BAB I PENDAHULUAN. daerah yang hidup dan berkembang di seluruh pelosok tanah air. Kebudayaan
|
|
- Yanti Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Permasalahan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki corak kebudayaan daerah yang hidup dan berkembang di seluruh pelosok tanah air. Kebudayaan yang satu berbeda dengan kebudayaan yang lain. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kebudayaan (koentjaraningrat, 1972: 165). Kearifan budaya tradisional atau budaya lokal (local knowlede atau local indigenou) adalah semua keahlian dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tradisional di daerah, dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungannya untuk mewujudkan hidup yang harmonis. Kearifan budaya dapat dijumpai pada hampir semua suku budaya yang masih hidup dan memiliki masyarakat pendukung saat ini. Terminologi ini menunjuk kepada adanya nilai-nilai luhur menjadi pegangan bagi masyarakat yang mampu melewati hambatan-hambatan persoalan kehidupan mereka. Pada masyarakat yang memiliki kearifan lokal, keluhuran nilai-nilai maupun sistem kehidupan masyarakat leluhur di masa lampau, yang terbukti secara signifikan memberikan roh dan nilai-nilai baru di era kekinian, jika diamplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat secara kuat dan utuh, lurus dan jujur, sungguh-sungguh dan penuh rasa kasih atau sayang (Kamardi, 2004: 98 ; Sabirin, 2008: 33). 1
2 Budaya Sasak adalah segala perangkat kultural yang memungkinkan orang-orang dapat bertahan hidup sebagai masyarakat, Budaya orang Sasak seperti halnya pada etnis lain di nusantara ini, memiliki sistem yang membangun kepribadian masyarakatnya sehingga menjadi ciri tersendiri bagi orang Sasak. Ciri-ciri manusia Sasak ini kemudian mengkristal menjadi wujud jati diri atau local identity etnis Sasak secara utuh. Sistem nilai bagi etnis Sasak dikenal dengan istilah Tindih. Tindih bukan hanya sebagai sistem nilai tetapi lebih dari pada itu yakni Tindih ini sebagai model manusia ideal dalam budaya Sasak (Hamzah, 2012: 164). Tertib-Tapsile Sasak merupakan bagian Tindih Sasak. Ia merupakan konsep nilai Sasak yang menjelasan Tindih Sasak. Tindih pada saat ini dipahami secara berbeda-beda oleh komunitas-komunitas di dalam masyarakat Sasak. Ada yang memahami Tindih sebagai segala sesuatu yang alus (elegan). Misalnya, berbahasa alus menghormati kalangan bangsawan Sasak adalah cerminan Tindih bagi kalangan bangsawan-kawule Sasak (Fadjri, 2015: 155). Ada juga yang memahaminya sebagai pembenar tindakan tidakan komunitas tertentu. Bentukbentuk penghormatan kalangan kawule Sasak terhadap para bangsawannya, misalnya, dianggap sebagai tindih (Fadjri, 2015: 157). Yang lain memahaminya sebagai acuan nilai bagi segala sesuatu yang baik. Misalnya kalangan terpelajar Sasak saat ini merasionalisasikannya sebagai orientasi dasar segala nilai yang diinginkan dan dicita-citakan. 2
3 Pemahaman yang berbeda-beda itu tidak saja membingungkan orangorang yang di luar masyarakat Sasak tetapi juga masyarakat Sasak sendiri. Kelompok-kelompok masyarakat Sasak yang berbeda pemahaman mengenai tindih itu masing-masing mengakui pemahaman mereka yang benar. Kondisi pemahaman semacam itu menghambat penyikapan mereka terhadap pembangunan masyarakat Sasak itu sendiri. Dari satu kawasan geografis ke kawasan lainnya memperlihatkan perbedaan pemahaman itu, akibatnya tidak diketahui pemahaman Tindih Sasak yang benar. Selain perbedaan pemahaman di kalangan orang-orang Sasak sendiri ternyata ada beberapa yang tidak mengetahui apa itu Tindih, dan bahkan ada juga yang tidak mengetahui bahwa Tindih itu ada. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya informasi yang dikaji mengenai kearifan lokal suku Sasak. Tulisantulisan mengenai suku Sasak banyak dilakukan, tetapi menurut penulis, itu hanya sebuah pengulangan terhadap beberapa tradisi yang telah populer tentang suku Sasak, dan jarang ada kajian tentang tradisi-tradisi lain yang ada di suku Sasak. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk mengkaji mengenai Tindih Tertib- Tapsile Suku Sasak ini. Sehingga harapan penulis kedepan kajian tentang Tindih Tertib-Tapsile Suku Sasak ini dapat menambah referensi bahan kajian mengenai Suku Sasak. Bahasa, dalam hal ini bahasa Sasak, dikaji untuk memahami Tindih Tertib- Tapsile Sasak itu. Bahasa tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan dan perekayasaan nilai, otoritas dan legitimasi (Alun Munslow, 1997: 138). Bahasa 3
4 adalah sarana yang penting dalam setiap aktivitas kehidupan manusia, karena dengan bahasa manusia bisa berkomunikasi, antar pribadi maupun antar komunitas atau meliputi cakupan lebih luas. Seandainya manusia tidak memiliki sarana untuk menyatakan pikiran, walaupun yang ada dalam pikiran itu merupakan bahasa. Hubungan bahasa dengan masalah filsafat telah lama menjadi perhatian para filsuf zaman Yunani. Para filsuf mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu analisis bahasa. Sebagai contoh problema filsafat yang menyangkut pertanyaan, keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakekat ada (meta fisika) dan pertanyaan -pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis bahasa. Tradisi inilah oleh para terutama di Inggris abad XX (Mustansyir, 2007:2). Perhatian filsuf terhadap bahasa semakin besar. Mereka sadar bahwa dalam kenyataannya banyak persoalan-persoalan filsafat, konsep-konsep filosofis akan menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh filsafat analitika bahasa hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam berbagai macam konsep filosofis. Ludwig Wittgenstein terkenal keberanian dan pemikiran-pemikiran filosofisnya. Dialah yang berani menyatakan bahwa pemikiran-pemikiran para filsuf yang sulit dipahami maknanya adalah akibat dari ketidak mampuan mereka 4
5 berbahasa dengan akurat dan tidak analitik. Dia terkenal dengan, terutama, filsafat analitikanya, secara khusus analitika bahasa. Untuk menegaskan keberanian dan pemikiran- Logico- Tractatus dan philosophical investigations. Wittgenstein dengan Tractatus menghasilkan teori gambar (Picture theory), dan dengan philosophical investigation menghasilkan language games. Tulisan skripsi ini mempergunakan language games untuk menjelaskan esensi dan makna Tindih Tertib-Tapsile Sasak. 2. Rumusan Masalah: Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji yakni sebagai berikut: (1) Apa itu Language Game Ludwig Widgenstein? (2) Apa itu Tindih Tertib-Tapsile? (3) Apa makna Tindih Tertib-Tapsile Sasak ditinjau dari Language Game Ludwig Wittgenstein? 3. Keaslian Penelitian: Kajian tentang Tindih Tertib-Tapsile pernah dilakukan secara historis dengan judul Mentalitas dan Ideologi dalam Tradisi Historiografi Sasak Lombok Pada Abad XIX-XX. Penelitian tersebut dilakukan oleh Fadjri sebagai disertasi S3 di Fakultas Ilmu-ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Jelas sekali perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Fadjri dengan penelitian yang saya lakukan 5
6 karena beliau meneliti dari perspektif ilmu sejarah dan fokus penelitiannya tentang mentalitas dan ideologi suku Sasak, sedangkan saya menggunakan filsafat analitika bahasa Ludwig Wittgenstein. Selain itu objek material dari skripsi ini adalah Tindih Tertip-Tapsile Suku Sasak. Penelitian tentang Tindih pernah dilakukan dalam perspektif filsafat Tindih Manusia Sempurna dalam budaya Sasak perspe oleh Hamzah. Penelitian Hamzah tentang konsep Tindih Manusia sempurna dalam budaya Sasak terkait dengan pembentukan dan pola pikir pemahaman terhadap realitas budaya Sasak tersebut, merupakan upaya untuk memahami bagaimana makna Tindih itu sudah mulai mengalami pergeseran makna, bahkan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya. Dalam upaya pemahaman tersebut, Hamzah menggunakan pendekatan filsafat manusia Driyarkara sebagai objek formal, karena pendekatan tersebut kiranya mampu untuk mengungkap kembali makna yang terdalam dari manusia Tindih dalam budaya Sasak. Penelitian tersebut merupakan studi mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang mengalami nilai filosofis melalui penelitian kepustakaan, yang menggunakan metode fenomenologi sebagai alat untuk menganalisis data yang berhubungan dengan tema yang diangkat. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah : pertama, hakikat manusia dalam budaya Sasak yakni manusia Sasak lebih mementingkan kehidupan bersama yang lahir dari budaya Tindih yang bersifat esensial, karena berakar dari kearifan lokal masyarakat Sasak. Kedua, pribadi yang paling diinginginkan oleh manusia Sasak adalah pribadi yang telah mencapai 6
7 bentuk yang paling ideal, yakni manusia Tindih. Manusia Tindih ini diartikan sebagai pribadi yang memiliki sifat yang eksistensial. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Hamzah tersebut, terdapat perbedaan objek formal penelitian yang digunakan, Hamzah menganalisis konsep Tindih dengan menggunakan pendekatan filsafat manusia Driyarkara sebagai objek formal, sedangkan saya menggunakan filsafat analitika bahasa Ludwig Wittgenstein. Selain itu objek material dari skripsi saya adalah Tindih Tertip-Tapsile Suku Sasak, karena menurut saya konsep Tindih tidak dapat dipisahkan dengan konsep Tertib-Tapsile. Buku dan hasil penelitian yang mempunyai kedekatan dan keterkaitan dengan tema proposal penelitian ini misalnya buku yang berjudul Islam Sasak Wetu Telu vs waktu lima (E rni Budiwanti, 2000, LKiS, Yogjakarta). Buku ini mengulas agama islam yang tempat penelitiannya berada di daerah Bayan. Buku ini menggunakan sudut pandang atau objek formal yang terfokus pada penelitian antropologi. Penelitian serupa itu adalah tentang Islam lokal akulturasi islam dibumi Sasak (Fadly, M. Ahya n, 2008, STAIIQ, Press bagu Lombok Tengah). Buku ini mengulas pengaruh islam dalam budaya Sasak dan akulturasi islam dengan budaya Sasak. Buku lain adalah tentang Lombok -kupu kuning yang terbang di selat Lombok : lintasan sejarah kerajaan karangasem (1661- Buku ini diterbitkan oleh Upada Sastra, Denpasar tahun Buku kontroversial ini secara sepihak membahas mengenai pengembangan kerajaan karangasem ke Lombok yang terjadi sejak raja karangasem II, yang 7
8 merupakan Tri Tunggal ke -1 di tahun Raja tri tunggal ini adalah I gusti Anglurah Wayan Karangasem, I gusti Anglurah Nengah Karangasem, dan I gusti Anglurah Ketut Karangasem. Sedangkan buku lain lagi adalah tentang sejarah politik yang ditulis Alfons Conquest, Colonialization and Underdevelopment, Penaklukan, penjajahan dan keterbelakangan Diterbitkan oleh Lengge Printika Mataram NTB, tahun Buku ini melihat perkembangan suku Sasak pada masa kolonialisme dan imperialisme tahun an. Penelitian ini menekankan pada konteks kesejarahan saat itu, dan mengungkapkan bahwa penaklukan bangsawan raja dan orang bali (triwangsa atau punggawa) terhadap kekuasaan orang sasak yang berasal dari pribuminya sendiri, mereka ditaklukkan oleh kekuasaan karangasem dan triwangsa yang berasal dari orang-orang pribumi, mereka juga sepenuhnya dirampas dan ditindas, sehingga orang Sasak melakukan pemberontakan atas perlakuan yang sewenang-wenang itu. Keduanya (ketut agung dan van der kraan) lebih mengarah kepada raja Bali yang mengembangkan kekuasaaannya di wilayah timur yaitu pulau Lombok dem (penguasaan hak atas tanah yg berasal dari orang pribumi) dan non materi (menanamkan ideologi agama, kebudayaan, dan sebagainya). Buku ini dikomentari oleh Muhammad Fadjri dalam disertasinya sebagai karya yang tidak evidence di lapangan. 8
9 Kajian tentang filsafat bahasa Wittgenstein sudah banyak dilakukan tetapi yang ber-objek material Tindih Tertib-Tapsile Suku Sasak belum pernah dilakukan. 4. Manfaat Penelitian 1) Bagi Peneliti Penelitian ini memberikan tambahan wacana dan khasanah ilmu pengetahuan tentang Filsafat Bahasa, dan menjadi wahana aktualisasi proses berfilsafat dalam diri peneliti. Selain itu, penelitian ini turut menjadi prasyarat guna memperoleh gelar sarjana. 2) Bagi Filsafat Untuk Pengembangan dan menambah khasanah keilmuan dan memberikan sumbangan pemikiran dalam filsafat bahasa. 3) Bagi filsafat bahasa Wittgenstein. Memberikan sumbangan penelitian terhadap Language Game Ludwig 4) Bagi Masyarakat dan Bangsa Indonesia Memberi informasi tentang suku Sasak dan kearifan lokalnya yaitu Tindih Tertib-Tapsile suku Sasak dan juga memfasilitasi orang luar Sasak untuk mengapresiasi segala cita-cita dan nilai-nilai kultural mereka. Penelitian ini akan mempertajam pemahaman orang tentang analitika bahasa. 9
10 5) Bagi Orang Sasak Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman orang Sasak sendiri terhadap Tindih Tertib-Tapsile. B. Tujuan Penelitian: Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1). Menjelaskan Language Game Ludwig Wittgenstein 2). Memaparkan tentang Tindih Tertib-Tapsile Suku Sasak 3). Apa makna Tindih Tertib-Tapsile Sasak ditinjau dari Language Game Ludwig Wittgenstein Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman yang lebih jernih tentang Tindih Tertib-Tapsile Sasak. C. Tinjauan Pustaka. Pada awal abad ke-20 an iklim filsafat di Inggris mulai berubah. Filsafat neoidealisme-neohegelianisme diambil alih pengaruhnya oleh suatu reaksi baru, yaitu gerakan neorealisme. Para ahli fikir di Inggris menilai ungkapan filsafat Idealisme bukan saja sulit dipahami, tetapi juga telah menyimpang jauh dari akal sehat (Mustansyir, 1995: 5). S ebagai reaksi menentang filsafat Idealisme, maka terjadilah suatu revolusi yang digagas oleh ahli fikir Inggris yaitu George Edward 10
11 Moore ( ), Alfred North Whitehead ( ), dan Samuel Alexander ( ). Ketiga filosof ini merupakan generasi pertama tokoh-tokoh neorealisme. Setelah itu menyusul tokoh-tokoh seperti Bertrand Russel ( ), dan beberapa intelektual dari lingkungan akademisi Wina seperti Ludwig Wittgenstein (1889), dan Alfred Yules Ayer (1910) yang melahirkan metode filsafat baru, yaitu metode analisa bahasa (Hidayat, 2006: 43). George Edward Moore adalah tokoh pertama yang mengkritik neohegelianisme. Menurut Moore salah satu kelemahan dari filsafat neohegelianisme adalah bahwa ia bertentangan dengan akal sehat (Comon Sense). Artinya, banyak dijumpai pernyataan-pernyataan filsafatnya yang tidak dapat dipahami oleh akal sehat, seperti ungkapan- -ungkapan seperti ini merupakan ungkapan yang tidak dapat dipahami menurut akal sehat. Oleh karena tidak ada gunanya maka ungkapan seperti ini harus dibuang. Menurutnya, bahasa sehari-hari merupakan sumber akal sehat yang sudah mencukupi, karena itu filsafat harus berpihak kepada akal sehat dan alatnya adalah analisis bahasa. Bagi Moore, tugas filsafat yang sebenarnya bukanlah menjelaskan atau menafsirkan (Baca; Interpretasi) tentang pengalaman kita, melainkan memberikan penjelasan terhadap suatu konsep yang siap untuk diketahui melalui kegiatan analisis bahasa berdasarkan akal sehat, dan yang paling penting adalah mengkalimatkan pertanyaan-pertanyaan dengan jelas dan tepat. Hal ini karena banyak persoalan-persoalan filsafat yang belum bisa diturunkan dalam bentuk 11
12 kalimat yang tepat dan sempurna, sehingga dapat menjawab persoalan-persoalan yang sebenarnya (Hidayat, 2006: 46). Jadi kegiatan analisis bahasa dapat diartikan sebagai kegiatan menjelaskan suatu pikiran, suatu konsep yang diungkapkan, mengeksplisitasikan semua yang tersimpul di dalamnya, merumuskan dengan kata lain, memecahkan suatu persoalan ke dalam detail-detail kecil (Hanna and Harrison, 2004: 49). Budaya Sasak seperti umumnya etnis di Indonesia, memiliki sistem nilai yang membangun kepribadian masyarakatnya sehingga menjadikan ciri tersendiri sebagai wujud jati diri atau lokal identity-nya secara utuh. Dalam struktur budaya Sasak sistem nilainya terdiri dari 3 lapisan, antara lapisan yang satu dengan yang lainnya saling terkait. Lapisan pertama disebut dengan lapisan inti, berfungsi sebagai sumber motivasi dari dalam diri ( self motivation) masyarakat. Lapisan pertama ini melahirkan lapisan kedua yaitu nilai penyangga, dan lapisan ketiga yakni nilai yang bersifat kualitatif. Pada etnis Sasak, lapisan pertama atau lapisan inti disebut dengan Tindih yang menjadi simbol-simbol nilai abstrak. Tindih ini berfungsi sebagai noktah yang dapat melahirkan nilai-nilai filosofis dan memotivasi masayarakat Sasak menjadi insan yang memelihara hubungan sosial dengan sesama manusia secara luas. Tindih inilah yang kemudian terus dikembangkan oleh para tuan guru yang didasarkan pada nilai-nilai religius Islam (Sabirin, 2008: 25-26). Sistem nilai bagi etnis sasak tersebut dikenal dengan istilah Tindih. Tetapi Tindih bukan hanya sebagai sistem nilai tetapi lebih dari pada itu yakni Tindih ini sebagai model manusia ideal dalam budaya Sasak (Hamzah, 2012: 164). 12
13 Tindih, sebagai suatu paradigma atau model pembelajaran, adalah etika Sasak purba yang menekankan pesan ideologi pembelajaran ( durus) mengenai hidup berpasrah diri hanya kepada dan berjuang mencapai Tuhan ( / Allah SWT). Tertib teluolas (T-13) adalah blueprint mentalitas Sasak, yakni cara berpikir tentang hidup dan berkehidupan diantara orang-orang Sasak. T-13 adalah 13 ujud tatanan daur hidup orang Sasak, yang diyakini memanusiakan orang Sasak (Fadjri, 2015: 94). T-13 ini semacam tatanan hablum min an-anas diantara orang Sasak. Pelaksanaan T-13 secara ideologis dimotivasi oleh rasa adil yang diterima dari (dengan tertib pituq / T-7, yakni tatanan keyakinan orang Sasak, serupa hablum min-allah). Tindih dalam semangat ini adalah suatu Tindih sino, Tindih menunjuk kepada setiap nawaitu, ucapan, dan perbuatan manusia Sasak (dari kitab-kitab Lontar Sasak). Tindih yang merupakan internalisasi penghayatan kepada keyakinan mereka mengenai Tuhan (Allah SWT) dan yang diikuti oleh hal-hal lumrah seperti ritus-ritus tertentu yang membangun kebudayaan dan peradaban Sasak. Kehidupan orang Sasak, secara kultural, memperlihatkan suatu pandangan dan pola hidup berdasarkan keyakinan kepada dimensi transenden itu (Fadjri, 2015: 82-83).. D. Landasan Teori Bahasa merupakan hal yang penting dalam filsafat. Filsafat menggunakan bahasa untuk menganalisa makna yang ada dalam lingkup filsafat. Filsafat bahasa 13
14 mulai dikenal dan berkembang pada abad XX saat para filsuf mulai sadar bahwa banyak terdapat kekacauan bahasa yang digunakan filsuf dalam menjelaskan teori-teori Filsafat. Perhatian filsuf terhadap bahasa semakin besar. Mereka sadar bahwa dalam kenyataannya banyak persoalan-persoalan filsafat, konsep-konsep filosofis akan menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh filsafat analitika bahasa hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam berbagai macam konsep filosofis. Filsafat analitika bahasa sebagai bagian dari filsafat bahasa, mulai dikenal dan berkembang pada abad XX di Inggris dan di Eropa pada umumnya. Wittgenstein dengan metode analisa bahasanya berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Menurutnya tugas filsafat bukanlah membuat pernyataan tentang sesuatu yang khusus (seperti yang dibuat oleh para filsuf sebelumnya), melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika. Ini berarti analisa bahasa bersifat kritik terhadap bahasa ( Critical Of Language) yang dipergunakan dalam filsafat. Metode analisa bahasa ini telah membawa perubahan ke dalam dunia filsafat (terutama di Inggris), karena kebanyakan orang menganggap bahasa filsafat terlalu berlebihan dalam mengungkapkan realitas. Ada banyak istilah atau -teki yang membingungkan para peminat filsafat. Kemudian dalam perkembangannya para filsuf analitik 14
15 menerapkan teknik analisa bahasa yang berbeda satu dengan yang lain, serta menentukan kriteria yang berlainan tentang istilah atau ungkapan yang bermakna dengan yang tidak bermakna, namun ciri khas filsafat analitik itu sendiri mengandung nafas yang sama yaitu melakukan kritik terhadap pemakaian bahasa dalam filsafat. Oleh karena itu, kebanyakan ahli filsafat menganggap kehadiran metode analisa bahasa ini dalam kancah filsafat, tidak hanya merupakan reaksi terhadap metode filsafat sebelumnya, tetapi juga menandai lahirnya atau munculnya suatu metode berfilsafat baru yang berc Logosentrisme (pandangan yang menganggap bahasa sebagai objek terpenting dalam pemikiran filsafat), dan kemudian metode analisa bahasa ini tidak hanya di kenal di Inggris, akan tetapi dalam waktu belakangan ini juga telah menyebar luas di berbagai negara, dan saat ini, metode analisa bahasa telah menduduki tempat yang setara dengan metode filsafat lainnya (Mustansyir, 1995: 5-8). Wittgenstein mengembangkan pemikirannya tentang filsafat analitik dalam dua periode. Periode pertama menghasilkan Tractatus Logico Philosphicus (TLP) dan periode kedua, dia menghasilkan Philosophical Investigation (PI). Philosophical Investigations pada intinya menjelaskan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia dipakai banyak dalam banyak cara, sesuai dengan konteks kehidupan manusia, sehingga teori tersebut disebut dengan language games, yaitu an antara permainan dalam penggunaan bahasa dalam berbagai konteks kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, Wittgenstein menegaskan dalam karyanya yang kedua, makna sebuah 15
16 kata adalah penggunaannya dalam kalimat, makna kalimat adalah penggunaannya dalam bahasa, dan makna bahasa adalah penggunaannya dalam kehidupan manusia yang bersifat beraneka ragam (Wittgenstein, 1983: 23). Menurut Wittgenstein terdapat banyak sekali permainan bahasa dalam kehidupan manusia dan setiap permainan memiliki aturan-aturan sendiri. Setiap permainan merupakan suatu aktivitas dalam kehidupan manusia dan memiliki aturan sendirisendiri. Kata, kalimat, dan bahasa akan mendapatkan makna hanya bergantung pada cara pemakaiannya dalam aktivitas manusia tersebut. Tugas filsafat menurut Wittgenstein melukiskan berfungsinya permainan bahasa tersebut, dan tidak boleh ikut campur di dalamnya (Bertens, 1981: 50). Pemikiran filsafat Ludwig Wittgenstein dibagi menjadi dua periode, yaitu: periode pertama yang tertuang dalam Tractatus dan periode kedua yang tertuang dalam Philosophical Investigation (penelitian filosofis). Periode pertama pemikiran Wittgenstein beraliran atomisme logis, dimana penggunaan bahasa sangat berkaitan dengan penggunaan Logika. Sedangkan pada periode kedua beraliran filsafat bahasa biasa, dimana penggunaan bahasa berada pada kehidupan manusia dan terlepas dari penggunaan logika (Gie, 1984: ). Di dalam pemikiran periode kedua Wittgenstein, dikenal adanya teori Language-Games. Wittgenstein memberi deskripsi awal tentang Language- Games dengan menyatakan bahwa permainan bahasa berkaitan dengan bahasa sehari-hari yang bersifat sederhana (Kaelan, 2004: 132). Ide atau gagasan tentang Language-Game muncul sebagai koreksi Wittgenstein terhadap pemikirannya 16
17 sendiri pada periode pertama.istilah Language-Games ada di dalam pemikiran Wittgenstein periode kedua yang dijelaskan di dalam buku Philosophical Investigation. Language-Games merupakan salah satu teori yang fundamental dalam Philosophical Investigation 004:132). Menurut Wittgenstein bentuk Language-Games banyak dan tidak terhitung jumlahnya, sehingga memiliki sifat yang beragam dan kompleks. Terdapat berbagai macam jenis penggunaan kalimat dan kata-kata dalam Language-Games. Wittgenstein menegaskan bahwa Language-Games adalah suatu bagian dari kegiatan dalam kehidupan manusia (Kaelan, 2004: 145). Language-Games ada didalam kegiatan manusia sehari-hari. Didalam Language-Games terdapat aturan permainan ( Rule of The Game) yang membedakan antara Language-Games yang satu dengan Language-Games yang lainnya. Rule of The Games merupakan inti dari Language-Games. Jadi meskipun terdapat kemiripan diantara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain, yang disebut Wittgenstein sebagai Family Resemblances, tetap ada Rule of The Game yang berbeda di dalam masing-masing kegiatan, yang memberi ciri dari masing-masing Language-Games. E. Metode Penelitian: 1. Bahan dan Materi Penelitian 17
18 Bahan yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer: 1) Objek Formal: a) Kepustakaan mengenai Ludwig Wittgenstein b) Tulisan-tulisan dan artikel-artikel yang membahas masalah filsafat bahasa dan Language Game Ludwig Wittgenstein 2) Objek Material: a) Buku-buku tentang Suku Sasak yang ada membahas tentang Tindih TertibTapsile. b) Disertasi mengenai ideologi dan mentalitas orang Sasak. c) Tesis mengenai Konsep Tindih Manusia Sempurna. d) Data hasil wawancara langsung dengan narasumber yang pernah melakukan penelitian tentang suku, Selain itu juga diadakan diskusi dengan Majelis Adat Sasak untuk melengkapi data untuk penulisan skripsi saya ini. b. Data Sekunder: Berupa buku, jurnal, e-book, majalah, Koran, dan beberapa sumber media online yang berkaitan dengan tema penelitian baik yang berhubungan 18
19 dengan objek material maupun yang berhubungan dengan objek formal penelitian yang digunakan sebagai pendukung untuk melengkapi dan menambah data penelitian. 2. Jalan Penelitian Penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu: 1) Pengumpulan data kepustakaan dan Wawancara, yaitu pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian yang berkaitan dengan objek kajian penelitian. 2) Pengelompokan data, yaitu mengolah serta menganalisa semua data yang terkumpul dengan klasifikasi dan deskripsi agar sesuai dengan yang diteliti. 3) Penyusunan penelitian, melakukan penyusunan dan pengelompokan data primer maupun sekunder sehingga penelitian dapat dituangkan secara sistematis dan analitis. 3. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode dan unsur-unsur metodis yang mengacu pada buku yang ditulis oleh Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1990: ), yaitu dengan menggunakan unsurunsur metodis sebagai berikut: a) Deskripsi : 19
20 Peneliti memberikan gambaran mengenai objek material dan objek formal seobyektif mungkin. Pembahasan hasil penelitian atau pembahasan sehingga ada kesatuan antara bahasa dan pikiran. Deskripsi merupakan salah satu unsur hakiki untuk menemukan aidos pada fenomena tertentu. (Baker dan Zubair, 1990: 77) b) Kesinambungan Historis: antara bahasa dan pikiran. Usaha untuk memahami perkembangan historis yang ditemukan dalam objek material maupun objek formal. Metode Historis digunakan untuk mengungkap perjalanan dan perkembangan pemikiran, dan mencari kesinambungan dari objek material yang diteliti. Metode deskripsi historis, diterapkan dalam rangka mendeskripsikan konsep-konsep filsafatnya, pemikiran yang mempengaruhinya, serta kemungkinan pengaruh pemikiran filsafat tersebut terhadapan perkembangan pemikiran sesudahnya (Kaelan, 2005:80 c) Analisis: Mengkaji data yang diperoleh secara kritis dan sistematis dengan usaha menguraikan unsur-unsur yang sifatnya umum untuk mengetahui unsur-unsur yang bersifat khusus sehingga diperoleh pengertian yang komprehensif. d) Hermeneutika: 20
21 Usaha melakukan penafsiran atau interpretasi guna menangkap makna esensial dari objek penelitian, sehingga didapatkan suatu kesinambungan yang menyeluruh antara objek material dan objek formal. Metode hermeneutika sangat relevan di dalam menafsirkan berbagai gejala, peristiwa, simbol maupun nilai yang terkandung di dalam ungkapan atau kebudayaan lainnya (Kaelan, 2005: 80). dalam menggunakan metode hermeneutika ini, peneliti menempuh langkahlangkah metodis sebagai berikut: (1) Verstehen Yaitu suatu metode yang digunakan peneliti untuk menangkap makna yang sifatnya non-empiris, holistic, dan tidak dapat secara langsung ditangkap oleh indera manusia (Kaelan, 2005: 74). (2) Heuristik Metode ini digunakan untuk menemukan suatu jalan baru atau terjemahan baru yang lebih baik secara komprehensif sehingga hubungan di antara unsur-unsur filosofis dapat di deskripsikan. Setiap penelitian harus mampu mengembangkan pemikiran secara dinamis, dan bahkan jika perlu, juga melakukan kritik atau menemukan teori-teori baru (Kaelan, 2005: 96). Penyusunan Laporan Penelitian. Setelah melakukan analisa data berdasarkan unsur-unsur metodis diatas, hasil dari analisis akan dituangkan dalam tulisan sebagai laporan penelitian. 21
22 Penyusunan Laporan Penelitian. Setelah melakukan analisa data berdasarkan unsur-unsur metodis diatas, hasil dari analisis akan dituangkan dalam tulisan sebagai laporan penelitian. 4. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan dilaporkan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab I akan berisi tentang Latar belakang dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak diajukan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang akan dicapai dan sistematika penulisan. Bab II akan melakukan pengkajian mengenai filsafat Analitika bahasa, khususnya Language Game Ludwig Wittgenstein. Biografi singkat Ludwig Wittgenstein. Bab III ini berisi uraian mengenai Tindih Tertib-Tapsile suku sasak. Pemahaman tentang Tindih, pemahaman tentang Tertib-Tapsile, Tertib- Tapsile yang terdiri dari 20 butir konsep yang terbagi menjadi dua tertib, yaitu 13 butir tertib manusia dan 7 tertib Tuhan. Didalam bab ini juga akan diuraikan mengenai suku Sasak dan pulau Lombok. Bab IV berisi ulasan data tentang nilai-nilai filosofis dari Tindih Tertib- Tapsile suku Sasak yang akan dilihat menggunakan teori Language Games Ludwig Wittgenstein. Bab V berisi tentang kesimpulan yang merupakan ringkasan uraian dari bab-bab sebelumnya serta saran dari peneliti. 22
23 F. Capaian Hasil Penelitian Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami secara kritis Language Game Ludwig Wittgenstein 2. Mengetahui dan memahami tentang Tindih Tertib-Tapsile Suku Sasak 3. Mencari, mengetahui, dan memahami makna Tindih Tertib-Tapsile Sasak ditinjau dari Language Game Ludwig Wittgenstein 23
Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa
Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan
Lebih terperinciPERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA
PERANAN FILSAFAT BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU BAHASA 0 L E H Dra. SALLIYANTI, M.Hum UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2004 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....i DAFTAR ISI...ii BAB I. PENDAHULUAN...1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,
Lebih terperinciSek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara
Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Simpulan
BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran
Lebih terperinciSAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Handout 4 Pendidikan PANCASILA SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PANCASILA sebagai Sistem Filsafat Kita simak Pengakuan Bung Karno tentang Pancasila Pancasila memuat nilai-nilai universal Nilai-nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun
Lebih terperinciMAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan
MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PERENIALISME Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad 20. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
32 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang penulis gunakan untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang
Lebih terperinciBAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN
BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan bahwa masyarakat modern merupakan masyarakat yang memiliki kompleksitas nilai dan kepentingan.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Eros Rosinah, 2013 Gerakan Donghak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad ke-19, sebagian besar negara-negara di Asia merupakan daerah kekuasan negara-negara Eropa. Pada abad tersebut khususnya di negara-negara Asia yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out Indonesia menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan penelitian yang penulis kaji mengenai
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu
441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan pendakwah atau da i kepada khalayak atau mad u. Dakwah yang. diperhatikan oleh para penggerak adalah strategi dakwah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dakwah merupakan proses penyampaian ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur an dan Sunnah secara berkesinambungan. Dakwah seringkali diartikan sebagai proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan
Lebih terperinciKesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)
Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan
Lebih terperinci2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7
DAFTAR ISI COVER DAFTAR ISI...1 BAB 1 PENDAHULUAN...2 1.1 Latar Belakang Masalah...2 1.2 Rumusan Masalah...2 1.3 Tujuan Penulisan...3 BAB 2 PEMBAHASAN...4 2.1 Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa...4
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang
1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Adat "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN
PERKEMBANGAN FILSAFAT ANALITIKA BAHASA: DARI G.E MOORE HINGGA J.L AUSTIN Iman Santoso 1 Abstrak Bahasa sejak dahulu kala telah menjadi perhatian para filsuf, karena mereka menyadari betapa pentingnya peran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kekayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Lord John Russell. Pada usia empat tahun ibunya meninggal dunia, dan setelah
BAB II KAJIAN TEORI A. Biografi Bertrand Russell (1872-1970 M) Bertrand Russell dilahirkan di Cambridge pada abad ke-19 M dia dilahirkan setahun sebelum kematian John Stuart Mill. Ibunya adalah anak Lord
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. akhir tahun 1970an hingga sekarang. Pada awal kariernya, Iwan Fals banyak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iwan Fals adalah salah satu musisi asal Indonesia, yang beraliran balada dan country yang sangat melegenda sampai sekarang. Lewat lagu yang ia nyanyikan, Iwan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh
Lebih terperinciKELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2
KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.
Lebih terperinciFILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah cara-cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masingmasing ilmu secara khusus
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Debus, berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, merupakan suatu bentuk seni dan budaya yang menampilkan peragaan kekebalan tubuh seseorang terhadap api dan segala bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Orang Kristen memiliki tugas dan panggilan pelayanan dalam hidupnya di dunia. Tugas dan panggilan pelayanannya yaitu untuk memberitakan Firman Allah kepada dunia ini.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009
BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta
Lebih terperinciBAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN
BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang merupakan salah satu seni budaya yang cukup populer di antara banyak karya seni budaya yang lainnya. Seni budaya wayang dinilai cukup kompleks, karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN Menurut Davidson (1991:2) warisan budaya merupakan produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik praktis artinya tidak terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses
Lebih terperinciPANCASILA IDEOLOGI TERBUKA
PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA Era global menuntut kesiapan segenap komponen Bangsa untuk mengambil peranan sehingga pada muara akhirnya nanti dampak yang kemungkinan muncul, khususnya dampak negatif dari
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang
23 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti
Lebih terperinciAKTUALISASI NILAI PANCASILA
PANCASILA Modul ke: 10Fakultas Ekonomi dan Bisnis AKTUALISASI NILAI PANCASILA Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi S1 Manajemen Aktualisasi Nilai Pancasila Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola
1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia
Lebih terperinciIlmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu
Filsafat Sejarah Latar belakang Masalah Ilmu sejarah dan ilmu filsafat merupakan dua ilmu yang berbeda, akan tetapi keduanya saling membutuhkan satu sama lain, ilmu sejarah berbicara mengenai masa lalu,
Lebih terperinciILMU DAN ILMU PENGETAHUAN
ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH VIII METODE ILMIAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017 KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN : Mahasiswa dapat menjelaskan : 1. Ciri-ciri ilmu
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang besar yang dikenal karena keberagaman budaya dan banyaknya suku yang ada di dalamnya. Untuk mengelola
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. kepada manusia lainnya. Karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya membutuhkan seorang partner untuk bekerja sama sehingga suatu pekerjaan yang berat menjadi ringan. Hal ini berarti bahwa untuk menempuh pergaulan
Lebih terperinciLemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila
Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila Disusun oleh : Nama : Sunu Arif Budi Wibowo NIM : 11.11.4817 Kelompok : C Jurusan : S1-Teknik Informatika Nama Dosen : Drs.Tahajudin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia dengan segala kompleks persoalan hidup sebagai objeknya, dan bahasa sebagai mediumnya. Peristiwa dan
Lebih terperinciANALITIK (1) Analitik:
ANALITIK (1) Analitik: Bahasa dalah alat yang paling penting dari seorang filosof serta perantara untuk menemukan ekspresi. Perhatian ini telah menyebabkan perkembangan semantik atau penyelidikan tentang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, penelitian
14 III. METODE PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu animisme dan dinamisme. Setelah itu barulah masuk agama Hindu ke
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebelum datangnya Islam masyarakat Indonesia masih percaya akan kekuatan roh nenek moyang yang merupakan sebuah kepercayaan lokal yaitu animisme dan dinamisme.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah unsur kebudayaan yang bersumber pada aspek perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi daya manusia untuk menciptakan
Lebih terperinciETNOGRAFI KESEHATAN 1
ETNOGRAFI KESEHATAN 1 oleh: Nurcahyo Tri Arianto 2 Pengertian Etnografi Etnografi atau ethnography, dalam bahasa Latin: etnos berarti bangsa, dan grafein yang berarti melukis atau menggambar; sehingga
Lebih terperinciANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat
Lebih terperinciMenulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2
Menulis Karya Ilmiah Remaja 1 Oleh: Sudrajat, M. Pd. 2 A. Pendahuluan Menulis belum menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia, meskipun sudah sejak abad IV bangsa ini masuk ke zaman sejarah. Aktivitas berbicara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan
Lebih terperinciBAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT
BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT 4.1 PENDAHULUAN Bab IV ini menjelaskan tentang model-model penelitian filsafat. Mengapa penelitian filsafat memerlukan model? Bab IV ini memerlukan wawasan mahasiswa tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum
BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Logika merupakan ilmu pengetahuan dan kecakapan berpikir tepat. 1 Sebagai ilmu, logika merupakan hukum-hukum yang menentukan suatu pemikiran itu lurus atau tepat.
Lebih terperinciSAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH
l Edisi 048, Februari 2012 P r o j e c t SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH i t a i g k a a n D Sulfikar Amir Edisi 048, Februari 2012 1 Edisi 048, Februari 2012 Sains, Islam, dan Revolusi Ilmiah Tulisan
Lebih terperinciTUGAS AKHIR FILSAFAT PANCASILA
TUGAS AKHIR FILSAFAT PANCASILA NAMA : LADOSENTA P.A NIM : 11.11.5203 KELOMPOK : E PROGRAM STUDI & JURUSAN : SI-TI-08 DOSEN : DR.ABIDARIN ROSYIDI, M.M.A Assalamu alaikum Warohmatullahiwabarokathu, Saya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.
Lebih terperinciSelayang Pandang Penelitian Kualitatif
Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo repository.uin-malang.ac.id/2412 Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo Setelah sebelumnya dipaparkan sejarah ringkas penelitian kuantitatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Begitupun negara Indonesia. Dengan banyak pulau dan suku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Setiap negara memiliki ciri khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari bahasa, makanan, pakaian sampai kebudayaan yang beraneka ragam. Begitupun
Lebih terperinciILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. makna asal dari bahasa inggris. Metode sendiri berasal dari kata methode,
58 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau bisa disebut juga metode riset ini memiliki makna asal dari bahasa inggris. Metode sendiri berasal dari kata methode, yang berarti ilmu yang menerangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung
Lebih terperinciLATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Papua New Guinea (PNG) berdiri sebagai sebuah negara merdeka pada tanggal 16 September 1975. Sebelumnya negara ini berada di bawah mandat teritori Australia
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, mulai dari persiapan penelitian sampai dengan pelaksanaan penelitian dan analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal
BAB I PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki Pancasila yang dikenal menghargai keanekaragamaan budaya dan agama yang ada di dalamnya. Pancasila ini menjadi inti dari tindakan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan
Lebih terperinciPENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI
PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI NAMA : Ragil Prasetia Legiwa NIM : 11.02.7942 TUGAS JURUSAN KELOMPOK NAMA DOSEN : Tugas Akhir Kuliah Pancasila : D3 - MI : A : M. Khalis Purwanto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan sosial lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan kata lain, gerakan
Lebih terperinciA. Dari segi metodologi:
Lampiran 1 UNSUR-UNSUR PEMBEDA ANTARA DENGAN SEBAGAI BAGIAN DARI RUMPUN ILMU HUMANIORA UNSUR Cakupan Ilmu dan Kurikulum Rumpun Ilmu Agama merupakan rumpun Ilmu Pengetahuan yang mengkaji keyakinan tentang
Lebih terperinciPRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA
PRINSIP VERIFIKASI: POKOK PIKIRAN ALFRED JULES AYER DALAM KHASANAH FILSAFAT BAHASA Iman Santoso 1 Abstrak Dalam dunia filsafat bahasa dikenal seorang filsuf kebangsaan Inggris bernama Alfred Jules Ayer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi yang dipelopori oleh negara-negara Barat tak bisa dipungkiri berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan negara-negara lain di dunia, tak terkecuali
Lebih terperinciPENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO
PENELITIAN DAN METODE ILMIAH BY: EKO BUDI SULISTIO Email: eko.budi@fisip.unila.ac.id PENELITIAN Bhs Inggris : Research re kembali ; search mencari. Secara bahasa berarti mencari kembali Penelitian dapat
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. sejarah yang merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan yang data analisis datanya secara deskriptif dengan menggunakan metode penelitian sejarah
Lebih terperinci