PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH"

Transkripsi

1 PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Desember 2007 Fifin Nopiansyah NIM E

3 RINGKASAN FIFIN NOPIANSYAH. Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821). Dibimbing oleh YANTO SANTOSA dan ABDUL HARIS MUSTARI. Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies. Apabila umur telah diketahui maka struktur umur, umur matang seksual, angka kematian, angka kelahiran, fekunditas, umur spesifik dan kecenderungan pertumbuhan populasi dapat ditentukan. Pedugaan umur siamang sumatera dapat dilakukan melalui beberapa teknik, salah satu teknik yang mungkin lebih baik daripada teknik yang lain. Dalam menduga umur, beberapa teknik kadangkala menimbulkan dampak negatif sehingga dapat menyakiti bahkan dapat menyebabkan kematian. Untuk itu dilakukan pendekatan dalam pendugaan umur yang meminimalkan dampak negatif dan memberikan tingkat ketelitian yang baik yaitu melalui pengukuran bagian-bagian tubuh (morfometrik) siamang sumatera yang diduga berhubungan dengan umur. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi bagian-bagian tubuh siamang sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus) yang dapat dijadikan pendekatan dalam menduga umur dan merumuskan model matematika yang menggambarkan hubungan antara parameter morfometrik dengan umurnya. Parameter morfometrik yang diukur yaitu: panjang badan dan kepala, panjang lengan, panjang kaki, panjang cranial, tinggi cranial, lebar cranial, lingkar dada (LD), lebar bahu, panjang telapak tangan (PTT), lebar telapak tangan, panjang telapak kaki, lebar telapak kaki, lingkar kepala, dan lingkar muka (LM). Pengukuran dilakukan terhadap 40 ekor siamang sumatera yang hidup, terdiri atas 24 ekor jantan dan 16 ekor betina dari umur 1-15 tahun. Hasil analisis statistik regresi linear berganda dengan metode stepwise menunjukkan bahwa parameter morfometrik siamang sumatera jantan umur 1-15 tahun yang paling menentukan dalam menduga umur adalah lingkar muka dengan model matematika Umur = LM, sedangkan untuk umur 1-6 tahun adalah panjang telapak tangan dengan model matematika Umur = PTT. Pada siamang sumatera betina umur 2-14 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD, sedangkan untuk umur 2-6 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD. Bila digabungkan antara siamang sumatera jantan dan betina umur 1-15 tahun, parameter yang paling menentukan umur adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD.

4 ABSTRACT FIFIN NOPIANSYAH. Application of Morphometric Parameters to Estimate the Age of Siamang Sumatra (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821). Under direction of YANTO SANTOSA and ABDUL HARIS MUSTARI. Understanding of wildlife age is an important aspect to indentify its age structure. Age structure is one of the demografic parameters which is important to be studied for population management purposes. One of age estimation technique can be approached from organs size (morfometric). This research was carried out from May to August 2007 at Cikananga Animal Rescue Center, West Java and Kalaweit Center, West Sumatera. This research used 14 parameters and 40 sample of siamang sumatra (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821), consist of 24 males and 16 females. Statistical analysis resulted (multiple linear regression with stepwise method) high correlation between age (Y) with the face circumference (LM) through regression formula Age = LM for male (1-15 years), the hands lenght (PTT) with Age = PTT for male (1-6 years), the chest circumference (LD) with Age = LD for female (2-14 years), the chest circumference with Age = LD for female (2-6 years) and the chest circumference Age = LD for both male and female (1-15 years). Keywords: siamang sumatra, morfometric, age.

5 Hak cipta milik IPB tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Tesis : Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Nama : Fifin Nopiansyah NIM : E Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. Ketua Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 18 Desember 2007 Tanggal Lulus:

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Agus Priono Kartono, M.Si.

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 adalah pendugaan umur siamang sumatera dengan judul Penggunaan Parameter Morfometrik untuk Pendugaan Umur Siamang Sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) yang dilakukan di dua lokasi yaitu Program Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera (KPS) Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC), Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada: 1. Bapak Dr. Ir. H. Yanto Santosa, DEA. dan Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc.F. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan selama penelitian. 2. Manajer KPS, Manajer PPSC, Kepala BKSDA Sumatera Barat, Kepala BKSDA Jawa Barat, Kepala BTN. Siberut beserta staf yang telah membantu dan memfasilitasi penelitian. 3. Teman-teman seangkatan pada Magister Profesional Konservasi Biodiversitas (Abdul Muin, Mamat Rahmat, Agustinus Kris, Nico Sinaga, Sandi Kusuma, Diyah Kartikasari, Amin Suprayitno, Elisa Iswandono, Zeth Parinding, Tri Satyatama, Supartono, Erna Ristianti, Utin dan Vitriana Yulalita) yang telah memberi semangat dan dorongan selama proses belajar. 4. Ayah, mamak, mertua dan saudaraku, (H.M. Ayib Kenawas, BBA, Hj. Siti Rohma, Zainul, Miswarni, Nesi Novita, M.Kes, Malhanzaldi, SH, Rispa, SH, Lukmedi, Lizwar, Yudis dan Ade) atas segala doa dan kasih sayangnya. 5. Istri dan putraku tercinta (Saridayani, S.Hut dan M. Gilbran Firdiansyah) atas kasih, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi, sehingga mengurangi hari-hari kebersamaan kita. Tanpa pengertian dan dukungan keluarga tercinta mustahil studi ini dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2007 Fifin Nopiansyah

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Baturaja, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 24 November 1977 dari ayah H.M. Ayib Kenawas, BBA. dan ibu Hj. Siti Rohma. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Pendidikan dasar penulis selesaikan di Sekolah Dasar No. 151 Palembang dan Sekolah Menengah Pertama No. 22 Palembang hingga tahun 1992, kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru dan lulus tahun Tahun 1998 melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Muhamaddiyah Sumatera Barat dan lulus pada tahun Tahun 2006 diterima sebagai mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sub Program Studi Konservasi Biodiversitas atas biaya Departemen Kehutanan. Penulis bekerja sejak tamat SKMA Pekanbaru dan ditempatkan di Kantor Wilayah Kehutanan Provinsi Sumatera Barat pada tahun 1996, kemudian dimutasi ke Taman Nasional Siberut Departemen Kehutanan pada tahun 1997 sampai sekarang.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Bio-Ekologi Siamang Sumatera Sistematika Morfologi Habitat dan Perilaku Perkembangan Metode Pendugaan Umur Pendugaan Umur Melalui Gigi Geligi Pendugaan Umur Melalui Struktur Fisiologi Pendugaan Umur Melalui Ukuran Tubuh Parameter Morfometrik yang Berkaitan dengan Umur Siamang Sumatera Karakteristik Lokasi Penelitian Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Parameter yang Diukur Pengambilan Data Pembagian Umur di Lapangan Teknik Pengukuran Tubuh Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN Riwayat Siamang Sumatera Sebagai Objek Penelitian Karakteristik Morfometrik Siamang Sumatera Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Jantan Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan (1-15 Tahun) vii

12 Halaman Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan (1-6 Tahun) Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Betina Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-14 Tahun) Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-6 Tahun) Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Pendugaan Umur Siamang Sumatera (1-15 Tahun) Aplikasi pada Manajemen Populasi SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Daftar pergantian gigi seri kambing Pembagian umur siamang sumatera yang diukur di lapangan Asal siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian Pembagian siamang sumatera yang diukur di lapangan berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang badan siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang lengan siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik lingkar kepala dan lingkar muka siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang, tinggi dan lebar cranial siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik lingkar dada dan lebar bahu siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang dan lebar telapak tangan siamang sumatera berdasarkan kelas umur Karakteristik panjang dan lebar telapak kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur Rata-rata ukuran tubuh siamang sumatera KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera jantan Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera jantan Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun ix

14 Halaman 22 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun KMO dan Bartlett's Test (tes I) untuk data siamang sumatera betina KMO dan Bartlett's Test (tes IV) untuk data siamang sumatera betina Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera betina Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera x

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian Peta penyebaran H. syndactylus syndactylus Bagan gigi seri kambing dan ruminansia lainnya Barisan anuli pada gigi rusa yang menandakan perkiraan umur Siamang sumatera di KSP Pulau Marak dan PPSC Sukabumi Pengukuran siamang sumatera di lapangan Ukuran bagian tubuh siamang sumatera yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur Ukuran bagian tubuh siamang sumatera jantan yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur Ukuran bagian tubuh siamang sumatera betina yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera Jantan Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan Komponen Plot dalam Rotated Space (tes IV) untuk data siamang sumatera betina Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera xi

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Data ukuran tubuh siamang sumatera jantan Data ukuran tubuh siamang sumatera betina Data ukuran tubuh siamang sumatera jantan dan betina Hasil output uji validasi parameter morfometrik siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Hasil output uji reliabilitas parameter morfometrik siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Hasil output uji persyaratan regresi linear ganda pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Ringkasan hasil analisis linearitas garis regresi dan simpulannya berdasarkan tingkat alpha Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan Hasil output analisis regresi parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan umur 1-6 tahun Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Hasil output analisis regresi parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina umur 2-6 tahun Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) xii

17 Halaman 17 Hasil output analisis regresi pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan model matematik Parameter morfometrik kerangka Hylobates sp Parameter morfometrik (a) telapak kaki dan (b) telapak tangan Hylobates sp Parameter morfometrik tengkorak (cranial) Hylobates sp Peta lokasi penelitian Kalaweit Program Sumatera dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga xiii

18 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan satwaliar pada dasarnya merupakan pengelolaan terhadap populasi yang terdapat dalam suatu kawasan sebagai bagian dari suatu ekosistem yang menggunakan prinsip-prinsip ekologi sebagai konsep dasarnya. Pengelolaan satwaliar juga berarti mengamati fluktuasi komponen-komponen lingkungan dan dapat mengatur parameter populasi guna menyusun strategi yang tepat bagi pengelolaan (Alikodra 1997). Menurut Caughley (1977), populasi merupakan unit biologi pada level ekologi yang terintegrasi, berbicara tentang nisbah kelamin (sex ratio), laju kematian (natality rate), laju kelahiran (mortality rate) dan struktur umur. Parameter populasi (seks rasio, tingkat kematian, kelahiran, dan struktur umur) merupakan komponen penting dalam mempelajari perkembangan populasi satwaliar. Disamping sebagai indikator kuantitatif dari pertumbuhan populasi (Dajoz 1971; Barbault 1981; Gaillard 1988 dalam Santosa 1993), pengetahuan tentang parameter populasi juga merupakan data dasar dalam mengelola satwaliar (Bailey 1984). Studi kuantitatif terhadap populasi satwaliar relatif banyak dilakukan sejak tahun 1930 (Lincoln 1930; Leopold 1933 dalam Santosa 1995). Pada umumnya penelitian-penelitian tersebut banyak diarahkan untuk mengetahui ukuran populasi (Otis et al dalam Santosa 1995). Mengingat betapa pentingnya data dan informasi tentang demografi populasi, sejak tahun 1980, penelitian-penelitian tentang demografi satwaliar berkembang pesat (Lincoln 1930; Leopold 1933; Gailard 1988 dalam Santosa 1993). Studi-studi tentang dinamika populasi sangat tergantung dari kemampuan mengenali umur individu. Apabila umur telah diketahui maka struktur umur, umur matang seksual, angka kematian, angka kelahiran, fekunditas, umur spesifik dan kecenderungan pertumbuhan populasi dapat ditentukan. Parameter populasi dan kondisi fisiologi penting untuk diketahui dalam pelestarian jenis satwa, hal ini untuk menciptakan kestabilan populasi (Caughley 1977).

19 2 Struktur umur merupakan perbandingan jumlah individu di dalam berbagai kelas umur dari suatu populasi, perbandingan tersebut dapat juga dibedakan menurut jenis kelaminnya. Pengetahuan tentang struktur umur penting diketahui untuk melihat pertumbuhan dan dinamika populasi suatu satwaliar (Brower dan Zar 1977). Menurut Alikodra (2002), struktur umur dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan pengembangan satwa liar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar. Pertumbuhan populasi satwaliar dapat diketahui dari cohort atau satu gugus individu yang dianggap berasal dari kelas umur yang sama (Brower dan Zar 1977), tetapi perhitungannya bersifat simulasi dan perkiraan umur satwaliar harus diketahui (Caughley 1977). Pengetahuan tentang pertumbuhan populasi satwaliar kadangkala terkendala dalam upaya menentukan umurnya. Pedugaan umur satwaliar di lapangan sulit untuk dilakukan, kecuali untuk satwa yang berada di penangkaran. Pertama, karena sulitnya menangkap sejumlah satwaliar untuk menjadi sampel penelitian (Alikodra 1997). Kedua, sifat antogonistik satwaliar juga akan menambah sulitnya pendugaan umur di lapangan, sehingga hasil pendugaan umur di lapangan lebih bersifat perkiraan. Terdapat beberapa teknik untuk menduga umur satwa, semua teknik dalam pendugaan umur dapat mempunyai kesalahan, beberapa teknik mungkin lebih baik daripada yang lain (Caughley 1977). Pendugaan kelas umur siamang di lapangan dapat dilakukan karena kekhasan yang dimiliki fase pertumbuhannya (Gittins dan Raemaekers 1980). Selain itu, metode pendugaan umur dapat dilakukan melalui gigi geligi (Caughley 1977), tetapi metode ini mempunyai kelemahan dapat merusak atau menyakiti satwa sehingga beresiko pada kematian. Selanjutnya menurut Caughley (1977), ukuran-ukuran bagian tubuh dapat dijadikan tanda-tanda untuk menduga umur. Siamang sumatera merupakan salah satu primata yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang menyatakan bahwa semua spesies dalam famili Hylobatidae dilindungi. Pelestarian terhadap primata ini dilakukan untuk menjaga keanekaragaman plasma nuftahnya, untuk itu penangkapan di alam tidak diperbolehkan kecuali dengan ijin khusus dan guna keperluan khusus seperti

20 3 penelitian. Di dunia internasional siamang juga dilindungi, IUCN (International Union for Conservation of Nature and Nature Resources) memasukan siamang dalam Daftar Merah (red data books) dengan status genting (endangered), begitu juga CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) memasukannya ke dalam Appendix I. Keberadaan siamang sangat berperan penting dalam ekosistem, pertama membantu proses pertumbuhan tanaman (regenerasi dan suksesi hutan) dengan memakan daun dan buah, kedua siamang juga berperan sebagai polinator dan penyebar biji tumbuh-tumbuhan, sehingga pada umumnya primata memainkan peran sebagai spesies kunci (key species) dalam sebuah ekosistem (Cowlishaw dan Dunbar 2000). Peran penting dari spesies kunci adalah bila terjadi kepunahan pada spesies tersebut, maka dapat menyebabkan gangguan dalam ekosistem yang akan menyebabkan hilangnya beberapa spesies lain. Sehubungan dengan hal-hal di atas dan hasil penelusuran pustaka bahwa penelitian siamang sumatera banyak dilakukan pada aspek penyebaran, bioekologi, habitat, perilaku dan reproduksi serta belum adanya literatur pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan ukuran-ukuran bagian tubuhnya, maka penelitian mengenai pendugaan umur siamang sumatera melalui ukuran bagianbagian tubuh (morfometrik) sangatlah penting. Penelitian ini, disamping berguna untuk mendukung upaya-upaya menjaga keberadaan dan fungsi siamang sumatera di alam juga bermanfaat bagi pengembangan pengetahuan tentang satwaliar di Indonesia. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengindentifikasi bagian-bagian tubuh siamang sumatera yang dapat dijadikan dasar bagi pendugaan umur. 2. Merumuskan model matematika yang menggambarkan hubungan antara parameter morfometrik dengan umur siamang sumatera.

21 4 Hipotesis H 0 : H 1 : Hipotesa yang diuji dalam penelitian ini adalah: Tidak terdapat hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera dengan umurnya. Paling sedikit terdapat satu parameter morfometrik siamang sumatera yang mempengaruhi umurnya. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Menjadi pegangan dalam pendugaan umur siamang sumatera di lapangan. 2. Menjadi pedoman dalam pengelolaan populasi siamang sumatera, khususnya menyangkut monitoring populasi. 3. Memberikan kontribusi bagi pusat-pusat penyelamatan satwaliar (PPS) dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) berupa kemudahan untuk menduga umur siamang sumatera sewaktu penyitaan dan penerimaan satwa. Perumusan Masalah Umur merupakan salah satu parameter yang penting untuk diketahui dalam pengelolaan suatu populasi karena berkaitan dengan kelestarian suatu spesies yaitu untuk mengetahui struktur umur sehingga dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakkan satwaliar (Alikodra 2002). Pendugaan umur siamang sumatera dapat dilakukan karena kekhasan pada fase pertumbuhannya (Gittins dan Raemaekers 1980), tetapi hasil pendugaan akan lebih bersifat perkiraan kasar bahkan cukup besar rentangnya (Semiadi dan Nugraha 2005) karena umur terbagi dalam kelas-kelas umur. Gigi banyak digunakan sebagai parameter dalam pendugaan umur karena gigi mengalami fase pertumbuhan yang mengikuti perkembangan umur sebagai indikator telah dewasanya tubuh. Kendala dalam pendugaan umur melalui gigi yaitu satwa harus dalam kondisi terbius, tetapi cara ini tetap belum akan memberikan hasil yang akurat. Hasil yang akurat bila dilakukan dengan cara merusak (destructive) yaitu

22 5 mencabut gigi geraham (molar) guna menghitung garis lapisan tahun gigi (Semiadi dan Nugraha 2005). Berdasarkan kelemahan-kelemahan pendugaan umur di atas, maka dibutuhkan metode pendugaan umur dengan tingkat ketelitian yang cukup baik dan tidak menyakiti satwaliar, untuk itu pendekatan melalui ukuran bagian-bagian tubuh dapat dijadikan acuan dalam menduga umur siamang sumatera. Hal ini sejalan dengan pendapat Frandson (1992) bahwa pertumbuhan tubuh hewan akan mengikuti perkembangan tulangnya karena tulang memberikan bentuk pada tubuh dan menurut pendapat Giles (1981) bahwa ukuran tubuh akan berkembang sesuai dengan bertambahnya umur hingga pada suatu titik akan mencapai kematangan dan tidak akan membesar lagi. Dengan demikian, rumusan permasalahan dalam penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera dengan umurnya? 2. Sejauhmana keeratan hubungan antara parameter morfometrik siamang sumatera dengan umurnya? 3. Bagaimana model matematika yang terbentuk untuk dapat menjelaskan umur siamang sumatera? Kerangka Pemikiran Bertolak dari kelemahan-kelemahan dalam pendugaan umur satwaliar yang biasa dilakukan, maka perlu dicari parameter morfometrik siamang sumatera yang dapat dijadikan parameter penduga umur. Parameter morfometrik yang digunakan merupakan bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat dan mudah diukur. Bagian-bagian tubuh siamang sumatera yang diduga mempunyai hubungan dengan umur yaitu lengan, bagian tubuh ini merupakan salah satu ciri khas famili Hylobatidae. Seperti pada spesies-spesies dalam famili Hylobatidae, siamang mempunyai pola bergerak yang khusus dan spektakuler dengan cara berayun dari satu cabang ke cabang lain menggunakan lengannya (brachiation). Brachiation merupakan evolusi siamang dalam memanfaatkan ruang untuk memperoleh

23 6 makanan, dengan kemampuan ini siamang dapat menjangkau bagian-bagian pohon yang dihindari oleh monyet-monyet lain (Lekagul dan McNeely 1977). Pola bergerak dengan brachiation mempengaruhi seluruh kerangka tubuh, dalam brachiation dibutuhkan otot-otot yang kuat dan lengan menjadi lebih efektif, sehingga famili Hylobatidae mempunyai ukuran lengan lebih panjang daripada semua jenis primata (Young 1981). Ciri khas lain dari famili Hylobatidae terdapat pada kaki dan tangannya. Jari jemarinya yang panjang memungkinkan untuk berpegangan dengan kuat ketika melakukan brachiation dan dengan bentuk telapak kaki yang lebih mendukung pola bergerak secara brachiation dibandingkan berjalan (bipedals). Tangantangan dan bentuk telapak kaki ini merupakan organ untuk menggenggam yang efisien. Spesialisasi dalam brachiation turut mempengaruhi rongga dada famili Hylobatidae yang lebih besar dari kera-kera lain (kecuali pada ape dan manusia) (Young 1981). Sejalan dengan pendapat di atas menurut Hoeve (1992), rongga dada yang lebar ini memberi keleluasaan bergerak bagi lengan. Bagian tubuh siamang sumatera yang juga diduga mempunyai hubungan dengan umur adalah kepala. Bagian kepala merupakan bagian vital dari satwaliar, menurut Frandson (1992) banyak pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan antar spesies terutama pada bagian kepala, perbedaan ini tergantung pada variasi pars fasialis kranium. Keberadaan pusat penyelamatan satwaliar memungkinkan untuk memperoleh sejumlah siamang sumatera yang dapat dijadikan objek penelitian. Di pusat penyelamatan, umur siamang sumatera telah diketahui sehingga tidak perlu dilakukan analisis awal untuk menduga umurnya. Pendugaan parameter morfometrik yang paling menentukan umur akan menggunakan perhitungan secara statistikal. Asumsi-asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah: 1. Siamang sumatera yang menjadi objek penelitian di pusat penyelamatan berasal dari lingkungan yang sama sehingga mempunyai pertumbuhan yang sama dan tidak mengalami malnutrisi. 2. Jumlah bulan dari umur siamang sumatera tidak mempengaruhi umur.

24 7 3. Model matematika untuk menduga umur akan terbatas sesuai ketersediaan tingkatan umur siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian. Secara skematis, kerangka pemikiran yang menjelaskan penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Permasalahan-permasalahan dalam Pendugaan Umur Siamang Sumatera Pendugaan Umur Melalui Ukuran Bagian-bagian Tubuh Indentifikasi Peubah Penciri Umur Pemilihan Satwa KU yang telah diketahui Pengukuran Parameter Morfometrik Model Matematika Validasi Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

25 8 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Siamang Sumatera Sistematika Famili Hylobatidae dikelompokkan dalam tiga marga berdasarkan jumlah kromosomnya, yaitu marga Hylobates yang memiliki 44 kromosom, marga Symphalangus dengan 50 kromosom dan marga Nomascus dengan 52 kromosom (Lekagul dan McNeely 1977). Marga Hylobates dibagi lagi menjadi tiga submarga dengan tujuh spesies yaitu submarga Hylobates dengan spesies H. lar (Miller 1903), H. agilis (Cuvier 1821), H. moloch (Audebert 1798), H. muelleri (Martin 1841) dan H. pileatus (Gray 1861); submarga Bunopithecus dengan spesies H. hoolock (Harlan 1834) dan submarga Brachitanytes dengan spesies H. klossii (Miller 1903). Marga Symphalangus hanya memiliki satu spesies yaitu H. syndactilus (Raffles 1821) dan marga Nomascus yang juga hanya memiliki satu spesies yaitu H. concolor (Harlan 1826). Terdapat 8 spesies famili Hylobatidae di Paparan Sunda yaitu H. syndactilus, H. agilis, H. lar di Pulau Sumatera, H. klosii yang endemik di Kepulauan Mentawai dan H. moloch dijumpai di Pulau Jawa, serta H. agilis dan H. muelleri dijumpai di Pulau Kalimantan. H. syndactilus terdiri dari 2 subspesies yaitu H. syndactylus continentis (Thomas 1908) yang terdapat di Semenanjung Malaya dan H. syndactylus syndactylus terdapat di hutan-hutan sepanjang Bukit Barisan dan Sumatera bagian timur (Chivers 1977). Penyebaran siamang sumatera lebih lanjut ditunjukkan pada Gambar 2. Siamang sumatera secara taksonomi diklasifikasikan ke dalam dunia Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Primata, famili Hylobatidae, genus Symphalangus, spesies Hylobates syndactylus Raffles, 1821 dan subspesies H. syndactylus syndactylus Raffles, Morfologi Siamang merupakan jenis primata tak berekor dan mempunyai ukuran tubuh terbesar dibandingkan dengan jenis lain dari famili Hylobatidae. Individu jantan dewasa memiliki berat badan kg sedangkan betina sedikit lebih kecil.

26 9 Siamang mempunyai panjang badan mencapai 90 cm dengan warna rambut hitam polos seperti lutung tetapi tidak berjambul dikepalanya. Siamang mempunyai kantong suara ditenggorokan yang berukuran sebesar kepalanya sendiri (PPA 1978). Kantong suara (laryngeal sac) yang dimiliki siamang sangat berguna untuk membantu memperkeras suaranya (Chivers 1977). Penyebaran H. syndactylus Gambar 2 Peta penyebaran H. syndactylus syndactylus (Groves 1970; Chivers 1974; Marshall dan Marshall 1975; Wilson dan Wilson 1978). Secara umum siamang dikenal juga sebagai gibbon, berbeda tetapi serupa dalam bentuk tubuh. Siamang mempunyai kulit yang tebal, berambut kasar dan semua berwarna hitam pekat kecuali disekitar mulut dan dagu yang berwarna lebih muda. Rambut lengan bawah tumbuh menuju siku seperti pada ape besar dan manusia. Mata berwarna gelap, mempunyai kemampuan membedakan warna dan kurang dalam earlobes. Siamang juga mempunyai bantalan duduk (ischial callosities) yang umumnya ditemukan di monyet bukan pada ape. Jantan mempunyai garis preputal yang mencolok berupa rambut-rambut hitam sepanjang 15 cm (Napier dan Napier 1967). Siamang diketahui juga mempunyai kemampuan untuk merubah (berbalik) arah ketika berada di udara. Selanjutnya Napier dan Napier (1967) menuliskan bahwa panjang badan siamang jantan dari kepala hingga badan berkisar antara 46,8 84,6 cm dengan berat berkisar 9,5 12,7 kg, sedangkan panjang badan siamang betina dari kepala

27 10 hingga badan berkisar pada cm dengan berat berkisar 9 11,6 kg. Tangan mempunyai formula dijital yaitu Susunan gigi siamang adalah 2/2 1/1 2/2 3/3 = 32. Kapasitas kepala 125 cc atau berkisar antara cc. Berat otak siamang dewasa adalah 121,7 gram (Harvey et al. 1987). Selanjutnya Napier dan Napier (1986) menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan pada ukuran tubuh (dimorphism) antara jantan dan betina pada famili Hylobatidae. Siamang mempunyai lengan yang panjang dengan rata-rata % dari panjang tubuhnya. Tangan siamang juga panjang dengan telapak yang kurang luas dibandingkan ape, begitu juga dengan kakinya yang panjang dengan jari kaki pertama lebih panjang dan kuat. Tangan digunakan untuk berpegangan pada waktu berayun di dahan atau berpindah dari dahan ke dahan. Kakinya dipakai untuk memegang ranting dan makanan sambil berayun. Ciri khas lain dari siamang adalah jari-jari tangan kedua dan ketiga dipertautkan oleh selaput seolaholah keduanya bersatu (Chivers 1977). Indeks intermembral adalah 147, indeks ini merupakan perbandingan dari panjang kaki dengan panjang tangan (Myers dan Sheffield 1996). Habitat dan Perilaku Habitat utama siamang adalah hutan hujan tropika dan hutan pegunungan di bawah m di atas permukaan laut, tetapi lebih umum dijumpai pada hutan dataran rendah (Napier dan Napier 1967). Siamang termasuk ke dalam primata arboreal, sebagian besar hidupnya tergantung pada tajuk yang tinggi dan saling bersambungan. Tajuk pohon yang saling bersatu membantu siamang untuk berpindah dalam mencari makanan dan sebagai tempat berlindung dari pemangsa. Siamang hidup dalam kelompok-kelompok sosial terkecil, terdiri dari jantan dan betina dewasa dengan 1-4 ekor anaknya. Pada tempat yang alami, ukuran kelompok siamang rata-rata 4 ekor (Gittin dan Raemaekers 1980). Pasangan siamang merupakan pasangan monogami dan hidup dengan pola kelompok dengan sistem kekerabatan yang menggunakan daerah teritori spesifik dimana home range seluas ha (Chivers 1977). Matang seksual dicapai siamang di alam pada umur 7-8 tahun baik jantan maupun betina (Napier dan Napier 1986), sedangkan menurut Geissmann (1986)

28 11 dalam Nowak (1999) matang seksual di alam pada umur 8-9 tahun dan di penangkaran pada umur 4-6 tahun baik jantan maupun betina. Periode gestation (kehamilan) adalah hari dengan berat anak saat lahir sekitar 6 ons. Betina biasanya melahirkan setiap 2 3 tahun sekali dengan satu anak, tetapi kelahiran kembar mungkin terjadi. Betina jarang melahirkan lebih dari 10 kali selama hidupnya (Preuschoft 1990). Masa hidup siamang antara tahun (Napier dan Napier 1986), sedangkan menurut Chiver (1977) sepasang siamang yang hidup di alam liar diketahui berumur sekitar 25 tahun. Di penangkaran spesimen siamang diketahui sampai berumur 40 tahun (Marvin 1995 dalam Nowak 1999). Siamang termasuk hewan omnivora dengan komposisi pakan 43% daun (38% daun muda dan 5% daun tua), 36% buah (22% Ficus sp. dan 14% lainnya), 6% bunga, 15% serangga dan binatang kecil lainnya (Gittin dan Reamakers 1980). Siamang sumatera merupakan primata frugivorous dibandingkan saudaranya di semenanjung malaya. Chivers (1977) melaporkan bahwa siamang menghabiskan waktu 5,5 jam untuk kegiatan makan atau kira-kira 52% dari waktu efektifnya. Perkembangan Metode Pendugaan Umur Pendugaan umur mamalia dapat dilakukan dengan berbagai teknik, salah satu dari beberapa teknik dapat diaplikasikan untuk menduga umur spesies yang diteliti. Tanda-tanda untuk menduga umur satwaliar dapat terlihat dari pertumbuhan gigi geligi, hilangnya gigi geligi, ukuran tubuh, pengelompokkan frekuensi ukuran, derajat penyatuan epifiseal, berat lensa mata, pertumbuhan tahunan lingkar cakar, tanduk, gigi dan tulang serta jumlah placental atau goresangoresan ovarian pada betina (Caughley 1977). Selanjutnya menurut Caughley (1977), indikator penduga umur dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tanda-tanda individu (misalnya: pemberian tanda pengenal pada hewan muda yang diketahui datanya). b. Indikasi morfologikal. - Karakter yang berubah terus-menerus sesuai umur (misalnya: berat lensa mata dan hilangnya gigi geligi).

29 12 - Karakter yang berubah sesuai lompatan tahun. 1) Anual quanta (misalnya: pertumbuhan lingkar pada tanduk, gigi dan sisik). 2) Non anual quanta (misalnya: fase-fase plumage dan pertumbuhan gigi geligi). Literatur yang membahas pendugaan umur siamang sumatera masih terbatas, hal ini terlihat dari sulitnya memperoleh literatur sesuai pokok bahasan. Pendugaan umur siamang sumatera di lapangan dapat dilakukan melalui pendekatan- pendekatan sebagai berikut: Pendugaan Umur Melalui Gigi Geligi Penggunaan parameter gigi telah banyak dilakukan dalam pendugaan umur. Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang paling aktif dipakai, perubahan bentuk permukaan gigi dapat mengindikasikan kualitas pakan yang dikonsumsi serta umur satwa tersebut. Gigi juga mengalami fase pertumbuhan awal, lewat gigi susunya yang akan lepas saat memasuki umur tertentu dan digantikan dengan gigi tetap, sehingga dapat menjadi indikator dari telah dewasanya anggota tubuh. Peralihan gigi susu ke gigi permanen dan tinggi relatif mahkota gigi (crown heights; sebagai indikator tingkat keausan) dapat dipakai sebagai indikator umur pada kelompok kelelawar, karnivora, ungulata dan rodensia (Semiadi dan Nugraha 2005). Sosroamidjojo (1975) dalam Mukhtar (1996) mengungkapkan bahwa pada satwa ruminansia, umur dapat diketahui dengan mengamati pergantian gigi seri yang terdapat hanya pada rahang bawah, seperti disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3. Tabel 1 Daftar pergantian gigi seri kambing Umur (Tahun) Gigi Seri yang Berganti 1-1,5 Gigi seri dalam (I 1 ) berganti 1,5-2 Gigi seri tengah dalam (I 2 ) berganti 2,5-3 Gigi seri tengah luar (I 3 ) berganti 3-4 Gigi seri luar (I 4 ) berganti Sumber: Sosroamidjojo (1975) dalam Mukhtar (1996)

30 13 9bulan tahun tahun 2-3 tahun 3-4tahun tua Gambar 3 Bagan gigi seri kambing dan ruminansia lainnya (Sumber: Sumoprastowo 1994 dan Sosroamidjojo 1975 dalam Mukhtar 1996). Selanjutnya menurut Semiadi dan Nugraha (2005), tingkat keausan gigi sangat spesifik terhadap habitat dan jenis mamalia sehingga generalisasi pola keausan gigi kurang tepat diterapkan. Indentifikasi umur dengan mengamati pola keausan gigi dapat dilakukan pada satwa hidup lewat pembiusan terlebih dahulu. Gigi kemudian dicermati pola keausannya atau ditempeli dengan pasta cetakan yang akan mengeras setelah waktu tertentu. Pola keausan yang terbentuk dalam pasta gel yang akan mengeras kemudian diukur atau dikaji dan dibandingkan dengan standar yang ada. Pendugaan umur satwaliar secara lebih akurat berbasiskan pada gigi harus dilakukan secara destructive (merusak) dengan cara mencabut gigi geraham (molar) guna menghitung lapisan garis tahunan gigi. Biasanya dentin dan

31 14 cementum terakumulasi di bagian bawah badan gigi yang disebut annuli, membentuk suatu baris garis yang diasumsikan terbentuk setiap tahun. Pada mamalia daerah tropika, diindikasikan terbentuknya annuli ini berkaitan erat dengan musim penghujan, dimana kaya dengan hijauan pakan. Apabila terdapat periode dimana musim kemarau panjang, maka jarak lapisan annuli cenderung melebar. Mengingat prosedur indentifikasi lapisan annuli mengharuskan gigi dicabut, maka pekerjaan ini hanya dilakukan pada satwa mati yang tidak terpakai lagi (Semiadi dan Nugraha 2005). Gambar 4 Barisan anuli pada gigi rusa yang menandakan perkiraan umur. Tanda panah menunjukkan lapisan tahunan, dimulai dari paling atas. Dalam foto ini rusa diperkirakan berumur 11 tahun (sumber: Anonimous dalam Semiadi dan Nugraha 2005). Pendugaan Umur Melalui Struktur Fisiologi Pendugaan umur melalui struktur fisiologi didasarkan pada penampakan kasat mata oleh peneliti karena mamalia mempunyai kekhasan dalam fase pertumbuhannya. Pendugaan umur ini dilakukan dalam kelompok-kelompok umur yang disebut kelas umur. Menurut Gittins dan Raemaekers (1980), berdasarkan fase pertumbuhannya siamang dapat dikelompokkan dalam lima kelas umur yaitu: 1. Bayi (infant), mulai lahir sampai berumur 2-3 tahun dengan ukuran tubuh yang sangat kecil. Pada tahun pertama digendong dan dibawa oleh induknya, sedangkan pada tahun kedua digendong dan dibawa induk jantan.

32 15 2. Anak (juvenile-1), berumur kira-kira 2-4 tahun, badannya kecil dan melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung untuk selalu dekat dengan induknya. 3. Muda atau remaja (juvenile-2), berumur kira-kira 4-6 tahun, ukuran badannya sedang dan sering melakukan perjalanan sendiri dan mencari makan sendiri. 4. Sub dewasa (sub-adult), yaitu mulai dari umur 6 tahun. Ukuran badannya hampir sama dengan ukuran dewasa dan tetap tinggal di dalam kelompok, tetapi sering memisahkan diri dan belum matang secara seksual. 5. Dewasa (adult), yaitu mempunyai ukuran badan yang maksimal dengan selalu hidup berpasang-pasangan serta selalu dekat dengan anaknya. Pendugaan Umur Melalui Ukuran Tubuh Semua benda hidup disusun oleh satuan terkecil yang disebut sel, apabila terjadi peningkatan jumlah sel maka akan mengalami satu atau lebih kekhususan fungsi. Istilah anatomi digunakan untuk menunjukkan ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur semua organisme makhluk hidup. Pengertian mengenai struktur organisme makhluk hidup biasanya disertai dengan fungsinya, sedangkan ilmu yang mempelajari fungsi tubuh secara lengkap dan fungsi semua bagianbagian tubuhnya seperti sistem, organ, jaringan, sel dan komponen sel disebut fisiologi (Frandson 1992). Kelompok sel yang berkembang mengalami fungsi khusus disebut jaringan. Bermacam-macam jaringan bergabung membentuk kelompok dan mempunyai fungsi tertentu, yang disebut organ. Sekelompok organ yang berperan dalam suatu kegiatan tertentu akan membentuk suatu sistem (Giles 1981). Selanjutnya menurut Giles (1981), masuknya sel dalam sistem berkaitan dengan perwujudan fungsi kehidupan. Fungsi tersebut mencakup pertumbuhan (peningkatan ukuran), metabolisme (pemanfaatan makanan), respon terhadap stimulus, kontraksi (pemendekan ke satu arah) dan reproduksi (pembentukan individu baru dari spesies yang sama). Proses perkembangan sel menjadi jaringan tertentu memerlukan waktu. Pembelahan sel baik melalui mitosis atau miosis mengalami suatu interfase dan panjangnya bervariasi. Pada satu masa tertentu pembentukan jaringan ini akan terhenti dan terbentuk satu jaringan khusus.

33 16 Menurut Frandson (1992), skeleton hewan yang dibentuk oleh tulang merupakan suatu struktur yang hidup. Tulang mempunyai vasa darah, vasa limfatik dan nervus; dapat menjadi sasaran penyakit, mampu memperbaiki diri terhadap perubahan dengan adanya suatu stres. Kira-kira sepertiga berat tulang terdiri dari atas kerangka organik yang berupa jaringan fibrosa dan sel-sel. Senyawa organik terutama adalah kollogen dan polisakarid yang disebut glikosaminaglikan (GAGS), yang mengandung khodroitin sulfat. Bahan tersebut menyebabkan sifat elastis dan keras pada tulang, sedang dua pertiganya terdiri dari komponen anorganik (garam kalsium dan fosfat) yang terdeposit pada kerangka organik. Selanjutnya menurut Frandson (1992), bahwa pengetahuan tentang tulang yang membentuk kerangka atau skeleton tubuh disebut osteologi. Tulang merupakan salah satu jaringan pengikat yang terbentuk dari sel pembentuk tulang (osteoblast) yang tampilannya mudah dilihat. Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk pada spesies dalam populasi khususnya polimorfolisme (Campbell dan Lack 1985), sedangkan morfometri adalah pengukuran bentuk tubuh yang dilakukan pada spesies. Pengukuran panjang tulang-tulang mempunyai ketelitian yang lebih baik dalam pendugaan umur dibandingkan dengan pengukuran terhadap bobot badan. Pertambahan panjang dari ukuran-ukuran tubuh bisa dijadikan dasar untuk pendugaan umur lebih lanjut (Caughley 1977). Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Mansjoer et al. 1989). Parameter Morfometrik yang Berkaitan dengan Umur Siamang Sumatera Ukuran morfologikal merupakan pertumbuhan panjang hewan yang mudah dilihat dengan mata (Giles 1981). Parameter morfometrik yang digunakan merupakan bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat dan mudah diukur, morfometrik ini mengikuti bentuk kerangka siamang. Sesuai dengan pendapat Frandson (1992) bahwa tulang-tulang merupakan pembentuk kerangka tubuh sehingga dapat memberikan kekerasan dan bentuk tubuh. Berikut dijelaskan bagian-bagian tubuh yang diukur karena diduga mempunyai hubungan erat dengan umur, sebagai berikut:

34 17 1. Badan dan Kepala Siamang tergolong dalam vertebrata karena mempunyai kolom vertebral. Struktur ini tersusun atas tulang-tulang yang tidak berpasangan dan ireguler (vertebrae) terletak pada bidang median dan hanya satu struktur yang tampak. Perkembangan kolom vertebral tidak dipengaruhi oleh ukuran-ukuran lainnya (Fradson 1992). Kepala menjadi penting karena merupakan tempat beradanya otak, dimana otak menjadi tempat mengolah informasi yang berasal dari inderaindera primata. Salah satu kemajuan dari primata dari hewan lain adalah ukuran otak yang lebih besar. Perbandingan antara ukuran tubuh dengan berat otak memungkinkan untuk membedakan antara primata (Myers dan Sheffield 1996). 2. Dada dan Bahu Kebiasaan melakukan brachiation berpengaruh pada seluruh kerangka tubuh famili Hylobatidae (Young 1981). Spesialisasi dalam brachiation mempengaruhi rongga dada famili hylobatidae yang lebih besar dari kera-kera lain, dimana rongga dada yang lebar dan tulang belikat (skapula) di belakang membuat pusat gaya berat lebih ke tengah tubuh apabila hewan ini berdiri tegak dan memberi keleluasaan gerak bagi lengan (Hoeve 1992). 3. Lengan dan Tangan Lengan merupakan salah satu pembentuk anggota badan yang tersusun dari beberapa tulang yang merupakan bagian anggota tulang depan (ekstremitas pektoralis). Ekstremitas pektoralis terdiri dari tulang belikat (scapula), tulang lengan atas (humerus), dua tulang lengan bawah (radius dan ulna), tulang carpus, tulang metacarpus dan tulang-tulang jari (digiti). Humerus merupakan tulang panjang yang ujung atasnya bersendi dengan scapula membentuk persendian bahu, dimana tonjolan yang terbentuk disebut titik atau kedudukan bahu. Radius dan ulna merupakan tulang yang besar pada lengan bawah dan ulna yang kecil. Radius merupakan tulang panjang yang terletak di sisi medial lengan bawah yang dapat langsung diraba di bawah kulit. Tulang radius kemudian dilanjutkan tulang carpus, tulang metacarpus dan tulang-tulang jari (digiti).

35 18 Pada semua spesies, perkembangan radius sangat baik sedangkan ulna mempunyai perkembangan yang bervariasi tergantung pada spesies hewan (Fradson 1992). Berdasarkan hal di atas maka radius lebih dapat dijadikan parameter ukuran tubuh daripada ulna. Parameter pendugaan umur adalah panjang humerus, radius dan panjang telapak tangan yang apabila digabungkan maka dapat menjadi parameter panjang tangan. Panjang telapak tangan merupakan gabungan antara tulang carpus, tulang metacarpus dan digiti yang terpanjang. Pengetahuan tentang perbandingan panjang lengan primata akan sangat penting untuk mengetahui tipe pergerakan dan prilaku primata. Tipe-tipe pergerakan yang digunakan primata akan menunjukkan jenis-jenis habitat yang mendukung hidupnya. Telapak tangan siamang yang lebih sempit dibandingkan dari famili Pongidae dan Hominidae dikarenakan penyesuaian dalam melakukan brachiation, sesuai dengan pendapat Hoeve (1992) bahwa tangan siamang sangat panjang dan langsing dengan jari-jari yang panjang dan agak melengkung seperti kait 4. Kaki dan Telapak Kaki Selain tangan, kaki merupakan salah satu pembentuk anggota badan, dimana tangan tersusun dari beberapa tulang yang merupakan bagian anggota tulang depan (ekstremitas pelvikalis). Ekstremitas pelvikalis terdiri dari tulang pinggul (ilium), tulang paha (femur), dua tulang kaki bawah (tibia dan fibula), astralagus, metacarpus dan digiti. Femur merupakan tulang yang bulat, berpangkal pada persendian pinggul dan memanjang sampai persendian lutut. Tibia dan fibula, setara dengan radius dan ulna pada ekstremitas anterior. Tibia merupakan tulang yang besar dan terletak di sebelah medial, mempunyai ujung proksimal yang melekat pada persendian lutut. Metacarpus dan digiti sama dengan ekstremitas anterior. Parameter morfometrik untuk menduga umur adalah panjang femur dan tibia yang apabila digabungkan menjadi parameter panjang kaki. Panjang telapak tangan merupakan gabungan antara tulang carpus, tulang metacarpus dan digiti yang terpanjang. Sedangkan indeks intermembral merupakan

36 19 perbandingan dari panjang kaki dengan panjang tangan, informasi ini sangat bermanfaat untuk mengindentifikasi sistem lokomosi primata (Myers dan Sheffield 1996). Karakteristik Lokasi Penelitian Penelitian pengukuran morfometrik siamang dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera (KPS) dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC). Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Yayasan Kalaweit Program Sumatera KPS merupakan kegiatan konservasi eksitu yang bertujuan untuk mendukung konservasi insitu yang bekerjasama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan, dimana dalam implementasinya dilapangan selalu berkoordinasi dengan BKSDA Sumatera Barat sebagai unit pelaksana teknis Ditjen PHKA di daerah. Tujuan utama dari KPS adalah untuk menyelamatkan, merehabilitasi, mensejahterakan dan mengembalikan kembali owa dan siamang yang berasal dari Sumatera ke habitatnya. KPS berada di Pulau Marak dengan luas sekitar ha, sebuah pulau di Kanagarian Sungai Pinang, Kecamatan Batang Terusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. KPS dapat dijangkau dari Kota Padang dengan speed boat bertenaga 40 daya kuda sekitar 1 jam atau perjalanan melalui darat dapat ditempuh sekitar 30 km melalui Nagari Sungai Pinang, tetapi jalan yang masih belum bagus, berkelok-kelok dan mendaki serta belum tersedianya transportasi umum menyebabkan perjalanan lebih lama dan kurang nyaman. Pada awal berdirinya bulan Juli tahun 2003, KPS telah merehabilitasi sebanyak 122 ekor gibbon (H. agilis dan H. syndactylus). Selain jenis-jenis dari gibbon, KSP dapat juga merawat beberapa primata lain seperti beruk endemik dari Mentawai (Macaca pagaensis). Fasilitas pendukung yang tersedia yaitu 55 unit kandang (rehabilitasi, karantina, sosialisasi dan sanctuary), klinik satwa, asrama, gudang buah dan sarana transportasi. Pada bulan Juli 2007 KPS telah mendapat hak siar Radio Kalaweit pada gelombang 87.6 FM. Pelaksana di KPS terdiri dari

37 20 1 orang manajer, 1 orang administrasi, 2 orang tenaga medis, 8 orang animal keeper, 1 orang dokter hewan, 1 orang bidang volunteer dan ditambah 2 orang counterpart dari BKSDA. Gambar 5 Siamang sumatera di KSP Pulau Marak dan PPSC Sukabumi. Kandang-kandang satwa terbuat dari kawat besi dengan tiang dari kayu, bentuk kandang segitiga dengan ukuran 6m x 6m x 6m. Di dalam kandang terdapat sejumlah kayu panjang dan ban bekas mobil yang digantung sebagai tempat bergelayutan (mainan) satwa. Kandang-kandang terdiri dari: a. Kandang karantina. Di kandang ini dilakukan proses untuk mengindentifikasi dan mengobati penyakit yang di derita siamang. Pemeriksaan dilakukan baik kondisi fisik dan non fisik, pemeriksaan darah (Hepatitis A, B dan C; Tuberculosis/TBC; Herpes simplex), meminimalkan stres, mengadaptasi makanan dan pemeriksaan parasit. b. Sanctuary. Satwa yang tidak dimungkinkan untuk lepasliarkan ke alam akan ditempatkan dalam kandang-kandang ini, misalnya siamang yang bentuk fisiknya abnormal (tangan atau kaki yang patah adan buntung) serta siamang yang terkena penyakit Herpes maupun TBC. Kandang sanctuary bertujuan untuk mensejahterakan siamang-siamang tersebut. c. Sosialisasi. Siamang yang telah dinyatakan sehat akan ditempatkan di kandang sosialisasi. Dalam kandang ini, siamang ditempatkan untuk mendapatkan pasangan masing-masing dan selalu dipantau setiap perkembangan dan tingkah lakunya. Siamang yang betul-betul bebas dari penyakit dan siamang yang telah remaja ditempatkan dalam satu kandang,

38 21 dimana beberapa kandang dihubungkan dengan terowongan sehingga siamang bisa berkontak visual dan fisik. Pengamatan dilakukan dengan intensif, apabila siamang telah menemukan pasangan maka dipindahkan ke kandang rehabilitasi. d. Rehabilitasi. Kandang ini ditujukan untuk proses utama yaitu meliarkan siamang, di kandang ini kontak antar siamang dihindarkan begitu juga kontak dengan manusia diminimalkan. Pemberian makanan dilakukan dua kali sehari yaitu sekitar pukul 7.30 dan WIB. Kombinasi makanan adalah pisang, wortel, buncis, tomat dan mentimun, sedangkan telur sebagai sumber protein diberikan seminggu sekali. Siamang yang sakit diberikan makanan yang lebih eksklusif seperti apel, sawo, pir dan multivitamin dengan tujuan mengembalikan vitalitas tubuh dan mempercepat kesembuhan. Pembersihan kandang dilakukan satu kali seminggu dan sebulan sekali dilakukan penyemprotan desifektan. Pengawasan terhadap kesehatan siamang dilakukan tenaga medis sedangkan siamang yang sakit diperiksa oleh dokter hewan yang bekerjasama dengan Balai Vertereiner Departemen Peternakan. Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga PPSC didirikan oleh Yayasan Gibbon yang merupakan lembaga swadaya masyarakat yang menyalurkan dana dari para donatur internasional untuk program konservasi di Indonesia, khususnya dalam penyelamatan satwaliar. Yayasan Gibbon bekerjasama dengan PHKA untuk membangun PPS dalam rangka penyelamatan satwa-satwa yang dilindungi, sebagai salah satu bentuk peran keanggotaan Indonesia dalam konvensi internasional perlindungan hewan dan tumbuhan (Convention on Internasional Trade for Endanger Spesies/CITES). Terdapat tujuh PPS yang beroperasi di Indonesia yaitu di Tegal Alur di Jakarta yang sudah berhenti beroperasi, Cikananga di Sukabumi, Gadog di Ciawi-Bogor, Petung Sewu di Malang, Bali, Yogyakarta dan Tasikoki di Sulawesi. PPSC diresmikan pada tanggal 1 Nopember 2003 pada lahan seluas 14,9 ha terletak 36 km di selatan Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kampung Cikananga, Desa Cisitu Kecamatan Nyalindung. Fasilitas PPSC

39 22 terbilang lengkap, karena memiliki gedung perkantoran, laboratorium, klinik hewan dan tempat penginapan. Sejak 2001 hingga 2005 hewan yang diselamatkan oleh PPSC mencapai ekor, tapi sekarang tinggal ekor karena telah di translokasi ataupun dilepasliarkan. Pertengahan bulan April 2006 Departemen Kehutanan dalam hal ini Ditjen PHKA memutus hubungan kerjasama dengan Yayasan Gibbon dan pelarangan yayasan ini melakukan kegiatan apapun yang terkait konservasi sumberdaya alam di Indonesia. Hal ini berdampak pada upaya penyelamatan satwaliar Indonesia yang saat ini berada di PPSC, dengan pendanaan yang terbatas satwa menjadi kurang terurus dan suplai makanan terbatas.

40 23 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Kalaweit Program Sumatera, Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (peta lokasi pada Lampiran 23 dan 24) selama 4 bulan yaitu dari bulan Mei hingga Agustus Bahan dan Alat Objek penelitian adalah siamang sumatera (Hylobates syndactylus syndactylus), dimana untuk selanjutnya dalam tesis ini disebut sebagai siamang. Bahan kimia yang digunakan adalah Ketamil injection, Ilium Xylazil-20 injection, dan sebagai antidotnya Atipamezole Reverzine injection. Alat yang digunakan adalah meteran, caliper (jangka sorong), timbangan, sarung tangan, masker, suntikan 1 ml, kapas, kamera dijital, komputer dan alat tulis. Parameter yang Diukur Parameter morfometrik yang diukur untuk menduga umur adalah panjang badan dan kepala, panjang lengan, panjang kaki, panjang cranial, tinggi cranial, lebar cranial, lingkar dada, lebar bahu, panjang telapak tangan, lebar telapak tangan, panjang telapak kaki, lebar telapak kaki, lingkar kepala, dan lingkar muka. Pengambilan Data Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran parameter morfometrik siamang (data primer) dan data-data penunjang (data sekunder). Data primer yang diambil dikelompokkan menjadi dua yaitu jantan dan betina, hal ini didasarkan pada adanya dimorphism ukuran badan siamang dimana jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibanding betina. Data sekunder yang diambil meliputi keadaan umum lokasi pusat penyelamatan satwa, proses rehabilitasi, jumlah individu yang sedang direhabilitasi, asal, jenis kelamin dan umur siamang.

41 24 Pembagian Umur di Lapangan Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian diperoleh data jumlah dan umur siamang yang di ukur, seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pembagian umur siamang sumatera yang diukur di lapangan Jumlah Sampel (ekor) Umur KPS PPSC (tahun) Jumlah Jumlah Jumlah Total 40 Tabel 2 menunjukkan hanya terdapat 15 tingkatan umur siamang yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan tingkatan umur tersebut, pendugaan umur siamang jantan hanya berlaku untuk umur 1-15 tahun dan 2-14 tahun untuk siamang betina. Apabila digabungkan antara jantan dan betina, maka pendugaan umur hanya untuk 1-15 tahun. Batasan lain dalam penelitian ini yaitu pengukuran hanya dilakukan pada siamang yang diketahui umurnya dan berkondisi sehat, alasannya adalah bahwa tidak semua siamang yang berada di pusat penyelamatan diketahui umurnya secara pasti dan hanya dikelompokkan ke dalam kelas umur. Kondisi siamang yang sehat merupakan prasyarat pengukuran dengan tujuan menghindari kondisi fatal akibat pembiusan. Teknik Pengukuran Tubuh Data ukuran tubuh yang akurat diperoleh apabila pengukuran dilakukan saat siamang diam, untuk itu dilakukan pembiusan pada semua siamang yang diteliti.

42 25 Dalam penelitian ini pembiusan berguna untuk menghindari bias hasil pengukuran akibat perlakuan yang tidak sama. Pembiusan dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis yang bekerja di KPS dan PPSC untuk menghindari kesalahan penanganan yang dapat menyebabkan kematian pada siamang. Tujuan utama dari pembiusan adalah untuk membuat siamang mengurangi gerakan tubuhnya yang dapat menyebabkan kecelakaan pada peneliti dan staf yang membantu di lapangan. Pembiusan bersifat penenangan (sedatif) dan tidak sampai pembiusan total (anastesia) sehingga pengukuran dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Untuk dapat menduga umur siamang dilakukan pengukuran terhadap parameter morfometriknya (lihat Lampiran 20, 21 dan 22). Teknik pengukuran parameter morfometrik siamang (satuan dalam cm), sebagai berikut: 1. Panjang badan dan kepala (PB), diukur mulai dari ujung kepala sampai ujung tulang ekor. 2. Panjang lengan (PL) merupakan gabungan dari panjang lengan atas/humerus dan panjang lengan bawah/radius. Panjang lengan humerus, diukur pada pangkal humerus bagian atas sampai tonjolan bawah humerus. Panjang lengan radius, diukur dari pangkal siku sampai pergelangan telapak tangan. 3. Panjang kaki (PK) merupakan gabungan dari panjang paha/femur dengan panjang betis/tibia. Panjang femur, diukur dari pangkal femur sampai bawah femur. Panjang tibia, diukur dari penonjolan tempurung lutut sampai pergelangan telapak kaki. 4. Panjang cranial (PCr), diukur dari cranial yang paling depan sampai cranial paling belakang. 5. Tinggi cranial (TCr), diukur mulai dari atas cranial sampai cranial bawah. 6. Lebar cranial (LbC), diukur mulai dari tepi cranial kiri sampai tepi kanan. 7. Lingkar dada (LD), diukur di sekeliling dada, bawah tulang bahu. 8. Lebar bahu (LbB), diukur dari tepi paling kiri bahu sampai tepi kanan bahu. 9. Panjang telapak tangan (PTT), diukur dari tulang metacarpus sampai ujung jari tangan terpanjang. Pengukuran ini tanpa kuku yang disebut sine unguis (s.u), bila dimasukkan cakar disebut cum unguis (c.u).

43 Lebar telapak tangan (LTT), diukur mulai dari sisi kiri sampai sisi kanan telapak tangan di bawah tulang phalanges. 11. Panjang telapak kaki (PTK), diukur dari ujung tumit sampai ujung jari kaki terpanjang. 12. Lebar telapak kaki (LTK), diukur mulai dari sisi kiri sampai sisi kanan telapak kaki di bawah tulang phalanges. 13. Lingkar kepala (LK), diukur di sekeliling kepala di atas telinga. 14. Lingkar muka (LM), diukur di sekeliling muka. Pengolahan Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan pendekatan multivariate analysis dengan metode multiple regression analysis (MRA) atau regresi linear berganda guna menghasilkan suatu persamaan regresi. Persamaan ini dapat menentukan parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang dan menjelaskan hubungan antara umur dengan parameter morfometriknya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 14.0 for windows evaluation version karena melibatkan banyak variabel. Bentuk persamaan regresi yang menghubungkan antara umur dengan parameter morfometrik siamang, sebagai berikut (Supranto 2004): Y = b o + b 1 X 1 + b 2 X b 14 X 14 keterangan: Y = umur siamang (tahun) b 0 = nilai intersep b 1 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-1 b 2 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-2 b 14 = nilai koefisien regresi parameter morfometrik ke-14 X 1 = parameter morfometrik ke-1 (cm) X 2 = parameter morfometrik ke-2 (cm) = parameter morfometrik ke-14 (cm) X 14 dalam hal ini peubah tidak bebas (Y) adalah umur siamang, sedangkan peubah bebas (X) adalah peubah-peubah yang berasal dari hasil pengukuran morfometrik siamang.

44 27 Hipotesis yang diuji adalah: H o : b 1 = b 2 =... = b 14 = 0 (semua variabel bebas X tidak ada yang mempengaruhi variabel tidak bebas Y) H 1 : b 1 b 2... b 14 0 (paling sedikit ada satu variabel bebas X yang mempengaruhi Y) Dalam output analisis software SPSS nilai signifikan t dan F sudah dihitung maka tidak perlu melihat nilai tabel t dan F, cukup dengan membandingkan nilai p-valuenya. Apabila p-value 0,05, maka H o ditolak dan diterima H 1 atau sebaliknya. Hal ini dinyatakan oleh Supranto (2004), korelasi yang tinggi ditandai oleh rasio t yang tidak nyata (rasio t < t tabel). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah sebagai berikut: a. Uji validasi (kesahihan) dan Uji realibilitas (keandalan). Menurut Sudarmanto (2005) bahwa Uji validasi dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Uji realibilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi hasil pengukuran yang dilakukan. Kesahihan dinyatakan bila koefisien > 0,50, sedangkan keandalan dinyatakan bila koefisien alpha hitung > 0,50 atau sebaliknya. b. Uji linearitas garis regresi. Menurut Sudarmanto (2005) bahwa uji ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam memilih model regresi yang akan digunakan. Uji ini berkaitan dengan suatu pembuktian apakan model garis regresi linera yang ditetapkan benar-benar sesuai dengan keadaannya atau tidak. Kriteria pengujian untuk menyatakan kelinearan garis regresi adalah jika Signifikasi > 0,50 (alpha 5%) atau sebaliknya. c. Analisis faktor. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan ke-14 parameter morfometrik untuk diproses lebih lanjut dalam regresi. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai K-M-O MSA (Kaiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy), apabila nilai K-M-O MSA >0,50 (alpha 5%) maka kumpulan parameter dapat diproses lebih lanjut.

45 28 d. Uji kelayakan menggunakan analisis regresi. Agar analisis regresi dapat digunakan, maka harus memenuhi 3 asumsi yaitu kenormalan, independensi dan homogenitas variansi. e. Analisis regresi dengan semua peubah. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah parameter morfometrik yang dianalisis mempengaruhi umur, hal ini dapat dianalisis dari nilai p-value <0,05. f. Analisis regresi dengan metode stepwise (regresi bertahap). Pembuatan model matematika dengan memasukkan semua parameter morfometrik yang berkorelasi tinggi membuat persamaan tidak nyata karena diantara parameter akan saling menghilangkan. Menurut Supranto (2004) apabila terjadi parameter morfometrik saling berkorelasi (multikolinearitas) maka bisa dilakukan pendekatan dengan metode stepwise. Selain itu, metode ini dapat langsung mengetahui parameter morfometrik yang paling menentukan.

46 HASIL DAN PEMBAHASAN Riwayat Siamang Sumatera Sebagai Objek Penelitian Pengukuran parameter morfometrik dilakukan terhadap 40 ekor siamang yang hidup, terdiri dari 24 ekor siamang jantan dan 16 ekor siamang betina. Siamang yang diukur berumur antara 1-15 tahun dan dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelas umur (KU), yaitu KU I (1-4 tahun), KU II (5-6), KU III (7-8 tahun), dan KU IV (9 tahun ke atas), seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Siamang yang direhabilitasi/diselamatkan di KPS dan PPSC merupakan satwa titipan BKSDA sebagai unit pelaksana teknis dari Departemen Kehutanan. Status satwa titipan dikarenakan siamang merupakan satwa yang dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa yang menyatakan bahwa semua famili Hylobatidae dilindungi. Secara umum, siamang yang diterima KSP dan PPSC berasal dari hasil penegakan hukum atau sitaan BKSDA, penyerahan oleh masyarakat dan serahan dari lembaga lain atau translokasi. Translokasi merupakan mutasi siamang antar lembaga konservasi ek situ. Asal siamang dari translokasi banyak terdapat di KSP karena lembaga ini secara khusus merehabilitasi siamang dan owa yang akan dilepasliarkan. Tabel 3 Asal siamang sumatera yang dijadikan objek penelitian No Asal Siamang Sumatera Jumlah (ekor) % 1 Sitaan BKSDA 3 7,5 2 Serahan masyarakat Serahan dari lembaga lain (translokasi) Lahir di pusat rehabilitasi/ penyelamatan 3 7,5 Total Tabel 3 menunjukkan bahwa 70% siamang berasal dari translokasi dan sebagian kecil yang lahir atau berasal dari pusat rehabilitasi/penyelamatan. Persentase ini menunjukkan bahwa hanya beberapa ekor siamang yang diketahui umurnya dengan pasti, sedangkan umur siamang yang lain merupakan hasil pendugaan oleh tenaga ahli dari lembaga yang bersangkutan.

47 30 Tabel 4 Pembagian siamang sumatera yang diukur di lapangan berdasarkan kelas umur Umur (tahun) Kelas Umur Jumlah Sampel (ekor) % % Total 1 1 2, ,5 2 I 1 2,5 1 2, (Bayi dan Anak) II 1 2,5 1 2, (Muda/Remaja) 1 2,5 1 2, III 1 2, ,5 8 (Sub Dewasa) ,5 1 2, , , ,5 1 2, IV ,5 3 7,5 13 (Dewasa) 1 2, , , ,5 Jumlah ekor 100% Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya terdapat 15 tingkatan umur siamang yang diperoleh dari penelitian ini. Sesuai dengan batasan penelitian maka model matematika yang terbentuk hanya dapat menduga umur sesuai tingkatan umur yang dianalisis. Apabila dipisahkan antara jantan dan betina, pendugaan umur siamang jantan hanya berlaku untuk umur 1-15 tahun dan 2-14 tahun untuk siamang betina. Apabila digabungkan antara jantan dan betina, maka pendugaan umur hanya berlaku sampai 15 tahun. Hal ini berarti pendugaan umur di atas 15 tahun pada siamang jantan dan gabungan antara jantan dan betina serta 14 tahun untuk siamang betina dinyatakan tidak valid. Karakteristik Morfometrik Siamang Sumatera Rata-rata panjang badan dan kepala (PB) siamang dari umur 1-15 tahun adalah 48,59 cm, nilai minimumnya 19 cm pada umur 1 tahun dan maksimum pada umur 9 tahun sebesar 64 cm (Tabel 5). Rata-rata PB siamang jantan 48,16 cm dan rata-rata PB siamang betina 49,23 cm. Gambar 7 menunjukkan bahwa ukuran PB siamang meningkat pesat dari umur 1-6 tahun atau pada kelas KU I dan II, hasil ini sesuai dengan masa pertumbuhan makhluk hidup yang tinggi di masa bayi dan remaja kemudian lebih stabil hingga umur 15. Hasil pengukuran parameter morfometrik siamang disajikan pada Lampiran 1, 2 dan 3.

48 31 Gambar 6 Pengukuran siamang sumatera di lapangan. Menurut Napier dan Napier (1967) rata-rata PB siamang jantan adalah 53,30 cm atau berkisar 46,80-84,60 cm, sedangkan rata-rata PB siamang betina adalah 54,20 cm atau berkisar 46,00-63,00 cm dengan persentase perbandingan PB antara jantan dan betina adalah 101,69%. Rata-rata PB siamang jantan dewasa 50,49 cm atau berkisar 35,60-64,00 cm, sedangkan rata-rata PB siamang betina adalah 51,30 cm atau berkisar 45,20 58,50 cm dengan persentase perbandingan PB antara jantan dan betina adalah 101,60%. Apabila rata-rata PB di atas dibandingkan, maka hasil PB dalam penelitian ini mempunyai nilai yang lebih kecil, tetapi jika persentase perbandingan PB antara jantan dan betina dibandingkan maka nilai perbandingan hasil kedua penelitian ini hampir sama. Hasil perbandingan yang hampir sama ini menunjukkan bahwa teknik pengukuran PB dalam penelitian ini telah benar, sedangkan perbedaan nilai rata-rata PB dapat disebabkan oleh perbedaan dari jumlah dan tingkatan umur siamang yang teliti. Apabila PB siamang dibandingkan dengan PB bekantan (Nasalis lavartus), maka ukuran badan siamang lebih pendek. Pada KU bayi, bekantan mempunyai PB sekitar 32 cm dan pada KU dewasa yang mempunyai ukuran badan yang lebih tinggi dimana jantan mempunyai PB 65,50 cm dan betina 56,25 cm, sedangkan siamang jantan dewasa mempunyai PB rata-rata 46,81 cm dan betina dewasa 51,30 cm. Ukuran tubuh siamang yang lebih pendek ini dimungkinkan karena berat badan bekantan yang jantan dewasa sekitar 20 kg dan betina dewasa 10 kg (Bennet dan Sebastian 1988 dalam Bismarck 1994) sedangkan siamang jantan dewasa mempunyai berat sekitar kg dan betina mempunyai ukuran sedikit lebih kecil (PPA 1978).

49 32 Tabel 5 Karakteristik panjang badan siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Panjang Badan (cm) 1 Bayi dan anak ,00 35,10 2 Muda/remaja ,50 53,40 3 Sub dewasa ,40 57,50 4 Dewasa 9 ke atas 22 35,60 64,00 Jumlah Ukuran bagian tubuh (cm) PL PB LD PK LK LM LbB PTT PTK PCr TCr LbC LTK LTT Umur (tahun) Gambar 7 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur. Panjang Lengan (PL) siamang rata-rata 56,34 cm, PL merupakan gabungan dari panjang humerus, radius dan carpus. Rata-rata PL siamang jantan adalah 56,45 cm sedangkan rata-rata PL siamang betina adalah 56,19 cm. Pada Gambar 7 disajikan ukuran PL siamang yang meningkat pesat dari umur 1-6 tahun, hasil ini sama dengan peningkatan ukuran PB, selanjutnya ukuran PL lebih stabil tetapi pada umur tahun terjadi fluktuasi. Menurut Nowak (1999) PL siamang dapat mencapai 150 cm, sedangkan dalam penelitian ini PL terpanjang sebesar 67,60 cm pada siamang jantan berumur 14 tahun. Perbedaan yang cukup besar ini terjadi karena perbedaan tingkatan umur dan jumlah siamang yang dijadikan objek penelitian. Pada Gambar 7 ditunjukkan ukuran PL siamang umur 13 hingga 15 tahun masih meningkat. Lengan merupakan salah satu penciri famili Hylobatidae, dimana lenganlengan dari jenis-jenis famili ini sangat panjang yaitu % dari panjang

50 33 tubuhnya (Lekagul dan McNeely 1977). Berdasarkan hasil perbandingan, diperoleh PL siamang 115,89% dari PBnya. Perbedaan terjadi karena penelitian ini menggunakan ukuran panjang tubuh yang merupakan gabungan badan dan kepala, sedangkan hasil penelitian dalam Lekagul dan McNeely (1977) hanya menggunakan ukuran panjang badan tanpa ukuran panjang kepala. Tabel 6 Karakteristik panjang lengan siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Panjang Lengan (cm) 1 Bayi dan anak ,00 37,70 2 Muda/remaja ,90 64,50 3 Sub dewasa ,90 66,60 4 Dewasa 9 ke atas 22 46,80 67,60 Jumlah 40 Panjang Kaki (PK) siamang rata-rata 42,79 cm, PK merupakan gabungan dari panjang femur dan tibia. Rata-rata PK siamang jantan adalah 42,55 cm sedangkan rata-rata PK siamang betina adalah 43,15 cm. PK terpendek adalah 14,90 cm pada bayi siamang jantan umur 1 tahun sedangkan PK terpanjang adalah 51,00 cm pada siamang jantan umur 15 tahun (Tabel 7). Apabila dibandingkan antara rata-rata PL dengan PK, diketahui bahwa lengan siamang jantan lebih panjang daripada kakinya yaitu 0,76% begitu pula dengan siamang betina yaitu 0,77% atau PL siamang 3/4 lebih panjang dari PKnya. Hasil ini sesuai dengan penelitian dalam Lekagul dan McNeely (1977) bahwa PL famili Hylobatidae lebih panjang sekitar 2/3-3/4 PKnya. Panjangnya lengan siamang dibandingkan kakinya menandakan siamang lebih banyak menggunakan lengan dalam melakukan pergerakan. Hasil perbandingan PL dan PK diketahui bahwa indeks intermembral siamang yaitu 131,44. Menurut Napier dan Napier (1967), apabila primata mempunyai nilai indeks intermembral dari maka dikategorikan sebagai primata yang bergerak dengan cara brachiation.

51 34 Tabel 7 Karakteristik panjang kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Panjang Kaki (cm) 1 Bayi dan anak ,90 29,20 2 Muda/remaja ,30 47,10 3 Sub dewasa ,80 49,30 4 Dewasa 9 ke atas 22 39,80 51,00 Jumlah 40 Lingkar kepala (LK), lingkar muka (LM), panjang cranial (PCr), tinggi cranial (TCr) dan lebar cranial (LbC) merupakan morfometrik yang diukur di bagian kepala. Rata-rata LK siamang adalah 31,163 cm, rata-rata LM adalah 29,79 cm, rata-rata PCr adalah 10,03 cm, rata-rata TCr adalah 8,25 dan rata-rata LbC adalah 7,59 cm. Kepala merupakan bagian dari evolusi makhluk hidup, kepala adalah tempat terletaknya otak dan volume otak dapat menjadi pembeda antara makhluk hidup. Pada Gambar 7 ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan ukuran bagian kepala siamang hingga berumur 15 tahun. Tabel 8 Karakteristik lingkar kepala dan lingkar muka siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Lingkar Kepala (cm) Lingkar Muka (cm) 1 Bayi dan anak ,30-27,10 18,20-25,20 2 Muda/remaja ,10-31,60 28,60-29,30 3 Sub dewasa ,10-33,00 27,10-33,50 4 Dewasa 9 ke atas 22 30,10-34,90 28,40-32,90 Jumlah 40 Tabel 9 Karakteristik panjang, tinggi dan lebar cranial siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel Cranial (cm) Panjang Tinggi Lebar 1 Bayi dan anak ,31-7,93 5,22-7,29 5,28-6,89 2 Muda/remaja ,94-9,40 7,04-8,60 6,95-8,06 3 Sub dewasa ,20-12,20 7,63-9,64 6,48-8,87 4 Dewasa 9 ke atas 22 8,62-12,20 7,01-11,10 6,98-8,94 Jumlah 40 Lingkar dada (LD) siamang rata-rata 45,84 cm dengan rata-rata LD siamang jantan 46,36 cm sedangkan siamang betina 45,07 cm. Rata-rata lebar bahu (LbB) adalah 15,28 cm. Pada Gambar 7, 8 dan 9 ditunjukkan bahwa hingga umur 6

52 35 tahun morfometrik siamang masih menunjukkan peningkatan, selanjutnya hingga umur 15 tahun LD masih menunjukkan peningkatan sedangkan LbB lebih berfluktuasi. Apabila LbB siamang dibandingkan dengan LbB bekantan pada semua KU, maka bekantan mempunyai ukuran yang lebih besar dimana ukuran LbB bekatan KU I adalah sekitar 12,00 cm, KU II sekitar 14,00 cm, KU III adalah 14,00-16,67 cm dan KU adalah IV 17,89-26,10 cm (Bismarck 1994). Tabel 10 No Karakteristik lingkar dada dan lebar bahu siamang sumatera berdasarkan kelas umur Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Lingkar Dada (cm) Lebar Bahu (cm) 1 Bayi dan anak ,90-36,10 5,60-11,80 2 Muda/remaja ,40-49,20 12,80-17,90 3 Sub dewasa ,10-53,10 9,30-17,80 4 Dewasa 9 ke atas 22 41,90-56,50 10,40-25,00 Jumlah 40 Ukuran bagian tubuh (cm) Umur (tahun) PL PB LD PK LK LM LbB PTT PTK PCr TCr LbC LTK LTT Gambar 8 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera jantan yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur. Panjang telapak tangan (PTT) berkisar dari 6,63 cm pada umur 1 tahun dan 19,30 cm pada usia 14 tahun, peningkatan PTT ini hampir tiga kali lipat. Lebar telapak tangan (LTT) berkisar dari 1,34 cm pada umur 1 tahun dan 4,12 cm pada usia dewasa, peningkatan ukuran organ ini lebih dari tiga kali lipat. Hampir sama dengan ukuran tubuh yang lain, ukuran PTT dan LTT meningkat pesat hingga umur 6 tahun, selanjutnya hingga umur ke 15 tahun PTT dan LTT cenderung stabil seperti yang ditunjukkkan pada Gambar 7.

53 36 Tabel 11 Karakteristik panjang dan lebar telapak tangan siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Telapak Tangan (cm) Panjang Lebar 1 Bayi dan anak ,63-12,90 1,34-2,49 2 Muda/remaja ,10-16,70 2,91-3,25 3 Sub dewasa ,70-18,20 2,71-3,35 4 Dewasa 9 ke atas 22 14,40-19,30 2,05-4,12 Jumlah 40 Panjang telapak kaki (PTK) berkisar dari 6,20 cm pada umur 1 tahun dan 18,70 cm pada usia 15 tahun, peningkatan PTK ini tiga kali lipat. Lebar telapak kaki (LTK) berkisar dari 1,33 cm pada umur 1 tahun dan 6,20 cm pada usia dewasa, peningkatan ukuran organ ini hampir lima kali lipat. Rata-rata PTK adalah 15,646 cm dan PTT adalah 15,723, hasil rata-rata menunjukkan bahwa telapak tangan lebih panjang dibandingkan telapa kaki. Hasil ini disebabkan siamang lebih banyak menggunakan tangan untuk menggenggam cabang pohon dalam bergerak daripada kaki yang sekali-sekali digunakan untuk menggenggam dan berjalan di cabang-cabang pohon. Ukuran bagian tubuh (cm) Umur (tahun) PL PB LD PK LK LM LbB PTT PTK PCr TCr LbC LTK LTT Gambar 9 Ukuran bagian tubuh siamang sumatera betina yang dijadikan parameter morfometrik untuk menduga umur.

54 37 Tabel 12 Karakteristik panjang dan lebar telapak kaki siamang sumatera berdasarkan kelas umur No Kelas Umur Umur (tahun) Jumlah Sampel (ekor) Telapak Kaki (cm) Panjang Lebar 1 Bayi dan anak ,20-12,57 1,33-2,72 2 Muda/remaja ,70-17,20 3,26-3,52 3 Sub dewasa ,20-18,90 2,83-4,42 4 Dewasa 9 ke atas 22 14,80-18,70 2,91-6,20 Jumlah 40 Pada Gambar 7, 8 dan 9 ditunjukkan bahwa morfometrik siamang meningkat secara signifikan hingga umur 6 tahun kemudian pada tahun berikutnya lebih stabil. Hasil ini sesuai dengan pendapat Bertalanffy (1939) dalam Jachman (1984) yang menyatakan bahwa vertebrata mempunyai pertumbuhan ukuran morfologikal yang linear sejalan dengan peningkatan umur dan pernyataan Giles (1981) bahwa ukuran tubuh akan berkembang sesuai dengan bertambahnya umur hingga pada suatu titik akan mencapai kematangan dan tidak akan membesar lagi. Dalam penelitian ini tidak diketahui pada usia berapa pertumbuhan siamang akan stabil karena terbatasnya umur sampel yang diteliti, tetapi menurut Young (1981) pertumbuhan pada gibbon berlanjut hingga pada umur 9 tahun. Tabel 13 Rata-rata ukuran tubuh siamang sumatera Parameter Rata-rata Morfometrik Siamang Sumatera (cm) Selisih Morfometrik Morfometrik dan dan PB 48,163 49,225 48,588-1,063 PCr 9,485 9,096 9,33 0,388 TCr 8,260 8,229 8,248 0,032 LbC 7,699 7,435 7,594 0,264 LD 46,358 45,069 45,843 1,290 LbB 14,975 15,744 14,713-0,769 PTT 15,618 15,881 15,723-0,264 LTT 3,013 2,921 2,976 0,092 PTK 15,857 15,330 15,646 0,527 LTK 3,593 3,656 3,619-0,065 LK 31,213 31,088 31,163 0,125 LM 29,567 30,144 29,798-0,577 PL 56,447 56,188 56,343 0,260 PK 42,546 43,150 42,788-0,604 Rata-rata morfometrik siamang pada Tabel 13 menunjukkan bahwa betina mempunyai morfometrik yang lebih besar dibandingkan jantan pada 6 parameter morfometrik yaitu PB, LbB, PTT, LTK, LM dan PK. Selisih morfometrik antara

55 38 jantan dan betina yang ditunjukkan pada Tabel 13 tidak besar, sehingga dapat disimpulkan bahwa seksual dimorphism pada siamang tidak terlalu terlihat. Hasil ini sesuai dengan pendapat Napier dan Napier (1986) yang menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan ukuran tubuh antara jantan dan betina pada famili Hylobatidae. Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Jantan Sebelum dilakukan analisis, data parameter morfometrik perlu di uji kevaliditasan dan reliabilitasnya. Hasil uji menunjukkan bahwa parameter morfometrik yang digunakan dalam penelitian ini valid dan reliabel dengan nilai koefisien korelasi pada uji validitas dan koefisien alpha hitung pada uji reliabilitas lebih besar dari 0,500 (Lampiran 4 dan 5). Dengan demikian semua parameter morfometrik yang digunakan untuk menduga umur siamang dapat digunakan dan dipercaya untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Pada uji linearitas garis regresi, diperoleh hasil semua parameter morfometrik berbentuk linear kecuali pada parameter lebar bahu dan panjang telapak tangan yang ditunjukkan oleh nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 atau alpha (Lampiran 6 dan 7). Apabila garis yang diperoleh berbentuk linear maka disimpulkan bahwa parameter dapat digunakan untuk memprediksi umur siamang. Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan Data-data hasil pengukuran selanjutnya di analisis faktor. Analisis dilakukan untuk mengetahui apakah parameter layak untuk diproses lebih lanjut ke dalam regresi. Kelayakan tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai K-M-O MSA, apabila nilai K-M-O MSA lebih besar dari 0,500 maka parameter morfometrik dapat diproses lebih lanjut. Tabel 14 KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera jantan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,862 Approx. Chi-Square 516,817 Bartlett's Test of Sphericity Df 91 Sig. 0,000

56 39 Component Plot in Rotated Space Component X10 X8 X3 X6 X2 X1 X5 X11 X13 X4 X7 X9 X14 X Component 1 Gambar 10 Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera jantan. Pada Tabel 14 ditunjukkan nilai K-M-O MSA adalah 0,862 atau lebih besar dari 0,50 dengan nilai signifikasi 0,000, maka ditafsirkan bahwa data-data hasil pengukuran morfometrik siamang jantan dapat diproses lebih lanjut dalam regresi. Pada Tabel Anti-image Matrices pada ruang korelasi anti-image (Lampiran 8) ditunjukkan tidak terdapat nilai yang berinisial a (MSA) yang lebih kecil dari 0,50, sehingga tidak ada parameter yang harus dikeluarkan dari persamaan. Pada Gambar 10 disajikan bahwa semua parameter morfometrik berkumpul dalam satu ruang yang menandakan bahwa dari semua parameter dapat diwakili oleh satu parameter saja. Model matematik yang terbentuk dari parameter morfometrik siamang jantan untuk menduga umur yaitu: Y = - 12, ,115 X 1 + 0,437 X 2 1,935 X 3 2,804 X 4 + 0,392 X 5 + 0,212 X 6 1,658 X 7 6,214 X 8 + 2,028 X 9 + 0,829 X ,363 X ,753 X ,049 X 13 0,674 X 14 Pada Tabel 15 disajikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari model matematik di atas sangat tinggi sebesar 0,849 atau 84,90% yang berarti bahwa sumbangan parameter morfometrik terhadap umur sangat besar dan dapat digunakan menjadi model matematik. Tetapi melalui uji t (Tabel 17) ditunjukkan bahwa dari semua parameter yang dimasukkan dalam model regresi hanya parameter lingkar muka (X 12) yang berpengaruh signifikan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilai-nilai tersebut, model matematika di atas diindikasikan memiliki masalah multikolinearitas antar parameter morfometrik.

57 40 Tabel 15 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan Adjusted Std. Error of Sig. F Durbin- Model R R Square R Square the Estimate Change Watson 1 0,921(a) 0,849 0,613 2,141 0,029 1,054 Tabel 16 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 231, ,526 3,605 0,029(a) Residual 41, ,584 Total 272, Tabel 17 Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -12,101 11,373-1,064 0,315 X1 0,115 0,206 0,340 0,561 0,589 X2 0,437 1,130 0,157 0,387 0,708 X3-1,935 1,612-0,640-1,200 0,261 X4-2,804 1,958-0,673-1,432 0,186 X5 0,392 0,202 1,057 1,938 0,085 X6 0,212 0,302 0,240 0,702 0,501 X7-1,658 0,777-1,395-2,135 0,062 X8-6,214 2,827-1,056-2,198 0,055 X9 2,028 0,949 1,825 2,137 0,061 X10 0,829 1,060 0,248 0,783 0,454 X11 0,363 0,635 0,329 0,571 0,582 X12 1,753 0,741 1,720 2,366 0,042 X13 0,049 0,332 0,178 0,149 0,885 X14-0,674 0,608-1,718-1,109 0,296 Pada Tabel 15 ditunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson (DW) yang diperoleh dari pengujian adalah 1,054. Rietveld dan Sunaryanto (1994) dalam Sudarmanto (2005) menyatakan apabila nilai DW mendekati angka 2, maka dapat dinyatakan bahwa data pengamatan tidak memiliki autokorelasi, bila sebaliknya maka dinyatakan memiliki autokorelasi. Dari nilai DW model matematika di atas yang menjauhi nilai 2 berarti antar parameter morfometrik memiliki autokorelasi, hasil ini menunjukkan bahwa model matematika belum layak digunakan untuk menduga umur siamang jantan.

58 41 Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan (1-15 Tahun) Untuk memperoleh parameter morfometrik yang paling menentukan dalam menduga umur siamang jantan maka dilakukan pengurangan parameter yang berkorelasi tinggi terhadap faktor umur dengan tujuan untuk mendapatkan satu persamaan regresi yang paling baik. Berdasarkan hasil analisis statistik yang menghasilkan model matematika di atas yang ternyata memiliki masalah multikolinearitas dan autokorelasi antar parameter maka dilakukan analisis statistik regresi linear berganda dengan metode stepwise. Hasil analisis dengan metode stepwise diperoleh parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang jantan, sebagai berikut : Y = - 14, ,801 X 12 Pada Tabel 18 ditunjukkan nilai R 2 dari model matematika di atas sebesar 0,617 yang berarti bahwa pengaruh X 12 (lingkar muka atau LM) terhadap umur cukup kuat sehingga dapat digunakan menjadi model matematika. Pada Tabel 19 ditunjukkan nilai F hitung sebesar 35,483 dengan df1 = 1 dan df2 = 22, berdasarkan tabel F pada tingkat alpha 5% dengan df di atas maka diketahui F tabel sebesar 4,30, karena F hitung > F tabel yaitu 35,483 > 4,30 dapat disimpulkan bahwa secara signifikan dan positif terdapat pengaruh LM terhadap umur. Analisis terhadap kemungkinan kesalahan untuk menerima H 1 adalah sebesar 0,00% sebagaimana ditunjukkan pada sig. F change pada model rekapitulasi (Tabel 18). Tabel 18 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan Adjusted Sig. F Std. Error of the Model R R Square R Square Change Estimate 1 0,786(a) 0,617 0,600 0,000 2,178 Tabel 19 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 168, ,286 35,483 0,000(a) Residual 104, ,743 Total 272,625 23

59 42 Tabel 20 Koefisien-koefisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -14,546 3,999-3,638 0,001 X12 0,801 0,134 0,786 5,957 0,000 Melalui uji t (Tabel 20) ditunjukkan bahwa lingkar muka berpengaruh sangat signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilainilai di atas, maka model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Hasil ini sesuai dengan Gambar 10 yang menunjukkan bahwa dari semua parameter yang diukur hanya dapat diwakili satu parameter saja karena terdapat masalah multikolinearitas. Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y Regression Studentized Deleted (Press) Residual 0-2 Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob 1.0 Gambar 11 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang jantan. Dari nilai R 2 pada Tabel 18 yang berarti 61,70% umur siamang jantan dapat dijelaskan oleh parameter lingkar muka, sedangkan sisanya sebesar 38,30% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model matematika ini. Pada Gambar 11, Grafik Scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik yang digambarkan pada grafik tersebut menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Melalui grafik ini ditunjukkan bahwa model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah heteroskedastisitas, dengan kata lain pada model tersebut varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah tetap atau

60 43 homoskedastisitas. Hasil ini menunjukkan bahwa model matematika layak digunakan untuk memprediksi umur yang didasarkan pada parameter lingkar muka. Melalui Grafik Normal P-P Plot pada Gambar 11, diketahui bahwa titiktitik menyebar disekitar garis diagonal. Penyebaran titik-titik tersebut membentuk garis diagonal, sehingga dapat dikatakan model matematika yang ada memenuhi asumsi normalitas. Dari model matematika dapat dijelaskan bahwa pertambahan umur berbanding lurus positif dengan pertambahan lingkar muka. Harga koefisien konstanta = -14,546 yang berarti apabila ukuran lingkar muka sama dengan nol, maka umur akan sebesar -14,546%. Harga koefisien b 12 = 0,801 yang berarti apabila pengukuran lingkar muka mengalami kenaikan sebesar satu cm, maka umur akan meningkat sebesar 0,801 tahun. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa lingkar muka merupakan parameter yang paling menentukan dalam menduga umur siamang jantan dari 1-15 tahun. Hasil ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa banyak pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan antar spesies terutama pada bagian kepala dan tergantung dari variasi pada pars fasialis kranium. Pendugaan Umur Siamang Sumatera Jantan (1-6 Tahun) Berdasarkan Gambar 8 dilakukan analisis statistik untuk memperoleh parameter yang paling menentukan dalam menduga umur siamang jantan hingga umur 6 tahun. Hasil analisis menghasilkan model matematika sebagai berikut: Y = -2, ,496 X 7 Pada Tabel 21 disajikan nilai R 2 dari model matematika di atas sebesar 0,994 yang berarti bahwa pengaruh panjang telapak tangan (X 7 ) terhadap umur sangat besar sehingga dapat digunakan menjadi model matematika. Pada Tabel 30 disajikan nilai F hitung sebesar 344,726 dan F tabel sebesar 18,51, karena F hitung > F tabel maka hasilnya disimpulkan bahwa secara signifikan dan positif terdapat pengaruh panjang telapak tangan terhadap umur siamang jantan hingga umur 6 tahun.

61 44 Tabel 21 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun Adjusted R Std. Error of Model R R Square Sig. F Change Square the Estimate 1 0,997(a) 0,994 0,991 0,221 0,003 Tabel 22 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 16, , ,726 0,003(a) Residual 0, ,049 Total 17,000 3 Tabel 23 Koefisien-koefisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera jantan hingga umur 6 tahun Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -2,091 0,321-6,516 0,023 X7 0,496 0,027 0,997 18,567 0,003 Melalui uji t (Tabel 23) ditunjukkan bahwa panjang telapak tangan berpengaruh sangat signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilai-nilai di atas, maka model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Nilai R 2 model matematika di atas sebesar 0,994 yang berarti bahwa 99,40% umur dapat dijelaskan oleh parameter panjang telapak tangan, sedangkan sisanya sebesar 0,60% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model matematika ini. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang jantan hingga umur 6 tahun adalah panjang telapak tangan. Hasil ini sesuai dengan pendapat Young (1981) yang menyatakan tangan-tangan famili hylobates merupakan kekhususan untuk melakukan brachiation dengan jari jempol yang pendek dan metacarpal yang panjang. Hasil ini berbeda dengan parameter penduga umur siamang jantan umur 1-15 tahun dimana parameter yang menentukan adalah lingkar muka.

62 45 Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Betina Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina Hasil analisis faktor pada Tabel 24, ditunjukkan nilai K-M-O MSA adalah 0,713 atau lebih besar dari 0,50 dengan nilai signifikasi 0,000, maka semua parameter morfometrik siamang betina yang diukur dapat diproses lebih lanjut dalam regresi. Pada Tabel Anti-image Matrices ruang korelasi anti-image (Tes I pada Lampiran 12), terdapat nilai yang berinisial a (MSA) yang lebih kecil dari 0,50 yaitu X 6 (lebar bahu) dan X 3 (tinggi cranial) sehingga parameter tersebut harus dikeluarkan dari regresi awal. Selanjutnya dilakukan analisis faktor lanjutan sampai tidak ditemukan nilai korelasi anti-image yang berinisial a (MSA) yang tidak lebih kecil dari 0,50. Tabel 24 KMO dan Bartlett's Test (tes I) untuk data siamang sumatera betina Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,713 Approx. Chi-Square 154,019 Bartlett's Test of Sphericity Df 91 Sig. 0,000 Tabel 25 KMO dan Bartlett's Test (tes IV) untuk data siamang sumatera betina Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,807 Approx. Chi-Square 131,928 Bartlett's Test of Sphericity df 55 Sig. 0,000 Gambar 12 Komponen Plot dalam Rotated Space (tes IV) untuk data siamang sumatera betina.

63 46 Parameter yang dikeluarkan dari tes secara berurutan adalah lebar bahu, lebar telapak tangan dan tinggi cranial (Tes IV pada Lampiran 12) dan diperoleh nilai K-M-O MSA sebesar 0,807 atau lebih besar dari 0,50 dengan nilai signifikasi 0,000, maka semua parameter morfometrik siamang betina yang tersisa dapat diproses lebih lanjut dalam regresi (Tabel 25). Pada Gambar 12 disajikan bahwa semua parameter morfometrik berkumpul dalam satu ruang yang menandakan bahwa dari semua parameter dapat diwakili oleh satu parameter saja. Model matematik yang terbentuk dari 14 parameter sebagai berikut: Y = 20, ,237 X 1 4,747 X 2 1,291 X 3 1,947 X 4 + 0,460 X 5 0,197 X 6 + 0,135 X 7 0,540 X 8 + 0,967 X 9 + 0,669 X 10 1,211 X ,139 X 12 0,160 X ,498 X 14 Pada Tabel 26 disajikan nilai R 2 dari model matematika sangat tinggi sebesar 0,990, berarti bahwa sumbangan parameter morfometrik terhadap umur sangat besar dan dapat digunakan menjadi model matematika. Tetapi melalui uji t (Tabel 28) ditunjukkan bahwa dari semua parameter yang dimasukkan dalam model regresi tidak ada yang signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi >0,05. Melalui nilai-nilai di atas, model matematika diindikasikan memiliki masalah multikolinearitas antar parameter morfometrik. Tabel 26 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina Adjusted R Std. Error of Durbin- Model R R Square Sig. F Change Square the Estimate Watson 1 0,995(a) 0,990 0,847 1,234 0,290 2,152 Tabel 27 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera betina Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 147, ,565 6,933 0,290(a) Residual 1, ,524 Total 149,438 15

64 47 Tabel 28 Koefisien-koefisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina Standardized Unstandardized Coefficients Model Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 20,648 11,204 1,843 0,317 X1 0,237 0,147 0,428 1,616 0,353 X2-4,747 1,662-0,790-2,856 0,214 X3-1,291 0,927-0,301-1,393 0,396 X4-1,947 1,784-0,302-1,091 0,472 X5 0,460 0,200 0,640 2,298 0,261 X6-0,197 0,072-0,461-2,739 0,223 X7 0,135 0,941 0,047 0,144 0,909 X8-0,540 1,736-0,060-0,311 0,808 X9 0,967 0,658 0,376 1,471 0,380 X10 0,669 0,945 0,144 0,709 0,608 X11-1,211 0,617-0,632-1,964 0,300 X12 1,139 0,492 0,831 2,315 0,260 X13-0,160 0,227-0,294-0,703 0,610 X14 0,498 0,373 0,679 1,336 0,409 Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-14 Tahun) Untuk memperoleh parameter morfometrik yang paling menentukan dalam menduga umur siamang betina, maka dilakukan pengurangan parameter morfometrik yang berkorelasi tinggi terhadap umur dengan tujuan untuk mendapatkan satu persamaan regresi yang paling baik. Hasil analisis dengan metode stepwise diperoleh model matematika, sebagai berikut: Y = - 15, ,533 X 5 Pada Tabel 29 disajikan nilai R 2 dari model matematika sebesar 0,551 yang berarti bahwa pengaruh X 5 (lingkar dada) terhadap umur dapat digunakan menjadi model matematika. Pada Tabel 30 disajikan nilai F hitung sebesar 17,161 dengan df1 = 1 dan df2 = 14, berdasarkan tabel F pada tingkat alpha 5% dengan df di atas maka diketahui F tabel sebesar 4,60. Karena F hitung > F tabel yaitu 17,161 > 4,60 maka hasilnya disimpulkan bahwa secara signifikan dan positif terdapat pengaruh lingkar dada terhadap umur. Analisis terhadap kemungkinan kesalahan untuk menerima H 1 adalah sebesar 0,1% sebagaimana ditunjukkan pada sig. F change pada model rekapitulasi (Tabel 29).

65 48 Tabel 29 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Sig. F Change Square Estimate 1 0,742(a) 0,551 0,519 2,190 0,001 Tabel 30 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 82, ,298 17,161 0,001(a) Residual 67, ,796 Total 149, Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y 1.0 Regression Studentized Deleted (Press) Residual Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob Gambar 13 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera betina. Tabel 31 Kofisien-kofisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -15,328 5,823-2,632 0,020 X5 0,533 0,129 0,742 4,143 0,001 Melalui uji t (Tabel 31) ditunjukkan bahwa parameter lingkar dada berpengaruh signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilai-nilai di atas, maka model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Dari nilai R 2 pada Tabel 29 yang berarti 55,10% umur siamang betina dapat dijelaskan oleh parameter lingkar dada, sedangkan sisanya sebesar

66 49 44,90% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model matematika ini. Pada Gambar 13, Grafik Scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik yang digambarkan pada grafik tersebut menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Melalui grafik ini dapat disimpulkan model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah heteroskedastisitas, dengan kata lain pada model tersebut, varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah tetap atau homoskedastisitas. Hasil ini menunjukkan bahwa model matematika layak digunakan untuk memprediksi umur yang didasarkan pada parameter lingkar dada. Selanjutnya pada Grafik Normal P-P Plot Gambar 13, diketahui bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal. Penyebaran titik-titik tersebut membentuk garis diagonal, sehingga dapat dikatakan model matematika yang ada memenuhi asumsi normalitas. Dari model matematika dapat dijelaskan bahwa bahwa pertambahan umur berbanding lurus positif dengan pertambahan lingkar dada. Harga koefisien konstanta = -15,328 yang berarti apabila ukuran lingkar dada sama dengan nol, maka umur akan sebesar -15,328%. Harga koefisien b 5 = 0,533 yang berarti apabila ukuran lingkar dada mengalami kenaikan sebesar satu cm, maka umur akan meningkat sebesar 0,533 tahun. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa lingkar dada merupakan parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang betina umur 2-14 tahun. Parameter ini dimungkinkan karena siamang betina mempunyai tonjolan pada dada sehingga memberikan bentuk yang lebih besar dibandingkan siamang jantan dan menurut Napier dan Napier (1986) hanya dada-dada monyetmonyet dunia tua dan ape yang menunjukkan kesamaan dengan dada manusia, meskipun kurang pada konsentrasi jaringan lemak dan tonjolan keluarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Bertalanffy (1939) dalam Jachman (1984) bahwa vertebrata mempunyai pertumbuhan ukuran morfologikal yang linier dengan peningkatan umur.

67 50 Pendugaan Umur Siamang Sumatera Betina (2-6 Tahun) Berdasarkan Gambar 9 dilakukan analisis untuk menentukan parameter morfometrik guna menduga umur siamang betina hingga umur 6 tahun. Hasil analisis menghasilkan model matematika sebagai berikut: Y = -15, ,489 X 5 Pada Tabel 32 disajikan nilai R 2 dari model matematika di atas sebesar 0,999 yang berarti bahwa pengaruh lingkar dada (X 5 ) terhadap umur sangat besar sehingga dapat digunakan menjadi model matematika. Pada Tabel 33 disajikan nilai F hitung sebesar 1160,333 dan F tabel sebesar 161,45, karena F hitung > F tabel maka hasilnya disimpulkan bahwa secara signifikan dan positif terdapat pengaruh lingkar dada terhadap umur siamang betina hingga umur 6 tahun. Tabel 32 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun Adjusted R Std. Error of Model R R Square Sig. F Change Square the Estimate 1 1,000(a) 0,999 0,998 0,086 0,019 Tabel 33 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 8, , ,333 0,019(a) Residual 0, ,007 Total 8,667 2 Tabel 34 Koefisien-koefisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera betina hingga umur 6 tahun Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -15,676 0,590-26,591 0,024 X5 0,489 0,014 1,000 34,064 0,019 Melalui uji t (Tabel 34) ditunjukkan bahwa lingkar dada berpengaruh cukup signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilai-nilai di atas maka model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Dari nilai R 2 model matematika di atas sebesar 0,999 berarti bahwa 99,90% umur dapat dijelaskan oleh parameter lingkar dada, sedangkan

68 51 sisanya sebesar 0,10% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model matematika ini. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang betina hingga 6 tahun yaitu lingkar dada. Parameter ini sama dengan hasil parameter untuk menduga umur siamang betina umur 2-14 tahun. Analisis Parameter Morfometrik yang Berkorelasi dengan Umur Siamang Sumatera Analisis Pengaruh Parameter terhadap Pendugaan Umur Siamang Sumatera Menurut Lekagul dan McNeely (1977) dalam Nowak (1999), gibbon tidak memiliki perbedaan seks (sexual dimorphism) yang jelas pada ukuran badan, tengkorak dan gigi seperti yang biasa ditemukan pada ape besar. Berdasarkan pada pernyataan di atas, maka dilakukan analisis untuk menentukan umur siamang yang menggabungkan parameter morfometrik jantan dan betina. Pada Tabel 35 ditunjukkan nilai K-M-O MSA adalah 0,916 atau lebih besar dari 0,50 dengan nilai signifikasi 0,000 maka kumpulan parameter morfometrik siamang dapat diproses lebih lanjut dalam regresi. Sedangkan pada Tabel Antiimage Matrices ruang korelasi anti-image (Lampiran 16) ditunjukkan nilai yang berinisial a (MSA) tidak ada yang lebih kecil dari 0,50 sehingga tidak ada parameter yang harus dikeluarkan dalam persamaan. Pada Gambar 14 disajikan semua parameter morfometrik berkumpul dalam satu ruang yang menandakan bahwa dari semua parameter yang diukur dapat diwakili oleh satu parameter saja. Gambar 14 Komponen Plot dalam Rotated Space untuk data siamang sumatera.

69 52 Tabel 35 KMO dan Bartlett's Test untuk data siamang sumatera Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,916 Approx. Chi-Square 720,100 Bartlett's Test of Sphericity df 91 Sig. 0,000 Model matematika yang terbentuk adalah: Y = - 3, ,037 X 1 0,010 X 2 0,625 X 3 2,320 X 4 + 0,360 X 5 0,134 X 6 0,747 X 7 1,558 X 8 + 0,979 X 9 + 0,051 X ,257 X ,522 X 12 0,013 X 13 0,076 X 14 Pada Tabel 36 disajikan nilai R 2 dari model matematika di atas cukup tinggi sebesar 0,685, berarti sumbangan parameter morfometrik terhadap umur cukup besar dan dapat digunakan menjadi model matematika. Tetapi melalui uji t (Tabel 38) ditunjukkan bahwa dari semua parameter yang dimasukkan dalam model regresi hanya parameter lingkar dada (X 5 ) yang berpengaruh signifikan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilai-nilai di atas, model matematika ini diindikasikan memiliki masalah multikolinearitas antar parameter. Tabel 36 Model rekapitulasi analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera Adjusted R Std. Error of Sig. F Durbin- Model R R Square Square the Estimate Change Watson 1 0,827(a) 0,685 0,508 2,312 0,002 1,048 Tabel 37 ANOVA untuk menduga umur siamang sumatera Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 290, ,730 3,877 0,002(a) Residual 133, ,347 Total 423, Tabel 38 Kofisien-kofisien analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -3,232 8,475-0,381 0,706 X1 0,037 0,122 0,096 0,303 0,764 X2-0,010 0,752-0,003-0,013 0,990 X3-0,625 0,667-0,187-0,938 0,357 X4-2,320 1,310-0,503-1,771 0,089 X5 0,360 0,145 0,837 2,484 0,020 X6-0,134 0,173-0,141-0,771 0,448 X7-0,747 0,559-0,528-1,336 0,194

70 53 X8-1,558 1,436-0,237-1,085 0,288 X9 0,979 0,641 0,746 1,527 0,139 X10 0,051 0,770 0,014 0,066 0,948 X11 0,257 0,465 0,203 0,552 0,586 X12 0,522 0,370 0,472 1,413 0,170 X13-0,013 0,195-0,040-0,066 0,948 X14-0,076 0,287-0,167-0,265 0,793 Pada Tabel 36 ditunjukkan bahwa nilai DW yang diperoleh dalam pengujian adalah 1,048 yang berarti nilai ini menjauhi angka 2 sehingga model matematika diduga memiliki autokorelasi, maka model matematika belum layak digunakan untuk menduga umur siamang. Pendugaan Umur Siamang Sumatera (1-15 Tahun) Hasil analisis dengan metode stepwise diperoleh parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang, sebagai berikut : Y = -5, ,312 X 5 Pada Tabel 39 disajikan nilai R 2 dari model matematika di atas sebesar yang berarti bahwa pengaruh lingkar dada (X 5 ) terhadap umur cukup besar sehingga dapat digunakan menjadi model matematika. Pada Tabel 40 disajikan nilai F hitung sebesar 41,940 dengan df1 = 1 dan df2 = 38, berdasarkan tabel F pada tingkat alpha 5% dengan df di atas diketahui F tabel sebesar 4,098. Karena F hitung > F tabel yaitu 41,940 > 4,098 dapat disimpulkan bahwa secara signifikan dan positif terdapat pengaruh lingkar dada terhadap umur. Tabel 39 Model rekapitulasi analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate 1 0,724(a) 0,525 0,512 2,303 Tabel 40 ANOVA analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 222, ,397 41,940 0,000(a) Residual 201, ,303 Total 423,900 39

71 54 Tabel 41 Koefisien-koefisien analisis regresi dengan metode stepwise untuk menduga umur siamang sumatera Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) -5,331 2,235-2,385 0,022 X5 0,312 0,048 0,724 6,476 0,000 Melalui uji t pada Tabel 41 ditunjukkan bahwa lingkar dada berpengaruh sangat signifikan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi <0,05. Melalui nilainilai di atas maka model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah multikolinearitas. Dari nilai R 2 model matematika di atas sebesar 0,525 yang berarti 52,50% umur dapat dijelaskan oleh parameter lingkar dada, sedangkan sisanya sebesar 47,50% dapat dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dapat dijelaskan dalam model matematika ini. Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y 1.0 Regression Studentized Deleted (Press) Residual 2 0 Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob 1.0 Gambar 15 Grafik Scatterplot dan Normal P-P Plot analisis regresi untuk menduga umur siamang sumatera. Pada Gambar 15, Grafik Scatterplot menunjukkan bahwa titik-titik yang digambarkan pada grafik tersebut menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Melalui grafik ini ditunjukkan bahwa model matematika diindikasikan tidak memiliki masalah heteroskedastisitas, dengan kata lain pada model tersebut varian residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain adalah tetap atau homoskedastisitas. Hasil ini menunjukkan bahwa model matematika layak digunakan untuk memprediksi umur yang didasarkan pada parameter lingkar

72 55 dada. Selanjutnya pada Grafik Normal P-P Plot Gambar 15, diketahui bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal. Penyebaran titik-titik tersebut membentuk garis diagonal, sehingga dapat dikatakan model matematika yang ada memenuhi asumsi normalitas. Dari model matematika dapat dijelaskan bahwa pertambahan umur siamang berbanding lurus positif dengan pertambahan lingkar dada. Harga koefisien konstanta = -5,331 berarti apabila ukuran lingkar dada sama dengan nol, maka umur akan sebesar -5,331 tahun. Harga koefisien b 5 = 0,312 yang berarti apabila ukuran lingkar dada mengalami kenaikan sebesar 1 cm, maka umur akan meningkat sebesar 0,312 tahun. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa lingkar dada merupakan parameter yang paling menentukan untuk menduga umur siamang dari 1-15 tahun. Hasil ini sesuai dengan pendapat Young (1981) yang menyatakan bahwa kebiasaan melakukan brachiation berpengaruh pada seluruh kerangka tubuh. Spesialisasi dalam brachiation mempengaruhi rongga dada famili hylobatidae yang lebih besar dari kera-kera lain, dimana rongga dada yang lebar dan tulang belikat (skapula) di belakang membuat pusat gaya berat lebih ke tengah tubuh apabila hewan ini berdiri tegak dan memberi keleluasaan gerak bagi lengan (Hoeve 1992). Aplikasi pada Manajemen Populasi Untuk mencapai tujuan jangka panjang dari konservasi strategi dibutuhkan taktik-taktik konservasi jangka pendek. Taktik kunci dalam strategi konservasi primata yaitu sistem-sistem perlindungan kawasan, pemanfaatan yang berkelanjutan dan penangkaran (Colinsaw dan Dunbar 2000). Aplikasi dari diketahuinya parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang dalam strategi konservasi primata adalah memberikan perhatian khusus pada siamang yang berumur 4-6 tahun dalam kawasan-kawasan konservasi eksitu karena telah memasuki masa matang seksual, misalnya mencoba perjodohan antara jantan dan betina untuk kepentingan perkembangbiakkan. Siamang di alam merupakan satwa monogami, untuk itu

73 56 perjodohan di kandang perlu dipantau dengan ketat karena ketidakcocokan pasangan berakibat kematian pada pasangan. Konservasi eksitu berperan dalam mendukung konservasi insitu berupa restocking, reintroduksi dan introduksi satwaliar ke alam untuk mendukung populasi yang ada. Pentingnya perjodohan di pusat-pusat rehabilitasi berlanjut saat pelepasliaran siamang di alam. Pelepasliaran dilakukan secara berpasangan dengan harapan terjadi perkembangbiakkan di alam, bila tanpa pasangan maka akan sangat sulit bagi siamang untuk mendapatkan pasangannya sendiri di alam karena sistem perkawinan yang monogami dan sistem mempertahankan teritori. Untuk mencapai manfaat dari hasil penelitian ini dan memudahkan aplikasi di lapangan, maka dibuat tabel pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan pada model matematika guna menduga umur sesuai dengan parameter yang paling menentukan (Lampiran 19).

74 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang sumatera jantan dari umur 1-15 tahun adalah lingkar muka dengan model matematika Umur = LM, sedangkan untuk umur 1-6 tahun adalah panjang telapak tangan dengan model matematika Umur = PTT. 2. Parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang sumatera betina dari umur 2-14 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD, sedangkan untuk umur 2-6 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD. 3. Parameter morfometrik yang paling menentukan untuk menduga umur siamang sumatera dari umur 1-15 tahun adalah lingkar dada dengan model matematika Umur = LD. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan, terutama mengukur morfometrik siamang sumatera yang umurnya belum tercakup dalam penelitian ini. Modelmodel matematika di atas sebaiknya harus selalu diperbaharui dengan menambahkan data-data baru tentang morfometrik siamang sumatera sesuai dengan umur yang telah ada.

75 DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS Teknik Pengelolaan Satwa Liar dalam Rangka Mempertahankan Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor. Alikodra HS Pengelolaan Satwa Liar: Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Bailey JA Principles of Wildlife Management. New York: John Wiley & Sons Ltd. Bismarck M Analisis Geometri Tubuh Bekantan (Nasalis lavartus). Buletin Penelitian Hutan 561: Brower EJ, Zar JH Field and Laboratory Methods for General Ecology. Iowa: Wm. c. Brown Company Publishers. Campbell J, Lack E A Dictionary of Birds. Vermilion: Buteo Books. Caughley G Analysis of Vertebrata Populations. London: John Wiley & Sons Ltd. Chivers DJ The Lesser Apes. In Primate Conservation. London: Acad Press. Cowlishaw G, Dunbar R Primate Conservation Biology. London: University of Chicago Press. Frandson RD Anatomi dan Fisiologi Ternak. Srigandono B, Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Ed ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Giles RH Wildlfe Management Techniques: Edisi Ketiga. Dehra Dun-India: Natraj Publishers. Gittin SP, Raemaekers JJ Malayan Forest Primates: Siamang, Lar, and Agile Gibbons. New York: Plenum Press. Harvey PH, Martin RD, Clutton-Brock TH Life Histories in Comparative Perpective. Di dalam: Myers LB, Sheffield R, editor. The Pictorial Guide to The Living Primates. Pogonias Press. East Hampton, New york hlm 216. Hoeve V Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna-Mamalia. Jakarta: Ichtiar Baru. Jachman H An Ecology of Elephant in the Kasungu National Park: Malawi. Rotterdam: Neth. J. of Zoo. Lekagul B, McNeely JA Mammals of Thailand. Bangkok: Kurushapa Ladprao Press. Mansjoer I, Mansjoer SS, Sajithi D Studi Banding Sifat-sifat Biologis Ayam Kampung, Ayam Pelung dan Ayam Bangkok [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

76 59 Mukhtar AS Studi Dinamika Populasi Rusa dalam Menunjang Taman Buru Pulau Moyo: Provinsi Nusa Tenggara Timur [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Myers LB, Sheffield R The Pictorial Guide to Living Primates. East Hampton, New York: Pogonias Press. Napier JR, Napier PH A Hand Book of Living Primates: Morphology, Ecology, and Behaviour of Non Human Primates. London: Academic Press. Napier JR, Napier PH The Natural History of The Primates. Massachusetts: The MIT Press. Nowak MR Mammals of The World. Sixth Edition. Volume I. Baltimore and London: The John Hopkins University Press. Preuschoft H Lesser Apes or Gibbon: Grzimek's Encyclopedia of Mammals. V:2. New York: McGraw-Hill Inc. [PPA] Perlindungan dan Pelestarian Alam Mamalia di Indonesia: Pedoman Inventarisasi Satwa. Bogor: Direktorat Jenderal Kehutanan. Santosa Y Strategi Kuantitatif untuk Pendugaan Beberapa Parameter Demografi dan Kuota Pemanenan Populasi Satwaliar Berdasarkan Perilaku: Studi Kasus Terhadap Populasi Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Pulau Tinjil [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Santosa Y Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar. Di dalam: Bahan Kuliah Pelatihan Teknik Pengukuran dan Monitoring Biodiversity di Hutan Tropika Indonesi. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Semiadi G, Nugraha TP Panduan Pengamatan Reproduksi pada Mamalia Liar. Bogor: LIPI. Sudarmanto RG Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supranto J Analisis Multivariat: Arti dan Interpretasi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Young JZ The Life of Vertebrates: Third Edition. Oxford: Clarendon Press.

77 LAMPIRAN

78 61 Lampiran 1 Data ukuran tubuh siamang jantan No Umur PB PCr TCr LbC LD LbB PTT LTT PTK LTK LK LM PT PK Rata-rata Min Max keterangan PB : panjang badan PCr : panjang cranial TCr : tinggi cranial LbC : lebar cranial LD : lingkar dada LbB : lebar bahu PTT : panjang telapak tangan LTT : lebar telapak tangan PTK : panjang telapak kaki LTK : lebar telapak kaki LK : lingkar kepala LM : lingkar muka PL : panjang lengan PK : panjang kaki

79 62 Lampiran 2 Data ukuran tubuh siamang betina No Umur PB PCr TCr LbC LD LbB PTT LTT PTK LTK LK LM PT PK Rata-rata Min Max

80 63 Lampiran 3 Data ukuran tubuh siamang jantan dan betina No Umur PB PCr TCr LbC LD LbB PTT LTT PTK LTK LK LM PL PK Rata-rata Min Max

81 64 Lampiran 4 Hasil output uji validasi parameter morfometrik siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Catatan: Correlations X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Xa X1 Pearson C 1.794*.689*.701*.802*.646*.822*.789*.810*.720*.817*.776*.881*.811*.918* Sig. (1-taile N X2 Pearson C.794* 1.660*.684*.723*.614*.710*.731*.772*.715*.797*.628*.753*.702*.805* X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N Pearson C Sig. (1-taile N *.660* 1.697*.685*.570*.628*.635*.684*.681*.698*.632*.636*.564*.715* *.684*.697* 1.820*.616*.671*.707*.820*.575*.837*.755*.780*.750*.824* *.723*.685*.820* 1.687*.863*.781*.903*.664*.895*.864*.874*.873*.941* *.614*.570*.616*.687* 1.633*.631*.642*.708*.689*.571*.601*.578*.716* *.710*.628*.671*.863*.633* 1.730*.923*.625*.823*.840*.893*.900*.924* *.731*.635*.707*.781*.631*.730* 1.760*.633*.783*.669*.762*.741*.821* *.772*.684*.820*.903*.642*.923*.760* 1.636*.870*.843*.903*.917*.942* X10Pearson C.720*.715*.681*.575*.664*.708*.625*.633*.636* 1.730*.585*.632*.568*.722* Sig. (1-taile N X11Pearson C.817*.797*.698*.837*.895*.689*.823*.783*.870*.730* 1.861*.882*.858*.931* Sig. (1-taile N X12Pearson C.776*.628*.632*.755*.864*.571*.840*.669*.843*.585*.861* 1.871*.897*.904* Sig. (1-taile N X13Pearson C.881*.753*.636*.780*.874*.601*.893*.762*.903*.632*.882*.871* 1.962*.969* Sig. (1-taile N X14Pearson C.811*.702*.564*.750*.873*.578*.900*.741*.917*.568*.858*.897*.962* 1.949* Sig. (1-taile N Xa Pearson C.918*.805*.715*.824*.941*.716*.924*.821*.942*.722*.931*.904*.969*.949* 1 Sig. (1-taile N **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Catatan: Bila nilai Pearson correlation pada kolom Xa > 0,500 maka parameter morfometrik dinyatakan sahih.

82 65 Lampiran 5 Hasil output uji reliabilitas parameter morfometrik siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Cases a. Case Processing Summary Valid Excluded Total Listwise deletion based on all variables in the procedure. a N % Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items Catatan: Bila nilai Cronbach s Alpha > 0,500 maka parameter morfometrik dinyatakan andal.

83 66 Lampiran 6 Hasil output uji persyaratan regresi linear ganda pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) ANOVA Table Y * X1 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X2 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X3 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X4 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X5 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X6 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig

84 67 Lanjutan ANOVA Table Y * X7 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X8 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X9 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X10 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X11 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X12 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig

85 68 Lanjutan ANOVA Table Y * X13 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig ANOVA Table Y * X14 Between Groups Within Groups Total (Combined) Linearity Deviation from Linearity Sum of Squares df Mean Square F Sig Lampiran 7 Ringkasan hasil analisis linearitas garis regresi dan simpulannya berdasarkan tingkat alpha Keterangan Signifikasi Alpha Kondisi Simpulan Y * X1 Y * X2 Y * X3 Y * X4 Y * X5 Y * X6 Y * X7 Y * X8 Y * X9 Y * X10 Y * X11 Y * X12 Y * X13 Y * X14 0,460 0,258 0,467 0,236 0,446 0,045 0,011 0,113 0,851 0,148 0,595 0,909 0,277 0,331 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 S > A S > A S > A S > A S > A S < A S < A S > A S > A S > A S > A S > A S > A S > A Linear Linear Linear Linear Linear Non linear Non linear Linear Linear Linear Linear Linear Linear Linear

86 69 Lampiran 8 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..862 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig Anti-image Cov Anti-image Co X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Anti-image Matrices X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X E E a a a a a a a a a a a a a a a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Rotated Component Matrix a Component Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.

87 70 Lampiran 9 Hasil output analisis regresi pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Variables Entered/Removed b Model 1 Variables Entered X14, X3, X6, X2, X10, X4, Variables Removed Method X11, X8, X7, X1, X5, X12, X9, X13 a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y Model Summary b Model 1 Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square Durbin- R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson.921 a a. Predictors: (Constant), X14, X3, X6, X2, X10, X4, X11, X8, X7, X1, X5, X12, X9, X13 b. Dependent Variable: Y Model 1 a. Regression Residual Total ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Predictors: (Constant), X14, X3, X6, X2, X10, X4, X11, X8, X7, X1, X5, X12, X9, X13 b. Dependent Variable: Y

88 71 Lanjutan Coefficients a Model 1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 (Constant Unstandardized Coefficients a. Dependent Variable: Y Standardized Coefficients % Confidence Interval for t Sig. Lower BoundUpper Bound Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF Residuals Statistics a Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y 5 4 Frequency Mean =-5.35E-15 Std. Dev. =0.626 N =24 Regression Standardized Residual Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y Y Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob 1.0

89 72 Lampiran 10 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Model Summary b Model 1 Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square Durbin- R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson.786 a a. Predictors: (Constant), X12 b. Dependent Variable: Y Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), X12 b. Dependent Variable: Y ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Coefficients a Model 1 (Constant) X12 a. Dependent Variable: Y Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig Model 1 Variables Entered/Removed Variables Entered Variables Removed X12. a. Dependent Variable: Y a Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100).

90 73 Lanjutan Correlations Pearson Correlatio Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Sig. (1-tailed) Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 N Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X Excluded Variables b Model 1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X13 X14 Collinearity Partial Statistics Beta In t Sig. Correlation Tolerance a a a a a a a a a a a a a a. Predictors in the Model: (Constant), X12 b. Dependent Variable: Y

91 74 Lanjutan Residuals Statistics a Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value a. Dependent Variable: Y Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y 5 4 Frequency Mean =2.5E-16 Std. Dev. =0.978 N =24 Regression Standardized Residual Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Scatterplot Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y Expected Cum Prob Regression Studentized Deleted (Press) Residual Observed Cum Prob Regression Standardized Predicted Value

92 75 Lampiran 11 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) jantan umur 1-6 tahun Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Correlations Pearson Correlat Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Sig. (1-tailed) Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 N Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X

93 76 Lanjutan Model a. Variables Entered/Removed Variables Entered Variables Removed X7. X11. X9. Dependent Variable: Y a Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Model Summary d Model Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square Durbin- R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson.997 a b c a. Predictors: (Constant), X7 b. Predictors: (Constant), X7, X11 c. Predictors: (Constant), X7, X11, X9 d. Dependent Variable: Y Residuals Statistics a Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y Minimum Maximum Mean Std. Deviation N ANOVA d Model a. Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total Predictors: (Constant), X7 b. Predictors: (Constant), X7, X11 c. Predictors: (Constant), X7, X11, X9 d. Dependent Variable: Y Sum of Squares df Mean Square F Sig a b c

94 77 Lanjutan Model (Constant) X7 (Constant) X7 X11 (Constant) X7 X11 X9 a. Dependent Variable: Y Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Coefficients a 95% Confidence Interval for B t Sig. Lower Bound Upper Bound Correlations Zero-order Partial Part Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF Excluded Variables d Model X1 X2 X3 X4 X5 X6 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X8 X9 X10 X12 X13 X14 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X8 X10 X12 X13 X14 a. Predictors in the Model: (Constant), X7 Collinearity Statistics Partial Minimum Beta In t Sig. Correlation Tolerance VIF Tolerance.162 a a a a a a a a a a a a a b b b b b b b b b b b b c c c c c c c c c c c b. Predictors in the Model: (Constant), X7, X11 c. Predictors in the Model: (Constant), X7, X11, X9 d. Dependent Variable: Y

95 78 Lampiran 12 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Analisis Faktor (Tes I) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..713 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig Anti-image Co Lanjutan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Anti-image Matrices X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X X9 Factor Analysis 2 (Pengeliminaran parameter X6) X X X X13 KMO and Bartlett's Test X14 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of.022 Sampling Anti-image Co X1.734 Adequacy X a X a Bartlett's X4 Test of a SphericityX a a X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Approx. Chi-Square df Sig a a a a a a a a a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Analisis Faktor (Tes II - Pengeliminaran parameter X 6 ) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..751 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig

96 79 Lanjutan Anti-image Cov Anti-image Corr X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Anti-image Matrices X1 X2 X3 X4 X5 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X a a a a a a a a a a a a a a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) Analisis Faktor (Tes III - Pengeliminaran parameter X 8 ) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..747 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig Anti-image Matrices Anti-image Cova X1 X2 X3 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Anti-image Corre X1 X2 X3 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) X1 X2 X3 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X a a a a a a a a a a a a

97 80 Lanjutan Analisis Faktor (Tes IV - Pengeliminaran parameter X 3 ) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..807 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig Anti-image Matrices Anti-image Cova Anti-image Corre X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 a. Measures of Sampling Adequacy(MSA) X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X a a a a a a a a a a a Component Plot in Rotated Space 0.9 X4 X11 X5 Component X10 X12 X9 X2 X14 X1 X13 X Component 1

98 81 Lampiran 13 Hasil output analisis regresi pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Model Summary b Model 1 Change Statistics Adjusted Std. Error of R Square Durbin- R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson.995 a a. Predictors: (Constant), X14, X6, X10, X3, X8, X5, X1, X2, X9, X4, X7, X11, X12, X13 b. Dependent Variable: Y Model 1 Regression Residual Total ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a a. Predictors: (Constant), X14, X6, X10, X3, X8, X5, X1, X2, X9, X4, X7, X11, X12, X13 b. Dependent Variable: Y Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Model t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) X X X X X X X X X X X X X X a Dependent Variable: Y

99 82 Lanjutan Residuals Statistics a Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y 5 4 Frequency Regression Standardized Residual Mean =-3.58E-15 Std. Dev. =0.258 N =16 Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y Y Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob 1.0

100 83 Lampiran 14 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina Descriptive Statistics Y X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Correlations Pearson Correla Y X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Sig. (1-tailed) Y X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 N Y X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y X1 X2 X4 X5 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X

101 84 Lanjutan Variables Entered/Removed a Model 1 Variables Entered Variables Removed X5. a. Dependent Variable: Y Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a a. Predictors: (Constant), X5 b. Dependent Variable: Y Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), X5 b. Dependent Variable: Y ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) X5 a. Dependent Variable: Y Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig Model 1 X1 X2 X4 X7 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Excluded Variables b Collinearity Partial Statistics Beta In t Sig. Correlation Tolerance.222 a a a a a a a a a a a. Predictors in the Model: (Constant), X5 b. Dependent Variable: Y

102 85 Lanjutan Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value a. Dependent Variable: Y Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y 5 4 Frequency Mean =-3.05E-16 Std. Dev. =0.966 N =16 Regression Standardized Residual Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y 1.0 Regression Studentized Deleted (Press) Residual Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob

103 86 Lampiran 15 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) betina umur 2-6 tahun Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Correlations Pearson Correla Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Sig. (1-tailed) Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 N Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X

104 87 Lanjutan Variables Entered/Removed a Model 1 2 Variables Entered Variables Removed X5. X10. a. Dependent Variable: Y Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Model Summary c Model 1 2 Change Statistics Adjusted Std. Error ofr Square Durbin- R R Square R Squarethe Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson a b a. Predictors: (Constant), X5 b. Predictors: (Constant), X5, X10 c. Dependent Variable: Y Model 1 2 Regression Residual Total Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), X5 b. Predictors: (Constant), X5, X10 c. Dependent Variable: Y ANOVA c Sum of Squares df Mean Square F Sig a b Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients % Confidence Interval fo Correlations Collinearity Statistics Mode B Std. Error Beta t Sig. Lower BoundUpper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF 1 (Constan X (Constan X X a. Dependent Variable: Y

105 88 Lanjutan Excluded Variables c Model 1 2 X1 X2 X3 X4 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X1 X2 X3 X4 X6 X7 X8 X9 X11 X12 X13 X14 Collinearity Statistics Partial Minimum Beta In t Sig. Correlation Tolerance VIF Tolerance a a a a a a a a a a a a a b e b b e b e b e b e b b e b e b b b e a. Predictors in the Model: (Constant), X5 b. Predictors in the Model: (Constant), X5, X10 c. Dependent Variable: Y Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

106 89 Lampiran 16 Hasil output analisis faktor parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy..916 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square df Sig Anti-image C X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Anti-image Matrices X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X X X X X X Anti-image C X1.918 a X a X a X a X a X a X a X a X a X10 X11 X12 X13 X a a a a a a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)

107 90 Lampiran 17 Hasil output analisis regresi pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Variables Entered/Removed b Model 1 Variables Entered X14, X3, X6, X2, X10, X8, Variables Removed Method X4, X1, X12, X7, X5, X11, X9, X13 a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y Model Summary b Mode 1 Change Statistics AdjustedStd. Error ofr Square Durbin- R R SquareR Squarehe EstimateChange F Change df1 df2 Sig. F Change Watson.827 a a. Predictors: (Constant), X14, X3, X6, X2, X10, X8, X4, X1, X12, X7, X5, X11, X9, X13 b. Dependent Variable: Y Model 1 Regression Residual Total ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a a. Predictors: (Constant), X14, X3, X6, X2, X10, X8, X4, X1, X12, X7, X5, X11, X9, X13 b. Dependent Variable: Y

108 91 Lanjutan Mode 1 Correlatio Covarianc X14 X3 X6 X2 X10 X8 X4 X1 X12 X7 X5 X11 X9 X13 X14 X3 X6 X2 X10 X8 X4 X1 X12 X7 X5 X11 X9 X13 a. Dependent Variable: Y Coefficient Correlations a X14 X3 X6 X2 X10 X8 X4 X1 X12 X7 X5 X11 X9 X Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients B Std. Error Beta Standardized Coefficients t Sig. 1 (Constant) X X X X X X X X X X X X X X a Dependent Variable: Y

109 92 Lanjutan Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: Y Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y Frequency Mean =2.76E-15 Std. Dev. =0.801 N =40 Regression Standardized Residual Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y Y Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob

110 93 Lampiran 18 Hasil output analisis regresi dengan metode stepwise pada parameter morfometrik untuk menduga umur siamang sumatera (H. syndactylus syndactylus Raffles, 1821) Descriptive Statistics Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Mean Std. Deviation N Correlations Pearson Correla Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Sig. (1-tailed) Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 N Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X

111 94 Lanjutan Model 1 Variables Entered/Removed Variables Entered Variables Removed X5. a. Dependent Variable: Y a Method Stepwise (Criteria: Probabilit y-of- F-to-enter <=.050, Probabilit y-of- F-to-remo ve >=. 100). Model Summary b Model 1 a. b. Adjusted Std. Error of R R Square R Square the Estimate.724 a Predictors: (Constant), X5 Dependent Variable: Y Model 1 Regression Residual Total a. Predictors: (Constant), X5 b. Dependent Variable: Y ANOVA b Sum of Squares df Mean Square F Sig a Model 1 (Constant) X5 a. Dependent Variable: Y Unstandardized Coefficients Coefficients a Standardized Coefficients B Std. Error Beta t Sig Model 1 X1 X2 X3 X4 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 Excluded Variables b Collinearity Partial Statistics Beta In t Sig. Correlation Tolerance a a a a a a a a a a a a a a. Predictors in the Model: (Constant), X5 b. Dependent Variable: Y

112 95 Lanjutan Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value Adjusted Predicted Value Residual Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance Centered Leverage Value a. Dependent Variable: Y Residuals Statistics a Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Histogram Dependent Variable: Y 10 8 Frequency Mean =-1.64E-15 Std. Dev. =0.987 N =40 Regression Standardized Residual Scatterplot Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Y Dependent Variable: Y 1.0 Regression Studentized Deleted (Press) Residual 2 0 Expected Cum Prob Regression Standardized Predicted Value Observed Cum Prob 1.0

113 96 Lampiran 19 Pendugaan umur siamang sumatera berdasarkan model matematik A. Pendugaan umur siamang sumatera jantan 1-15 tahun dengan model matematika Y = X 12 Ukuran Lingkar Muka (cm) Dugaan Umur (tahun) > > > > > > > > > > > > > > B. Pendugaan umur siamang sumatera betina 2-14 tahun dengan model matematika Y = X 5 Ukuran Lingkar Dada (cm) Dugaan Umur (tahun) > > > > > > > > > > > > > > 14 15

114 97 C. Pendugaan umur siamang sumatera 1-15 tahun dengan model matematika Y = -5, ,312 X 5 Ukuran Lingkar Dada (cm) Dugaan Umur (tahun) > > > > > > > > > > > > > > 14 15

115 98 Lampiran 20 Parameter morfometrik pada kerangka Hylobates sp. (insert kanan atas. H. syndactylus). PR PR + PH = PL Sumber: Napier, 1967 PH PB LD PF PF + PT = PK PT Sumber: Young (1981)

116 99 Lampiran 21 Parameter morfometrik (a) telapak kaki dan (b) telapak tangan Hylobates sp. LTK PTK PTT LTT (a) (b) Lampiran 22 Parameter morfometrik tengkorak (cranial) Hylobates sp. LbC PCr TCr

117 100 Lampiran 23 Peta lokasi penelitian Kalaweit Program Sumatera dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga Lokasi Kalaweit Program Sumatera Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat Lokasi Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga Provinsi Jawa Barat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH

PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Hylobates syndactylus syndactylus Raffles, 1821) FIFIN NOPIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bio-ekologi Siamang Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA. Bio-ekologi Siamang Sumatera 8 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Siamang Sumatera Sistematika Famili Hylobatidae dikelompokkan dalam tiga marga berdasarkan jumlah kromosomnya, yaitu marga Hylobates yang memiliki 44 kromosom, marga Symphalangus

Lebih terperinci

Fakultas Kehutanan IPB, Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 168 Bogor Indonesia, Telp/Fax ,

Fakultas Kehutanan IPB, Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 168 Bogor Indonesia, Telp/Fax , PENGGUNAAN PARAMETER MORFOMETRIK UNTUK PENDUGAAN UMUR SIAMANG SUMATERA (Symphalagus syndactylus Raffles, 1821) (Application of Morphometric Parameters to Estimate the Age of Siamang Sumatra (Symphalagus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Parameter yang Diukur Pengambilan Data

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Parameter yang Diukur Pengambilan Data 23 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Rehabilitasi Siamang dan Owa Kalaweit Program Sumatera, Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat dan Pusat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi ungko dan siamang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis dan mempunyai hutan hujan tropis yang cukup luas. Hutan hujan tropis mempunyai keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Owa Jawa atau Javan gibbon (Hylobates moloch) merupakan jenis primata endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1999). Dalam daftar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Kokah Menurut jumlah dan jenis makanannya, primata digolongkan pada dua tipe, yaitu frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan daun. Seperti

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI

PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI 1 PERILAKU MAKAN GORILA (Gorilla gorilla gorilla ) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA SAHRONI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN

PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN PENDUGAAN PARAMETER BEBERAPA SEBARAN POISSON CAMPURAN DAN BEBERAPA SEBARAN DISKRET DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITME EM ADE HARIS HIMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Morfologi Umum Primata Secara keseluruhan primata sudah mengalami spesialisasi untuk hidup di pohon. Menurut J.R. Napier dan P.H. Napier (1967), klasifikasi ilmiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP. 21 BAB V HASIL 5.1 Distribusi 5.1.1 Kondisi Habitat Area penelitian merupakan hutan hujan tropis pegunungan bawah dengan ketinggian 900-1200 m dpl. Kawasan ini terdiri dari beberapa tipe habitat hutan

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO

ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO ANALISIS KETAHANAN DAN APLIKASINYA UNTUK PEMODELAN INTERVAL KELAHIRAN ANAK PERTAMA HARNANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi 2.1.1 Taksonomi Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub-famili Genus : Animalia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

STUDI POPULASI DAN POLA PENGGUNAAN RUANG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT ANDOKO HIDAYAT

STUDI POPULASI DAN POLA PENGGUNAAN RUANG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT ANDOKO HIDAYAT STUDI POPULASI DAN POLA PENGGUNAAN RUANG MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT ANDOKO HIDAYAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i ii iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 41 5.1. Ukuran Populasi Rusa Timor V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran populasi rusa timor di TWA dan CA Pananjung Pangandaran tahun 2011 adalah 68 ekor. Angka tersebut merupakan ukuran populasi tertinggi dari

Lebih terperinci

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA

MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA MODIFIKASI METODE RELE UNTUK MODEL PENDUDUK QUASI-STABIL CECEP A.H.F. SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH

MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH MODEL SKEDUL MIGRASI DAN APLIKASINYA DALAM PROYEKSI PENDUDUK MULTIREGIONAL MUSLIMAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN

PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN PENENTUAN PELUANG BERTAHAN DALAM MODEL RISIKO KLASIK DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFORMASI LAPLACE AMIRUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH

PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH PERANAN KELEMBAGAAN DAN TINDAKAN KOMUNIKASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON ETIK SULISTIOWATI NINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK DENGAN LINTASAN MIRING DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH TRACKING ERROR OPTIMAL BAMBANG EDISUSANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir

Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir Standar Nasional Indonesia Bibit sapi potong Bagian 6: Pesisir ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) 2.1.1. Klasifikasi Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut (Napier dan Napier, 1967): Filum

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Macaca fascicularis Raffles merupakan salah satu jenis primata dari famili Cercopithecidae yang dikenal dengan nama monyet atau monyet ekor panjang (long tailed macaque)

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KECAMATAN CIBADAK DAN SAJIRA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN SKRIPSI SAROJI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET

MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET MODEL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK MENGGUNAKAN PARAMETER MORFOMETRI (STUDI KASUS DI DAS CILIWUNG HULU) BEJO SLAMET SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN IKLIM ORGANISASI DENGAN KINERJA PENYULUH KEHUTANAN TERAMPIL (Kasus di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat) HENDRO ASMORO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung Kesatuan Pengelola Hutan Lindung (KPHL) Model Gunung Rajabasa Kabupaten

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH

PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH PERANCANGAN PROTOKOL AKTA NOTARIS DIGITAL INAYATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Perancangan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO

PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA PONCO BUDI SUSILO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Siamang merupakan satwa liar yang termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat dan atau di air dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI

ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI ANALISIS POLA KELAHIRAN MENURUT UMUR STUDI KASUS DI INDONESIA TAHUN 1987 DAN TAHUN 1997 SUMIHAR MEINARTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KONSERVASI Habitat dan Kalawet

KONSERVASI Habitat dan Kalawet 113 KONSERVASI Habitat dan Kalawet Kawasan hutan Kalimantan merupakan habitat bagi dua spesies Hylobates, yaitu kalawet (Hylobates agilis albibarbis), dan Hylobates muelleri. Kedua spesies tersebut adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci