BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES. menghilangkan kualitas citra secara signifikan. Metode kompresi lossy

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES. menghilangkan kualitas citra secara signifikan. Metode kompresi lossy"

Transkripsi

1 BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES 3.1 Set Partitioning In Hierarchical Trees Metode kompresi lossy merupakan salah satu metode pemampatan citra yang menghasilkan rasio pemampatan tinggi. Ukuran file citra menjadi lebih kecil tanpa menghilangkan kualitas citra secara signifikan. Metode kompresi lossy diimplementasikan pada kompresi citra Joint Picture Experts Group (JPEG) dengan menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT) pada proses transformasinya. Metode kompresi lossy juga dapat diterapkan pada Discrete Wavelet Transform (DWT)[4]. Salah satu algoritma kompresi yang menggunakan DWT adalah Set Partitioning In Hierarchical Tress (SPIHT). Algoritma kompresi SPIHT merupakan salah satu algoritma yang mengkodekan koefisien hasil transformasi wavelet secara bertahap. Algoritma kompresi SPIHT bekerja dengan cara mengolah kesamaan turunan antar subband dalam dekomposisi wavelet pada citra. Perbedaan kualitas citra hasil rekonstruksi dengan citra asli tergantung dari jumlah bit yang diterima. Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan terhadap beberapa buah citra masukan dengan karakteristik tertentu, diperoleh kualitas citra hasil kompresi SPIHT yang lebih baik bila dibandingkan dengan kompresi JPEG. Kualitas citra hasil kompresi diamati berdasarkan nilai Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) dan visual citra.

2 Metode SPIHT merupakan metode dari perbaikan dari algoritma pengkodean EZW (Embedded Zero Wavelet) yang dipresentasikan oleh J. Shapiro (Shapiro,1993). SPIHT pertama kali dipresentasikan oleh Said dan Pearlman. SPIHT mengasumsikan bahwa struktur dekomposisi adalah struktur bidang oktaf dan berdasarkan fakta sub-bidang pada level yang berbeda tetapi pada orientasi yang sama, akan memiliki karakteristik yang mirip seperti terlihat pada Gambar 3.1 SPIHT menggunakan hubungan orangtua-anak (parent-children) dalam struktur dekomposisi. Artinya masing-masing piksel gambar pada level di bawahnya dengan skala yang lebih besar. Hubungan orangtua-anak dalam ruang dua-dimensi adalah [5]: Orang tua = (x,y) Anak = [(2x,2y), (2x + 1, 2y), (2x, 2y + 1), (2x + 1,2y + 1)] Gambar 3.1 Ilustrasi hubungan parent-child dari koefisien SPIHT

3 Dengan menggunakan pola hubungan tersebut di atas, SPIHT membuat hipotesis bahwa jika koefisien orang tua berada di bawah nilai ambang tersebut. Jika perkiraan ini benar, maka SPIHT dapat melambangkan koefisien tersebut beserta seluruh anak hanya dengan satu symbol saja yang disebut zerotree. SPIHT terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pensortiran (sorting pass) dan tahap penghalusan (refinement pass). Pada tahap penyortiran SPIHT berusaha untuk mengurutkan koefisien berdasarkan besarnya, kemudian dalam tahap penghalusan kuantisasi koefisien diperhalus. Kedua tahap tersebut didasarkan atas nilai ambang tertentu. Nilai ambang pertama kali ditentukan atas kriteria tertentu, kemudian dilanjutkan dengan nilai ambang yang semakin kecil. Pada Algorima SPIHT koefisien-koefisien diklasifikasikan kedalam tiga set, yaitu: 1. LIP (list of insignificant pixel) merupakan koordinat dari koefisien yang tidak signifikan berdasarkan threshold saat ini. 2. LSP (list of significant pixel) merupakan koordinat dari koefisien yang signifikan berdasarkan threshold saat ini. 3. LIS (list of insignificant sets) merupakan koordinat dari akar dengan subpohon yang tidak signifikan. Selama proses kompresi, set dari koeffisien pada LIS diperbaharui dan jika koefisien menjadi signifikan dipindahkan dari LIP ke LSP. Dengan demikian bitstream dapat diorganisasi secara progressif. Dengan cara yang sama set secara berurutan dievaluasi sesuai LIS, dan saat set yang ditemukan signifikan ia dihilangkan dari daftar dan dipartisi. Subset baru dengan lebih dari satu elemen

4 ditambahkan kembali ke LIS, dengan set koordinat tunggal ditambahkan ke akhir LIP atau LSP, tergantung apakah mereka sigfikan atau tidak. Algoritma pendekodean SPIHT menggunakan metode yang sama pengkodeannya, sehingga citra dapat direkonstruksi. Karena pada proses kompresi terjadi proses pemfilteran, maka citra hasil rekonstruksi akan mengalami distorsi. Distorsi dinyatakan dengan mean square error (MSE). 3.2 Metode Dari Algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees Berikut ini akan dijelaskan metode dari algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees: 1. Set koordinat yang akan digunakan untuk menyajikan metode pengkodean baru. a.o (i,j) : Set seluruh koordinat keturunan (offspring) node (i,j) ; anak saja. b.d (i,j) : Set seluruh koordinat keturunan (descendants) node (i,j) ; anak, cucu, yang paling besar, dan sebagainya. c.h (i,j) : Set seluruh koordinat dari tata ruang pohon ; orang tua. d.l (i,j) : D (i,j) O (i,j) Seluruh keturunan (descendents) kecuali keturunan (offspring) ; cucu, yang paling besar, dan sebagainya. 2. Inisialisasi (3.1) LIP = Seluruh elemen di koordinat H LSP = Kosong LIS = Akar-akar dari D s

5 Keluaran n = [log2(max(i,j){ ci,j }], set LSP dengan isi kosong, dan tambahkan koordinat (i,j) H ke LIP, dan jika turunannya juga ke LIS dengan tipe A. 2. Sorting pass: 2.1. Untuk setiap entri (i,j) pada LIP: Keluarkan Sn(i,j); (3.2) jika Sn(i,j) = 1, pindahkan (i,j) ke LSP dan keluarkan tanda dari ci,j Untuk setiap entry (i,j) pada LIS: Jika entri adalah tipe A: Keluarkan Sn(D(i,j)). Jika Sn(D(i,j)) = 1, maka: a. Untuk setiap (k,l) Є O(i,j): Keluarkan Sn(k,l). Jika Sn(k,l) = 1, tambahkan (k,l) ke LSP dan keluarkan tanda dari ck,l. Jika Sn(k,l) = 0, tambahkan (k,l) ke akhir dari LIP. b. Jika L(I,j) Ø, pindahkan (i,j) ke akhir dari LIS, dan bila entry tipe B, menuju ke langkah 2.2.1, jika tidak hilangkan entry (i,j) dari LIS Jika entri adalah tipe B: Keluarkan Sn(L(i,j)). Jika Sn(L(i,j)) = 1, maka:

6 a) Tambahkan setiap (k,l) Є O(i,j) ke akhir dari LIS jika entri tipe A. b) Hilangkan (i,j) dari LIS. 3. Refinement Pass: untuk setiap entry (i,j) dalam LSP, kecuali yang termasuk pada sorting pass terakhir (pada n yang sama), keluarkan bit msb ke-n dari ci,j. 4. Update langkah kuantisasi: kurangi n dengan 1, lalu kembali ke langkah 2. Adapun diagram alir Metode Set Partitioning In Hierarchical Trees dapat dilihat pada Gambar 3.2 Gambar 3.2 Diagram Alir Metode Set Partitioning In Hierarchical Trees

7 3.3 Kompresi Gambar Dengan Algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees Berikut ini contoh kompresi gambar menggunakan algoritma SPIHT (Set Partitioning In Hierarchical Trees) : 1. Kita misalkan suatu gambar dibagi menjadi beberapa blok seperti pada Gambar 3.2 Gambar 3.3 Kode Dari Suatu Encoder 2. Lakukan proses inisialisasi seperti terlihat pada Gambar 3.3 LIP (0,0) 26 (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 LSP Kosong LIS (0,1)D {13, 10, 6, 4} (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Gambar 3.4 Proses Inisialisasi Yang Pertama Kali Dilakukan

8 Setelah berhasil melakukan proses inisialisasi yang pertama kali dilakukan, didapat hasil setelah sorting pass tahap pertama, maka pada ambang batas dapat dilihat pada Gambar 3.5 LIP (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 LSP Kosong (perbaikan tidak diperlukan) (0,0) 26 LIS (0,1)D {13, 10, 6, 4} (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Sig./+ Insig. 000 Seluruh D set Tidak Signifikan Gambar 3.5 Proses Inisialisasi Setelah Sorting Pass Tahap Pertama Dari Gambar 3.5 di atas dapat dilihat koefisien (0,0) 26 yang sebelumnya terletak di bagan LIP pindah ke bagan LSP setelah sorting pass tahap pertama dilakukan. 3. Setelah proses inisialisasi sorting pass tahap pertama, maka didapatkan proses perbaikan seperti terlihat pada Gambar 3.6

9 LIP (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 LSP (0,0) 26 LIS (0,1)D {13,10, 6, 4} (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Gambar 3.6 Proses Perbaikan Tahap Pertama Dari Gambar 3.6 di atas dapat dilihat koefisien (0,1) D {13, 10, 6, 4} yang ada di bagian LIS merupakan koefisien yang signifikan. 4. Setelah proses perbaikan tahap pertama, lakukan sorting pass tahap kedua, dimana ambang batasnya seperti terlihat pada Gambar 3.7 LIP (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 (1,2) 6 (1,3) 4 LSP (0,0) (0,2) 13 (0,3) 10 LIS (0,1)D {13,10, 6, 4} (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Tidak Signifikan Pixels Yg Signifikan (0,1) D {13,10 {6, 4 } Pixels Yang Tidak Signifikan Gambar 3.7 Proses Tahapan Sorting Pass Yang Kedua

10 Dari Gambar 3.7 dapat dilihat bahwa dari bagian LIS dimana koefisien (0,1) D {13, 10, 6, 4} dibagi menuju dua bagian lainnya yaitu pada bagian LSP yang merupakan pixels yang signifikan yaitu {13, 10 } dan pada bagian LIP yang merupakan pixels yang tidak signifikan yaitu {6, 4 }. 5. Setelah kita melakukan tahap sorting pass yang kedua, lihat hasil dari tahapan sorting pass yang kedua seperti pada Gambar 3.8 LIP (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 (1,2) 6 (1,3) 4 LSP (0,0) (0,2) 13 (0,3) 10 LIS (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Kita Rapatkan Nilai 26 menjadi 1 = (dalam bentuk bit) Gambar 3.8 Hasil Dari Tahapan Sorting Pass Yang Kedua Dari Gambar 3.8 di atas, dapat dilihat pada bagian LSP koefisien (0,0) 26 dirapatkan nilainya menjadi 1 dimana nilainya diubah menjadi bit bit yaitu

11 6. Setelah melihat hasil dari tahapan sorting pass yang kedua, maka langkah selanjutnya adalah melakukan sorting pass tahap ketiga, dimana ambang batasnya seperti terlihat pada Gambar 3.9 LIP LSP LIS (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 (1,2) 6 (1,3) 4 (3,0) 2 (3,1) -2 (2,3) -3 (3,2) -2 (3,3) 0 Signif. (0,0) 26 (0,2) 13 (0,3) 10 (0,1) 6 (1,0) -7 (1,1) 7 (1,2) 6 (1,3) 4 (2,0) 4 (2,1) -4 (1,0)D {4, -4, 2, -2} (1,1)D {4, -3, -2, 0} Kedua set signifikan (2,2) 4 (1,0) D {4, -4, 2, -2} (1,1) D {4-3, -2, 0} Gambar 3.9 Proses Tahapan Sorting Pass Yang Ketiga Dari Gambar 3.9 dapat dilihat bahwa pada bagian LIS, koefisien (1,0) D {4, -4, 2, -2} dan koefisien (1,1) D {4, -3, -2, 0} keduanya merupakan pixel pixel yang signifikan dimana nilai-nilai yang dhasilkan dipecah lagi menuju

12 dua bagian lainnya, yaitu bagian LSP dan LIP. Nilai koefisien (1,0)D {4, -4} dan nilai (1,1)D {4}dipindahkan (disorting) ke bagian LSP. Sedangkan Nilai koefisien (1,0)D {2, -2}dan nilai (1,1)D {-3, -2, 0} dipindahkan (disorting) ke bagian LIP. 7. Setelah melihat tahapan sorting pass yang ketiga, langkah terakhir pada tahapan pensortiran seperti terlihat pada Gambar 3.10 dimana ambang batasnya LIP (3,0) 2 (3,1) -2 (2,3) -3 (3,2) -2 (3,3) 0 LSP (0,0) 26 (0,0) 13 (0,0) 10 (0,0) 6 (0,0) -7 (1,1) 7 (1,2) 6 (1,3) 4 (2,0) 4 (2,1) -4 (2,2) 4 LIS KOSONG Gambar 3.10 Langkah Terakhir Pada Tahapan Sorting Pass Dari Gambar 3.10 di atas dapat dilihat pada bagian LIS nilai koefisiennya sama sekali tidak ada (kosong). Sebelumnya pada tahapan awal bagian LSP lah yang

13 tidak ada nilai koefisiennya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pixel-pixel tadi berpindah tempat dan dipadatkan di bagian LIP. 3.4 Perbandingan Hasil Kompresi Setelah membahas teknik kompresi menggunakan algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees, pada bagian ini Algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees akan dibandingkan dengan Algoritma lain yang telah diteliti sebelumnya. Tujuan membandingkan Algoritma yang satu dengan lainnya ialah agar diketahui kekurangan atau kelebihan, bagus atau tidaknya Algoritma yang digunakan. Adapun Algoritma pembanding yang akan digunakan ialah Algoritma Huffman Code dan Algoritma Discrete Cosine Transform (DCT). a.algoritma Huffman Code Metode Huffman merupakan salah satu teknik kompresi dengan cara melakukan pengkodean dalam bentuk bit untuk mewakili data karakter. Cara kerja atau algoritma metode ini adalah sebagai berikut [6]: a.menghitung banyaknya jenis karakter dan jumlah dari masing-masing karakter yang terdapat dalam sebuah file. b.menyusun setiap jenis karakter dengan urutan jenis karakter yang jumlahnya paling sedikit ke yang jumlahnya paling banyak. c. Membuat pohon biner berdasarkan urutan karakter dari yang jumlahnya terkecil ke yang terbesar, dan memberi kode untuk tiap karakter. d. Mengganti data yang ada dengan kode bit berdasarkan pohon biner. e. Menyimpan jumlah bit untuk kode bit yang terbesar, jenis karakter yang

14 diurutkan dari frekuensi keluarnya terbesar ke terkecil beserta data yang sudah berubah menjadi kode bit sebagai data hasil kompresi. Contoh teknik kompresi dengan menggunakan metode Huffman pada file teks. Misalkan sebuah file teks yang isinya AAAABBBCCCCCD. File ini memiliki ukuran 13 byte atau satu karakter sama dengan 1 byte. Berdasarkan pada cara kerja di atas, dapat dilakukan kompresi sebagai berikut : a. Mencatat karakter yang ada dan jumlah tiap karakter. A = 4, B = 3, C = 12, D = 1 b. Mengurutkan karakter dari yang jumlahnya paling sedikit ke yang paling banyak yaitu : D, B, A, C c. Membuat pohon biner berdasarkan urutan karakter yang memiliki frekuensi terkecil hingga yang paling besar. Gambar 3.11 Pohon Biner Huffman Code d. Mengganti data yang ada dengan kode bit berdasarkan pohon biner yang dibuat.

15 Penggantian karakter menjadi kode biner, dilihat dari node yang paling atas atau disebut node akar : A = 01, B = 001, C = 1, D = 000. Selanjutnya berdasarkan pada kode biner masing-masing karakter ini, semua karakter dalam file dapat diganti menjadi : Karena angka 0 dan angka 1 mewakili 1 bit, sehingga data bit di atas terdiri dari 32 bit atau 4 byte (1 byte = 8 bit) e. Menyimpan kode bit dari karakter yang frekuensinya terbesar, jenis karakter yang terdapat di dalam file dan data file teks yang sudah dikodekan. Cara menyimpan data jenis karakter adalah dengan mengurutkan data jenis karakter dari yang frekuensinya paling banyak sampai ke yang paling sedikit, menjadi : [C,A,B,D] File teks di atas, setelah mengalami kompresi, memiliki ukuran sebesar = 9 byte. Jumlah ini terdiri dari 1 byte kode karakter yang memiliki frekuensi terendah, 4 jenis karakter = 4 byte dan 4 byte data kode semua karakter. Contoh Studi Kasus Metode Pemampatan Huffman Metode pemampatan Huffman menggunakan prinsip bahwa nilai (atau derajat) keabuan yang sering muncul di dalam citra akan dikodekan dengan jumlah bit yang lebih sedikit sedangkan nilai keabuan yang frekuensi kemunculannya sedikit dikodekan dengan jumlah bit yang lebih panjang, seperti terlihat pada tabel 3.1 : Skala Keabuan Rentang Nilai Keabuan Pixel Depth

16 2 1 ( 2 nilai ) 0, 1 1 bit 2 3 ( 8 nilai ) 0 sampai 7 3 bit 2 8 ( 256 nilai) 0 sampai bit Tabel 3.1 Skala Keabuan Contoh soal : Terdapat citra digital berukuran 64 x 64 dengan 8 derajat keabuan (k) dan jumlah seluruh pixel (n) = 64 x 64 = 4096, seperti terlihat pada Tabel 3.2 dibawah ini. K n k P(k) = n k /n Tabel 3.2 Perhitungan Sebuah Citra Digital Adapun Pohon Huffman dapat dilihat pada gambar 3.12 dibawah ini : 1. 7 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0.03

17 : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : 0.03

18 : : : : : : : : : : : : : : : 0.03 Pada pohon Huffman, Gambar 3.12 Pohon Huffman a. Setiap simpul di dalam pohon berisi pasangan nilai a, b yang di dalam hal ini a menyatakan nilai keabuan dan b menyatakan peluang kemunculan nilai keabuan tersebut di dalam citra. b. Gabung dua buah pohon yang memiliki frekuensi kemunculan paling kecil pada sebuah akar. Akar mempunyai frekuensi yang merupakan jumlah dari frekuensi dua buah pohon penyusunnya. c. Ulangi sampai tersisa hanya satu pohon saja. d. Beri label setiap sisi pada pohon biner. Sisi kiri dilabeli dengan 0 dan sisi kanan dilabeli dengan 1. Sehingga dari pohon Huffman tersebut kita memperoleh kode untuk setiap derajat keabuan sebagai berikut : Ukuran citra sebelum dimampatkan ( 1 derajat keabuan = 3 bit) adalah bit = bit Adapun hasil pemampatan sebuah citra digital dapat dilihat pada Tabel 3.3.

19 Hasil K Code bit n k Pemampatan bit bit bit bit bit bit bit bit Ukuran citra setelah dimampatkan bit Tabel 3.3 Hasil Pemampatan Sebuah Citra Digital Dari hasil pemampatan, kita bisa mencari prosentase pemampatan : Nisbah pemampatan = (100 % % ) = 10 % Artinya 10 % citra semula telah dimampatkan.

20 Gambar 3.13 Citra Sebelum Dikompres Gambar 3.14 Citra Setelah Dikompres Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan gambar yang sama, dapat dihitung rasio kompresi dengan menggunakan persamaan (2.8) Rasio = 100% - (Hasil Kompresi/Citra Asli x 100%) Maka dapat dihitung

21 Ukuran citra sebelum dikompres = 69,5 kb Ukuran citra setelah dikompres = 62,9 kb Rasio Pemampatan = 100% - (62,9 kb/69,5 kb x 100%) = 100% - 90% = 10% Artinya, 10% dari data semula telah dimampatkan. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi data pada gambar berukuran 69,5 kb adalah 64 detik. b. Algoritma Discrete Cosine Transform (DCT) Discrete Cosine Transform adalah sebuah teknik untuk mengubah sebuah sinyal kedalam komponen frekuensi dasar. Discrete Cosine Transform merepresentasikan sebuah citra dari penjumlahan sinusoida dari magnitude dan frekuensi yang berubah-ubah. Sifat dari DCT adalah mengubah informasi citra yang signifkan dikonsentrasikan hanya pada beberapa koefisien DCT[7]. Discrete Cosine Transform berhubungan erat dengan Discrete Fourier Transform (FFT) dan, sehingga menjadikan data direpresentasikan dalam komponen frekuensinya. Demikian pula, dalam aplikasi pemrosesan gambar, DCT dua dimensi (2D) memetakan sebuah gambar atau sebuah segmen gambar kedalam komponen frekuensi 2D (dua dimensi nya). Discrete Cosine Transform adalah sebuah skema lossy compression dimana N x N blok di transformasikan dari domain spasial ke domain DCT. DCT menyusun sinyal tersebut ke frekuensi spasial yang disebut dengan koefisien DCT. Frekuensi

22 koefisien DCT yang lebih rendah muncul pada kiri atas dari sebuah matriks DCT, dan frekuensi koefisien DCT yang lebih tinggi berada pada kanan bawah dari matriks DCT. Sistem penglihatan manusia tidak begitu sensitive dengan error-error yang ada pada frekuensi tinggi dibanding dengan yang ada pada frekuensi rendah. Karena itu, maka frekuensi yang lebih tinggi tersebut dapat dikuantisasi. Kelebihan kompresi data menggunakan Discrete Cosine Transform adalah : 1. DCT menghitung kuantitas bit-bit data gambar dimana pesan tersebut disembunyikan didalamnya. Walaupun gambar yang dikompresi dengan lossy compression akan menimbulkan kecurigaan karena perubahan gambar terlihat jelas, pada metode ini hal ini tidak akan terjadi karena metode ini terjadi di domain frekuensi di dalam image, bukan pada domain spasial, sehingga tidak akan ada perubahan yang terlihat pada cover gambar. 2. Kokoh terhadap manipulasi pada stego-object. Kekurangan kompresi data menggunakan Discrete Cosine Transform adalah: 1. Tidak tahan terhadap perubahan suatu objek dikarenakan pesan mudah dihapus karena lokasi penyisipan data dan pembuatan data dengan metode DCT diketahui. 2. Implementasi algoritma yang panjang dan membutuhkan banyak perhitungan. Discrete Cosine Transform Satu Dimensi (1-D DCT) Discrete Cosine Transform dari sederet n bilangan real C(x), x = 0,...,n-1, dirumuskan sebagai berikut[2]. C(u) = (3.3) Untuk u = 0, 1, 2,., N-1

23 Dengan cara yang sama, DCT balik dapat didefinisikan sebagai berikut. F (x) = Untuk u = 0, 1, 2,., N-1 (3.4) Dengan α(u) dinyatakan sebagai berikut. α (u) = untuk u = 0 1 untuk u 0 (3.5) Bilangan yang dihasilkan melalui transformasi DCT tidak mengandung unsur imajiner. DCT dari contoh citra 1 dimensi f (x) = (3, 4, 4, 5) adalah sebagai berikut[2]: C(0) = = (f (0) + f (1) + f (2) + f (3)) = ( ) = 8 C(1) = = (3(0.92) + 4(0.38) + 4 (-0.38) + 5(-0.92)) = (-1.84) = C(2) =

24 = (3(0.71) + 4(-0.71) + 4 (-0.71) + 5(0.71)) = 0 C(3) = = (3(0.38) + 4(-0.92) + 4 (0.92) + 5(-0.38)) = Jadi citra f (x) = (3, 4, 4, 5) setelah mengalami transformasi kosinus 1 D menjadi C(u) = (8, 0.76, 0, -0.76). Fungsi basis (kernel) transformasi kosinus diskrit 1 D adalah : g (x, u) = (3.6) Untuk u = 0, 1, 2,, N-1, dan x = 0, 1, 2,, N-1, Nilai kernel dari DCT juga berada dalam interval -1 sampai 1. Setiap element dari hasil transformasi C(u) merupakan hasil dot product atau inner product dari masukan f(x) dan basis vektor. Faktor konstanta dipilih sedemikian rupa sehingga basis vektornya orthogonal dan ternormalisasi. DCT juga dapat diperoleh dari produk vektor (masukan) dan n x n matriks orthogonal yang setiap barisnya merupakan basis vektor. Delapan basis vektor untuk n = 8 dapat dilihat pada gambar. Setiap basis vektor berkorespondensi dengan kurva sinusoid frekuensi tertentu.

25 Gambar 3.15 Grafik Fungsi Basis 1-D DCT Discrete Cosine Transform 2 Dimensi (2D-DCT) DCT dimensi satu berguna untuk mengolah sinyal-sinyal dimensi satu seperti bentuk gelombang suara. Sedangkan untuk citra yang merupakan sinyal dua dimensi, diperlukan versi dua dimensi dari DCT. Untuk sebuah matriks n x m, 2-D DCT dapat dihitung dengan cara 1-D DCT diterapkan pada setiap baris dari C dan kemudian hasilnya dihitung DCT untuk setiap kolomnya. C(u, v) = Rumus transformasi 2-D DCT untuk C adalah sebagai berikut : dengan u = 0, 1, 2,, N-1, dan v = 0, 1, 2,, M-1, sedangkan (3.7)

26 α (k) = untuk k = 0 1 untuk k 0 (3.8) Rumus 2-D DCT diatas sering juga disebut sebagai forward discrete cosine transform (FDCT). 2-D DCT dapat dihitung dengan menerapkan transformasi 1-D secara terpisah pada baris dan kolomnya, sehingga dapat dikatakan bahwa 2-D DCT separable dalam dua dimensi. Seperti pada kasus satu-dimensi, setiap elemen C(u,v) dari transformasi merupakan inner product dari masukan dan basis fungsinya, dalam kasus ini, basis fungsinya adalah matriks n x m. Setiap dua-dimensi basis matriks merupakan outer product dari dua basis vektor satu-dimensinya. Setiap basis matriks dikarakterisasikan oleh frekuensi spasial horizontal dan vertikal. Frekuensi horizontal meningkat dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah secara vertikal. Dalam konteks citra, hal ini menunjukkan tingkat signifikansi secara perseptual, artinya basis fungsi dengan frekuensi rendah memiliki sumbangan yang lebih besar bagi perubahan penampakan citra dibandingkan basis fungsi yang memiliki frekuensi tinggi. Nilai konstanta basis fungsi yang terletak di bagian kiri atas sering disebut sebagai basis fungsi DC, dan DCT koefisien yang bersesuaian dengannya disebut sebagai koefisien DC (DC coefficient)[1].

27 Gambar 3.16 Grafik Fungsi Basic 2-D DCT Invers discrete cosine transform dimensi dua (2-D IDCT) dapat diperoleh dengan rumus berikut ini : f (x, y) = dengan x = 0, 1, 2,, N-1, dan y = 0, 1, 2,, M-1 (3.9) Fungsi basis DCT 2 dimensi adalah : C (x, y, u, v) = Dengan nilai u dan x = 0, 1, 2,, N-1, sedangkan v dan y = 0, 1, 2,, M-1 (3.10) Kompresi Gambar DCT bekerja dengan memisahkan gambar ke bagian frekuensi yang berbeda. Selama langkah kuantisasi disebut, di mana bagian dari kompresi sebenarnya terjadi, frekuensi yang kurang penting dibuang. Kemudian, hanya frekuensi yang paling

28 penting yang tetap digunakan mengambil gambar dalam proses dekompresi. Akibatnya, gambar direkonstruksi mengandung beberapa distorsi. Gambar 3.17 Komponen dari Sistem Transmisi Data Gambar atau Video Berikut adalah algoritma discrete cosine transform: 1. Gambar dibagi menjadi beberapa blok, dan masing-masing blok memiliki 8 pixel x 8 pixel Original =

29 2. Data Matriks original dikurangi dengan 128 karena algoritma DCT bekerja pada rentang -128 sampai 127 sesuai dengan ketentuan pengolahan citra digital pada citra berwarna Original = M =

30 x00 x01 x02 x03 x04 x05 x06 x07 x10 x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x20 x21 x22 x23 x24 x25 x26 x27 M = x30 x31 x32 x33 x34 x35 x36 x37 x40 x41 x42 x43 x44 x45 x46 x47 x50 x51 x52 x53 x54 x55 x56 x57 x60 x61 x62 x63 x64 x65 x66 x67 x70 x71 x72 x73 x74 x75 x76 x77 3. Buat dan cari nilai untuk matriks Discrete Cosine Transform untuk matriks T dan buat matriks transpose nya untuk matriks T t if i = 0 T (i, j) = if i 0 (3.11) Maka dengan menggunakan rumusan matriks diatas dapat dihitung nilai matriks T mulai dari T (0,0) sampai T (7,7) T (0,0) = = =

31 T (0,1) = = = T (0,2) = = = T (0.3) = = = T (0.4) = = = T (0.5) = = = T (0.6) = = = T (0.7) = = = T (1,0) = = = T (1.1) = = = T (1.2) = = = T (1.3) = = = T (1.4) = = = T (1.5) = = = T (1.6) = = = T (1.7) = = = T (2.0) = = = T (2.1) = = = T (2.2) = = =

32 T (2.3) = = = T (2.4) = = = T (2.5) = = = T (2.6) = = = T (2.7) = = = T (3.0) = = = T (3.1) = = = T (3.2) = = = T (3.3) = = = T (3.4) = = = T (3.5) = = = T (3.6) = = = T (3.7) = = = T (4.0) = = = T (4.1) = = = T (4.2) = = = T (4.3) = = = T (4.4) = = =

33 T (4.5) = = = T (4.6) = = = T (4.7) = = = T (5.0) = = = T (5.1) = = = T (5.2) = = = T (5.3) = = = T (5.4) = = = T (5.5) = = = T (5.6) = = = T (5.7) = = = T (6.0) = = = T (6.1) = = = T (6.2) = = = T (6.3) = = = T (6.4) = = = T (6.5) = = = T (6.6) = = =

34 T (6.7) = = = T (7.0) = = = T (7.1) = = = T (7.2) = = = T (7.3) = = = T (7.4) = = = T (7.5) = = = T (7.6) = = = T (7.7) = = = Maka dari perhitungan diatas didapatkan nilai untuk matriks T dan matriks transpose T adalah sebagai berikut T =

35 T t = Dengan menggunakan persamaan Discrete Cosine Transform, cari matriks D dimana matriks D akan digunakan untuk kuantisasi lanjutan. D = T. Z Dimana Z = M. T t (3.12) x00 x01 x02 x03 x04 x05 x06 x07 x10 x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x20 x21 x22 x23 x24 x25 x26 x27 M = x30 x31 x32 x33 x34 x35 x36 x37 x40 x41 x42 x43 x44 x45 x46 x47 x50 x51 x52 x53 x54 x55 x56 x57 x60 x61 x62 x63 x64 x65 x66 x67 x70 x71 x72 x73 x74 x75 x76 x77

36 Z(k.0) = (xk0 + xk1 + xk2 + xk3 + xk4 + xk5 + xk6 + xk7) Z(k.1) = (xk0-xk7) (xk1+xk6) (xk2-xk5) (xk3-xk4) Z(k.2) = (xk0+xk7) (xk1+xk6) (xk2+xk5) (xk3+xk4) Z(k.3) = (xk0-xk7) (xk1-xk6) (xk2-xk5) (xk3- xk4) Z(k.4) = (xk0+xk7) (xk1+xk6) (xk2+xk5) (xk3+xk4) Z(k.5) = (xk0-xk7) (xk1-xk6) (xk2-xk5) (xk3- xk4) Z(k.6) = (xk0+xk7) (xk1+xk6) (xk2+xk5) (xk3+xk4) Z(k.7) = (xk0-xk7) (xk1-xk6) (xk2-xk5) (xk3- xk4) Dimana k = 0, 1, 2,., 7 (3.13)

37 Z = z0,0 z0,1 z0,2 z0,3 z0,4 z0,5 z0,6 z0,7 z1,0 z1,1 z1,2 z1,3 z1,4 z1,5 z1,6 z1,7 z2,0 z2,1 z2,2 z2,3 z2,4 z2,5 z2,6 z2,7 Z = z3,0 z3,1 z3,2 z3,3 z3,4 z3,5 z3,6 z3,7 z4,0 z4,1 z4,2 z4,3 z4,4 z4,5 z4,6 z4,7 z5,0 z5,1 z5,2 z5,3 z5,4 z5,5 z5,6 z5,7 z6,0 z6,1 z6,2 z6,3 z6,4 z6,5 z6,6 z6,7 z7,0 z7,1 z7,2 z7,3 z7,4 z7,5 z7,6 z7,7

38 D = T Z D (0.k) = (z0k + z1k + z2k + z3k + z4k = z5k + z6k + z7k) D (1.k) = (z0k-z7k) (z1k-z6k) (z2k-z5k) (z3k-z4k) D (2.k) = (z0k+z7k) (z1k+z6k) (z2k-z5k) (z3k-z4k) D (3.k) = (z0k-z7k) (z1k-z6k) (z2k-z5k) (z3k-z4k) D (4.k) = (z0k+z7k) (z1k+z6k) (z2k+z5k) (z3k+z4k) D (5.k) = (z0k-z7k) (z1k-z6k) (z2k-z5k) (z3k-z4k) D (6.k) = (z0k+z7k) (z1k+z6k) (z2k+z5k) (z3k+z4k) D (7.k) = (z0k-z7k) (z1k-z6k) (z2k-z5k) (z3k-z4k) (3.14) 1. Matriks D sekarang berisi dengan koefisien DCT, dimana data yang terletak pada kiri atas merupakan korelasi dari frekuensi - frekuensi rendah dari data original. Sedangkan yang terletak pada kanan bawah merupakan korelasi dari frekuensi frekuensi tinggi dari data original. Setelah itu lakukan proses kuantisasi dengan Quality level 50.

39 D = Q 50 = Persamaan matriks kuantisasi adalah sebagai berikut, dimana round berarti mendekatkan nilai hasil pembagian ke pembulatan bilangan integer terdekat C ij = round (3.15)

40 C = Susun bilangan menggunakan fungsi zig zag scanning dimana ini merupakan langkah terakhir pada proses kompresi. Gambar 3.18 Metode Zig Zag Scanning Matriks C yang terkuantisasi sekarang akan dikonversi oleh encoder ke data biner ( ) Koefisien DCT terkuantisasi mengatur sehingga bit yang paring kiri berisikan nilai-nilai yang tidak 0, dan yang paling kanan bersikan bit yang

41 bernilai 0. Setelah nanti terurut, maka proses kompresi dapat dilakukan (termasuk dengan algoritma Huffman) 3. Proses dekompresi dimana ini merupakan proses untuk menrekonstruksikan data hasil kompresi menjadi data yang dapat dikenali. Persamaan matriks R adalah sebagai berikut: (3.16) R i, j = Q i, j x C i, j R = Untuk proses dekompresi,merupakan pembalikan dari proses kompresi dimana persamaan untuk proses dekompresi adalah sebbagai berikut N = round (T RT) (3.14)

42 N =

43 Gambar 3.19 Citra Sebelum Dikompres Gambar 3.20 Citra Setelah Dikompres Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan gambar yang sama, dapat dihitung rasio kompresi dengan menggunakan persamaan (2.8) Rasio = 100% - (Hasil Kompresi/Citra Asli x 100%) Maka dapat dihitung

44 Ukuran citra sebelum dikompres = 69,5 kb Ukuran citra setelah dikompres = 25 kb Rasio Pemampatan = 100% - (25 kb/69,5 kb x 100%) = 100% - 36% = 64% Artinya, 64% dari data semula telah dimampatkan. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi data pada gambar berukuran 69,5 kb adalah 114 detik. Untuk melihat hasil perbandingan dari ketiga teknik kompresi diatas, dapat kita lihat pada Tabel 3.4 dibawah ini : Teknik Ukuran Citra Ukuran Citra Waktu Rasio Kompresi Sebelum Setelah Kompresi Yang Persentase Dikompres Dikompres Dibutuhkan Kompresi Huffman Code 69,5 kb 62,9 kb 64 Detik 10% Set Partitioning In Hierarchical 69,5 kb 31 kb 104 Detik 55,4% Trees (SPIHT) Discrete Cosine Transform 69,5 kb 25 kb 114 Detik 64% (DCT) Tabel 3.4 Hasil Perbandingan Dari Ketiga Teknik Kompresi

45 Dari Tabel 3.4 diatas dapat disimpulkan Teknik Kompresi dengan Rasio Persentase terendah menggunakan Teknik Kompresi Huffman Code dengan rasio persentase 10% dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi 64 detik. Pada Teknik Kompresi menggunakan Set Partitioning In Hierarchical Trees (SPIHT), rasio persentase 55,4% dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi 104 detik. Dan pada Teknik Kompresi menggunakan Discrete Cosine Transform (DCT) Rasio persentase 64% tetapi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi merupakan waktu yang terlama yakni 114 detik.

46 BAB IV IMPLEMENTASI DAN APLIKASI TEKNIK KOMPRESI SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES PADA PERANGKAT BERGERAK 4.1 Pendahuluan Pada saat ini,sangat banyak dibangun aplikasi-aplikasi atau software untuk perangkat lunak seperti komputer, laptop, dan terutama handphone. Dibuatnya software-software ini bertujuan untuk memudahkan para pengguna untuk membantu dalam berbagai kegiatan. Apalagi saat ini setiap orang sangat butuh aplikasi-aplikasi dalam pengiriman dan penerimaan data agar lebih menghemat bandwidth, menghemat memory, dan terutama menghemat waktu. Pada bab ini dibahas bagaimana penggunaan aplikasi teknik kompresi dengan algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees dengan bahasa Java sebagai tools dan untuk menunjukkan bagaimana cara mengkompress file dan mengupload file. Pada aplikasinya,teknik kompresi ini diimplementasikan pada perangkat mobile berbasis atau berplatform Android. 4.2 Android Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis Linux. Android juga menyediakan platform terbuka bagi para pengembang guna menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak. Android merupakan sebuah sistem operasi untuk telepon seluler seperti

47 halnya Symbian pada Nokia, Palm dan Windows Mobile yang sebelumnya sudah terlebih dahulu kita kenal selama ini. Android merupakan kumpulan perangkat lunak yang ditujukan bagi perangkat bergerak mencakup middleware, sistem operasi, dan aplikasi kunci. Android Standart Development Kid (SDK) menyediakan perlengkapan dan application. Android Programming Interface (API) yang diperlukan untuk mengembangkan aplikasi pada platform Android menggunakan bahasa pemrograman Java. Android dikembangkan oleh Google bersama Open Handset Allience (OHA) yaitu aliansi perangkat selular terbuka yang terdiri dari 47 perusahaan Hardware, Software dan perusahaan telekomunikasi ditujukan untuk mengembangkan standar terbuka bagi perangkat selular [8]. 4.3 Anatomi Android Dalam paket sistem operasi Android tediri dari beberapa unsur seperti tampak pada gambar. Secara sederhana arsitektur Android merupakan sebuah kernel Linux dan sekumpulan pustaka C / C++ dalam suatu framework yang menyediakan dan mengatur alur proses aplikasi.

48 Gambar 4.1 Anatomi Android 4.4 Spesifikasi Perangkat Lunak Dalam menerapkan rancangan yang telah dibuat, dibutuhkan beberapa software untuk membuat program yaitu [9]: 1. Bahasa Pemrograman Java Dalam hal ini digunakan Java Development Kid (JDK) 1.6 dan Java Runtime Environment (JRE). 2. Sistem Operasi Untuk penggunaan sistem operasi dapat digunakan Windows XP (32-bit) atau Vista (32 atau 64 bit), Mac OS X atau diatasnya, dan Linux.

49 3. Integrated Development Environment (IDE) Eclipse 3.4 atau 3.5 Untuk memudahkan dalam pengembangan aplikasi, maka digunakan IDE karena memiliki beberapa fasilitas yang diperlukan dalam pembangunan perangkat lunak. Adapun dalam pengembangan ini digunakan Eclipse v 3.4 atau 3.5 dikarenakan telah mendukung Android Development Tools. 4. Android Software Development Kit (Android SDK) Android SDK menyediakan development environment dengan semua komponen yang diperlukan. Antara lain tools pengembangan, libraries, dokumentasi, dan contoh aplikasi serta disertakan pula emulator untuk mensimulasikan aplikasi berjalan pada perangkat. 5. Android Development Tools (ADT) Android membuat kostum plugin untuk IDE Eclipse, sehingga dengan adanya ADT ini memberikan kemudahan dalam pengembangan aplikasi, membuat tampilan antarmuka aplikasi, menambahkan komponen yang diperlukan, mendebug aplikasi dengan menggunakan perangkat SDK Android, dan bahkan membungkus aplikasi yang telah dikembangkan untuk di distribusikan. Adapun ADT yang digunakan adalah ADT

50 4.5 Use Case Diagram SISTEM Melakukan Kompresi Data Melakukan Dekompresi Data Menggunakan Fitur Download USER Menggunakan Fitur Uploadload Melihat Matriks Data Hasil Melakukan Pengambilan Data Input (Download) Dan Data Output (Upload) Gambar 4.2 Diagram Use Case INTERNET (PHP SCRIPT DAN SERVER)

51 Gambar 4.2 merupakan Diagram Use case yaitu merupakan gambaran skenario dari interaksi antara user dengan sistem. Sebuah diagram use case menggambarkan hubungan antara aktor dan kegiatan yang dapat dilakukannya terhadap aplikasi. Di dalam diagram terdapat sebuah extend yang digunakan untuk menunjukkan bahwa satu use case merupakan tambahan fungsional dari use case lain jika kondisi tertentu terpenuhi [10]. 4.6 Diagram Alir Diagram Alir atau flowchart merupakan serangkaian bagian-bagian yang menggambarkan alir program. Pada diagram alir ini digambarkan urutan prosedur dalam metode dan aplikasi. Start Piih Pixel Yang Hendak Dipartisi Algoritma SPIHT Koefisien SPIHT End Gambar 4.3 Diagram Alir Koefisien SPIHT

52 4.7 Diagram Kelas Sistem Activity Preference Activity Rsosurce Image Manager Shutdown Service Perihal SPIHT for Compress SPIHT Transform Set Partitioning In Hierarchical Trees Compress Uploader Download File Gambar 4.4 Diagram Kelas Sistem Diagram kelas merupakan suatu diagram struktural yang menggambarkan interaksi sekumpulan kelas interface, kolaborasi, dan relasinya.

53 4.8 Pembuatan Program Kompresi Gambar Dengan Algoritma Set Partitional In Hierarchical Trees Berikut ini akan dijelaskan bagaimana pembuatan program atau aplikasi kompresi gambar denagn algoritma Set Partitioning In Hierarchical Trees.Secara sederhana, diagram alir dalam menggunakan program ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 Start Input Data Gambar Kompress Dengan Algoritma SPIHT Hasil Gambar Setelah Dikompress End Gambar 4.5 Diagram Alir Proses Penggunaan Program

54 4.8.1 Pembuatan Tampilan Antar Muka (Interface) Perancangan interface adalah bagian yang penting dalam aplikasi, karena yang pertama kali dilihat ketika aplikasi dijalankan adalah tampilan antar muka (interface) aplikasi. Pembuatan tampilan antarmuka pada sistem Android di implementasikan dalam bentuk XML. Setiap elemen dalam tampilan antarmuka perlu ditambahkan atribut pengenal, sehingga elemen tersebut akan di generate dalam kelas Resource dan memudahkan untuk digunakan pada kelas yang memerlukan. Kode programnya terdapat pada Lampiran 1. Adapun diagram alir proses pembuatan Interface dapat dilihat pada Gambar 4.6 Start Rancang Tampilannya Buat Pada Sistem Android Dalam Bentuk XML Hasil Interface End Gambar 4.6 Diagram Alir Proses Pembuatan Interface

55 4.8.2 Pembuatan Kelas Utama SPIHT for Compress Kelas SPIHT for Compress merupakan kelas utama yang berfungsi untuk menampilkan menu dan urutan urutan activity pada aplikasi dan melakukan pemanggilan terhadap kelas yang dipilih dan kemudian di eksekusi sehingga proses berjalan. Kode programnya terdapat pada Lampiran 2. Adapun diagram alir proses pembuatan kelas utama SPIHT for Compress dapat dilihat pada Gambar 4.7 Start Jalankan Kelas Utama SPIHT for Compress Panggil Kelas Yang Telah Dipilih Eksekusi Kelas End Gambar 4.7 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Utama SPIHT for Compress

56 4.8.3 Pembuatan Kelas Compress Kelas Compress merupakan kelas yang berfungsi untuk memproses perhitungan dari metode metode pada algoritma set partitioning in hierarchical trees serta melakukan penulisan file. Kode programnya terdapat pada Lampiran 3. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Compress dapat dilihat pada Gambar 4.8 Start Jalankan Program Compress Proses Perhitungan Dengan Algoritma SPIHT Hasil Perhitungan End Gambar 4.8 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Compress.

57 4.8.4 Pembuatan Kelas Decompress Kelas ini bertujuan untuk melakukan dekompresi pada data yang telah dikompresi. Kode programnya terdapat pada Lampiran 4. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Decompress dapat dilihat pada Gambar 4.9 Start Jalankan Program Decompress Ambil Data Yang Hendak Dikompres Simpan Pada Folder Hasil Decompress End Gambar 4.9 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Decompress

58 4.8.5 Pembuatan Kelas Download File Kelas Download File bertujuan untuk melakukan proses download pada data yang kita perlukan baik itu ingin di kompresi maupun ingin dikompresi. Kode programnya terdapat pada Lampiran 5. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Download File dapat dilihat pada Gambar 4.10 Start Jalankan Program Download File Ambil Data Yang Hendak Didownload Simpan Pada Folder Hasil Download File End Gambar 4.10 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Download File

59 4.8.6 Pembuatan Kelas Upload Kelas Upload dibuat apabila ingin melakukan proses upload data yang belum atau sudah di kompres sehingga memudahkan untuk melakukan pengiriman file data. Pada kelas ini diperlukan pembuatan php script untuk membuat sebuah receiver pada local server agar local server dapat menerima data yang di upload oleh perangkat bergerak berbasis android. Kode programnya terdapat pada Lampiran 6. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Upload dapat dilihat pada Gambar 4.11 Start Jalankan Program Upload Ambil Data Yang Sudah Diproses Untuk Diupload Kirim File Ke Local Server End Gambar 4.11 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Upload

60 4.8.7 Pembuatan Kelas Uploader Kelas uploader dibuat untuk membuat koneksi http pada server dan memastikan susunan data ketika data di upload. Kode programnya terdapat pada Lampiran 7. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Uploader dapat dilihat pada Gambar 4.12 Start Jalankan Program Uploader Buat Koneksi http Pada Server Pastikan Susunan Data Kembali Untuk diupload End Gambar 4.12 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Uploader

61 4.8.8 Pembuatan Kelas Set Partitioning In Hierarchical Trees Kelas Set Partitioning In Hieararchical Trees merupakan kelas yang berisi informasi-informasi matriks yang sudah ditetapkan untuk memudahkan dilakukannya langkah langkah kompresi. Proses yang terjadi di kelas ini merupakan proses kompresi utama dimana matriks-matriks ini di komputasi pada kelas ini bila dipanggil oleh resources yang lain. Kode programnya terdapat pada Lampiran 8. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Set Partitioning In Hieararchical Trees dapat dilihat pada Gambar 4.13 Start Jalankan Program SPIHT Data Diproses Dengan Matriks Komputasi Hasil Proses Matriks Komputasi End Gambar 4.13 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Set Partitioning In Hieararchical Trees

62 4.8.9 Pembuatan Manifest Aplikasi Manifest pada android berguna untuk member izin kepada aplikasi untuk mengambil data baik pada internet ataupun local server. Selain itu manifest disini berisi parameter-parameter tertentu dimana identitas sebuah kelas ada dan dapat berhubungan dengan kelas yang lain. Kode programnya terdapat pada Lampiran 9. Adapun Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Manifest Aplikasi dapat dilihat pada Gambar 4.14 Start Jalankan Program Manifest Input Data Yang Ingin Diberi Izin Untuk Mengambil Data Pada Internet Hasil Data Yang Telah Diizinkan Beserta Parameter Identitas Sebuah Kelas End Gambar 4.14 Diagram Alir Proses Pembuatan Kelas Manifest Aplikasi

63 4.9 Pengujian Pengujian pada aplikasi ini dilakukan dengan menguji atribut dan metode yang ada pada kelas- kelas yang dibangun sesuai dengan proses pembuatan dan pengembangan pada aplikasi ini. Pengukuran hasil kompresi dengan teknik set partitioning in hierarchical trees dilakukan dengan menggunakan pendekatan subjektif maupun objektif. Berikut adalah hasil dari implementasi sistem yang telah dibuat: Gambar 4.15 Proses Pemunculan dan Eksekusi Aplikasi yang Berhasil Pada gambar 4.15 terlihat bahwa activity telah berhasil di launch dan kemudian dilakukan proses peng-installan aplikasi dimana ditandai dengan Installing SPIHTforCompress.apk dan kemudian aplikasi akan berjalan dengan melakukan launch emulator android 2.2. Pada gambar 4.16 Terlihat proses loading dari emulator tersebut.

64 Gambar 4.16 Proses Loading Emulator Android Versi 2.2 Emulator android 2.2 berhasil ditampilkan dan kemudian emulator inilah yang menjadi device tempat instalasi program aplikasi SPIHTforCompress. Gambar 4.17 Halaman Utama Emulator Android 2.2

65 android. Pada Gambar 4.17 merupakan tampilan dari halaman utama emulator Gambar 4.18 Memulai Aplikasi Dengan Mengklik Widget Aplikasi SPIHTforCompress Untuk memulai aplikasi, klik widget SPIHTforCompress seperti terlihat pada gambar 4.18, kemudian tunggu dan kemudian akan muncul tampilan seperti gambar Gambar 4.19 Tampilan Menu dan Klik Compress

66 Gambar 4.20 Proses Kompresi Yang Terjadi Pada Perangkat Lunak Dapat Dilihat Pada Debug Pada gambar 4.20 dapat dilihat bahwa terjadi suatu proses komputasi dengan suatu metode yang telah disebutkan pada pembuatan kelas. Pada gambar 4.20 proses pembacaan matriks dan pengkodean matriks sedang berjalan dan hasil matriksnya akan ditampilkan pada gambar 4.20

67 Gambar 4.21 Matriks Transform Hasil Kompresi Yang Ditampilkan Pada Gambar 4.21 dapat kita lihat matriks transform hasil kompresi, yang ditampilkan pada emulator. Gambar 4.22 File Hasil Kompresi Yang Terletak Pada sdcard Device Dan Ukuran Datanya

68 Dari gambar 4.22 dapat dilihat bahwa file hasil kompresi telah tersimpan pada directory /sdcard/ pada device. Selain itu terlihat bahwa ukuran data menjadi mengecil dari sebelumnya yaitu dari 69,5 KB menjadi 31 KB Gambar 4.23 Proses Upload Data Hasil Kompresi Gambar 4.23 menunjukkan proses untuk melakukan upload pada data yang telah dikecilkan. Sesuai tujuan kompresi, yaitu untuk mengecilkan data sebelum dikirimkan ke server atau ke host yang telah di tentukan sebelumnya pada proses coding.

69 Gambar 4.24 Directory Local Server Pada Perangkat Yang Diuji Coba Dengan Menggunakan Wamp Server Pada Localhost Dengan menggunakan software wamp5, server pada localhost dibuat dan menjadi tujuan upload dari device android tersebut. Membuka directory www dari wamp dibuka dari browser dengan mengetikkan alamat http;//localhost pada browser. Prosesnya dapat kita lihat pada Gambar 4.24.

70 Gambar 4.25 File Telah Berhasil Di-Upload Pada Gambar 4.25 di atas merupakan tampilan dari letak directory upload yang terdapat di localhost.

71 Gambar 4.26 Properties Data Sebelum Dikompres Pada Gambar 4.26 di atas dapat kita lihat properties data gambar tadi sebelum dikompres. Kita dapat melihat ukuran file sebelum dikompress adalah sebesar 69,5 kb.

72 Gambar 4.27 Properties Data Setelah Dikompres Pada Gambar 4.27 di atas dapat kita lihat properties data gambar tadi setelah dikompres. Kita dapat melihat ukuran file setelah dikompress adalah sebesar 31,0 kb. Pada Gambar 4.28 dan 4.29 akan ditampilkan gambar yang tadi diproses.

73 Gambar 4.28 Citra Sebelum Dikompres Gambar 4.29 Citra Setelah Dikompres Dari kedua gambar di atas dapat kita lihat sedikit perbedaan citra sebelum dikompres dan citra yang telah dikompres dimana pada hasil citra yang telah

74 dikompres, kontras atau tingkat kecerahan warnanya sedikit buram tidak secerah citra sebelum dikompres. Berdasarkan hasil pengujian yang dilihat dari hasil properties diatas dapat dihitung rasio kompresi dengan menggunakan persamaan (2.7) Rasio = 100% - (HasilKompresi/CitraAsli x 100%) Maka dapat dihitung Ukuran citra sebelum dikompres Ukuran citra setelah dikompres = 69,5 kb = 31,0 kb Rasio pemampatan = 100% - (31,0 KB/ 69,5 KB x 100%) = 100% - 44,6 % = 55,4 % Artinya,55,4% dari data semula telah dimampatkan. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi data pada data gambar berukuran 69,5 KB adalah 104 detik.

75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Metode kompresi lossy pada gambar merupakan salah satu metode pemampatan citra yang menghasilkan rasio pemampatan tinggi. Ukuran file citra menjadi lebih kecil tanpa menghilangkan kualitas citra secara signifikan. 2. Pada contoh yang dipaparkan, kompresi dengan algoritma Set Partitioninig In Hierarchical Trees mempunyai rasio kompresi 55,4% dengan menggunakan level kuantisasi 50 dan diperlukan waktu 104 detik untuk melakukan kompresi pada perangkat bergerak. 3. Setelah dibandingkan dengan Algoritma Huffman dan Algoritma Discrete Cosine Transform (DCT) dapat disimpulkan bahwa rasio kompresi menggunakan Algoritma Discrete Cosine Transform (DCT) kualitas pemampatan hingga 64% dengan waktu kompresi 114 detik. Sedangkan untuk Algoritma Huffman kualitas pemampatannya hanya 10% dengan waktu kompresi 64 detik.

BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN DISCRETE COSINE TRANSFORM. digunakan adalah JPEG untuk gambar, MPEG untuk video dan H.

BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN DISCRETE COSINE TRANSFORM. digunakan adalah JPEG untuk gambar, MPEG untuk video dan H. BAB III KOMPRESI DATA MENGGUNAKAN DISCRETE COSINE TRANSFORM 3.1 Discrete Cosine Transform Perkembangan aplikasi gambar digital telah meningkatkan kebutuhan akan teknik kompresi gambar dan video yang standar

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab analisa dan perancangan ini akan mengulas tentang tahap yang digunakan dalam penelitian pembuatan aplikasi implementasi kompresi gambar menggunakan metode

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI VIDEO DENGAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA PERANGKAT BERGERAK

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI VIDEO DENGAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA PERANGKAT BERGERAK TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI VIDEO DENGAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA PERANGKAT BERGERAK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI GAMBAR DENGAN ALGORITMA SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES PADA PERANGKAT BERGERAK ICHSAN

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI GAMBAR DENGAN ALGORITMA SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES PADA PERANGKAT BERGERAK ICHSAN TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI TEKNIK KOMPRESI GAMBAR DENGAN ALGORITMA SET PARTITIONING IN HIERARCHICAL TREES PADA PERANGKAT BERGERAK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p =

N, 1 q N-1. A mn cos 2M , 2N. cos. 0 p M-1, 0 q N-1 Dengan: 1 M, p=0 2 M, 1 p M-1. 1 N, q=0 2. α p = tulisan. Secara umum, steganografi dapat diartikan sebagai salah satu cara menyembunyikan suatu pesan rahasia (message hiding) dalam data atau pesan lain yang tampak tidak mengandung apa-apa sehingga keberadaan

Lebih terperinci

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah DIGITAL IMAGE CODING Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah KOMPRESI LOSSLESS Teknik kompresi lossless adalah teknik kompresi yang tidak menyebabkan kehilangan data. Biasanya digunakan jika

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah pengguna komputer semakin meningkat. Peningkatan jumlah pengguna komputer mengakibatkan penggunaan data digital juga semakin meningkat. Salah satu media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia digital, terutama dengan berkembangnya internet, menyebabkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Implementasi Implementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi kode program. Pada awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras dan lunak

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM

IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM IMPLEMENTASI STEGANOGRAPHY MENGGUNAKAN ALGORITMA DISCRETE COSINE TRANSFORM Ahmad Adil Faruqi 1, Imam Fahrur Rozi 2 1,2 Teknik Informatika, Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang 1 ahmadadilf@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk-produk teknologi yang canggih yang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk-produk teknologi yang canggih yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini perkembangan dalam dunia teknologi berkembang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya produk-produk teknologi yang canggih yang beredar di pasaran.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN PENERAPAN DISCRETE COSINE TRANSFORM ( DCT )

TUGAS AKHIR KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN PENERAPAN DISCRETE COSINE TRANSFORM ( DCT ) TUGAS AKHIR KOMPRESI CITRA BERWARNA DENGAN PENERAPAN DISCRETE COSINE TRANSFORM ( DCT ) Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan Pemampatan Citra Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Mengapa? MEMORI Citra memerlukan memori besar. Mis. Citra 512x512 pixel 256 warna perlu 32 KB (1 pixel =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak ditemukannya alat untuk menangkap suatu gambar pada bidang dua dimensi (citra) berupa kamera, dengan semakin berkembangnya teknologi pada saat ini sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra (image) adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu obyek, biasanya obyek fisik atau manusia. Citra dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MMS (Multimedia Messaging Service) adalah puncak dari evolusi SMS

BAB I PENDAHULUAN. MMS (Multimedia Messaging Service) adalah puncak dari evolusi SMS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah MMS (Multimedia Messaging Service) adalah puncak dari evolusi SMS (Short Messaging Service) yang berupa pesan teks pendek, dan EMS (Enhanced Messaging Service)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah gambar yang berada pada bidang dua dimensi. Agar dapat diproses lebih lanjut, sebuah citra disimpan di dalam bentuk digital. Ukuran citra digital

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 3.1 Tahap Implementasi Pada bagian ini membahas tentang pengujian dan analisa perangkat lunak, dimana pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah perangkat lunak yang

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra adalah gambar bidang dua dimensi yang juga merupakan keluaran data. Artinya suatu data atau informasi tidak hanya direpresentasikan dalam bentuk teks, namun juga

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem Analisis sistem bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan permasalahan yang ada pada sistem di mana aplikasi dibangun yang meliputi perangkat

Lebih terperinci

Kompresi Citra Dengan Menggabungkan Metode Discrete Cosine Transform (DCT) dan Algoritma Huffman

Kompresi Citra Dengan Menggabungkan Metode Discrete Cosine Transform (DCT) dan Algoritma Huffman Kompresi Citra Dengan Menggabungkan Metode Discrete Cosine Transform (DCT) dan Algoritma Huffman Raras Krasmala 1, Arif Budimansyah Purba 2, U. Tresna Lenggana 3 1,2,3 Teknik Informatika, STMIK Kharisma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan teknologi komputer memberikan banyak manfaat bagi manusia di berbagai aspek kehidupan, salah satu manfaatnya yaitu untuk menyimpan data, baik data berupa

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 59 BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 1.1 Implementasi Implementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi kode program. Pada awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras dan lunak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Aplikasi Aplikasi adalah suatu subkelas perangkat lunak komputer yang memanfaatkan kemampuan komputer langsung untuk melakukan suatu tugas yang diinginkan pengguna. Contoh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi File Pada dasarnya semua data itu merupakan rangkaian bit 0 dan 1. Yang membedakan antara suatu data tertentu dengan data yang lain adalah ukuran dari rangkaian bit dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi terutama pada dunia digital pada saat ini memungkinkan informasi dalam berbagai bentuk dan media dapat tersebar dengan cepat tanpa batas ruang

Lebih terperinci

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment BAB PERUMUSAN PENELITIAN.1 Blok Diagram Signal Sparse Coding Dictionary Reconstruction Reconstructed Signal Assessment Gambar.1 Blok Diagram secara Umum Secara umum tujuan penelitian ini akan mencari dictionary

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jaringan data elektronik dalam area Public Health telah menyebabkan organisasi pemrosesan menjadi lebih efisien. Transfer medical data pada jaringan data online atau

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 5.1 Implementasi Implementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi kode program. Pada awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras dan lunak

Lebih terperinci

APLIKASI KOMPRESI CITRA BERBASIS ROUGH FUZZY SET

APLIKASI KOMPRESI CITRA BERBASIS ROUGH FUZZY SET APLIKASI KOMPRESI CITRA BERBASIS ROUGH FUZZY SET Anny Yuniarti 1), Nadya Anisa Syafa 2), Handayani Tjandrasa 3) 1,2,3) Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Surabaya

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 5.1. Implementasi Tahap implementasi merupakan tahap penerapan sistem supaya dapat di operasikan. Pada tahap ini dijelaskan mengenai, implementasi perangkat lunak,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Multimedia Sebelum membahas tentang watermarking sebagai perlindungan terhadap hak cipta, ada baiknya terlebih dahulu dibicarakan tentang pengertian multimedia. Multimedia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi internet dalam beberapa tahun terakhir ini, telah membawa perubahan besar bagi distribusi media digital. Media digital yang dapat berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Masalah Pesan terkadang mengandung sebuah informasi yang sangat penting yang harus dijaga kerahasiaannya. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Implementasi Implementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi kode program. Pada awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras dan lunak

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Implementasi Implementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi kode program. Pada awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras dan lunak

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Adalah kebutuhan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan spesifikasi

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Adalah kebutuhan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan spesifikasi BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 4.1 Specification Requirement Adalah kebutuhan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan spesifikasi pengaplikasian program aplikasi agar dapat berjalan dengan baik. Specification

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Dengan teknologi write once run everywhere, aplikasi-aplikasi android dapat dikembangkan dalam Java. Project Java Android digunakan untuk menjalankan dan

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra KOMPRESI CITRA Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra PEMAMPATAN CITRA Semakin besar ukuran citra semakin besar memori yang dibutuhkan. Namun kebanyakan citra mengandung duplikasi data, yaitu : Suatu piksel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Buku Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku memiliki arti lembar kertas yg berjilid, berisi tulisan atau kosong. Kertas-kertas bertulisan itu mempunyai tema bahasan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Aplikasi Aplikasi adalah suatu sub kelas perangkat lunak komputer yang memanfaatkan kemampuan komputer langsung untuk melakukan suatu tugas yang diinginkan pengguna. Contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Perkembangan teknologi pada masa sekarang ini telah mengalami perubahan yang sangat pesat, sama halnya dengan perkembangan Elektronik. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Steganografi adalah teknik menyisipkan pesan kedalam suatu media,

BAB I PENDAHULUAN. Steganografi adalah teknik menyisipkan pesan kedalam suatu media, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Steganografi adalah teknik menyisipkan pesan kedalam suatu media, dimana pesan rahasia yang akan dikirimkan tidak diubah bentuknya, melainkan disisipkan pada sebuah

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM. implementasi perangkat keras, implementasi basis data, implementasi instalasi

BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM. implementasi perangkat keras, implementasi basis data, implementasi instalasi BAB V IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 5.1. Implementasi Tahap implementasi merupakan tahap penerapan sistem supaya dapat di operasikan. Pada tahap ini dijelaskan mengenai, implementasi perangkat lunak,

Lebih terperinci

Kata kunci : Pengolahan Citra, Kompresi Citra, Fast Fourier Transform, Discrete Cosine Transform.

Kata kunci : Pengolahan Citra, Kompresi Citra, Fast Fourier Transform, Discrete Cosine Transform. ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA METODE FAST FOURIER TRANSFORM (FFT) DAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM (DCT) UNTUK KOMPRESI CITRA PADA APLIKASI KOMPRESI DATA Yulian Saputra (anjection@gmail.com), Andhin

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas hal-hal yang mendasari dibuatnya aplikasi JOGIFT, arsitektur, bahasa pemrograman dan tools yang digunakan dalam pembuatan aplikasi JOGIFT. 3.1 Produk Pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Android adalah sistem operasi berbasisi java yang berjalan pada kernel 2.6 Linux.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Android adalah sistem operasi berbasisi java yang berjalan pada kernel 2.6 Linux. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Android Android adalah sistem operasi berbasisi java yang berjalan pada kernel 2.6 Linux. Aplikasi android yang dikembangkan menggunakan java dan menyesuaikan ke dalam bentuk platform

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di abad ini. Seiring dengan perkembangan aktifitas manusia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. penting di abad ini. Seiring dengan perkembangan aktifitas manusia yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Telekomunikasi merupakan salah satu bidang yang memegang peranan penting di abad ini. Seiring dengan perkembangan aktifitas manusia yang semakin mobile dan kemajuan

Lebih terperinci

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Alvin Andhika Zulen (3507037) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No 0 Bandung,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Dengan teknologi write once run everywhere, aplikasi-aplikasi android dapat dikembangkan dalam Java. Project Java Android digunakan untuk menjalankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latarbelakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latarbelakang penulisan, rumusan masalah, batasan masalah yang akan dibahas, serta tujuan penelitian skripsi ini. Manfaat dalam penelitian, metodelogi

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM 4.1 Implementasi Impelementasi merupakan tahap pengembangan rancangan menjadi sebuah kode program. Di awal bagian ini dijabarkan spesifikasi perangkat keras (hardware)

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER

PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER PERANCANGAN APLIKASI PENGACAKAN CITRA MENGGUNAKAN M-SEQUENCE BERDASARKAN PARAMETER Kristian Telaumbanua 1, Susanto 2 Program Studi Teknik Informatika, STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan

Lebih terperinci

PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA FILE WAV DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT BERBASIS ANDROID

PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA FILE WAV DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT BERBASIS ANDROID PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA FILE WAV DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT BERBASIS ANDROID Faisal Reza Akbar, Eneng Tita Tosida¹ dan Sufiatul Maryana² Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 20 BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Rancangan Perangkat Keras Sistem ini hanya menggunakan beberapa perangkat keras yang umum digunakan, seperti mikrofon, speaker (alat pengeras suara), dan seperangkat komputer

Lebih terperinci

Peningkatan Kompresi Citra Digital Menggunakan Discrete Cosine Transform 2 Dimension (DCT 2D)

Peningkatan Kompresi Citra Digital Menggunakan Discrete Cosine Transform 2 Dimension (DCT 2D) 1 Peningkatan Kompresi Citra Digital Menggunakan Discrete Cosine Transform 2 Dimension ( 2D) Nadia Printa Tearani, Member, IEEE Abstract Digital image compression is a data compression application that

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital Latifatul Machbubah, Drs. Soetrisno, MI.Komp Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL PENERPN MEODE HUFFMN DLM PEMMPN CIR DIGIL Edy Victor Haryanto Universitas Potensi Utama, Jl. K.L. os Sudarso Km. 6,5 No. 3 j Mulia Medan edy@potensi-utama.ac.id, edyvictor@gmail.com abstrak Citra adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, data citra digital ditandai oleh informasi dengan jumlah bit yang besar sehingga menimbulkan masalah untuk memindahkan, memproses atau menyimpannya. Biasanya

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Dalam penulisan ini metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kepustakaan dan studi laboratorium, di mana penulis mempelajari teori-teori teknik

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KOMPRESI DATA TEXT MENGGUNAKAN HUFFMAN CODING

IMPLEMENTASI KOMPRESI DATA TEXT MENGGUNAKAN HUFFMAN CODING IMPLEMENTASI KOMPRESI DATA TEXT MENGGUNAKAN HUFFMAN CODING 1 Devie R. Suchendra, 2 Sandra Wulandari 1 Program Studi Sistem Informasi STMIK LPKIA 2 Program Studi Teknik Informatika STMIK LPKIA Jln. Soekarno

Lebih terperinci

Instalasi Android SDK Maret 2012 Tingkat: Oleh : Feri Djuandi Pemula Menengah Mahir Platform : Windows XP, Eclipse

Instalasi Android SDK Maret 2012 Tingkat: Oleh : Feri Djuandi Pemula Menengah Mahir Platform : Windows XP, Eclipse Instalasi Android SDK Maret 2012 Tingkat: Oleh : Feri Djuandi Pemula Menengah Mahir Platform : Windows XP, Eclipse Sekilas Tentang Android Android adalah sistem operasi untuk perangkat mobile seperti smartphone

Lebih terperinci

BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION. Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode

BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION. Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode BAB III METODE KOMPRESI HUFFMAN DAN DYNAMIC MARKOV COMPRESSION 3.1 Kompresi Data Definisi 3.1 Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan data menjadi suatu bentuk kode untuk menghemat kebutuhan tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi ternyata berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan yang lain. Semuanya merupakan informasi yang sangat penting. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Masalah Indera pendengaran manusia tidak dapat mengetahui secara pasti jenis nada apa yang didengar olehnya, terkecuali para pemusik profesional. Hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer semakin pesat dewasa ini, sehingga sangat membantu manusia dalam mengolah data untuk mendapatkan informasi. Aktivitas yang dulunya dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis III.1.1 Analisis Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi, keamanan dalam berteknologi merupakan hal yang sangat penting. Salah satu cara mengamankan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 32 BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang analisis sistem melalui pendekatan secara terstruktur dan perancangan yang akan dibangun dengan tujuan menghasilkan model atau representasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6 Semeste r : VI Waktu : x x 5 Menit Pertemuan : & 4 A. Kompetensi. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Dengan teknologi write once run everywhere, aplikasi-aplikasi semacam mobile devices dapat dikembangkan dalam Java. Java 2 Micro Edition (J2ME) digunakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK

IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK IMPLEMENTASI TEKNIK STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB) DAN KOMPRESI UNTUK PENGAMANAN DATA PENGIRIMAN SURAT ELEKTRONIK Dedi Darwis Manajemen Informatika, AMIK Teknokrat Jl. Zainal Abidin Pagar Alam,.

Lebih terperinci

Kompresi Video Menggunakan Discrete Cosine Transform

Kompresi Video Menggunakan Discrete Cosine Transform Kompresi Video Menggunakan Discrete Cosine Transform Hananto Edy Wibowo 1, Indra Sakti Wijayanto 2, Nugroho Herucahyono 3 Laboratorium Ilmu dan Rekayasa Komputasi Departemen Teknik Informatika, Institut

Lebih terperinci

PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL

PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL Jurnal Informatika Polinema ISSN: 407-070X PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL Reza Agustina, Rosa Andrie Asmara Teknik Informatika, Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Citra Digital Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal, melainkan sebuah representasi dari citra asal yang bersifat analog [3]. Citra digital ditampilkan

Lebih terperinci

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra Bab 10 Pemampatan Citra P ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 512 pixel membutuhkan memori sebesar 32

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat, sangat berperan penting dalam pertukaran informasi yang cepat. Pada pengiriman informasi dalam bentuk citra masih mengalami kendala,

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA MENGGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WASH - HADAMARD

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA MENGGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WASH - HADAMARD PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA MENGGUNAKAN ALGORITMA TRANSFORMASI WASH - HADAMARD Inra Marta Batubara Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto

LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT. Tulus Sepdianto LOGO PEMBERIAN TANDA AIR MENGGUNAKAN TEKNIK KUANTISASI RATA-RATA DENGAN DOMAIN TRANSFORMASI WAVELET DISKRIT Tulus Sepdianto 1206100002 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan internet secara global Distribusi

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu *

KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu * KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu * ABSTRAK KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Makalah ini membahas tentang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analsis Sistem Analisis adalah tahap aktifitas kreatif dimana analis berusaha memahami permasalahan secara mendalam. Ini adalah proses interative yang terus berjalan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisa Masalah Banyaknya aplikasi - aplikasi yang digunakan saat ini telah banyak membantu banyak pengguna dalam proses komunikasi dan bertukar informasi. Sama

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT.

Kompresi Citra dan Video. Muhtadin, ST. MT. Kompresi Citra dan Video Muhtadin, ST. MT. Outline Motivasi Redundancy & Irrelevancy Spatial Processing JPEG Temporal Processing Frame differencing Motion Estimation dan Motion Compensation Prediction

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Diagram Blok Sistem Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem. Penjelasan diagram blok sistem di atas adalah sebagai berikut: MATLAB MATLAB berfungsi sebagai tempat membuat program dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah, citra (image) adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Pada tahapan ini penulis akan menjelaskan tentang hasil dan informasi-informasi kinerja yang diperoleh dari perangcangan pengamanan SMS yang telah dibuat.

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. Pada bab 4 ini akan dilakukan implementasi dan pengujian terhadap sistem.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN. Pada bab 4 ini akan dilakukan implementasi dan pengujian terhadap sistem. BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN Pada bab 4 ini akan dilakukan implementasi dan pengujian terhadap sistem. Tahapan ini dilakukan setelah perancangan selesai dan selanjutnya akan diimplementasikan pada

Lebih terperinci

MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kompresi Citra. Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017

MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kompresi Citra. Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017 MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kompresi Citra Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017 Latar Belakang 2 Latar Belakang Seringkali representasi citra yang besar membutuhkan memori yang besar Contoh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y), berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f di titik kordinat

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM III.1. Analisis Penelitian bertujuan untuk merancang sebuah sistem yang dapat melakukan Perancangan Aplikasi Keamanan Data Dengan Metode End Of File (EOF) dan Algoritma

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1. Analisis Sistem Analisis sistem adalah salah satu tahap perancangan sebuah sistem yang bertujuan agar sistem yang dirancang menjadi tepat guna dan ketahanan sistem tersebut

Lebih terperinci

ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE

ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE ANALISA WATERMARKING MENGGUNAKAN TRASNFORMASI LAGUERRE Muhamad Sofwan & Dadang Gunawan Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia ABSTRAK Teknik watermarking dibagi menjadi dua, yaitu

Lebih terperinci