BAB I PENDAHULUAN. hanya minyak bumi saja yang masuk dalam perhitungan APBN (inilah.com). Oleh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. hanya minyak bumi saja yang masuk dalam perhitungan APBN (inilah.com). Oleh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan gas domestik, pemerintah terus mengembangkan gas baik konvensional maupun non konvensional seperti gas metana batu bara (CBM) dan shale gas, dan mulai 2013, pendapatan dari gas bumi masuk dalam APBN. Sebelumnya, hanya minyak bumi saja yang masuk dalam perhitungan APBN (inilah.com). Oleh karena itulah pemerintah kini giat membuka area-area yang kaya akan gas bumi demi memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa kilang gas yang telah dimiliki oleh indonesia yaitu kilang LNG Arun yang berkapasitas 12,85 Million Metric Ton Per Annum/MMTPA, Kilang LNG Bontang dengan kapasitas 21,64 MMTPA dan Kilang LNG Tangguh yang berkapasitas 7,6 MMTPA (bin.go.id). Terlepas dari itu semua, pada setiap rencana ataupun proyek pembangunan kilang gas yang telah dijalankan mengalami sejumlah kendala dan masalah baik kendala material, penyediaan sumber daya manusia ataupun dalam hal kendala yang berkaitan dengan masyarakat. Bukan hanya issue yang mengatakan pembangunan proyek skala besar seperti ini akan menguras lahan dan area beribu-ribu hektar yang pada akhirnya mengakibatkan tergusurnya masyarakat sekitar baik mata pencaharian, tempat tinggal dan tak jarang menghabiskan banyak areal hutan (Maimunah:10, 2012) kebutuhan lahan luas membuat industri ini kerap melahirkan konflik, kekerasan, pelanggaran HAM, dan pemiskinan. Hal tersebut tentu mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan.

2 Dalam tataran lokal, masalah yang terjadi pada setiap kasus pembukaan lahan penambangan bukan hanya pada masyarakat, sebut saja pengrusakan kawasan hutan lindung dan kawasan suaka alam yang kemudian beralih fungsi karena adanya kegiatan dari perusahaan pertambangan. Seperti yang dikatakan Keraf (Keraf:36, 2010) bahwa salah satu sektor yang mempunyai daya rusak lahan yang masif dan tinggi adalah industri pertambangan. Rusaknya lahan juga akibat pembukaan lahan untuk aktivitasaktivitas penunjang kegiatan penambangan. Ini juga terjadi di Sulawesi Tengah yang memiliki sejumlah kekayaan alam yang dapat di eksplorasi. Sesuai dengan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah tercatat terdapat potensi Minyak Bumi yang ada di Sulawesi Tengah antara lain terdapat di Kabupaten Morowali, Donggala, Banggai, dan Parigi Mountong. Di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali terdapat di lapangan Minyak Tiaka Blok Trili yang terletak 17 mil dari garis pantai. Cadangan minyak di lapangan Tiaka sebesar 106,56 Million Barrel Oil/juta Barrel minyak (MBO). Potensi miinyak bumi yang terdapat di Kecamatan Toili Barat Kabupaten Banggai memiliki kapasitas 16,5-23 juta barrel per tahun dengan total kapasitas produksi Barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam sumur, dan produksi rata-rata setiap sumur yaitu BOPD. Disamping itu, Kabupaten Banggai juga memiliki potensi gas alam cair yang terdapat di Donggi-Senoro dengan perkiraan cadangan sebesar triliun kaki kubik (tcf)., jumlah kandungan gas di ladang-ladang Donggi-Senoro besarnya dua kali lipat dibandingkan sisa kandungan yang terdapat di ladang gas alam Arun di Aceh yang jumlahnya mencapai 14 tcf. Untuk menambah tercukupinya kebutuhan gas domestik negara kemudian membuka proyek ladang gas baru. DSLNG (Donggi-Senoro Liquified Natural Gas) didirikan sebagai perusahaan penanaman modal asing (OMA) pada tanggal 28 Desember

3 2007, DSLNG merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2001 tentang Kegiatan Usaha Hilir, sehingga memungkinkan pengembangan usaha yang terpisah antara kegiatan hulu (penyediaan bahan baku gas) dan kegiatan hilir (pabrik LNG) (donggisenorolng.co.id). Kegiatan pengembangan usaha hilir (downstream) yang dimaksud disini ialah memisahkan pengelolaan antara bagian hulu dan hilir dalam artian, usaha hilir (pembangunan pabrik pada bagian hilir, produksi LNG dan distribusi) dipegang dan dikerjakan oleh pihak Donggi-Senoro sepenuhnya, sedangkan pada usaha hulu dikerjakan oleh PT. Pertamina. Proyek gas Donggi-Senoro terdiri dari proyek eksploitasi ladang gas di bagian hulu dan proyek pengilangan yang menghasilkan gas alam cair (liquefied natural gas/lng) di bagian hilir. Pada bagian hulu, Blok gas Matindok/Donggi dikuasai 100% oleh Pertamina EP dengan produksi 85 juta kaki kubik per hari (MMscfd), sedang Blok Senoro dikelola oleh PT PHE Tomori Sulawesi (50%), PT Medco E&P Tomori Sulawesi (30%), dan Tomori E&P Limited (20%), dengan produksi 250 MMscfd. Berdasarkan jadwal proyek, kilang diperkirakan akan berproduksi pada Sebagian besar produksi akan diekspor ke Jepang dan Korea dengan calon pembeli Kyushu Electric Power Co. ( ton/tahun), Chubu Electric Power Co. (1 juta ton/tahun) dan Korea Gas Corporation (Kogas, ton/tahun). Sisa ekspor adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik, terutama untuk pabrik pupuk di Sulawesi (iress.web.id). Kecamatan Batui yang merupakan kawasan eksplorasi pembangunan kilang gas ini memiliki sumber alam yang melimpah dan telah bertahun-tahun menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar yang pada umumnya bertani dan berladang. Sumber galian gas alam yang kemudian ditemukan disana menjadi nilai ekonomis tinggi yang tidak terbantahkan kehadirannya. Hal itu tentu saja menyebabkan terjadiinya perebutan

4 sumber daya ekonomi yang memicunya konflik diantara stakeholders. Adapun stakeholders yang terkait di dalamnya adalah pemerintah dan pejabat daerah, pengusaha dan pemilik modal, LSM ataupun lembaga yang perduli mengenai masalah pembukaan lahan tambang gas ini, dan tentu saja masyarakat setempat yang menempati wilayah tersebut. Pada setiap aktivitas proyek pembangunan ataupun pembukaan kawasan pertambangan jenis apapun itu selalu ditemukan respon yang beraga, pada tingkat daerah karena tentu saja daerah pengahasil adalah wilayah yang terkena dampak paling banyak dari pembangunan proyek. Walaupun dalam berbagai kasus resistensi terhadap proyekproyek pertambangan lebih banyak dan lebih sering dijumpai penolakan dibandingkan dukungan terhadap proyek-proyek tersebut. Begitupun dengan pembangunan proyek kilang minyak Donggi-Senoro ini telah menuai beragam respon baik dari masyarakat setempat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan pihak-pihak lain yang terkait dalam proyek ini. Sama seperti proyek-proyek eksplorasi sumber daya skala besar di lain tempat, pun pada kasus proyek Donggi-Senoro ini turut tercium permasalahan-permasalahan yang tidak dapat dikatakan sedikit dan dinilai sepele. Berdasarkan berita yang dihimpun dari beberapa media ditemukan beberapa permasalahan dalam proyek ini diantaranya adalah : 1. Dugaan kerugian negara akibat harga jual gas yang murah. Dikarenakan hak penjualan dan distribusi/transportasi LNG ini berada pada Mitsubishi Coorp, maka merekalah yang menentukan harga jual gas Donggi-Senoro yang dinilai terlalu rendah yaitu dengan harga jual US$ 4,01/mmbtu harga jual gas ini dapat dianggap masih tergolong rendah, hanya selisih US$ 0,5/mmbtu dibanding harga murah gas Tangguh US$ 3,5/mmbtu. Indonesian Corruption Watch (ICW) kemudian menyatakan bahwa

5 potensi kerugian negara akibat rendahnya harga jual gas Donggi Senoro adalah US$ 4,589 miliar. Pendapat ICW tersebut didasarkan pada asumsi harga jual gas JCC 70 per barel dengan harga US$ 6,16/mmbtu. Harga yang wajar menurut ICW adalah US$ 8,4/mmbtu. 2. Alokasi gas yang tidak sesuai, dimana pada awalnya pihak investor menginginkan alokasi gas sepenuhnya diekspor akan tetapi berdasarkan memo Wakil Presiden Jusuf Kalla No.22/MWP/6/2009 menyatakan bahwa alokasi gas diperuntukkan 100% untuk kebutuhan domestik. Dalam perkembangannya kemudian, setelah pemerintahan berganti dari SBY-JK menjadi SBY-Boediono, keputusan alokasi gas kemudian berubah atas saran Wapres Boediono, gas DS akan dialokasikan sekurang-kurangnya 25% hingga 30% untuk domestik dan lebih dari 70% untuk ekspor. Disebutkan bahwa keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan aspek tekno ekonomi proyek. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ESDM No.4186/13/MEM.M/2010 tanggal 17 Juni 2010 yang ditujukan kepada Kepala BP Migas. 3. Pada tahun 2011, terdapat dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam Beauty Contest yang dibuat pertamina untuk memenangkan tender proyek Donggi-Senoro antara pihak Mitsubishi Coorp dan PT. LNG-EU (PT.LNG Energi Utama). 4. Ketidakadilan Sosial. Dari nilai investasi proyek Donggi-Senoro yang mencapai US$ 2,8M CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan hanya sebesar Rp. 1 Milyar yang jelas tidak sebanding dengan nilai kerusakan lingkungan dan tanggungjawab jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat setempat. Sebagai proyek nasional berskala besar proyek Donggi-Senoro mempunyai sejumlah permasalahan yang juga berada pada skala nasional dan dimainkan oleh aktor-aktor besar

6 yang memegang kekuasaan sebagai penentu kebijakan. Namun dalam penelitian kali ini penulis mencoba menggali problematika hanya pada skala lokal atau sebatas dalam wilayah daerah penghasil. Hal itu dipilih dikarenakan meskipun sebagai proyek berskala nasional akan tetapi proyek ini juga tidak lepas dari keikutsertaan aktor-aktor lokal yang mempunyai perannya masing-masing. Sebagai proyek yang besar, eksplorasi proyek DSLNG diharapkan membawa perubahan yang berarti bagi daerah. Akan tetapi, dalam kenyataannya setalah beberapa tahun proses pembangunan tercium sejumlah masalah yang sampai sekarang banyak yang tak kunjung terselesaikan. Selain untuk memenuhi kebutuhan negara dan membuka pasar investasi, proyek eksplorasi gas yang masuk pada Kab. Banggai dimaksudkan untuk pemasukan daerah dan pembangunan serta kemakmuran masyarakat setempat, namun berkaca pada beberapa proyek investasi dan eksplorasi SDA, proyek besar di daerah identik dengan berbagai campur tangan kepentingan dari berbagai pihak. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentu saja baik secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi keberlansungan hidup masyarakat setempat. Problematika yang kemudian banyak menyeruak adalah ketidakseimbangan atau imbalacing keuntungan yang didapatkan antara masyarakat setempat dan pemda juga pihak pemodal sendiri. Ada suara-suara ketidakpuasan yang datang dari publik atas proses eksplorasi yang kini baru memasuki tahap pertama produksi. Hal ini menyebabkan terkotakkotaknya tiap kelompok dalam kepentingan masing-masing yang memicu perseteruan dan respon yang beragam hingga menimbulkan berbagai macam konflik pada aras lokal. 1.2 Rumusan Masalah Terdorong oleh beberapa hal yang telah diungkapkan sebelumnya diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kasus pembangunan kilang gas Donggi-

7 Senoro ini. Adapun sebagaimana penelitian pada umumnya, masalah utama yang ingin dikaji dari penelitian ini adalah Bagaimana Peran Aktor Kepentingan dalam Kebijakan Pembangunan Kilang Gas Donggi-Senoro di Kec. Batui Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah? Penulis kemudian mencoba membuat 3 pertanyaan turunan dari 1 pertanyaan utama ini yaitu : 1. Siapa aktor-aktor dalam kasus ini? 2. Apa saja kepentingan para aktor tersebut dalam kasus ini? 3. Bagaimana cara atau jalan mereka mendapatkan atau mencapai tujuan mereka masing-masing? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu menggali dan menemukan potensi baru baik berupa kelebihan atau kelemahan pembukaan proyek gas yang dilaksanakan tersebut yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekaligus juga berdampak pada keberlanjutan pembangunan daerah. Juga diharapkan ditemukannya sejumlah solusi yang bermanfaat untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu meminimalisir kontra akibat proyek tersebut Kegunaan Penelitian Kawasan ini secara keilmuan akan sangat berpotensi mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai aspek sehingga layak dijadikan salah satu lahan penelitian bagi ilmu-ilmu sosial yang berdimensi multidisiplin. Karena pastinya paling tidak, akan ada pertumbuhan ekonomi, politik, budaya, pemerintahan serta

8 sosial pendidikan dan pertahanan yang akan bergerak secara otomatis baik itu di sisi positif ataupun di sisi negatif. Sehingga kajian ini nantinya dapat menjadi telusuran ilmiah yang kiranya dapat berguna bagi referensi pendamping untuk penelitian selanjutnya. 1.4 Keaslian Penelitian Sebelumnya, penelitian tentang peran aktor dalam kebijakan telah banyak dilakukan peneliti lain. Namun perbedaan dengan penelitian yang lainnya adalah dalam penelitian ini penulis juga membahas mengenai kelompok kepentingan yang dijalankan oleh masing-masing aktor yang berkepentingan di dalam kasus kebijakan pembukaan dan pembangunan lahan kilang gas DSLNG ini. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti lain mengenai respon masyarakat, adalah sebagai berikut : 1. Joko Purnama, S.a.p dengan judul penelitian Studi Implementasi Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kab. Tuban (2011). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses implementasi serta peran para aktor dalam implementasi kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Tuban. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sementara teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Tuban bukan semata-mata karena ketidakberhasilan implementasi kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi tetapi juga karena adanya penurunan kebutuhan pupuk oleh petani dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tataran implementasi kebijakan proses pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi telah berjalan dengan baik sesuai

9 ketentuan, tetapi problem-problem yang muncul di lapangan justru pada hal-hal teknis pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan kerjasama antar aktor (petani, pengecer, distributor, produsen dan pemerintah) belum berjalan dengan baik. 2. Murliana, dengan judul penelitian Proses Pengambilan Keputusan Penetapan Pekon Terpilih pada Program Gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat (2009). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahuibagaimana proses pengambilan keputusan penetapan pekon terpilih pada program gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dan peran para aktor dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Hasil dari analisa data ditarik kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan penetapan pekon terpilih pada program gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran demokrasi dengan melibatkan banyak aktor yang memiliki peran dan kepentingan yang berbeda-beda, baik kepentingan pribadi, golongan, organisasi maupun kepentingan politik. 3. Alimansyah, S.Ip dengan judul penelitian Penyimpangan Pemanfaatan Ruang (Studi Kasus Alih Fungsi Lahan Sawah Beririgasi Teknis di Kawasan Danu Dusun Besar Kota Bengkulu). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang alih fungsi sawah beririgasi teknis di kawasan danu dusun besar Kota Bengkulu. Sebagai turunan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: penyebab penyimpangan, aktor, kepentingan, dan mekanisme. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan analisa dan interpretasi data menggunakan model analisis kualitatif, melalui 3 komponen : reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian

10 dapat disimpulkan 1). Penyimpangan alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis berawal dari adanya penyimpanan alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Dananu Dusun Besar, dikarenakan adanya kelalaian pembuat kebijakan dalam menetapkan Perda RTRW tepat waktu, persaingan pemanfaatan ruang, dan lemahnya pengendalian ruang, 2). Aktor dalam penyimpangan adalah aktor secara langsuung yaitu pemilik lahan sawah awal dan pembeli lahan sawah (swasta/pengusaha) dan aktor secara tidak langsung yaitu pemerintah daerah, 3). Kepentingan yang melatarbelakangi terjadinya alih fungsi di dominasi oleh kepentingan ekonomi dan adanya politik administrative, 4). Mekanisme alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis dilakukan secara personal atau oknum. 1.5 Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan dan lebih sistematis, maka tesis ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, keaslian penelitian sistematika penulisan. Bab II : Bab ini berisikan landasan teori dari penelitian yang terdiri dari Esensi Kebijakan dan Peran Aktor dalam Kebijakan Bab III : Bab ini berisikan tinjauan umum lokasi penelitian, yang berisi deskripsi Wilayah Penelitian dan data informasi terkait Pembukaan dan Pembangunan Kilang Gas DSLNG yang ada di lokasi penelitian. Bab IV : Bab ini menguraikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang berada pada Kecamatan Batui Kabupaten Banggai dan penjelasan singkat mengenai profil proyek yang dilakukan oleh PT. Donggi Senoro bersama PT. Pertamina yang berkerjasama dengan Medco Energi.

11 Bab V : Bab ini berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, hasil pengolahan data yang didapatkan di lapangan dan sejumlah data lain dan pembahasan mengenai Peran Aktor Kepentingan dalam Kebijakan Pembukaan dan Pembangunan Kilang Gas DSLNG di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah Bab VI : Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009.

BBM dalam negeri. Proyek ini diharapkan akan beroperasi pada tahun 2009. Bab-1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya lapangan gas baru, PT. PERTAMINA EP merencanakan akan mengembangkan lapangan gas yang terletak di Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 05 November :53 - Terakhir Diperbaharui Senin, 05 November :13

Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 05 November :53 - Terakhir Diperbaharui Senin, 05 November :13 Meskipun berabad-abad menjajah Indonesia, penguasaan terhadap sumber-sumber minyak bumi, gas alam, dan mineral, tak bisa dilakukan pemerintah kolonial Belanda. Para investor asal Belanda baru benar-benar

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014-2015 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2015 BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR

Lebih terperinci

Blok Masela Harus. Berikan Kemakmuran untuk Rakyat Indonesia

Blok Masela Harus. Berikan Kemakmuran untuk Rakyat Indonesia Blok Masela Harus Berikan Kemakmuran untuk Rakyat Indonesia http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/01/03/122200526/blok.masela.harus.berikan.kemakmuran.untuk.rakyat.indonesia Minggu, 3 Januari 2016

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

DIALOG PRESIDEN RI DENGAN WARTAWAN DI PT. PUPUK KUJANG, CIKAMPEK, JAWA BARAT, Selasa, 10 Pebruari 2009

DIALOG PRESIDEN RI DENGAN WARTAWAN DI PT. PUPUK KUJANG, CIKAMPEK, JAWA BARAT, Selasa, 10 Pebruari 2009 DIALOG PRESIDEN RI DENGAN WARTAWAN DI PT. PUPUK KUJANG, CIKAMPEK, JAWA BARAT, 10-02-2009 Selasa, 10 Pebruari 2009 KETERANGAN PERS DAN DIALOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAÂ DENGAN WARTAWAN SESUDAH RAPAT KABINET

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah

9 BAB I 10 PENDAHULUAN. minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah 9 BAB I 10 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi pengolahan minyak, yang dimiliki oleh berbagai perusahaan minyak baik itu milik pemerintah maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi yang dapat digambarkan pada diagram alir berikut. Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong

BAB I PENDAHULUAN. saing, efisien, dan berwawasan pelestarian fungsi lingkungan serta mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri Minyak dan Gas Bumi merupakan sektor penting di dalam pembangunan nasional baik dalam hal pemenuhan kebutuhan energi dan bahan baku industri di dalam negeri

Lebih terperinci

STUDI KASUS HUKUM. Oleh : CANDRA BUDI KURNIAWAN No. Mahasiswa : Program Studi : Ilmu Hukum

STUDI KASUS HUKUM. Oleh : CANDRA BUDI KURNIAWAN No. Mahasiswa : Program Studi : Ilmu Hukum PERSEKONGKOLAN DALAM BEAUTY CONTEST PROYEK DONGGI-SENORO (Studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Perkara Nomor : 35/KPPU-I/2010) STUDI KASUS HUKUM Oleh : CANDRA BUDI KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia masih menjadi sumber energi andalan dan utama. Permintaan terhadap migas menjadi semakin tinggi untuk mengimbangi tingkat kompleksitas

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017

KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017 KINERJA SEKTOR HULU MIGAS YTD SEPTEMBER 2017 (Q3) Jakarta, 27 Oktober 2017 1 I. KINERJA UTAMA HULU MIGAS (Q3 2017) 2 2017 SKK Migas All rights reserved Wilayah Kerja Migas Konvensional & NonKonvensional

Lebih terperinci

n.a n.a

n.a n.a 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa memerlukan aspek pokok yang disebut dengan sumberdaya (resources) baik sumberdaya alam atau natural resources maupun sumberdaya manusia atau

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan visi menjadi perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai penemuan cadangan minyak bumi dan pembangunan kilang-kilang minyak yang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Pada dasarnya Indonesia memiliki prospek industri minyak bumi yang menjanjikan kedepannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan penduduknya. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri minyak dan gas bumi mengalami goncangan yang luar biasa di 10

BAB I PENDAHULUAN. Industri minyak dan gas bumi mengalami goncangan yang luar biasa di 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri minyak dan gas bumi mengalami goncangan yang luar biasa di 10 tahun terakhir ini. Kesulitan dalam investasi dan usaha dibidang minyak dan gas bumi

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Produksi Energi Fosil... 3 2. Asumsi... 4 3. Metodologi... 13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batubara menempati posisi strategis dalam perekonomian nasional. Penambangan batubara memiliki peran yang besar sebagai sumber penerimaan negara, sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1130, 2016 KEMEN-ESDM. Kilang Minyak. Skala Kecil. Pembangunan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya jaman dan teknologi, kebutuhan manusia akan energi semakin besar. Hampir setiap kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari memerlukan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN 2.1. Gambaran Umum Sektor Pertambangan Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam dan mineral sehingga cukup layak apabila sebagaian pengamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di banyak tempat dan beberapa lokasi sesuai dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan jumlah pembangkit listrik di Indonesia merupakan akibat langsung dari kebutuhan listrik yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, karena listrik merupakan energi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA

POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA M. Hasan Syukur *) ABSTRAK Gas bumi merupakan sumber daya alam dengan cadangan terbesar ketiga di dunia setelah batu bara dan minyak bumi. Gas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi adalah badan kerjasama operasi yang dibentuk berdasarkan Production Sharing Contract antara perusahaan PT. Pertamina Hulu Energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gas alam sebagai salah sumber daya alam yang mempunyai manfaat. sangat banyak dalam menunjang berbagai sektor kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Gas alam sebagai salah sumber daya alam yang mempunyai manfaat. sangat banyak dalam menunjang berbagai sektor kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gas alam sebagai salah sumber daya alam yang mempunyai manfaat sangat banyak dalam menunjang berbagai sektor kehidupan manusia. Banyaknya manfaat dari sumber daya alam

Lebih terperinci

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Sektor Pasokan Energi. Produksi Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Sektor Pasokan Energi Produksi Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi I. Gambaran Umum Produksi Energi Fosil... 3 II. Asumsi Tetap/Fixed Assumption... 4 2.1. Penemuan Cadangan...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA?

REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? REKLAMASI DAN JAMINAN REKLAMASI, BAGAIMANA PENGATURANNYA? Apa dan bagaimana pelaksanaan reklamasi? Bagaimana mekanisme penyediaan jaminan reklamasi? A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yang telah diuraikan pada

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yang telah diuraikan pada BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan kekayaan tersebut harus dikelola sebaik mungkin untuk kesejahteraan masyarakat. Tetapi tidaklah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laba Bersih Pertamina Tahun 2014 hingga 2015

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laba Bersih Pertamina Tahun 2014 hingga 2015 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Terbentuknya proses kolaborasi diyakini menjadi salah satu tantangan bagi pengelolaan bisnis dalam organisasi. Hal ini terkait dengan adanya kerjasama dan inisiatif bersama

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*) WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong

Lebih terperinci

Untuk mengatasi masalah pasokan listrik, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, yaitu :

Untuk mengatasi masalah pasokan listrik, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, yaitu : Untuk mengatasi masalah pasokan listrik, ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, yaitu : Pertama, mengatasi masalah listrik dengan menggunakan bahan bakar minyak. Minyak bumi merupakan bahan bakar

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN SULAWESI TENGAH

PROFIL PEMBANGUNAN SULAWESI TENGAH 1 PROFIL PEMBANGUNAN SULAWESI TENGAH A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Sulawesi Tengah merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata + 84 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sebelumnya lebih dikenal dengan Provinsi Irian Jaya. Provinsi ini

I. PENDAHULUAN. yang sebelumnya lebih dikenal dengan Provinsi Irian Jaya. Provinsi ini I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran dari Provinsi Papua yang sebelumnya lebih dikenal dengan Provinsi Irian Jaya. Provinsi ini dimekarkan berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT

ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT ANALISA PENGARUH EKSPLORASI GAS BUMI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TIMUR MELALUI PENDEKATAN INPUT OUTPUT Moses L. Singgih Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111, Indonesia,

Lebih terperinci

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split

9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split 9 Fenomena Hulu Migas Indonesia, Peluang Memperbaiki Iklim Investasi dengan Kontrak Migas Gross Split #Kelebihan PSC Gross Split #Model Gross Split Pertama di Dunia April, 2017 Ariana Soemanto, ST, MT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permintaan minyak dunia diprediksi terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian. Hal tersebut berdampak

Lebih terperinci

Indonesia s Oil and Gas situation and Struggle against Transnational Companies. by : Jatam, Indonesia September 2003

Indonesia s Oil and Gas situation and Struggle against Transnational Companies. by : Jatam, Indonesia September 2003 Indonesia s Oil and Gas situation and Struggle against Transnational Companies by : Jatam, Indonesia September 2003 Fakta-fakta Situasi Migas Indonesia Ekonomi bergantung pada migas. Setelah 32 tahun sejak

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, jumlah keperluan energi secara nasional cenderung mengalami peningkatan dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan energi nasional sebagai blue print bagi penggunaan berbagai macam energi pada tahun 2025 untuk mengamankan pasokan

Lebih terperinci

Karena banyak kalangan yang protes atas kebijakan perpanjangan kontrak tambang gas Blok

Karena banyak kalangan yang protes atas kebijakan perpanjangan kontrak tambang gas Blok Karena banyak kalangan yang protes atas kebijakan perpanjangan kontrak tambang gas Blok Mahakam yang pro asing, pemerintah pun akhirnya berjanji akan menyerahkan 51 persen saham Blok Mahakam kepada Pertamina.

Lebih terperinci

POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA

POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA POTENSI GAS ALAM DI INDONESIA M. Hasan Syukur *) ABSTRAK Gas bumi merupakan sumber daya alam dengan cadangan terbesar ketiga di dunia setelah batu bara dan minyak bumi. Gas alam pada awalnya tidak dikonsumsi

Lebih terperinci

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN

Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN Boks.1 MODEL PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BATUBARA YANG BERKELANJUTAN PENDAHULUAN Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haves and the have nots. Salah satu sumberdaya alam yang tidak merata

BAB I PENDAHULUAN. haves and the have nots. Salah satu sumberdaya alam yang tidak merata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memang diberi karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan sumberdaya alam yang kaya raya. Namun penyebaran sumberdaya alam di Indonesia tidak merata, hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014 Badan Tenaga Nuklir Nasional J A K A R T A Hari, tanggal Minggu, 10 Mei 2015 Yth.: Bp. Kepala BadanTenaga Nuklir Nasional GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014 Sumber Berita Selasar.com Hal. -

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJA SAMA KONTRAK, BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Dampak dari penetapan Taman Nasional Kutai terhadap kegiatan. eksplorasi dan eksploitasi PT Pertamina EP di lapangan Sangatta dapat

BAB V PENUTUP. 1. Dampak dari penetapan Taman Nasional Kutai terhadap kegiatan. eksplorasi dan eksploitasi PT Pertamina EP di lapangan Sangatta dapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Dampak dari penetapan Taman Nasional Kutai terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi PT Pertamina EP di lapangan Sangatta dapat dilihat dengan sangat nyata dimana tanpa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1994 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PEDOMAN KERJASAMA KONTRAK BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017 #energiberkeadilan Jakarta, 8 Agustus 2017 MINYAK DAN GAS BUMI LIFTING Minyak Bumi 779 (2016) 1 802 (2017)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi yang semakin meningkat dan kenaikan harga minyak yang melonjak pesat dari tahun ke tahun mengakibatkan minyak sangatlah berharga, sehingga sumur-sumur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bakar minyak yang berasal dan diolah dari bumi. Dimana pengertian Minyak. Bumi Pasal 1 angka 1 Menyebutkan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. bakar minyak yang berasal dan diolah dari bumi. Dimana pengertian Minyak. Bumi Pasal 1 angka 1 Menyebutkan bahwa : 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Migas atau sering disebut juga dengan Minyak dan Gas Bumi mempunyai suatu Lembaga / institusi yang bernama Perusahaan Migas, yang bergerak di bidang kegiatan pertambangan,

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha

2014, No Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2014 MIGAS. Usaha. Panas Bumi. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5595) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016 LATAR BELAKANG Dasar Hukum Undang-undang Nomor 3 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berberapa kebijakan dan etika bisnis. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. berberapa kebijakan dan etika bisnis. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mengoperasionalkan sebuah perusahaan tentunya dibatasi oleh berberapa kebijakan dan etika bisnis. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah kebijakan legal lewat

Lebih terperinci

1) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi Sistem Informasi saat ini berkembang dengan pesat, khususnya Teknologi Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 No. 28/05/72/Th.XIX, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I-2016 KONTRAKSI 1,62 PERSEN DIBANDING TRIWULAN I-2015 Perekonomian Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam minyak dan gas bumi (MIGAS) adalah sumber daya tidak

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam minyak dan gas bumi (MIGAS) adalah sumber daya tidak 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam minyak dan gas bumi (MIGAS) adalah sumber daya tidak terbarukan (unrenewable resources), dalam pengelolaannya dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian

Lebih terperinci

Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama

Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama Infrastruktur Hijau : Perlu Upaya Bersama Pembukaan Indonesia Green Infrastructure Summit 2015 Jakarta. Apabila berbicara tentang inftrastruktur hijau (green infrastructure), tentu kita bicara tentang

Lebih terperinci