BAB III. Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari kata saqim (sakit).
|
|
- Handoko Budiman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III A. Hadits Shahih Menurut Ulama Hadits Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari kata saqim (sakit). Maka hadits Shahih secara bahasa adalah hadits yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna dan yang tidak sakit. Secara istilah menurut Shubhi al-shalih, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhâbith hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan) ataupun illat (cacat). 1 Imam Ibn al-shalah dalam kitabnya Ulûm al-hadits yang dikenal juga dengan Muqaddimah Ibn al-shalah, mendefinisikan hadits shahih dengan Hadits yang disandarkan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz (kejanggalan) dan tidak mengandung illat (cacat). 2 Ibn Hajar al- Asqalani dalam Nuzhah al-nazhâr Syarh Nukhbah al-fikâr lebih ringkas mendefinisikan hadits shahih yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna ke- dhâbith-annya, bersambung sanadnya, tidak ber- illat dan tidak bersyâdz. 3 Berangkat dari beberapa defenisi tentang hadits shahih di atas diketahui lima macam kriteria hadits shahih yaitu pertama, sanadnya bersambung; kedua, para 1 Shubhi al-shalih, Ulûm al-hadits wa Musthalahuh, Dar al- Ilm li al-malayin, Beirut, tahun 1988, hal Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah, Ulûm al-hadits, al-maktabah al-islamiyah al- Madinah al-munawwarah, tahun1972, hal Ahmad ibn Ali ibn Hajar al- Asqalani, Nuzhah al-nazhâr Syarh Nukhbah al-fikâr, Maktabah al- Munawwar, Semarang, tth., hal. 51.
2 periwayatnya adil; ketiga, para periwayatnya dhâbith; keempat, terhindar dari syâdz; dan kelima, terhindar dari illat. 1. Sanad Bersambung (Ittishâl al-sanad) Yang dimaksud dengan sanad bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad hadits itu. 4 Persambungan sanad itu terjadi semenjak (penghimpun riwayat hadits dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadits yang bersangkutan dari Nabi Saw. Dengan kata lain, sanad hadits bersambung sejak sanad pertama sampai sanad terakhir dari kalangan sahabat hingga Nabi Muhammad saw, atau persambungan itu terjadi mulai dari Nabi Saw pada periwayat pertama sampai periwayat terakhir (mukharrij hadits). Hadits yang sanadnya bersambung, dikalangan ulama hadits dinamai dengan sebutan yang beragam. Al-Khathib al-baghdadi (wafat 463 H/1072 M) menamainya dengan hadits musnad. Hadits musnad menurut Ibn Abd al-barr, adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi Saw (sebagai hadits marfu ), sanad hadits musnad ada yang bersambung ( muttashil) dan ada pula yang terputus ( munqathi ). 5 Pendapat ini, menurut al-sakhawi (wafat 902 H/ 1497 M), merupa kan pendapat yang diikuti oleh mayoritas ulama hadits. 6 Dengan demkian, menurut kebanyakan ulama hadits, hadits musnad pasti marfu dan bersambung sanadnya, sedangkan hadits marfu belum tentu 4 Muhammad al-shabbagh, al-hadits al-nabawi, al-maktab al-islami, ttp., tahun1975, hal Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah, op.cit., halaman Syam al-din Muhammad ibn Abd al-rahman al-sakhawi, Fath al-mughts Syarh Alfiyah al-hadits li al- Irâq, al-maktabah al-salafiyah, al-madinah al-munawwarah, juz I, tahun 1968), hal. 99.
3 hadits musnad. Hadits marfu dapat disebut sebagai hadits musnad bila seluruh rangkaian sanadnya bersambung, tiada yang terputus sejak awal sampai akhir. Berkaitan dengan ketersambungan sanad ini, dikenal pula istilah hadits muttashil atau mawshul. Menurut Ibn al-shalah dan al-nawawi, yang dimaksud dengan hadits muttashil atau mawshul adalah hadits yang bersambung sanadnya, baik persambungan itu sampai kepada Nabi Saw maupun hanya sampai kepada sahabat Nabi Saw saja. 7 M. Syuhudi Ismail menyimpulkan bahwa hadits muttashil atau mawshul ada yang marfu (disandarkan pada nabi), ada yang mawkuf (disandarkan pada sahabat), dan ada juga yang maqthu (disandarkan pada tabi in). jika dibandingkan dengan hadits musnad, maka dapat dinyatakan bahwa hadits musnad pasti muttashil atau mawshul, tetapi tidak semua hadits muttashil atau mawshul pasti musnad. 8 Dengan kata lain, ketersambungan hadits muttashil atau mawshul tidak bisa dijadikan sebagai patokan penentuan keshahihan suatu hadits berbeda dengan ketersambungan hadits Musnad, karena hadits muttashil atau mawshul ada yang tersambung sampai Nabi Saw, ada yang hanya tersambung pada sahabat saja bahkan ada pula yang hanya sampai tabi in sehingga dibalik ketersambungan sanad itu ada kemungkinan terdapat keterputusan informasi dari Nabi Saw. Berbeda dengan hadits musnad yang dipastikan ketersambungan sanadnya sampai Nabi Saw, sehingga dapat dijadikan patokan untuk kriteria sanad bersambung sebagaimana dijelaskan diatas. Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad hadits, menurut M. Syuhudi Ismail, ulama biasanya menempuh tata kerja penelitian sebagai berikut: 7 Abu Zakariya Yahya ibn Syarf al-nawawi, al-taqrib al-nawawi Fann Ushul al-hadits, Abd al-rahman Muhammad, Kairo, tth., hal M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadits, Bulan Bintang, Jakarta, tahun 1995), hal
4 a. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti. b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat yang dilakukan: (1) Melalui kitab-kitab Rijal al-hadits, misalnya kitab Tahdzib al-kamal karya al-mizzi, Tahdzib al-tahdzib karya Ibn Hajar al- Asqalani, dan kitab al- Kasyif oleh Muhammad ibn Ahmad al-dzahabi. (2) Hal itu dimaksudkan untuk: - apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai orang yang tsiqah ( adil dan dhabith), serta tidak suka melakukan tadlis (menyembunyikan cacat), - apakah antara para periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan kesezamanan pada masa lampau dan hubungan guru-murid dalam periwayatan hadits. c. Meneliti kata-kata ( adah al-tahammul wa ada al-hadits) yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad. Kata-kata yang dipakai dalam sanad berupa: Haddatsani, Haddatsana, Akhbarani, Akhbarana, Sami tu, An, Anna, dan sebagainya. 9 Melalui beberapa langkah di atas dapat diketahui apakah sanad suatu hadits dinyatakan bersambung atau tidak. Ketersambungan sanad itu diketahui apakah para periwayat dipastikan benar-benar meriwayatkan hadits dari periwayat terdekat sebelumnya yang diketahui melalui usia mereka, terjadi hubungan guru dan murid, atau melalui metode periwayatan yang mereka gunakan. 2. Periwayat Bersifat Adil Para ulama berbeda pendapat tentang kriteria-kriteria periwayat hadits disebut Adil. Al-Hakim berpendapat bahwa seseorang disebut adil apabila beragama Islam, 9 Ibid,. halaman. 128.
5 tidak berbuat bid ah, dan tidak berbuat maksiat. 10 Ibn al-shalah menetapkan lima kriteria seorang periwayat disebut adil, yaitu beragama Islam, baligh, berakal, memelihara maru ahdan tidak berbuat fasik. 11 Berdasarkan peryataan para ulama di atas diketahui berbagai kriteria periwayat hadits dinyatakan adil. Secara akumulatif, kriteria-kriteria itu adalah (1) beragama Islam; (2) baligh; (3) berakal; (4) takwa; (5) memelihara maru ah; (6) teguh dalam beragama; (7) tidak berbuat dosa besar; (8) tidak berbuat maksiat; (9) tidak berbuat bid ah; dan (10) tidak berbuat fasik. Dari sekian banyak kriteria di atas kemudian diringkas menjadi empat kriteria, yaitu: (1) beragama Islam; (2) mukalaf; (3) melaksanakan ketentuan agama; dan (4) memelihara maru ah. Untuk mengetahui adil tidaknya periwayat hadits ulama telah menetapkan beberapa cara, yaitu pertama, melalui popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama hadits. Periwayat yang terkenal keutamaan pribadinya misalnya Malik ibn Anas dan Sufyan al-tsawri tidak diragukan ke adilannya. Kedua, penilaian dari para kritikus periwayat hadits. Penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan (al-ta dil) dan kekurangan (al-tarjih) yang ada pada diri periwayat hadits. Ketiga, penerapan kaidah al-jarh wa al-ta dil. Cara ini ditempuh apabila para kritikus periwayat hadits tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu. 12 Ketiga cara di atas diprioritaskan dari urutan yang pertama kemudian yang berikutnya. Jelasnya, keadilan seorang periwayat hadits dapat diketahui melalui popularitas keutamaannya dikalangan para ulama. Jika seorang periwayat hadits terkenal dengan keutamaannya seperti Malik ibn Anas dan Sufyan al-tsawri, maka 10 Al-Hakim al-naysaburi, Ma rifah Ulum al-hadits, Maktabah al-mutanabbih, Kairo, tth., hal Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah, op.cit., halaman M. Syuhudi Ismail, op.cit., halaman. 134.
6 dipastikan mereka bersifat adil. Jika periwayat tidak terkenal bersifat adil, namun berdasarkan penilaian para kritikus periwayat hadits diketahui bahwa ia bersifat adil, maka ditetapkan pula sifat adil baginya. Akan tetapi, bila terjadi perbedaan pendapat tentang adil tidaknya seseorang periwayat hadits, maka digunakanlah kaidah-kaidah al-jarh wa al-ta dil. Ketiga cara tersebut tidak dapat dibalik penggunaannya, dalam arti seorang periwayat hadits yang terkenal adil tidak dapat dinilai dengan penilaian yang berlawanan baik berdasar pendapat salah seorang kritikus periwayat hadits maupun berdasar penetapan kaidah al-jarh wa al-ta dil. Popularitas keadilan seseorang didahulukan sebab kualitas seorang periwayat yang dinilai demikian tidak diragukan mengingat saksi yang menyatakan keadilannya sangat banyak, berbeda dengan cara yang kedua yang hanya dinyatakan (disaksikan) oleh satu atau beberapa orang saja. Demikian pula, seorang periwayat hadits yang dinilai adil oleh seorang atau beberapa kritikus periwayat dan tidak ada kritikus lain yang menentangnya, maka penilaian tersebut yang digunakan, bukan dengan menetapkan kaidah al-jarh wa alta dil. Sebab, para kritikus periwayat itulah yang mengetahui kualitas periwayat hadits yang mereka nilai. kaidah al-jarh wa al-ta dil baru digunakan bila ternyata terjadi perbedaan pendapat di kalangan kritikus periwayat tentang kualitas seorang periwayat hadits. 3. Periwayat Hadits Bersifat Dhâbith Untuk hadits shahih, para periwayatnya berstatus dhâbith. Secara sederhana kata dhâbith dapat diartikan dengan kuat hafalan. Kekuatan hafalan ini sama pentingnya dengan keadilan. Kalau keadilan berkenaan dengan kapasitas pribadi,
7 maka kata dhâbith terkait dengan kualitas intelektual.dhâbithbukan hanya hafalan para periwayat saja tapi juga catatannya. Antara sifat adil dan dhâbith terdapat hubungan yang sangat erat. Seseorang yang adil dengan kualitas pribadinya bagus misalnya, jujur, amanah dan objektif tidak dapat diterima informasinya apabila ia tidak mampu memelihara informasi itu. Sebaliknya, orang yang mampu memelihara, hafal dan paham terhadap informasi yang diketahuinya tetapi kalau ia tidak jujur, pendusta dan penipu, maka informasi yang disampaikannya tidak dapat dipercaya. Karena itu, oleh para ulama hadits keadilan dan kuat hafalan dan terjaganya catatan periwayat hadits kemudian dijadikan satu dengan istilah tsiqah. Jadi, periwayat yang tsiqah adalah periwayat yang adil dan dhâbith. Dikalangan ulama, pengertian dhâbith dinyatakan dengan redaksi yang beragam. Ibn Hajar al-asqalani dan al-sakhawi menyatakan bahwa seseorang yang disebut dhâbith orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengar dan mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki. 13 Muhammad Ajaj al-khatib sesorang disebut dhâbithyaitu keterjagaan seorang perawi ketika menerima hadits dan memahaminya ketika mendengar serta menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya kepada orang lain. 14 Sementara itu, Shubhi al-shalih menyatakan bahwa orang yang dhâbith adalah orang yang mendengarkan riwayat hadits sebagaimana seharusnya, memahami dengan pemahaman mendetail kemudian hafal secara sempurna dan memiliki Ahmad ibn Ali ibn Hajar al- Asqalani, op.cit., halaman Muhammad Ajaj al-khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadits, Gaya Media Parma,Jakarta, tahun 2007, hal.
8 kemampuan yang demikian itu, sedikitnya mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain. 15 Ini merupakan terjemahan harfiah dari kata Hafidz yang sebenarnya mengandung makna memelihara atau menjaga baik di hafalan maupun catatannya. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ulama hadits diatas, M. Syuhudi Ismail menyimpulkan bahwa kriteria dhâbith adalah: Pertama, periwayat itu memahami dengan baik riwayat hadits yang telah didengar. Sebagian ulama tidak mengharuskan periwayat memahami dengan baik riwayat hadits yang telah didengar, dengan kemungkinan pertimbangan bahwa: (1) Apabila seorang periwayat telah hafal dengan baik riwayat yang diterimanya, maka dengan sendirinya ia telah memahami apa yang telah dihafalnya. (2) Dipentingkan bagi seorang periwayat adalah hafalannya dan bukan pemahamannya tentang apa yang diriwayatkannya. Pertimbangan pertama tidak cukup kuat karena orang yang hafal tidak dengan sendirinya paham dengan sesuatu yang dihafalnya. Karena itu, pertimbangan kedua merupakan dasar ke- dhâbith-an menurut sebagian ulama diatas. Kedua, periwayat itu hafal dengan baik riwayat hadits yang telah didengar atau diterimanya. Kemampuan hafalan periwayat merupakan syarat untuk dapat disebut sebagai orang yang dhâbith, meskipun ada ulama yang mendasarkan kedhâbith-an bukan hanya pada kemampuan hafalan saja, melainkan juga pada kemampuan pemahaman. Dengan kata lain, periwayat yang hafal terhadap hadits dengan baik dapat disebut dhâbith dan jika disertai dengan pemahaman terhadap hadits tersebut, maka tingkat ke-dhâbith-an lebih tinggi dari periwayat tersebut. 15 Shubhi al-shalih, op.cit., halaman. 128.
9 Ketiga, periwayat itu mampu menyampaikan riwayat yang dihafal dengan baik, kapan saja menghendakinya dan sampai saat menyampaikan riwayat itu kepada orang lain. Kemampuan hafal yang dituntut dari seseorang periwayat, sehingga ia disebut seorang yang dhâbith adalah tatkala periwayat itu menyampaikan riwayat kepada orang lain kapan saja ia menghendakinya. Kriteria ini dimaksudkan pada kenyataan bahwa kemampuan waktu dan kapasitas hafalan seseorang mempunyai batas, misalnya karena pikun, terlalu banyak yang dihafal, atau karena sebab lainnya. Periwayat hadits yang mengalami perubahan kemampuan hafalan karena pikun atau sebab lainnya, seperti Sa id ibn Iyas al-jurayji, Sa id ibn Abi Arubah, Rabi ah al- Ra i ibn Abi Abd al-rahman. 16 Periwayat yang mangalami kemampuan hafalan tetap dinyatakan sebagai periwayat yang dhâbith sampai saat sebelum mengalami perubahan, sebaliknya periwayat yang mengalami perubahan hafalan dinyatakan tidak dhâbith. Sebagaimana halnya periwayat yang adil, periwayat yang dhâbith dapat diketahui melalui beberapa cara. Cara untuk mengetahui ke-dhâbith-an periwayat hadits menurut berbagai pendapat ulama adalah: (1) Ke-dhâbith-an periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama; (2) Ke-dhâbith-an periwayat dapat diketahui juga berdasar kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal kedhâbith-annya, baik kesesuaian itu sampai tingkat makna maupun sampai tingkat harfiah; 16 Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman al-dzahabi, al-mughn fi al-dhu afa Dar al-ma arif, Suriah, tahun 1971, juz I, hal. 177, 230, 256, 264, , juz II, hal. 412.
10 (3) Periwayat yang sekali-kali mengalami kekeliruan, tetap dinyatakan dhâbith asalkan kesalahan itu tidak sering terjadi. Jika ia sering mengalami kekeliruan dalam riwayat hadits, maka tidak disebut dhâbith. 17 Kualitas ke-dhâbith-an periwayat dengan periwayat lain tidaklah sama. Ada periwayat yang sempurna ke-dhâbith-annya, ada yang dhâbith saja bahkan ada yang kurang dhâbith serta tidak dhâbith. Hadits yang disampaikan oleh periwayat yang dhâbith dapat dikelompokkan pada hadits shahih. Hadits yang disampaikan oleh periwayat yang kurang dhâbith dapat dikelompokkan pada hadits hasan, karena periwayat yang hafal hadits yang diriwayatkan tetapi sekali-kali mengalami kekeliruan dalam menyampaikan hadits itu kepada orang lain. Periwayat disebut tidak dhâbith apabila tidak hafal terhadap hadits yang diriwayatkan atau banyak mengalami kekeliruan dalam meriwayatkan hadits dan hadits yang diriwayatkannya dinyatakan sebagai hadits dha if. 4. Terhindar dari Syâdz Secara bahasa, Syâdz merupakan isim fa il dari syadzdza yang berarti menyendiri. Menurut istilah ulama hadits, Syâdz adalah hadits yang diriwayatkan oleh periwayat tsiqah dan bertentangan dengan riwayat periwayat yang lebih tsiqah. 18 Pendapat ini dikemukan oleh al-syafi i dan diikuti oleh kebanyakan ulama hadits. Menurut al-syafi i, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah dan bertentangan dengan riwayat banyak periwayat yang lebih tsiqah. Suatu hadits tidak dinyatakan mengandung Syâdz bila 17 Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-nawawi, al-mathba ah al- Mishriyyah, Mesir, juz I, tahun 1987, hal M. Syuhudi Ismail, op.cit., halaman. 117.
11 hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah sedang periwayat lain yang tsiqah tidak meriwayatkannya. 19 Jadi, bagi as-syafi i, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu memiliki lebih dari satu sanad; (2) para periwayat hadits seluruhnya tsiqah; dan (3) matan dan/atau sanad hadits itu mengandung pertentangan. Bagi al -Hakim, suatu hadits dinyatakan mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat; (2) periwayat yang sendirian itu bersifat tsiqah. Sebaliknya, menurut al-syafi i, suatu hadits tidak mengandung Syâdz apabila: (1) hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat; (2) periwayat yang tidak tsiqah. 5. Terhindar dari Illat Jika dalam sebuah hadits terdapat cacat tersembunyi dan secara lahiriah tampak shahih, maka hadits itu dinamakan hadits mu allal, yaitu hadits yang mengandung illat. Kata al-mu allal merupakan isim maf ul dari kata a allah (ia mencacatkannya). 20 Secara bahasa kata illat berarti cacat, kesalahan baca, penyakit, dan keburukan. 21 Menurut istilah ahli hadits, illat berarti sebab yang tersembunyi yang dapat merusak keshahihan hadits. 22 Ibn al-shalah, al-nawawi, dan Nur al- Din Itr menyatakan bahwa illat adalah sebab yang tersembunyi yang merusak 19 Al-Hakim al-naysaburi, op.cit., halaman Mahmud al-thahan, Taysîr Musthalah al-hadits, Syirkah Bungkul Indah, Surabaya, tth., hal Muhammad ibn Mukarram Ibn Manzhur, Lisân al- Arâb, Dar al-mishriyah, Mesir, juz XII, tth., hal. 498 dan Ahmad ibn Muhammad al-fayyumi, al-mishbâh, juz II, hal Mahmud al-thahan,op.cit., halaman
12 kualitas hadits, yang menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak berkualits shahih menjadi tidak shahih. 23 Sebagai sebab kecacatan hadits, pengertian illat di sini berbeda dengan pengertian illat secara umum, misalnya karena periwayat pendusta atau tidak kuat hafalan. Cacat umum seperti ini dalam ilmu hadits disebut dengan istilah al-tha n atau al-jarh dan terkadang diistilahkan juga dengan illat dalam arti umum. Cacat umum ini dapat mengakibatkan pula lemahnya sanad, tetapi hadits yang mengandung cacat itu tidak disebut sebagai hadits mu allal. Menurut Shalah al-din al-adhabi, yang dimaksud dengan hadits mu allal adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah, yang berdasarkan telaah seorang kritikus ternyata mengandung illat yang merusak keshahihannya, meski secara lahiriah tampak terhindar dari illat tersebut. Atau hadits yang secara lahiriah terhindar dari illat tetapi setelah diteliti ternyata mengandung illat yang merusakkan keshahihannya. 24 Dilihat dari segi periwayat, hadits mu allal sama dengan hadits syadz, yaitu keduanya sama-sama diriwayatkan oleh periwayat tsiqah. Bedanya, dalam hadits mu allal, illatnya dapat ditemukan sedangkan dalam hadits syadz tidak karena dalam hadits syadz memang tidak terdapat illat. Sebagimana telah dijelaskan, tidak adanya illat merupakan salah satu syarat keshahihan suatu hadits. Jika sesuatu hadits mengandung illat, maka hadits dinyatakan tidak shahih. mrnurut istilah ahli hadits, illat berarti sebab yang tersembunyi yang dapat merusak keshahihan hadits. 23 Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah, op.cit., halaman. 81. Abu Zakariya Yahya ibn Syarf al-nawawi, hal. 10, dan Nur al-din Itr, Manhaj al-naqd fi Ulum al-hadits al-nabawi, Dar al-fikr, Damaskus, tahun 1997) hal Shalah al-din ibn Ahmad al-adhabi, Manhaj Naqd al-matn Ind ulama al-hadits al-nabawi, Dar al- Aflaq al-jadidah, Beirut, tahun 1983 M, hal. 147.
13 Ini berarti, suatu sebab yang tidak tersembunyi dan tidak samar serta tidak merusak keshahihan hadits tidak disebut illat. Mengetahui illat suatu hadits tidak mudah sebab membutuhkan upaya menyingkap illat yang tersembunyi dan samar yang tidak dapat diketahui selain orang yang ahli dalam bidang ilmu hadits. Tidak banyak orang yang dapat menyingkap illat tersebut kecuali beberapa ulama hadits saja seperti Ibn al-madini, Ahmad, al-bukhari, Ibn Abi Hatim, dan al-daruqutni. 25 Menurut al-khathib al-baghdadi, cara untuk mengetahui illat hadits adalah dengan menghimpun seluruh sanadnya, melihat perbedaan diantara para periwayatnya dan memperhatikan status hafalan, keteguhan dan kedhabithan masing-masing periwayat. 26 Menurut Abd al-rahman bin Mahdi, untuk mengetahui illat hadits diperlukan intuisi (ilham). 27 Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang mampu meneliti illat hadits hanyalah orang yang cerdas, memiliki hafalan hadits yang banyak, paham akan hadits yang dihafalnya, mendalam pengetahuannya tentang berbagai tingkat ke-dhabithan periwayat, dan ahli dibidang sanad dan matan hadits. 28 Al-Hakim al-naysaburi berpendapat, acuan utama peneliti illat hadits adalah hafalan, pemahaman dan pengetahuan yang luas tentang hadits. 29 Suatu illat hadits dapat terjadi pada sanad, pada matan atau pada sanad dan matan sekaligus. Akan tetapi, yang terbanyak illat terjadi pada sanad. Masing- 25 Mahmud al-thahan,op.cit., halaman Shalah al-din ibn Ahmad al-adhabi,op.cit., halaman Jalal al-din Abd al-rahman ibn Abi Bakar al-suyuthi, Tadrib al-rawi fi Syarh Taqrib al-nawawi, Dar al-fikr, Beirut, juz I, tahun 1988, hal Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah,op.cit., halaman Al-Hakim al-naysaburi, op.cit., halaman. 112.
14 masing hadits, baik illatnya terjadi pada sanad, matan atau pada sanad dan matan sekaligus dapat disebut dengan hadits mu allal. Baik hadits shahih maupun hadits hasan telah dikodifikasikan oleh para ulama dalam kitab-kitab karya mereka. Di antara kitab itu ada yang hanya memuat hadits-hadits shahih saja seperti kitab Shahih al-bukhari karya al-imam al-bukhari ( H) dan kitab Shahih Muslim oleh Muslim Ibn al-hajjaj ( H). Ada pula kitab-kitab yang disamping memuat hadits-hadits shahih juga memuat hadits hasan dan hadits dha if seperti kitab-kitab sunan yang empat, yaitu Sunan Abi Dawud karya Abu Dawud al-sijistani ( H), Sunan al-turmudzi karya Abu Isa al-turmudzi ( ), Sunan al-nasa i karya Abu Abd al-rahman al-nasa i ( H), Sunan Ibn Majah karya Ibn Majah al-qazwini ( H). Haditshadits shahih terdapat pula dalam Musnad Ahmad karya Ahmad ibn Hanbal dan dalam al-muwaththa karya Imam Malik ibn Anas. B. Hadits Shahih menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani memahami hadits shahih mengikuti ulama hadits sebelumnya. Beliau cenderung mendefinisikan Hadits shahih mengikuti dengan definisi hadits shahih Menurut imam Ibn al-shalah, yaitu hadits yang disandarkan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhâbith, diterima dari periwayat yang adil dan dhâbith hingga sampai akhir sanad, tidak ada syâdz (kejanggalan) dan tidak mengandung illat (cacat). 30 Metode beliau dalam menilai hadits shahih terlihat dalam salah satu kitabnya yang berjudul Tamamul minnah fit-ta liq ala Fiqhus Sunnah. Dalam kitab tersebut 30 Abu Amr Utsman ibn Abd al-rahman Ibn al-shalah, Ulûm al-hadîts, al-maktabah al-islamiyah, al- Madinah al-munawwarah, tahun 1972), hal. 10.
15 tertuang pedoman-pedoman pokok yang harus diketahui oleh setiap orang yang berkepentingan dengan penguasaan ilmu hadits. Pedoman Pertama: Menolak hadits Syadz. Salah satu syarat hadits shahih ialah tidak ada syadz. Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dapat dipercaya dan diterima periwayatannya, namun bertentangan dengan riwayat lain yang memiliki tinggat validasi lebih tinggi. 31 Pedoman yang kedua: menolak hadits mudhtharib(goncang). Salah satu syarat hadits shahih ialah tidak memiliki illah (cacat), dan ketahuilah bahwa goncang itu tergolong cacatnya hadits. 32 Dinamakan hadits goncang jika dua riwayat itu sejajar, apabila salah satunya lebih unggul dari yang lain seperti penerima riwayat lebih kuat hafalannya dan lebih banyak berkumpul atau bertemu dengan pemberi riwayat maka yang unggul itu tidak disebut hadits goncang. Kegoncangan ini bisa terjadi pada redaksi hadits, mata rantai hadits, pada seorang perawi dan pada perawi secara jama ah. Pedoman yang ketiga: menolak hadits mudallas (penipuan/pengaburan). 33 Hadits Mudallas menurut istilah hadits yang diriwayatkan dengan cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak bercacat. Periwayat yang menyembunyikan cacat disebut al-mudallis, haditsnya disebut al-mudallas, dan perbuatan menyembunyikan disebut al-tadlis. Pedoman yang keempat: menolak hadits majhul (perawi yang tidak dikenal). 34 Dalam al-kifayah halaman 88 al-khatib berkata: al-majhul dari ahli hadits ialah orang yang tidak populer proses perolehan ilmunya dan tidak dikenal oleh para ulama. Orang 31 Muhammad Nashiruddin al-albani, TerjemahanTamamul minnah fit-ta liq ala Fiqhus Sunnah, Maktabah salafy Press, Tegal, tahun 2001, hal Ibid, halaman Ibid, halaman Ibid, halaman 7.
16 ini hanya meriwayat hadits dari satu sumber. Ketidak kenalnya akan terangkat sedikit karena adanya dua atau lebih perawi yang terkenal keilmuannya yang meriwayatkat hadits darinya. Pedoman yang kelima: tidak mengandalkan tautsiq Ibnu Hibban. 35 Telah dijelaskan pada pedoman keempat bahwa hadits majhul tidak dapat diterima riwayatnya menurut jumhur ulama terkecuali Ibnu Hibban. Karena beliau menerima hadits majhul dan menjelaskan argumentasinya dalam shahihnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan berkata: Ibnu Hibban mengatakan bahwa orang yang teringkari haditsnya tidak boleh dipercaya. Jika ia meriwayatkan hadits-hadits munkar tetapi tidak bertentangan dengan hadits-hadits terpercaya, maka ia termasuk perawi yang adil dan dapat diterima riwayatnya, karena manusia pada dasar baik dan adil ucapannya kecuali jika jelas-jelas ia melakukan hal yang tercela. Hukum ini berlaku pada perawi yang terkenal. Adapun perawi yang tidak dikenal yang hanya menurunkan perawi-perawi lemah, mereka ditinggalkan dalam kondisi kemajhulan mereka (adh-dhu afa: II/192,193). Al-Hafidz berkata: pendapat Ibnu Hibban terhadap perawi yang telah hilang dan ketidak kenal pribadinya berarti adil adalah pendapat yang aneh, dan kebanyakan ulama menentangnya. Jalan yang ditempuh Ibnu Hibban dalam kitab karangannya Kitabuts- Tsiqat menyebutkan bahwa sejumlah perawi yang dicatat olah Abu Hatim dan yang lain adalah tidak dikenal, dan seakan-akan Ibnu Hibban berpendapat bahwa ketidak kenal pribadi perawi akan terangkat oleh satu perawi terkenal. Ini pendapat gurunya, Ibnu Khuzaimah. 35 Ibid, halaman 9-13.
17 Dalam karyanya diatas, Ibnu Hibban dengan berpegang pada kaidah yang diunggulkan, menuliskan sekelompok perawi yang dia tidak mengenal baik mereka maupun bapak-bapak mereka. Ibnu Hibban berkata dalam ath-thabaqah ketiga: Sahl meriwayatkan dari Shaddad bin al-hadi dan darinya Abu Ya fur meriwayatkannya. Saya tidak mengenalnya dan saya tidak tahu siapa bapaknya. Tautsiq Ibnu Hibban terhadap seseorang yang hanya disebutkan pada karyanya ini berada pada tingkat yang paling rendah. Oleh sebab itu para peneliti hadits, seperti adz-dzahabi, al-asqalani dan yang lain tidak mempercayai orang yang hanya dipercaya oleh Ibnu Hibban. Hal yang yang perlu diperhatikan ialah bahwa kata-kata Abdul Hadi: Dan jika ia tidak dikenal maka keadaannya pun tidak dapat diketahui. Bukan pendapat yang tepat, sebab mengandung pengertian bahwa Ibnu Hibban tidak menyebutkan perawi yang tidak dikenal pribadinya dalam karyanya Kitab ats-tsiqat. Padahal kenyataannya tidak demikian, seperti dibuktikan oleh pernyataannya dalam Sahl : Saya tidak mengenalnya dan saya tidak tahu siapa bapaknya. Begitu juga pendapat al-hafidz: dengan riwayat dari satu orang yang terkenal mengandung praduga bahwa Ibnu Hibban memberi kepercayaan hanya kepada orang yang menurunkan satu perawi masyhur, sebab jika yang dimaksud masyhur (terkenal) oleh al-hafidz adalah terpercaya, berarti ia bertentangan dengan kenyataan kebanyakan tingkat-tingkat orang-orang yang dipercaya oleh Ibnu Hibban. Jika bukan itu yang dimaksud, maka pendapat ini tidak ada nilainya, sebab baik yang lemah maupun yang majhul sama-sama mempunyai perawi dalam kitab ats-tsiqat. Dibawah ini ada sebagian contoh dari para tabi in yang dicatatnya:
18 1. Ibrahim bin Abd ar-rahman al- Udzri Dikatakan olah Ibnu Hibban (4/10): ia meriwayatkan hadits-hadits mursal dan menurunkan riwayat kepada Mu an bin Rifa ah. Kemudian ia menyebutkan salah satu hadits dengan sanad mursal: Ilmu ini diwarisi oleh setiap penerusnya yang adil al-hadits. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani berkata: Dan Mu an ini, kata al-hafidz sendiri adalah lemah haditsnya. adz-dzahabi berkata: Ia bukan pokok. Lebih-lebih ia seorang yang didatangkan tidak diketahui siapa dia. Yakni Ibrahim, ia tidak dikenal pribadinya. Dan dijelaskan olah Ibnu Hibban dalam adh-dhu afa tentang Mu an: ia munkar haditsnya, meriwayatkan hadits-hadits yang mursal menceritakan dari orangorang yang tidak dikenal. Haditsnya tidak bisa menyerupai hadits perawi-perawi yang teguh. 2. Ibrahim bin Isma il Dikatakan (IV/4-15): ia meriwayatkan dari Abu Hurairah dan dari nya al-hajjaj bin Yasar meriwayatkan. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani berkata: al-hajjaj ini disebut juga Ibnu Ubaid- kata al-hafidz, ia tidak dikenal. Dalam al-mizan, Adz-Dzahabi berkata: Darinya hanya Laits bin Abi Sulaim meriwayatkan. Dan Laits ini lemah dan kabur riwayatnya seperti apa yang diketahui, bahkan menurut Ibnu Hibban sendiri. 3. Ibrahim al-anshari Ibnu Hibban berkata (IV/15): Ia meriwayatkan dari Maslamah bin Makhlad, dan darinya anak Isma il bin Ibrahim meriwayatkan.
19 Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani berkata: Isma il ini tidak dikenal. Begitu kata al-hafidz dan orang sebelumnya, yaitu Abu Hatim. Dari penyelidikan ini jelaslah bahwa menurut Ibnu Hibban, Jahalatul ain (ketidak dikenalan pribadi) akan terangkat oleh satu riwayat meskipun lemah dan majhul. Berbeda dengan pendapat al-hafidz terdahulu secara lahir, meskipun tidak menyatakan dengan tegas, beliau berkata: dan seakan-akan Ibnu Hibban beliau menjalin kata-kata Ibnu Hibban: Ini ketentuan perawi-perawi masyhur. Adapun perawi-perawi yang tidak dikenal dst. Ini dibatalkan oleh contoh kedua sebagimana apa yang tampak. Secara garis besar, ketidak kenalan pribadi itu saja menurut Ibnu Hibban bukanlah cacat. Keyakinan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani bertambah terhadap hal ini Setelah mempelajari penjalasan-penjelasan di dalam karyanya: adh-dhu afa, dimana jumlah perawi lemah hampir mencapai Saya tidak melihat dari mereka yang dinyatakan tidak dikenal, kecuali empat perawi saja, dan Ibnu Hibban mencela mereka bukan karena mereka tidak dikenal, tetapi karena meriwayatkan hadits-hadits munkar. Mereka itu adalah: 1. Humaid bin Ali bin Harun al-qaisi. Disebutkan olah Ibnu Hibban beberapa hadits munkar yang diriwayatkannya. Ibnu Hibban berkata: Ia tidak boleh dijadikan hujjah setelah meriwayatkan hal-hal seperti ini dari perawi-perawi terpercaya, karena banyak orang yang tidak mengenalnya. 2. Abdullah bin Abu laila al-anshari.
20 Ibnu Hibban berkata: Orang ini tidak dikenal. Saya tidak mengetahui darinya sesuatu apapun kecuali huruf Munkar yang ia riwayatkan yang disaksikan kebathilan oleh ijma semua kaum muslimin. 3. Abdullah bin Ziyad bin Sulaim. Ibnu Hibban berkata: Ia Syaikh yang tidak dikenal. Darinya Baqiya bin al-walid meriwayatkan. Saya tidak hafal perawinya kecuali Baqiya. Kelemahan riwayat Baqiya ini saya sebutkan pada bagian pertama karya saya. Oleh karena itu, saya tidak sempat mencelanya, padahal apa yang diriwayatkannya harus ditinggalkan dalam segala hal. 4. Abu Zaid. Dikatakan (III/158): Abu Zaid meriwayatkan dari Ibnu Mas ud ha dits yang tidak dapat di telusuri. Tidak diketahui siapa dia, siapa bapak dan dari mana ia berasal. Orang yang memiliki sifat seperti ini kemudian meriwayatkan hanya satu hadits, berarti ia bertentangan dengan al-qur an, Sunah, Ijma, Qiyas dan ijtihad dan ia harus dijauhi serta tidak boleh dijadikan hujjah. Ibnu Abdul Hadi berkata tentang hal ini: Caranya dalam hal ini ialah menyebutkan orang tidak dikenal cacat, dan jika ia tidak dikenal berarti tidak dikenal keadaannya. Yang benar adalah disebutkan: tidak dikenal pribadinya, sebagai contoh-contoh terdahulu. Wallahu A lam. Intinya bahwa rekomendasi Ibnu Hibban harus lebih diwaspadai karena berbeda dengan ulama-ulama lain dalam merekomendasikan orang-orang yang tidak dikenal. Tetapi itu tidak mutlak sebagaimana dijelaskan oleh al-mu Allimi dalam at-tankil (I/ ).
21 Hal yang perlu diperhatikan ialah masalah penting dalam pernyataan al-mu allimi yang sedikit sekali disadari orang, bahkan dilalaikan oleh kebanyakan penuntut ilmu. Hal tersebut ialah menyampaikan riwayat hadist mungkar adalah orang yang jujur yang dapat dijadikan pegangan. Berkaitan dengan hal ini,al-albani menguatkan beberapa hadist seperti hadist tentang bangkit dari sujud dalam shalat. Beberapa penuntut ilmu mengira bahwa al-albani mengingkari pendapatnya sendiri dan sependapat dengan Ibnu Hibban dalam melemahkan hadist ajn (bangkit dari sujud dengan menyandarkan tangan (mengepal) diatas tempat sujud). Pedoman yang keenam: para perawinya adalah para perawi hadits shahih. bukan penilaian shahih atas suatu hadits. 36 Peryataan ahli hadits Para perawinya adalah para perawi hadits shahih atau Para perawinya adalah orang-orang terpercaya, tidak sama dengan peryataan Rantai periwayatannya itu shahih. Karena peryataan yang kedua menujukkan adanya semua persyaratan keotentikan seperti terbebas dari cacat. Adapun pernyataan pertama hanya menunjukkan satu syarat yaitu tentang keadilan dan dipercayanya para perawi bukan menunjukkan keotentikan suatu hadits. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan yaitu jika hadits yang dibahas meskipun terbebas dari cacat-cacat, tidak otomatis hadits tersebut hadits shahih, karena terkadang dalam rantai periwayatannya ada seorang perawi yang tidak menjadikan hadits tersebut sebagai acuan, tetapi ia meriwayatkannya sekedar sebagai saksi, karena ia lemah hafalannya, atau termasuk perawi yang direkomendasikanoleh Ibnu Hibban. 36 Ibid, halaman 14.
22 Pedoman ketujuh: tidak bersandar pada diamnya Abu Daud. 37 Abu Daud pernah berkata dalam kitabnya as-sunnah: hadits yang memiliki kelemahan yang terdapat dalam kitab saya ini, saya jelaskan dan hadits yang tidak saya beri catatan apa-apa adalah hadits yang layak. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami kata layak ini, sebagian mereka berpendapat, bahwa maksud Abu Daud adalah hadits hasan yang dapat dijadikan hujjah dan yang lain berpendapat lebih umum dari hal itu, sehingga pengertian hadits ini mencangkup hadits yang dapat dijadikan hujjah dan hadits yang dapat digunakan sebagai saksi, pendapat ini tidak terlalu lemah. Pernyataan: dan hadits yang memiliki kelemahan yang terdapat dalam kitab saya ini, saya jelaskan menunjukkan pengertian bahwa Abu Daud tidak menjelaskan hadits yang tidak terlalu lemah. Jadi, tidak setiap hadits yang dijelaskan oleh Abu Daud itu hasan menurutnya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya banyak hadits riwayat Abu Daud yang tidak diragukan kelemahannya karena tidak ada penjelasan dari beliau. Imam Nawawi mengomentari sebagian hadits tersebut: Abu Daud tidak menjelaskan kelemahan hadits ini karena sudah jelas. Pendapat Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani tentang tidak bersandar pada diamnya Abu Daud telah diunggulkan oleh para ulama peneliti hadits seperti Ibnu Mandah, adz-dzahabi, Ibnu Abdil dan Ibnu Katsir. Peryataan mereka telah disalin beliau kedalam mukaddimah kitabnya Shahih Abu Daud. Pedoman kedelapan: kode-kode as-suyuthi dalam Jami as-shaghir tidak dapat dipercaya, 38 karena dua hal yaitu: 37 Ibid, halaman Ibid, halaman 18.
23 Pertama, adanya perubahan kode-kode as-suyuthi yang dilakukan oleh para penyalin, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani sering menemukan hadits as- Suyuthi yang diberi kode berbeda dengan apa yang disalin oleh pensyarahnya al-munawi dan as-suyuthi sendiri, beliau menyalin al-jami dengan tulisan tangan pengarangnya, sebagaimana beliau pada permulaan syarhnya, seraya berkata: Adapun kode-kode tentang hadits shahih, hasan dan dha if dengan inisial huruf shad, ha dan dhad dalam beberapa naskah, tidak selayaknya untuk dapat dipercaya, karena sudah ada perubahan dari para penyalinnya pada sebagian hadits-hadits yang beliau tulis sebagimana yang Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani lihat. Kedua, as-suyuthi dikenal kurang hati-hati dalam menshahihkan atau mendha ifkan hadits, sehingga banyak hadits yang beliau nilai shahih atau hasan ternyata dibantah oleh pensyarahnya, al-munawi. Hadits yang terbantah ini mencapai ratusan. Begitu juga dalam al-jami banyak terdapat hadits-hadits maudhu (palsu). Padahal as- Suyuthi berkata dalam pendahuluan kitab itu: Dan saya menjaganya dari hadits-hadits yang hanya diriwayatkan oleh perawi-perawi palsu dan dusta. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani pernah menghitung hadits-haditsnya yang maudhu hingga mencapai kurang lebih 1000 hadits. Pedoman kesembilan: diamnya al-mundziri tidak mengukuhkan hadits dalam attarghib. 39 Dikarenakan banyak orang menduga bahwa hadits-hadits dalam at-targhib wa at-tarhib yang tidak mendapatkan penjelasan dari al-mundziri tidak lemah. Seperti Sayyid Sabiq banyak menampilkan hadits-hadits dari kitab tersebut.mugkin beliau tidak paham pernyataan yang dijelaskan sendiri oleh al-mundziri dalam pendahuluan kitabnya halaman 4 di bawah ini: 39 Ibid, halaman 20.
24 Maka jika rantai periwayatan hadits itu shahih dan hasan atau mendekati keduanya, saya riwayatkan dengan kata: an begitu juga dengan hadits-hadits mursal (tersampaikan), munqati (terputus), mu dhal (rumit), atau di antara para perawinya ada perawinya yang samar, lemah yang dipercayakan atau terpercaya yang dilemahkan, sedangkan perawi-perawi yang lain terpercaya atau ucapan mereka tidak berbahaya, muttasil (bersambung) tetapi otentik kemursalannya, atau hadits yang lemah sanadnya tetapi telah dishahihkan atau dihasankan oleh sebagian oleh para pentakhrijnya, haditshadits seperti ini saya riwayatkan dengan kata: an juga, kemudian saya jelaskan ketersampaian, keterputusan atau kerumitannya, dan saya jelaskan pula perawi-perawinya yang beragam, saya berkata: Hadits ini telah diceritakan oleh Fulan dari riwayat Fulan, melalui jalur Fulan dalam rantai periwayatannya ada Fulan dan lain sebagainya. Apabila dalam rantai periwayatan hadits ada perawi yang pendusta, perawi hadits maudhu, tercurigai atau disepakati untuk ditinggalkan atau dilemahkan, hilang haditsnya, rusak, gugur, tidak dianggap, sangat atau sekedar lemah, atau saya tidak melihat kepercayaan pada dirinya sehingga tidak ada tanda-tanda kemungkinan diperbaiki, maka hadits-hadits seperti ini saya riwayatkan dengan kata: Ruwiya. Saya tidak menyebut perawi itu dan apa yang disebut-sebut tentang dirinya. Dengan ini maka sanad yang lemah mempunyai dua petunjuk: disahkan dengan kata-kata ruwiya dan tidak ada pembicaraan pada bagian akhirnya. Pedoman kesepuluh: mengukuhkan hadits dalam banyak jalur tidk bersifat mutlak. 40 Sudah diketahui oleh ahli ilmu bahwa hadits akan menjadi kuat dan dapat dijadikan hujjah apabila diriwayatkan dari berbagi jalur, meskipun secara tersendiri masing-masing jalur itu lemah. Ini tidak bersifat mutlak. 40 Ibid, halaman 22.
25 Artinya, menurut para penenliti hadits, Kekuatan hadits ini tetap ada jika kelemahan para perawinya berbagai jalur berada pada jeleknya hafalan mereka, bukan pada kejujuran atau keberagaman mereka yang dipertanyakan, yang hal ini menyebabkan tidak kuatnya hadits meskipun banyak memiliki jalur. Beginilah apa yang disalin oleh peneliti hadits al-munawi, dalam Faidh al-qodir dari para ulama, mereka berkata: Jika sudah parah, kelemahan itu tidak dapat diperbaiki denga mendatangkannya dari sisi lain meskipun banyak jalur. Meskipun banyak jalur karena kelemahan yang berat dan tidak bisa diperbaiki. Berbeda jika masih ringan, kelemahan itu dapat diperbaiki dan diperkuat.bagi orang yang ingin memperkuat hadits dengan banyaknya jalur periwayatan hendaknya memperhatikan para perawi masing-masing jalur, sehingga menjadi jelas apakah hadits itu memiliki kelemahan atau tidak.
Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:
Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Maqbul : sebuah hadits yang mempunyai indikasi kuat kejujuran orang yang membawa khabar tesebut 2.
Lebih terperinci2. Perawi harus adil. Artinya, perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina.
Istilah-istilah dalam hadits Sanad: Jalan menuju lafadh hadits. Misalnya, A meriwayatkan hadits dari B, ia meriwayatkan hadits dari C, ia meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Jalan
Lebih terperinciHADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA. Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag
HADITS SUMBER AJARAN ISLAM KEDUA Oleh Drs. H. Aceng Kosasih, M. Ag Pengertian Hadits : Menurut bahasa artinya baru atau kabar. Menurut istilah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik berupa
Lebih terperinciISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS
ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HADITS Berikut ini adalah beberapa istilah di dalam ilmu hadits: Ahad Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Al-Hafizh Kedudukan yang lebih tinggi dari muhaddits, mengetahui
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis,
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sanad hadis, sebagaimana yang telah dideskripsikan di dalam Bab III dan Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal ihwal Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-qur an.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam dan sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin. Sedangkan hadis sebagai pernyataan, pengalaman, taqriri dan hal ihwal Nabi
Lebih terperinciPengertian Hadits. Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini. Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi.
Pengertian Hadits Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber
Lebih terperinciWritten by Andi Rahmanto Wednesday, 29 October :49 - Last Updated Wednesday, 29 October :29
Maksud Gugurnya Sanad Yang dimaksud gugurnya sanad adalah terputusnya rantai sanad (silsilatu as-sanad) dengan gugurnya sorang rawi atau lebih secara sengaja, baik dari sebagian perawi atau dari yang lainnya
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.
DAFTAR PUSTAKA Abu Dawud, Sulaiman bin al-asy as al-sijistani. 1998 H. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm. Juz III.. Juz IV Al- Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar. t.t. Tahzib al-tahzib. t.t.p: Dar al-
Lebih terperinciKISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2013 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: HADITS Level Kognitif Pengetahuan dan Pemahaman Mengidentifikasi
Lebih terperinciULUMUL HADIS ULUMUL HADIS
ULUMUL HADIS Dr. Khadijah, M.Ag. Kelompok Penerbit Perdana Mulya Sarana KATA PENGANTAR Penulis: Dr. Khadijah, M.Ag. Copyright 2011, pada penulis Hak cipta dilindungi undang-undang All rigths reserved Penata
Lebih terperinciAnalisis Hadis Kitab Allah Dan Sunahku
Analisis Hadis Kitab Allah Dan Sunahku (Oleh: J. algar. secondprince) Tulisan ini akan membahas hadis Kitabullah wa Sunnaty yang sering dijadikan dasar bahwa kita harus berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah
Lebih terperinciKAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)
KAIDAH KEMUTTASILAN SANAD HADIS (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail) Sahiron Syamsuddin Ilmu Al-Qur an dan Tafsir (IAT), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: ssyams1@hotmail.com Abstract The
Lebih terperinciPuasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya
Puasa Sunah Asyura: Waktu dan Keutamaannya Tidak Sedikit manusia bertanya, bagaimanakah puasa sunah Asyura itu? Dan kapankah pelaksanaannya? Dalil-Dalilnya: Berikut ini adalah dalil-dalil puasa tersebut:
Lebih terperinciKISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2006 TAHUN PELAJARAN 2016/2017
KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH ALIYAH KURIKULUM 2006 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 MATA PELAJARAN: HADITS Level Kognitif Pengetahuan dan Pemahaman Mengidentifikasi
Lebih terperinciPeneliti Cacat Hadits
رمحه هللا ABU HATIM AR-RAZI Peneliti Cacat Hadits حفظه هللا Oleh: Ustadz Abu Faiz Sholahuddin bin Mudasim Publication 1436 H/ 2015 M رمحه هللا Abu Hatim Ar-Razi Sumber: Majalah Al-Furqon No.155 Ed. 8 Th.
Lebih terperinciBacakanlah surat Yasin kepada orang yang meninggal dunia.
TAKHRIJ HADITS TALQIN KEPADA ORANG YANG AKAN MENINGGAL DENGAN SURAT YASIN Nabi diriwayatkan bersabda : Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang meninggal dunia. Takhrij : Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud
Lebih terperinciAl-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam. Presented By : Saepul Anwar, M.Ag.
Al-Hadits Tuntunan Nabi Mengenai Islam Presented By : Saepul Anwar, M.Ag. Pengertian Hadits Sunnah : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa perkataan, perbuatan,taqrir (peretujuan),
Lebih terperinciE٤٢ J٣٣ W F : :
[ ] E٤٢ J٣٣ W F : : Masyarakat yang bersih, yang tidak dipenuhi berbagai berita adalah masyarakat yang selamat serta terjaga, dan yang melakukan maksiat tetap tertutup dengan tutupan Allah atasnya hingga
Lebih terperinciDerajat Hadits Puasa TARWIYAH
Derajat Hadits Puasa TARWIYAH حفظو هللا Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Publication : 1436 H_2015 M Shahih dan Dha'if Hadits Puasa Enam Hari Bulan Syawwal Sumber : www.almanhaj.or.id yang menyalinnya
Lebih terperinciHADITS MASYHUR. Definisi
HADITS MASYHUR Definisi a.menurut bahasa, merupakan isim maf ul dari syahartu al-amra, yang berarti saya mengumumkan atau menampakkan suatu perkara. Disebut seperti itu karena penampakkannya yang jelas.
Lebih terperinciDerajat Hadits Fadhilah Surat Yasin
Derajat Hadits Fadhilah Surat Yasin Oleh: Ust.Yazid bin Abdul Qadir Jawas Pustaka al Bayaty www.wahonot.wordpress.com Judul: Derajat Hadits Fadhilah Surat Yasin Oleh: Ust.Yazid bin Abdul Qadir Jawas Pustaka
Lebih terperinciHADÎTS DLA ÎF DAN KEHUJJAHANNYA (Telaah terhadap Kontroversi Penerapan Ulama sebagai Sumber Hukum)
HADÎTS DLA ÎF DAN KEHUJJAHANNYA (Telaah terhadap Kontroversi Penerapan Ulama sebagai Sumber Hukum) Abdul Rokhim (Dosen Jurusan Syari ah STAIN Jember, Jl. Jumat No. 94 Mangil Jember, email : ojhim73@yahoo.com)
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN
135 BAB IV ANALISIS SANAD DAN MATAN HADITS TENTANG SYAFAAT PENGHAFAL AL-QUR AN A. Analisis Sanad Telaah keadaan jalur periwayatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hadits-hadits yang telah di-takhrīj
Lebih terperinciE٤٨٤ J٤٧٧ W F : :
[ ] E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : MENGHORMATI ORANG LAIN "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami." Orang yang paling pantas dihormati dan dihargai
Lebih terperinciWritten by Andi Rahmanto Friday, 28 November :43 - Last Updated Friday, 28 November :55
Adab Muhaddits Seseorang yang menyibukkan dirinya dengan hadits serta menyebarluaskannya ketengah-tengah masyarakat, maka seorang muhaddits sudah selayaknya menjadi teladan, bersifat jujur terhadap apa
Lebih terperinciHadis Sahih. Kamarul Azmi Jasmi
Hadis Sahih Kamarul Azmi Jasmi Universiti Teknologi Malaysia, Johor Bahru, Malaysia, qamar@utm.my Suggested Citation: Jasmi, Kamarul Azmi. (2016). Hadis Sahih. In Kamarul Azmi Jasmi (Ed.), Ensiklopedia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari periwayatannya hadits berbeda dengan Al-Qur an yang semua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hadits merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah Al-Qur an. Dilihat dari periwayatannya hadits berbeda dengan Al-Qur an yang semua periwayatannya berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-qur a>n, hadis memiliki fungsi yang terkait dengan al-qur a>n itu sendiri, yaitu sebagai penjelas dari al-
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan penelitian hadits tentang Hadis-Hadis Tentang Aqiqah. Telaah Ma anil Hadits yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian hadits tentang Hadis-Hadis Tentang Aqiqah Telaah Ma anil Hadits yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, dengan rumusan masalah yang tercantum dalam
Lebih terperinciHukum Mengqadha' Puasa Ramadhan
Hukum Mengqadha' Puasa Ramadhan [ Indonesia Indonesian ] Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Terjemah : Abdurrahman Mubarok Ata Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad 2009-1430 " " :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang apa yang ada di dalam al-qur an, kitab suci yang paling sempurna dan lengkap.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelebihan Nabi Muhammad Saw ialah tugasnya sebagai penjelas lebih lanjut tentang apa yang ada di dalam al-qur an, kitab suci yang paling sempurna dan lengkap.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP. A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan
BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SHAFI I TERHADAP UCAPAN ISTINSHA@ DALAM IKRAR TALAK A. Komparasi Pendapat Imam Malik dan Imam Shafi i terhadap Ucapan Istinsha> dalam Ikrar Talak Hukum Islam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. cara membaca, menalaah dan meneliti berbagai literatur-literatur yang
75 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan ( library research) merupakan penelitian melalui perpustakaan yang dilakukan dengan cara
Lebih terperinciHADITS-HADITS PENDEK
HADITS-HADITS PENDEK Rasulullah a telah meninggalkan warisan ilmu kepada umat ini. Barangsiapa yang mampu mengambil warisan ilmu tersebut, maka ia akan mendapatkan manfaat yang sangat besar. Warisan ilmu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS. Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan
BAB II TINJAUAN UMUM SEPUTAR SANAD HADIS Sanad disebut juga dengan Thariq (Jalan), karena sanad merupakan jalan yang menyampaikan periwayat kepada matan al-hadits. Ketika membahas masalah sanad maka tidak
Lebih terperinciBAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS
BAB II KAIDAH KESAHIHAN DAN PEMAKNAAN HADIS A. Kaidah Kesahihan Hadis Untuk meneliti dan mengukur keabsahan suatu hadis diperlukan acuan standar yang dapat digunakan sebagai menilai kualitas hadis, acuan
Lebih terperinciBAB IV YANG BERHUTANG. dibedakan berdasarkan waktu dan tempat. Fatwa fatwa yang dikeluarkan oleh
BAB IV ANALISIS TERHADAP DALIL DALIL QAWL QADIM DAN QAWL JADIm dan qawl jadi>d Imam Sha>fi i> dibedakan
Lebih terperinciHUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN
HUKUM MENGENAKAN SANDAL DI PEKUBURAN I. Muqodimah : Prof. Abdul Wahhab Kholaf berkata dalam bukunya Ilmu Ushul Fiqih (hal. 143) : - - " "."." Nash Syar I atau undang-undang wajib untuk diamalkan sesuai
Lebih terperinciPUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AL-BUKHARI DAN KITAB SHAHIHNYA
PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AL-BUKHARI DAN KITAB SHAHIHNYA خفظه اهلل Oleh: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Publication: 1434 H_2013 M PUJIAN ULAMA TERHADAP IMAM AL-BUKHARI DAN KITAB SHAHIHNYA خفظه اهلل
Lebih terperinciBAB II SEKILAS TENTANG KITAB SHAHIH AL-BUKHARI. Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-mughirahibnbardizbahal-ju fi al-bukhari,
BAB II SEKILAS TENTANG KITAB SHAHIH AL-BUKHARI A. BiografiPengarangKitab Imam al-bukharinamalengkapnyaadalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn al-mughirahibnbardizbahal-ju fi al-bukhari,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hadis merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). 1 Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah
Lebih terperinciMembaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at
Membaca Sebagian Al-Quran Dalam Khutbah Jum'at Dalam pembahasan ini ada tiga persoalan yang akan kami ketengahkan: 1. Hukum membaca sebagian Al-Quran dalam khutbah. 2.Kadar minimal Al-Qur an yang dibaca
Lebih terperinciHadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar
Hadits Yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar حفظه هللا Ustadz Abdullah Taslim al-buthoni, MA Publication : 1438 H_2017 M Hadits yang Sangat Lemah Tentang Larangan Berpuasa Ketika Safar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan al- Qur an yang mujmal, muthlaq, amm dan sebagainya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur sumber hukum Islam, hadits (sunnah) bagi ummat Islam menempati urutan kedua sesudah al-qur an. karena, disamping sebagai ajaran Islam yang secara
Lebih terperinciManzhumah Al-Baiquniyyah: Matan dan Terjemah Pustakasyabab.blogspot.com
0 Judul Asli: ح ا ث يم ي ح ا ظ Penulis: )أ ع ( ػ ش ت ذ ذ ت فر ح ا ثيم ي ا ذ شمي ا شافؼي ذ )ا ر ف : 1080 ( Penerbit Asli: داس ا غ ي شش ا ر صيغ الطبعة األولى 1420 ه - 1999 م Edisi Terjemah: Manzhumah al-baiquniyyah:
Lebih terperinciBelajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan
Belajar Ilmu Hadis (1) Pendahuluan Senin, 05-06-2017 Ibnu Hajar al-asqalani (852 H) mendefinisikan ilmu hadis sebagai, Ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan hadis dan perawinya (al-nukat
Lebih terperinciBiografi Ulama Ahlus Sunnah Documentation. Rilis latest
Biografi Ulama Ahlus Sunnah Documentation Rilis latest 03 July 2016 Daftar Isi 1 PENDAHULUAN 3 2 SEJARAH SINGKAT IMAM AL-BUKHARI (194 H - 256 H) 5 3 SEJARAH SINGKAT IMAM ABU DAWUD (202 H - 275 H) 7 4
Lebih terperinciSilabus Mata Kuliah Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UNISNU Jepara
SILABUS PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNISNU JEPARA TAHUN 2015 Mata Kuliah : Hadits Dakwah Kode MK : KPIU 14105 Bobot / Semester : 2 sks / IV Standar Kompetensi
Lebih terperinciSuap Mengundang Laknat
Suap Mengundang Laknat Khutbah Pertama:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.????????????:??????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
Lebih terperinciBiografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam
Biografi Singkat Empat Iman Besar dalam Dunia Islam *Biografi Singkat Empat Imam Besar dalam Dunia Islam* *Imam Hanafi (80-150 H)* Beliau dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal dunia di Bagdad pada tahun
Lebih terperinciTAKHRIJ HADITS DUNIA LEBIH RENDAH NILAINYA DARIPADA SAYAP NYAMUK
TAKHRIJ HADITS DUNIA LEBIH RENDAH NILAINYA DARIPADA SAYAP NYAMUK Nabi bersabda : Sekiranya dunia seimbang dengan nilai sayap nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberikan kepada orang kafir minuman daripadanya
Lebih terperinciPenjelasan : Imam Syaukani berkata dalam tafsirnya Fathul Qodiir :
- 2 Bab 2 Orang yang Ditanya tentang Suatu Ilmu dalam Keadaan Sibuk sedang Berbicara, Maka Ia Menyempurnakan Pembicaraannya, baru kemudian Menjawab Pertanyaan Tersebut Penjelasan : Yakni karena begitu
Lebih terperinciBab 42 Menghapal Ilmu
- 42 Bab 42 Menghapal Ilmu Penjelasan : Salah satu cara Allah menjaga agama ini adalah dengan dibangkitkannya para ulama yang menghapal Al Qur an dan Sunah Nabi-Nya. Maka lahirlah diberbagai penjuru negeri-negeri
Lebih terperinciBAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR. Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat
BAB IV MUSNAD AL-SHĀFI Ī DALAM KATEGORISASI KITAB HADIS STANDAR Ulama hadis dalam menentukan kitab-kitab hadis standar tidak membuat kriteria-kriteria yang baku. Mungkin salah satu faktornya, karena ulama
Lebih terperinciBENARKAH KHUTBAH SHOLAT DUA HARI RAYA DUA KALI
BENARKAH KHUTBAH SHOLAT DUA HARI RAYA DUA KALI Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa setelah dilaksanakannya sholat Ied, maka disunnahkan untuk mengadakan khutbah Ied. Bagi jamaah sholat ditekankan
Lebih terperinci: :
[ ] : : : Hikmah (Bijaksana) "Dan barangsiapa yang diberikan hikmah maka sungguh ia telah diberikan kebaikan yang banyak." Sesungguhnya orang yang mempunyai niat yang baik dan ibadah yang benar, kebaikannya
Lebih terperinciHAFALAN DOA UNTUK ANAK DOA MEMOHON ILMU DOA MASUK KAMAR MANDI
HAFALAN DOA UNTUK ANAK DOA MEMOHON ILMU - 1 - زد א. ب ر Wahai Rabb-ku, tambahkanlah ilmu pengetahuan kepadaku. 1 DOA MASUK KAMAR MANDI כ ذ א א و א א. א Dengan nama Allah. 2 Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
Lebih terperinciHadits Palsu Tentang Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu
Hadits Palsu Tentang Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu حفظه هللا Ustadz Abdullah Taslim al-buthoni, MA Publication : 1438 H_2017 M Hadits Palsu Tentang Surga Di Bawah Telapak Kaki Ibu حفظه هللا Ustadz Abdullah
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004
DAFTAR PUSTAKA M. Isa H.A. Salam Bustamin, Metodologi Kritik Hadis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, 2004 Prof. Dr. H. M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Para Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadis merupakan sumber hukum Islam setelah al-qur a>n. Keduanya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam. 1 Dalam penerapannya, hadis
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH
BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah
Lebih terperinciTENTANG MA MUM MASBUQ
MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,
Lebih terperinciBerbakti Sepanjang Masa Kepada Kedua Orang Tua
Berbakti Sepanjang Masa Kepada Kedua Orang Tua Masing banyak orang yang ragu untuk melanjutkan aktivitas birrul wâlidain (berbuat baik atau berbakti kepada kedua orang tua), setelah keduanya berpulang
Lebih terperinciPosisi Imsak dalam Ibadah Puasa Oleh: Mochamad Faishal Riza
Posisi Imsak dalam Ibadah Puasa Oleh: Mochamad Faishal Riza Imsak dalam pengertian puasa berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Lebih terperinciAL-MAHDI AKHIR ZAMAN
AL-MAHDI AKHIR ZAMAN Pada akhir zaman akan keluar seorang laki-laki dari kalangan Ahlul Bait, yaitu Al- Mahdi. Al-Mahdi dari keturunan Fathimah binti Rasulullah a, dari keturunan Al- Hasan bin Ali p. Namanya
Lebih terperinciTAKHRIJ HADITS MEMBACA BASMALAH SEBELUM BERWUDHU
TAKHRIJ HADITS MEMBACA BASMALAH SEBELUM BERWUDHU Imam Bukhori dalam kitab Shahihnya membuat judul bab pada Kitab Wudhu, Bab (Membaca Basmalah dalam semua keadaan dan ketika berhubungan badan). Disini Imam
Lebih terperinciMENGUJI KOMPLEKSITAS ILLAH HADIS
Ilmu Ushuluddin, Juli 2012, hlm. 203-219 ISSN 1412-5188 MENGUJI KOMPLEKSITAS ILLAH HADIS Hairul Hudaya Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Jl. A. Yani Km. 4,5 Banjarmasin email:
Lebih terperinciPelajaran Kitab Tsalatsatul Ushul (2): Penjelasan Basmalah
Pelajaran Kitab Tsalatsatul Ushul (2): Penjelasan Basmalah Penulis berkata بسم ال ه الرحمن الرحيم (1) ) اعلم رحمك ال ه (2) أنه يجب علينا تعلم أربع مساي ل (3 3. Bismillahirrahmanirrahim Ketahuilah Semoga
Lebih terperinciKhitan. 1. Sejarah Khitan
MAJLIS TAFSIR AL-QUR AN (MTA) PUSAT http://www.mta-online.com e-mail : humas_mta@yahoo.com Fax : 0271 661556 Jl. Serayu no. 12, Semanggi 06/15, Pasarkliwon, Solo, Kode Pos 57117, Telp. 0271 643288 Ahad,
Lebih terperinciDIPLOMA PENGAJIAN ISLAM. WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3)
DIPLOMA PENGAJIAN ISLAM WD3013 MUSTHOLAH AL-HADITH (Minggu 3) PENSYARAH: Ustazah Dr Nek Mah Batri PhD Pendidikan Agama Islam (UMM) PhD Fiqh Sains & Teknologi (UTM) SINOPSIS Matlamat modul ini ialah mendedahkan
Lebih terperinciBab 7 Tentang Al Munawalah Para Ulama untuk Menyebarkan Ilmunya ke Seluruh Negeri
. - 7 Bab 7 Tentang Al Munawalah Para Ulama untuk Menyebarkan Ilmunya ke Seluruh Negeri Penjelasan : Al Munawalah yang dimaksud oleh Imam Bukhori disini adalah yang berkaitan dengan ilmu Mustholah hadits,
Lebih terperinciSKALA PRIORITAS PENERIMA SEDEKAH DALAM HADIS. Fitrotun Nafsiyah
SKALA PRIORITAS PENERIMA SEDEKAH DALAM HADIS Fitrotun Nafsiyah I Sedekah merupakan ibadah yang mempunyai dimensi ganda, yaitu horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkaitan dengan bentuk dan pola
Lebih terperinciDengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 1. Kitab Bersuci. Bab 1
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang 1. Kitab Bersuci Bab 1 " " " ( ) " Akhbaronaa Ar Robii bin Sulaiman ia berkata, akhbaronaa Imam Syafi I rohimahulloh beliau berkata : Allah
Lebih terperinciDusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa
Dusta, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa Khutbah Pertama:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.
Lebih terperinciBAB II PEMBAGIAN HADITS
Pembagian Hadits dari segi kuantitas dan kualitas Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini
Lebih terperinciAqidah beliau tentang tauhid (Pengesaan Allah) dan tentang tawassul syar i serta kebatilan taw assul bid i
Pertama Aqidah beliau tentang tauhid (Pengesaan ) dan tentang tawassul syar i serta kebatilan taw assul bid i 1. Imam Abu Hanifah berkata: Tidak pantas bagi seorang untuk berdia kepada kecuali dengan asma.
Lebih terperinciKata Kunci: Ajjaj al-khatib, kitab Ushul al-hadis.
MANHAJ AJJAJ AL-KHATIB (Analisis Kritis terhadap Kitab Ushul al-hadis, Ulumuh wa Mushtalahuh) Sulaemang L. (Dosen Jurusan Dakwah dan Komunikasi STAIN Kendari) Abstrak: Penelitian ini mebmahas Manhaj Ajjaj
Lebih terperinciBAB V PENUTUP A. Kesimpulan
102 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan studi analisis pemikiran Imam Syafi i tentang kehujjahan hadis dalam kitab Ar-Risālah dapat ditarik kesimpulan menjadi beberapa point. Pertama, Hadis wajib
Lebih terperinciBab 5. Hadist: Sumber Ajaran Islam Kedua
Bab 5 Hadist: Sumber Ajaran Islam Kedua Pengertian As-Sunnah dan Hadits a. As-Sunnah. As-Sunnah secara lughawi (menurut bahasa) artinya kebiasaan atau tradisi. Sedangkan menurut istilah ilmu haidst adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jelas. Diantara sumber ajaran agama Islam adalah Alquran dan alhadits. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang sempurna dengan aturan syari at yang tegas dan jelas. Diantara sumber ajaran agama Islam adalah Alquran dan alhadits. Sebagai sumber
Lebih terperinciKelemahan Hadits-Hadits Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan Sesudah Selesai Berdo'a
Kelemahan Hadits-Hadits Tentang Mengusap Muka Dengan Kedua Tangan Sesudah Selesai Berdo'a Abdul Hakim bin Amir Abdat PENDAHULUAN Sering kita melihat diantara saudara-saudara kita apabila telah selesai
Lebih terperinciHadits Lemah Tentang Keutamaan Surat Az-Zalzalah
Hadits Lemah Tentang Keutamaan Surat Az-Zalzalah حفظو هللا Ustadz Kholid Syamhudi, Lc Publication : 1439 H_2017 M Hadits Lemah Tentang Keutamaan Surat Az-Zalzalah حفظو هللا Ustadz Kholid Syamhudi Disalin
Lebih terperinciILMU QIRAAT 1 DIPLOMA PENGAJIAN AL QURAN DAN AL SUNNAH 2014 MINGGU KE-4
ILMU QIRAAT 1 DIPLOMA PENGAJIAN AL QURAN DAN AL SUNNAH 2014 MINGGU KE-4 PERBINCANGAN MINGGU INI Biodata Imam Hafs Faktor-faktor penyebaran bacaannya Keistimewaan bacaannya Pembagian Qiraat BIODATA IMAM
Lebih terperinciBAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840
BAB IV PEMAKNAAN DAN PENYELESAIAN HADIS TENTANG TATA CARA SUJUD DALAM SUNAN ABU DAWUD NO INDEKS 838 DAN 840 A. Pemaknaan Hadis tentang cara sujud dalam Sunan Abu Dawud Nomor Indeks 838 dan 840 Hadis adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemeluknya. Para Ulama dan tokoh- tokoh Islam dalam kitab. karangannya begitu banyak mencantumkan al- Qur`an dan hadits karena
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadits adalah undang- undang Syari`ah dan sumber hukum kedua bagi umat Islam, yang selalu di jadikan pedoman hidup oleh setiap pemeluknya. Para Ulama dan tokoh-
Lebih terperinciKELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN
KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN A. Al-Qur an Sebagai Sumber Ajaran Islam Menurut istilah, Al-Qur an adalah firman Allah yang berupa mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis
Lebih terperinciTernyata Hari Jum at itu Istimewa
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor Ternyata Hari Jum at itu Ternyata Hari Jum at itu Istimewa Penyusun: Ummu Aufa Muraja ah: Ustadz Abu Salman Saudariku, kabar gembira untuk kita
Lebih terperinciحفظه هللا Ustadz Abu Faiz Sholahuddin bin Mudasim
رمحه هللا al-imam an-nasa'i حفظه هللا Ustadz Abu Faiz Sholahuddin bin Mudasim @ Copyright 1436 H/ 2015 M Untuk Umat Muslim رمحه هللا Al-Imam an-nasa i Disalin dari Majalah Al-Furqon No.160 Ed 01 Th. Ke-15_1436
Lebih terperinci[www.klastulistiwa.com]
Kegiatan ini digunakan untuk mengawali setiap kegiatan yang dilakukan Sahabat Klastulistiwa, seperti SHIDDIQ (SHahabat Islam Diin Dan Ilmu Qur an), AHA! (Aqeela Home Academy), dan secara pribadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat membimbing para sahabat dalam membukukan hadis. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor,
Lebih terperinciHadis yang diriwayatkan dengan sanad yang mursal Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang muttasil atau bersambung
بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على محمد وآل محمد الأئمة والمهديين وسلم تسليما كثيرا Ahlul Sunnah Wal Jamaah berpegang kepada hadis bahawa Nabi Muhammad (SAW) meninggalkan dua pusaka
Lebih terperinci[SYARAT & KEHATI-HATIAN ULAMA SALAF DALAM BERFATWA]
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. lalu berkata, Yakni janganlah kalian asal
Lebih terperinciRAPATKAN SHAF JAMA AH
RAPATKAN SHAF JAMA AH Telah menceritakan kepada kami Isa bin Ibrahim Al-Ghafiqi telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb -dari jalur lain- Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan
Lebih terperinci2. Jika memang ada haditsnya, Kenapa dosa meratapi mayit ditimpakan ke mayit, padahal yg melakukan kesalahan itu adalah orang lain.
Menambahkan apa yang disampaikan Pak Baz, intinya seperti apa yang disampaikan Pak Baz. Pertanyaan : 1. Apakah ada hadits yg menyatakan bahwa jika ada keluarga yg meratapi mayit, dosanya akan ditimpakan
Lebih terperinciDua Amalan Kekufuran
10 HADITS ISTIMEWA Hadits-hadits Rasulullah a merupakan salah satu sumber ilmu terbesar di dalam Islam. Untuk memudahkan dalam menghafal, maka tidak jarang Rasulullah a mengawali haditsnya dengan menyebutkan
Lebih terperinciBAB II MUKHTALIF AL-HADITS. Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis
BAB II MUKHTALIF AL-HADITS A. Pengertian Mukhtalif al-hadits Mukhtalif al-hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis yang bertentangan. Sedangkan dalam dunia ulum al-hadits istilah ini diperuntukkan
Lebih terperinciNasehat Nan Penuh Kenangan NASEHAT NAN PENUH KENANGAN
NASEHAT NAN PENUH KENANGAN Ditulis oleh: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan dari shahabat yang mulia Al- Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah
Lebih terperinciFATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang PEMANFAATAN BEKICOT UNTUK KEPENTINGAN NON-PANGAN (MUI) setelah: Menimbang : 1. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, beberapa
Lebih terperinciDZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA
DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA DZIKIR PAGI DAN PETANG dan Penjelasan Maknanya ع ن ا ب ه ر ي ر ة ق ال : ك ان ر س ول ال ه ص ل ال ه ع ل ي ه و س ل م ي ع ل م ا ص ح اب ه ي ق ول : ا ذ ا ا ص ب ح ا ح د
Lebih terperinci