BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investigatif dalam upaya pemecahan masalah dalam konteks rule of evidence.
|
|
- Farida Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis Pengertian Akuntansi Forensik Akuntansi forensik adalah aplikasi ilmu keuangan dan mental investigatif dalam upaya pemecahan masalah dalam konteks rule of evidence. Sebagai sebuah disiplin ilmu, akuntansi forensik mencakup keahlian tentang keuangan, pengetahuan tentang kecurangan serta pemahaman terhadap realitas bisnis dan cara kerja dari sistem hukum (Bologna & Linquist 1995:42). Houcks (dalam Bressler 2000:3) menyatakan bahwa akuntansi forensik dapat didefinisikan sebagai penggunaan akuntansi, audit, dan keterampilan investigasi untuk membantu dalam masalah hukum. Sama halnya dengan dokter forensik yang merupakan aplikasi dari ilmu kedokteran untuk menemukan buktibukti kejahatan, teknik akuntansi forensik pun menerapkan teknik-teknik akuntansi untuk mengungkapkan aspek finansial yang berkaitan langsung dengan dugaan keras penyelewengan tersebut. Seorang akuntan forensik akan dapat mengenali dan melakukan analisis mendalam atas transaksi finansial yang rumit dan canggih yang digunakan oleh pelaku kejahatan untuk menutupi jejak tindakannya. Akuntansi forensik, menyediakan suatu analisis akuntansi yang dapat digunakan dalam perdebatan di pengadilan yang merupakan basis untuk diskusi
2 serta resolusi di pengadilan. Penerapan pendekatan-pendekatan dan analisisanalisis akuntansi dalam akuntansi forensik dirancang untuk menyediakan analisis dan bukti memadai atas suatu asersi yang nantinya dapat dijadikan bahan untuk pengambilan berbagai keputusan di pengadilan. Akuntansi forensik sebagai aplikasi ilmu akuntansi yang bermanfaat dalam penyelesaian dan pencegahan tindak pidana korupsi. Menurut Tuanakotta (2007:3), faktor yang mendorong berkembangnya akuntansi forensik dengan cepat di Amerika Serikat (Sarbanes-Oxley Act 2002). Yang menjadi objek akuntansi forensik di sektor swasta maupun sektor publik adalah skandal keuangan yang menyangkut fraud penghilangan aset, seperti pencurian, penyalahgunaan, dan lain-lain. Dengan demikian diperlukan akuntan forensik yang mempunyai keahlian dalam menginvestigasi indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di sebuah perusahaan atau instansi negara. Agar akuntan forensik untuk dapat mengidentifikasi indikator penipuan, mereka harus terlatih di bidang investigasi, deteksi, dan berbagai teknik audit khusus. Pada umumnya penyidik forensik akan menjadi auditor yang berpengalaman dan akuntan. Harris dan Brown (dalam Bressler, 2000:3) menyarankan bahwa seorang akuntan forensik harus dapat menunjukkan keahlian khusus dalam aturan bukti dan hukum, kemampuan analisis dan investigasi, identifikasi pola kekerasan, interpersonal yang sangat baik dan kemampuan komunikasi, dan keterampilan berorganisasi. Buckhoff dan Hansen (dalam Bressler, 2010:4) menunjukkan bahwa tidak hanya kemampuan komunikasi yang
3 baik yang menjadi indikator penting, tetapi penyidik penipuan juga harus bisa bertanya pertanyaan yang tepat. Akuntan forensik biasanya akrab dengan hukum pidana, perdata, serta memahami prosedur dalam ruang sidang. Mereka menekankan keterampilan investigasi, termasuk teori, metode dan pola dari fraud. Akuntan forensik berfikir kreatif untuk mempertimbangkan dan memahami taktik pelaku penipuan yang di gunakan pelaku dalam melakukan dan menyembunyikan fraud. Seain itu akuntan forensik juga berkomunikasi secara jelas dan ringkas kepada berbagai pihak tentang penemuannya, termasuk kepada mereka yang masih awam tentang audit. Grippo dan Ibex (dalam DiGabriele, 2008:4) menggambarkan bahwa keterampilan yang paling penting yang dimiliki seorang akuntan forensik adalah pengalaman dalam bidang akuntansi dan audit, perpajakan, operasi bisnis, manajemen, internal control, hubungan interpersonal, dan komunikasi. Messmer (dalam DiGabriele, 2008:4) menyatakan bahwa akuntan forensik sukses harus memiliki komunikasi tertulis dan lisan, pola pikir kreatif dan ketajaman bisnis. Mereka mampu mewawancarai orang yang memiliki potensi tidak kooperatif dan memiliki skeptisme yang kuat. Akuntansi forensik mengarahkan untuk menyediakan informasi keuangan dan akuntansi untuk tujuan yang sah. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang akuntan forensik mestinya tidak hanya memiliki keahlian akuntansi, tetapi juga keterampilan dalam bidang hukum, teknik investigatif, hubungan antar personal dan keterampilan komunikasi, sehingga tidak hanya terampil dalam akuntansi keuangan.
4 Akuntansi forensik sudah mulai digunakan secara luas di beberapa negara di dunia. America Serikat dan Kanada merupakan Negara pionernya. Di Indonesia sendiri akuntansi forensik mulai digunakan saat reformasi 1998 sebagai akibat krisis keuangan yang terjadi di Asia dan menyebabkan korupsi menjadi merajalela. Tabel 2.1 Diagram Akuntansi Forensik Jenis Akuntansi Forensik Penugasan Fraud Audit Proaktif Investigatif Akuntansi Hukum: Sumber Risk Temuan Temuan Ganti Pidana Informasi Assesment audit tuduhan Audit Rugi Perdata keluhan Administratif Output Identifikasi Indikasi Bukti ada Arbitrase potensi awal tidaknya dan alterntif fraud adanya pelanggaran penyelesaian fraud sengketa (Sumber: Tuanakotta, 2010:19)
5 2.1.2 Pentingnya Pengacara Pengancara merupakan orang yang memberikan nasehat dan pembelaan pada orang atau organisasi yang terjerat kasus hukum. Di Indonesia pengacara disebut juga dengan istilah Advokat. Advokat atau pengacara adalah bagian tak terpisahkan dari dinamika dan kinerja didunia peradilan, selain terdakwa sendiri. Mereka (advokat, tersangka, terdakwa, penggugat, atau tergugat) adalah lawan main atau partner kerja langsung dalam persidangan dengan hakim (perkara perdata), serta polisi, jaksa, dan hakim dalam peradilan pidana. Kalau hasil polling TII mengatakkan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan masik indeks lembaga terkorup, tentu yang menjadi korban atau sekaligus partisipan dalam korupsi berjamaah itu adalah advokat, terdakwa, penggungat, atau tergugat. Advokat merupakan penegak hukum selain polisi, jaksa, dan hakim. Dalam sistem penegakan hukum pidana terpadu (integrated criminal justice), advokat menjadi bagiannya. Mestinya konsep orisinil advokat bukanlah pembela kejahatan, tetapi penegak hukum dan pembela keadilan. Dalam praktiknya advokat biasa menyeludupkan hukum, subyektif, melihat hukum dari kacamata klien yang dibelanya. Benar dijadikan salah dan salah dijadikan benar. Indonesia mempunyai masalah korupsi yang parah. Pihak yag diuntungkan dengan adanya kasus korupsi ini adalah advokat.
6 2.1.3 Pendapat Hakim di Peradilan Hakim merupakan orang yang dianggap mampu menyelesaikan perkara korupsi secara jelas, tetapi adakalanya kekuasaan hakim dipengadilan justru dipengaruhi oleh pihak yang ingin menyelamatkan diri dari sanksi pidana dengan mengiming-imingi hakim tersebut dengan apapun yang dianggap menguntungkan hakim tersebut. Serta tak jarang seorang hakim diintimidasi oleh para koruptor dengan mengganggu kekuasaannya dalam pengadilan berupa ancaman bagi para hakim yang tidak mau bekerja sama dan ada juga yang melakukan pemberian sejumlah uang agar perkaranya dimenangkan sehingga terdakwa mendapat vonis bebas. Hakim sangat berperan dalam penyelesaian kasus korupsi. Keputusan dan persepsi dari seorang hakim menentukan kualitas penegakan hukum suatu Negara. Makin maraknya tindak pidana korupsi dewasa ini, sehingga dianggap perlu adanya pengaturan tindak pidana korupsi, mengingat juga sifat dari tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime. Oleh karena itu pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh hakim antara lain dengan instrument hukum yang luar biasa tersebut tidak bertentangan dengan standar hukum secara universal. Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh hakim dipengadilan yang saat ini gencar dilakukan merupakan langkah nyata menuju kehidupan bernegara yang lebih baik. Namun kesemuanya pemberantasan yang dilakukan oleh hakim memiliki kendala maupun hambatan dimana seorang hakim harus secara teliti mengkaji mengenai alat bukti yang diajukan saat persidangan karena merupakan
7 tindak pidana khusus yang diatur secara tersendiri oleh Undang-Undang No.21 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini. Dalam peradilan, hakim memimpin jalannya persidangan berdasarkan bukti yang hanya diajukan oleh jaksa. Dia tidak bisa melihat bukti lain. Hakim hanya terbatas pada dakwaan, tidak boleh mengadili, dan memeriksa fakta diluar dakwaan. Jadi kalau putusan pengadilan adalah bebas maka bukan hanya hakim yang bertanggungjawab melainkan juga jaksa dan aparat penegak hukum lainnya. Jika orang terpilih menjadi hakim di pengadilan tipikor (tindak pidana korupsi) dan kemudian diminta harus menghukum semua orang yang didakwa korupsi tanpa memperhatikan fakta-fakta persidangan berarti ini merupakan tanda-tanda negara kekuasaan, bukan negara hukum. Yang mana salah satu karakter negatif negara kekuasaan adalah hakim sebagai alat kekuasaan dan tidak punya kemandirian Pengertian Fraud Berdasarkan Black s Law Dictionary (dalam Tunggal 2010:2) fraud is a generic embracingall the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resortedto by one individual, to get an advantage over another by false representation. No definite and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it includes surprise, trick, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries drfining it are those which limit human is cheated. (Kecurangan adalah istilah umum, mencakup berbagai alat yang kecerdikan (akal bulus) manusia dapat direncanakan, dilakukan oleh seseorang individual, untuk memperoleh manfaat terhadap pihak lain dengan penyajian yang palsu. Tidak ada aturan yang tetap dan tanpa kecuali dapat ditetapkansebagai dalil umum dalam mendefenisikan kecurangan karena kecurangan mencakup kekagetan, akal (muslihat), kelicikan dan caa-cara yang tidak layak atau wajar untuk menipu orang
8 lain. Batasan satu-satunya mendefenisikan kecurangan adalah apa yang membatasi kebangsatan manusia). Kecurangan atau fraud dapat didefenisiskan sebagai tindakan kriminal (crime) yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau beberapa orang berupa kecurangan/ ketidakberesan (irregularities) atau penipuan yang melanggar hukum (illegal act) untuk mendapatkan keuntungan atau mengakibatkan kerugian suatu organisasi. Secara umum fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orange-orang dari dalam atau dari luar organisasi, dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Dari defenisi fraud diatas, maka yang di maksud dengan fraud sangatlah luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut Tunggal (1992:19) suatu tindakan dikatakan fraud apabila memenuhi beberapa unsur, dimana keseluruhan unsur harus ada, jika tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi : 1. Harus terdapat penyajian yang keliru (misrepresentation) 2. Dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present) 3. Faktanya material (material fact) 4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly) 5. Dengan maksud (intent) untuk menyebabkan pihak lain bereaksi 6. Pihak yang terlukai harus bereaksi (acted) terhadap kekeliruan penyajian (misreprentation) 7. Mengakibatkan kerugian (detriment) Fraud disini juga termasuk manipulasi, penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk lainnya yang dilakukan seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi/ perusahaan.
9 Sebagai contoh adalah kasus korupsi. Korupsi merupakan suatu hal yang sangat sulit diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistemik, namun kita harus yakin bahwa korupsi dapat dicegah, paling tidak diperkecil kemungkinan terjadinya Langkah-langkah pencegahan fraud Pencegahan kecurangan merupakan tanggung jawab manajemen. Auditor intern bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan serta efektifitas tindakan manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dengan demikian auditor internal harus melakukan audit sesuai dengan prosedur, memonitor gejalagejala fraud, melakukan penelusuran untuk mencegah fraud dan mengindintifikasi fraud yang mungkin terjadi. Pencegahan kecurangan bukanlah merupakan hal yang mudah, dikarenakan fraud dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara yang cenderung semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin kompleksnya aktifitas bisnis. Menurut Razae dan Riley (2005:7) menjelaskan ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud, yaitu: 1. Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi. 2. Penerapan dan evaluasi proses pengendalian anti kecurangan 3. Pengembangan proses pengawasan (Oversight Process) Dalam Amrizal (2004:3) salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan
10 kecurangan Association of Certified Fraud Examination (ACFE) mengelompokkan fraud kedalam tiga kelompok dan tindakan pendeteksian fraud berdasarkan tiga kelompok kecurangan tersebut adalah: 1) Kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud) 2) Penyalahgunaan asset (Aset Misappropriation) 3) Corruption (Korupsi) 1) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan laporan keuangan dapat didefenisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemendalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan terhadap laporan keuangan dapat dideteksi melalui analisis laporan sebagai berikut: a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisi hubungan antara item-item dalam laporan labarugi, neraca, laporan aruskas dengan menggambarkannya dalam persentase. b. Analisis rasio, yaitu alat dalam mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Contohnya current ratio, adanya tindak pidana penggelapan uang atau pencucian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut.
11 c. Analisis Horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item-item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. 2) Penyalahgunaan asset (Aset Misappropriation) Penyalahgunaan asset digolongkan kedalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset lainnya. Banyak teknik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan asset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi akan menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu metode tersebut juga menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan auditor akan adanya potensi terjadinyakecurangan dimasa mendatang. Adapun tekniknya adalah sebagai berikut: a. Analytical review, merupakan suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidakbiasaan atau kegiatankegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersih yang dapatmengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah bila dibandingkan dengan tingkat penjualannya.
12 b. Statical Sampling, seperti persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan. Metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya, misalnya pemasok fiktif. c. Vendor atau outsider complaints, merupakan keluhan dan komplain dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. d. Site-visit Observation, yaitu observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi akuntansi dilaksanakan terkadang akan memberikan peringatan kepada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah. 3) Corruption (Korupsi) Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red Flag) si penerima maupun si pemberi. Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE,
13 bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan Tipikor di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). Sedangkan menurut Tunggal (1992:60) kecurangan dapat dicegah dengan memperhatikam internal control yang baik sebagai berikut: 1. Memberikan insentif/ benefit yang cukup memadai. 2. Penyederhanaan struktur organisasi. 3. Adanya internal check antara beberapa bagian yang berhubungan dengan memperhatikan pemisahan fungsi berikut: a. Membuat/ menyetujui transaksi b. Melaksanakan transaksi c. Membukukan transaksi 4. Supervisi dan pengawasan yang cukup 5. Evaluasi dari kewajaran transaksi hubungan istimewa (related party transaction). 6. Adanya rotasi pegawai. 7. Diwajibkan setiap pegawai untuk menggunkan hak cutinya dan selama itu pekerjaannya dikerjakan oleh orang lain. 8. Tindakan yang tegas/ berat bagi pelaku kecurangan. 9. Adanya pelaksanaan yang komponen (ahli dalam bidangnya dan dapat dipercaya dengan garis dan kewajiban yang jelas. 10. Tersedianya catatan/ dokumen-dokumen yang memadai. 11. Adanya pengawasan secara fisik terhadap setiap harta serta catatan perusahaan atau instansi terkait. 12. Pelaksanaan audit secara independen (melalui internal/ eksternal auditor) 13. Menerapkan kebijakan conflict of interest dengan menekankan pada: a. Pemeriksaan uang, hadiah atau jasa dari setiap orang atau perusahaan kepada siapa perusahaan melakukan bisnis. b. Penggunaan informasi perusahaan untuk tujuan pribadi. c. Penggunaan waktu perusahaan atau fasilitas untuk kepentingan pribadi. d. Ikut serta dalam manajemen (secara langsung) pada setiap perusahaan swasta. e. Meminjam atau meminjamkan kepada pegawai lain. 14. Melakukan asuransi/ kehilangan.
14 Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan fraud Ada tiga hal yang mendorong seseorang melakukan fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar dalam fraud triangle (segitiga fraud) berikut: MOTIVATION PRESSURE FRAUD RISK OPPORTUNITY ATTITUDE RATIONALIZATION (sumber: Tuanakotta, 2007:106) Gambar 2.1 Fraud Triangle Pressure adalah tekanan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud yang disebabkan oleh kebutuhan yang segera (biasanya keuangan), contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan, dan lain-lain. Tekanan lain yang tidak berhubungan dengan finansial dapat mencakup: - Tantangan untuk menaklukkan sistem - Ketidakpuasan kerja - Ketidakstabilan emosional
15 Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud. Rasionalization merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya. Contoh lain perusahaan telah mendapat keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya kecurangan sebagai akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang memungkinkan untuk bertindak. Karni (2002:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut: 1) lemahnya pengendalian internal a. manajemen tidak menekankan perlunyan peranan pengendalian internal. b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan. c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadinya conflict of interest. d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyagkut pengeluaran yang besar 2) Tekanan keuangan terhadap seseorang a) Banyaknya utang b) Pendapatan rendah c) Gaya hidup mewah 3) Tekanan nonfinansial
16 a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan. b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa dikonsultasikan ke bawahannya. c. Penurunan penjualan. 4) Indikasi lain a) Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai. b) Meremehkan integritas pribadi. c) Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal. Kecurangan (fraud) biasanya ditemui melalui cara-cara sebagai berikut: a. Melalui sistem pengawasan yang diterapkan (misalnya melalui pemeriksaan intern. b. Secara kebetulan (by accident) c. Laporan dari pihak lain Pengertian Korupsi Andi Hamzah (2007:4) menjelaskan bahwa korupsi berawal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruption berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa lain itulah turun ke banyak bahasa eropa seperti Inggris yaitu, corruption, corrupt, Prancis yaitu corruption, dan Belanda yaitu corruptie. Dari bahasa belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia yaitu korupsi. Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan merusak (Hartanti, 2005: 9). Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah,
17 penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. Perbuatan korupsi dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek UU yang bersangkutan, korupsi dalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau pun tidak langsung merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar dari izin dari perizinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing (Shleifer dan Vishny dalam Tuanakotta, 2007:117). Para pegawai negeri biasanya memungut bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk kepentingan pribadinya. Hal seperti sudah menjadi kebiasaan bagi pegawai negeri di Indonesia. Untuk kasus seperti ini sehingga korupsi menyebabkan ekonomi biaya tinggi, korupsi memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan suatu negara. Menurut Silalahi dalam Wiratmaja (2010:9) korupsi bukan hanya terjadi pada aparatur pemerintahan, korupsi di kalangan pegawai swasta malah jauh lebih besar, seperti terjadinya kredit macet di sejumlah bank swasta yang disebabkan oleh adanya kolusi antara direktur bank dengan pengusaha. Disamping itu korupsi di kalangan aparatur negara tidak semata-mata disebabkan oleh gaji yang kecil, sebab yang justru melakukan korupsi yang melakukan korupsi secara besar-
18 besaran adalah mereka yang bergaji besar akan tetapi tidak puas dengan apa yang diterima sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat, yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibat dari korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya semakin kentara. Orang-orang kaya dan politisi korup bisa masuk kedalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga memiliki status sosial yang tinggi. Timbulnya korupsi disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya budaya lokal. Budaya yang dianut dan diyakini masyarakat kita telah sedikit banyak menimbulkan dan membudayakan terjadinya korupsi. Pada masyarakat jawa dikenal budaya mbecek, upeti, patron-klien dan lain sebagainya. Budaya-budaya tersebut boleh jadi dikatakan sebagai akar dari timbulnya korupsi di kemudian hari. Dalam budaya Patron-Klien, diyakini bahwa Patron memiliki kebesaran hak dan kekuasaan, sedangkan klien terbatas pada kekecilan hak dan kebesaran kewajiban terhadap patron. Klien selalu berupaya meniru apa yang dilakukan patron, serta membenarkan setiap tindakan patronnya. Hal tersebut didasari karena adanya pandangan bahwa semua yang berasal dari patron dianggap memiliki nilai budaya luhur. Patron tidak dapat menolak tindakan tersebut, termasuk tindakan yang tidak terpuji, anti-manusiawi, merugikan orang lain yang kemudian disebut dengan korupsi. Umunya klien sering memberikan barang-barag tertentu kepada patronnya, dengan harapan mereka akan diberikan pekerjaan ataupun upah lebih tinggi. Klien juga memberikan penghormatan yang berlebihan kepada patronnya.
19 Korupsi kecil tersebut lambat laun meluas kepada kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Proses penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation (peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa disekitarnya Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Korupsi Dalam Tuanakotta (2007:251) istilah korupsi menurut Undang-Undang No.31 tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. (2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara. (3) Memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggaraan Negara tersebut berbuata atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. (4) Memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (5) Menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
20 (6) Setiap orang yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (7) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam perang. (8) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang. (9) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang. (10) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan dengan sengaja membiarkan perbuatan curang. (11) Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang. (12) Dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jawabatannya, atau membiarkan uang dan surat berharga tersebut diambil atau digelapkan orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. (13) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberikan tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. (14) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberikan tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya. (15) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
21 menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. (16) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. (17) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. (18) Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. (19) Advokat menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau dapat diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (20) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. (21) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. (22) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang. (23) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
22 (24) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan dan persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. (25) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelengga Negara dianggap pemberia suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. (26) Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. (27) Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut. (28) Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi. (29) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi. (30) Setiap orang diluar wilayah republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadi tindak pidana korupsi.
23 Jenis Penugasan Akuntansi Forensik Fraud Audit Sumber Informasi Proaktif Risk Assesment Tuduhan, keluhan temuan audit Investigatif Temuan Audit Output Identifikasi Potensi Kecurangan Indikasi Awal Adanya Fraud Bukti ada tidaknya pelanggaran Besarnya Kerugian Mencari keterangan dan barang bukti Mencari bukti Berkas perkara Memeriksa alat bukti Keyakinan berdasarkan alat bukti Alasan pembuktian penerapan hukum novum Hitungan Penyidikan Penuntutan Tabel 2.2 Diagram Akuntansi Forensik- Tipikor (sumber: Tuanakotta, 2007:19) Pemeriksaan di sidang Putusan pengadilan Upaya hukum
24 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Wiratmaja (2010) Akuntansi Forensik dalam Upaya Pemberantasan akuntansi forensik dalam kontek preventif, detektif dan represif secara aksiomatik dapat mengambil peranannya dengan Tindak Pidana menyediakan Korupsi pendekatanpendekatan yang efektif dalam mencegah, mengetahui, atau mengungkapkan dan menyelesaikan kasus korupsi. Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi preventif, detektif, dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif yang bersifat ligitation support untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan dalam
25 proses pengambilan putusan di pengadilan. 2 Miqdad (2008) Mengungkap Praktek upaya untuk memberantas korupsi, kecurangan, terutama Kecurangan pada perusahaan-perusahaan (fraud) Korporasi Pada dan yang mati secara misterius (tidak wajar) atau untuk Organisasi Publik mengungkapkan kecurangan, Melalui Forensik Audit penyelewengan yang melanggar hukum yang berlaku (pada organisasi publik ataupun swasta) dan sebagai kelengkapan untuk proses hukum dapat dilakukan dengan forensic auditing.
26 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dari penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antara variable yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Dalam penelitian ini penulis mengunakan kerangka konseptual untuk membantu pemaham dan pembahasan masalah seperti dibawah ini: Akuntansi Forensik Pengacara Pengungkapan Korupsi Hakim Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang di buat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan
Lebih terperinciPidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala jenis kejahatan yang semakin merajalela. Tidak hanya kejahatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkan perlu secara terus menerus ditingkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kondisi perekonomian yang sedang menurun dan kurang optimalnya dampak dari peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan Indonesia saat ini, menjadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pemerintahan Indonesia saat ini, korupsi (fraud) sudah menjadi hal yang sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena longgarnya pengawasan dari pihak
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu secara terus menerus ditingkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntansi menghadapi berbagai masalah karena sepanjang musim panas yang terasa lama,koran-koran dipenuhi dengan perincian baru tentang skandal akuntansi korporasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku bisnispun akan semakin ketat. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku bisnis berusaha dengan berbagai
Lebih terperinciKECURANGAN (FRUD) PADA BANK SYARIAH
KECURANGAN (FRUD) PADA BANK SYARIAH Di sektor swasta di di kenal fraud againts the company dan fraud the company yaitu pegawai mencurangi perusahaannya atau pegawai mencurangi perusahaan lain untuk keuntungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan sektor publik sudah semakin kompleks, demikian halnya dengan kejahatan yang terjadi di bidang ekonomi salah satunya adalah kecurangan.
Lebih terperinciPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu diadakan pembaharuan di berbagai
Lebih terperinciETIK UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya. Pendahuluan. Modul ke: Daftar Pustaka. 12Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Modul ke: 12Fakultas ISLAHULBEN, Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen ETIK UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya SE., MM Pendahuluan Bentuk Korupsi Akhiri Presentasi Gratifikasi Daftar Pustaka Pendidikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II IDENTIFIKASI DATA
BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.
Lebih terperinciModul ke: Etik UMB. Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1. Fakultas MKCU. Finy F. Basarah, M.Si. Program Studi MKCU.
Modul ke: Etik UMB Tindakan Korupsi dan Penyebabnya - 1 Fakultas MKCU Finy F. Basarah, M.Si Program Studi MKCU www.mercubuana.ac.id Tindakan Korupsi dan Penyebabnya -1 Etik UMB Abstract:Korupsi di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, dalam kehidupan kita sehari hari tindak kejahatan dan pelanggaran menjadi sesuatu hal yang sudah menjadi suatu hal yang wajar untuk dilakukan oleh
Lebih terperinciStandar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan
SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT
Lebih terperinciPENGERTIAN KORUPSI. Bab. To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI
Bab 01 PENGERTIAN To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true. KORUPSI 2 Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan arti kata dan definisi korupsi secara tepat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. istilah yang sering dipakai dalam bidang filsafat dan psikologi.(ensiklopedia
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang eksistensi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Eksistensi berarti hal berada atau dapat pula diartikan sebagai keberadaan. Eksistensi merupakan istilah
Lebih terperinciTINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA
TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Udjiani Fakultas PSIKOLOGI 1. Pengertian Korupsi 2. Bentuk-bentuk Korupsi 3. Jenis Tindak Pidana Korupsi 4. Grafitikasi 5. Penyebab Korupsi Hatiningrum,SH.,M
Lebih terperinciModul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi.
Modul ke: ETIK UMB Mengenali Tindakan Korupsi Fakultas Ilmu Komputer Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Mengenal Tindakan Korupsi Masyarakat sepakat bahwa Korupsi
Lebih terperinci538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jenis fraud (kecurangan) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan berbeda, hal ini karena praktek fraud antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan ekonomi berkembang kian pesat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan yang mulai melebarkan sayapnya ke kancah nasional maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam dunia bisnis yang semakin meningkat sekarang ini menyebabkan masalah yang dihadapi para pelaku usaha semakin kompleks. Tuntutan untuk mencapai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian fraud Menurut Black s Law Dictionary dalam Zulkarnain (2013) mendefinisikan fraud (kecurangan) sebagai suatu istilah
Lebih terperinciEtik UMB. Tindakan Korupsi Dan Penyebabnya. Ari Sulistyanto, S. Sos., M.I.Kom. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Manajemen
Etik UMB Modul ke: Tindakan Korupsi Dan Penyebabnya Fakultas FEB Ari Sulistyanto, S. Sos., M.I.Kom Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Bagian Isi A. Pengertian Korupsi B. Bentuk-bentuk Korupsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks, berkembang pula praktik kejahatan dalam bentuk kecurangan (fraud) ekonomi. Jenis fraud yang terjadi pada
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ruang Lingkup Audit Pelaporan 2.1.1 Audit Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan
Lebih terperinciETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen
Modul ke: 09Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Mengenali Tindakan Korupsi Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seiring perkembangan zaman. Kecurangan/fraud adalah penipuan kriminal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tindakan kecurangan saat ini terus terjadi. Kecurangan atau yang sering disebut sebagai fraud dilakukan dengan beragam modus dan semakin berkembang seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi dewasa ini merupakan hasil dari proses pembangunan yang telah membuat dunia usaha menjadi semakin kompleks, bervariasi, dan sangat dinamis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah dari skandal akuntansi yang utama disebabkan dari banyaknya spekulasi salah satu di antaranya adalah bahwa manajemen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Audit Internal Audit internal muncul pertama kali dalam dunia usaha sesudah adanya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Audit Internal Audit internal muncul pertama kali dalam dunia usaha sesudah adanya audit eksternal. Faktor utama diperlukannya audit internal adalah meluasnya rentang kendali
Lebih terperinciBAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA
BAB 11 TINDAKAN KORUPSI DAN PENYEBABNYA Modul ke: 11 Mengapa dipelajari? Agar kita tidak ikut melakukan korupsi yang saat ini sudah menyebar ke segala lapisan masyarakat Fakultas Program Studi Rina Kurniawati,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. efisiensi operasional, dan dipatuhinya kebijakan-kebijakan yang digariskan oleh manajemen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan dari suatu perusahaan pada umumnya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Selain untuk mendapatkan keuntungan, tujuan lain dari suatu perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecenderungan Kecurangan Akuntansi atau yang dalam bahasa pengauditan disebut dengan fraud akhir akhir ini menjadi berita utama dalam pemberitaan media yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu diadakan pembaharuan di berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pemerintahan Indonesia saat ini, korupsi (fraud) sudah menjadi hal yang sering terjadi. Hal ini dimungkinkan karena longgarnya pengawasan dari pihak
Lebih terperinciPertemuan 3 F R A U D
Pertemuan 3 F R A U D AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGASI Fakultas Ekonomi Universitas Budi Luhur Jakarta 1 2010 Definisi FRAUD G. Jack Bologna, Robert J. Lindquist dan Joseph T. Wells Kecurangan
Lebih terperinciPOTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada
POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPEMROSESAN TRANSAKSI DAN PROSES PENGENDALIAN INTERN KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
PEMROSESAN TRANSAKSI DAN PROSES PENGENDALIAN INTERN KONSEP SISTEM INFORMASI AKUNTANSI Tinjauan Sekilas Pengendalian diperlukan untuk mengurangi exposures. Exposure terdiri dari pengaruh potensi kerugian
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian
TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fraud merupakan topik yang hangat dibicarakan di kalangan praktisi maupun akademisi pada beberapa dekade ini. Penelitian terkait fraud telah banyak dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam usaha agar bisnis yang dikelolanya dapat tetap bertahan. Para
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan perekonomian dalam era globalisasi telah membuat persaingan didunia bisnis semakin ketat, hal ini semakin
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa pengaruh yang besar dalam setiap tindakan manusia. Persaingan di dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era seperti sekarang ini, kasus kecurangan laporan keuangan yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak pernah ada habisnya. Perkembangan dunia telah membawa pengaruh
Lebih terperinciPERTEMUAN 4: JENIS-JENIS KECURANGAN
PERTEMUAN 4: JENIS-JENIS KECURANGAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai cakupan atau jenis-jenis kecurangan. Melalui pembelajaran ini, diharapkanmahasiswaakan mampu: 4.1 Memahami
Lebih terperinciFenomena korupsi di Timor Leste dibuktikan dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen tender dengan memberi proyek jutaan dollar
PENDAHULUAN Kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar mau mengambil bagian dalam suatu hal yang berharga (Sawyer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya, termasuk jasa auditor. Kepercayaan masyarakat
Lebih terperinciSA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.
SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH Sumber: PSA No. 62 PENDAHULUAN KETERTERAPAN 01 Seksi ini berisi standar untuk pengujian
Lebih terperinciETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI. Norita ST., MT. Modul ke: Fakultas Teknik. Program Studi Teknik Industri
Modul ke: 10 Defi Fakultas Teknik ETIK UMB PENGERTIAN KORUPSI PRINSIP ANTI-KORUPSI Norita ST., MT Program Studi Teknik Industri Korupsi secara Etimologi Istilah korupsi berasal dari bahasa latin corrumpere,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1998 menyatakan bahwa setiap perusahaan yang berbentuk perseroan terbuka, bidang usaha perseroan berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Keagenan (agency theory) Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng (1978) dalam Kharismatuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit berdimensi ekonomi, politik, kultur, etika, moral bahkan agama, yang kini sedang menggerogoti segala aspek kehidupan kita saat ini adalah korupsi, kolusi,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana di dalam KUHP tidak dirumuskan secara tegas tetapi hanya menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk alat komunikasi oleh manajer puncak kepada bawahannya serta kepada pihak luar perusahaan untuk menginformasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, keberadaan dan peran auditor yang sangat strategis dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan meningkatkan kompetisi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar maupun di dalam organisasi. Fraud biasanya menyangkut penyajian yang secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecurangan atau fraud meliputi serangkaian tindakan-tindakan yang tidak wajar dan ilegal yang sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut dapat dilakukan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nepotisme, dan penggelapan lainnya, sehingga dalam proses verifikasi secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era teknologi maju dan globalisasi. Bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan yang berhubungan dengan masalah kecurangan, kolusi, nepotisme, dan penggelapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kecurangan pada pemerintahan, baik pusat dan daerah sudah kerap kali ditemukan. Hal ini ditandai dengan maraknya kasus-kasus korupsi pejabat pemerintahan yang
Lebih terperinciFraud Risk Management
Fraud Risk Management Semua organisasi rentan terhadap fraud Tindak kecurangan adalah risiko yang susah untuk diatasi, kebanyakan pimpinan perusahaan lebih suka percaya bahwa karyawan mereka tidak akan
Lebih terperinciP e d o m a n. Anti Kecurangan (Fraud )
P e d o m a n Anti Kecurangan (Fraud ) A. LATAR BELAKANG Setiap organisasi bertanggungjawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Tindakan kecurangan ini berkembang pesat ditengah-tengah perkembangan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Saat ini kecurangan adalah salah satu kejahatan yang fenomenal di dunia. Tindakan kecurangan ini berkembang pesat ditengah-tengah perkembangan teknologi dan perekonomian
Lebih terperinciMEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam membuat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, serta arus kas perusahaan. Laporan keuangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Hal inilah
BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Fenomena globalisasi ekonomi yang terjadi saat ini mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam bidang sosial politik dan ekonomi. Hal inilah yang memberikan kesadaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis pada era globalisasi seperti saat ini semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan di dunia bisnis pada era globalisasi seperti saat ini semakin meningkat dan bertambah pesat, globalisasi ini tidak bisa dibendung sehingga mau tidak
Lebih terperinciEksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Pos Indonesia merupakan salah satu perusahaan BUMN di Indonesia yang bergerak dalam bidang komunikasi, khususnya dalam memberikan pelayanan jasa surat menyurat.
Lebih terperinciPERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM. B. URAIAN MATERI Tujuan Pembelajaran 15: Menjelaskan upaya hukum untuk penyelesaian investigasi
PERTEMUAN 15: PENYELESAIAN HUKUM A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyelesaian hukum.melalui makalah ini, anda harus mampu: 15.1 Memahami upaya hukum untuk penyelesaian investigasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kecurangan telah berkembang di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Umumnya, kecurangan berkaitan dengan korupsi. Dalam korupsi, tindakan yang lazim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Priantara(2013:2) Fraud. VOC mengalami penurunan sehingga dijuluki dengan Vergaan
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Menurut Priantara(2013:2) Fraud di Indonesia diawali dengan Vereenigde Oost indische Campaign (VOC) yang didirikan tahun 1602 dan selama 200 tahun menikmati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciKomisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada setiap periode akuntansi, perusahaan akan mengungkapkan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan catatan atas informasi keuangan suatu perusahaan
Lebih terperinciSISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015
SISTEM PENGENDALIAN KECURANGAN (FRAUD CONTROL SYSTEM) KEP DIREKSI NO: KEP/04/012015 DASAR Peraturan Perundangan: 1. UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Lebih terperinciKEDUA PERTAMA. Memahami pengertian risiko fraud. Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud
PERTAMA KEDUA Memahami pengertian risiko fraud Memahami bagaimana mengidentifikasi dan upaya menyikapi risiko fraud Lord Acton 1887 : Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memastikan laporan keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu peran auditor eksternal adalah untuk memberikan keyakinan kepada pihak yang berkepentingan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai standar yang berlaku
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI
PERTEMUAN 10: AUDITOR INVESTIGASI D. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis-jenis audit investigasi dan keterkaitannya dengan sumber informasi. Melalui pembelajaran ini, diharapkanmahasiswaakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Seiring dengan kemajuan perekonomian di negeri kita, Bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan yang berhubungan dengan masalah kecurangan, kolusi, nepotisme,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecurangan di Indonesia sangat berpengaruh bagi masyarakat pada umumnya, salah satu contoh kecurangan tersebut adalah tindakan perbuatan korupsi. Kasus tersebut bisa
Lebih terperinciMENANGKAL KORUPSI DENGAN MEMAHAMI FRAUD TRIANGLE. Oleh : Juli Winarto, Ak. MM, CA Widyaiswara Badan Diklat Pemprov. Jawa Timur
MENANGKAL KORUPSI DENGAN MEMAHAMI FRAUD TRIANGLE Oleh : Juli Winarto, Ak. MM, CA Widyaiswara Badan Diklat Pemprov. Jawa Timur Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan
Lebih terperinciPERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI
PERTEMUAN 6: AUDIT INVESTIGASI A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tujuan, ruang lingkup dilaksanakannya audit investigasi. Melalui pembelajaran ini, diharapkanmahasiswaakan mampu:
Lebih terperinci