BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 7 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen Manajemen merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka mencapai tujuan. Manajemen yang baik akan memudahkan perusahaan untuk mencapai tujuan. Pengertian manajemen menurut Robbins dan Coulter (2004, p6) adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif. Proses ini tidak lepas dari peran organisasi sebagai bagian dari sebuah perusahaan. Organisasi adalah individu-individu atau kelompok yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Hasibuan (2002, p1) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dan menurut Robbins dan Coulter (2004, p8) fungsi manajemen yang dilakukan oleh seorang manajer dalam suatu perusahaan terbagi menjadi empat, dimana setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi tersebut yaitu : Planning (Perencanaan) Penentuan program personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah ditetapkan Organizing (Pengorganisasian) Suatu kegiatan untuk merancang struktur hubungan antar pekerja, personalia dan faktor-faktor fisik Directing (Pengarahan)

2 8 Kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan atau masyarakat Controlling (Pengendalian) Fungsi manajerial yang terdiri dari tindakan-tindakan untuk mengetahui apakah prestasi yang dicapai sudah sesuai dengan yang direncanakan. 2.2 Wirausaha (entrepreneur) dan Kewirausahaan Wirausaha, menurut Frinces (2004, p11) adalah mereka yang selalu bekerja keras dan kreatif untuk mencari peluang bisnis, mendayagunakan peluang yang diperoleh, dan kemudian merekayasa penciptaan alternatif sebagai peluang bisnis baru dengan faktor keunggulan. Dalam buku Hendro dan Widhianto (2006, p16) bila diterjemahkan secara literatur, entrepreneur itu berasal between taker atau go between yang artinya orang yang berani memutuskan dan mengambil resiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya mempunyai manfaat dan resiko yang berbeda. Entrepreneur itu adalah seorang yang berusaha berpikir beda. Disamping pengertian diatas, menurut Lupiyoadi (2004, p1) istilah kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris. Kata entrepreneurship sendiri sebenarnya berawal dari bahasa Perancis, yaitu entreprende yang mengandung arti petualang, pencipta dana pengelola usaha. Dalam buku Harmaizar (2007, p4) wirausaha adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi dengan fungsinya sebagai pelaku inovasi atau pencipta kreasi-kreasi baru. Dan untuk kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang baru atau

3 9 mengadakan suatu perubahan atas yang lama (inovasi) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat. 2.3 Bisnis Ritel Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis ritel modern yang baru. Perubahan dan perkembangan kondisi pasar juga menuntut peritel untuk mengubah paradigma lama pengelolaan ritel tradisional menuju paradigma pengelolaan ritel modern. Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, p7) penjualan eceran disebut dengan istilah retailing. Semula, retailing berarti memotong kembali menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. retailing may be defined as the activities incident to selling goods and service to ultimate consumers. Retailing is the final link in the chain of distribution of most product from initial producers to ultimate consumers. Artinya, perdagangan eceran bisa didefinisikan sebagai suatu kegiatan menjual barang dan jasa kepada konsumen akhir. Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen. Sementara itu, pedagang eceran adalah orang-orang atau toko yang pekerjaan utamanya adalah mengecerkan barang. Menurut pandangan dari berbagai ahli, ritel dapat dijelaskan sebagai berikut : Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berati memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Dalam buku Whidya (2006, p4) ritel merupakan perangkat dari aktivitas-aktivitas bisnis yang melakukan penambahan nilai terhadap produk-produk dan layanan penjualan kepada

4 10 para konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga. Seringkali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya berarti menjual produk-produk di toko. Tetapi, ritel juga melibatkan layanan jasa, seperti jasa layanan antar (delivery service) ke rumahrumah. Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Para peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dengan mencari kesesuaian antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat dan waktu yang diinginkan pelanggan. Ritel juga menyediakan pasar bagi para produsen untuk menjual produk-produk mereka. Dan menurut Hendri (2005, p71) peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen. Peritel perorangan atau peritel kecil memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi berbelanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. Gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai modern dan gerai tradisional. Peritel besar adalah peritel berbentuk perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan ritel dalam skala besar, baik dalam arti gerai besar maupun dalam arti mempunyai gerai besar dan sekaligus gerai kecil. Perusahaan perdagangan ritel besar dapat memiliki format bervariasi dari yang terbesar (perkulakan) hingga yang terkecil atau minimarket. Dengan demikian ritel adalah kegiatan terakhir dalam jalur distribusi yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Jalur distribusi adalah sekumpulan atau beberapa perusahaan yang memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai tujuan akhir.

5 Fungsi Ritel Dalam buku Whidya (2006, pp8-10) ritel memiliki beberapa fungsi penting yang dapat meningkatkan produk dan jasa yang dijual konsumen dan memudahkan distribusi produk-produk tersebut bagi perusahaan yang memproduksinya. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut : Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen, seperti supermarket yang menyediakan produk-produk makanan, kesehatan dan perawatan kecantikan, serta produk rumah tangga, sedangkan department store menyediakan berbagai jenis pakaian dan aksesoris. Memecah Memecah (breaking bulk) disini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. Jika produsen memproduksi barang dan jasa dalam ukuran besar, maka harga barang atau jasa tersebut menjadi tinggi. Sementara konsumen juga membutuhkan barang atau jasa tersebut dalam ukuran yang lebih kecil dan harga yang lebih rendah. Kemudian peritel menawarkan produk-produk tersebut dalam jumlah kecil yang disesuaikan dengan pola konsumsi para konsumen secara individual dan rumah tangga. Bagi produsen, hal ini efektif dalam hal biaya. Dalam hal inilah peran ritel menjadi sangat penting. Penyimpan persediaan Peritel juga dapat berposisi sebagai perusahaan yang menyimpan persediaan dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam hal ini, pelanggan akan diuntungkan karena terdapat

6 12 jaminan ketersediaan barang atau jasa yang disimpan peritel. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia saat konsumen menginginkannya. Jadi para konsumen bisa mempertahankan persediaan produk di rumah dalam jumlah sedikit karena mereka tahu ritel akan menyediakan produk-produk tersebut bila mereka menginginkannya. Penyedia jasa Dalam adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan dalam mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. Selain itu, ritel juga dapat mengantar produk hingga dekat ke tempat konsumen, menyediakan jasa yang memudahkan konsumen dalam membeli dan menggunakan produk, maupun menawarkan kredit sehingga konsumen dapat memiliki produk dengan segera dan membawa belakangan. Ritel juga memajang produk sehingga konsumen bisa melihat dan memilih produk yang akan dibeli. Meningkatkan nilai produk dan jasa Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan mungkin memerlukan beberapa pesaing. Pelanggan membutuhkan ritel karena tidak semua barang dijual dalam keadaan lengkap. Sebagai contoh, pemutar CD (CD player) mungkin dibeli di toko ritel alat elektronik, sementara baterai remote control-nya dibeli di supermarket. Pembelian salah satu barang ke ritel tersebut akan menambah nilai barang tersebut terhadap kebutuhan konsumen. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, peritel dapat berinteraksi dengan konsumen akhir dengan memberikan nilai tambah bagi produk atau barang dagangan dan memberikan layanan lainnya seperti pengantaran, pemasangan dan sebagainya.

7 Karakteristik Perdagangan Ritel Berdasarkan pendapat Lewinson dalam buku Foster (2008, p35) mengemukakan bahwa terdapat beberapa ciri atau karakteristik dari perdagangan ritel, yaitu : The retailer as a marketing institution (pedagang eceran sebagai institusi pemasaran) The retailer as a product/consumer link (pedagang eceran sebagai penguhubung antar produsen dan konsumen) The retailer as a channel member (pedagang eceran sebagai perantara) The retailer as an image creator (pedagang eceran sebagi pencipta citra) Dalam buku Whidya (2006, pp10-19) karakteristik dasar ritel dapat digunakan sebagai dasar dalam mengelompokkan jenis ritel. Terdapat tiga karakteristik, yaitu : a. Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen Pengelompokan untuk memuaskan kebutuhan konsumen ini adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh ritel untuk memuaskan kebutuhankebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang berguna untuk menggolongkan ritel, yaitu : Jenis barang yang dijual Ritel dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dijualnya. Sebagai contoh, ritel yang menjual produk olahraga biasanya toko peralatan olahraga. Jenis ritel ini selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi toko peralatan olahraga untuk anak-anak, wanita maupun pria. Selain itu juga dapat dibagi menurut jenis olahraga itu sendiri, seperti basket, golf, sepakbola dan lain-lain. Sedangkan jenis ritel lainnya adalah toko

8 14 makanan, toko busana dan toko buku yang berbeda-beda karena perbedaan produk yang dijualnya. Perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual Perbedaan barang yang dijual adalah jumlah kategori barang yang ditawarkan ritel. Sedangkan keanekaragaman barang yang dijual adalah jumlah/item barang yang berbeda dalam satu kategori barang. Tiap barang yang berbeda disebut dengan istilah unit penyimpanan persediaan (stock keeping unit-sku). Contohnya grosir (wholesale store), toko diskon dan toko mainan yang menjual mainan. Namun, grosir dan toko diskon menjual berbagai jenis barang lainnya selain mainan. Toko-toko yang mengkhususkan pada mainan memiliki lebih banyak ragam mainan (lebih banyak SKU-nya). Pada ritel jenis ini, produk-produk yang dijual meliputi beragam jenis dan tidak terbatas pada satu jenis saja. Tingkat layanan konsumen Ritel juga berbeda dalam hal jasa yang mereka tawarkan kepada konsumen yang diukur dari kepuasaan pelanggan. Contohnya, toko sepeda menawarkan bantuan dalam memilihkan sepeda, menyesuaikan spesifikasi sesuai keinginan pembeli dan memperbaiki sepeda. Beberapa ritel meminta imbalan atau tambahan biaya untuk layanan-layanan lain, seperti pengiriman ke rumah dan pembungkusan kado. Namun sebaliknya, peritel yang melayani pelanggan dengan berbasis layanan konsumen menyediakan layanan tanpa bayaran atau tambahan biaya. Harga barang

9 15 Para peritel dapat dibedakan dari tingkat harga dan biaya produk yang dikenakannya. Sebagai contoh, department store atau toko diskon. Toko diskon memiliki perbedaan dalam menetapkan harga produk-produk yang dijual. Department store menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi karena menanggung biaya yang lebih tinggi dalam persediaan beberapa produk fashionable. Pemotongan harga pada produk-produk yang dijual dilakukan ketika terdapat kesalahan dalam pembuatan. Selain itu, pada department store terdapat penggunaan layanan penjualan perorangan (personal sales) dan memiliki lokasi toko yang bagus. Sedangkan toko diskon biasanya menyediakan berbagai produk dengan tingkat harga yang lebih rendah serta layanan yang lebih terbatas, bahkan produk-produk yang dijual seringkali memiliki keterbatasan dalam hal ukuran dan warna. Berdasarkan unsur-unsur diatas, ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut : a) Supermarket tradisional Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta produkproduk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan, seperti produk kesehatan, kecantikan dan produkproduk umum lainnya. Sedangkan supermarket konvensional yang lebih luas yang juga menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta produk nonmakanan disebut sebagai superstore. b) Big-box retailer Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar negeri yang

10 16 bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu supercenter, hypermarket dan warehouse club. - Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai hingga meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40% dan produk-produk nonmakanan sebanyak 60-70%. Persediaan yang dimiliki berkisar antara item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap (one stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh. - Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70% dan produk-produk umum 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan yang lebih sedikit dibanding supercenter, yaitu lebih dari item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik dan sebagainya. Dengan demikian, hypermarket adalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon lini penuh. - Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya. c) Convenience store

11 17 Convenience store memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya. Produk-produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada di minimarket. d) General merchandise retail Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori, department store, off-price retailing dan value retailing. - Toko diskon Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri (private label) maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas. - Toko khusus Toko khusus (specialty store) berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar meter persegi. Format toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik. - Toko kategori

12 18 Toko kategori (category specialist) merupakan toko diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk melayani konsumen. - Department store Merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada suatu area belanja. Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan dan pengawasan yang terpisah pula. - Off-price retailing Ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek bergantiganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga produk yang lebih murah pada umumnya. - Value retailing Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah dan biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional. Dan menurut Hendri (2005, p71) gerai-gerai dari peritel kecil terdiri atas dua macam, yaitu gerai tradisional dan gerai modern: 1). Gerai tradisional

13 19 Gerai yang telah lama beroperasi di negeri ini berupa : warung, toko, dan pasar. Warung biasanya berupa bangunan sederhana yang permanen (tembok penuh) semi permanen (tembok setinggi 1 meter disambung papan sebagai dinding), atau dinding kayu seutuhnya. Menurut penelitian AC Nielsen, selama 10 tahun sampai 2002, telah tumbuh 1 juta warung yang kebanyakan di luar kota dengan omset rata-rata Rp per hari. 2). Gerai modern mulai beroperasi awal 1960-an di Jakarta, arti modern disini adalah penataan barang menurut keperluan yang sama dikelompokkan di bagian yang sama yang dapat dilihat dan diambil langsung oleh pembeli, penggunaan alat pendingin udara, dan adanya pramuniaga profesional. Modernisasi bertambah meluas pada dasawarsa 1970-an. Supermarket mulai di perkenalkan pada dasawarsa ini, konsep one stop shopping mulai dikenal pada dasawarsa 1980-an yang kemudian menjadi popular awal 1990-an. Istilah pusat belanja mulai popular di gunakan untuk mengganti kata one stop shopping. Banyak orang mulai beralih 10 (sepuluh) gerai modern seperti pusat belanja ini untuk berbelanja. Macam-macam gerai modern diantaranya : - Minimarket terjadi pertumbuhan sebanyak 1800 buah selama 10 tahun sampai Luas ruang minimarket adalah antar 50 m 2 sampai 200 m 2. - Convenience store : gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual, tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, dan luas ruangan,dan lokasi. Convenience store ada yang dengan luas

14 20 ruangan antara 20 m 2 hingga 450 m 2 dan berlokasi di tempat yang strategis, dengan harga yang lebih mahal dari harga minimarket. - Special store : merupakan toko yang memiliki persediaan lengkap sehingga konsumen tidak perlu pindah toko lain untuk membeli sesuatu harga yang bervariasi dari yang terjangkau hingga yang mahal. - Factory outlet - Distro - Supermarket : mempunyai luas m 2 yang kecil sedang yang besar m 2 - Perkulakan atau gudang rabat - Super store : adalah toko serba ada yang memiliki variasi barang lebih lengkap dan luas yang lebih besar dari supermarket - Pusat belanja yang terdiri dua macam yaitu mall dan tradecenter. - Hypermarket : luas ruangan di atas 5000 m 2 b. Pengelompokan berdasarkan sarana yang digunakan Pada bisnis ritel, terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang digunakan. Dua bentuk utama bisnis ritel tersebut adalah Penjualan melalui toko Pada ritel yang menggunakan toko untuk pemasaran produk, jelas bahwa terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler). Konsumen dapat mendatangi ritel seperti layaknya dalam aktivitas jual beli nyata, dalam rangka mendapatkan produk-produk yang diinginkannya. Penjualan tidak melalui toko

15 21 Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain : - Ritel elektronik - Katalog dan pemasaran surat langsung - Penjualan langsung - Television home shopping - Vending machine retailing c. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan Ritel dapat diklasifikasikan pula secara luas menurut bentuk kepemilikan. Berikut adalah klasifikasi utama dari kepemilikan ritel : Pendirian toko tunggal atau mandiri Ritel tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar Jaringan perusahaan Ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. Kantor pusat biasanya memusatkan pembelian barang-barang dagangan yang akan didistribusikan untuk dijual pada toko-tokonya. Waralaba Waralaba (franchising) adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko. Waralaba merupakan suatu hubungan yang sifatnya terus-menerus dimana seorang pemilik waralaba

16 22 memberikan kepada seorang penyewa waralaba hasil bisnis untuk mengoperasikan atau menjual produk. Pemilik waralaba (franchisor) tersebut menciptakan merek dagang, produk, maupun metode operasi. Sedangkan agen waralaba (franchise) sebaliknya membayar pada pemilik waralaba atas haknya menggunakan nama, produk, atau metode bisnisnya. Sebuah perjanjian waralaba antara kedua belah pihak biasanya berlaku 5 hingga 10 tahun yang dapat diperbaharui dengan kesepakatan kedua belah pihak Keuntungan dan Kelemahan Bisnis Ritel Dalam buku Sopiah dan Syihabudhin (2008, pp17-18) beberapa keuntungan dari bisnis atau usaha ritel adalah: 1. Modal yang diperlukan cukup kecil dengan rentabilitas besar 2. Pedagang-pedagang eceran kecil menganggap bahwa pendapatannya dari usaha tersebut merupakan pendapatan tambahan atua kadangkadang hanya iseng atau mengisi waktu luang. 3. Tempat pedagang-pedagang eceran kecil biasanya paling strategis. Biasanya mendekatkan usaha dengan tempat berkumpul konsumen (the center of consumers). 4. Hubungan antara pedagang eceran kecil dan konsumen cukup kuat misalnya, bisa dilihat dari para pembeli di warung kopi yang mengobrol dengan sangat dekat dengan pemiliknya. Selain berbagai keuntungan sebagaimana disebutkan sebelumnya, bisnis ritel memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: 1. Kurangnya keahlian

17 23 2. Administrasi dalam arti pembukuan kurang bahkan tidak diperhatikan sehingga kadang-kadang uangnya habis tak terlacak. 3. Pedagang kecil tidak mampu mengadakan promosi dengan baik sehingga adakalanya keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen Peluang Bisnis Ritel Beberapa peluang yang dapat diwujudkan dalam pengembangan bisnis ritel secara umum adalah peluang manajemen, peluang kewirausahaan, dan peluang pengembangan karier. Berikut penjelasan berbagai peluang dalam bisnis ritel tersebut : 1. Peluang manajemen Untuk mengatasi persaingan yang semakin tinggi dan adanya lingkungan yang semakin menantang, peritel mulai merekrut dan mempromosikan beberapa orang dengan berbagai keterampilan dan keahlian di bidang manajemen. Ritel dapat meningkatkan modal dari institusi keuangan, pembelian barang dan jasa, pembentukan sistem informasi manajemen dan keuangan untuk mengendalikan operasi, mengatur gudang atau persediaan dan sistem distribusi, dan mendesain serta mengembangkan produk-produk baru seperti yang dijalankan aktivitasaktivitas pemasaran, seperti periklanan, promosi, dan penelitian pasar. Oleh karena itu, peritel memperkerjakan orang-orang dengan beragam keahlian dalam bidang keuangan, persediaan, teknologi informasi, maupun pemasaran. Dan hal ini dapat terlihat bahwa bisnis ritel dapat digunakan sebagai peluang manajemen untuk memperkerjakan berbagai orang yang memiliki keterampilan dan keahlian dalam pemasaran. 2. Peluang kewirausahaan

18 24 Bisnis ritel juga menghasilkan berbagai peluang bagi orang yang berkeinginan memulai usaha. Beberapa orang yang memanfaatkan peluang dalam bisnis ritel merupakan wirausahawan. 3. Peluang pengembangan karier Pada industri bisnis ritel, peluang berkarier terdapat pada bagian pembelian, produk, manajemen toko, dan staf perusahaan. Posisi-posisi perusahaan dapat dibangun pada beberapa area, seperti akuntansi, keuangan, promosi dan periklanan, teknologi informasi, distribusi, dan sumber daya manusia. Karier yang dapat dikembangkan diperusahaan ritel antara lain: a) Manajemen toko Manajemen pengelolaan toko dapat mengembangkan karier seorang manajer toko untuk semakin meningkat kemampuannya dalam mengorganisasi karyawan dan menyikapi konsumen. b) Manajemen produk Pengaturan produk-produk yang dijual pada jasa ritel membutuhkan kemampuan atau kapabilitas sesorang, kemampuan untuk memprediksi produk-produk yang sesuai dengan pasar, dan keahlian dalam bernegoisasi para penjualan langsung (direct sales) seperti yang dilakukan manajer toko. Dengan adanya kemampuan memprediksi dan kapabilitas untuk menganalisis pasar dan konsumen membuat seseorang yang bertanggung jawab terhadap manajemen barang dagangan (merchandise management) akan semakin memiliki kemampuan dan kapabilitas yang lebih baik. c) Staf perusahaan

19 25 Bisnis ritel memerlukan berbagai keterampilan dalam penguasaan sistem manajemen. Dalam suatu perusahaan ritel, terdapat beberapa staf yang yang bertugas pada masing-masing bagian, seperti bagian sistem komputer, operasi dan distribusi, promosi dan periklanan, keuangan, dan sebagainya yang pada masing-masing bagian memerlukan keterampilan individu. Dengan adanya bisnis ritel ini, maka staf pada masing-masing bagian memiliki peluang untuk semakin meningkatkan kemampuan masing-masing. 2.4 Waralaba (Franchise) Dalam buku Tunggal (2005, p1) franchise adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Perancis, yaitu Affranchais yang berarti bebas atau bebas dari perhambatan atau perbudakan (free from servitude), karena sebenarnya hakikat dari pola franchise ini adalah bebas atau mandiri. Bebas disini maksudnya adalah setiap perusahaan dimiliki dan dikendalikan sendiri oleh pemiliknya. Bila dihubungkan dengan konteks usaha, franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sedangkan pewaralabaan (franchising) adalah suatu aktivitas dengan sistem waralaba (franchise), yaitu suatu sistem keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee). Waralaba sebagai salah satu bentuk kesepakatan, yaitu pemilik dari suatu produk atau jasa mengizinkan orang lain untuk membeli hak distribusi produk atau jasa tersebut dan mengoperasikannya dengan bantuan pemilik. Franchising mengombinasikan kekuatan, determinasi dan pengalaman dari mata rantai atau jaringan dari organisasi besar dengan keterampilan kewirausahaan dan komitmen dari unit-unit bisnis yang kecil.

20 26 Sedangkan dalam buku Lindawaty (2004, pp10-11) upaya memaknai konsep waralaba agar lebih mencerminkan realitas yang terjadi di lapangan, yang dilakukan oleh para akademisi maupun praktisi. Dalam pertemuan ilmiah yang dilaksanakan di Jakarta oleh IPPM pada tanggal 25 Juni 1991 mengenai konsep perdagangan waralaba (franchising) yang merupakan sistem pemasaran vertikal, dikemukakan beberapa definisi franchise, sebagai berikut : 1. Franchise adalah sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) yang memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchisee) yang berskala kecil dan, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu dengan cara tertentu, waktu tertentu, dan di suatu tempat tertentu. 2. Franchise adalah sebuah metode pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, yang dijual kepada pihak lain yang berminat. Pemilik dari metode yang dijual ini disebut franchisor sedang pembeli hak untuk menggunakan metode ini disebut franchisee. 3. Franchising adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee. Franchisor menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terusmenerus pada bisnis dari franchisee melalui penyediaan pengetahuan dan pelayanan. Franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang dipunyai, serta dikendalikan oleh franchisor. Menurut Peraturan Pemerintah RI NO. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba yang dikeluarkan tanggal 18 Juni 1997: Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa (Pasal 1 ayat 1).

21 27 Ayat (2) pasal yang sama menggariskan bahwa Pemberi Waralaba adalah badan usaha perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki. Sedangkan ayat (3) pasal yang sama menetapkan bahwa Penerima Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba. Dalam pengertian yang demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba Elemen-Elemen Pokok Waralaba Dalam buku Lindawaty (2004, pp13-14) menunjukkan bahwa franchise pada dasarnya mengandung elemen-elemen pokok sebagai berikut: Franchisor yaitu pihak pemilik atau produsen dari barang atau jasa yang telah memiliki merek tertentu serta memberikan atau melisensikan hak eksklusif tertentu untuk pemasaran dari barang atau jasa itu. Franchisee yaitu pihak yang menerima hak eksklusif itu dari franchisor Adanya penyerahan hak-hak secara eksklusif (dalam praktik meliputi berbagai macam hak milik intelektual atau hak milik perindustrian) dari franchisor kepada franchisee Adanya penetapan wilayah tertentu, franchisee area dimana franchisee diberikan hak untuk beroperasi di wilayah tertentu.

22 28 Adanya imbal-prestasi dari franchisee kepada franchisor yang berupa Initial Fee dan Royalties serta biaya-biaya lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. Adanya standar mutu yang ditetapkan oleh franchisor bagi franchisee, serta supervisi secara berkala dalam rangka mempertahankan mutu. Adanya pelatihan awal, pelatihan yang bersifat berkesinambungan, yang diselenggarakan oleh franchisor guna peningkatan keterampilan Tipe- Tipe Waralaba Berdasarkan pendapat Leon, Mary dan William (2003, p79) dalam buku Hakim (2008, p21) sistem pewaralabaan (franchising) dibedakan menjadi dua kategori besar, yaitu Waralaba Produk dan Merek Dagang serta Waralaba Format Bisnis. Dua tipe sistem pewaralabaan sebagai berikut: a. Product and Trademark Franchising (Waralaba Produk dan Merek Dagang) Dalam format ini, franchisor memberikan kepada franchisee hak untuk menjual secara luas suatu produk atau brand tertentu. Dalam Product and Trade-Name Franchise (atau sering disingkat product franchise), pemberi waralaba menghasilkan produk dan penerima waralaba menyediakan outlet untuk produk yang dihasilkan pemberi waralaba. b. Business Format Franchising (Waralaba Format Bisnis) Franchisor memberikan kepada franchisee hak untuk memasarkan suatu produk atau merek dagang tertentu serta menggunakan sistem operasi lengkap dari franchisor. Dalam Business Format Franchises (atau disebut operating system franchises), penerima waralaba diberi lisensi untuk melakukan usaha dengan menggunakan paket bisnis dan merek dagang yang telah dikembangkan oleh pemberi waralaba.

23 29 Dalam buku Jackie, Miranty dan Yanty (2006, pp71-72) mengkategorikan waralaba menjadi empat tipe sebagai berikut: a. Product Franchising (Trade-Name Franchising) Franchisor menghasilkan produk dan franchisee menyediakan outlet untuk produk yang dihasilkan pemberi franchise. Contohnya: pompa bensin Pertamina. b. Manufacturing Franchising (Product-Distribution Franchising) Bentuk ini sering digunakan dalam industri makanan dan minuman ringan. Contohnya: usaha franchise Pepsi Cola, Coca-Cola. Dimana si franchisor memberi hak eksklusif untuk memproduksi secara lokal dan kepada dealer untuk mendistribusikan usahanya ke daerah tertentu. c. Business-Format Franchising (Pure/Comprehensive Franchising) Suatu pengaturan dimana franchisor menawarkan serangkaian jasa yang luas kepada franchisee, mencakup pemasaran advertensi (iklan), perencanaan strategik, pelatihan produksi dari manual dan standar operasi, pedoman pengendalian mutu dan lain-lain. d. Franchise Pribadi Usaha bisnis jaringan franchise yang dimiliki dan dikembangkan oleh satu orang dan biasanya dengan menjual nama orang yang bersangkutan Keuntungan dan Kerugian Sistem Waralaba Keuntungan dan Kerugian bagi Pemberi Waralaba Kentungan-keuntungan bagi pemberi waralaba ialah bahwa: 1) Pemberi waralaba akan mempunyai lebih banyak waktu untuk memikirkan kebijakan (policy) untuk mengembangkan bisnis yang diwaralabakan. Hal ini disebabkan karena semua kegiatan

24 30 administrasi dan pengelolaan jalan bisnisnya atau produk yang diwaralabakan akan diselenggarakan sepenuhnya oleh penerima waralaba. 2) Tidak perlu menyuntikkan sejumlah besar modal untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan yang besar. Karena masing-masing outlet yang terbuka memanfaatkan sendiri sumber daya finansial yang disediakan oleh setiap penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis dan produk yang diwaralabakan. 3) Adanya organisasi pemberi waralaba yang dapat memperluas jaringan secara lebih cepat pada tingkat nasional dan internasional dengan menggunakan modal yang risikonya seminimal mungkin. 4) Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang belum masuk dalam lingkungan organisasinya. 5) Pemberi waralaba tidak perlu terlibat dalam permasalahan tentang staf dan pekerja karena hal tersebut menjadi tanggung jawab penerima waralaba sepenuhnya. 6) Aset outlet dagang tidak dimiliki oleh pemberi waralaba, melainkan milik penerima waralaba. Oleh karena itu yang bertanggung jawab atas aset tersebut adalah penerima waralaba. 7) Seorang pemberi waralaba yang melibatkan bisnisnya dalam kegiatan manufaktur/pedagang besar bisa mendapatkan distribusi yang lebih luas dan kepastian bahwa ia mempunyai outlet untuk produknya. Sedangkan kerugian-kerugian yang mungkin akan dihadapi pemberi waralaba, antara lain:

25 31 1) Pemberi waralaba harus menjamin standar kualitas barang dan jasa melalui rantai waralaba. Oleh karena itu harus dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut, serta memberi bantuan bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin dihadapi penerima waralaba dalam operasional pelaksanaan kebijakan yang diberi oleh pemberi waralaba. 2) Kemungkinan terdapat kesulitan-kesulitan dalam rekruitmen orang-orang yang cocok sebagai penerima waralaba untuk bisnis tertentu, apabila salah memilih orang dapat berakibat terhambatnya pertumbuhan usaha milik pemberi waralaba. 3) Apabila dalam kerjasama antara pemberi waralaba dan penerima waralaba kurang kepercayaan dan komunikasi antara satu sama lain, hal ini akan memungkinkan terjadinya salah paham dan perselisihan yang akan menggangu jalannya usaha waralaba. 4) Jika penerima waralaba yang dipilih tidak tepat, maka hal ini kemungkinan dapat menghancurkan reputasi dan nama baik yang sudah dibangun pemberi waralaba Keuntungan dan Kerugian bagi Penerima Waralaba Keuntungan-keuntungan bisnis waralaba bagi penerima waralaba antara lain: 1) Kerjasama bisnis waralaba relatif lebih aman daripada memulai usaha baru dari awal. 2) Modal yang dibutuhkan penerima waralaba relatif lebih kecil dibanding bila menjalankan bisnis secara mandiri

26 32 3) Penerima waralaba mendapatkan insentif dengan memiliki bisnis sendiri yang memiliki keuntungan tambahan dan bantuan seperlunya dari pemberi waralaba. 4) Lebih terstruktur dalam usaha, sehingga mempermudah penerima waralaba dalam menjalankan bisnisnya. 5) Merek yang relatif lebih mudah dikenal karena jumlah cabang yang dengan mudah bertambah, sehingga penerima waralaba tidak perlu melakukan promosi berlebihan sebab masyarakat sudah cukup tahu tentang produk atau jasa waralaba tersebut. 6) Penerima waralaba mendapat keuntungan dari penggunaan paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang, serta proses, formula dan resep rahasia milik pemberi waralaba. Sedangkan kerugian-kerugian yang mungkin akan dihadapi penerima waralaba, antara lain: 1) Apabila ternyata bisnis waralaba yang sudah dijalankan oleh penerima waralaba ternyata tidak berjalan sukses dan tidak mendatangkan keuntungan seperti yang diharapkan. 2) Perjanjian waralaba yang terlalu membatasi gerak penerima waralaba, dapat menjadi hambatan bagi penerima waralaba untuk mengelola bisnisnya. 3) Pemberi waralaba mungkin membuat kesalahan dalam kebijakankebijakannya. Pengambilan keputusan yang salah dalam inovasi bisnis dapat berakibat kegagalan dan akan mempengaruhi aktivitas penerima waralaba.

27 33 4) Reputasi serta citra merek dan bisnis yang diwaralabakan mungkin menjadi turun, karena alasan alasan yang mungkin berada diluar kontrol baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba. 2.5 Minimarket Minimarket adalah toko swalayan yang hanya memiliki satu atau dua mesin register ( Sedangkan menurut Hendri (2005, p76) yang disebut minimarket biasanya luas ruangnya adalah 50 m 2 sampai 200 m 2 serta berada pada lokasi yang mudah dijangkau konsumen. Sedangkan dalam artikel dalam majalah menurut Halomoan Tamba. (2005). Bisnis Ritel Modern. Infokop, volume 26, 57, minimarket adalah sistem pertokoan yang menggunakan manajemen modern yang didukung dengan teknologi modern, mengutamakan kenyamanan pelayanan berbelanja. Berdasarkan Perda DKI No.2/2002, tanggal 18 Maret 2002, Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen akhir dengan acara swalayan yang luas lantai usahanya paling besar (maksimal) 200 m Minimarket Sistem Waralaba Minimarket dengan sistem waralaba adalah minimarket dengan bentuk format bisnis dimana pihak kedua yang disebut franchisee untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dikembangkan oleh franchisor.

28 34 Untuk memahami konsep usaha waralaba, sangat penting mengenal dua istilah umum, yaitu franchisor (pemberi waralaba) dan franchisee (penerima waralaba). Franchisor atau pembebri waralaba adalah orang perorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba Franchisee atau penerima waralaba adalah orang perorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba Peraturan Pemerintah tentang waralaba mengatur bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Memiliki khas usaha Terbukti sudah memberikan keuntungan Memiliki standar pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis Mudah diajarkan dan diaplikasikan Adanya dukungan yang berkesinambungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang telah terdaftar Dalam buku Fazriyati (2008, pp63-64) hal yang perlu diperhatikan untuk evaluasi bisnis ritel minimarket dengan sistem waralaba adalah nilai investasi awal, ongkos royalti (royalty fee) dan franchise fee. Investasi Awal Investasi awal dalam bisnis waralaba bisa bervariasi. Mulai Rp 10 juta hingga Rp 1 miliar. Biaya ini meliputi pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemilik waralaba untuk membuat tempat usaha sesuai dengan spesifikasi franchisor dan ongkos penggunaan HAKI.

29 35 Royalty Fee Ongkos royalti dibayarkan pemegang waralaba setiap bulan dari laba operasional. Besarnya ongkos royalti berkisar 5-15% dari penghasilan kotor. Ongkos royalti yang layak adalah 10%, atau kisaran umum antara 2-15% dari penjualan. Biasanya, lebih dari 10% adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemasaran dan promosi. Franchisee Fee International Franchise Association dalam menyebutkan franchisee fee dari waralaba lokal di Indonesia berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 400 juta. Biaya ini biasanya mencakup initial fee, renovasi, supply dan inventory, deposit, biaya sebelum memulai bisnis, biaya pelatihan dan modal kerja. Dalam menganalisis sistem waralaba minimarket, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, hal ini tercantum pada dokumen persentasi pada saat penawaran waralaba, yaitu : Sistem Perizinan/legal Sistem perizinan/legal ini, dapat menunjukan legal atau tidaknya suatu usaha. Dan dalam melakukan kerjasama antara franchisor dan franchisee minimarket baik dalam bentuk badan usaha berbadan hukum maupun usaha perorangan. Sistem perizinan/legal ini, perizinan termasuk NPWP dan PKP serta dokumendokumen penting lainnya yang diperlukan akan dibantu oleh pihak franchisor. Dan untuk perizinan/legal pada saat bekerjasama dengan minimarket berwaralaba, hukumnya legal, karena secara gak langsung perusahaan franchisor sudah memiliki suatu sitem perizinan yang sudah terdaftar pada Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

30 36 Sistem Instalasi dan Renovasi Bangunan Sistem Instalasi dan Renovasi bangunan, dapat dilihat dari seberapa besarnya pekerjaan sipil, pekerjaan listrik yang meliputi tambah daya dan AC split yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Sistem Perlengkapan dan Peralatan Toko Dalam mengelola sistem perlengkapan dan peralatan toko yang ada, terutama bagi para franchisee yang bergabung dengan menyediakan ruang usaha/rumah/tanah kosong semua sistem perlengkapan dan peralatan toko akan disediakan dan seluruh alur distribusi pensuplaian perlengkapan dan peralatan toko akan dibantu oleh pihak franchisor. Apabila franchisee memiliki minimarket lama yang ingin diganti maka disebut minimarket existing, maka dalam hal ini seorang franchisee akan dibantu dengan pihak franchisor dalam menentukan perlengkapan dan peralatan apa saja yang diperlukan dan apabila ada beberapa perlengkapan dan peralatan toko yang tidak diperlukan dapat disimpan dan bisa dilakukan pembaharuan. Sistem Peralatan Komputer dan Software Sama halnya dengan siatem perlengkapan dan peralatan toko, sistem peralatan komputer dan software juga disesuaiakan dengan kebutuhan dan luasan toko. Software yang digunakan tergantung pada pusat sistem teknologi infomarsi dan distribusi pada franchisor, hal ini akan memudahkan sistem penjualan, persediaan dan penerimaan barang pada pihak franchisee. Dan pada saat melakukan perjanjian waralaba, seorang franchisee akan memperoleh dokumen-dokumen penting yang terkandung didalamnya adalah beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :

31 37 Sistem Operasional Toko Sistem Operasional Toko, yang meliputi desain toko, pengelolaan barang dagangan dan pengelolaan uang tunai. Untuk pengelolaan barang dagangan dibagi dengan 4 (empat) pengelolaan yaitu pengadaan barang dagangan yang dimulai dari (pemesanan pembelian, penerimaan barang dan retur, penempatan dan penataan barang dagangan), pengelompokkan dan pemberian kode barang, penetapan harga jual barang, dan stock opname. Dan pada minimarket dengan sistem waralaba, seluruh sistem operasional toko dikendalikan oleh pusat franchisee minimarke tersebut. Sistem Manajemen Sistem manajemen yang termasuk perekrutan, pelatihan, penetapan dan pembayaran gaji, penempatan lokasi kerja, penentuan jabatan, pembagian tugas dan penetapan jam kerja sumber daya manusia pada minimarket sistem waralaba memiliki sistem dan pola tersendiri, dan memiliki tanggung jawab penuh atas tenaga kerja. Prospektus Bisnis Dan untuk prospektus bisnis yang ditawarkan pada minimarket waralaba, dapat diperoleh pada saat melakukan kerja sama yang terdiri dari Payback Period pengukuran investasi dengan melihat kekuatan pengembalian modal dan proyeksi BEP Minimarket Sistem NonWaralaba Mandiri Fakta dilapangan membuktikan bahwa usaha minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri memang memberikan kemudahan bagi investor untuk menanamkan uangnya dan menjalankan bisnis dengan risiko seminimal mungkin. Meski demikian, tak

32 38 sedikit para wirausaha mandiri yang sangat optimis mampu bersaing di bisnis ritel dalam negeri. Minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri memiliki konsep usaha yang didirikan tanpa waralaba dan seluruh merek, logo, sistem operasi dan sistem manajemen dilakukan secara mandiri atau perorangan. Dalam minimarket mandiri merupakan suatu usaha yang diciptakan untuk membantu dalam membangun sebuah usaha ritel, modern dari awal hingga berjalan operasional toko modern, secara mudah dengan sistem yang tidak merepotkan. Kunci utama dalam membangun minimarket nonwaralaba mandiri adalah keberanian. Dan yang terpenting adalah keberanian mengambil peluang dan menanggung segala risiko sebagai konsekuensinya. Berikut ini adalah sejumlah faktor yang mendorong menjamurnya usaha minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri : Keleluasaan dalam merancang dan mengembangkan usaha; kebebasan dalam berinovasi, bahkan merancang keuntungan yang jauh lebih besar menjadi daya tarik yang tak terelakkan bagi pengusaha minimarket dengan kepemilikan individual Pergeseran pola hidup konsumen; kecenderungan yang terjadi pada konsumen masa kini adalah mencari tempat belanja yang nyaman, murah dan terletak sedekat mungkin dengan tempat tinggal. Peluang inilah yang paling sering menjadi motif lahirnya minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri Bertambahnya kawasan pemukiman dan fasilitas publik; penyebaran toko eceran modern mini ini pun sangat terkait erat dengan kawasan

33 39 pemukiman atau fasilitas publik di kota-kota besar maupun kota kecil di seluruh nusantara. Dalam buku Hartono (2007, pp31-92) menganalisis bisnis ritel minimarket dengan sistem nonwaralaba mandiri, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan seorang investor ataupun para wirausaha yaitu : Nilai Investasi Awal Nilai investasi awal pada saat bisnis minimarket nonwaralaba mandiri dilakukan dan nilainya bervariasi. Investasi awal ini dikeluarkan oleh pemilik toko atau seorang investor untuk membuat tempat usaha yang sesuai dengan keinginan pemilik dengan melihat beberapa spesifikasi yang ada dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sistem Perizinan/legal Meski skala bisnis ini kecil, namun mengurus perizinan tetap dianjurkan. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya persaingan yang tidak sehat. Jika perizinan tidak dilengkapi dan dipersiapkan secara dini, maka pesaing yang lain akan memanfatkannya sebagai isu kelemahan yang kita miliki. Dan tidak menutup kemungkinan minimarket yang sudah berjalan akan ditutup oleh pihak yang berwenang. Sistem Instalasi dan Renovasi Bangunan Apabila dalam pengurusan perizinan/legal sudah dilaksanakan maka, selaku investor menyiapkan gerai yang telah ditentukan pilihan lokasi untuk mendirikan minimarket nonwaralaba mandiri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan gerai yaitu pekerjaan sipil yaitu adanya pekerjaan bangunan baik bangunan renovasi ataupun dalam bentuk tanah,

34 40 selain itu pekerjaan instalasi listrik yang meliputi penambahan daya listrik tergantung pada kebutuhan yang digunakan dan AC split yang diperlukan. Sistem Perlengkapan dan Peralatan Toko Perlengkapan dan peralatan toko minimarket merupakan barang-barang yang diperlukan pada saat pendirian minimarket, yang disesuaikan dengan luasan toko yang ada. Dan untuk pembelian perlengkapan dan peralatan toko dianjurkan untuk membeli perlengkapan second, namun masih baik digunakan yang sekarang ini banyak dijual dipasaran. Karena perlengkapan dan peralatan toko minimarket sangat mahal harganya bila membeli barang baru. Apabila mempunyai modal yang cukup besar, investor dapat membeli perlengakapan dan peralatan toko baru, yang dapat dikunjungi melalui website Sistem Peralatan Komputer dan Software Sebelum membeli peralatan komputer sebaiknya, terlebih dahulu membeli software-nya agar dapat mengetahui komputer dengan kapasitas apa yang harus dibeli untuk menjalankan programnya. Software dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan dalam memudahkan penjualan dan persediaan, dan setelah itu membeli peralatan komputer sesuai dengan luasan toko, semakin besar luasan toko maka peralatan komputer sebagai registrasi mesin kasir dibutuhkan lebih. Untuk mengetahui pricelist dan spesifikasi yang sesuai dapat mengunjungi melalui website Sistem Operasional Toko Sistem operasional toko, yang meliputi desain toko, pengelolaan barang dagangan dan pengelolaan uang tunai. Untuk pengelolaan barang

Struktur Dasar Bisnis Ritel

Struktur Dasar Bisnis Ritel Struktur Dasar Bisnis Ritel Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang atau jasa secara umum kepada masyarakat dan secara khusus kepada pembeli potensial. Pedagang Besar dan Pedagang Eceran dalam proses

Lebih terperinci

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas

Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Franchise Bisnis dan Pengaturan Hukum Lintas Batas Latar Belakang Globalisasi sebagai hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu aspek pula yang harus

Lebih terperinci

BAGIAN 2 STORE-BASED RETAILING

BAGIAN 2 STORE-BASED RETAILING BAGIAN 2 STORE-BASED RETAILING TIPE RETAILER Retailer dibagi berdasarkan: Tipe barang dan jasa yang ditawarkan kepada konsumen Retail Mix (Bauran Retail) untuk memuaskan kebutuhan konsumen Tingkatan (level)

Lebih terperinci

Workshop Selling and Financing BAB 1 PENDAHULUAN

Workshop Selling and Financing BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Berkembangnya dunia bisnis dan perdagangan di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan pada periode pasca krisis moneter yang diawali sekitar pertengahan tahun 1997. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pasar Pasar adalah suatu tempat dimana pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual barang dan jasa atau faktor-faktor produksi. Pasar mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 53 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifkualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

Bisnis Ritel. Dosen: Pristiana Widyastuti HP/WA:

Bisnis Ritel. Dosen: Pristiana Widyastuti   HP/WA: Bisnis Ritel Dosen: Pristiana Widyastuti Email: pristia.widya@gmail.com HP/WA: 082234485901 Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini membahas dan mempelajari mengenai bisnis ritel (perdagangan eceran), manajemen

Lebih terperinci

Merancang dan Mengelola Jaringan Nilai dan Saluran Pemasaran

Merancang dan Mengelola Jaringan Nilai dan Saluran Pemasaran STMIK - AMIK RAHARJA INFORMATIKA Merancang dan Mengelola Jaringan Nilai dan Saluran Pemasaran Definisi jaringan nilai adalah sistem kemitraan dan aliansi yang diciptakan suatu perusahaan untuk memperoleh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki perdagangan bebas lebih awal dibandingkan negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah menandatangani Letter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia. Industri ini merupakan sektor kedua terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin besarnya antusiasme dan agresifitas para pelaku bisnis baik di sektor industri, jasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian Kecenderungan impulse buying merupakan fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Menurut Ma ruf dalam penelitian Divianto (2013 : 4) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

DASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN

DASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN Modul ke: DASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN MANAJEMEN SALURAN DAN RANTAI SUPLAI Fakultas FIKOM Dra. Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising http://www.mercubuana.ac.id Definisi Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya

BAB I PENDAHULUAN. adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia usaha di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat dengan adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya pertumbuhan ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

MARKETING MANAGEMENT 12 th edition. Pertemuan 11 Strategi Distribusi

MARKETING MANAGEMENT 12 th edition. Pertemuan 11 Strategi Distribusi MARKETING MANAGEMENT 12 th edition Pertemuan 11 Strategi Distribusi Kotler Keller Saluran Pemasaran Seperangkat organisasi yang saling bergantung yang terlibat di dalam suatu proses penyampaian produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat saat ini, dapat dilihat bahwa sektor dunia usaha saat ini telah menjadi suatu arena persaingan yang sengit dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis ritel, merupakan bisnis yang menjanjikan karena dapat memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia di akhir

Lebih terperinci

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah

memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah 2.1 Franchise 2.1.1 Pengertian Franchise Franchise berasal dari kata Perancis, yakni franchir, yang mempunyai arti memberi kebebasan kepada para pihak. Hakikat dari pengertian franchise adalah mandiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, pusat-pusat perbelanjaan mulai menjamur di Indonesia khususnya di kota-kota besar seperti Surabaya. Berdirinya pusat-pusat perbelanjaan di sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari perkembangan ekonomi internasional, bahkan bukan saja dibidang ekonomi namun di bidang lain seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis ritel adalah penjualan barang secara langsung dalam berbagai macam jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan dagang yang bergerak pada bidang perdagangan barang

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan dagang yang bergerak pada bidang perdagangan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak membawa akibat perkembangan yang pesat dalam dunia bisnis. Sejalan dengan hal tersebut banyak bermunculan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Perusahaan melakukan kegiatan pemasaran pada saat perusahaan ingin memuaskan kebutuhannya melalui sebuah proses transaksi. Pemasaran juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau

BAB 1 PENDAHULUAN. peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis retail merupakan bagian dari saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam rangkaian pemasaran dan merupakan penghubung atau perantara antara kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Pengertian Waralaba (Franchise) Istilah franchise dipakai sebagai padanan istilah bahasa Indonesia waralaba. Waralaba terdiri atas kata wara dan laba. Wara artinya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

BAB II KERANGKA TEORI. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh BAB II KERANGKA TEORI II. 1 Pasar Tradisional Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan modernisasi peralatan elektronik telah menyebabkan perubahan yang sangat mendasar didalam aktivitas manusia sehari-hari, dimana manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin meningkat. Peningkatan persaingan bisnis ritel dipicu oleh semakin menjamurnya bisnis ritel modern yang sekarang banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, maka Indonesia dapat menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk memasarkan produk-produk

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berkembangnya bisnis ritel di Indonesia disebabkan oleh semakin luasnya pangsa pasar yang membuat produsen kesulitan untuk menjual produknya langsung ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia pemasaran dewasa ini sangat pesat, yang ditunjukkan dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada konsumen. Kemudahan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis jasa saat ini sudah banyak dijumpai di setiap kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis jasa saat ini sudah banyak dijumpai di setiap kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis jasa saat ini sudah banyak dijumpai di setiap kota yang berada di Indonesia, menjamurnya bisnis jasa mulai dari yang berskala kecil yaitu

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan, dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berkembang dan mencapai

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA PELUANG BISNIS DALAM BISNIS WARALABA (FRANCHISE) Erwandy 10.12.5252 S1-SI-2L STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Abstraksi Peluang bisnis dapat kita temukan di mana-mana. Salah satunya yaitu Franchise. Bisnis Franchise

Lebih terperinci

Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM

Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM MAKALAH KEGIATAN PPM Pengembangan Marketing Mix untuk Mendukung Kinerja Pemasaran UKM Oleh: Muniya Alteza, M.Si 1 Disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Usaha bagi UKM di Desa Sriharjo, Bantul Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bisnis Ritel di Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern dan ritel tradisional. Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan

Lebih terperinci

Bisnis Eceran 2. Usaha Eceran Berdasarkan Kepemilikan

Bisnis Eceran 2. Usaha Eceran Berdasarkan Kepemilikan Bisnis Eceran 2 Demikian banyak variasi bisnis eceran. Dari pedagang kaki lima, warung, toko kelontong, toserba hingga hyper market. Klasifikasi jenis usaha eceran dapat diuraikan menjadi: - Berdasarkan

Lebih terperinci

INTRODUCTION What is Retailing?

INTRODUCTION What is Retailing? INTRODUCTION What is Retailing? Retailing is a set of business activities that adds value to the products and services sold to consumers for their personal or family use (Levy, Weith, 2001) Retailing consists

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri ritel belakangan ini menunjukkan kemajuan yang begitu berarti ditandai dengan makin banyaknya toko ritel modern di perkotaan. Industri ritel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memuaskan kebutuhan konsumen atau pelanggannya akan barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sosial budaya, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumen. Pengaruh tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perdagangan pada pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan dan persaingan yang sangat ketat. Pada saat ini perkembangannya diperkirakan tiap tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retail atau biasa disebut pengecer merupakan pelaku usaha yang menjual kebutuhan pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri modern ritel dewasa ini semakin pesat, baik pemain lokal maupun asing semakin agresif bermain dalam pasar yang empuk tersebut. Prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2014, Indonesia menjadi daya tarik yang luar biasa bagi pebisnis ritel, baik lokal maupun asing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 (www.about;retail 8/10/2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30  (www.about;retail 8/10/2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menjanjikan suatu peluang dan tantangan bisnis baru bagi perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Di satu sisi, era globalisasi memperluas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG Dicabut dengan Perda Nomor 1 Tahun 2014 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DI KOTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. Namun dalam praktiknya, istilah franchise justru di populerkan di Amerika Serikat.

Lebih terperinci

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau. saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen

Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau. saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen 1. Saluran Pemasaran Salah satu unsur dalam bauran pemasaran adalah place atau saluran pemasaran yang merupakan perantara bagi produsen untuk menyampaikan produknya kepada konsumen. Dengan tidak adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri ritel merupakan salah satu dari sekian banyak industri yang mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan perantara untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Saluran Distribusi Pada perekonomian sekarang ini, sebagian besar produsen tidak langsung menjual barangnya ke pemakai akhir. Perusahaan biasanya bekerja sama dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan)

PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) PERENCANAAN PEMASARAN USAHA KECIL (Tugas Kelompok Kewirausahaan) Nama Kelompok : Fadhyl Muhammad 115030407111072 Ardhya Harta S 115030407111075 Ardiansyah Permana 115030407111077 UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam Suprapti (2010:2) adalah aktivitas yang dilakukan seseorang ketika

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam Suprapti (2010:2) adalah aktivitas yang dilakukan seseorang ketika BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku konsumen Kotler dan Armstrong (2008:158) menyatakan bahwa konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK Yuliandery Yuliandery_cen@yahoo.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah ritel di Indonesia tahun sebesar 16% dari toko menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri ritel berkembang sangat pesat di Indonesia terlebih sejak dibukanya peraturan yang memperbolehkan ritel asing memasuki pasar di Indonesia. Menurut hasil survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat ekonomi yang tinggi adalah salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan niat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjualan mesin jahitnya. Walaupun usaha Isaac Singer tersebut gagal, dialah yang

BAB I PENDAHULUAN. penjualan mesin jahitnya. Walaupun usaha Isaac Singer tersebut gagal, dialah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem bisnis Franchise (waralaba) pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan disingkat bisnis ritel adalah kegiatan usaha menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk

Lebih terperinci

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones No.502, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Distribusi Barang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DISTRIBUSI BARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing,

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi banyak variabel diantaranya jual beli, barter sampai kepada leasing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang perekonomian merupakan pembangunan yang paling utama di Indonesia. Hal ini dikarenakan keberhasilan di bidang ekonomi akan mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan di bidang perekonomian selama ini telah banyak membawa akibat perkembangan yang pesat dalam bidang usaha. Sejalan dengan itu banyak bermunculan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan bisnis retail (perdagangan eceran) di Indonesia pada akhirakhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyak investor yang melakukan investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung. Disadari atau tidak bisnis ritel kini telah menjamur dimana-mana baik

BAB I PENDAHULUAN. langsung. Disadari atau tidak bisnis ritel kini telah menjamur dimana-mana baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di indonesia terus berkembang dengan pesat setiap tahunnya, khususnya bagi bisnis ritel. Bisnis ritel secara umum adalah kegiatan usaha menjual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan (need) adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini kebutuhan sehari-harinya manusia semakin lama semakin meningkat di harinya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang menganut pola konsumtif dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel atau eceran di Indonesia telah memperlihatkan bahwa industri pada sektor ini memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih 48 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis semakin pesat membuat orang berpikir lebih kreatif untuk membuat cara yang lebih efektif dalam memajukan perekonomian guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring perkembangan yang disertai dengan kemajuan teknologi. Segala kemudahan yang diciptakan oleh manusia,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Restoran (Marsum 2009 dalam Firbani 2006) menjelaskan bahwa, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menerangkan mengenai landasan teori yang bersangkutan dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Bab ini menerangkan mengenai landasan teori yang bersangkutan dengan BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menerangkan mengenai landasan teori yang bersangkutan dengan konsep penelitian. Konsep tersebut membahas tentang penjualan. A. Definisi Penjualan Afif (1994) mengartikan menjual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada Perkembangan bisnis di era Abad ke-21 telah berkembang sangat pesat dan mengalami metamorfosis yang berkesinambungan. Dimana salah satu contoh perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat dewasa ini, salah satu bentuknya adalah dengan adanya perjanjian franchise.

Lebih terperinci

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata

BISNIS WARALABA. STMIK-STIE Mikroskil. Maggee Senata BISNIS WARALABA STMIK-STIE Mikroskil Maggee Senata Pengembangan Bisnis Internasional Menurut Keegan : 1. 2. 3. 4. 5. Export Licensed Franchise Joint Venture Direct Ownership Mengenal Waralaba Waralaba

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN PERTEMUAN PERTAMA. 6/11/2013

ANALISIS PEMASARAN PERTEMUAN PERTAMA. 6/11/2013 ANALISIS PEMASARAN PERTEMUAN PERTAMA 1 Definisi Pemasaran A. Pengertian Pemasaran Menurut WY. Stanton Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, yakni dengan adanya kompetitor yang memiliki produk dan desain outlet yang sama, seperti Kebab Kings, Kebab Abror

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Didalam tinjauan teoritis dan hipotesis ini, teori-teori yang berkaitan dengan penilaian akan dibahas secara lebih terperinci dan relevan dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB XI MENDISTRIBUSIKAN BARANG DAN JASA. Strategi distribusi

BAB XI MENDISTRIBUSIKAN BARANG DAN JASA. Strategi distribusi BAB XI MENDISTRIBUSIKAN BARANG DAN JASA Strategi distribusi DISTRIBUSI Distribusi merupakan proses memindahkan barang atau jasa dari produsen kepada pembeli. Distribusi menyumbang tiga dari empat utilitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. V.1 Kesimpulan Model Bisnis Distro Dista. Distro merupakan industri kreatif yang dijalankan oleh anak muda

BAB V KESIMPULAN. V.1 Kesimpulan Model Bisnis Distro Dista. Distro merupakan industri kreatif yang dijalankan oleh anak muda BAB V KESIMPULAN V.1 Kesimpulan Model Bisnis Distro Dista Distro merupakan industri kreatif yang dijalankan oleh anak muda dalam membuat dan menjual produk dengan desain yang berbeda dari yang lainnya.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori

KATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Waralaba sebagai Peluang Usaha yang Paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bisnis waralaba telah berkembang dengan pesat pada saat ini. Hal tersebut memberikan pengaruh besar bagi perekonomian negara dan terlebih lagi dengan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar dan tergolong pesat yang melibatkan banyak pengusaha lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Bisnis ritel merupakan salah satu bisnis di Indonesia yang mulai mengalami perkembangan cukup pesat. Perkembangan ini dapat dilihat dengan adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu era keterkaitan dan ketergantungan antara satu manusia dengan manusia lainnya, baik dalam hal perdagangan, investasi, perjalanan, budaya

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori 2.1 Pemasaran 2.1.1 Kebutuhan, Keinginan dan Permintaan Pembahasan konsep pemasaran dimulai dari adanya kebutuhan manusia. Kebutuhan dasar manusia bisa dibedakan berupa fisik seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja yang baru. Motivasi merupakan konsep yang dinamis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi produk buku dengan Focal Point meliputi 68 persen buku dan 32

BAB I PENDAHULUAN. komposisi produk buku dengan Focal Point meliputi 68 persen buku dan 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Perkembangan ekonomi Indonesia di sektor ritel semakin meningkat. Hal ini terjadi karena pengusaha, baik dari dalam maupun luar negeri yang terus menerus melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang baik makanan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini tergantung dari

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci