PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin banyak dilakukan penelitian di bidang mikrobiologi, terutama penelitian berbasis pemanfaatan jamur dan bakteri. Sebagai obyek penelitian, bakteri lebih disukai dibandingkan mikroorganisme lain mengingat karena sifat pertumbuhan bakteri yang cepat dan mudah untuk dibiakan. Penelitian terkait ganggang hijau-biru relatif sedikit dan jarang dilakukan serta terfokus pada ganggang hijau-biru dari habitat air laut. Ganggang hijau-biru sebenarnya memiliki potensi pemanfaatan yang sangat luas, baik dalam bidang pangan, kesehatan maupun lingkungan. Ganggang hijau-biru (cyanobacteria) atau dikenal juga dengan istilah Cyanophyta merupakan filum bakteria yang mendapatkan energi melalui proses fotosintesis (Sarma, 2012). Ganggang hijau-biru memanen cahaya sebagai sumber energi menggunakan klorofil, energi yang didapatkan kemudian akan ditransfer ke pusat reaksi fotosintesis (Stambler dan Dubinsky, 2006). Organisme fototrof aerobik seperti ganggang hijau-biru utamanya menyerap energi matahari pada area sinar tampak ( nm) (Overmann dan Garcia-Pichel, 2004). Ganggang hijau-biru bisa berbentuk sel tunggal atau koloni. Koloni ganggang hijau-biru dapat membentuk filamen ataupun lembaran. Beberapa koloni filamen memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi tiga tipe sel yang berbeda: sel vegetatif adalah yang paling umum dijumpai, sel fotosintesis pada kondisi lingkungan yang baik, dan tipe heterokista yang berdinding tebal yang mengandung enzim nitrogenase pada kondisi lingkungan ekstrim (Bischoff dan Bold, 1963). Ganggang hijau-biru secara alami terdapat di alam dengan sebaran yang luas, meliputi berbagai habitat darat dan perairan, namun penelitian terkait ganggang hijau-biru masih sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesulitan yang tinggi pada tahap isolasi dan pemurnian mikroorganisme tersebut (Ferris dan Hirsch, 1991). Agar, yang secara rutin digunakan sebagai agen pemadat media untuk bakteri, diketahui mengandung pengotor dan beberapa di antaranya diduga justru menghambat pertumbuhan ganggang hijau-biru itu sendiri (Allen dan Gorham,

2 1981). Karenanya, diperlukan teknik khusus dalam pembuatan media padat untuk pertumbuhan ganggang hijau-biru (Castenholz, 1988). Pemanfaatan ganggang hijau-biru yang telah banyak dilakukan hingga saat ini meliputi penggunaannya sebagai PST (protein sel tunggal), suplemen diet, obat antikanker dan sebagai sumber energi alternatif. Spesies ganggang hijau-biru yang telah banyak diteliti umumnya adalah yang berasal dari lingkungan perairan, baik air asin maupun air tawar. Ganggang hijau-biru yang umum digunakan di industri hanya mampu tumbuh hingga suhu maksimal 40 C (Allen dan Stanier, 1968). Hingga saat ini, masih belum banyak ditemui pemanfaatan spesies ganggang hijau-biru yang tahan terhadap suhu tinggi, mengingat keberadaannya yang sangat jarang di alam. Dalam bidang industri, mikroorganisme yang bersifat termofilik dinilai lebih menguntungkan karena tahapan-tahapan pada proses industri umumnya terjadi pada suhu yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi spesies ganggang hijau-biru yang berasal dari Sungai Bebeng di kaki Gunung Merapi, dengan suhu habitat asalnya berkisar C, serta dilakukan identifikasi morfologis spesies ganggang hijau-biru tahan suhu tinggi tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi ganggang hijau-biru yang bersifat termofilik dari bantaran Sungai Bebeng, Merapi. 1.3 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah didapatkan sumber hayati ganggang hijau-biru termofilik, yang dapat dimanfaatkan pada proses reduksi asam lemak.

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ganggang Hijau Biru Cyanobacteria atau ganggang hijau-biru adalah filum (atau divisi) bakteri yang mendapat energi melalui fotosintesis. Jejak fosil ganggang hijau-biru telah ditemukan sejak 3,8 miliar tahun lalu dan merupakan salah satu kelompok bakteri terbesar dan terpenting di bumi. Ganggang hijau-biru dapat ditemukan di hampir semua habitat yang bisa dibayangkan, dari samudera ke air tawar bahkan sampai ke batu dan tanah (Bischoff dan Bold, 1963). Kebanyakan ganggang hijau-biru ditemukan di air tawar, sedangkan beberapa spesies ditemukan tinggal di lautan, terdapat di tanah lembab, atau bahkan kadang-kadang melembabkan batuan di gurun. Beberapa ganggang hijau-biru bersimbiosis dengan lumut kerak, tumbuhan, berbagai jenis protista dan menyediakan energi bagi inangnya (Seckbach dan Oren, 2006). Ganggang hijau-biru yang berasal dari kelas Myxophyceae adalah mikroorganisme primitif dan dikelompokkan dalam prokariota. Sel-sel ganggang ini tidak memiliki inti yang terbagi dengan baik dan pembelahan sel yang terjadi adalah pembelahan biner sederhana. Organisme ini memiliki warna hijau-biru, dengan pigmen utamanya dapat berupa hijau klorofil a, karoten, xanthofil, c-phycocyanin dan c-phycoerythryn. Produk dari aktivitas fotosintetisnya adalah glikogen (Kaushik, 1987). Setiap individu sel umumnya memiliki dinding sel yang tebal dan lentur, serta bersifat Gram negatif. Ganggang hijau-biru tidak memiliki flagela. Mereka bergerak dengan meluncur sepanjang permukaan. Ganggang hijau-biru secara tradisional diklasifikasikan menjadi lima kelompok, berdasar struktur tubuhnya yaitu: Chroococcales, Pleurocapsales, Oscillatoriales, Nostocales dan Stigonematales (Oilgae, 2006). Ganggang hijau-biru adalah satu-satunya kelompok organisme yang mampu mereduksi nitrogen dan karbon dalam kondisi tidak ada oksigen (anaerob). Mereka melakukannya dengan mengoksidasi belerang (sulfur) sebagai pengganti oksigen. Beberapa spesies ganggang hijau-biru memproduksi neurotoksin, hepatotoksin, sitotoksin, dan endotoksin, membuat mereka berbahaya bagi hewan dan manusia (Stein, 1973).

4 2.2 Isolasi dan Pemurnian Ganggang Hijau - Biru Seringkali, langkah pertama menuju keberhasilan isolasi adalah memahami dan meniru keadaan lingkungan atau habitat yang terjadi secara alami. Untuk mikroalga yang berasal dari pesisir pantai, suhu dan salinitas sangat perlu diperhatikan, untuk fitoplankton yang berasal dari lautan terbuka maka kualitas air dan toksisitas logam menjadi permasalahan tambahan. Mikroalga yang berasal dari air tawar dan diisolasi pada selain musim dingin umumnya tidak peka terhadap perubahan suhu, tetapi ph dan kadar alkali sangatlah berpengaruh. Mikroalga dari lingkungan asam atau hypersaline membutuhkan media pertumbuhan yang khusus, sedangkan bagi mikroalga yang berasal dari tanah, faktor lingkungan tidak terlalu banyak berpengaruh dalam pertumbuhannya (Andersen dan Kawachi, 2005). Metode pengambilan cuplikan sangat menentukan keberhasilan isolasi karena jika sel sampai rusak atau mati maka akan mengakibatkan kegagalan penumbuhan di laboratorium (Andersen dan Kawachi, 2005). Langkah kedua menuju keberhasilan isolasi meliputi penghilangan kontaminan, terutama yang bersifat kompetitor pada spesies target. Metode pemurnian yang kerap dilakukan antara lain (Kaushik, 1987) : a. Pengenceran berulang Teknik ini umumnya digunakan ketika cuplikan dari alam sangat kaya ganggang hijau biru yang spesifik. Cuplikan ditumbuhkan berulangkali pada media cair hingga didapatkan isolat yang diinginkan. b. Fragmentasi Penyeragaman bentuk filamen dengan homogenizer kaca selama lima sampai sepuluh menit memungkinkan diperolehnya filamen pendek yang seragam dengan panjang empat sampai delapan sel. c. Antibiotik Pada beberapa kondisi, sulit dilakukan teknik pengenceran berulang dan/atau ultrasonik untuk menghilangkan kontaminan. Pada kondisi demikian maka penggunaan metode kimia lebih diminati daripada metode fisika. Salah satu metode kimia yang ada yaitu pengunaan antibiotik tunggal atau kombinasi untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kontaminan. Pemurnian dengan menggunakan antibiotik telah diadopsi oleh banyak ilmuwan (Venkataraman, 1969).

5 d. Radiasi ultraviolet Metode ini telah banyak digunakan untuk mendapatkan biakan murni dari ganggang hijau-biru (Bowyer dan Skerman, 1968). Suspensi mikroalga disinari selama dua puluh sampai tiga puluh menit dengan radiasi UV (λ 2750 A ) (Kaushik, 1987). e. Inkubasi suhu tinggi Ganggang hijau-biru termofilik (kisaran pertumbuhan yang optimal di atas 45 C) mudah diisolasi dari habitat termal dengan pengayaan di atas suhu 45 C (Castenholz, 1969). Kebanyakan ganggang hijau-biru tahan suhu tinggi tidak dapat tumbuh baik dengan suhu di bawah C, sedangkan suhu optimum tampaknya berada di dekat 72 C (Kaushik, 1987). 2.3 Media Pertumbuhan Ganggang Hijau Biru Pertumbuhan makroskopik koloni ganggang hijau-biru dapat secara umum terlihat di sungai dan kolam serta di permukaan tanah, bata tua, talang beton dan lain-lain. Distribusi yang luas dari ganggang hijau biru memastikan bahwa inkubasi nonspesifik biasanya akan berhasil, tetapi pengembangan spesies tertentu dan isolasi dalam biakan murni, adalah pekerjaan yang menuntut dan memakan banyak waktu (Kaushik, 1987). Seperti jasad hidup lainnya, ganggang hijau biru memerlukan nutrisi yang sesuai serta lingkungan yang menguntungkan. Pertama, media pertumbuhan harus mengandung nutrisi penting bagi pertumbuhan biakan mikroalga yang diberikan. Kedua, media harus pada saat yang sama memberikan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan, yaitu, ph yang tepat, tekanan osmotik, aerasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua media biakan dapat digunakan baik dalam bentuk cair atau padat (Kaushik, 1987). Cara sederhana untuk menangani ganggang adalah untuk menumbuhkan mereka dalam medium cair dalam tabung reaksi, termos kerucut atau botol biakan. Pertumbuhan pada media cair dapat terlihat dengan parameter yang berbeda (Kaushik, 1987): kekeruhan: warna kekeruhan, lebih atau kurang padat

6 pelikel: massa kecil filamen yang mengapung pada permukaan medium cair sedimen: sel terflokulasi dan mengendap, tetapi berputar jika tabung digoyangkan Nutrien yang keterbatasannya dapat mempengaruhi bentuk dan pertumbuhan ganggang hijau-biru yaitu karbon, fosfor, nitrogen dan besi. Perubahan bentuk sel sebagai respon terhadap keterbatasan nutrien memungkinkan bakteri untuk menggunakan sumber nutrien yang tersedia untuk menunjang kehidupan, pertumbuhan dan reproduksinya. Gambar 2.1 menunjukkan pengaruh kondisi lingkungan biotik dan abiotik terhadap perubahan morfologi ganggang hijau biru (Singh dan Montgomery, 2011). Gambar 2.1 Diagram Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perubahan Bentuk Sel Ganggang Hijau-Biru (Singh dan Montgomery, 2011). Karbon anorganik seperti karbon dioksida diasimilasi pada siklus Calvin dan ketersediannya akan sangat mempengaruhi efektivitas fotosintesis ganggang hijaubiru. Ketersediaan karbon yang rendah dihubungkan dengan sifat dinding sel yang menjadi lebih kaku pada ganggang hijau-biru (Marcus, 1982). Kekurangan karbon

7 juga menginduksi terbentuknya akinete pada sebagian spesies ganggang hijau-biru, yang diduga merupakan sebuah metode untuk dapat bertahan pada kondisi kekurangan karbon yang tidak menguntungkan dengan pembentukan sel yang berfungsi seperti spora, pembentukan akinete diasosiasikan dengan pembesaran sel. (Kaplan-Levy dan Lubzens, 2010). Akinete berperan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan, DNA dan komponen lain yang diperlukan pada tahapan pembentukan sel vegetatif selama fase pengecambahan akinete (Kaplan-Levy dan Lubzens, 2010). Nitrogen sangat dibutuhkan untuk produksi nukleotida dan asam amino. Pada beberapa spesies ganggang hijau-biru, kehilangan nitrogen mengakibatkan terjadinya diferensiasi heterokista penambat nitrogen. Fiksasi nitrogen oleh heterokista pada ganggang hijau-biru mendukung produktivitas ekosistem dengan cara meningkatkan pertumbuhan organisme (Sinha dan Hader, 1996). Heterokista umumnya berukuran lebih besar dan berbentuk lebih bundar dibandingkan dengan sel vegetatif (Kumar, 2010). Perubahan bentuk sel yang berhubungan dengan pembentukan heterokista dinyatakan terjadi apabila sel tidak memperoleh nitrogen sesuai kapasitas kebutuhannya (Young, 2006). Fosfat sangatlah penting bagi pembentukan asam nukleat dan dalam proses fosforilasi, yang berpengaruh terhadap fungsi protein. Ketersediaan fosfat di alam kerap kali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan ganggang hijau-biru di alam. Pada ganggang hijau-biru berfilamen, kekurangan fosfat mengakibatkan pembentukan hormogonia dan akinete (Flores dan Herrero, 2010). Besi berpengaruh dalam pertumbuhan berbagai organisme, termasuk bakteri. Kekurangan besi memberikan dampak yang besar bagi bakteri fotosintetik, mengingat besi menjadi pusat dari fungsi nitrogenase dan sistem pemanen cahaya pada klorofil (Montgomery dan Pattanaik, 2010). Ganggang hijau-biru memperlihatkan pembesaran sel, sebagai hasil dari vakuolasi (Pattanaik dan Montgomery, 2010) atau fragmentasi filamen (Kupper, 2008), sebagai respon terhadap kondisi pertumbuhan yang miskin besi. 2.4 Identifikasi Morfologis Ganggang Hijau Biru Ciri ganggang hijau-biru antara lain tidak memiliki membran sel, tidak memiliki mitokondria dan juga tidak memiliki plastida. Karena itulah umumnya klorofil yang dimiliki berjumlah banyak namun tersebar pada seluruh sitoplasma.

8 Ganggang hijau-biru dapat berbentuk sel, filamen ataupun koloni. Diameternya antara 1 60 µm. Secara umum ganggang hijau-biru memiliki bentuk dasar yang khas yang dapat mencirikan antara satu genus dengan yang lain, atau bahkan antara spesies (Chorus dan Bartram, 1999). Ganggang hijau-biru yang termasuk dalam ordo Chroococcales memiliki bentuk uniselular dan isopolar. Ganggang hijau-biru dari ordo Pleurocapsales memiliki bentuk khas yaitu pseudoparenkim. Ganggang hijau-biru dari ordo Chamaesiphonales umumnya uniselular dan hiperpolar. Ganggang hijau-biru dengan bentuk multiselular, trikal dan belum memiliki heterokista termasuk dalam ordo Oscillatoriales. Ganggang hijau-biru dari ordo Stigonematales berbentuk multiselular, trikal, memiliki heterokista serta tumbuh membentuk cabang cabang. Ordo Nostocales memiliki ciri khas membentuk heterokista, multiseluler, trikal, dan tumbuh membentuk garis lurus (Chorus dan Bartram, 1999). Ganggang hijau-biru uniseluler yang diklasifikasikan ke dalam genus Synechococcus (Thermosynechococcus), adalah genus yang paling memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi. Ganggang hijau-biru berbentuk benang seperti Mastiglocaduslaminosus dan Phormidium spp., lebih bersifat thermotoleran dan dapat tumbuh pada suhu 55 sampai 62 C (Seckbach dan Oren, 2006). (A) (B) (C) (D) (E) (F) Gambar 2.2 Ganggang hijau-biru Sesuai Ordo; (A) Chroococcales, (B) Pleurocapsales, (C) Chamaesiphonales, (D) Oscillatoriales, (E) Stigonematales, (F) Nostocales (Chorus dan Bartram, 1999).

9 2.5 Hipotesis Penelitian Dari celah yang mengeluarkan gas panas di kawasan kaki Gunung Merapi dapat diisolasi, dan diidentifikasi ganggang hijau-biru termofilik.

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME 2 pertumbuhan Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti MORFOLOGI DAN STRUKTUR MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Mikrobiologi Micros: kecil/renik Bios: hidup Mikrobiologi kajian tentang mikroorganisme meliputi aspek: morfologi, fisiologi, reproduksi, ekologi,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti

LINGKUNGAN MIKROORGANISME. Dyah Ayu Widyastuti LINGKUNGAN MIKROORGANISME Dyah Ayu Widyastuti Faktor Lingkungan Aktivitas mikroorganisme dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lingkungannya Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM Transformasi Energi dan Materi dalam Ekosistem KONSEP ENERGI Energi : kemampuan untuk melakukan usaha Hukum Thermodinamika 1 : Energi dapat diubah bentuknya ke bentuk lain,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber pangan terutama pada tumbuhan. Berbagai macam tumbuhan mampu menghasilkan cadangan makanan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN

BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN 10-1 BAB X TAHAP-TAHAP TERBENTUKNYA KEHIDUPAN Berdasarkan fakta di alam dan hasil-hasil percobaan di laboratorium hanya teori evolusi biokimia yang paling dapat memberi penjelasan secara ilmiah tentang

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1 1. Makhluk hidup yang dapat berfotosintesis adalah makhluk hidup... Autotrof Heterotrof Parasit Saprofit Kunci Jawaban : A Makhluk hidup autotrof

Lebih terperinci

TUGAS TAKSONOMI TUMBUHAN TINGKAT RENDAH KELAS CYANOPHYCEAE (BANGSA CHROOCOCCALES)

TUGAS TAKSONOMI TUMBUHAN TINGKAT RENDAH KELAS CYANOPHYCEAE (BANGSA CHROOCOCCALES) TUGAS TAKSONOMI TUMBUHAN TINGKAT RENDAH KELAS CYANOPHYCEAE (BANGSA CHROOCOCCALES) Cyanophyceae disebut sebagai alga biru atau ganggang belah (Schizophyceae) atau ganggang lendir ( Myxophyceae), adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

Aliran energi dalam ekosistem

Aliran energi dalam ekosistem Aliran energi dalam ekosistem Aliran energi dalam ekosistem Produser mendapatkan energi dari cahaya matahari untuk menyusun zat organik melalui fotosintesis. Jadi, matahari merupakan sumber energi bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

Faktor Lingkungan Mikroba

Faktor Lingkungan Mikroba Faktor Lingkungan Mikroba Agroindustri Produk Fermentasi TIP FTP UB Mas ud Effendi Faktor Lingkungan Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk biomassa. Mikroalga termasuk organisme yang mempunyai

Lebih terperinci

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil tubuh disebut talus yaitu tidak punya akar, batang dan daun. Alga dianggap sebagai bentuk tumbuhan rendah karena

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Bakteri Penitrifikasi Sumber isolat yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel tanah yang berada di sekitar kandang ternak dengan jenis ternak berupa sapi,

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Isolasi dan Perbaikan Kultur 3/3/2016 Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Rancang Media 1. Buat kisaran medium dengan nutrien pembatas berbeda (misal C, N, P atau O). 2. Untuk tiap tipe nutrien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan

Pendahuluan. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Pohon Kehidupan. Tiga Domain Kehidupan Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 13 BIOSISTEMATIKA & EVOLUSI: MIKROORGANISME Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Pendahuluan Mikroorganisme, atau mikroba, adalah makhluk hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011

PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI. Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 PERTEMUAN XIV: EKOSISTEM DAN BIOLOGI KONSERVASI Program Tingkat Persiapan Bersama IPB 2011 1 EKOSISTEM Topik Bahasan: Aliran energi dan siklus materi Struktur trofik (trophic level) Rantai makanan dan

Lebih terperinci

Pengertian Siklus Sulfur

Pengertian Siklus Sulfur PENGERTIAN SIKLUS SULFUR DAN PROSES TERJADINYA SIKLUS SULFUR Pengertian Siklus Sulfur Sulfur merupakan perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur diokasida lalu menjadi sulfat dan kembali menjadi

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri

I. PENDAHULUAN. Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung adalah produsen tapioka utama di Indonesia. Keberadaan industri tapioka di Lampung menjadi penting berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Sekitar 64% penyerapan

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

KONSEP EKOSISTEM Living in the Environment BI2001 Pengetahuan Lingkungan SITH ITB 2013

KONSEP EKOSISTEM Living in the Environment BI2001 Pengetahuan Lingkungan SITH ITB 2013 2 KONSEP EKOSISTEM BI2001 Pengetahuan Lingkungan Sumber utama materi dan ilustrasi: Miller, G.T. & S.E. Spoolman. 2012. Living in the Environment. Seventeenth edition. Brooks/Cole, Belmont, CA (USA) Topik

Lebih terperinci

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya

SIKLUS OKSIGEN. Pengertian, Tahap, dan Peranannya SIKLUS OKSIGEN Pengertian, Tahap, dan Peranannya Apa yang terbesit dalam pikiran anda bila mendengar kata oksigen? Seperti yang kita tahu, oksigen bagian dari hidup kita yang sangat kita butuhkan keberadaannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak pada garis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Morotai yang terletak di ujung utara Provinsi Maluku Utara secara geografis berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, sebelah selatan berbatasan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM 1. Interaksi antar Organisme Komponen Biotik Untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan, setiap organisme melakukan interaksi tertentu dengan organisme lain. Pola-pola

Lebih terperinci

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis. BAB V FOTOSINTESIS A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa mampu memahami proses fotosintesis dan mampu menguraikan mekanisme terjadinya fotosintesis pada tumbuhan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. B.

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

Khamir. Karakteristik Khamir

Khamir. Karakteristik Khamir Khamir Termasuk kapang, namun berbentuk sel tunggal/uniseluler. Dari kelompok Ascomycetes dan Basidiomycetes Tersebar luas di alam. Ada yang bermanfaat adapula yg merugikan bagi manusia. Manfaat: untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada

BAB I PENDAHULUAN. berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat ditumbuhi lumut adalah pada pohon, kayu mati, kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan mempunyai kemampaun berenang yang lemah dan pergerakannya selalu dipegaruhi oleh gerakan massa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Reaksi Kimia bisa terjadi di manapun di sekitar kita, bukan hanya di laboratorium. Materi berinteraksi untuk membentuk produk baru melalui proses yang disebut reaksi

Lebih terperinci

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri

Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan

Lebih terperinci

EKOSISTEM KOLAM. Di susun oleh : Ayu Nur Indah Sari ( )

EKOSISTEM KOLAM. Di susun oleh : Ayu Nur Indah Sari ( ) EKOSISTEM KOLAM Di susun oleh : Ayu Nur Indah Sari ( 13196 ) PENGERTIAN EKOSISTEM Ekosistem merupakan tingkat organisme yang lebih tinggi daripada komunitas atau merupakan kesatuan dari komunitas dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA 4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan

Lebih terperinci

MIKROBIOLOGI BAKTERI

MIKROBIOLOGI BAKTERI 1 MIKROBIOLOGI BAKTERI (Nurwahyuni Isnaini) Tugas I Disusun untuk memenuhi tugas brosing artikel webpage Oleh RIZKA RAMADHANTY NIM:G0C015080 PRORAM DIPLOMA DIII ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1

JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 JAMUR (fungi) Oleh : Firman Jaya,S.Pt.,MP 4/3/2016 1 JAMUR FUNGI KAPANG MOLD KHAMIR YEAST JAMUR MUSHROOM 4/3/2016 2 OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI KHAMIR Struktur/ morfologi Pengelompokkan Cara Reproduksi

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH Hidup ikan Dipengaruhi lingkungan suhu, salinitas, oksigen terlarut, klorofil, zat hara (nutrien)

Lebih terperinci

PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME

PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME PENGERTIAN ISOLASI MIKROORGANISME Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme lain perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 1.1. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan dua jenis air limbah greywater. Penelitian pertama menggunakan air limbah greywater yang diambil dari

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan bagian bumi yang mengandung banyak sekali komponen, salah satunya adalah berbagai macam populasi mikroorganisme. Beberapa populasi mikroorganisme yang

Lebih terperinci

Siklus energi, siklus materi, siklus biogeokimia, daur biogeokimia,dan nitrifikasi. (Pertemuan 4)

Siklus energi, siklus materi, siklus biogeokimia, daur biogeokimia,dan nitrifikasi. (Pertemuan 4) Siklus energi, siklus materi, siklus biogeokimia, daur biogeokimia,dan nitrifikasi (Pertemuan 4) Siklus energi, siklus materi, siklus biogeokimia, daur biogeokimia,dan nitrifikasi Siklus Energi Lebih ditekankan

Lebih terperinci