tipe tempat tumbuh dan pada bermacam-macam keadaan. Bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Tumbuhan Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar atau Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN. Analisis Vegetasi dengan Point Intercept

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN. Analisis Vegetasi dengan Point Intercept LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN Analisis Vegetasi dengan Point Intercept Laporan ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Ekologi Tumbuhan Disusun Oleh: KELOMPOK 2 Yudi Mirza 140410100011

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hutan merupakan suatu wilayah yang ditumbuhi pepohonan, juga termasuk tumbuhan kecil lainnya seperti lumut, paku-pakuan semak belukar, dan herba. Pohon yang paling dominan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Spesies-spesies pohon tersebut disajikan dalam Tabel 3 yang menggambarkan 32 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Keanekaragaman Spesies Pohon Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura WAR terdapat 60 spesies pohon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi , II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Terdegradasi Degradasi lahan adalah proses menurunnya kapasitas dan kualitas lahan untuk mendukung suatu kehidupan (FAO 1993). Degradasi lahan mengakibatkan hilang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir menuju ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Species : Pinus merkusii (van Steenis, et al., 1972). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Pinus Hutan pinus (Pinus merkusii L.) merupakan hutan yang terdiri atas kumpulan tanaman pinus. Pinus yang memiliki klasifikasi berupa : Kingdom Divisio Classis Ordo

Lebih terperinci

SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI SPECIES TUMBUHAN PAKU YANG DITEMUKAN DI HUTAN MASIBEUPEK DESA MATOBE KECAMATAN SIPORA SELATAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI Chindi Raflesia, Abizar 1), Novi 2) Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi

Lebih terperinci

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002

STRUKTUR VEGETASI. Boy Andreas Marpaung / DKK-002 STRUKTUR VEGETASI Boy Andreas Marpaung / DKK-002 andre.marp@yahoo.com Pemahaman tentang struktur vegetasi penting dalam kegiatan penelitian ekologi hutan. Kesalahan identifikasi struktur akan menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggrek Dendrobium Anggrek termasuk dalam famili Orchidaceae, suatu famili yang sangat besar dan sangat bervariasi. Famili ini terdiri dari 800 genus dan tidak kurang dari 25.000

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi ( Bahan dan Alat) Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian berupa jenis tumbuhan bawah dan alkohol 70%.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang

Lebih terperinci