PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo) GIAN PUSPITA APRIYANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo) GIAN PUSPITA APRIYANA"

Transkripsi

1 PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo) GIAN PUSPITA APRIYANA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN GIAN PUSPITA APRIYANA. C Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH. Kebutuhan protein dan asam amino untuk tubuh setiap harinya didapatkan dengan mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari nabati maupun hewani. Tubuh bisa mensintesis asam amino non esensial, namun tidak dapat mensintesis asam amino esensial. Salah satu bahan makanan hewani laut yang dapat menyumbangkan ketersediaan asam amino yaitu keong ipong-ipong. Umumnya makanan yang berasal dari hewan dikonsumsi oleh masyarakat setelah dilakukan proses pengolahan, namun terjadi pengaruh terhadap kandungan gizi di dalamnya sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pengolahan terhadap kandungan protein dan asam amino. Tujuan penelitian ini adalah menentukan: rendemen keong ipong-ipong, proksimat (air, abu, protein, lemak, karbohidrat) dan abu tak larut asam dari keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan, kandungan asam amino keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan, serta kandungan taurin keong ipong-ipong segar dan pengolahan terpilih. Pengujian yang dilakukan meliputi analisis proksimat, abu tak larut asam, asam amino dan taurin pada daging keong segar dan setelah pengolahan (pengukusan suhu 100 C 45 menit, perebusan suhu 100 C 30 menit dan perebusan dengan penambahan garam 3%). Berdasarkan hasil penelitian keong ipong-ipong memiliki rendemen daging 28% dan cangkang 62%. Pengukusan mengakibatkan perbedaan kadar air, protein, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan mengakibatkan perbedaan protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan dengan penambahan garam 3% mengakibatkan perbedaan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Asam amino esensial yang tertinggi pada daging keong segar adalah arginin 1,27% dan lisin 1,27%. Asam amino non esensial yang tertinggi pada daging keong segar dan setelah pengolahan adalah asam glutamat yaitu 2,24% pada daging segar, 1,67% pada daging rebus, 2,10% pada daging rebus dengan penambahan garam 3%, dan 2,16% pada daging kukus. Kandungan taurin daging keong segar mengalami penurunan akibat pengukusan dari 164,17 mg/100 g menjadi 149,62 mg/100 g. Berdasarkan ketiga proses pengolahan, kandungan asam amino terbaik diperoleh pada metode pengukusan karena mengalami penurunan kandungan asam amino yang lebih kecil dibandingkan dengan metode lainnya.

3 PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT, ASAM AMINO, DAN TAURIN KEONG IPONG-IPONG (Fasciolaria salmo) GIAN PUSPITA APRIYANA C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Nama NRP Departemen : Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) : Gian Puspita Apriyana : C : Teknologi Hasil Perairan Pembimbing 1 Menyetujui: Pembimbing 2 Dra. Ella Salamah, M.Si NIP Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. NIP: Tanggal Lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Gian Puspita Apriyana NRP C

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia yang tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya kepada: 1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan, dan motivasi, serta ilmu yang telah diberikan. 2) Ir. Heru Sumaryanto, M.Si sebagai dosen penguji atas segala masukan dan perbaikan yang diberikan. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4) Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan. 5) Bapak saya Wartoyo, Ibu Saya Ninik Suprihatin (Almarhum), dan kakak saya Yulia Riyana atas segala doa dan apapun yang telah diberikan yang tak terhitung banyaknya. 6) Bu Ema, Mba Silvi, Bu Ani, Pak Ian, Bu Dini dan seluruh staf TU THP, terimakasih atas bantuan dan bimbingan selama menjalankan penelitian. 7) Dwicko Saragih atas segala motivasi yang diberikan selama menjalankan penelitian. 8) Sahabat-sahabat (Tiza, Ikma, Nisa, Dyhart, Yuli, Salman, Rika, Nabila, Reni, Isna, Ibel) atas segala semangat, doa, dan kebahagiaan yang diberikan selama ini.

7 9) Teman-teman satu tim penelitian (Siska, Nadya, Jatu) atas kerja sama dan motivasi selama menjalankan penelitian 10) Rekan-rekan THP 44 dan 43 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi, dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Juli 2011 Gian Puspita Apriyana C

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 2 April Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Wartoyo dan Ninik Suprihatin. Pendidikan formal yang ditempuh Penulis dimulai dari TK Al-akhsan (tahun ), kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya ke SD Negeri Karet 2, Tangerang (tahun ). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Tangerang (tahun ) dan melanjutkan ke SMA Negeri 1 Tangerang (tahun ). Pada tahun 2007, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu HIMASILKAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan) sebagai anggota divisi peduli pangan. Penulis juga aktif sebagai Asisten mata kuliah Penanganan Hasil Perairan pada tahun dan serta Asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Proksimat, Asam Amino, dan Taurin Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) dibimbing oleh Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si..

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (F. salmo) Komposisi Proksimat Keong Ipong-ipong (F. salmo) Protein Asam Amino Asam amino esensial Asam amino non esensial Taurin Pengaruh Pengolahan terhadap Protein METODOLOGI Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Identifikasi Rendemen Perebusan Pengukusan Perebusan dengan penambahan garam Analisis Kimia Analisis proksimat ) Analisis kadar air (AOAC 1995). 14 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) ) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI : Analisis asam amino (AOAC modifikasi ULFC Shimadzu) 17 ix x xi

10 3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999) Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pengolahan Keong Ipong-ipong di Cirebon Karakteristik Keong Ipong-Ipong (F. salmo) Rendemen Keong Ipong-Ipong (F. salmo) Hasil Analisis Kimia Proksimat ) Kadar air ) Kadar abu 26 3) Kadar protein ) Kadar lemak. 28 5) Kadar karbohidrat Kadar abu tak larut asam Kandungan asam amino Kandungan taurin KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN... 44

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi proksimat keong ipong-ipong (F. salmo) Asam amino esensial Asam amino non esensial Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan Karakteristik fisik keong ipong-ipong (F. salmo) Komposisi proksimat keong ipong-ipong hasil penelitian Kandungan asam amino keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Keong ipong-ipong (F. salmo) Diagram alir metode penelitian Histogram kadar air keong ipong-ipong (bk) Histogram kadar abu keong ipong-ipong (bk) Histogram kadar protein keong ipong-ipong (bk) Histogram kadar lemak keong ipong-ipong (bk) Histogram kadar karbohidrat keong ipong-ipong (bk) Histogram kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong (bk) Protein denaturasi Hidrolisis asam amino Kandungan taurin keong ipong-ipong (F. salmo) Metabolisme taurin Grafik uji kenormalan kadar air Grafik uji kenormalan kadar abu Grafik uji kenormalan kadar abu tak larut asam Grafik uji kenormalan kadar protein Grafik uji kenormalan kadar lemak Grafik uji kenormalan kadar karbohidrat. 49

13 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Morfometrik keong ipong-ipong Uji hedonik keong ipong-ipong parameter rasa Hasil analisis kruskal wallis parameter rasa Perhitungan rendemen keong ipong-ipong Data proksimat dalam basis basah Grafik uji kenormalan galat kadar air, abu, abu tak larut asam, protein, lemak, karbohidrat Hasil analisis ragam kadar air (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar air (bk) keong ipong-ipong Hasil analisis ragam kadar abu (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar abu (bk) keong ipong-ipong Hasil analisis ragam kadar protein (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar protein (bk) keong ipong-ipong Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) keong ipong-ipong Hasil analisis ragam kadar karbohidrat (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar karbohidrat (bk) keong ipong-ipong Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong Kromatogram standar asam amino Kromatogram asam amino keong ipong-ipong segar Kromatogram asam amino keong ipong-ipong kukus Kromatogram asam amino keong ipong-ipong rebus Kromatogram asam amino keong ipong-ipong rebus garam Contoh perhitungan asam amino glutamat keong ipong-ipong Kromatogram standar taurin Kromatogram taurin daging keong segar Kromatogram taurin daging keong kukus Contoh perhitungan taurin Dokumentasi Desa Gebang Mekar

14 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu desa pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah nelayan. Hasil tangkapan para nelayan setiap harinya dijual di tempat pelelangan ikan (TPI) dan juga ke perusahaan-perusahaan pengolahan perikanan, seperti perusahaan pengalengan rajungan. Hasil tangkapan tersebut terkadang bukan hanya berupa tangkapan utama, tetapi bisa juga berupa hasil tangkap sampingan. Salah satu hasil tangkap sampingan nelayan Desa Gebang Mekar adalah Fasciolaria salmo atau biasa dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama keong ipong-ipong. Keong ini sudah dikenal dan biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat dengan cara direbus, namun belum pernah ada penelitian mengenai kandungan gizi di dalamnya baik sebelum maupun setelah dilakukan pengolahan. Kandungan gizi pada suatu bahan pangan terdiri dari gizi makro dan gizi mikro. Gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan gizi mikro terdiri dari vitamin dan mineral. Protein sebagai salah satu gizi makro memiliki fungsi di dalam tubuh yaitu untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tidak terpenuhi oleh lemak dan karbohidrat. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah (Winarno 1991). Protein tersusun oleh dua puluh asam amino yang berbeda. Tubuh manusia tidak dapat mensintesis sembilan asam amino diantaranya isoleusin, leusin, lisin, methionin, fenilalanin, threonin, triptofan, valin, dan histidin. Asam amino tersebut dikenal sebagai asam amino esensial yang hanya didapat dengan mengkonsumsi sejumlah makanan (Okuzumi dan Fujii 2000). Ikan dan biota perairannya mengandung protein dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 18-20%. Kelebihan yang dimiliki oleh protein biota perairan adalah proteinnya

15 yang mudah dicerna oleh tubuh dan kelengkapan asam amino di dalamnya (Chilima 2011). Kelebihan yang dimiliki oleh protein tersebut tidak ditunjang dengan sifatnya yang mudah mengalami perubahan dan kerusakan. Perlakuan fisik atau kimia terhadap bahan pangan khususnya biota perairan semenjak penanganan awal, pengolahan, penyimpanan dan akhirnya sampai pada konsumen kerap menyebabkan terjadinya kerusakan nilai gizi, khususnya protein. Perebusan merupakan salah satu metode pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi. Penggunaan suhu tinggi menurut Ibrahim dan Hidayat (1996) dapat memberikan efek positif pada sifat protein, namun bila pemanasan yang dilakukan tidak terkontrol maka dapat menimbulkan berkurangnya nilai gizi protein serta asam amino yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Pengukusan juga merupakan pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi namun biasanya memiliki susut gizi yang lebih rendah tergantung dari jenis bahan pangan dan metode pengukusannya (Harris dan Karmas 1989). Pengolahan bahan pangan yang ada di masyarakat juga tidak pernah terlepas dengan penambahan garam. Jenis-jenis pengolahan inilah yang perlu diketahui bagaimana efek positif dan negatifnya pada protein dan asam amino bahan pangan khususnya keong ipong-ipong. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian dengan judul pengaruh pengolahan terhadap kandungan proksimat, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong (F. salmo) adalah sebagai berikut: 1) Menentukan rendemen keong ipong-ipong (F. salmo). 2) Menentukan kandungan proksimat (air, lemak, protein, abu, karbohidrat) dan abu tak larut asam dari daging keong segar dan setelah proses pengolahan. 3) Menentukan kandungan asam amino daging keong segar dan setelah proses pengolahan. 4) Menentukan kandungan taurin daging keong segar dan pengolahan terpilih.

16 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Keong Ipong-ipong (F. salmo) Keong ipong-ipong merupakan salah satu spesies dari kelas Gastropoda dan merupakan kelompok moluska. Moluska merupakan filum yang paling berhasil menduduki berbagai habitat. Spesies moluska di bumi ini telah mencapai lebih dari spesies hidup dan spesies fosil. Moluska hidup sejak periode Cambrian, dan diduga sampai sekarang sedang mencapai puncak perkembangan evolusinya (Suwignyo 2005). Klasifikasi toksonomis dari keong ipong-ipong menurut Dance (1977), sebagai berikut : Filum : Moluska Kelas : Gastropoda Ordo : Neogastropoda Famili : Fasciolariidae Genus : Fasciolaria Spesies : F. salmo Moluska memiliki keragaman yang sangat besar, hal ini dapat dilihat dari struktur dan habitatnya. Komoditas ini menempati semua lingkungan laut, mulai dari tepi laut berbatu yang merupakan daerah deburan ombak sampai ke hydrothermal vent di laut dalam (Castro dan Huber 2007). Keong ipong-ipong (F. salmo) merupakan salah satu spesies dari kelas gastropoda yang memiliki bentuk cangkang seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, worl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua yang disebut apex, terdapat bulu-bulu kecil sekeliling cangkang dan memiliki warna kuning kehijauan. Keong ini hidup diperairan laut berlumpur sehingga tubuhnya dipenuhi oleh lumpur. Keong ipong-ipong memiliki sifat makan filter feeder yaitu hewan yang makan dengan cara menyaring padatan tersuspensi dan partikel makanan yang terdapat di dalam air. Bentuk keong ipong-ipong (F. salmo) dapat dilihat pada Gambar 1.

17 Gambar 1. Keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Sumber: Apriandi (2011) Cangkang dari keong terdiri dari 4 lapisan. Lapisan paling luar adalah periostrakum, yang merupakan lapisan tipis terdiri dari bahan protein seperti zat tanduk, disebut conchiolin atau conchin. Lapisan ini terdapat endapan pigmen beraneka warna, yang menjadikan banyak cangkang siput terutama spesies laut termasuk keong ipong-ipong ini yang memiliki warna sangat indah, kuning, hijau cemerlang dengan bercak-bercak merah atau garis-garis cerah. Periostrakum berfungsi untuk melindungi lapisan dibawahnya yang terdiri dari kalsium karbonat. Lapisan kalsium karbonat terdiri dari 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatik atau palisade, lapisan tengah atau lamella dan paling dalam adalah lapisan nacre atau hypostracum (Suwignyo et al. 2005). 2.2 Komposisi Kimia Keong Ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Analisis proksimat dilakukan untuk memperoleh data kasar tentang komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Komposisi kimia tersebut diantaranya kandungan air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat keong ipong-ipong diperoleh melalui perhitungan by difference. Analisis kimia yang dilakukan selain analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat) adalah pengujian abu tidak larut asam. Pengujian abu tidak larut asam pada keong ipong-ipong dilandasi karena keong ipong-ipong merupakan golongan Gastropoda yang hidup di perairan laut berlumpur dan menempel pada substrat. Keong ipong-ipong diduga mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur yang ikut masuk ke dalam saluran pencernaannya, ketika keong ipong-ipong sedang melakukan aktivitas makan (Apriandi 2011). Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) dapat dilihat pada Tabel 1.

18 Tabel 1. Komposisi kimia keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Proksimat Jumlah (%) Air Lemak Protein Abu 2.77 Abu tidak larut asam 0.15 Karbohidrat 5.2 Sumber: Apriandi (2011) 2.3 Protein Protein merupakan salah satu makronutrien yang terdiri atas sejumlah besar asam amino. Protein berguna untuk penyusunan senyawa-senyawa biomolekul yang berperan penting dalam proses biokomiawi, mengganti sel-sel jaringan yang rusak, pembentukan sel-sel baru, sarana kontraksi otot dan sistem pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit (Sudarmadji et al. 2007). Protein di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai penyokong kehidupan yaitu dengan menggabungkan protein dan asam amino bebas yang diserap dari makanan menggunakan informasi genetik. Fungsi penyokong kehidupan tersebut dapat diperoleh dengan menyerap protein dari makanan yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah protein yang dibutuhkan perhari bergantung pada umur, kegiatan, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya (Okuzumi dan Fujii 2000). Kekurangan konsumsi protein dapat menyebabkan beberapa gangguan antara lain berat badan menurun yang biasa disebut kwashiorkor, kulit menjadi kasar dan bila terjadi luka susah disembuhkan atau disebut malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein atau konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenal sebagai malnutrisi energi protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema, kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, dan hyperkeratonis. Kwashiorkor dijumpai terutama pada golongan umur 1 hingga 3 tahun yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Protein hewani lebih tinggi nilainya daripada nabati karena protein hewani memiliki asam amino yang lebih lengkap dan susunannya mendekati protein tubuh (Muchtadi 1989).

19 2.4 Asam Amino Molekul protein tersusun dari sejumlah asam amino sebagai bahan dasar yang saling berikatan satu sama lain. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya (Winarno 2008). Protein yang terdapat dalam makanan akan dicernakan di dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino yang diabsorpsi dan dibawa oleh darah ke hati. Sebagian asam amino diambil oleh hati, dan sebagian lagi diedarkan ke dalam jaringan di luar hati. Hati merupakan organ tubuh dimana terjadi reaksi katabolisme maupun anabolisme. Proses anabolik maupun katabolik juga terjadi dalam jaringan diluar hati. Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbs melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Protein dalam sel-sel tubuh dibentuk dari asam amino. Bila ada kelebihan asam amino dari jumlah yang digunakan untuk biosintesis protein, maka kelebihan asam amino akan diubah menjadi asam keto yang dapat masuk ke dalam siklus asam sitrat dan diubah menjadi urea. (Nianda 2008) Asam amino esensial Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Beberapa asam amino esensial dapat dilihat pada Tabel 2.

20 Tabel 2. Asam amino esensial Asam amino Singkatan tiga huruf Berat molekul (g/mol) Histidin His 155,2 Arginin Arg 174,2 Treonin Thr 119,1 Valin Val 117,1 Metionin Met 149,2 Isoleusin Ile 131,2 Leusin Leu 131,2 Fenilalanin Phe 165,2 Lisin Lys 146,2 Triptofan Trp 204,2 Sumber: Hames dan Hooper (2005) Asam amino seringkali disebut dan dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Manfaat dari beberapa asam amino menurut Siswono (2001) diuraikan sebagai berikut. Lisin ialah asam amino bersifat basa karena gugus NH lebih dari satu, artinya pada rantai samping terdapat pula gugus NH 2, asam amino ini seringkali dikenal sebagai zat pembangun yang merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Leusin, valin, dan isoleusin mempunyai gugus R bercabang dan mempunyai sifat kimia yang hampir sama, ketiga asam amino ini memiliki manfaat yaitu memperbaiki kerusakan hati dan baik untuk kesehatan saraf. Fenilalanin merupakan asam amino yang mempunyai gugus R aromatik dan tidak dapat disintesis oleh tubuh, asam amino ini bermanfaat untuk sintesis neurotransmitter, meningkatkan kesehatan mental dan penanganan depresi. Metionin merupakan asam amino yang diperoleh dari hasil hidrolisis kasein dan mengandung sulfur yaitu sebagai lipotropik (membakar lemak) dan membantu sintesis sistein. Asam amino histidin bermanfaat untuk kesehatan radang sendi. Asam amino lisin dan arginin bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau produksi limfosit, meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan dan mempercepat penyembuhan Asam amino non esensial Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen. Beberapa asam amino non esensial dapat dilihat pada Tabel 3.

21 Tabel 3. Asam amino non esensial Asam amino Singkatan tiga huruf Berat molekul (g/mol) Asam aspartat Asp 133,1 Asam glutamat Glu 147,1 Serin Ser 105,1 Glisin Gly 75,1 Alanin Ala 89,1 Prolin Pro 115,1 Tirosin Tyr 181,2 Sistin Sis 121,2 Sumber: Hames dan Hooper (2005) Asam amino non esensial seperti juga asam amino esensial memiliki beberapa manfaat yang baik untuk tubuh makhluk hidup. Asam glutamat dan asam aspartat dapat diperoleh masing-masing dari glutamin dan asparigin. Gugus amida yang terdapat pada molekul glutamin dan asparigin dapat diubah menjadi gugus karboksilat melalui proses hidrolisis dengan asam atau basa. Asam glutamat bermanfaat untuk menahan keinginan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental serta meredam depresi. Asam aspartat merupakan komponen yang berperan dalam biosintesis urea, prekursor glukogemik, dan prekursor pirimidin. Asam aspartat juga bermanfaat untuk penanganan pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Asam amino ini dapat diperoleh dari kasein, yaitu protein utama yang terdapat pada keju. Tirosin memiliki beberapa manfaat yaitu dapat mengurangi stres, anti depresi serta detoksifikasi obat dan kokain. Glisin adalah asam amino yang dapat menghambat proses dalam otak yang menyebabkan kekakuan gerak seperti pada multiple sclerosis (Siswono 2001). Serin merupakan komponen dari fosfolipid yang mengandung gugus hidroksil. Serin digunakan sebagai prekursor sfingolipid, etanolamin, dan kolin. Alanin merupakan asam amino dengan gugus R nonpolar yang digunakan sebagai prekursor glukogenik dan pembawa nitrogen dari jaringan permukaan untuk ekskresi nitrogen (Linder 1992).

22 2.5 Taurin Taurin merupakan asam amino bebas yang berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh hewan dan manusia, diantaranya mencegah kerusakan sel, menjaga kerja jantung, mengatur aktivitas sel otak, menjaga fungsi mata, dan menjaga tingkat natrium serta kalium dalam sel. Taurin adalah salah satu komponen penting garam empedu yang bekerja dalam penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (Okuzumi dan fujii 2000). Taurin ditemukan dalam beberapa organ tubuh manusia, mamalia, dan hewan laut. Kadar taurin tinggi pada sel otak, jantung, dan otot mamalia (Yancey 2005). Kandungan taurin pada beberapa produk perikanan dan peternakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan Produk perikanan (mg/100g) Oyster 1178 Gurita 871 Scallop 669 Cumi-cumi Jepang 364 Hati sapi 45 Cakalang 3 Sumber : Okuzumi dan Fujii (2000) Taurin berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh manusia dan hewan. Lebih dari 50 persen asam amino bebas di jantung adalah taurin. Taurin memiliki aksi positif terhadap kontraksi otot jantung, yaitu melalui pengaturan kadar ion kalsium dalam sel. Taurin juga membantu pergerakan ion kalium, natrium, kalsium, dan magnesium keluar masuk sel yang berperan dalam penghantaran impuls sel saraf sehingga bila ada rangsangan dari Sistem Saraf Pusat (SSP) maka rangsangan ini akan diteruskan dengan cepat ke sel-sel efektor (Ismail et al. 2005). Taurin dapat berfungsi sebagai antioksidan dan membantu meningkatkan kinerja otak dan stamina. Seiring dengan proses penuaan, tingkat konsentrasi taurin di otak akan menurun secara perlahan. Tingkat taurin yang tinggi dalam tubuh akan membuat memori menjadi lebih baik. Studi ilmiah menemukan bahwa taurin dapat meningkatkan level kewaspadaan dan penalaran verbal. Penelitian di Jepang pada tahun 2003, memperlihatkan para atlet yang diberikan konsumsi taurin setiap harinya akan

23 mengalami peningkatan signifikan dalam kapasitas volume oksigen dalam tubuh (Santoso 2011). Taurin dalam metabolisme manusia memiliki dua peran, yaitu sebagai penghambat neurotransmitter dan sebagai pengemulsi asam empedu. Konjugasi taurin dengan asam empedu memberikan efek yang signifikan untuk melarutkan kolesterol dan juga meningkatkan ekskresinya. Secara medis, taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, diabetes, dan epilepsi (Nurachman 2004). 2.6 Pengaruh Pengolahan terhadap Protein Pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mengawetkan, mengemas, dan menyimpan. Selama pengolahan bahan pangan, kerusakan gizi terjadi berangsurangsur. Perubahan zat gizi ini dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Metode pengolahan yang sering digunakan oleh masyarakat adalah penggunaan suhu tinggi. Panas digunakan untuk memasak makanan dengan tujuan membuat makanan tersebut mudah dicerna, lebih empuk dan mudah untuk dikunyah, menghasilkan aroma yang diinginkan, dan lebih bernutrisi (Rakosky 1989). Panas merupakan metode pengolahan yang paling destruktif, asam-asam amino yang paling terpengaruh adalah lisin dan treonin. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada prosesing panas adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. Pengolahan dengan panas secara umum juga memiliki kelebihan diantaranya adalah mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu dan menambah palabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu (Apriyantono 2002). Pengaruh pemanasan terhadap komponen daging dapat menyebabkan perubahan fisik dan komposisi kimia ikan. Suhu 100 C akan mengakibatkan protein terkoagulasi dan air dari dalam daging akan keluar. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Perebusan adalah cara memasak makanan dalam cairan yang sedang mendidih (100 C). Perebusan dipakai dalam pengolahan makanan, sayuran, atau

24 bahan bertepung. Temperatur yang tinggi akan mengeraskan (membuat liat) protein daging, ikan, dan telur. Air yang mendidih akan membuat makanan lebih halus dan mudah dicerna (Widyati 2001). Pengukusan yaitu memasak bahan makanan di dalam uap air. Suhu atau panas yang didapat dari steam (uap) biasanya lebih panas, oleh karena itu biasanya memasak dengan metode steaming akan lebih cepat daripada dengan metode boiling (Widyati 2004). Proses pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya tergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Keragaman susut zat gizi diantara cara pengukusan terutama terjadi akibat degradasi oksidatif. Proses pengolahan dengan pengukusan memiliki susut zat gizi yang lebih kecil dibandingkan dengan perebusan (Harris dan Karmas 1989).

25 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokomia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Terpadu IPB Baranangsiang, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Cimanggu, Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, termometer, mortar, timbangan digital, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, labu takar, gelas erlenmenyer, tabung kjeldahl, buret, tabung sokhlet, pemanas, tanur, rotary evaporator, syringe, dan HPLC. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah keong ipong-ipong (F. salmo) yang diperoleh dari Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis antara lain: air, akuades, H 2 SO 4, NaOH, HCl, tablet kjeltec, H 3 BO 3, kertas saring, OPA, methanol, merkaptoetanol, brij, pereaksi carrez 1, pereaksi carrez 2, buffer natrium klorida, larutan dansil klorida, metilamin hidroklorida, dan bufer borat. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama meliputi pengambilan sampel, identifikasi, preparasi, penentuan ukuran dan bobot, perhitungan rendemen tubuh, pemasakan, dan uji organoleptik. Bagian kedua meliputi analisis proksimat, asam amino, dan taurin. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

26 3.3.1 Identifikasi Sampel keong yang telah didapat kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi Dance tahun 1977 dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang ada dengan buku identifikasi sesuai dengan spesies keong tersebut Rendemen Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh keong dari bobot awal. Rumus perhitungan rendemen adalah sebagai berikut: B Rendemen (%) = x 100% B Perebusan Daging keong segar dipisahkan dari cangkang dan jeroannya, kemudian daging yang telah lembut dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging segar. Perebusan dengan air dilakukan selama 30 menit pada suhu 100 C, sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui waktu dan suhu perebusan yang tepat untuk mendapatkan keong yang matang. Keong diambil dagingnya untuk dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami perebusan. Sebelum dan setelah proses perebusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong Pengukusan Pengukusan dengan air dilakukan selama 45 menit pada suhu 100 C, sebelumnya telah dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui waktu dan suhu pengukusan yang tepat untuk mendapatkan keong yang matang. Keong diambil dagingnya untuk dimasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat serta diberi kode yang jelas sebagai daging yang telah mengalami pengukusan. Sebelum dan setelah proses pengukusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong Perebusan dengan penambahan garam Keong direbus di dalam air pada suhu 100 C selama 30 menit dengan penambahan konsentrasi garam yaitu 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, dan 3% dari jumlah air perebusan. Uji hedonik parameter rasa dilakukan untuk mengetahui konsentrasi garam yang paling disukai oleh panelis. Daging keong diberi

27 perlakuan perebusan dan penambahan garam sesuai konsentrasi yang telah diketahui berdasarkan hasil uji hedonik. Sebelum dan setelah proses perebusan selalu dilakukan penimbangan untuk mengetahui ada tidaknya penambahan atau penyusutan berat keong. 3.4 Analisis Kimia Analisis kimia pada keong ipong-ipong terdiri dari analisis proksimat, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin Analisis proksimat Analisis proksimat yang dilakukan terhadap keong ipong-ipong meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak. 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu C selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Setelah cawan mempunyai berat yang konstan, cawan dan sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan. Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu C selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut: % kadar air = B C B A x 100% Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 105 C sampai tidak berasap, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah itu cawan abu

28 porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut: % kadar abu = C A B A x 100% Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (1) Tahap destruksi Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir tablet kjeltec dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H 2 SO 4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (2) Tahap destilasi Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmenyer 125 ml berisi larutan H 3 BO 3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H 3 BO 3 dan indikator dalam erlenmenyer. (3) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut: HC N HC,, FP % Protein = x 100%

29 Keterangan: FP = Faktor pengenceran 4) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Sampel seberat 2 gram (W 1 ) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W 2 ) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W 3 ). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut: W W % Kadar Lemak = x 100 % W Keterangan : W 1 = Berat sampel (gram) W 2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W 3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) Analisis kadar abu tak larut asam menurut (SNI :2010) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO 3 ). Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Kertas saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. Cawan tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Berat abu (g) % kadar abu tidak larut asam = Berat sampel awal (g) 100%

30 3.4.3 Analisis asam amino (AOAC modifikasi ULFC Shimadzu) Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Langkah pertama yang dilakukan adalah perangkat HPLC harus dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga dibilas dengan aquades. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu: (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino. (1) Tahap pembuatan hidrolisat protein Hal yang dilakukan pada tahap pembuatan hidrolisat protein adalah sampel ditimbang sebanyak 30 mg dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 2 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis. (2) Tahap pengeringan Sampel yang telah dioven selama 24 jam ditambahkan dengan gas nitrogen untuk mempercepat pengeringan dan mencegah oksidasi, kemudian sampel disaring menggunakan gelas masir nomor 2 dan dikeringkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 85 C selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memisahkan pelarut dengan asam amino. (3) Tahap derivatisasi Larutan derivatisasi dibuat dari campuran ortoftalaldehida (OPA) 50 mg, methanol 4 ml, merkaptoetanol 0,025 ml, brij-30 30% 0,050 ml, dan buffer borat 1 M ph = 10,4. Pereaksi derivatisasi dibuat dengan mencampurkan satu bagian larutan stok dengan dua bagian larutan buffer Kalium Borat ph 10,4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Sampel yang telah dikeringkan ditambahkan dengan 5 ml HCl 0,01 N kemudian disaring menggunakan kertas milipore.

31 (4) Injeksi ke HPLC Hasil saringan diambil dan ditambahkan dengan buffer kalium borat ph 10,4 dengan perbandingan 1:1, kemudian ke dalam vial kosong yang bersih dimasukkan 10 µl sampel dan tambahkan 25 µl pereaksi OPA. Injeksikan 5 µl sampel ke dalam kolom HPLC dan tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan untuk pemisahan sekitar 25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Perhitungan asam amino adalah sebagai berikut: L FP BM % asam amino = L Keterangan : BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) FP = Faktor pengenceran (250) Kondisi alat HPLC saat dilakukannya analisis asam amino adalah sebagai berikut: Temperatur : 27 C (suhu ruang) Jenis kolom HPLC : Ultra techspere Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan : 128 kgf/c Fase gerak : Buffer natrium asetat dan methanol 95% Detektor : Fluoresensi Panjang gelombang : Eksitasi : 350 nm Emisi : 400 nm Analisis kandungan taurin (AOAC 1999) Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan beberapa tahapan sebagai berikut : Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke labu ukur 100 ml, kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu kocok hingga homogen. Sampel yang telah homogen kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Sampel yang telah ditambahkan pereaksi Carrez 1 dan 2 kemudian dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan air suling sampai tanda tera labu ukur dan kocok hingga homogen. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat ditampung dengan erlenmeyer dan disimpan ditempat gelap.

32 Tahap selanjutnya adalah tahap derivatisasi yaitu dengan mengambil 10 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida dan air suling sampai tanda tera (10 ml), kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 µl kemudian diinjeksikan ke HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus : L C % taurin = x L B Keterangan : C = Konsentrasi standar asam amino (µg/ml) Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino dan taurin sebagai berikut : Temperatur : 27 C (suhu ruang) Jenis kolom HPLC : Pico tag 3,9x150 nm column Kecepatan alir eluen : 1,5 ml/menit Tekanan : 3000 psi Fase gerak : Asetonitril 60% dan buffer natrium asetat 1 M Detektor : UV Panjang gelombang : 272 nm 3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) 1) Analisis data uji hedonik Uji hedonik digunakan untuk mengetahui pengaruh garam terhadap rasa keong ipong-ipong pada konsentrasi garam 1%, 1,5%, 2%, 2,5% dan 3%. Data yang diperoleh diuji dengan uji nonparametrik yaitu Kruskal Wallis. Prosedur pengujian Kruskall Wallis menggunakan rumus sebagai berikut: (1) H = (2) FK = R 3 n 1 T n 1 n n 1 (3) H = H FK Keterangan n i = banyaknya pengamatan tiap perlakuan atau jumlah panelis N = banyaknya data = jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i R i

33 T = banyaknya pengamatan yang seri dalam tiap ulangan H = H terkoreksi FK = faktor terkoreksi Apabila hasil analisis menunjukan adanya pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap parameter yang dianalisis. Rumus Multiple Comporison adalah sebagar berikut: 1 ; / Keterangan : R i = rata-rata rangking perlakuan ke-i R j = rata-rata rangking perlakuan ke-j N = banyaknya data K = banyaknya perlakuan n i = jumlah data perlakuan ke-i = jumlah dat perlakuan ke-j n j 2) Rancangan percobaan kandungan proksimat dan abu tak larut asam Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan proksimat dan abu tak larut asam adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar, pengukusan, perebusan, dan perebusan garam). Data dianalisis dengan ANOVA (Analysis Of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat. Uji kenormalan galat dengan mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Model rancangannya adalah sebagai berikut: Y ij = μ + τi + ε ij Keterangan : Y ij μ τi ε ij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2) = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3,4) = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Kurva normal yang dihasilkan pada uji Kolmogrov Simirnov disertakan dengan nilai rata-rata dan standar deviasi (simpangan baku). Nilai rata-rata menggambarkan posisi kurva pada sumbu X, sedangkan standar deviasi menggambarkan sebaran varian. Koefisien keragaman dengan nilai dibawah 50%

34 (median) dinyatakan cukup baik karena dapat membuktikan pada tingkat kepercayaan 95% (Hills dan Little 1998). Suatu data dapat menyebar normal pada: x - z α/2 x + z α/2 (Walpole 1992) Koefisien keragaman = Keterangan: x = rata-rata z = 1,96 µ = (1-α) 100 % = simpangan baku n = banyak data Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat dan abu tak larut asam) keong ipong-ipong pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut: H 0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong ipong-ipong. H 1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong ipong-ipong. Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong ipong-ipong, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan, dengan rumus sebagai berikut: Keterangan : KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan Duncan = tα/2; dbs

35 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Pengolahan Keong Ipong-ipong di Cirebon Keong ipong-ipong merupakan hasil tangkap sampingan para nelayan Desa Gebang Mekar, Cirebon, Jawa Barat. Tidak setiap hari keong ini dapat ditemui dan dijual di tempat pelelangan ikan (TPI). Biasanya keong ini karena berupa hasil tangkap sampingan hanya dikonsumsi oleh keluarga nelayan tersebut, namun jika jumlahnya cukup melimpah maka akan ikut dijual di TPI. Harga yang ditawarkan pun sangat murah yaitu Rp. 1000/kg. Masyarakat nelayan Desa Gebang Mekar biasa mengkonsumsi keong ipong-ipong dengan cara direbus. Waktu perebusannya pun tidak diperhatikan, hanya berdasarkan jika daging telah mudah dikeluarkan dari cangkang maka keong dikatakan sudah matang. Menurut masyarakat setempat, keong ipong-ipong memiliki rasa yang manis seperti daging cumi-cumi dan kepiting. Mereka juga percaya bahwa khasiat mengkonsumsi keong ini dapat meningkatkan stamina tubuh. 4.2 Karakteristik Keong Ipong-ipong (F. salmo) Keong ipong-ipong (F. salmo) yang diperoleh dari Desa Gebang Mekar mempunyai karakteristik panjang, lebar, tinggi, dan berat seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik fisik keong ipong-ipong (F. salmo) No Parameter Satuan Nilai 1 Panjang cm 10,04 ± 0,59 2 Lebar cm 4,11 ± 0,32 3 Tinggi cm 3,29 ± 0,28 4 Berat gram 41,03 ± 7,49 *Menggunakan sampel 30 ekor keong Keong ipong-ipong memiliki panjang rata-rata 10,04 cm, lebar rata-rata 4,11 cm, tinggi rata-rata 3,29 cm, dan berat rata-rata 41,03 gram. Perbedaan panjang, lebar, tinggi, dan berat antar keong disebabkan oleh pertumbuhan yang berbeda-beda. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, baik berat, panjang maupun volume dalam laju perubahan waktu. Pertumbuhan disebabkan dua faktor, yaitu

36 faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor yang sulit untuk dikontrol, contohnya keturunan. Faktor luar merupakan faktor yang dapat dikontrol, contohnya makanan dan suhu (Effendi 1997). 4.3 Rendemen Keong Ipong-ipong (F. salmo) Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui seberapa besar bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Bagian yang biasa dimanfaatkan dari jenis gastropoda laut adalah daging dan cangkangnya. Perhitungan rendemen keong ipong-ipong (Lampiran 4) memperlihatkan besarnya rendemen daging adalah 28%, sedangkan rendemen cangkangnya adalah 62%. Keong ipong-ipong memiliki nilai rendemen yang paling tinggi pada cangkang karena seluruh tubuhnya ditutupi oleh cangkang. Cangkang dari keong terdiri dari 4 lapisan. Lapisan paling luar adalah periostrakum. Lapisan ini terdapat endapan pigmen beraneka warna, yang menjadikan banyak cangkang siput terutama spesies laut termasuk keong ipong-ipong memiliki warna sangat indah, kuning, hijau cemerlang dengan bercak-bercak merah atau garis-garis cerah. Lapisan kalsium karbonat terdiri dari 3 lapisan atau lebih, yang terluar adalah prismatik atau palisade, lapisan tengah atau lamella dan paling dalam adalah lapisan nacre atau hypostracum (Suwignyo 2005). Rendemen keong yang hilang akibat pengukusan adalah 9,17% dan 6,36% akibat perebusan dengan penambahan garam 3%. Penyusutan rendemen terjadi karena selama proses pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, air dari dalam daging keluar. Hal ini sesuai dengan Tabel 6 yang memperlihatkan adanya penurunan kadar air pada daging keong kukus dan keong rebus dengan penambahan garam 3%. Berbeda dengan pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, keong ipong-ipong mengalami peningkatan rendemen sebesar 2,67% akibat perebusan. Peningkatan rendemen ini disebabkan air sebagai media perebusan masuk ke dalam daging dan menambah berat keong.

37 4.4 Hasil Analisis Kimia Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan diperoleh data mengenai proksimat, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin keong ipong-ipong (F. salmo) Proksimat Setiap komoditas dan produk pangan memiliki sifat gizi masing-masing. Sifat gizi tersebut dapat diketahui melalui analisis proksimat dengan tujuan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude). Analisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference). Hasil analisis proksimat dan abu tak larut asam daging keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi proksimat keong ipong-ipong hasil penelitian Keong Keong segar Keong kukus Keong rebus rebus+garam Jenis gizi Basis kering Basis kering Basis kering Basis kering (%) (%) (%) (%) Air 258,87 214,42 266,15 222,22 Abu 7,80 6,56 6,78 11,11 Abu tak larut asam 0,72 0,63 1,70 2,22 Protein 62,72 49,25 45,66 44,05 Lemak 1,71 1,26 0,81 0,76 Karbohidrat 27,77 42,94 46,76 44,09 1) Kadar air Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 7) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar air keong ipong-ipong. Histogram kadar air keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 3.

38 kadar Air ( % ) B B 258,87 266,15 A A 214,42 222,22 Segar Rebus Kukus Rebus garam Metode Pemasakan Gambar 3. Histogram kadar air keong ipong-ipong (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 8) menunjukkan daging keong kukus dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar air yang berbeda dengan daging keong segar dan daging keong rebus. Hal ini karena saat pengukusan dan perebusan dengan penambahan garam 3%, air di dalam daging keong keluar yang kemudian air tersebut menguap atau tertampung di dalam wadah. Air yang keluar dari dalam daging keong saat perebusan dengan penambahan garam 3% dikarenakan salah satu fungsi garam adalah mengeluarkan air dalam bahan pangan (Adawiyah 2007). Menurut Tapotubun et al. (2008), fungsi utama garam adalah merangsang cita rasa alamiah, menimbulkan tekanan osmotik, dan menurunkan kadar air. Perebusan dalam larutan garam pada suhu 100 C akan menyebabkan penetrasi garam lebih cepat dan pembebasan air dari jaringan sel akan lebih banyak dibandingkan pada suhu normal. Berbeda dari daging keong kukus dan daging keong rebus dengan penambahan garam 3%, daging keong rebus memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan daging keong segar. Hal ini dapat terjadi karena perebusan pada suhu 100 C selama 30 menit belum mampu mengeluarkan air dari dalam daging keong ipong-ipong. Hasil penelitian Kalachova et al. (2006) menunjukkan dua spesies ikan yang ditelitinya memiliki kadar air yang tidak berbeda dengan sampel segar, bahkan mengalami peningkatan setelah perebusan pada suhu C selama menit. Menurut Prabandari et al. (2005), waktu dan suhu pengolahan dapat mempengaruhi nilai kadar air suatu bahan pangan. Semakin

39 lama waktu pengolahan dan semakin tinggi suhu yang digunakan akan mengakibatkan banyak air dalam bahan pangan keluar. 2) Kadar abu Bahan makanan mengandung lebih dari 95% bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik. Bahan-bahan organik terbakar saat proses pembakaran, namun zat anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 9) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu keong ipong-ipong. Histogram kadar abu keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 4. Kadar Abu ( % ) B 11,11 A 7,8 A A 6,78 6,56 Segar Rebus Kukus Rebus garam Metode Pemasakan Gambar 4. Histogram kadar abu keong ipong-ipong (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 10) menunjukkan daging keong rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar abu yang berbeda dengan daging keong segar, rebus, dan kukus. Perbedaan ini disebabkan oleh penambahan garam pada air yang digunakan sebagai media perebusan. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan yang sangat bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Garam mengandung mineral-mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Mineral-mineral yang terkandung di dalam garam yaitu natrium clorida (NaCl), magnesium clorida (MgCl), natrium sulfat (Na 2 SO 4 ), kalsium clorida (CaCl 2 ), dan kalium clorida (KCl) (Budiono 2010).

40 Daging keong kukus dan daging keong rebus memiliki kadar abu yang tidak berbeda dengan daging keong segar. Hal ini bisa disebabkan kandungan mineral yang ada di dalam daging keong cukup mantap saat dilakukan perebusan dengan suhu 100 C selama 30 menit dan pengukusan dengan suhu 100 C selama 45 menit. Penelitian Mubarak (2004) memperlihatkan mineral K dan Fe pada kacang hijau baru mengalami penurunan sebesar 24% dan 8% setelah direbus pada suhu 100 C selama 90 menit. 3) Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Protein adalah sumber asamasam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 11) pada tingkat kepercayaan 95% memperlihatkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap protein keong ipong-ipong. Histogram kadar protein keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 5. Kadar Protein ( % ) B 62,72 A A A 49,25 45,66 44,05 segar kukus rebus rebus garam Metode Pemasakan Gambar 5. Histogram kadar protein keong ipong-ipong (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05)

41 Hasil uji Duncan (Lampiran 12) memperlihatkan daging keong kukus, rebus, dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar protein yang berbeda dengan daging keong segar. Perbedaan ini dikarenakan penggunaan suhu tinggi sebagai metode pengolahan. Menurut Selcuk et al. (2010), kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya. Pengolahan menggunakan suhu tinggi mengakibatkan jumlah air bebas hilang dan terjadinya koagulasi sehingga tekstur daging semakin memadat, sejalan dengan itu protein akan mengalami denaturasi sehingga membentuk struktur yang lebih sederhana, hal ini merupakan proses yang umum terjadi akibat pengaruh suhu selama proses pengolahan dan akhirnya dapat menyebabkan berkurangnya kadar protein yang dikandung dalam suatu bahan. Semakin tinggi suhu maka protein akan terhidrolisis dan terdenaturasi, kehilangan aktivitas enzim, terjadi peningkatan kandungan senyawa terekstrak bernitrogen, ammonia, dan hidrogen sulfida dalam daging (Zaitzev et al. 1969). Menurut Erkan dan Ozden (2011), panas menyebabkan sebagian protein ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari daging. Contoh protein yang larut dalam air antara lain protamin, histon, pepton, proteosa, dan lain-lain. Faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerusakan pada prosesing panas adalah lama waktu dan temperatur pemanasan. Pengolahan dengan panas secara umum juga memiliki kelebihan diantaranya adalah mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, menyediakan makanan sepanjang waktu dan menambah palabilitas konsumen terhadap bahan pangan tertentu (Apriyantono 2002). 4) Kadar lemak Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Lemak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Setiap satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol. Lemak juga berfungsi untuk melarutkan vitamin A, D, E, dan K. Lemak dapat berfungsi sebagai cadangan makanan dalam tubuh, selain itu juga kelebihan

42 karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adipose (Winarno 2008). Hasil analisis ragam (Lampiran 13) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap lemak keong ipong-ipong. Histogram kadar lemak keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 6. Kadar Lemak ( % ) 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 B 1,71 AB 1,26 A 0,81 A 0,76 Segar Kukus Rebus Rebus garam Metode Pemasakan Gambar 6. Histogram kadar lemak keong ipong-ipong (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 14) memperlihatkan daging keong rebus dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar lemak yang berbeda dengan daging keong segar. Hal ini disebabkan suhu yang digunakan untuk perebusan adalah 100 C sehingga lemak mencair dan larut bersama dengan air pada media perebusan. Menurut Tapotubun et al. (2008), suhu dan waktu pemanasan memberikan efek pada kadar lemak produk. Hal ini erat kaitannya dengan sifat lemak tersebut yang berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan suhu yang dicapai pada perebusan adalah 100 C sehingga lemak akan mencair dan hilang bersama-sama dengan air. Pengaruh pemanasan selama proses perebusan akan memecah komponenkomponen lemak menjadi produk volatil seperti aldehid, keton, alkohol, asam, dan hidrokarbon yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan flavor (Apriyantono 2002).

43 5) Kadar karbohidrat Susunan kimia karbohidrat terdiri atas atom karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Fungsi karbohidrat dalam tubuh antara lain: a) sebagai sumber energi yang paling murah dibandingkan lemak maupun protein, setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kkal; b) memberi volume pada isi usus dan melancarkann gerak peristaltik ususs sehingga memudahkan pembuangan feces; c) bagian struktur sel dalam bentuk glikoprotein yang merupakan reseptor hormon; d) simpanan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang mudah dimobilisasi; e) penghemat protein dan mengatur metabolism lemak; f) memberi rasa manis pada makanan; dan g) member aroma serta bentuk khas makanan (Departemen gizi dan kesehatam masyarakat 2007). Hasil analisis ragam (Lampiran 15) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar karbohidrat keong ipong-ipong. Histogram kadar karbohidrat keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar Karbohidrat ( % ) A 27,77 Segar B 42,94 Kukus B 44,09 Rebus garam B 46,76 Rebus Metode Pemasakan Gambar 7. Histogram kadar karbohidrat keong ipong-ipong (bk); angka-angka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncann (Lampiran 16) menunjukkan daging keong kukus, rebus, dan rebus dengan penambahan garam 3% memiliki kadar karbohidrat yang berbeda dengan daging keong segar. Hal ini diduga kadar karbohidrat tersebut tidak dianalisis dan dihitung secara by diference sehingga saat kandungan gizi

44 yang lain mengalami penurunan seperti kadar air maka akan meningkatkan kadar karbohidrat. Karbohidrat yang ada dalam produk perikanan tidak mengandung serat, kebanyakan dalam bentuk glikogen dan juga terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa serta monosakarida dan disakarida lainnya. Kandungan glikogen yang ada pada produk perikanan sebesar 1% untuk ikan, 1% untuk krustasea dan 1-8% untuk kerang-kerangan (Okuzumi dan Fujii 2000) Kadar abu tak larut asam Menurut Basmal et al. (2003), kadar abu tak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong. Histogram kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar Abu Tak Larut Asam (%) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 D 2,22 C 1,7 B 0,72 A 0,63 segar kukus rebus rebus garam Metode Pemasakan Gambar 8. Histogram kadar abu tak larut asam keong ipong-ipong (bk); angkaangka yang diikuti superscript yang berbeda (a,b,c,d) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) Hasil uji Duncan (Lampiran 18) menunjukkan kadar abu tak larut asam daging keong segar, rebus, kukus, dan rebus dengan penambahan garam 3% berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dikarenakan habitat dan makanan yang dimakan. Kadar abu tak larut asam yang ada pada keong ipong-ipong dapat berasal dari material-material yang terdapat di perairan tempat keong

45 ipong-ipong hidup seperti pasir, lumpur, batu, dan silika. Material tak larut asam ini ikut masuk ke dalam saluran pencernaan keong ipong-ipong ketika sedang melakukan aktivitas makan, kemudian mengendap di dalamnya. Menurut Nurjanah (2009), lintah laut (Discodoris sp.) yang termasuk golongan gastropoda memiliki kadar abu tak larut asam yang lebih tinggi dibandingkan jika jeroannya telah dibuang Kandungan asam amino Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang dikandungnya. Protein yang bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk pertumbuhan. Semua protein hewani, kecuali gelatin merupakan protein yang bermutu tinggi (Almatsier 2001). Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein keong ipong-ipong dalam keadaan segar dan setelah pengolahan. Asam amino dibagi menjadi dua, yaitu pertama asam amino non esensial atau asam amino yang dapat diganti dan kedua asam amino yang tidak dapat diganti atau nutritive esensial. Kandungan asam amino daging keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan asam amino keong ipong-ipong segar dan setelah pengolahan Hasil (% g asam amino/100 g sampel) No Asam amino Keong segar Keong kukus Keong rebus Keong Rebus+garam 1 Aspartat 1,34 1,29 1,02 1,26 2 Glutamat 2,24 2,16 1,67 2,10 3 Serin 0,73 0,64 0,63 0,53 4 Histidin* 0,27 0,23 0,22 0,20 5 Glisin 0,73 0,54 0,62 0,50 6 Treonin* 0,60 0,53 0,48 0,46 7 Arginin* 1,27 1,25 1,22 1,03 8 Alanin 1,37 1,19 1,03 0,98 9 Tirosin 0,53 0,45 0,42 0,40 10 Metionin* 0,42 0,36 0,32 0,34 11 Valin* 0,65 0,57 0,52 0,48 12 Fenilalanin* 0,55 0,43 0,40 0,42 13 Isoleusin* 0,56 0,48 0,41 0,44 14 Leusin* 1,24 1,14 0,97 0,97 15 Lisin* 1,27 1,03 0,78 1,11 Total 13,77 12,27 10,71 11,23 Keterangan : (*) Asam amino esensial

46 Metode analisis HPLC yang digunakan adalah hidrolisat asam, sehingga hanya dapat menganalisis 15 jenis asam amino yang terdiri dari 9 jenis asam amino esensial yaitu histidin, treonin, arginin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin serta 6 asam amino non esensial yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, alanin, dan tirosin. Menurut Selcuk et al. (2010), asam amino esensial untuk orang dewasa terdiri dari lisin, leusin, isoleusin, treonin, metionin, valin, fenilalanin, dan triptofan, sedangkan asam amino esensial bagi anak-anak adalah arginin dan histidin. Asam amino non esensial terdiri dari asam aspartat, asam glutamat, alanin, asparigin, sistein, glisin, prolin, tirosin, serin, dan glutamin. Kandungan asam amino esensial yang tertinggi pada daging keong segar adalah arginin. Arginin adalah asam amino yang dibentuk di hati dan beberapa diantaranya dalam ginjal. Menurut Emmanuel et al. (2008), arginin sangat penting bagi anak-anak. Arginin juga bermanfaat untuk meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan dan meningkatkan kesuburan pria (Linder 1992). Kandungan arginin pada daging keong segar adalah 1,27%. Asam amino esensial lainnya yang tinggi pada daging keong segar adalah lisin. Kandungan lisin pada daging keong segar sama dengan kandungan arginin yaitu 1,27%. Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal, bersama prolin dan vitamin C akan membentuk kolagen dan menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebihan. Kekurangan lisin dapat menyebabkan mudah lelah, sulit konsentrasi, rambut rontok, anemia, pertumbuhan terhambat, dan kelainan reproduksi (Harli 2008). Menurut Rosa dan Nunes (2004), arginin, lisin, dan leusin adalah asam amino esensial yang penting pada hewan perairan, oleh karena itu dikenal sebagai sumber tinggi protein. Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada daging keong segar dan setelah pengolahan adalah asam glutamat dan asam aspartat. Menurut Oladapa et al. (1984), asam glutamat dan asam aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan.

47 Asam glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Asam glutamat yang di dalamnya terdapat ion glutamat dapat merangsang beberapa tipe saraf yang ada pada lidah manusia. Sifat ini dapat dimanfaatkan oleh industri penyedap karena seperti yang telah diketahui bahwa garam turunan dari asam glutamat (disebut juga sebagai monosodium glutamat) sangat dikenal sebagai penyedap masakan (Ardyanto 2004). Kandungan asam glutamat pada daging keong segar adalah 2,24%, keong rebus adalah 1,67%, keong rebus dengan penambahan garam 3% adalah 2,10%, dan keong kukus adalah 2,16%. Kandungan asam aspartat pada daging keong segar adalah 1,34%, keong rebus adalah 1,02%, keong rebus dengan penambahan garam 3% adalah 1,26%, dan keong kukus adalah 1,29%. Asam amino daging keong ipong-ipong baik esensial maupun non esensial mengalami penurunan akibat pengolahan. Jumlah kandungan asam amino pada daging keong segar adalah 13,77%. Pengukusan menyebabkan penurunan asam amino sebesar 10,89%, perebusan dengan penambahan garam 3% sebesar 18,45% dan perebusan sebesar 22,22%. Penurunan kandungan asam amino pada daging keong setelah pengolahan disebabkan oleh penggunaan suhu tinggi. Pengolahan daging dengan menggunakan suhu tinggi akan menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi protein adalah berubahnya susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang perubahan seperti ini memang dikehendaki, namun sering pula dianggap merugikan sehingga perlu dicegah (Winarno 2008). Struktur protein terdenaturasi dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Protein denaturasi Sumber: Winarno (2008)

48 Penurunan kandungan asam amino pada daging keong kukus lebih kecil dibandingkan dengan metode pengolahan lainnya. Hal ini didukung dengan rendahnya kadar air daging keong kukus. Penurunan kadar air karena proses pengukusan akan menyebabkan protein lebih terkonsentrasi. Hal inii didukung oleh Tapotubun et al. ( 2008), yang menyatakan bahwa keluarnya air dari bahan pangan menyebabkan protein lebih terkonsentrasi dibandingkan dengann yang lain sehingga kandungan asam aminonyaa lebih baik. Tingginya kandungan asam amino pada daging keong kukus ini berbanding lurus dengan kandungan proteinnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pengolahan lainnya. Menurut Ikram dan Ismail (2004), perebusan menyebabkan protein terlarut dalam media perebusan sehingga saat ditiriskan dan dilakukan analisis terjadi penurunan kandungan protein dan asam amino. Menurut Erkan dan Ozden (2011), contoh protein yang larut dalam air antara lain protamin, histon, pepton, proteosa, dan lain-lain. Struktur protein yang berikatan dengan air dalam media perebusan dan terpecah menjadi asam amino dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Hidrolisis asam amino Sumber: Okuzumi dan Fujii (2000) Setiap jenis asam amino memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain, begitu juga pengaruh suatu pengolahan terhadap kemantapannya. Pengaruh pengolahan secara mum dengann menggunakan panas dapat mengakibatkan penyusutan jumlah asam amino tergantung dari jenis pengolahan, suhu, dan lamanya proses pengolahan (Harris dan Karmas 1989). Menurut Ekop (2008),

49 penurunan asam amino yang melebihi 10% memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mutu bahan pangan tersebut. Hampir semua jenis asam amino esensial pada daging keong yang diuji diketahui kandungannya kecuali triptofan. Hal ini karena analisis yang dilakukan menggunakan hidrolisat asam, sedangkan untuk mengetahui kandungan triptofan harus menggunakan hidrolisat basa. Metode analisis HPLC yang digunakan hanya bisa mengetahui 15 jenis asam amino yaitu asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin, sehingga memungkinkan ada asam amino jenis lain yang belum diketahui kandungannya. Dilihat dari empat jenis asam amino terbaik pada keong ipong-ipong yaitu arginin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat masih lebih rendah dibandingkan asam amino pada telur. Menurut Conrat et al. (2010), asam amino arginin pada putih telur 7,6% dan pada kuning telur 8,4%. Asam amino lisin pada putih telur 10% dan pada kuning telur 6,9%. Asam aspartat pada putih telur 13,3% dan pada kuning telur 8,1%. Asam glutamat pada putih telur 11,9% dan pada kuning telur 11%. Hal yang sama juga terjadi bila empat asam amino terbaik pada keong ipong-ipong ini dibandingkan dengan asam amino pada daging sapi. Menurut Schweigert et al. (2010), asam amino arginin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat secara berurutan pada daging sapi adalah 6,72%, 8,52%, 8,80%, dan 14,88% masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang ada pada keong ipong-ipong. Asam amino pembatas adalah asam amino yang berada pada jumlah paling sedikit, sehingga disebut sebagai asam amino pembatas (Harris dan Karmas 1989). Asam amino pembatas pada daging keong baik segar maupun setelah proses pemasakan adalah histidin. Kandungan histidin pada daging keong segar adalah 0,27%, keong rebus adalah 0,22%, keong rebus garam adalah 0,20%, dan keong kukus adalah 0,23%. Menurut Selcuk et al. (2010), histidin berfungsi dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh serta memproduksi sel darah merah.

50 4.4.4 Kandungan taurin Taurin adalah asam amino non esensial yang mengandung sulfur, tetapi tidak termasuk kelompok protein karena tidak memiliki gugus karboksil (-COOH) yang diperlukan untuk membentuk ikatan peptida. Taurin dapat ditemukan dalam berbagai sumber makanan seperti daging dan ikan (Santoso 2011). Kandungan taurin daging keong segar dan setelah pengukusan dapat dilihat pada Gambar 11. Taurin (mg/100 g) ,17 Segar 149,62 Kukus Metode Pemasakan Gambar 11. Kandungan taurin keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) Kandungan taurin pada daging keong segar adalah 164,17 mg/100 g sedangkan pada daging keong kukus adalah 149,62 mg/100 g. Penurunan kandungan taurin ini disebabkan oleh metode pemasakan yang digunakan. Pengukusan menggunakan suhu tinggi selama periode waktu tertentu menimbulkan adanya uap air yang dapat melarutkan taurin di dalam bahan pangan. Menurut Dragnes et al. (2009), taurin merupakan jenis asam amino yang larut dalam air. Pemasakan dengan suhu tinggi menyebabkan taurin terlepas dari bahan pangan kemudian larut dalam air dan ikut keluar terbawa oleh uap air sehingga kandungannya berkurang. Kandungan taurin daging keong segar dan kukus masih lebih rendah bila dibandingkan dengan oyster (1178 mg/100 g), gurita (871 mg/100 g), scallop (669 mg/100 9), dan cumi-cumi jepang (364 mg/100 g) namun lebih tinggi bila dibandingkan dengan hati sapi (45 mg/100 g), daging sapi (48 mg/100 g) dan cakalang (3 mg/100 g) (Okuzumi dan Fujii 2000). Taurin memiliki dua peran di dalam metabolisme manusia, yaitu sebagai penghambat neutransmiter dan sebagai bagian dari pengemulsi asam empedu.

51 Secara medis taurin dipakai untuk menangani kasus gagal jantung, cystic fibrosis, diabetes, epilepsi dan beberapa kondisi lain. Taurin juga dapat mencegah diabetes, kerusakan hati akibat alkohol, menurunkan kadar kolesterol darah, menormalkan tekanan darah dan menyembuhkan masalah penglihatan (Nurachman 2004). Menurut Elvevoll et al. (2006), taurin disintesis dari asam amino esensial metionin melalui sistein. Konversi metionin menjadi sistein dan selanjutnya menjadi taurin membutuhkan vitamin B6. Terdapat dua jalur biosintesis taurin. Jalur pertama, sistein diubah menjadi hipotaurin kemudian mengalami dehidrogenase menjadi taurin. Jalur kedua sistein diubah menjadi asam sisteat selanjutnya mengalami decarboksilase menjadi taurin. Enzim yang digunakan adalah cystein sulfinic acid decarboxilase (CSAD) dan phyridoxal 5 phosphat (koenzim vit B6). Skema posisi taurin dalam metabolisme tubuh dapat dilihat pada Gambar 12. Metionin Asam sisteat Asam sisteinsulfinat Hipotaurin Taurin Gambar 12. Metabolisme taurin Sumber: Elvevoll et al. (2006)

52 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Keong ipong-ipong (F. salmo) memiliki rendemen cangkang 62% dan daging 28%. Pengukusan mengakibatkan perbedaan kadar air, protein, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan mengakibatkan perbedaan protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Perebusan dengan konsentrasi garam 3% menyebabkan perbedaan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan abu tak larut asam dengan daging keong segar. Kandungan asam amino pada daging keong segar adalah 13,77% dan mengalami penurunan setelah pengolahan. Pengukusan menyebabkan penurunan asam amino sebesar 10,89%, perebusan dengan penambahan garam 3% sebesar 18,45% dan perebusan sebesar 22,22%. Asam amino esensial tertinggi pada daging keong segar adalah arginin 1,27% dan lisin 1,27%, sedangkan kandungan asam amino non esensial tertinggi baik pada daging keong segar maupun setelah pengolahan adalah asam glutamat yaitu 2,24% pada daging segar, 1,67% pada daging rebus, 2,10% pada daging rebus dengan penambahan garam 3%, dan 2,16% pada daging kukus. Pengukusan memiliki kandungan asam amino terbaik dibandingkan dengan dua pengolahan lainnya, yaitu perebusan dan perebusan dengan penambahan garam 3% sehingga daging keong kukus dilanjutkan untuk analisis kandungan taurin. Kandungan taurin daging keong segar mengalami penurunan akibat pengukusan dari 164,17 mg/100 g menjadi 149,62 mg/100 g. 5.2 Saran Keong ipong-ipong (F. salmo) berasal dari perairan Laut Jawa. Seperti yang diketahui bahwa hasil tangkapan nelayan sampai ke tempat pelelangan ikan (TPI) membutuhkan waktu yang terkadang sangat lama sehingga saran untuk penelitian selanjutnya adalah mengenai hubungan waktu penyimpanan terhadap kandungan protein dan asam amino keong ipong-ipong.

53 DAFTAR PUSTAKA Adawiyah R Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist Official Method of Analysis of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Published by The Association of Official Analitycal Chemist, Inc. Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Apriandi A Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Apriyantono A Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. [5 Februari 2011]. Ardyanto TD MSG dan kesehatan: sejarah, efek, dan kontroversinya. [15 April 2011]. Basmal J, Syarifudin, Farid MW Pengaruh konsentrasi larutan potassium hidroksida terhadap mutu kappa-karaginan yang diekstraksi dari Eucheuma cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9 (5): Budiono E Kadar garam berbeda-beda. [15 Mei 2011]. Castro P, Huber ME Marine Biologi Sixth ed. New York: The MC. Graw Hill Companies, inc. Chilima DM Fish and human nutrition. [7 Februari 2011] Conrat HF, Hirschmann DJ, Snell NS, Lewis JC Amino acid composition of egg protein. J Sci Food Nut 60(5): Dance PS The Encyclopedia of Sheel. London: Blanford Press. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Dragnes BT, Larsen R, Emhsen MH, Elvevoli EO Impact of processing on the taurine content in processed seafood and their corresponding unprocessed raw materials. J Sci Food Agric 60 (2): Effendi I Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusantara.

54 Ekop A S Changes in amino acid composition of African yam beans (Sphenostylis stenocarpas) and African locust beans (Parkia filicoida) on cooking. Pakistan Journal of Nutrition 5(3): Elvevoll EO, Dragnes BT, Stormo SK, Larsen R Losses of taurine, creatine, glycine and alanine from cod (Gadus morhua L.) fillet during processing. J of Food Composition and Analysis 20(2007): Emanuel I, Adeyeye, Amoke M, Kenni The relationship in the amino acid of the whole body, flesh and exoskeleton of common west African fresh water male crab Sudananautes africanus. Pakistan Journal of Nutrition 7(6): Erkan N, Ozden O A preliminary study of amino acid and mineral profiles of important and estimable 21 seafood species. British Food Journal 4(113): Hames M, Hooper N Biochemistry, 3 th. New York: Taylor and Francis. Harris RS, Karmas E Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bhan Pangan Edisi ke-2. Bandung: ITB Press. Harli M Asam amino esensial. [15 April 2011]. Hills FJ dan Little TM Agricultural Experimentation. London: Longman Group Ibrahim B, Hidayat A Hubungan nilai gizi protein dan lama waktu perebusan ikan pindang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2(2). Ikram EHK, Ismail A Effects of cooking practices (boiling and frying) on the protein and amino acids contents of four selected fishes. J Sci Food Nut 34(2): Ismail NE, Suheryanto R, Kustomo S. Harsono WJB Efektifitas extra joss dalam memperbaiki kinerja ketahanan kerja. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. [5 Februari 2011]. Kalachova GS, Demirchieva SM, Gubanenko GA, Sushcik NN, Gladyshev MI Effect of boiling and frying on the content of essential polyunsaturated fatty acids in muscle tissue of four fish species. J Chem Food 101(2007): Linder MC Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara Kimia. Aminuddin P, penerjemah. Jakarta: UI Press. Mubarak AE Nutritional composition and antinutritional factors of mung bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional processes. J Chem Food 89(2005): Nianda T Komposisi protein dan asam amino daging ikan gurami (Osphronemos gouramy) pada berbagai umur panen [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nurachman Asam amino. [1 Februari 2011].

55 Nurjanah Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pantai Pulau Buton sebagai antioksidan dan antikolesterol [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Okuzumi M, Fujii T Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Jepang: Tokyo University of Fisheries. Oladapa A. Akin MAS, Olusegun LO Quality changes of Nigerian traditionally processed freshwater fish species. J Food Tech 19(1984): Prabandari R, Mangalik A, Achmad J, Agustiana Pengaruh waktu perebusan dari dua jenis udang yang berbeda terhadap kualitas tepung limbah udang putih (Penaeus indicus) dan udang windu (Penaeus monodon). Enviroscienteae. 1(1): Rakosky J Protein Additives in Foodservice Preparation. United States of America: AVI Book. Rosa R, Nunes ML Nutritional quality of red shrimp (Aristeus antennatus), pink shrimp (Parapenaeus longirostris), and Norway lobster (Nephrops norvegicus). J Sci Food Agric 94(2004): Santoso D Taurin untuk performa mental dan atletik yang optimal. [15 April 2011]. Schweigert BS, Kraybill HR, Greenwood DA Amino acid composition of fresh and cooked beef cuts. J Sci Food Nut 56(2): Selcuk A, Ozden O, Erkan N Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. J Med Food 13(6): Siswono Iptek biologi protein. [15 Mei 2011]. [SNI] Standar Nasional Indonesia Cara Uji Kimia - Bagian 1: Penentuan Kadar Abu dan Abu Tak Larut Asam pada Produk Perikanan. Jakarta: Standar Nasional Indonesia. Steel RGD, Torie JH Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of Statistics. Sudarmadji S, Haryono B, Suhadi Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Suwignyo Avertebrata Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Tapotubun AM, Nanlohy E, Louhenapessy J Efek waktu pemanasan terhadap mutu presto beberapa jenis ikan. Ichthyos 7(2): Yancey PH Organic osmolytes as compatible,metabolic and counteracting cytoprotectants in high osmolarity and other stresses. Experimental Biology. 208(10): Walpole RE Pengantar Statistika. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic.

56 Widyati R Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Widyati R Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Eropa. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia. Zaitsev V, Lagunov L, Minder L, Podsevalon V Fish Curing and Processing. Uni Soviet: Mir Publisher.

57 LAMPIRAN

58 Lampiran 1. Morfometrik keong ipong-ipong Parameter No Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (gram) Tinggi (cm) 1 10,7 4,4 55,0 3,6 2 9,7 4,0 34,5 3,2 3 10,5 4,2 46,0 3,5 4 10,8 4,4 47,5 3,4 5 10,0 4,2 49,0 3,0 6 10,3 4,1 44,0 3,3 7 10,7 4,6 43,5 3,1 8 9,9 4,3 39,5 3,1 9 9,8 4,1 46,5 3, ,3 4,5 57,0 3,5 11 9,0 3,4 28,5 3, ,2 3,6 37,5 3, ,0 4,0 36,0 3, ,2 4,4 47,5 3,9 15 9,6 4,4 34,0 3,0 16 9,6 4,1 37,0 3,0 17 9,1 3,5 30,5 3, ,3 4,4 48,0 3,5 19 9,3 4,1 40,0 3, ,5 3,9 41,0 3, ,3 3,9 33,5 2,6 22 8,9 3,7 27,0 3, ,5 4,4 43,5 2, ,0 4,2 38,5 3, ,8 4,0 46,5 3, ,0 4,3 38,5 3,3 27 9,9 4,0 42,5 3,3 28 9,8 4,5 40,5 3, ,5 4,3 48,5 3,3 30 9,0 3,5 29,5 3,5 Rata-rata 10,04 4,11 41,03 3,29 STDV 0,60 0,32 7,49 0,28

59 Lampiran 2. Uji hedonik keong ipong-ipong parameter rasa Panelis Kode Sampel GNP TZY SIS WPO XYZ Rata-rata 5, , , , ,6 Ket : GNP = Konsentrasi 1 % TZY = Konsentrasi 1,5 % SIS = Konsentrasi 2 % WPO = Konsentrasi 2,5 % XYZ = Konsentrasi 3 %

60 Lampiran 3. Hasil analisis kruskal wallis parameter rasa Rasa N Mean Rank , , Total 150 Rasa Chi-Square Df 4 Asymp. sig.464 Lampiran 4. Perhitungan rendemen keong ipong-ipong Sampel Berat total (g) Berat cangkang (g) Keterangan Berat daging (g) Berat jeroan (g) Keong ipong-ipong ,0 349,0 119,0 Rendemen (%) 61,98 28,35 9,67 Contoh perhitungan rendemen cangkang keong ipong-ipong Rendemen cangkang (%) = x 100 % = x 100 % = 61,98 % Lampiran 5. Data proksimat dalam basis kering Perlakuan Ulangan Kadar air Kadar abu Abu tak larut asam Protein Lemak Karbohidrat Segar 1 271,53 8,02 0,74 63,45 1,45 27,08 Segar 2 246,21 7,58 0,69 61,98 1,97 39,12 Kukus 1 220,25 7,59 0,64 51,10 1,28 40,03 Kukus 2 208,59 5,52 0,62 47,39 1,23 45,85 Rebus 1 263,33 6,65 1,67 45,64 0,87 46,84 Rebus 2 268,97 6,9 1,73 45,68 0,74 46,68 Rebus garam 1 233,33 11,1 2,23 46,97 0,77 41,17 Rebus garam 2 211,11 11,11 2,21 41,13 0,75 47,01

61 Lampiran 6. Grafik uji kenormalan galat kadar air, abu, abu tak larut asam, protein, lemak, karbohidrat Hipotesis: H 0 : Galat menyebar normal H 1 : Galat tidak menyebar normal Keterangan: P.value > 0,05 maka data menyebar normal Probability Plot of kadar air Normal Percent Mean 240,4 StDev 25,83 N 8 KS 0,187 P-Value >0,150 0, kadar air Gambar 13. Grafik uji kenormalan kadar air Probability Plot of kadar abu Normal Percent Mean 8,059 StDev 2,028 N 8 KS 0,258 P-Value 0,118 0, kadar abu Gambar 14. Grafik uji kenormalan kadar abu

62 Probability Plot of kadarabutaklarutasam Normal Percent Mean StDev N 8 KS P-Value , kadarabutaklarutasam Gambar 15. Grafik uji kenormalan kadar abu tak larut asam Probability Plot of kadar protein Normal Percent Mean 49,12 StDev 6,948 N 8 KS 0,201 P-Value >0,150 0, kadar protein Gambar 16. Grafik uji kenormalan kadar protein

63 Probability Plot of kadar lemak Normal Percent Mean 1,133 StDev 0,4366 N 8 KS 0,226 P-Value >0,150 0, ,0 0,5 1,0 kadar lemak 1,5 2,0 Gambar 17. Grafik uji kenormalan kadar lemak Probability Plot of karbohidrat Normal Percent Mean 41,64 StDev 8,065 N 8 KS 0,206 P-Value >0,150 0, karbohidrat Gambar 18. Grafik uji kenormalan kadar karbohidrat Lampiran 7. Hasil analisis ragam kadar air (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan , ,784 8,228 0,035 Galat 4 651, ,825 Total ,649

64 Lampiran 8. Hasil uji Duncan kadar air (bk) keong ipong-ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat A 214, Kukus A 222, Rebus garam B 258, Segar B 266, Rebus Lampiran 9. Hasil analisis ragam kadar abu (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan 3 26,512 8,837 15,568 0,011 Galat 4 2,271 0,568 Total 7 28,782 Lampiran 10. Hasil uji Duncan kadar abu (bk) keong ipong ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat A 6, Kukus A 6, Rebus A 7, Segar B 11, Rebus garam Lampiran 11. Hasil analisis ragam kadar protein (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan 3 431, ,855 23,002 0,006 Galat 4 25,016 6,254 Total 7 456,580 Lampiran 12. Hasil uji Duncan kadar protein (bk) keong ipong-ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat B 62, Segar A 45, Rebus A 49, Kukus A 44, Rebus garam

65 Lampiran 13. Hasil analisis ragam kadar lemak (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan 3 1,189 0,396 10,926 0,021 Galat 4 0,145 0,036 Total 7 1,334 Lampiran 14. Hasil uji Duncan kadar lemak (bk) keong ipong-ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat A 0, Rebus garam A 0, Rebus AB 1, Kukus B 1, Segar Lampiran 15. Hasil analisis ragam kadar karbohidrat (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan 3 440, ,689 16,787 0,010 Galat 4 34,954 8,739 Total 7 475,022 Lampiran 16. Hasil uji Duncan kadar karbohidrat (bk) keong ipong-ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat B 44, Rebus garam B 46, Rebus B 42, Kukus A 27, Segar Lampiran 17. Hasil analisis ragam kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong Sumber Db (derajat Jumlah Kuadrat F hitung sig keragaman bebas) kuadrat tengah Perlakuan 3 0,704 0, ,702 0,000 Galat 4 0,001 0,000 Total 7 0,705

66 Lampiran 18. Hasil uji Duncan kadar abu tak larut asam (bk) keong ipong-ipong Grup Nilai tengah n Jenis zat D 1, Rebus garam C 1, Rebus B 0, Segar A 0, Kukus Lampiran 19. Kromatogram standar asam amino

67 Lampiran 20. Kromatogram asam amino keong ipong-ipong segar

68 Lampiran 21. Kromatogram asam amino keong ipong-ipong kukus

69 Lampiran 22. Kromatogram asam amino keong ipong-ipong rebus

70 Lampiran 23. Kromatogram asam amino keong ipong-ipong rebus garam

71 Lampiran 24. Contoh perhitungan asam amino glutamat keong kukus Diket : Bobot Molekul Glutamat = 147,1 Area standar = Area sampel = Bobot sampel = µg L BM % asam amino = L =, = 2,16 % Lampiran 25. Kromatogram standar taurin

72 Lampiran 26. Kromatogram taurin daging keong segar

73 Lampiran 27. Kromatogram daging keong kukus

74 Lampiran 28. Contoh perhitungan taurin Perhitungan kandungan taurin daging keong segar Diketahui : Luas area sampel = 39,1 Luas area standar = 14,1 C = 10 Faktor pengenceran = 25 Bobot sampel = 4,2769 g L Nilai taurin (mg/100 g) = L x C F B =,, x, = 164,17 mg/100 g

75 Lampiran 29. Dokumentasi Desa Gebang Mekar Keterangan : Gambar 1 = TPI Desa Gebang tampak depan Gambar 2 = Keong ipong-ipong yang ikut dijual di TPI Gambar 3 = Suasana pelelangan ikan Gambar 4 = Perahu nelayan bersandar Gambar 5 = Komoditas yang ada di TPI Desa Gebang Gambar 6 = Darmaga termpat perahu nelayan bersandar

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2011 bertempat di Laboratorium Biologi Mikro 1 untuk identifikasi keong ipong-ipong, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA

PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA PENGARUH METODE PENGOLAHAN TERHADAP KANDUNGAN MINERAL REMIS (Corbicula javanica) RIKA KURNIA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 aktu dan Tempat Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Metode Pengolahan terhadap Kandungan Mineral Keong Matah merah (Cerithidea obtusa) dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2011

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Sampel sotong diambil di Muara Angke, Jakarta. Identifikasi sotong dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan (preparasi sampel dan analisis

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dari Balai Riset Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU),

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI

KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI KARAKTERISTIK ASAM AMINO DAN KOMPONEN BIOAKTIF SOTONG (Sepia recurvirostra) SUHANA SULASTRI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai Juni 2011 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Preservasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran morfometrik keong matah merah Parameter No Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (gram)

Lampiran 1. Pengukuran morfometrik keong matah merah Parameter No Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (gram) LAMPIRAN 54 55 Lampiran 1. Pengukuran morfometrik keong matah merah Parameter No Panjang (cm) Lebar (cm) Berat (gram) Tinggi (cm) 1 3,8 1,8 5 1,3 2 3,7 1,7 5 1,8 3 3,7 1,7 4 1,7 4 4,2 2,1 7 1,7 5 3,7 1,8

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 31 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pendugaan Umur simpan Tsukuda-ni Ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan Metode Akselerasi ini dilakukan pada bulan Februari-Juli 2009. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam pangan dapat diketahui melakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak

DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat

3 METODOLOGI. 3.3 Metode Penelitian. 3.1 Waktu dan Tempat 10 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan. Bahan penelitian berupa hasil samping produksi karagenan diperoleh dari PT. Araminta Sidhakarya, Tangerang. Fermentasi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) ZARA TAHIRA INSANABELLA

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) ZARA TAHIRA INSANABELLA PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP PROFIL PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA KEONG MATAH MERAH (Cerithidea obtusa) ZARA TAHIRA INSANABELLA DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet

c. Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet Lampiran 1. Prosedur Analisis a. Kadar Air (AOAC, 1995) Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Sebelum digunakan, cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu 100 o C selama

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 12 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Mei 2011. Preparasi bahan baku dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departeman

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2009. Pengujian proksimat bahan baku dilakukan di Laboratorium Biokimia, Pusat Antar Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau.

III. MATERI DAN METODE. dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2014 bertempat di Labolaturium Teknologi Pascapanen (TPP) dan analisis Kimia dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015. 3.2 Alat Alat

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BIOMOLEKUL II PROTEIN

BIOMOLEKUL II PROTEIN KIMIA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 22 Sesi NGAN BIOMOLEKUL II PROTEIN Protein dan peptida adalah molekul raksasa yang tersusun dari asam α-amino (disebut residu) yang terikat satu dengan lainnya

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml - BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Alat alat Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss alat destruksi Kjeldahl 250ml - - alat destilasi uap - - - labu destruksi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian yang dilakukan, dipilih sampel berupa daging teripang hitam (Holothuria edulis) yang sudah dikeringkan. Analisis pendahuluan berupa penentuan kadar protein

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen karena dilakukan percobaan dengan menyimpan kista artemia pada suhu yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Januari sampai April 2010. Keong pepaya dibeli dari nelayan di sekitar Perairan Cirebon. Analisis proksimat keong ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di III. MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Laboratorium Nutrisi dan Kimia serta Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA

Metabolisme Protein. Tenaga. Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme Protein Tenaga Wiryatun Lestariana Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran UII YOGYAKARTA Metabolisme protein Tenaga Pendahuluan Metabolisme protein dan asam amino Klasifikasi asam amino Katabolisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 18 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Ekowisata Mangrove, Pantai Kapuk, Muara Karang, Jakarta Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dan analisis proksimat kadar air, kadar protein, dan kadar lemak

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dan analisis proksimat kadar air, kadar protein, dan kadar lemak 21 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan analisis proksimat kadar air, kadar protein, dan kadar lemak dilaksanakan pada Mei 2013 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

Asam amino merupakan komponen utama penyusun

Asam amino merupakan komponen utama penyusun ANALISIS ASAM AMINO DALAM TEPUNG IKAN DAN BUNGKIL KEDELAI Saulina Sitompul Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi dalam dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel 1. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan

BAB III MATERI DAN METODE. Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia dan 20 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pemanfaatan Susu Sapi,Susu Kerbau Dan Kombinasinya Untuk Optimalisasi Kadar Air, Kadar Lemak Dan Tekstur Keju Mozzarela dilaksanakan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) LAMPIRAN 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992) METODE PENGUJIAN Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Untuk pengujianan total oksalat ke dalam Erlenmeyer ditambahkan larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Bahan dan Alat 3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2009 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian,

Lebih terperinci