Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN
|
|
- Hartanti Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti makanan (fast food), jasa konsultasi, minimarket, clothing, shoes, accessories, convinience store, health aids and services, manufacturing franchise, photography/design graphics and supples dan recreation/amusement, serta sistem pendidikan. Suatu usaha waralaba adalah suatu sistem usaha yang ditemukan (diciptakan) oleh suatu pelaku usaha (pemberi waralaba) baik itu mengenai penjualan suatu barang atau pelayanan suatu jasa tertentu yang mempunyai keunikan dalam proses penyajian (produksi) barang atau pelayanan jasa tertentu kepada konsumen akhir. Pemberi waralaba dapat memberikan konsep usaha waralabanya kepada pihak lain (penerima waralaba) karena sistem usaha waralabanya tersebut sudah teruji, baik dalam proses produksi barang yang dijual maupun sitem manajemennya dan usaha waralaba tersebut memberikan keuntungan minimal dalam lima tahun terakhir. Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, menjadikan penerima waralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan memakai (menjalankan) suatu sistem usaha yang diberikan oleh pemberi waralaba melalui suatu perjanjian. Perjanjian antara pemberi waralaba dan penerima waralaba berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang dipatuhi oleh masing-masing 1
2 pihak. Akan tetapi karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang vertikal, di mana pemberi waralaba bersedia menyerahkan semua sistem usaha waralabanya kepada penerima waralaba, maka perjanjian usaha waralaba mencakup juga perjanjian lisensi (HAKI). Pengalihan sistem (paket) waralaba yang diberikan oleh franchisor (pemberi waralaba) kepada franchisee (penerima waralaba) tidak dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999). Bahkan pengalihan sistem usaha waralaba dikecualikan dari UU Antimonopoli tersebut disejajarkan dengan pengalihan hak lisensi (HAKI). Akan tetapi dalam Penjelasan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 tersebut tidak ada penjelasannya apakah pengecualian secara mutlak atau tidak, di dalam penjelasannya dinyatakan cukup jelas. Dalam prakteknya, terdapat perjanjian yang terkait dengan waralaba yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti melakukan hambatan persaingan. Menyadari hal tersebut, maka daya laku ketentuan pengecualian dalam Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 perlu dibatasi bahwa yang dikecualikan adalah pengalihan sistem waralaba dan hak lisensi dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba, sedangkan perjanjian dan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat pada pasar yang bersangkutan tidak dikecualikan. Artinya, jika dalam perjanjian suatu usaha waralaba dapat mengakibatkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, maka terhadap perjanjian atau kegiatan usaha waralaba tersebut harus dikenakan ketentuan UU No. 5 Tahun Dalam Surat Keputusan Komisi ini disusun mengenai Pedoman Pelaksanaan Pasal 50 huruf b, khususnya waralaba, yang menjelaskan batasan pengecualian terhadap perjanjian yang terkait dengan waralaba berdasarkan Pasal 50 huruf b. B. Tujuan Pembuatan Pedoman 2
3 1. Melaksanakan ketentuan Pasal 35 butir (f) UU No. 5 Tahun 1999, bahwa KPPU bertugas menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5/ Memberikan pemahaman yang jelas tentang pengecualian waralaba yang dimaksud dalam Pasal 50 butir (b) UU No. 5 Tahun Memberikan dasar dan arah yang jelas dalam melaksanakan ketentuan Pasal 50 butir (b) UU No. 5 Tahun Memberikan pedoman yang jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam berperilaku sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 50 butir (b) tersebut. Pedoman Pasal 50b tentang pengecualian waralaba bukan untuk menjelaskan bagaimana KPPU melakukan pemeriksaan dalam melakukan penegakkan hukum atau memberikan saran dan kebijakan, tetapi difokuskan kepada pemberian pengertian yang jelas, cakupan serta batasan perjanjian waralaba antara pemberi waralaba dan penerima waralaba dikecualikan dan kegiatan usaha waralaba berpotensi melanggar ketentuan UU No. 5/1999. Walaupun Pedoman ini memberikan penjelasan tentang pengecualian waralaba dari UU No. 5/1999, namun demikian proses penegakan hukum UU No. 5/1999, pandangan dan putusan Komisi dalam melakukan pemeriksaan atas perjanjian waralaba dan kegiatan usaha waralaba yang diduga melanggar ketentuan UU No. 5/1999 tetap didahulukan dan tidak hanya terbatas pada Pedoman ini. C. Cakupan Pedoman Pedoman Pengecualian waralaba berdasarkan ketentuan-ketentuan UU No. 5/1999 ini mencakup filosofi, semangat dan arah ketentuan dalam mendorong persaingan usaha yang sehat. Di dalam Pedoman ini diuraikan dengan singkat Pengecualian Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dan perilaku kegiatan usaha waralaba. 3
4 Pedoman dibagi menjadi beberapa Bab, yaitu : BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN PENGECUALIAN WARALABA BERDASARKAN PASAL 50 HURUF B A. Pengertian Waralaba B. Waralaba ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha C. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan Waralaba PENERAPAN PASAL 50 HURUF B, KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN WARALABA A. Penerapan Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan waralaba B. Contoh Kasus SANKSI PENUTUP 4
5 Bab II PENGECUALIAN WARALABA BERDASARKAN PASAL 50 HURUF B A. Pengertian Waralaba Yang dimaksud dengan pengertian waralaba dalam Pedoman ini adalah waralaba sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu di dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 mendefinisikan waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dari pengertian waralaba terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam usaha waralaba tersebut, yaitu: a) adanya hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha; b) ada sistem bisnis dengan ciri khas dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa; c) telah terbukti berhasil; d) dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain (penerima waralaba) berdasarkan perjanjian. Oleh karena itu dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 ditetapkan bahwa usaha waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a) memenuhi ciri khas khusus; b) terbukti sudah memberikan keuntungan; c) memiliki standar atas pelayanan barang dan jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; d) mudah diajarkan dan diaplikasikan; e) Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. 5
6 Dalam Penjelasan Pasal 3 dijelaskan lebih lanjut mengenai masing-masing kriteria tersebut, yaitu: a) ciri khas usaha adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud, misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distrbusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi Waralaba. b) terbukti sudah memberikan keuntungan menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan hal tersebut terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha dengan menguntungkan. c) standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis adalah standar secara tertulis supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure) mudah diajarkan dan diaplikasikan adalah mudah dilaksanakan agar penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba. d) dukungan yang berkesinambungan adalah dukungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan dan promosi. e) Hak Kekayaat Intelektual yang telah terdaftar adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merk, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang. 6
7 Pengaturan mengenai perjanjian Waralaba sebagai dasar penyelenggaraan usaha waralaba terdapat dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 PP 42 Tahun Pasal 4 menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Dalam Pasal 5 disebutkan mengenai klausula dalam Perjanjian Waralaba, yang paling sedikit memuat tentang: a) nama dan alamat para pihak, b) jenis HaKI, c) kegiatan usaha, d) hak dan kewajiban para pihak, e) bantuan, fasilitas, pelatihan dan pemasaran, f) wilayan usaha, g) jangka waktu perjanjian, h) tata cara pembayaran imbalan, i) kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris, penyelasaian sengketa, dan k) tata cara perjanjian, pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Disamping itu, berdasarkan Pasal 6, perjanjian waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain. Penerima waralaba yang diberi hak tersebut harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba. B. Waralaba ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa waralaba yang dimaksud dalam Pedoman ini adalah waralaba sebagaimana diatur menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 42/2007. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 7
8 Dari ketentuan Pasal 3 PP 42 Tahun 2007 dan penjelasannya telah dijelaskan mengenai kriteria persyaratan Waralaba. Waralaba memiliki kriteria ciri khas usaha tersendiri yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis dan membuat dan konsumen selalu mencari ciri khas tersebut, misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi waralaba. Selain itu standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa merupakan hal yang penting dalam waralaba yang harus dibuat tertulis supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (SOP). Waralaba juga harus memenuhi kriteria adanya HAKI yang telah terdaftar terkait dengan kegiatan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang. Pengaturan perjanjian waralaba tersebut adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 6 PP No. 42 Tahun Perjanjian waralaba yang dimaksud disini adalah perjanjian antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dimana pemberi waralaba memasarkan sistem bisnisnya kepada penerima waralaba. Oleh karena itu, waralaba ditinjau dari perspektif persaingan usaha adalah tinjauan hubungan antara Pemberi waralaba dengan Penerima Waralaba. Dalam perjanjian waralaba, Pemberi Waralaba biasanya menetapkan berbagai bentuk ketentuan persyaratan kepada Penerima Waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri khas usaha, standar pelayanan dan barang dan/atau jasa, dan HKI. Berbagai persyaratan perjanjian waralaba tersebut dalam prakteknya sering memuat klausul-klausul yang mengatur berbagai bentuk hambatan atau pembatasan terhadap penerima waralaba sehingga dapat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999 mengecualikan perjanjian HAKI, yang berkaitan dengan lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba, dari penerapan UU No. 5 Tahun Pengecualian dimaksudkan agar pemegang HAKI dapat menentukan sendiri pemanfaatan hak yang dimilikinya. Persyaratan dalam 8
9 perjanjian waralaba yang bertujuan untuk melindungi ciri khas usaha, standar pelayanan dan barang dan/atau jasa dan reputasi HAKI dapat dikenakan pengecualian berdasarkan Pasal 50 huruf b. Disamping itu, pemanfaatan dan penggunaan waralaba oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka pemberdayaan UMKM saat ini sedang digiatkan melalui UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa pemberdayaan UMKM tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan kemitraan. Kemitraan tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11, ditujukan antara lain untuk mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen, mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan UMKM. Dalam Penjelasan Pasal 11 disebutkan bahwa penguasaan pasar dan pemusatan usaha harus dicegah agar tidak merugikan UMKM. Salah satu pola kemitraan yang disebutkan dalam Pasal 26 huruf c adalah dengan pola waralaba. Selanjutnya Pasal 29 mengatur sebagai berikut: (1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan UMKM yang memiliki kemampuan. (2) Pemberi waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba (3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan. Disamping ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2008, PP No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menegaskan pula mengenai penggunaan produksi dalam negeri dan kerjasama dengan pengusaha keci dan menengah. Dalam Pasal 9 PP No. 42 Tahun 2007 disebutkan bahwa: 9
10 (1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba. (2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Dalam rangka pemberdayaan UMKM dan penggunaan produksi dalam negeri, maka penerapan Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun 1999, tentang pengecualian waralaba, tetap akan memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat agar dapat menjamin kesempatan berusaha bagi seluruh pelaku usaha. Prinsip persaingan usaha sehat yang dijamin dalam ketentuan Pasal UU No. 5 Tahun 1999 juga perlu ditegakkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha waralaba. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP No. 42 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan usaha waralaba tetap tidak boleh melanggar UU No. 5 Tahun B. Unsur-Unsur Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan Waralaba Unsur-unsur Pasal 50 huruf b berkenaan dengan Waralaba: 1. Perjanjian Pasal 1 angka 6 mengatur bahwa yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. 2. Waralaba Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba mendefinisikan waralaba sebagai berikut: Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 10
11 3. Yang berkaitan dengan yang dimaksud dengan yang berkaitan dengan adalah yang bersangkut paut dengan atau berhubungan dengan. Dalam hal ini, perjanjian yang terkait dengan waralaba adalah perjanjian waralaba, dimana didalamnya memuat HAKI sebagai dasar dari produk yang diwaralabakan. BAB III 11
12 A. Penerapan Pasal 50 huruf b PENERAPAN PASAL 50 HURUF B, KHUSUSNYA BERKENAAN DENGAN WARALABA Dalam melakukan analisis pengecualian terhadap Pasal 50 huruf b, khususnya berkenaan dengan perjanjian waralaba, Komisi melakukan beberapa tahapan penilaian sebagai berikut: 1. Konsep/kriteria waralaba berdasarkan PP No. 42/2007 terpenuhi Kriteria usaha waralaba sebagaimana ditetapkan di dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 harus dipenuhi oleh Pemberi waralaba. 2. Terdapat perjanjian waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba Perjanjian waralaba adalah perjanjian antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba, sebagai dasar penyelenggaraan waralaba. 3. Isi Perjanjian Waralaba dapat berpotensi melanggar prinsip persaingan usaha Perjanjian waralaba yang potensi melanggar prinsip persaingan usaha berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 adalah: a. Penetapan harga jual (Resale Price Maintenance) Pemberi Waralaba membuat perjanjian dengan Penerima Waralaba yang memuat penetapan harga jual yang harus diikuti oleh Penerima Waralaba. Penerima Waralaba sebagai pelaku usaha mandiri sesungguhnya memiliki kebebasan untuk menetapkan harga jual barang dan atau jasa yang didapatnya dari Pemberi Waralaba. Dari perspektif persaingan usaha, penetapan harga 12
13 jual dalam waralaba dilarang karena akan menghilangkan persaingan harga antara penerima waralaba (intrabrand). Namun demikian, untuk menjaga nilai ekonomis dari usaha waralaba, maka Pemberi Waralaba diperbolehkan membuat rekomendasi harga jual kepada Penerima Waralaba, sepanjang harga jual tersebut tidak mengikat. b. Persyaratan untuk membeli pasokan barang dan atau jasa hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh Pemberi Waralaba Perjanjian Waralaba memuat persyaratan yang mengharuskan Penerima Waralaba untuk membeli barang atau jasa yang menjadi bagian dari konsep Waralaba hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh.pemberi Waralaba. Persyaratan tersebut dapat dikecualikan sepanjang dilakukan untuk mempertahankan identitas dan reputasi dari waralaba. Ketentuan tersebut biasanya dimaksudkan untuk menjaga konsep waralaba yang telah diciptakan oleh Pemberi Waralaba. Meskipun demikian, Pemberi Waralaba tidak boleh melarang Penerima Waralaba untuk membeli pasokan barang dan atau jasa dari Pihak lain sepanjang barang dan atau jasa tersebut memenuhi kualitas. Untuk itu Pemberi Waralaba tidak diperbolehkan menetapkan secara mutlak akses pembelian atau pasokan yang diperlukan oleh Penerima Waralaba sepanjang hal itu tidak menggangu konsep usaha waralaba. c. Persyaratan untuk membeli barang dan/jasa lain dari pemberi waralaba Pemberi Waralaba mengharuskan Penerima Waralaba untuk bersedia membeli barang atau jasa lain dari Pemberi waralaba a (tie-in). Perjanjian Waralaba yang memuat kewajiban kepada Penerima Waralaba untuk membeli produk lain dari Pemberi Waralaba tidak dipandang sebagai pelanggaran persaingan usaha, sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan identitas 13
14 dan reputasi waralaba. Namun demikian, kewajiban untuk membeli produk lain yang bukan menjadi bagian dari paket waralaba tidak dikecualikan dari penerapan UU No. 5 Tahun d. Pembatasan wilayah Pemberi Waralaba melakukan pembatasan wilayah dengan cara menetapkan wilayah tertentu kepada Penerima Waralaba. Dalam perjanjian waralaba biasanya memuat klausul tentang wilayah usaha. Klausul tersebut dimaksudkan untuk membentuk system jaringan waralaba. Dalam hal demikian, maka pengaturan wilayah usaha tidak dipandang sebagai pelanggaran persaingan usaha, sehingga dapat dikecualikan. Namun demikian, pembatasan wilayah yang tidak dilakukan dalam rangka membentuk sistem jaringan waralaba tidak dikecualikan dari UU No. 5 Tahun e. Persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Pemberi Waralaba mensyaratkan agar Penerima Waralaba tidak melakukan kegiatan usaha yang sama dengan usaha waralaba selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Syarat tersebut dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999 sepanjang dimaksudkan untuk melindungi HAKI Pemberi Waralaba atau untuk menjaga identitas dan reputasi usaha waralaba. Namun demikian, persyaratan tersebut dapat berakibat pada terhambatnya persaingan dan kemajuan teknologi. Oleh karena itu, persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama dengan usaha waralaba yang tidak dimaksudkan untuk melingdungi HAKI Pemberi Waralaba tidak dikecualikan dari UU No. 5 Tahun Penilaian dari Aspek Persaingan Usaha 14
15 a. Apabila isi perjanjian dimaksudkan untuk melindungi HAKI maka dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999; b. Apabila isi perjanjian tidak dimaksudkan untuk melindungi HAKI maka tidak B. Contoh Kasus dapat dikecualikan dari UU No. 5 Tahun 1999 dan Komisi akan menilai lebih lanjut ada/tidaknya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan sebagai akibat dari isi perjanjian waralaba. Suatu usaha waralaba (Pemberi Waralaba) mini market mengadakan perjanjian waralaba usaha mini market dengan Penerima Waralaba X untuk mendirikan Mini Market merek P milik Pemberi Waralaba yang telah terdaftar di Dirjen HAKI RI. Waralaba yang diberikan kepada Penerima waralaba adalah hak untuk menggunakan nama/merek dagang Pemberi Waralaba beserta seluruh konsep dan mekanisme sistem kerja toko sesuai standar operasi Toko yang dimiliki oleh Pemberi Waralaba. Dan hak waralaba yang diperoleh Penerima Waralaba dari Pemberi Waralaba baik secara langsung maupun tidak langsung tidak dapat diberikan ke pihak siapapun dengan alasan, cara dan di tempat manapun juga. Di dalam perjanjian waralaba ditetapkan kewajiban Pemberi Waralaba seperti sebagai berikut: 1. Membantu Penerima waralaba dalam periode pra operasi toko dalam hal: a. rekomendasi kelayakan lokasi toko yang dimaksud; b. bantuan seleksi tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi karyawan Toko P. c. Perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai standar Toko P. 2. Memberikan latihan kepada Penerima Waralaba beserta seluruh karyawan toko dalam suatu program latihan terpadu dengan materi dan jadwal yang telah ditetapkan. 3. Memberikan pedoman praktis operasional dan administrasi Toko sebagai referensi Penerima Waralaba dalam menyelenggarakan operasi rutin toko. 15
16 4. Mengirim barang sesuai dengan permintaan Penerima Waralaba dengan mengacu kepada ketentuan Pengelolaan Barang Dagangan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian ini. 5. memberikan bantuan konsultasi kepada Penerima Waralaba agar pelaksanaan operasi toko tetap berjalan dalam standard operasional Toko P. 6. mensuplai pengadaan barang perlengkapan rutin toko, seperti kantong plastik, stiker label, perlengkapan komputer dan sebagainya sesuai standar penggunaan Toko P. Dalam perjanjian waralaba ditetapkan mengenai pengelolaan barang dagangan yang akan disuplai oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba merupakan hak Pemberi Waralaba, yaitu: 1. Penentuan barang dagangan, termasuk komposisi jenis, tingkat harga jual dan sumber barang dagangan toko merupakan hak Pemberi Waralaba. 2. Seluruh barang dagangan Toko harus dibeli dari Pemberi Waralaba maksimal seharga yang tercantum dalam daftar harga barang dagangan yang berlaku saat itu dari Pemasok Pemberi Waralaba ditambah mark up 2% dua persen. 3. Bilamana Pemberi Waralaba melihat adanya suatu nilai potensi yang baik atau dianggap perlu suatu tindakan preventif, sehingga diperlukan pembukaan toko baru dalam radius 100 (seratus) meter dari Toko Penerima Waralaba, maka Penerima Waralaba akan diberikan prioritas berupa penawaran pertama secara tertulis, sebelum ditawarkan kepada pihak lain atau dibuka oleh Pemberi Waralaba. Kewajiban Penerima Waralaba adalah: 1. Membayar nilai pembelian seluruh barang dagangan Toko kepada Pemberi Waralaba sesuai dengan jumlah barang yang diterima oleh Penerima Waralaba. 2. memeriksa kondisi kelayakan jual atas seluruh barang dalam Toko P. 3. dilarang menerima, menyimpan, memajang dan menjual barang-barang lain selain barang dagangan toko yang sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini. 16
17 4. wajib melaksanakan administrasi barang dagangan sesuai ketetapan dalam pedoman praktis operasional dan administrasi Toko. 5. dalam mengoperasikan Toko P wajib menggunakan piranti keras (hardware) dan paket program komputer (software), serta sistem jaringan telekomunikasi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba, yang secara periodik akan terus disempurnakan oleh Pemberi Waralaba sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi. 6. wajib mengoperasikan toko miliknya sesuai dengan Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi yang telah ditetapkan. 7. wajib memberikan informasi/bukti-bukti transaksi dalam hal dilakansanakan audit intern oleh Pemberi Waralaba. Analisis Terhadap Contoh Perjanjian Waralaba tersebut diatas. Secara konseptual perjanjian waralaba dikecualikan jika memenuhi syarat-syarat perjanjian waralaba yang ditetapkan di dalam Pasal 3 PP No. 42/2007 tentang Waralaba. Dalam contoh perjanjian di atas memuat kesepakatan yang dapat berpotensi mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, yaitu klausula penetapan harga jual yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. Dalam perjanjian waralaba tersebut Penerima Waralaba diharuskan menjual barangbarang waralaba sesuai dengan daftar harga yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba ditambah dengan mark up 2%. Penetapan harga dalam Perjanjian tersebut tidak melanggar UU No. 5/1999, karena walaupun ditetapkan daftar harga jual, tetapi Penerima Waralaba diberikan kebebasan untuk menaikkan harga jual sebesar 2%. Sedangkan penetapan harga jual akhir dapat terkena ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, karena penetapan harga jual akhir tidak memberikan kebebasan kepada Penerima Waralaba sebagai pelaku usaha mandiri untuk menentukan sendiri harga jual barang-barang usaha waralaba tersebut. Jika penetapan mark up 2% menjadi ketentuan yang baku, yaitu yang harus diikuti oleh Penerima Waralaba, sehingga Penerima waralaba tidak bebas menentukan harga jual dan tidak terjadi intra-brand competition, maka ketentuan tersebut 17
18 tidak dapat dikenakan ketentuan pengecualian menurut Pasal 50 huruf b UU No. 5 Tahun Dalam perjanjian waralaba pada contoh di atas tidak terdapat persyaratan untuk membeli pasokan barang dan atau jasa hanya dari Pemberi Waralaba atau pihak lain yang ditunjuk oleh Pemberi Waralaba, persyaratan untuk membeli barang dan/jasa lain dari pemberi waralaba, pembatasan wilayah, atau pun persyaratan untuk tidak melakukan kegiatan usaha yang sama selama jangka waktu tertentu setelah berakhirnya perjanjian waralaba. Dengan demikian maka perjanjian waralaba tersebut di atas dapat dikenakan pengecualian berdasarkan ketentuan Pasal 50 huruf b. 18
19 BAB IV SANKSI Sanksi pidana dan sanksi berupa tindakan administratif hanya dapat diterapkan jika pelaku usaha melakukan perjanjian waralaba yang tidak dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b dan melanggar ketentuan dalam UU No. 5 Tahun
20 BAB V PENUTUP Dalam Pasal 50 huruf b diatur mengenai pengecualian terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba. Namun demikian pengecualian tersebut tidak berlaku mutlak. Pengecualian diberikan sepanjang terkait dengan konsep waralaba itu sendiri dan HAKI yang memang merupakan hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang HAKI. Sehingga yang dikecualikan adalah konsep waralaba dan HaKI yang terdapat dalam waralaba yang diberikan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba untuk dilaksanakan dalam rangka usaha waralaba. Sedangkan perilaku usaha waralaba yang tidak terkait dengan konsep usaha waralaba dan HAKI tidak dikecualikan dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf b. Untuk itu KPPU dapat melakukan pemeriksaan mengenai ada/ tidaknya pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun
KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009. Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba
KEPUTUSAN KOMISI NO. 57/2009 Tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan
Lebih terperinciBerdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Waralaba Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP. Universitas Indonesia
BAB 4 PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Setelah melakukan kajian terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia. Kegiatan ekonomi yang banyak diminati oleh pelaku usaha
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini terlihat semakin banyaknya pelaku usaha yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Waralaba Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom. Namun dalam praktiknya, istilah franchise justru di populerkan di Amerika Serikat.
Lebih terperinciPedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan
Pedoman Pasal 50 huruf d Tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dalam Rangka Keagenan Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Komisi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1149, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Usaha Toko Modern. Waralaba. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG WARALABA UNTUK JENIS
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN, Menimbang: a. bahwa untuk mengoptimalkan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KLAUSULA DALAM PERJANJIAN WARALABA YANG DAPAT MENIMBULKAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh : Ni Luh Putu Wulan Purwanti I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinci2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones
No.502, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Distribusi Barang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DISTRIBUSI BARANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,
BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciMAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII
Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII Helda Nur Afikasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsep bisnis waralaba akhir-akhir ini telah menjadi salah satu pusat perhatian sebagai bentuk terobosan pengembangan usaha. Mengingat usaha yang diwaralabakan
Lebih terperinciTerobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha
Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Oleh: M. Hakim Nasution HAKIMDANREKAN Konsultan Hukum Asas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 Larangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan. mendatang. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), waralaba adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dan mampu bertahan dalam dunia bisnis. Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan memiliki strategi bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya orang yang menggunakan sistem on-line di dalam. saling terhubung yang menjangkau seluruh dunia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan di dalam hal teknologi akhir-akhir ini mampu merubah sistem yang ada di dalam dunia bisnis. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya orang
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Perjanjian Waralaba My Bento dan Home Video
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Perjanjian Waralaba My Bento dan Home Video 1. Perjanjian Waralaba My Bento Perjanjian waralaba My Bento merupakan perjanjian antara My Bento dengan
Lebih terperinciPengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007
Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA
DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang
Lebih terperinciPengecualian Dalam UU No.5/1999. Pasal 50 & Pasal 51
Pengecualian Dalam UU No.5/1999 Pasal 50 & Pasal 51 Latar Belakang Philosophis Yuridis UU No. 5/1999 Pasal 33 ayat (1) UUD RI: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-DAG/PER/3/2006 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah waralaba atau yang dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Perjanjian Waralaba 1. Pengertian Waralaba Istilah waralaba atau yang dalam bahasa asing disebut dengan franchise asal katanya berasal dari bahasa Perancis kuno yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Franchise berasal dari bahasa Perancis, yang berarti bebas atau bebas dari perhambaan atau perbudakan (free from servitude). 1 Black s Law Dictionary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat ekonomi yang tinggi adalah salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan niat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk menciptakan tertib usaha dengan cara Waralaba serta perlindungan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 33/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PERUSAHAAN PERANTARA PERDAGANGAN PROPERTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 1997, TENTANG WARALABA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk menciptakan tertib usaha dengan cara Waralaba serta perlindungan terhadap konsumen, dipandang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern seperti saat ini manusia selalu ingin tercukupi semua kebutuhannya, namun pada kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan hidup itu tidaklah mudah.
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PENGATURAN MINI MARKET PENGELOLA JARINGAN USAHA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Franchise Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau kebebasan. Pengertian di Indonesia, yang dimaksud dengan Franchise adalah perikatan dimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat dewasa ini, salah satu bentuknya adalah dengan adanya perjanjian franchise.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar dan tergolong pesat yang melibatkan banyak pengusaha lokal
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Bahwa tinjauan yuridis atas sengketa kasus ini ditinjau dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Undang-undang No. 20 Tahun 2016, Undang-undang No. 19 Tahun 2016
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSTIMIK AMIKOM YOGYAKARTA
KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS USAHA TELA-TELA DI SUSUN OLEH : EKO BUDI APRIANTO 10.12.4738 STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang dengan kebesarandan keagungannya telah memberikan
Lebih terperinciMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR KOMPETENSI BIDANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI
Lebih terperinciMenteri Perdagangan Republik Indonesia
Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 33/M-DAG/PER/8/2008 TENTANG PERUSAHAAN PERANTARA PERDAGANGAN PROPERTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciDAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA
15 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran I : Hal-hal Yang Harus Dimuat Dalam Prospektus Penawaran Waralaba 2. Lampiran II : Hal-hal Yang Harus Dimuat Dalam Perjanjian Waralaba 3. Lampiran III : A-1 Surat Permohonan
Lebih terperinciBISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA
BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA Ritel Waralaba berdampingan dengan Warung Tradisional (Jl.Bung Km.11 Tamalanrea-Makassar) Drs. HARRY KATUUK, SH, M.Si dan AGNES SUTARNIO, SH, MH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan adanya hubungan hukum diantara mereka. Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur
Lebih terperinciKOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
DRAFT Pedoman Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 2004 1 KATA
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN
Lebih terperinciPeraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari perkembangan ekonomi internasional, bahkan bukan saja dibidang ekonomi namun di bidang lain seperti
Lebih terperinciBerdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf b tentang Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual Berdasarkan Undang-Undang No. 5
Lebih terperinciPERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA
PERSIAPAN LEGALISASI USAHA WARALABA Disampaikan Oleh: CARLO M. BATUBARA, SH Konsultan Dari EMP PARTNERSHIP Disampaikan Pada: Bimbingan Tehnis Tentang Penyusunan Sistem Waralaba Bagi UMKM Selasa, 13 Juli
Lebih terperinciUndang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciPERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGECUALIAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
Lebih terperinciPERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI
PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciWalikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat
- 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR
Lebih terperinci2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional
Lebih terperinciKOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 HURUF D UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Daftar Isi Daftar Isi..
Lebih terperinciBAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY
62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
Hasil PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit
Lebih terperinciBAB 3 PERJANJIAN WARALABA DITINJAU DARI PERATURAN DIBIDANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT.
BAB 3 PERJANJIAN WARALABA DITINJAU DARI PERATURAN DIBIDANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT (STUDI PERJANJIAN WARALABA DI PT. X) 3.1. TINJAUAN UMUM MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi,
BAB I PENDAHULUAN Perkembangan dunia bisnis di Indonesia telah memasuki era globalisasi, sehingga dunia usaha dituntut untuk berkembang semakin pesat. Hal ini dimulai dengan perdagangan bebas Asean (AFTA)
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG
SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,
Lebih terperinciDR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU
DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU sukarmi@kppu.go.id 1 KEBERADAAN HUKUM DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA KPPU dan Performanya dalam menjalankan UU No. 5/1999 2 - LATAR BELAKANG - 1 Masyarakat belum mampu berpartisipasi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Penggunaan Klausula Baku pada Perjanjian Kredit
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Tinjauan Hukum Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Penerapan Klausula Baku Dalam Transaksi Kredit Sebagai Upaya Untuk Melindungi Nasabah Dikaitkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA. waralaba dapat diartikan sebagai usaha yang memberikan untung lebih atau
19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Pengertian Waralaba (Franchise) Istilah franchise dipakai sebagai padanan istilah bahasa Indonesia waralaba. Waralaba terdiri atas kata wara dan laba. Wara artinya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5. 1 KESIMPULAN Waralaba merupakan salah satu pengembangan bisnis yang cukup pesat akhir-akhir ini, dengan di dukung oleh semangat jiwa entrepeneur / wirausaha
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian
Lebih terperinciTENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciKEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS
KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id Undang-undang Terkait Dengan Industri Tertentu, Undangundang
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT
BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH POLEWALI MANDAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan perlindungan hukum terhadap rahasia dagang sebagai bagian. perdagangan dari HKI (The TRIPs Agreement) tidak memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Kemitraan. Waralaba. Makanan. Minuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/M-DAG/PER/2/2013 TENTANG PENGEMBANGAN
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN TOKO SWALAYAN Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 10
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang
Lebih terperinciUndang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan
KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para
Lebih terperinciWALIKOTA BANJARMASIN
WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KEMITRAAN ANTARA PASAR MODERN DAN TOKO MODERN DENGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciLAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)
LAMPIRAN (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko Modern yang Melakukan Pelanggaran) i (Data Jumlah Toko Modern di Kabupaten Sleman April 2017) ii (Data Jumlah Toko Modern
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Penulis. Irsyad Anshori
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Waralaba sebagai Peluang Usaha yang Paling
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinci