ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Oleh:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Oleh:"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Oleh: Balduin Manik A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Balduin Manik A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 RINGKASAN BALDUIN MANIK. Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ). Dibawah bimbingan NINDYANTORO Salah satu tujuan utama dalam pembangunan adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang dapat diwujudkan melalui peningkatan pembangunan ekonomi. Untuk mencapai peningkatan pembangunan ekonomi, pemerintah pusat menetapkan kebijakan dalam mengatur struktur pemerintahan mulai dari tingkat desa sampai dengan yang paling tinggi pada seluruh sektor dengan memberikan otonomi luas bagi daerah, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah menjadi UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan pola otonomi luas (general competences) yang membawa suasana dan paradigma baru yang jauh berbeda dengan undang-undang sebelumnya (UU No. 5 Tahun 1974) dengan harapan adanya kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk menggali potensi wilayahnya dapat meingkatkan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang ada di setiap daerah. Kabupaten Asahan merupakan salah satu daerah yang menjalankan otonomi daerah yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2000, diberi kewenangan yang lebih luas untuk menggali potensi wilayah yang dimiliki dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dan menganalisis laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah, serta menganalisis laju pertumbuhan Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah bila dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara dengan menggunakan analisis shift share yang didukung oleh analisis location quotient. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Asahan dan Propinsi Sumatera Utara atas dasar harga konstan tahun Untuk keperluan analisis, periode waktu dibagi menjadi dua, yaitu tahun sebagai periode sebelum otonomi daerah dan periode menjadi periode masa otonomi daerah. Selama kurun waktu (sebelum otonomi daerah) sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan persentase perubahan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabuapten Asahan, yaitu sebesar 81,89 milyar atau selama kurun waktu 5 tahun telah mengalami peningkatan sebesar 3,57 persen. Sedangkan berdasarkan kontribusi secara riil yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan, maka sektor pertanian menjadi penyumbang kontribusi terbesar yaitu sebesar 1,19 trilyun dengan persentase sebesar 40,76 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan pada tahun Sebelum otonomi daerah, selain sektor pertanian, sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dan memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada masa otonomi daerah sektor industri pengolahan memberikan persentase perubahan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Asahan, yaitu sebesar Rp 319,34 milyar atau selama kurun waktu 5 tahun telah mengalami peningkatan sebesar 10,28 persen. Sedangkan berdasarkan kontribusi secara riil yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan, maka sektor pertanian masih menjadi penyumbang kontribusi terbesar yaitu sebesar 1,51 trilyun dengan persentase sebesar 51,66 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan pada tahun Pada masa otonomi daerah, ternyata sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling diunggulkan di Kabupaten Asahan karena masih mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama. Sama halnya pada kurun waktu (sebelum otonomi daerah), selain sektor pertanian, sektor yang mempunyai keunggulan

4 komparatif dan memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada periode (sebelum otonomi daerah), semua penyusun PDRB Kabupaten Asahan memiliki nilai pergeseran bersih yang lebih besar dari nol (PBij > 0) dan merupakan sektor sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok sektor pertumbuhan Progresif (Maju), kecuali sektor penggalian. Pada masa otonomi daerah ( ), dari sembilan sektor penyusun PDRB kabupaten Asahan, terdapat tujuh sektor yang memiliki pertumbuhan progresif, yaitu: sektor pertanian, penggalian, listrik gas dan air bersih, industri pengolahan, bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan. Sedangkan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasajasa. Hal ini diakibatkan pada tahun 2004, kondisi jalan di Kabupaten Asahan masih memerlukan perhatian yang serius, walaupun sudah terjadi perbaikan di beberapa ruas jalan tetapi sebagian besar jalan di Asahan (71,19 persen) kondisinya masih rusak dan rusak berat baik jalan kabupaten maupun jalan negara. Dengan melihat nilai pergeseran bersih Kabupaten Asahan terhadap Propinsi Sumatera Utara, maka secara agregat, Kabupaten Asahan memiliki nilai PP yang positif (PP.j > 0) dan juga memiliki nilai PPW yang positif (PPW.j > 0) sehingga Kabupaten Asahan termasuk kedalam kuadran I. Sehingga dapat dikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah ( ) memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Jika dilihat berdasarkan nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), maka Kabupaten Asahan termasuk kedalam kelompok wilayah yang mempunyai pertumbuhan progresif (maju). Pada Masa Otonomi Daerah nilai pergeseran bersih (PB), secara agregat nilai yang diperoleh Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan yang masih progresif. Selain itu sektor-sektor perkonomian kabupaten Asahan secara umum didukung oleh daya dukung wilayah (PPW.j > 0). Dengan melihat nilai pergeseran bersih total yang positif (PB.j > 0), ini berarti bahwa pada masa otonomi daerah, Kabupaten Asahan termasuk kabupaten yang mengalami laju pertumbuhan yang progresif. Hasil analisis yang ada, menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang lambat pada masa otonomi daerah, padahal sektor pertanian di Kabupaten Asahan memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara. Untuk mencegah terjadinya penurunan kontribusi di tahun-tahun berikutnya maka perlu perlu dibangun infrastruktur (penyediaan sarana produksi, sistem irigasi dll) yang dapat menunjang peningkatan produktivitas sektor pertanian yang pada akhirnya akan mampu mendorong pertumbuhuhan sektor-sektor yang berbasis kepada sektor pertanian, seperti industri pengolahan. Pada masa otonomi daerah, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa terletak di Kuadran II dan termasuk kategori sektor mengalami pertumbuhan yang lamaban. Kedua sektor tersebut sangat berperan dalam mobilisasi sektor-sektor perekonomian lainnya, oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya, seperti; perbaikan jalan, penyediaan sarana transportasi dan pengangkutan yang memadai, memberi kemudahan bagi investor untuk berinvestasi dan mempermudah jalur birokrasinya, serta perlunya penguatan lembaga keuangan daerah. Sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999, otonomi yang berlaku di Indonesia merupakan otonomi luas (general competences). Oleh karena itu adanya revisi yang dilakukan terhadap UU No.22/1999 tersebut menjadi UU No.32 Tahun 2004 perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dalam rangka menetapkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam rangka peningkatan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di kabupaten Asahan.

5 Judul : ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ASAHAN PROPINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) Nama : Balduin Manik NRP : A Menyetujui, Pembimbing Ir. Nindyantoro, MSP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Maret 2006 Balduin Manik A

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Pematangsiantar, pada tanggal 4 Nopember Penulis merupakan anak ke enam dari sebelas bersaudara, dari orang tua yang bernama Bapak Maradian Manik (Almarhum) dan Ibu Siti Dermawan br. Tambunan. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMU Negeri 2 Pematangsiantar. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2002 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan akademik dan kemahasiswaan, diantaranya menjadi Staf Departemen Informasi Divisi Pers dan Jurnalistik pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) Periode 2004/2005, Anggota Koperasi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (KOPMA IPB) Periode 2003/2004. Sejak Tahun 2004 sampai dengan saat ini, penulis aktif menjadi penyiar di Radio Komunitas AGRI FM yang saat ini berada dibawah naungan Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen untuk Mata Kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun ajaran 2005/2006.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) dilatarbelakangi oleh diterapkannya otonomi daerah sejak 1 Januari 2000 yang membawa perubahan bagi perekonomian Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara. Adanya otonomi daerah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah daerah untuk melakukan pembenahan serta mengembangkan potensi yang terdapat pada wilayah Kabupaten Asahan. Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan bagaimana pertumbuhan sektor-sektor perekonomian daerah Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara sebelum dan pada masa otonomi daerah serta menghasilkan rekomendasi untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah daerah dalam menetapkan strategi-strategi pembangunan ekonomi pada tahun-tahun berikutnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Maret 2006 Penulis

9 UCAPAN TERIMA KASIH Selama penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak masukan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimkasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing, yang senantiasa memberikan bantuan, arahan, motivasi dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini, serta sebagai dosen moderator dalam seminar penulis. 2. Ibu Sahara, SP, MSi yang bersedia menjadi Dosen Penguji Utama dan Bapak Ir, Joko Purwono, MS yang bersedia menjadi Dosen Penguji Wakil Departemen pada saat ujian skripsi penulis. 3. Bapak Maradian. Manik (Alm) dan Mama Siti Dermawan br Tambunan serta saudara-saudaraku tercinta yang senantiasa mendoakan dan menyayangi penulis. 4. Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, Kepala Badan Pusat Statistik Medan, dan Kepala badan Pusat Statistik Jakarta. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku dosen pembimbing akademik penulis. 6. Teman-teman EPS 39 yang selalu membantu penulis; Vininta, Agus, Tulus, Noni, Asti, Ury, Viana, Rika, Suci (Uchie). Semoga Tuhan senantiasa memberikan rahmatnya kepada teman-teman semuanya. 7. Teman-teman di Radio Komunitas Agri FM IPB, terima kasih karena selama penyelesaian skripsi ini teman-teman banyak membantu dan memberikan motivasi. 8. Sahala yang telah banyak membantu penulis dan Sefri Rusyadi, terima kasih atas komputernya. 9. Teman-teman satu Program Studi: EPS 38, 39, 40, dan juga teman-teman di Pondok Nirvana, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Keterbatasan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pembangunan Ekonomi Pembangunan Daerah Perbandingan Teori Pertumbuhan dan Teori Pembangunan Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Otonomi Daerah di Kabupaten dan Kota Teori Basis Ekonomi Model Analisis Shift Share Hasil Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Analisis Shift Share Analisis Location Quotient (LQ) Kerangka Pemikiran Konseptual IV. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 45

11 vi Halaman Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Metode Analisis Shift Share Model Analisis Location Quotient (LQ) Defenisi Operasional V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Fisik Daerah Potensi Demografi Daerah Potensi Perekonomian Daerah Kebijakan Sektoral Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah 68 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Asahan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Analisis PDRB Kabupaten Asahan dan PDRB Sumatera Utara Sebelum Otonomi daerah Analisis PDRB Kabupaten Asahan dan PDRB Sumatera Utara Pada Masa Otonomi daerah Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi daerah ( ) Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi daerah ( ) Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi daerah ( ) Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi daerah ( )

12 vii Halaman Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi daerah ( ) Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi daerah ( ) VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Terbesar atas Dasar Harga Konstan 1993, Lima Propinsi di Indonesia Tahun (Milyar Rupiah) Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Terbesar atas Dasar Harga Konstan 1993, Lima Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara Tahun (Milyar Rupiah) Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Persen) PDRB Sektor-sektor Perekonomian dan Persentase Kontribusinya Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Atas Dasar harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan 1993 (persen) PDRB Sektor-sektor Perekonomian dan Persentase Kontribusinya Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Atas Dasar harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) Perbedaan Dasar UU No.5/1974 dan UU No. 22/ Perbedaan Sumber Dana Perimbangan Keuangan Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah (Persen) Kebijakan Pemerintah Pada Produk Kelapa Sawit Kebijakan Pemerintah Pada Produk Kelapa Sawit Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah)... 90

14 No Teks Halaman ix 15. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah).. 97

15 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Profil Pertumbuhan PDRB Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Pertumbuhan Ekonomi Model Analisis Shift Share Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Tahun Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Tahun

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. PDRB Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Periode (Juta Rupiah) PDRB Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Periode (Juta Rupiah) Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun ) Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah (Tahun ) Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun ) Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah (Tahun ) Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Periode (Juta Rupiah) Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Periode (Juta Rupiah) PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Propinsi Sumatera Utara Periode (Juta Rupiah) Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Sumatera Utara Tahun

17 Halaman xi 13. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Sumatera Utara Tahun Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Total PDRB Perekonomian Sumatera Utara Tahun Hasil Perhitungan Shift Share Pada Semua Sektor Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Hasil Perhitungan Shift Share Pada Semua Sektor Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Asahan Periode Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Bahan Makanan Menurut Jenis Tanaman Total investasi (Agro Industri) di Kabupaten Asahan selama tahun Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman (Ton) Peta Panjang Jalan (Negara, Propinsi, dan Kabupaten) Menurut Kecamatan di Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara Peta Pembagian Wilayah Kabupaten Asahan Menurut Kecamatan

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan tidak hanya bertujuan untuk mencapai kemajuan lahiriah dan batiniah saja, akan tetapi lebih kepada keselarasan, keserasian dan keseimbangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pembangunan meliputi: (1) pertumbuhan ekonomi; (2) pemerataan sosial; dan (3) keberlanjutan ekosistem, dengan demikian keseimbangan tingkat pertumbuhan antar wilayah dapat menutup atau setidaknya mempersempit gap pertumbuhan ekonomi antar wilayah/daerah di Indonesia dapat terwujud (Djojohadikusumo dalam Al Hakiem dalam Husein, 2004). Pemerintah pusat belum sungguh-sungguh menjalankan amanat tersebut, karena keseimbangan tingkat pertumbuhan antar wilayah belum tercapai. Selama ini pembangunan yang diselenggarakan hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah yang secara fungsional dan sektoral berdekatan dengan pusat pemerintahan. Daerah-daerah yang dekat dengan pusat pemerintahan terus tumbuh dan berkembang dengan cepat sedangkan daerah yang jauh dari pusat pemerintahan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dan cenderung tertinggal. Saat ini jumlah propinsi di Indonesia telah mengalami perkembangan menjadi 32 propinsi yang pada tahun 2002 masih berjumlah 30 propinsi. Dari sejumlah propinsi tersebut terdapat perbedaan dalam jumlah Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB). Dari sejumlah propinsi tersebut, pada Tabel 1 disajikan lima propinsi yang memiliki jumlah PDRB yang terbesar.

19 Tabel 1. Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Terbesar atas Dasar Harga Konstan 1993, Lima Propinsi di Indonesia Tahun (Milyar Rupiah) Propinsi No Tahun DKI Jawa Jawa Jawa Sumatera Jakarta , , , , , , , , , ,08 Barat , , , , , , , , , ,78 Timur , , , , , , , , , ,06 Tengah , , , , , , , , , ,54 Utara , , , , , , , , , ,70 Jumlah , , , , ,57 Sumber: BPS, 2000, dan 2003 Tabel diatas menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 Propinsi Jawa Barat merupakan propinsi penyumbang PDRB terbesar. Akan tetapi, sejak tahun propinsi yang memiliki PDRB terbesar adalah DKI Jakarta. Hal ini disebabkan pada tahun 1999 propinsi Jawa Barat mengalami pemekaran menjadi dua propinsi yakni propinsi Jawa Barat dan Banten. Hal yang menarik dari Tabel 1 adalah dari lima propinsi yang mempunyai PDRB terbesar, hanya Propinsi Sumatera Utara satu-satunya propinsi yang berada di luar Pulau Jawa. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pola pembangunan yang dilaksanakan selama ini hanya terpusat di Pulau Jawa sehingga sistem pemerintahan yang diterapkan tidak lagi cukup efektif seiring perkembangan yang terjadi dalam masyarakat serta kompleksnya persoalan yang dihadapi baik politik maupun sosial ekonomi. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi kebijakan yang diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Pembangunan yang bersifat sentralistik memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) kurang sesuainya program pembanguan yang disusun bagi daerah dengan kebutuhan, aspirasi, dan karakteristik budaya setempat sehingga tidak 2

20 3 mendukung terciptanya pembangunan yang berkelanjutan; (2) kurang merangsang kreatifitas pemerintah daerah dan aparatnya dalam upaya mencari ide-ide atau strategi pembangunan untuk mendukung perkembangan daerahnya. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi persoalan yang terjadi saat itu adalah melakukan pegeseran paradigma dari sentralistik menuju ke desentralistik. Dengan kebijakan tersebut diharapkan proses pengambilan keputusan pembangunan daerah lebih demokratis dan sesuai dengan kebutuhan, persoalan, aspirasi masyarakat, serta dapat memperkecil kesenjangan yang terjadi baik antara pusat dan daerah maupun antar daerah. Pergeseran paradigma dari sentralistik menjadi desentralistik diwujudkan dalam pembentukan undang-undang otonomi daerah, yang secara nasional mulai berlaku sejak 1 Januari 2000 setelah sebelumnya terdapat undang-undang yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah kabupaten/kota, sehingga pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki peluang untuk secara leluasa mengatur dan melaksanakan pembangunan berdasarkan potensi dan prakarsa daerah yakni dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan pada tahun 2004 direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun Dengan hal itu diharapkan mampu mengubah pandangan pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan (Hanggono et al, 2000). Undang-undang No. 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pada sebagian besar aspek pemerintahan. Sebagai salah

21 satu daerah yang telah menjalankan otonomi sejak tahun 2000, Kabupaten Asahan yang merupakan salah satu daerah yang menjadi bagian dari Propinsi Sumatera Utara, dituntut untuk melakukan pembenahan-pembenahan dan pengembangan potensi-potensi lokal secara produktif serta menetapkan kebijakan yang menitikberatkan pada sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang terbesar bagi Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) dan kebijakan tersebut harus mempertimbangkan serta mendukung perkembangan sumbersumber penerimaan lainnya meskipun hanya memberikan kontribusi yang relatif lebih rendah bagi PDRB. Sampai saat ini, salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah adalah besarnya kontribusi semua sektor perekonomian daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut yang dapat dilihat melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Berdasarkan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara, Kabupaten Asahan menempati peringkat kedua penyumbang PDRB terbesar setelah kota Medan yang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara. Perbedaan jumlah Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) Terbesar atas Dasar Harga Konstan 1993, Lima Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara Tahun (Milyar Rupiah) Kabupaten No Tahun Kota Deli Labuhan Asahan Medan serdang Batu Simalungun **) 4.999, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,57 Jumlah Keterangan : **) Angka Perbaikan Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara (2004) 4

22 5 Tahun 1999 Kabupaten Asahan memberikan kontribusi terhadap PDRB Sumatera Utara sebesar Rp 2.9 trilyun dan pada tahun 2000 dimana otonomi daerah telah berjalan, kontribusi yang diberikan mengalami peningkatan menjadi Rp 3.1 trilyun atau sekitar 12,19 persen. Kontribusi Kabupaten Asahan terhadap PDRB propinsi diharapkan semakin meningkat dengan adanya otonomi daerah karena undang-undang otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah Kabupaten Asahan dalam melakukan pembenahan serta mengembangkan potensi-potensi yang terdapat pada wilayah Kabupaten Asahan. 1.2 Perumusan Masalah Pelaksanaan otonomi secara bertahap dan terarah diharapkan akan memungkinkan berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan daerah, sehingga perekonomian daerah menjadi bagian dari perekonomian nasional. Keadaan ini dapat diartikan bahwa perekonomian daerah menjadi bagian dari perekonomian daerah pada masa otonomi daerah akan lebih baik daripada masa sebelum otonomi daerah. Salah satu cara untuk melihat kondisi perekonomian adalah dengan melihat perkembangan sektor riil atau Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ada (CIDES, 2004) 1. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi (periode mengalami laju pertumbuhan yang berubah-ubah meskipun nilai PDRB yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1995 laju pertumbuhan mencapai 9,98 persen kemudian meningkat pada tahun 1996 menjadi 10,29 persen, sedangkan pada tahun 1997 pertumbuhan PDRB 1

23 Kabupaten Asahan mengalami penurunan sebesar 1,48 persen menjadi 8.81 persen (Tabel 3). Tabel 3. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Persen) No Sektor/Lapangan Usaha Sebelum Otonomi Daerah*) Pertanian 7,91 17,56 16,80 4,88 6,20 2 Penggalian 13,21 7,02 3,44-33,53 2,80 3 Industri Pengolahan 10,22 4,40 3,89-2,71 3,19 4 Listrik Gas dan Air Bersih 22,50 10,19 5,97 5,22 9,39 5 Bangunan 10,07 8,90 4,53-10,43 7,00 6 Perdagangan Hotel dan Restoran 10,85 11,01 3,35 4,25 7,02 7 Pengangkutan & Komunikasi 13,81 8,78 4,11-0,62 8,13 Keuangan, Persewahan dan Jasa 8 Perusahaan 13,54 10,35 10,71-5,71 5,22 9 Jasa-Jasa 16,98 7,56 7,07 4,41 5,33 10 Pertumbuhan PDRB 9,98 10,29 8,81 1,05 5,29 Keterangan : *) Pelaksanaan Otonomi Kabupaten Asahan Tahun 2000 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 Kondisi tersebut diperparah oleh semakin rendahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serta meningkatnya laju inflasi yang menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan tingkat permintaan agregat yang disebabkan kenaikan pada setiap tingkat harga. Krisis moneter yang terjadi juga menyebabkan keengganan para investor untuk melakukan investasi, karena biaya investasi menjadi semakin tinggi. Hal inilah yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kinerja perekonomian yang diindikasikan dengan melemahnya pertumbuhan sektor riil sehingga menyebabkan penurunan laju pertumbuhan yang sangat signifikan menjadi 1,05 persen yang berarti mengalami penurunan sebesar 7.76 persen dari tahun sebelumnya. Hampir semua sektor mengalami dampak negatif akibat krisis ekonomi yang terjadi terutama sektor Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 33,53 persen. Akan tetapi ditengah krisis yang terjadi di Indonesia, justru sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Asahan mengalami peningkatan 6

24 7 menjadi 4,25 persen dibanding tahun sebelumnya (Tahun 2003) yang hanya mencapai 3,35 persen hal ini dikarenakan wisatawan domestik yang sebelumnya melakukan kunjungan wisata ke daerah lain (diluar wilayah Kabupaten Asahan), semenjak terjadinya krisis moneter lebih memilih untuk melakukan kunjungan wisata di dalam wilayah Kabupaten Asahan itu sendiri. Pada tahun 1999 perekonomian Kabupaten Asahan mulai membaik. Ini ditunjukkan oleh laju pertumbuhan PDRB yang meningkat menjadi 5,29 persen sebagai dampak dari peningkatan PDRB pada semua sektor perekonomian di Kabupaten Asahan. Peningkatan laju pertumbuhan yang terjadi pada setiap sektor perekonomian disebabkan oleh mulai stabilnya kondisi perekonomian secara Nasional maupun Kabupaten Asahan. Berdasarkan kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap total PDRB selama periode , sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Asahan memberikan kontribusi yang cenderung meningkat (Tabel 4).

25 Tabel 4. PDRB Sektor-sektor Perekonomian dan Persentase Kontribusinya Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Atas Dasar harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) No Sebelum Otonomi Daerah*) Sektor Pertanian ,38 (34,03) ,80 (36,27) ,22 (38,94) ,18 (40,41) ,16 (40,76) 2 Pertambangan dan Penggalian 9.621,63 (0,42) ,06 (0,41) ,74 (0,39) 7.080,59 (0,25) 7.278,99 (0,25) 3 Industri Pengolahan ,41 (39,95) ,91 (37,81) ,25 (36,11) ,88 (34,76) ,57 (34,07) 4 Listrik dan Air Minum 4.897,21 (0,21) 5 Bangunan dan ,61 Konstruksi (2,81) 6 Perdagangan, ,86 Hotel dan (12,76) Restoran 7 Angkutan dan ,79 Komunikasi (3,72) 8 Keuangan dan ,85 Jasa Persewaan (2,25) 9 Jasa-jasa ,67 (3,86) 5.396,04 (0,21) ,12 (2,77) ,83 (12,84) ,95 (3,67) ,31 (2,25) ,76 (3,76) 5.718,19 (0,21) ,52 (2,66) ,35 (12,20) ,37 (3,51) ,00 (2,29) ,75 (3,70) 6.016,64 (0,22) ,00 (2,36) ,26 (12,58) ,78 (3,45) ,55 (2,14) ,71 (3,83) , , , ,59 Total PDRB (100) (100) (100) (100) Keterangan : *) Pelaksanaan Otonomi Kabupaten Asahan Tahun 2000 Angka dalam kurung merupakan persentase kontribusi tiap sektor Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, ,70 (0,22) ,51 (2,40) ,21 (12,79) ,66 (3,55) ,55 (2,13) ,82 (3,83) ,17 (100) Secara umum sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Asahan memiliki kontribusi yang semakin besar terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor Pertanian yang meningkat setiap tahunnya meskipun terjadi krisis pada tahun Ini dikarenakan krisis yang terjadi tidak memberikan dampak negatif yang berarti bagi sektor pertanian secara umum. Akan tetapi pada tahun terdapat beberapa sektor yang mengalami penurunan, anatara lain: sektor Industri Pengolahan, dan sektor Keuangan dan Jasa Persewaan. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 sangat mempengaruhi kedua sektor tersebut. Menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat mengakibatkan tingginya biaya operasional dalam setiap aktivitas perekonomian 8

26 9 sehingga para investor enggan untuk melakukan investasi terutama pada sektor industri pengolahan. Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa perekonomian Kabupaten Asahan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Nasional dan Propinsi Sumatera Utara. Hal ini berarti perubahan yang terjadi dalam perekonomian nasional maupun Propinsi Sumatera Utara akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan. Diberlakukannya otonomi daerah di Kabupaten Asahan pada tahun 2000 memberikan dampak yang cukup positif bagi pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan yang ditunjukkan oleh peningkatan PDRB dari tahun ke tahun ( Lampiran 1 dan 2). Pada tahun 2000 laju pertumbuhan mencapai 6,15 persen, meningkat dari tahun 1999 yang hanya mencapai 5,29 persen. Pada tahun 2001 laju pertumbuhan PDRB mengalami penurunan, hanya mencapai 5,24 persen. Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan sampai tahun Peningkatan laju pertumbuhan PDRB memperlihatkan bahwa kinerja perekonomian Kabupaten Asahan mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan PDRB semua sektor yang sebagian besar mengalami peningkatan, meskipun masih terdapat sektor-sektor perekonomian yang justru mengalami penurunan pada tahun Penurunan laju pertumbuhan PDRB pada tahun 2004 terutama dialami oleh sektor Bangunan dan Konstruksi, dan sektor Keuangan dan jasa Persewahan (Tabel 5). Bisa jadi hal ini dikarenakan data yang diperoleh masih merupakan angka sementara.

27 Tabel 5. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Persen) No Lapangan Usaha Masa Otonomi Daerah Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewahan dan Jasa 8 Perusahaan Jasa-Jasa Pertumbuhan PDRB Keterangan : *) Pelaksanaan Otonomi Kabupaten Asahan Tahun 2000 Angka dalam kurung merupakan persentase kontribusi tiap sektor **) Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2004 Sama seperti periode sebelum otonomi daerah, pada masa otonomi daerah, sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang terbesar bagi PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 2000 sektor pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 40,15 persen dan pada tahun 2004 sektor Pertanian mampu memberi kontribusi sebesar 39,13 persen. Sementara itu sektor Industri Pengolahan juga memberikan konrtibusi sebesar 34,97 pada Tahun 2003, mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2004 mencapai 35,59 persen, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. 10

28 Tabel 6. PDRB Sektor-sektor Perekonomian dan Persentase Kontribusinya Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) No Masa Otonomi Daerah*) Sektor **) 1 Pertanian ,72 (40,15) ,19 (39,64) ,90 (38,71) ,40 (38,93) ,68 (39,13) 2 Pertambangan dan Penggalian 8.057,11 (0,26) 8.501,06 (0,26) 9.344,69 (0,27) 9.449,69 (0,26) 9.632,76 (0,25) 3 Industri Pengolahan ,81 (33,99) ,61 (34,28) ,20 (34,69) ,85 (34,97) ,77 (35,59) 11 4 Listrik dan Air Minum 5 Bangunan dan Konstruksi 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 7.276,27 (0,23) ,08 (2,51) ,37 (13,18) 7.576,79 (0,23) ,22 (2,59) ,58 (13,27) 9.055,65 (0,26) ,47 (2,72) ,60 (13,55) ,57 (0,29) ,36 (3,12) ,44 (12,74) ,4 (0,29) ,47 (2,84) ,6 (12,68) 7 Angkutan dan Komunikasi ,16 (3,70) ,20 (3,69) ,87 (3,67) ,00 (3,68) ,56 (3,50) 8 Keuangan dan Jasa Persewaan ,48 (2,17) ,05 (2,22) ,84 (2,38) ,00 (2,37) ,22 (2,22) 9 Jasa-jasa ,52 (3,81) Total PDRB ,52 (100) ,58 (3,82) ,28 (100) ,43 (3,76) ,65 (100) ,35 (3,64) ,66 (100) Keterangan : *) Pelaksanaan Otonomi Kabupaten Asahan Tahun 2000 Angka dalam kurung merupakan persentase kontribusi tiap sektor **) Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, ,44 (3,49) ,90 (100) Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan pada masa otonomi cenderung mengalami peningkatan meskipun jika dibanding pada periode sebelum otonomi daerah laju pertumbuhan sektor perekonomian yang dicapai justru lebih kecil khususnya sebelum terjadinya krisis pada tahun Selain itu persentase kontribusi setiap sektor pada masa otonomi daerah juga mengalami penurunan jika dibandingkan pada periode sebelum otonomi daerah meskipun secara absolut mengalami peningkatan. Hal inilah yang menjadi kendala dan kekhawatiran dalam usaha pembangunan daerah khususnya pada masa otonomi karena perubahan yang terjadi pada setiap sektor perekonomian akan semakin mempengaruhi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan dalam rangka

29 12 pengambilan keputusan pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Uraian diatas mendorong pemikiran lebih lanjut tentang bagaimana laju pertumbuhan dan kontribusi setiap sektor riil perekonomian Kabupaten Asahan dengan melihat faktor-faktor penyebab perubahan pada perekonomian yang dihubungkan dengan Propinsi Sumatera Utara sebagai daerah atasnya. Hal tersebut sangat penting mengingat sektor riil merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah. Oleh karena itu, pertama perlu diketahui sektor-sektor apa saja yang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah? Hal tersebut diperlukan untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi untuk dikembangkan dan juga dilihat dari keunggulan komparatif Kabupaten Asahan dan daya saing sektor-sektor tersebut di Kabupaten Asahan. Kedua, sektor-sektor apa saja yang termasuk dalam kelompok sektor pertumbuhan Progresif (Maju) atau Lambat dalam perekonomian Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah? Hal tersebut terkait dengan penentuan pertumbuhan ekonomi sektoral, yang dilihat dari unsur pertumbuhan regional. Ketiga, bagaimana laju pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara? Hal ini diperlukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional, sehingga dapat diketahui apakah Kabupaten Asahan termasuk kelompok

30 daerah yang pertumbuhannya Progresif atau Lambat dibandingkan Propinsi Sumatera Utara, dengan melihat nilai pergeseran bersih Kabupaten Asahan Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang penulisan serta perumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah. 2. Menganalisis sektor-sektor apa saja yang termasuk dalam kelompok sektor pertumbuhan Progresif (Maju) atau Lambat dalam perekonomian Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah. 3. Menganalisis laju pertumbuhan perkonomian Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah bila dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Utara. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Asahan, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan, dan dapat dijadikan bahan evaluasi sektoral yang membawa dampak makro bagi perekonomian Kabupaten Asahan. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Asahan dalam penetapan kebijakan-kebijakan terkait. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat memberikan gambaran pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah serta berguna sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan

31 melakukan penelitian terkait atau bagi para peneliti yang akan melanjutkan penelitian ini Keterbatasan Penelitian Dikeluarkannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan yang terkait dengan otonomi daerah mengindikasikan bahwa otonomi daerah resmi diberlakukan di Indonesia. Namun pada kenyatannya, pelaksanaan otonomi daerah tidak dapat berlangsung begitu saja karena masih terdapat berbagai tahapan yang harus dipenuhi seperti adanya aturan pelaksanaan, peraturan pemerintah, keputusan menteri, dan sebagainya sehingga otonomi daerah layak untuk dilaksanakan. Otonomi yang berjalan di Kabupaten Asahan pada tahun 2000 masih dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan sebuah asumsi, yaitu meskipun otonomi yang dilakukan Kabupaten Asahan pada tahun 2000 masih secara bertahap akan tetapi telah terjadi banyak perubahan-perubahan dalam perekonomian Kabupaten Asahan terutama sektor-sektor penyusun PDRB Kabupaten Asahan.

32 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut berupa kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga sekaligus menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut yanga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut (Tarigan, 2002). Menurut Boediono dalam Tarigan (2002), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan pertumbuhan itu haruslah bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. 2.2 Pembangunan Ekonomi Menurut Sukirno (1985), kebijaksanaan pembangunan ekonomi selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagai usaha yang dilakukan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Sedangkan secara keseluruhan usaha pembangunan meliputi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan juga kebudayaan. Selain merupakan suatu proses yang menyebabkan tingkat pendapatan per kapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang, pembangunan ekonomi juga merupakan proses menuju ke arah perbaikan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan bertahap di semua bidang. Definisi pembangunan ekonomi tersebut mempunyai tiga sifat penting, yaitu: (1)

33 16 Merupakan suatu proses yang terjadi terus-menerus dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi; (2) sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, yang merupakan pencerminan dari adanya perbaikan kesejahteraan masyarakat; (3) kenaikan pendapatan per kapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang, yang berarti bahwa suatu wilayah berkembang apabila pendapatan per kapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat pada jangka panjang. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi, sehingga dapat diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi serta taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap ke tahap pembangunan berikutnya. Menurut Azman (2001), dalam pembangunan ekonomi, beberapa indikator yang biasa dipergunakan adalah: (1) tingkat pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dalam PDRB berdasarkan harga konstan, dimana akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah secara menyeluruh maupun per sektor; (2) tingkat kemakmuran daerah, yang akan dapat diketahui dengan memperbandingkan dengan daerah lain, dan untuk mengetahui perkembangan tingkat kemakmuran suatu daerah melalui perkembangan pendapatan per kapita secara berkala; (3) tingkat inflasi dan deflasi, peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat dapat saja tidak memberikan arti penting bagi masyarakat tersebut bila diikuti laju inflasi yang tinggi, karena inflasi yang tinggi akan mengakibatkan kemampuan daya beli dari pendapatan yang diterima menurun dan sebaliknya untuk deflasi. Inflasi dan deflasi dapat diketahui

34 17 berdasarkan PDRB harga konstan dan harga yang berlaku, dan (4) gambaran struktur perekonomian, yang dapat dilihat melalui sumbangan masing-masing sektor pembangunan terhadap PDRB. Pembangunan ekonomi memiliki dimensi kualitatif, memerlukan perubahan struktur dan termasuk di dalamnya pengurangan kemiskinan dan peningkatan yang besar dalam nutrisi, kesehatan, pendidikan dan standar hidup. Pembangunan ekonomi juga meliputi perubahan dalam kemiskinan, diversifikasi pertanian utama, perekonomian urban yang mampu mendorong pertumbuhan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi adalah sesuatu yang perlu tetapi tidak cukup untuk pembangunan ekonomi. Sebagai suatu proses, pembangunan ekonomi memiliki konsep yang lebih sulit untuk didefinisikan dan diukur daripada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi mencakup perubahan dalam komposisi input dan output dalam sebuah perekonomian. Perubahan ini nantinya akan mengarah pada berkurangnya kemiskinan di dalam masyarakat yang berarti pula semakin meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Sukirno (1985), mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi tersebut jelas terlihat bahwa pembangunan ekonomi merupakan: (1) suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi secara terus-menerus; (2) usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan per kapita; dan (3) kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang. Namun yang lebih utama dari semua itu adalah bahwa pembangunan ekonomi harus dilaksanakan atas dasar kekuaatan

35 18 dan kemampuan perekonomian di dalam negeri. Keinginan dan prakarsa pembangunan harus muncul dari warga negara itu sendiri. Kekuatan yang berasal dari luar seyogyanya hanya dijadikan sebagai kekuatan pendorong bagi pembangunan. Kekuatan luar tersebut hanya bersifat membantu dan tidak bisa dijadikan kekuatan utama dalam pelaksanaan pembangunan. 2.3 Pembangunan Daerah Dalam rangka meningkatkan peran aktif masyarakat serta mendayagunakan potensi daerah secara optimal dan terpadu sesuai dengan persoalan yang berkenaan dengan pembangunan ekonomi dan kebutuhan masyarakat maka pembangunan daerah sangat penting untuk dilaksanakan. Secara mendasar, konsep pembangunan daerah mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas (Soegijoko, 1997). Sehingga pembangunan daerah merupakan upaya pemerataan pembangunan melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, karena adanya perbedaan kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing-masing daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional. Oleh karena itu pembangunan daerah perlu diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyelaraskan laju pertumbuhan antar daerah, dengan memperhatikan daerah terbelakang, padat dan jarang penduduk, daerah

36 19 transmigrasi, daerah terpencil, dan daerah miskin. Sehingga dapat mengurangi dan tidak menimbulkan kesenjangan pembangunan antar daerah. Arsyad (1999) mengemukakan bahwa secara regional/daerah, pembangunan daerah merupakan suatu proses dimana masyarakat mengelola sumberdaya yang dimiliki serta membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan swasta untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Tujuan pembangunan wilayah seharusnya diarahkan untuk mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability). a. Pertumbuhan (growth) Pertumbuhan ditentukan sampai dimana kelangkaan sumberdaya yang terdiri atas sumberdaya manusia, peralatan dan sumberdaya alam dapat dialokasikan secara maksimal dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kegiatan yang produktif. Semakin tinggi tingkat sumberdaya yang dicerminkan dari penguasaan teknologi, maka semakin tinggi pula kemampuan mengelola sumberdaya alam yang tersedia untuk mencapai tingkat pertumbuhan. b. Pemerataan (equtiy) Pengaturan atau pengalokasian manfaat dari hasil-hasil pembangunan harus adil dan merata, sehingga setiap anggota masyarakat yang terlibat akan memperoleh pembangunan yang adil dalam menikmati hasil-hasil pembangunan. c. Keberlanjutan (sustainability) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan arahan terhadap pembangunan daerah dan pengelolaannya oleh

37 20 pemerintah daerah serta memiliki kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri dan aspirasi masyarakat lokal. Penerapan otonomi daerah berhubungan erat dengan pembangunan ekonomi daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteran dan mengurangi perbedaan tingkat kemampuan suatu daerah diantaranya, dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat secara merata, memberikan kesempatan memperoleh pendidikan dan memperoleh kesempatan kerja serta pemerataan pembagian pendapatan melalui pemanfaatan sumber-sumber pembangunan yang dimiliki (Anwar dan Hadi, 1996 dalam Restuningsih, 2004). Pelaksanaan pembangunan tidak selalu berhasil dan mencapai tujuan yang diharapkan, sehingga laju pertumbuhan pembangunan tidak merata di seluruh wilayah. Menurut Hanafiah (1982), keadaan ini menyebabkan adanya pengelompokan wilayah berdasarkan perkembangannya, yaitu: 1. Wilayah yang terlalu maju; terutama di kota-kota besar dimana terdapat batas pertumbuhan atau polarisasi, umumnya dalam menghadapi masalah diseconomic of scale. Industri-industri maju di kota tersebut akan mundur kembali disebabkan oleh diseconomic of scale, seperti masalah manajemen, kenaikan biaya produksi dan sebagainya. Manfaat aglomerasi juga dapat berkurang akibat meningkatnya biaya fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan upah, kenaikan harga bahan baku dan energi serta ongkos sosial seperti: pencemaran suara, udara dan air. Jika keadaan tersebut akan diatasi dan tetap dipertahankan maka akan memerlukan

38 21 biaya yang tinggi, yang akan dibebankan kepada kegiatan ekonomi di tempat lain. 2. Wilayah netral; yang dicirkan dengan tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial. Wilayah ini merupakan kota satelit bagi wilayah yang terlalu maju. 3. Wilayah sedang; merupakan wilayah dengan ciri-ciri campuran, pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik, merupakan gambaran kombinasi antara daerah maju dan kurang maju, yang memiliki pengangguran dan kelompok miskin. 4. Wilayah kurang berkembang; merupakan wilayah yang tingkat pertumbuhannya jauh dibawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional. 5. Wilayah tidak berkembang; merupakan wilayah tidak maju atau wilayah miskin, yaitu wilayah yang tidak akan pernah dapat mengembangkan industri modern dalam berbagai skala serta ditandai dengan daerah pertanian yang usahataninya subsistem dan berskala kecil. 2.4 Perbandingan Teori Pertumbuhan dan Teori Pembangunan Pertumbuhan dan pembangunan memiliki keterkaitan yang sangat erat sehingga pertumbuhan dan pembangunan seringkali diartikan sama. Kedua istilah tersebut sebenarnya memiliki arti yang berbeda secara eksplisit dan implisit. Menurut Herrick dan Charles (1982) dalam Setiawan (2004), pertumbuhan ekonomi memiliki arti tidak hanya output yang lebih banyak, tetapi juga lebih

39 22 banyak macamnya dari yang sebelumnya, termasuk di dalamnya perubahan teknologi dan institusi yang berperan dalam produksi dan distribusi. Sedangkan perkembangan atau pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan atau perkembangan. Tetapi pada tingkat-tingkat permulaan, mungkin pembangunan ekonomi selalu disertai dengan pertumbuhan dan sebaliknya. Hess dan Clark (1997) dalam Setiawan (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mengacu pada perubahan kuantitas dan biasanya diukur sebagai kenaikan dalam output per kapita atau pendapatan. Pertumbuhan ekonomi modern, sebagaimana terungkap dari pengalaman negara maju sejak akhir abad ke-18, ditandai dengan laju kenaikan produk per kapita yang tinggi dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat. Laju kenaikan yang luar biasa itu paling sedikit sebesar lima kali untuk penduduk dan paling sedikit sepuluh kali untuk produksi. 2.5 Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya, ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat itu. Hal itu terlihat jelas

40 23 dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang berikut ini 1 : - UU No. 1 tahun 1945 Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat. - UU No. 22 tahun 1948 dan UU No. 44 Tahun 1950 Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat. - UU No. 1 tahun 1957 Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat. - Penetapan Presiden No.6 tahun 1959 Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja. - UU No. 18 tahun 1965 Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja - UU No. 5 tahun

41 24 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional. - UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

42 Tabel 7. Perbedaan Dasar UU No.5/1974 dan UU No. 22/ No. Aspek UU No.5/1974 UU No.22/ Nama UU & Asas yang Digunakan. 2 Model Penyelenggaraan Desentralisasi 3 Penekanan definisi Otonomi Daerah 4 Status Daerah Otonom 5 Hubungan antar Dati I dan Dati II 6 Kedudukan Badan Legislatif 7 Prinsip Pembiayaan Pengeluaran Disebut UU tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah didasarkan kepada asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Kepala Daerah merangkap Kepala Wilayah. Structural Efficiency Modelyang menekanan persatuan dan kesatuan nasional dan cenderung mengabaikan nilai-nilai lokal serta nilai-nilai demokrasi, dengan alasan menjamin efisiensi dan kemajuan ekonomi. Adalah pada penyerahan urusan kepada lembaga pemerintah daerah yang di beri hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Titik berat otonomi pada Dati II, namun Dati I tetap berstatus daerah otonom yang utuh. Daerah otonom merangkap sebagai daerah administrasi Terdapat hubungan hirarkis antara Dati I dan Dati II melalui jalur Kepala Wilayah. Fungsi eksekutif dan fungsi legislatif tercampur aduk karena kedudukan Kepala Daerah yang merangkap Kepala Wilayah. Function Follows Finance, jadi tergantung dari pemberian Subsidi Daerah Otonom (SDO) dan INPRES dari Pusat. Disebut UU tentang Pemerintahan Daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan berdasarkan ketiga asas yang mengarah pada prinsip devolusi. Tidak ada lagi Kepala Daerah yang merangkap Kepala Wilayah, sebagai kepanjangan tangan dari Pusat. Local Democratic Model yang menekankan nilai-nilai lokal dan demokratik serta menghargai perbedaan dan keanekaragaman. Lebih berorientasi kepada masyarakat, kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Otonomi yang luas dan utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, dan tidak merangkap sebagai daerah administrasi. Tidak ada hubungan hirarkis maupun subordinatif antara daerahdaerah otonom. Fungsi eksekutif dan fungsi legislatif dipisahkan secara tegas,yaitu Kepala Daerah sebagai fungsi eksekutif dan DPRD sebagai fungsi legislatif. Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Finance Follows Function, fungsifungsi pengeluaran Daerah terdefinisi dengan jelas yaitu, PU, kesehatan, pendidikan, perhubungan,industri dan perdagangan, penanaman modal,lingkungan hidup, pertanahan,koperasi dan tenaga kerja. 2 Koswara dalam

43 26 Hal yang sama terjadi pada aspek keuangan. Meskipun UU No. 32 tahun 1956 sudah menyebut perimbangan keuangan antara Negara dengan daerahdaerah yang mengurus rumah tangganya sendiri, dan UU No. 5 Tahun 1974 pun sudah menyebut hal itu, namun secara realitas sangat berbeda. Bahkan terjadi eksploitasi yaitu sumber pengelolaan urusan yang prospektif ditarik ke tingkat propinsi atau pusat. Hal ini juga tampak dari pengelolaan urusan yang prospektif ditarik ke tingkat pusat atau propinsi. Hal ini juga tampak dari penerbitan peraturan pelaksanaannya. UU No. 5 Tahun 1974 baru direspon 18 tahun kemudian oleh munculnya PP No. 45 Tahun 1992 tentang titik berat pelaksanaan otonomi daerah pada tingkat Kabupaten (Tingkat II). Sejalan dengan tuntutan reformasi meyeluruh dan upaya untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat krisis maka terdapat tuntutan menerapkan otonomi daerah secara sungguhsungguh. Majelis Permusyawaratan Rakyat mengeluarkan keputusan politik dalam bentuk TAP MPR Nomor XV/MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang Nyata, Luas dan Bertanggung jawab. Ikeluarkannya UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa perubahan yang mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Perbedaan sumber dana perimbangan keuangan sebelum dan pada masa otonomi daerah dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

44 Tabel 8. Perbedaan Sumber Dana Perimbangan Keuangan Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah (Persen) UU No. 5/1974 UU No. 25/1999 Kabupaten/Kota Jenis Pengeluaran Pusat Prop Kab/ Kota Pusat Prop Semua Kab/ Kota Penghasil Kab/ Kota lain I. Bagian Daerah 1. PBB BPHTB IHH IHPH Royalti (emas dan batubara) Land Rent Royalti Migas a. Minyak Bumi b. Gas Alam Agraria Royalti Perikanan II. Dana Alokasi Umum III. Dana Alokasi Khusus Sumber: UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 25 Tahun Otonomi Daerah di Kabupaten dan Kota Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 4 menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Propinsi, Daerah kabupaten, dan Daerah Kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prkarsa sendir berdasarkan aspirasi masyarakat dan daerah masing-masing berdiri sendir dan tidak mempunyai hubungan hirearkhi satu sama lain. Dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus atau digabung dengan daerah lain sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

45 2.7 Teori Basis Ekonomi 28 Teori basis memisahkan sektor-sektor ekonomi ke dalam basis dan non basis. Sektor basis merupakan kagiatan masyarakat yang hasil-hasilnya baik berupa barang maupun jasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan luar daerah. Sedangkan sektor non basis merupakan sektor yang hasilnya hanya untuk mencukupi kebutuhan masyarakat setempat. Menurut Kartono (1986), pertumbuhan sektor basis akan menimbulkan dan menetukan pertumbuhan secara keseluruhan, sedangkan kegiatan sektor non basis merupakan akibat dari pertumbuhan sektor basis. Hal ini disebabkan karena sektor basis memberikan dua sumbangan terhadap perekonomian daerah, baik langsung maupun tidak langsung. Sumbangan langsung diantaranya; (1) kenaikan ekspor akan menyebabkan kenaikan barang-barang mengimpor modal yang penting dalam pembangunan daerah, (2) pengembangan ekspor berarti pengalokasian dana kepada sektor yang efisien untuk dapat bersaing dengan daerah lain, (3) kegiatan ekspor akan memperluas pasar produk dalam negeri dan memungkinkan untuk memperluas skala sektor yang bersangkutan, (4) karena harus bersaing maka kegiatan sektor tersebut harus dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi kegiatan. Sumbangan tidak langsung terhadap perekonomian daerah diantaranya: (1) kenaikan kegiatan sektor basis akan dapat meningkatkan pendapatan baik dari dalam maupun luar daerah, (2) pengembangan kegiatan basis akan memudahkan masuknya inovasi dalam teknologi, pemasaran dan keahlian usahawan, (3) adanya peningkatan jumlah dan variasi barang yang dikonsumsi. Sehingga kedua sektor tersebut akan menimbulkan dampak terhadap perekonomian daerah secara keseluruhan.

46 29 Menurut Glasson (1977), basis ekonomi merupakan pendekatan yang dapat menerangkan pertumbuhan regional suatu daerah, untuk menganalisis struktur daerah dan untuk mengetahui peranan suatu sektor terhadap perekonomian daerah. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menentukan sektor basis adalah metode Location Quotient (LQ) sedangkan Richardson (1977) menyatakan bahwa teknik LQ adalah teknik yang lazim digunakan dalam studi basis empirik. 2.8 Model Analisis Shift Share Menurut Glasson (1977), model Analisis Shift Share (ASS) digunakan untuk melihat pertumbuhan masing-masing sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah yang lebih luas. Selain itu model ini juga dapat menunjukkan perkembangan perekonomian suatu wilayah terhadap wilayah lainnya, sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor dalam suatu wilayah dan perbandingan pertumbuhan antar wilayah. Melalui Analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan suatu sektor jika dibandingkan dengan sektor lainnya dalam suatu wilayah tertentu. Pendekatan Shift Share menganalisis perubahan-perubahan tersebut dengan menggunakan indikatorindikator seperti produksi, penduduk dan tenaga kerja selama periode waktu tertentu menjadi komponen shift dan share. Analisis shift share menganalisis perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu. Di dalam analisis ini diasumsikan bahwa perubahan tingkat produksi/kesempatan kerja pada

47 30 suatu tahun dasar dengan tahun akhir dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan yaitu: 1. Komponen Pertumbuhan Nasional adalah perubahan kesempatan kerja atau produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja atau produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Beberapa contoh dapat dikemukakan, misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan bahwa tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka akibat dari perubahan ini pada sektor dan wilayah kurang lebih sama dengan perubahan ini pada sektor dan wilayah kurang lebih sama dengan perubahan dan laju pertumbuhan nasional. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor tumbuh dan berkembang lebih cepat dari sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu perlu diidentifikasi penyebabnya dan mengukur perbedaan yang timbul, dengan memisahkan komponen pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah. Analisis pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini difokuskan pada pembahasan daerah kabupaten. Maka istilah komponen pertumbuhan nasional dianalogikan menjadi komponen pertumbuhan regional (PR). Hal ini dilakukan untuk menghindari salah penafsiran dalam pengertian nasional (Indonesia) dengan regional (Propinsi). 2. Komponen pertumbuhan proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,

48 31 perbedaan dalam kebijaksanaan (misalnya, kebijakan perpajakan, subsidi dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat atau lambatnya pertumbuhan suatu daerah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional wilayah tersebut. (Budiharsono, 2001) 2.9 Hasil Penelitian Terdahulu Doni Setiawan (2004) melakukan penelitian mengenai Analisis Pertumbuhan Antar Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode dengan menggunakan analisis shift share terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara. Hasil Analisis Komponen Pertumbuhan menunjukkan pada kurun waktu Kota Medan merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan regional yang paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah kota Sibolga. Berdasarkan laju pertumbuhan, yang paling cepat adalah Kota Pematangsiantar dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah Kota Sibolga dan yang paling rendah adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju adalah Kota Sibolga dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat.

49 32 Pada Kurun waktu , Komponen Pertumbuhan menunjukkan pada kurun waktu Kota Medan masih merupakan daerah yang mempunyai pertumbuhan regional yang paling besar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara sedangkan yang paling kecil adalah kota Sibolga. Berdasarkan laju pertumbuhan, yang paling cepat adalah Kota Medan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Asahan. Daerah yang mempunyai daya saing yang paling baik adalah Kabupaten Asahan dan yang paling rendah adalah Kabupaten Langkat. Dilihat dari pertumbuhan wilayah, maka yang paling maju adalah Kabupaten Asahan dan yang paling lambat adalah Kabupaten Langkat. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah dengan menggunakan Analisis Shift Share oleh Zulparina (2004) menyatakan bahwa sebelum otonomi daerah, pertumbuhan aktual Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) cenderung menurun, yaitu sebesar Rp juta (-2,69 persen). Begitu juga dengan pertumbuhan regional yang mengalami penurunan sebesar Rp ,02 juta (-13,93 persen). Sedangkan pada masa otonomi daerah pertumbuhan aktual Kabupaten OKU dan regional bernilai positif, yaitu sebesar Rp juta (13,45 persen) dan Rp ,92 juta (11,17 persen). Sehingga selisih antara kedua nilai tersebut yang merupakan pertumbuhan bersih Kabupaten OKU memberikan nilai positif, baik sebelum maupun pada masa otonomi daerah, yaitu sebsar Rp ,02 (11,24 persen) dan sebesar Rp ,07 juta (2,27 persen). Ini berarti pertumbuhan Kabupaten OKU termasuk kedalam wilayah yang pertumbuhannya cepat. Sedangkan penelitian mengenai Struktur Perekonomian kabupaten Padang Pariaman, Propinsi Sumatera Barat, tahun yang dilakukan oleh Azman

50 33 (2001) dengan menggunakan analisis shift share, memperlihatkan bahwa telah terjadi pergeseran dari kelompok sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) ke kelompok sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa-jasa, perdagangan dan hotel dan restoran) dalam struktur perekonomian daerah. Namun dari segi kontribusinya terhadap PDRB maupun dalam penyediaan lapangan kerja sektor pertanian yang berada pada kelompok sektor primer masih tetap mendominasi. Kontribusi tersebut sebesar 29,12 persen pada tahun 1999, sedangkan dilihat dari sektor lapangan usaha sebesar 43,55 persen penduduk Padang Pariaman mata pencahariannya bersumber dari sektor pertanian. Budiharsono (1996) menggunakan analisis shift share sebagai salah satu alat analisisnya mengenai Pertumbuhan Ekonomi antar Daerah di Indonesia Tahun Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa selama kurun waktu tersebut terdapat kecenderungan pertumbuhan ekonomi propinsi-propinsi di Kawasan Barat Indonesia lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia. Rendahnya pertumbuhan propinsi-propinsi di KTI disebabkan oleh rendahnya permintaan domestik terhadap barang dan jasa. Hal ini karena tingkat pendapatan per kapita masyarakat yang rendah. Sedangkan penelitian mengenai Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antar Wilayah di Propinsi Jawa Barat tahun yang dilakukan oleh Irawan (1994) yang juga menggunakan analisis shift share sebagai alat analisisnya menemukan bahwa sektor pertanian masih memegang peranan kunci dalam pertumbuhan ekonomi di beberapa wilayah daerah Dati II Jawa Barat. Daerah Dati II tersebut adalah Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Cirebon, Sumedang, Subang,

51 34 Purwakarta dan Karawang. Sedangkan daerah yang basis perekonomian ditopang oleh sektor industri dan jasa adalah Bogor, Bandung, Bekasi, Tangerang, Serang, Kodya Bandung, dan Kodya Cirebon. Sisanya yaitu kabupaten Indramayu, struktur perekonomiannya banyak bertumpu pada sektor pertambangan dan penggalian, kotamadya Sukabumi dan Bogor ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Analisis Shift Share cukup efektif digunakan dalam menganalisis pertumbuhan perekonomian suatu wilayah, dalam kaitannya dengan daerah atasnya. Namun, penelitian sebelumnya hanya membandingkan pertumbuhan ekonomi sebelum dan pada masa otonomi daerah tanpa menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah sebelum dan pada masa otonomi daerah. Sedangkan pada penelitian ini, dijelaskan kebijakankebijakan apa saja yang ditetapkan pemerintah baik sebelum maupun pada masa otonomi daerah serta bagaimana sejarah otonomi daerah itu sendiri.

52 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Dalam analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara ini akan digunakan dua pendekatan, yaitu analisis Shift Share yang ditunjang oleh analisis Location Quotient (LQ) berdasarkan pendekatan laju pertumbuhan, dengan membagi dua periode waktu analisis, yaitu sebelum otonomi dan pada masa otonomi daerah Analisis Shift Share Analisis Shift Share berguna untuk menganalisis atau melihat gambaran tentang pertumbuhan dan perkembangan struktur perekonomian suatu daerah yang dihubungkan dengan daerah atasnya dan menggunakan dua titik waktu. Analisis ini memberikan penjelasan atas faktor-faktor penyebab perubahan di suatu daerah berdasarkan beberapa variabel komponen, yaitu pertumbuhan regional, pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen pertumbuhan proporsional dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah merupakan unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan yang bersifat internal. Pertumbuhan proporsional adalah akibat dari pengaruh unsur-unsur luar (eksternal) yang bekerja secara umum (nasional), dan pertumbuhan pangsa wilayah adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja khusus di daerah analisis. Akan tetapi, dalam analisis Shift Share masih terdapat beberapa kelemahan, antara lain:

53 36 1. Rentang waktu yang digunakan dalam analisis ini sangat tergantung pada keberadaan data yang akan dianalisis, sehingga analisis ini bersifat statis dan kurang dapat memproyeksikan fenomena yang akan terjadi setelah tahun analisis. 2. Untuk menganalisis keadaan perekonomian suatu wilayah, hanya satu indikator yang dapat dipergunakan dan tidak dapat dipergunakanberbagai indikator ekonomi secara bersamaan, misalnya berdasarkan PDRB dengan mengkombinasikannya dengan indikator lain, seperti tingkat upah dan penyerapan tenaga kerja pada berbagai sektor perekonomian. Pada penelitian ini, analisis Shift Share dipergunakan untuk membandingkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah dengan daerah atasnya (Propinsi Sumatera Utara). Variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah nilai tambah masing-masing sektor Kabupaten Asahan dan Propinsi Sumatera Utara yang dibagi menjadi dua periode yaitu, sebelum otonomi dipergunakan data PDRB Tahun dan pada masa otonomi daerah digunakan data PDRB Tahun menurut harga konstan tahun a. Indeks Rasio Pertumbuhan Daerah Indeks rasio pertumbuhan daerah didasarkan pada perbandingan antara PDRB tahun akhir analisis dengan PDRB tahun dasar analisis. Sehingga akan diperoleh nilai Ra, Ri dan Ri. Nilai-nilai tersebut dipergunakan untuk mengetahui perkembangan sektor perekonomian pada daerah analisis (Kabupaten Asahan) dengan daerah atasnya.

54 37 1. Indeks rasio Ra Rasio Ra diperoleh dengan membandingkan antara jumlah total PDRB Propinsi Sumatera Utara pada tahun dasar analisis. Rasio ini memperlihatkan besarnya perubahan PDRB yang terjadi berdasarkan harga konstan. 2. Indeks Rasio Ri Ri menunjukkan perubahan suatu sektor i dalam PDRB di propinsi Sumatera Selatan berdasarkan harga konstan. Rasio Ri merupakan perbandingan antara jumlah total sumbangan sektor i terhadap PDRB pada tahun akhir analisis. Nilai ini menunjukkan besarnya perubahan setiap sektor perekonomian Kabupaten Asahan pada periode waktu tertentu. b. Profil Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Dengan menganalisis data-data komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), dapat dilihat bagaimana profil pertumbuhan PDRB di suatu daerah. Caranya dengan memplotkan data-data tersebut ke dalam sumbu vertikal dan horizontal, yang kemudian diinterpretasikan. Komponen pertumbuhan proporsional diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah pada sumbu vertikal, sebagai ordinat.

55 38 PB.j=o Kuadran IV PP Kuadran III 45 0 Kuadran I Kuadran II PPW Sumber: Budiharsono, 2001 Gambar 1. Profil Pertumbuhan PDRB a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain untuk sektor-sektor yang sama. Karena PP dan PPW pada kuadran ini bernilai positif, maka nilai pergeseran bersihnya juga positif (PB > 0). Sehingga sektor dalam kuadran ini termasuk dalam kelompok sektor yang pertumbuhannya progresif (maju). b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang cepat, tetapi pertumbuhan sektor tersebut tidak didukung oleh daya dukung wilayah. Karena sektor tersebut kurang mampu bersaing dengan wilayah lain. Pada kuadran ini nilai PB sektor dapat bernilai positif (PB > 0) ataupun negatif (PB < 0). Sehingga pengelompokan sektor pada kuadran ini sangat ditentukan oleh selisih antara nilai PP dan PPW. c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak mampu bersaing dengan

56 39 wilayah lain pada sektor yang sama. Sehingga nilai PB pada kuadran ini selalu bernilai negatif, yang memperlihatkan bahwa sektor-sektor tersebut termasuk dalam kelompok yang pertumbuhannya lamban. d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang lamban. Namun sektor tersebut memiliki daya dukung wilayah dibandingkan wilayah lain untuk sektor yang sama. Sehingga potensial untuk dikembangkan. Pada kuadran ini sama halnya dengan Kuadran II nilai PB dapat bernilai positif atau negatif, tergantung dari selisih nilai PP dan PPW. e. Pada Kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua kuadran tersebut, yang merupakan garis PB = 0. bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu sektor termasuk dalam kelompok sektor yang pertumbuhannya progresif, sedangkan bila berada di bawah garis berarti sektor tersebut termasuk kelompok yang pertumbuhannya lamban Analisis Location Quotient (LQ) Dalam pelaksanaan pembangunan suatu wilayah, pengembangan basis ekonomi wilayah, terutama kabupaten/kota seiring sangat penting dengan berjalannya otonomi daerah, agar dapat meningkatkan dan menunjang aktivitas pereonomian daerah. Penentuan sektor basis ini berguna untuk menentukan sektor apa saja yang bisa dijadikan prioritas dalam pembangunan serta kegiatan basis suatu daerah. Alat analisis yang biasa digunakan untuk mengetahui suatu sektor merupakan basis atau non basis adalah metode Location Quotient(LQ). Metode ini membandingkan kemampuan suatu sektor dalam daerah analisis dengan sektor

57 40 yang sama yang ada di daerah yang lebih luas (atasnya). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah: 1. Penduduk di wilayah analisis ini mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan penduduk daerah atasnya. 2. Permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, sedangkan kekurangannya adiimpor dari luar daerah. Berdasarkan asumsi tersebut diatas menyebabkan adanya kekurangan dari model analisis ini. Menurut Glasson kelemahan teori ini diantaranya: 1. Adanya perubahan lokasi harus disesuaikan dengan basis dan non basis. 2. Perubahan arus pemasukan modal seperti investasi pemerintah pusat kepada daerah yang bersangkutan dapat mengurangi peranan dari ekspor sektor basis. 3. Kebocoran wilayah berupa tabungan, pajak dan impor konsumsi langsung akan dapat mengurangi peranan sektor basis. 4. Pertumbuhan wilayah dapat terjadi tidak hanya karena pengaruh ekspor, tetapi dapat juga karena adanya investasi secara besar-besaran oleh pemerintah pusat, migrasi, substitusi impor dan peningkatan efisiensi sektor non basis. Walaupun memiliki kekurangan dan keterbatasan seperti tersebut diatas, teori basis ekonoi tetap relevan dalam analisis dan perencanaan regional, karena dapat menjelaskan struktur ekonomi suatu daerah yang diakibatkan oleh kegiatan basis. Selain itu teori ini memiliki konsep yang sederhana, mudah diterapkan.

58 Kerangka Pemikiran Konseptual Pada dasarnya pemerintah sudah melihat permasalahan pembangunan yang bersifat sentralistik. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang membahas penguatan peran daerah di dalam pembangunan. Berdasarkan undang-undang itu, isu desentralisasi hanya merupakan angin segar untuk merdam gejolak kedaerahan. Hal ini disebabkan baik pemerintah orde lama maupun orde baru cenderung menyukai gaya sentralisasi kewenangan, sehingga kalaupun ada desentralisasi dilakukan bertahap per bidang urusan, misalnya untuk sektor pertanian, lebih dulu diserahkan kepada pertanian rakyat, untuk sektor pendidikan diserahkan kepada pendidikan dasar. Oleh karena itu undang-undang otonomi daerah saat itu belum memberikan hasil yang maksimal, dan pembangunan yang dilaksanakan malah lebih berifat sentralistik. Pada saat diberlakukannya undangundang tersebut (masa orde baru), pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab ternyata masih tersendat-sendat, lamban dan dalam beberapa hal malah mundur karena lebih banyak menitikberatkan kepada penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik daripada desentralistik (Nindyantoro, 2004). Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu konsep pengembangan daerah yang lebih menitikberatkan pada keterlibatan (involvement) kepentingan daerah di dalamnya. Maka pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan pola otonomi luas (general competences) yang membawa suasana dan paradigma baru yang jauh berbeda dengan undang-undang sebelumnya (UU No. 5 Tahun 1974). Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut berpotensi

59 42 mempengaruhi kondisi perekonomian daerah di seluruh Indonesia seperti perubahan pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor perekonomian. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, Kabupaten Asahan sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua di Propinsi Sumatera Utara cukup memberikan pengaruh terhadap perekonomian karena Kabupaten Asahan juga mengalami perubahan dalam pertumbuhan ekonominya maupun kontribusi dari masing-masing sektornya. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Asahan sebelum diberlakukannya otonomi daerah (Tahun ) dan pada masa otonomi daerah (Tahun ) dengan menggunakan analisis Shift Share dan sektorsektor perekonomian yang menjadi basis perekonomian di Kabupaten Asahan yang dianalisis dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asahan maupun Sumatera Utara atas dasar harga konstan Tahun 1993 mulai dari Tahun 1995 sampai dengan Tahun Tahun 1995 dijadikan sebagai tahun awal analisis sedangkan tahun 2003 dijadikan sebagai tahun akhir analisis. Dalam penelitian ini Analisis Shift Share terdiri dari: (1) analisis PDRB untuk melihat bagaimana laju pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor perekonomian, (2) analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor perekonomian, (3) analisis Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian sehingga dapat diketahui sektor-sektor ekonomi apa saja yang termasuk kedalam kelompok pertumbuhan progresif (maju) dan kelompok sektor yang pertumbuhannya lamban. Sedangkan Analisis LQ

60 43 digunakan untuk melakukan identifikasi sektor-sektor pendukung dan yang menjadi basis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah. Sebagai implikasi proses perkembangan sektor ekonomi dan adanya penetapan sektor basis dan non basis sebelum dan pada masa otonomi dareah maka perlu diketahui rekomendasi untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan strategi-strategi dan pelaksanakan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Berikut dapat dilihat bagan kerangka pemikiran analisis penelitian.

61 44 Pembangunan Daerah Sosial/Budaya Ekonomi Politik Ilmu/Teknologi UU Otonomi Daerah UU No.22 Tahun 1999 Perubahan Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Analisis Shift Share Analisis LQ Analisis PDRB Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Sektor Basis dan Non Basis Laju Pertumbuhan, Kontribusi Sektor Ekonomi Pertumbuhan, Daya Saing Sektor Ekonomi Kelompok Sektor Progresif (Maju) atau Lamban Kelompok Sektor yang Bisa Dijadikan Prioritas dalam Pembangunan Keterangan: Implikasi proses Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi (Rekomendasi Untuk Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan) : Lingkup Analisis : Alat Analisis : Tidak Dianalisis Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Pertumbuhan Ekonomi

62 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Daerah yang dipilih dalam penelitian mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian ini adalah Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan alasan: (1) Kabupaten Asahan merupakan wilayah penghasil PDRB terbesar kedua di Propinsi Sumatera Utara setelah Kota Medan, (2) adanya Undang-Undang Otonomi Daerah yang mulai diterapkan di Kabupaten Asahan pada 1 Januari 2000 menyebabkan pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas dalam menggali serta mengembangkan potensi sektor-sektor perekonomian yang ada di wilayah Kabupaten Asahan, sehingga diperlukan analisis Shift Share untuk mengidentifikasi perkembangan/pertumbuhan sektor-sektor perekonomian tersebut, (3) tersedianya data PDRB setiap sektor di wilayah Kabupaten Asahan sebelum diberlakukannya otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah, serta data-data pendukung lainnya yang relatif cukup lengkap jika dibandingkan dengan Daerah Tingkat II lainnya di Propinsi Sumatera Utara, (4) belum adanya penelitian yang menganalisis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asahan sebelum dan pada masa otonomi daerah. Pengumpulan dan analisis data serta penulisan hasil penelitian dalam bentuk skripsi dilaksanakan mulai bulan Desember 2005 sampai Pebruari 2006.

63 Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data sekunder. Data sekunder tersebut berupa data PDRB Kabupaten Asahan dan PDRB lima propinsi penghasil PDRB terbesar di Indonesia tahun yang disajikan berdasarkan harga konstan tahun 1993 menurut lapangan usaha serta data pendukung lainnya, yang diperoleh dari dinas-dinas yang terkait dengan penelitian, seperti: Badan Pusat Statistik Pusat dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan serta dinas-dinas yang terkait lainnya yang terdapat di wilayah Kabupaten Asahan. 4.3 Metode Analisis Analisis dan pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif diakukan secara deskriptif dari data yang diperoleh. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya dan menunjukkan perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya dengan menggunakan analisis Location Quotient dan Shift Share yang diolah dengan program MS Excel Model Analisis Shift Share Model analisis shift share membagi tiga komponen pertumbuhan, yaitu: komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) yang dinyatakan sebagai berikut:

64 47 Misalkan terdapat m daerah/wilayah (j=1, 2, 3,...,m) dan n sektor ekonomi (i=1, 2, 3,...,n) maka perubahan tersebut di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:? Y ij = PR ij + PP ij + PPW ij...(1) Atau secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut: Y ij Y ij =? Y ij = Y ij (R a -1) + Y ij (R i -R a ) + Yij (r i -R i )...(2) dimana:? Y ij = Perubahan dalam produksi sektor i pada wilayah Kabupaten Asahan. Y ij = Produksi dari sektor i pada wilayah Kabupaten Asahan pada tahun dasar analisis (Tahun 1995 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan Tahun 2000 untuk periode Otonomi Daerah). Y ij = Produksi dari sektor i pada wilayah Kabupaten Asahan pada tahun akhir Y i. = analisis (Tahun 1999 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan m j= 1 Tahun 2004 untuk periode Otonomi Daerah). Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB Kabupaten) dari sektor ij i pada tahun dasar analisis (Tahun 1995 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan Tahun 2000 untuk periode Otonomi Daerah). m ' Y i. = Y ij = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB Kabupaten) dari j= 1 sektor i pada tahun akhir analisis (Tahun 1999 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan Tahun 2004 untuk periode Otonomi Daerah). Y.. n m Y ij i= 1 j= 1 = = Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sumatera Utara pada tahun dasar analisis (Tahun 1995 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan Tahun 2000 untuk periode Otonomi Daerah).

65 Y.. n m = i= 1 j= 1 Y ' ij 48 = Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Sumatera Utara pada tahun akhir analisis (Tahun 1999 untuk periode Sebelum Otonomi Daerah dan Tahun 2004 untuk periode Otonomi Daerah). r i = Y ij / Y ij...(3) R i = Y i. / Y i....(4) R a = Y.. / Y.....(5) (r i - 1) = persentase perubahan PDRB pada sektor i kabupaten j (R i - 1) = PR ij = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan perubahan komponen Pertumbuhan Regional. (R i - R a ) = PP ij = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan perubahan komponen Pertumbuhan Proporsional. (r i R i ) = PPW ij = Persentase perubahan PDRB yang disebabkan perubahan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Secara skematis model shift share dapat disajikan dalam gambar di bawah ini: Wilayah Kabupaten Asahan (Sektor ke i) Komponen Pertumbuhan Sumatera Utara Wilayah Kabupaten Asahan (Sektor ke i) Maju PP+PPW = 0 Waktu t0 Komponen Pertumbuhan Proporsionl Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Waktu t1 Lamban PP+PPW < 0 Gambar 3. Model Analisis Shift Share Sumber: Budiharsono, 2001

66 49 Apabila PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada kabupaten Asahan pertumbuhannya lamban. Sedangkan apabila PPij > 0 menujukkan bahwa sektor i di Kabupaten Asahan pertumbuhannya cepat. Apabila PPWij > 0, itu berarti wilayah Kabupaten Asahan mempunyai daya saing yang baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya untuk sektor ke i, atau dapat dikatakan bahwa Kabupaten Asahan mempunyai comparative advantage untuk sektor ke i dibandingkan dengan wilayah lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Sehingga pertumbuhan sektor i di Kabupaten Asahan lebih cepat daripada tingkat atasnya. Sedangkan apabila PPWij < 0, dapat diartikan bahwa di Kabupaten Asahan, sektor tersebut tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya, yang mengakibatkan pertumbuhannya lebih lamban daripada tingkat atasnya untuk sektor yang sama. Penjumlahan dua komponen pertumbuhan wilayah, yaitu komponen Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu wilayah atau suatu sektor dalam suatu wilayah. Jumlah antara dua komponen tersebut disebut sebagai Pergeseran Bersih (PB) yang dinyatakan sebagai berikut: PB ij = PP ij + PPW ij Dimana: PB j = PP j + PPW j PB ij PB j = Pergeseran Bersih sektor i pada Kabupaten Asahan = Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Apabila PB ij = 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten Asahan termasuk dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan apabila PB ij < 0, maka

67 50 pertumbuhan sektor i di Kabupaten Asahan termasuk lamban. Begitu juga apabila Apabila PB j > 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan apabila PB j < 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk lamban Model Analisis Location Quotient (LQ) Model Analisis LQ merupakan perbandingan relatif antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor yang sama pada daerah yang lebih luas, dengan formulasi sebagai berikut: LQ = Si Ni S N dimana: LQ Si S Ni = besarnya kuosien lokasi sektor i = PDRB dari sektor i Kabupaten Asahan = PDRB total Kabupaten Asahan = PDRB dari sektor i pada tingkat yang lebih luas (Propinsi Sumatera Utara) N = PDRB total pada wilayah yang lebih luas (Propinsi Propinsi Sumatera Utara) Jika LQ > 1, maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor basis, yang berarti bahwa sektor tersebut memiliki peran yang penting bagi perekonomian Kabupaten Asahan dibandingkan daerah atasnya (Propinsi Sumatera Utara). Selain itu nilai LQ yang lebih besar dari satu memperlihatkan bahwa sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri. Namun apabila nilai LQ < 1, berarti sektor tersebut termasuk dalam sektor non basis, yang berarti produksi

68 sektor tersebut hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Asahan Definisi Operasional 1. Otonomi Daerah : Hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur rumah tangganya sendir berdasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab Daerah Otonom diartikan sebagai kesatuan masyarakat, hukum dan mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak, berwenang, berkewajiban mengatur, mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat (daerah atas) kepada pemerintah daerah (daerah tingkat bawah) dan menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah tersebut 4. Pembangunan adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menuju ke arah perbaikan (Irawan dan Suparmoko, 1987) 5. Keunggulan Komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah (Tarigan, 2004). Keunggulan komparatif suatu daerah dapat berupa kondisi alam, yaitu sesuatu yang sudah dimiliki daerah tersebut misalnya: lahan yang subur, kandungan mineral dan tambang, pemandangan alam yang indah dan potensi 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004

69 52 alam lainnya. Selain itu dapat juga berupa wilayah yang dekat dengan pasar, daerah yang merupakan konsentrasi/sentra dari suatu kegiatan tertentu dan daerah aglomerasi. Keunggulan komparatif juga dapat terjadi karena usahausaha manusia, misalnya: masyarakat yang menguasai teknologi atau keterampilan khusus, kebijakan pemerintah dan mentalitas masyarakat. 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga konstan merupakan output yang dihasilkan dari seluruh sektor perekonomian daerah, output tersebut dihitung dengan cara mengalikan kuantitas barang yang dihasilkan dengan harga per unitnya berdasarkan harga konstan (tahun 1993). Output ini dapat berupa barang atau jasa (BPS, 2005).

70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Fisik Daerah Asahan merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Asahan berada pada Lintang Utara, Bujur Timur dengan ketinggian meter di atas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai (± 28,5 Km) : Berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir Kabupaten Labuhan Batu (± 70 Km) dan Kabupaten Toba Samosir (± 146 Km) Barat Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Simalungun (± 124 Km) : Berbatasan dengan Selat Malaka (± 102 Km) Kabupaten Asahan menempati area seluas Ha dengan berbagai macam penggunaan lahan. Penggunaan lahan untuk perkebunan memiliki areal terluas yaitu ,01 ha terdiri dari perkebunan besar seluas 128,938,01 dan perkebunan rakyat ha. Sedangkan untuk penggunaan tanaman pangan/hortikultura seluas ha. Hal ini terjadi akibat adanya sebagian masyarakat mengkonversi lahan tanaman pangan/hortikultura menjadi tanaman perkebunan (sawit, karet dan coklat). Secara rinci luas areal menurut penggunaan lahan adalah sebagai berikut: Pemukiman seluas ,99 ha; Industri seluas 3.217,46 ha; Sawah Irigasi Teknis ha; Sawah non Irigasi seluas ha; Tanah kering/tegalan seluas 13.63,26 ha; Kebun campuran seluas ,47;

71 54 Perkebunan seluas ,53; Hutan seluas ; Padang/semak belukar seluas 324 ha; dan untuk penggunaan lainnya seluas 1657,48 ha. Pada tahun 1982, berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1982, Kota Kisaran ditetapkan menjadi Kota Administratif yang terbagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kisaran Timur dan Kisaran Barat. Kemudian dengan adanya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor tanggal 17 Januari 1986, dibentuk Wilayah Kerja Pembantu Bupati. Sehingga pembagian wilayah di Kabupaten Asahan menjadi 1 kota administratif, 3 wilayah pembantu bupati dan 17 kecamatan. Berdasarkan Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara, Nomor 814.K/Tahun 1993 tanggal 5 Maret 1993, dibentuklah 3 perwakilan kecamatan, maka pembagian wilayah Kabupaten Asahan menjadi 1 kota administratif, 3 pembantu bupati, 17 kecamatan dan 3 perwakilan kecamatan. Sejalan dengan dicanangkannya pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 2000, secara otomatis perwilayahan pembangunan di Kabupaten Asahan dihapuskan, yaitu Pembantu Bupati dan Kota Administratip Kisaran. Dengan demikian wilayah Kabupaten Asahan menjadi 20 kecamatan, meliputi: Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Sei Balai, Kecamatan Meranti, Kecamatan Kota Kisaran Barat, Kecamatan Kota Kisaran Timur, Kecamatan Air Joman, Kecamatan Tanjung Balai, Kecamatan Sei Kepayang, Kecamatan Aek Kuasan, Kecamatan Pulau Rakyat, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Air Batu, Kecamatan Buntu Pane, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, dan Kecamatan Bandar Pulau.

72 55 Berdasarkan ketinggiannya terhadap permukaan laut, wilayah Kabupaten Asahan memiliki ketinggian yang berbeda-beda dengan kompisisi sebagai berikut: ketinggian 0 7 meter di atas permukaan laut sebesar 28,56 persen dari total luas wilayah Kabupaten Asahan, ketinggian 7 25 meter di atas permukaan laut sebesar 22,69 persen, ketinggian meter di atas permukaan laut sebesar 23,60 persen, ketinggian meter di atas permukaan laut sebesar 15,89 persen, dan ketinggian meter di atas permukaan laut sebesar 4,27 persen. Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Asahan termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim. Menurut catatan Stasiun Klimatologi PTPN III Kebun Sei Dadap, pada tahun 2004 terdapat 125 hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Desember yaitu 242 mm dengan hari hujan sebanyak sembilan hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Maret sebesar 77 mm dengan hari hujan sembilan hari. Rata-rata curah hujan tahun 2004 adalah 147,25 mm/bulan. 5.2 Potensi Demografi Daerah Penduduk dan Tenaga Kerja Jumlah penduduk Asahan berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 adalah jiwa termasuk penduduk yang bertempat tinggal tidak tetap dan termasuk urutan ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Sedangkan laju

73 56 pertumbuhan penduduk dari tahun berdasarkan angka terakhir SP Tahun 2000 adalah 0,58 persen per tahun. Jumlah penduduk Asahan keadaan Bulan Juni Tahun 2004 diperkirakan sebesar jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 218 jiwa per km 2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 72,51 persen dan sisanya 27,49 persen tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh 5 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun sebesar 1,92 persen. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2004 lebih banyak dari penduduk perempuannya dengan persentase sebesar 50,28 persen dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,14 yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 101 penduduk laki-laki. Bila dilihat per kecamatan maka Kecamatan Lima Puluh merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 8,28 persen sedangkan Kecamatan Pulau Rakyat adalah yang terkecil yaitu 3,04 persen. Untuk Kecamatan terpadat urutan pertama adalah Kecamatan Kisaran Barat disusul Kisaran Timur dengan kepadatan di atas jiwa per km2 dan yang terjarang adalah Kecamatan BP Mandoge. Hal ini dapat dimaklumi karena Kecamatan Kisaran Barat dan Kisaran Timur terletak di ibukota Kabupaten Asahan. Dilihat dari kelompok umur, persentase penduduk usia 0-14 tahun sebesar 35,71 persen, tahun sebesar 60,33 persen dan usia 64 tahun ke atas sebesar 3,96 persen yang berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio beban ketergantungan sebesar 65,77

74 57 artinya setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung sekitar 66 orang penduduk usia non produktif. Penduduk Asahan yang menganut agama Islam pada tahun 2004 sebesar 86,97 persen, Katolik sebesar 1,48 persen, Protestan sebesar 10,37 persen, Budha sebesar 1,12 persen dan Hindu sebesar 0,06 persen. Untuk suku bangsa yang terbanyak adalah Jawa sebesar 51,91 persen kedua suku Batak sebesar 25,65 persen dan urutan ketiga adalah suku Melayu sebesar 17,13 persen sedangkan sisanya 5,31 persen adalah suku Minang, Banjar, Aceh dan lainnya. Persentase penduduk yang bekerja pada tahun 2004 berdasarkan hasil Susenas sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu sebesar 51,18 persen, sector perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,53 persen, jasa-jasa sebesar 11,19 persen dan sisanya sebesar 20,10 persen bekerja di enam sektor lainnya. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2004 sebanyak orang ditambah dengan sisa tahun lalu menjadi orang dan 5,27 persen diantaranya sudah ditempatkan. Penyediaan sarana fisik pendidikan dan jumlah tenaga guru yang memadai merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan kualitas pendidikan masyarakat. Pada tahun 2004 terdapat 50 buah taman kanak-kanak dengan jumlah murid orang dan guru sebanyak 232 orang. Sementara itu untuk sekolah dasar terdapat 675 sekolah dengan jumlah murid dan guru masingmasing orang dan orang. Untuk tingkat Lanjutan pertama (SLTP) terdapat 106 sekolah, orang murid dan orang guru. Pada tahun yang sama jumlah sekolah Lanjutan atas (SLTA) umum terdapat 50 sekolah dengan jumlah murid orang dan guru orang, untuk SLTA kejuruan terdapat

75 58 34 sekolah, 905 orang guru dan orang murid. Rasio murid terhadap sekolah untuk tingkat SD adalah 209 murid per sekolah dengan rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram dan terendah di Kecamatan Sei Kepayang masing-masing 277 dan 141 murid per sekolah. Untuk SLTP Rasio murid terhadap sekolah adalah 340 murid per sekolah. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Kisaran Timur yaitu 660 murid per sekolah dan terendah di Kecamatan Sei Kepayang yaitu 149 murid per sekolah. Sementara untuk tingkat SLTA (SMU dan SMK) rasio murid terhadap sekolah adalah 327 murid per sekolah. Rasio tertinggi terdapat di Kecamatan Pulau Rakyat (597 murid per sekolah) dan terendah di Kecamatan Aek Kuasan yaitu 140 murid per sekolah. Selain itu di Asahan juga terdapat sekolah agama (madrasah) yang setara dengan sekolah umum yaitu: 101 Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan murid dan 794 guru; 119 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan murid dan guru; dan 53 Madrasah Aliyah (MA) dengan murid dan 807 guru. 5.3 Potensi Perekonomian Daerah Perekonomian Kabupaten Asahan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari peningkatan laju perumbuhan PDRB Kabupaten Asahan yang mencapai 6,14 persen Tahun 2003 menjadi 6,48 persen untuk Tahun Bila dibandingkan dengan perekonomian Sumatera Utara Pada Tahun yang sama, maka pertumbuhan Jika dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik regional Bruto Sumatera Utara, maka Kabupaten Asahan menempati peringkat kedua penyumbang PDRB terbesar setelah kota Medan yang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara. Jika dibandingkan dengan perekonomian Propinsi

76 59 Sumatera Utara pada tahun yang sama, maka pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan masih berada diatas pertumbuhan perekonomian propinsi yang hanya mencapai 4,26 persen Tahun 2003 dan 1,51 persen Tahun 2004 (masih merupakan angka sementara). Penjelasan mengenai kondisi perekonomian daerah penelitian dibagi ke dalam sembilan sektor perekonomian berikut ini. 1. Sektor Pertanian a. Tanaman Bahan Makanan Pada tahun 2004 produksi padi sawah di Asahan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2003 yaitu sekitar 2,54 persen. Produksi padi sawah mencapai ton dengan rata-rata produksi 54,66 kw/ha. Kecamatan dengan produksi padi terbesar adalah Air Putih disusul Lima Puluh Meranti, Medang Deras dan Sei Balai yang merupakan lumbung padi di Asahan. Untuk padi ladang produksi pada tahun 2004 sebesar ton yang berarti mengalami penurunan dibandingkan tahun 2003 yang produksinya sebesar ton atau sekitar 28,69 persen. Pada tahun ini padi ladang hanya di produksi oleh tiga kecamatan yaitu BP. Mandoge, Bandar Pulau dan Buntu Pane. Produsen jagung terbesar di Asahan untuk tahun 2004 adalah Kecamatan BP Mandoge dengan produksi sebesar ton atau 49,48 persen dari total produksi jagung di Asahan. Tanaman ubi kayu diusahakan di seluruh kecamatan kecuali Tanjung Balai dan Kisaran Barat. Produksi tahun 2004 meningkat dibandingkan tahun 2003, dari ton pada tahun 2003 menjadi ton pada tahun Untuk tanaman bahan makanan lainnya seperti ubi jalar, kacang kedelai, kacang tanah dan kacang hijau pada tahun 2004 mengalami peningkatan rata-rata produksinya dibandingkan tahun Jenis

77 60 tanaman sayur-sayuran yang paling banyak dipanen di Asahan adalah ketimun, cabai, terung dan sawi/petsai. b. Tanaman Perkebunan - Perkebunan Rakyat Kabupaten Asahan merupakan salah satu sentra perkebunan di Sumatera Utara. Komoditi penting yang dihasilkan perkebunan di Kabupaten Asahan adalah karet, kelapa sawit, coklat dan kelapa. Produksi karet mengalami penurunan dari ton pada tahun 2003 menjadi ton pada tahun Kecamatan Bandar Pulau masih merupakan kecamatan penghasil karet terbesar di Asahan. Tanaman kelapa sawit ditanam di seluruh kecamatan di Kabupaten Asahan. Produksi kelapa sawit (minyak sawit) tahun 2004 sebesar ton dengan total luas tanaman ha. Kecamatan penghasil kelapa sawit terbesar adalah Kecamatan Bandar Pulau, Sei Kepayang dan BP Mandoge. Kontribusi ketiga kecamatan tersebut sebesar 37,64 persen untuk luas tanaman dan 38,49 persen untuk produksi minyak sawit. Produksi tanaman kelapa di Asahan Pada tahun 2004 mencapai ton dengan luas tanaman mencapai ha. Kecamatan Sei Kepayang dan Air Joman merupakan penghasil kelapa terbesar di Asahan. Kontribusi kedua kecamatan tersebut terhadap total produksi kelapa di Asahan mencapai 56,36 persen. Produksi coklat pada tahun 2004 sebesar ton yang berarti meningkat dibandingkan tahun 2003 sebesar 6,09 persen. Kecamatan Air Joman, Buntu Pane dan Air Batu merupakan penghasil terbesar coklat di Asahan. Selain keempat komoditi tersebut masih terdapat beberapa jenis tanaman lainnya yang diusahakan

78 61 oleh perkebunan rakyat di Asahan antara lain kopi, aren, pinang, kemiri dan kapuk. - Perkebunan Besar Selain perkebunan yang dikelola oleh rakyat, Asahan juga merupakan sentra perkebunan yang dikelola oleh swasta dan BUMN (PNP/PTP). Komoditas yang diusahakan antara lain karet, kelapa sawit dan coklat. Luas masing-masing tanaman adalah kelapa sawit ,44 ha, karet ,03 ha dan coklat 576 ha. Untuk tanaman karet dan kelapa sawit sebagian besar luas tanaman dikuasai oleh swasta sedangkan coklat oleh pemerintah. c. Perikanan Produksi ikan laut di Asahan pada tahun 2004 sebesar ton sedangkan produksi ikan darat sebesar 82 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar ton disusul Lima Puluh dengan produksi sebesar ton dan Talawi diurutan ketiga dengan produksi ikan sebesar ton. Jumlah nelayan di Asahan tahun 2004 adalah orang yang terdiri dari orang nelayan penuh, orang nelayan sambilan utama dan orang nelayan sambilan tambahan. Jumlah rumah tangga budidaya perikanan darat ada sebanyak rumah tangga, terdiri dari 811 rumah tangga petambak dan 338 rumah tangga budidaya kolam. d. Peternakan Produksi daging unggas tahun 2004 yang terbesar adalah ayam kampung yaitu sebesar ton, untuk ternak kecil yang terbesar adalah kambing yaitu ton dan untuk ternak besar adalah sapi dengan produksi daging sebesar ton. Populasi unggas di Asahan dari tahun jumlahnya rata-rata mengalami

79 62 peningkatan. Untuk ternak kecil yaitu kambing dan domba pada tahun 2004 juga meningkat jumlahnya, untuk ternak besar, populasi sapi juga mengalami peningkatan. Sedangkan populasi ternak babi dan kerbau mengalami penurunan. e. Kehutanan Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan suaka marga satwa, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi, hutan konversi dan hutan wisata. Total areal hutan di Asahan mencapai ,5 ha yang dirinci atas 18,88 persen hutan produksi terbatas, 76,10 persen hutan lindung dan 5,02 persen hutan produksi Areal hutan terluas terdapat di Kecamatan BP mandoge seluas ha disusul Bandar Pulau dan urutan ketiga Sei Kepayang dengan luas masing-masing ha dan ha. 2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Meskipun sektor penggalian bukan merupakan sektor utama dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah, akan tetapi sektor penggalian mampu memberikan kontribusi yang meningkat setiap tahunnya terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 2002 sektor penggalian mampu meberikan kontribusi sebesar Rp 9.344,69 juta rupiah dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 9449,60 juta rupiah, dan pada tahun 2004 diperkirakan meningkat pula menjadi 9632,76 juta rupiah. Sedangkan sektor pertambangan belum memberikan kontribusi dalam PDRB Kabupaten Asahan. 3. Sektor Industri Di Indonesia industri pengolahan dibagi menurut jumlah tenaga kerjanya yaitu berskala besar, sedang, kecil dan rumah tangga. Data industri besar dan sedang dikumpulkan oleh BPS sedangkan data industri kecil dan rumah tangga

80 63 diperoleh dari dinas Kopperindag dan penanaman modal Kabupaten Asahan. Pada tahun 2004 perusahaan industri besar di Asahan berjumlah 23 perusahaan sedangkan industri sedang berjumlah 80 perusahaan. Sedangkan jumlah industri kecil dan kerajinan rumah tangga pada tahun yang sama berjumlah 999 unit. Salah satu industri yang cukup besar dan cukup sukses di Kabupaten Asahan adalah PT. Indonesia Asahan Aluminium. PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. Inalum) adalah perusahaan patungan (joint venture) antara Pemerintah RI dengan para penanam modal Jepang, yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium (NAA), didirikan tanggal 6 Januari 1976 dengan investasi sebesar 411 milyar Yen. Perusahaan ini didirikan untuk membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sigura-gura dan Tangga di Kab. Toba Samosir serta pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung, Kec. Sei Suka, Kab. Asahan. Selain itu terdapat perusahaan lain yang mempunyai skala yang besar yang mampu memberikan kontribusi pendapatan terhadap PDRB Kabupaten Asahan yaitu PT. Multimas Nabati Asahan. PT. Multimas Nabati Asahan adalah perusahaan PMA yang bergerak di bidang pengolahan minyak sawit dan inti sawit serta industri pengolahan minyak goreng, terletak di Kuala Tanjung, Kec. Sei Suka, Kab. Asahan (± 110 km sebelah Tenggara Kota Medan). Tahap pertama dioperasikan mulai tahun 1996, dengan kapasitas pengolahan CPO sebesar metrik ton per hari. Waktu operasional pabrik selama 24 jam/hari dan 7 hari per minggu sedangkan produk utamanya adalah minyak goreng merk "Sania", bahan baku kosmetik, dan bahan makanan lainnya. 4. Sektor Listrik, dan Air Bersih

81 64 Kebutuhan listrik penduduk Kabupaten Asahan sebagian besar dipasok oleh PLN Ranting Kisaran dan Ranting Tanjung Tiram. Pada tahun 2004 di PLN Ranting Kisaran terdapat pelanggan dengan jumlah listrik yang terjual sebesar 47,67 miliar rupiah, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun Sedangkan pada PLN Ranting Tanjung Tiram terdapat pelanggan dengan penjualan listrik sebesar 15,62 milliar rupiah. Karena sulit untuk memisahkan data, data pada cabang Tanjung Tiram mencakup sebagian data daerah Kabupaten Simalungun Pada tahun 2004, PDAM Kisaran telah menyalurkan air minum sebanyak 3,86 juta meter kubik bagi sejumlah pelanggan PDAM di Kabupaten Asahan sebanyak sambungan, dengan nilai penjualan total sekitar 4,07 milliar rupiah. Sebagian besar pelanggan berasal dari rumah tangga dengan jumlah air yang disalurkan mencapai 88 persen. Akan tetapi masih terdapat sebagian besar masyarakat di Kabupaten Asahan yang masih menggunakan air sumur, air sungai dan air hujan untuk memenuhi berbagai keperluan rumah tangga. 5. Sektor Bangunan dan Konstruksi Sektor ini mencakup kegiatan fisik konstruksi, pemasangan dan perbaikan semua jenis konstruksi. Sumbangan sektor bangunan dan konstruksi relatif besar, yang pada tahun 2002 menyumbang sebesar 2,71 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan, tahun 2003 mengalai peningkatan menjadi 3,12 persen, sedangkan berdasarkan angka sementara yang diperoleh oleh pemerintah daerah Kabupaten Asahan, pada tahun 2004 sektor ini diperkirakan mampu menyumbang 2,84 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan.

82 6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 65 Menurut tanda daftar perusahaan yang diterbitkan oleh Dinas Koperindag dan Penanaman Modal Kabupaten Asahan, pada tahun 2004 terdapat 309 perusahaan yang sebagian besar (80 persen) berbadan hokum PO dan yang bergerak di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, hotel dan penginapan sebesar 73 persen. Depot Pertamina Kisaran telah menyalurkan sekitar 32,27 juta liter premium dan 42,69 juta liter solar kepada seluruh para pelanggannya yang terdiri dari SPBU, TNI/Polri dan konsumen lainnya pada tahun Pasar atau pekan di Kabupaten Asahan pada tahun 2004 berjumlah 62 buah, luas totalnya mencapai 8,6 ha dengan jumlah pedagang sebanyak pedagang. 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi. a. Angkutan Jalan Jalan merupakan sarana yang sangat penting untuk memperlancar dan mendorong roda perekonomian. Sarana jalan yang baik dapat meningkatkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain. Panjang jalan di seluruh Kabupaten Asahan pada tahun 2004 mencapai 2.037,95 km yang terbagi atas jalan negara (138,69 km), jalan propinsi (165,66 km) dan jalan kabupaten (1.733,60 km). Untuk jalan kabupaten sebagian besar permukaannya adalah tanah yaitu sebesar 55,88 persen, 19,13 persen aspal dan 24,99 persen kerikil. Kondisi jalan di Kabupaten Asahan pada tahun 2004 masih memerlukan perhatian yang serius, walaupun sudah terjadi perbaikan di beberapa ruas jalan tetapi sebagian besar jalan di Asahan (71,19 persen) kondisinya masih rusak dan rusak berat baik jalan kabupaten maupun jalan

83 66 negara. Pada tahun 2004 jumlah kendaran bermotor yang diuji UPT. UPPKB mencapai kendaraan sedangkan jumlah SIM yang dikeluarkan oleh Satlantas Polres Asahan sebanyak buah dengan berbagai kategori SIM. Kisaran, ibukota Kabupaten Asahan merupakan jalur lalulintas kereta api Medan Tanjung Balai dan Medan Rantau Prapat. Pada tahun 2004 dari 10 stasiun kereta api yang terdapat di wilayah Asahan tercatat sebanyak penumpang naik dan penumpang turun serta ton barang yang diangkat dan ton barang yang diturunkan. Meskipun kontribusi yang disumbangkan oleh sub sektor pengangkutan angkutan jalan raya ini memiliki proporsi terbesar dari sub sektor pengangkutan lainnya di kabupaten Asahan, akan tetapi masih diperlukan pembenahan dan perhatian serius dari pemerintah daerah untuk tetap mengontrol kulaitas fisik jalan yang masih memerlukan perbaikan. b. Pos dan Telekomunikasi Di era globalisasi ini peranan sektor pos dan telekomunikasi sangatlah penting, kemajuan teknologi telekomunikasi akan meningkatkan arus informasi sehingga arus berita, informasi dan data berjalan lancar. Pada tahun 2004 terdapat 19 kantor pos pembantu dan sudah tidak ada lagi rumah pos jumlah. Penurunan jumlah ini dibandingkan tahun sebelumnya dikarenakan alasan efisiensi. Tahun 2002, sektor pos dan telekomunikasi mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan sebesar 0,27 persen, kemudian menurun menjadi 0,26 persen di tahun 2003, dan berdasarkan angka sementara tahun 2004 sektor ini diperkirakan hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 0,24 persen terhadap total PDRB Kabupaten Asahan.

84 67 8. Sektor Keuangan a. Koperasi Sampai tahun 2004 koperasi yang terdaftar sejumlah 516 buah dengan jumlah anggota orang dan mempunyai simpanan anggota sebesar 33,3 milliar rupiah. Khusus untuk KUD yang diharapkan menjadi penggerak perekonomian desa jumlahnya tetap jika dibandingkan tahun 2004 yaitu 33 buah. Jumlah tersebut mampu menyerap anggota dengan simpanan anggota sebesar 3,552 milliar rupiah dan volume usaha sebesar 16,198 milliar rupiah. b. Keuangan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Asahan pada tahun 2004 mencapai 379,3 milliar rupiah yang terdiri atas 75,29 persen digunakan untuk belanja aparatur dan 24,71 persen untuk belanja publik. Peranan bank dalam menunjang pertumbuhan perekonomian Kabupaten Asahan cukup berarti. Untuk mendukung program pemerintah dan memperlancar modal usaha. Tahun 2004 jumlah Kredit Usaha Kecil (KUK) yang telah disalurkan oleh bank sebesar 2,340 trilliun rupiah, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 13,94 persen. Jumlah dana yang terkumpul dari masyarakat berjumlah 13,092 trilliun rupiah yang sebagian besar bersumber dari tabungan yang mencapai 5,649 trilliun rupiah, sisanya berasal dari simpanan berjangka dan giro. Selain bank dan koperasi, pegadaian merupakan salah satu alternatif lain bagi masyarakat untuk memperoleh kredit atau pinjaman secara cepat dan mudah. Pada tahun 2004 kredit yang di salurkan oleh Perum Pegadaian Cabang Kisaran sebesar 8,218 milliar rupiah. Bagi nasabah yang tidak mampu menebus barangnya

85 68 sampai batas waktu yang telah ditentukan maka akan dilakukan pelelangan. Nilai pelelangan yang terjadi pada tahun 2004 mencapai 105,6 juta rupiah, sedangkan di Perum Pegadaian cabang Labuhan Ruku kredit yang disalurkan sebesar 4,461 milliar rupiah. 9. Sektor Jasa-Jasa. Sektor jasa-jasa memberikan kontribusi terbesar ke empat dari sembilan sektor yang terdapat di Kabupaten Asahan meskipun mengalami penurunan yaitu sebesar 3,64 persen pada tahun 2003 menjadi 3,49 persen tahun Dalam sektor jasa-jasa, jasa pemerintahan memberikan kontribusi yang terbesar yaitu sebesar. Pada tahun 2003 jasa pemerintahan mampu memberikan kontribusi bagi PDRB untuk sektor jasa-jasa sebesar 2,13 persen akan tetapi berdasarkan angka sementara yang diperoleh pemerintah Kabupaten Asahan, jasa pemerintahan mengalami penurunan menjadi 2,05 tahun Kebijakan Sektoral Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Kebijakan sektoral yang dilakukan Kabupaten Asahan mengarah pada pengembangan dan peningkatan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia di Kabupaten Asahan. Terdapat beberapa kebijakan sektoral yang terdapat di Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah yang meliputi: sektor pertanian, industri dan perdagangan, pendidikan dan kebudayan dan ketenaga kerjaan. 1. Sektor Pertanian Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, kebijakan sektoral yang diambil didasarkan pada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan tersebut meliputi program peningkatan kemampuan sektor pertanian

86 yang atas ketahanan pangan, peningkatan poduktivitas sub sektor perkebunan sebagai andalan terutama komoditas kelapa sawit dan karet. Akan tetapi selama kurun waktu terdapat beberapa Kebijakan Pemerintah yang berupa Surat Keputusan Menteri yang mengakibatkan penerimaan dari produksi perkebunan terutama kelapa sawit mengalami pasang surut. Kebijakan Pemerintah pada Produk Kelapa Sawit selama kurun waktu sebelum otonomi daerah dalam Riadsyah (2004) dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Kebijakan Pemerintah Pada Produk Kelapa Sawit Tanggal Surat Keputusan Hal SK Menteri Keuangan No. 439/KMK017/ Agustus Juli Desember Desember Desember Juli Januari Juni Juli 1999 SK Menteri Keuangan No. 622/KMK017/1997 SK Menteri Keuangan No. 622/KMK017/1997 SK Memperindag No. 456/MPP/KEP/12/1997 SK Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 420/DJPDN/XI/97 SK Menteri Keuangan No. 334/KMK071/1998 SK Menteri Keuangan No. 30/KMK001/1999 SK Menteri Keuangan No. 189/KMK.06/1999 SK Menteri Keuangan No. 360/KMK.06/1999 Penetapan Pajak Ekspor CPO Penurunan Pajak Ekspor CPO dan Produk turunannnya dari sekitar 10-12% menjadi 2-5 persen secara advelorem Penetapan Pajak Ekspor Tambahan (PET) sebesar 40-70% berdasarkan harga ekspor dan harga dasar Penetapan Alokasi/Kuota 80% dari produksi untuk pasokan dalam negeri 69 Pelarangan Ekspor Kenaikan PE (CPO: 40% menjadi 60%). Pelarangan Ekspor Swait Produksi PTPN Penurunan PE CPO dari 60% menjadi 40% Penurunan PE CPO dari 40% menjadi 30% Penurunan PE CPO dari 30% menjadi 10% 2. Sektor Industri dan Perdagangan Pemerintah Kabupaten Asahan lebih mefokuskan program pengembangan sektor industri pengolahan yang berbasis pada hasil perkebunan serta adanya upaya pengembangan sektor usaha kecil dan menengah dan koperasi berupa pemberian bantuan berupa modal usaha bagi koperasi yang dinyatakan layak.

87 70 3. Sektor Pendidikan dan Kebudayaan Sebelum otonomi daerah sistem pendidikan masih mengacu pada kurikulum yang berasal dari pusat melalui pencanangan Wajib Belajar 9 Tahun serta berbagai upaya perbaikan fasilitas-fasilitas pendidikan. Kebijakan ini diarahkan terutama bagi kecamatan di Kabupaten Asahan yang memiliki jumlah penduduk yang besar seperti Kecamatan Kisaran yang merupakan ibukota Kabupaten Asahan. 5.5 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Asahan Secara umum pelaksanaan otonomi daerah diatur dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undangundang ini menetapkan bahwa pelaksanaan efektifnya paling lambat dilakukan pada bulan Mei 2001 atau dua tahun sejak diundangkan. Kemudian ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 merekomendasikan bahwa: (a) bagi daerah yang sanggup melaksanakan otonomi daerah secara penuh (tuntas) dapat segera memulai pelaksanaannya terhitung 1 Januari 2000 yang tercermin dalam APBN dan APBD, sedangkan bagi daerah yang belum mempunyai kesanggupan penuh dapat memulainya secara bertahap. Mulai 1 Januari 2000 Kabupaten Asahan melaksanakan otonomi daerah secara bertahap karena masih diperlukan persiapan-persiapan baik itu berupa rumusan kewenangan yang nantinya akan diterapkan di Kabupaten Asahan. Sejauh ini pemerintah Kabupaten Asahan telah menetap berbagai kebijakan yang terkait dengan pengembangan sektoral dalam rangka otonomi daerah, seperti pada

88 sektor pertanian, industri pengolahan, sektor ketenagakerjaan dan sektor pendidikan. 71 Kebijakan Sektoral Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Dikeluarkannya UU No 22. Tahun 1999 membawa perubahan bagi Kabupaten Asahan dalam penetapan kebijakan sektoral. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri membuat pemerintah Kabupaten Asahan berupaya untuk mengelola dan menggali potensi daerah yang dimiliki serta membuat beberapa kebijakan terkait dengan upaya pengelolaan tersebut. Kebijakan sektoral tersebut meliputi: sektor pertanian, sektor industri perindustrian dan perdagangan, sektor ketenagkerjaan, sektor pendidikan, sektor pariwisata, dan sektor keuangan. 1. Sektor Pertanian Pada masa otonomi daerah, pemerintah kabupaten Asahan lebih tertuju pada pembangunan sektor perkebunan dan Industri Pengolahan salah satunya dengan melakukan rehabilitasi dan peremajaan Perkebunan rakyat. Kebijakan tersebut terkait dengan kondisi geografis Kabupaten Asahan yang sangat mendukung dalam pengembangan sektor perkebunan terutama komoditas kelapa, kelapa sawit dan karet yang merupakan komoditas ekspor. Tidak kurang dari 41 perusahaan perkebunan besar milik pemerintah, swasta dan swasta asing menguasai lahan hektar dan perkebunan rakyat sebesar hektar. Hasil perkebunan kelapa dan kelapa sawit ini tidak sebatas diambil buahnya saja, tetapi lidinya pun mampu menembus pasar ekspor. Pada tahun 2000, Kabupaten

89 Asahan mengekspor Lidi kelapa dengan volume Ton senilai 1,9 milyar ke Pakistan. Tabel 10. Kebijakan Pemerintah Pada Produk Kelapa Sawit Tanggal Surat Keputusan Hal 12 September 2000 SK Menteri Keuangan No. 387/KMK017/2000 Penurunan Pajak Ekspor CPO menjadi 5% 9 Februari 2001 SK Menteri Keuangan No. 66/KMK017/2001 Penurunan Pajak Ekspor CPO menjadi 3% 72 Untuk sub sektor perikanan dan kelautan, Kabupaten Asahan yang merupakan daerah pesisir berupaya mengembangkan kegiatan perikanan dan kelautan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan nelayan, dengan cara: 1) Meningkatkan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan dengan program yang berpihak kepada masyarakat pesisir dan nelayan, 2) Peningkatan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan dalam rangka mengembangkan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, peningkatan devisa melalui ekspor hasil perikanan dan peningkatan PAD, 3) Peningkatan pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan pesisir dan lautan serta pulau-pulau kecil, 4) Peningkatan sistem pelayanan melalui pengembangan fasilitas, sarana/prasarana di wilayah pesisir dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan produk kelautan, 5) Peningkatan hasil perikanan darat melalui penerapan teknologi budidaya ramah lingkungan. Dalam pengembangan sub sektor peternakan, pemerintah Kabupaten Asahan berupaya meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, kualitas dan efisiensi dengan mewujudkan peternakan yang berorientasi Agribisnis dan proses pengolahan produksi peternakan berbasis peternakan.

90 73 2. Sektor Perindustrian dan Perdagangan Seiring dengan tumbuh pesatnya pembangunan di bidang pertanian khususnya perkebunan, Kabupaten Asahan berupaya untuk menjadi sebuah daerah yang berwawasan agroindsutri terutama yang berskala besar. Tidak kurang dari 23 industri besar saat ini beroperasi di kabupaten Asahan. Pemerintah Kabupaten Asahan memberi keleluasaan kepada para investor untuk melakukan investasi. Selain itu pemerintah Kabupaten Asahan juga memperoleh pendapatan asli daerah berupa iuran. Selain itu pemerintah Kabupaten Asahan melakukan peningkatan kualitas dan hasil produksi agro industri dan industri lainnya yang didukung oleh sistem perdagangan yang kondusif sehingga kegiatan ini mendapat nilai tambah yang lebih tinggi, dengan cara: 1) Menerapkan standarisasi dan memanfaatkan teknologi yang sesuai dan tepat yang didukung sistem pelayanan pemerintahan yang prima, 2) Pengembangan kemitraan antar pelaku ekonomi dalam kegiatan produksi dan pemasaran, 3) Menyediakan informasi peluang usaha, jaringan sistem informasi teknologi dan meningkatkan nilai tambah teknologi dari berbagai industri sesuai dengan karakteristik sumberdaya lokal dan struktural industri kecil, menengah dan koperasi daerah. 3. Sektor Ketenagakerjaan Distorsi aktivitas ekonomi di masa otonomi daerah ini juga terjadi karena perda mengenai ketenagakerjaan. Bila di tingkat nasional, isu ketenagakerjaan terfokus pada masalah upah minimum, PHK (pemutusan hubungan kerja) dan pesangon, maupun pegawai outsourcing; dari data yang dimiliki KPPOD (38 perda ketenagakerjaan dari berbagai daerah), di tingkat daerah masalah

91 74 ketenagakerjaan yang diatur dalam perda umumnya terkait dengan isu kebijakan untuk penggunaan tenaga kerja lokal, perlindungan tenaga kerja, upah minimum daerah, dan pungutan USD100/orang/bulan atas tenaga kerja asing. 4. Sektor Pendidikan Kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan berupa penambahan jumlah pegawai negeri yang berdampak pada berkurangnya jumlah alokasi dana untuk sektor-sektor lainnya. Selain itu dilakukan pembinaan pendidikan tingkat pertama dan tingkat atas, sekolah teknik dan kejuruan, meliputi perbaikan gedung dan peralatan, penambahan dan pentaran guru serta pembinaan perguruan tinggi. 5. Sektor Pariwisata Mengembangkan kegiatan pariwisata dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan melalui kerjasama dengan kecamatan di kabupaten Asahan dalam melakukan promosi juga melakukan rehabilitasi dan pemeliharaan terhadap objek-objek wisata serta meningkatkan rasa keamanan, Mendorong pembangunan prasarana dan sarana dasar pendukung kawasan wisata. 6. Sektor Keuangan Meningkatkan investasi dalam dan luar negeri dalam rangka mengembangkan sektor riil dan peningkatan pertumbuhan ekonomi, dengan berupaya: 1) Bekerjasama dengan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Asahan dalam melaksanakan promosi dan berupaya memberikan kemudahan pelayanan kepada para investor, 2) Penciptaan iklim kondusif bagi para calon investor melalui Peraturan Daerah, peningkatan kualitas hubungan antar lembaga dan sebagainya.

92 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan aktual dan kontribusi masing-masing sektor terhadap perekonomian Kabupaten Asahan. dengan menggunakan analisis shift share terhadap data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asahan dan Propinsi Sumatera Utara berdasarkan harga konstan tahun 1993, akan diketahui bagaimana akan dilihat faktor-faktor pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah dan pada masa otonomi daerah, yang terdiri dari: komponen Pertumbuhan Regional, komponen Pertumbuhan Proporsional, komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah. Sedangkan untuk menentukan sektor apa saja yang menjadi menentukan sektor basis di Kabupaten Asahan, digunakan analisis location quotient (LQ). Selanjutnya akan diketahui apakah sektor basis yang dihasilkan memiliki pertumbuhan yang progresif. 6.1 Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Analisis PDRB Kabupaten Asahan dan PDRB Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah ( ) Sebelum masa otonomi daerah ( ), Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang cenderung berfluktuasi meskipun secara umum nilai PDRB yang dihasilkan selama kurun waktu tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995 besarnya nilai riil PDRB Kabupaten Asahan atas harga konstan adalah sebesar Rp 2,29 trilyun dan sebesar Rp 2,93 trilyun pada tahun 1999, sehingga selama kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan pertumbuhan PDRB sebesar Rp 634 milyar, yaitu sekitar 27,68 persen. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Peningkatan

93 76 pertumbuhan yang terjadi selama kurun waktu tersebut dikarenakan secara umum semua sektor dalam penyusun PDRB Kabupaten Asahan mengalami peningkatan kecuali sektor penggalian yang justru mengalami penurunan sebesar 0,10 persen akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997 sehingga menyebabkan pengurangan total nilai PDRB Kabupaten Asahan sebesar Rp 2,34 milyar. Meskipun laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sempat menurun, namun sumbangannya terhadap PDRB Propinsi Sumatera Utara tetap menjadi peringkat ke dua daerah penghasil PDRB terbesar setelah Kota Medan. Dalam kurun waktu kontribusi yang diberikan Kabupaten Asahan terhadap PDRB Sumatera Utara adalah sebesar 10,79 persen tahun 1996 dan pada tahun 1999 menjadi 12,90 persen (Lampiran 12). Peningkatan kontribusi tersebut terjadi karena pertumbuhan di Kabupaten Asahan dalam periode masih lebih baik dari pertumbuhan propinsi yang hanya mencapai 2,69 pada tahun Peningkatan kontribusi Kabupaten Asahan disebabkan oleh peningkatan kontribusi setiap sektor perekonomian, terutama sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Pada tahun 1999 sektor industri pengolahan mampu memberikan kontribusi sebesar 20,00 persen dari total industri pengolahan di Propinsi Sumatera Utara dan sektor pertanian sebesar 16,37 persen dari total pertanian di Propinsi Sumatera Utara.

94 Tabel 11. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Sebelum Otonomi Daerah Perubahan PDRB 1995 Persen 1999 Persen Persen 1 Pertanian ,38 34, ,16 40, ,78 18,02 2 Penggalian 9.621,63 0, ,99 0, ,64-0,10 3 Industri Pengolahan ,41 39, ,57 34, ,16 3,55 4 Listrik dan Air Bersih 4.897,21 0, ,70 0, ,49 0,07 5 Bangunan ,61 2, ,51 2, ,9 0,26 6 Perdagangan Hotel Dan Restoran ,86 12, ,21 12, ,35 3,57 7 Pengangkutan Dan Komunikasi ,79 3, ,66 3, ,87 0,81 8 Keuangan, Persewahan Dan Jasa Perusahaan ,85 2, ,55 2, ,7 0,48 9 Jasa-Jasa ,67 3, ,82 3, ,15 1,03 Total PDRB Tanpa Migas ,41 100, ,17 100, ,76 27,68 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah) Jika dilihat secara sektoral, maka perubahan pertumbuhan PDRB tertinggi ditempati oleh sektor pertanian yang tumbuh sebesar 18,02 persen. Laju pertumbuhan yang tinggi tersebut didukung oleh meningkatnya produktivitas semua sub sektor pertanian seperti: padi ladang, jagung dan kacang hijau, sehingga menyebabkan kenaikan jumlah produksi di sektor pertanian (Lampiran 18). Pertumbuhan yang tinggi dari sektor pertanian tersebut juga diiringi semakin meningkatnya kontribusi yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 1995 kontribusi yang diberikan sebesar 34,03 persen atau secara riil nilainya Rp 779,96 milyar dan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 1,19 trilyun (40,76 persen). Persentase tersebut merupakan kontribusi terbesar dari sektor yang terdapat di Kabupaten Asahan. Selain itu kontribusi yang besar juga disebabkan pengaruh krisis ekonomi tahun 1997 terhadap sektor pertanian relatif lebih rendah dibanding sektor-sektor perekonomian lainnya. Posisi kedua ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang selama lima tahun tersebut telah tumbuh sebesar 3,57 persen. Pertumbuhan 77

95 78 tersebut terutama didukung oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki laju pertumbuhan sebesar 3,52 selama kurun waktu tahun (Lampiran 7). Pada tahun 1995 kontribusi yang diberikan sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sebesar 12,76 persen atau sebesar Rp 292,38 milyar dan pada tahun 1999 sebesar 12,79 persen atau sebesar Rp 374,28 milyar. Kontribusi tersebut terutama diberikan oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran, hotel dan restoran. Pada tahun 1995 kontribusi yang diberikan sub sektor perdagangan besar dan eceran adalah sebesar Rp 281,97 milyar atau 12,30 persen dan pada tahun 1999 sebesar Rp 362,67 milyar atau 12,39 persen (Lampiran 3). Meskipun sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan kedua sektor yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar, akan tetapi dalam hal kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan ke tiga setelah sektor industri pengolahan. Posisi ketiga ditempati oleh sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,55 persen. Pertumbuhan sektor industri pengolahan ini terutama didukung oleh sub sektor industri besar dan sedang. Tahun 1995 sektor ini mampu menghasilkan kontribusi sebesar Rp 851,72 milyar atau 37,16 persen dari total kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan dan meningkat menjadi Rp 909,61 milyar (31,08 persen) pada tahun Selain itu sub sektor Industri kecil dan rumah tangga juga turut andil dalam peningkatan pertumbuhan dan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 1995 sektor industri kecil dan rumah tangga mampu memberikan kontribusi sebesar Rp 63,91 milyar (2,79 persen) dan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 87,37 milyar (2,99 persen).

96 79 Posisi keempat adalah sektor jasa-jasa. Pada tahun 1995 nilai riil yang dihasilkan sebesar Rp 88,45 milyar dan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 112,02 milyar. Sehingga selama kurun waktu lima tahun tersebut, sektor ini telah tumbuhan sebesar 1,03 persen, dengan peningkatan kontribusi terhadap PDRB sebesar Rp 23,57 milyar. Pertumbuhan tersebut didukung oleh sub sektor jasa swasta, yang dapat dilihat dari adanya peningkatan jumlah pelayanan kesehatan, kursus-kursus dan lembaga pendidikan lainnya seperti taman kanak-kanak, SD, SLTP maupun SMU. Sedangkan untuk jumlah kontribusinya sub sektor jasa pemerintah masih memberikan kontribusi yang terbesar dibanding jasa swasta. P Pada tahun 1995 sub sektor jasa pemerintah memberikan kontribusi sebesar Rp 71,39 milyar (2,51 persen) sedangkan sub sektor jasa swasta hanya sebesar Rp 47,00 milyar (1,35 persen) dan pada tahun 1999 kedua sub sektor tersebut memberikan kontribusi yang semakin meningkat akan tetapi persentase kontribusi sub sektor jasa pemerintahan mengalami penurunan. Pada tahun 1999 sub sektor jasa pemerintah mampu memberi kontribusi sebesar Rp 79,29 milyar (2,34 persen) sedangkan sub sektor jasa swasta sebesar Rp 55,47 milyar atau sekitar 1,48 persen (Lampiran 3). Posisi kelima ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang selama kurun waktu lima tahun ( ) telah tumbuh sebesar 0,81 persen. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh sub sektor pengangkutan dan sub sektor komunikasi yang mengalami laju pertumbuhan selam kurun waktu lima tahun masing-masing sebesar 0,74 persen dan 0,07 persen. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan mobilitas dan aktivitas masyarakat pasca krisis moneter tahun Pada tahun 1995 kontribusi yang diberikan sektor

97 80 pengangkutan dan komunikasi adalah sebesar 3,72 persen atau sebesar Rp 85,28 milyar. Kontribusi tersebut terutama diberikan oleh sub sektor pengangkutan, baik angkutan rel, jalan raya, laut, sungai danau dan penyeberangan serta jasa penunjang angkutan. Pada tahun 1995 kontribusi yang diberikan sub sektor pengangkutan sebesar Rp 81,40 milyar atau 3,55 persen dan pada tahun 1999 sebesar Rp 98,29 milyar atau sebesar 3,36 persen (Lampiran 7). Posisi keenam ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 0.48 persen. Sektor ini mencakup sub sektor bank, lembaga keuangan bukan bank, sewa bangunan, dan jasa perusahaan. Pada tahun 1995 nilai riil yang diberikan sektor ini sebesar Rp 51,54 milyar atau sebesar 2,25 persen dan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 62,46 milyar atau sebesar 2,13 persen. Hal tersebut terutama didukung oleh sub sektor sewa bangunan, yang berhubungan dengan proses penggunaan rumah atau bangunan sebagai tempat tinggal, tanpa melihat apakah rumah tersebut benar-benar disewakan atau tidak, seperti: rumah milik sendiri, rumah instansi pemerintah maupun swasta. Selama periode lima tahun, sub sektor ini mampu tumbuh sebesar 0,48 persen yang berarti telah bertambahnya jumlah perumahan sebagai akibat dari penambahan jumlah penduduk. Posisi ketujuh ditempati oleh sektor bangunan. Sektor ini mengalami laju pertumbuhan sebesar 0,26 persen selama kurun waktu lima tahun ( ). Pada tahun 1995 sektor bangunan memberikan kontribusi sebesar Rp 64,33 milyar atau sebesar 2,81 persen dan pada tahun 1999 sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar Rp 70,18 milyar atau sebesar 2,40 persen. Menurunnya kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten Asahan tersebut terkait

98 dengan berkurangnya usaha pembangunan dan perluasan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti perluasan jalan, pembuatan jembatan dan lain-lain. Posisi ke delapan ditempati oleh sektor listrik dan air bersih. Selama kurun waktu lima tahun ( ) sektor ini mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan sebesar 0,07 persen. Tahun 1995 sektor listrik da air bersih mampu memberikan kontribusi sebesar Rp 4,89 milyar (0,21 persen) dan pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 6,58 milyar atau mengalami peningkatan sebesar 0,01 persen menjadi 0,22 persen. Sedangkan posisi terakhir ditempati oleh sektor penggalian yang merupakan satu-satunya sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang negatif selama kurun waktu lima tahun ( ). Perubahan PDRB yang terjadi untuk sektor penggalian selama kurun waktu tersebut adalah sebesar -0,10 persen. Tahun 1995 sektor ini mampu memberikan kontribusi sebesar 0,42 persen atau sebesar Rp 9,62 milyar. Sedangkan pada tahun 1999 sektor ini justru mengalami penurunan baik dalam hal persentase kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Asahan maupun nilai riil yang diberikan. Sektor ini hanya mampu memberikan kontribusi sebesar 0,25 persen atau sebesar Rp 7,28 milyar Analisis PDRB Kabupaten Asahan dan PDRB Sumatera Utara Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Pada masa otonomi daerah ( ), Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang cenderung meningkat dan secara umum nilai PDRB yang dihasilkan selama kurun waktu tersebut juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000 besarnya nilai riil PDRB Kabupaten Asahan atas harga konstan adalah sebesar Rp 3,11 trilyun dan sebesar Rp 3,86 trilyun pada tahun 2004, sehingga selama kurun waktu lima tahun terjadi 81

99 82 peningkatan pertumbuhan PDRB sebesar Rp 757,02 milyar yaitu sekitar 24,37 persen. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Peningkatan pertumbuhan yang terjadi selama kurun waktu tersebut dikarenakan secara umum semua sektor dalam penyusun PDRB Kabupaten Asahan mengalami peningkatan. Akan tetapi meskipun secara umum semua sektor mengalami peningkatan, terdapat sub sektor yang justru mengalami laju pertumbuhan yang negatif yaitu sub sektor tanaman bahan makanan sebesar negatif 0,42 persen sehingga sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Asahan berkurang sebesar Rp 12,96 milyar. Selain itu masih terdapat sub sektor yang mengalami penurunan yaitu sub sektor hotel. Sub sektor hotel memiliki laju pertumbuhan PDRB yang negatif yaitu sebesar negatif 0,01 persen. Meskipun persentase penurunan yang diberikan termasuk kecil, hal ini justru menyebabkan berkurangnya kontribusi yang diberikan sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar Rp 280,10 milyar. Dalam kurun waktu kontribusi yang diberikan Kabupaten Asahan terhadap PDRB Sumatera Utara adalah sebesar 13,07 persen tahun 2000 dan pada tahun 2004 menjadi 13,68 persen (Lampiran 13). Peningkatan kontribusi tersebut terjadi karena pertumbuhan di Kabupaten Asahan dalam periode masih lebih baik dari pertumbuhan propinsi yang hanya mencapai 1,84 pada tahun 2004 (Lampiran 11). Peningkatan kontribusi Kabupaten Asahan disebabkan oleh peningkatan kontribusi setiap sektor perekonomian, terutama sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Baik sebelum otonomi daerah, kedua sektor tersebut masih memberikan kontribusi terbesar untuk sektor yang sama terhadap PDRB Propinsi Sumatera utara. Pada tahun 1999 sektor industri pengolahan mampu memberikan kontribusi sebesar 20,00 persen dari total industri

100 pengolahan di Propinsi Sumatera Utara dan sektor pertanian sebesar 16,37 persen dari total pertanian di Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan tahun 2004, kontribusi yang diberikan sektor industri pengolahan meningkat menjadi 22,40 persen sedangkan sektor pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 17,83 persen. Tabel 12. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Masa Otonomi daerah Perubahan PDRB 2000 persen 2004 persen persen 1 Pertanian ,72 40, ,69 39, ,97 8,52 2 Penggalian 8.057,11 0, ,76 0, ,65 0,05 3 Industri Pengolahan ,81 33, ,78 35, ,97 10,28 4 Listrik Gas Dan Air Bersih 7.276,27 0, ,40 0, ,13 0,13 5 Bangunan ,08 2, ,47 2, ,39 1,03 6 Perdagangan, Hotel Dan Restoran ,37 13, ,61 12, ,24 2,60 7 Pengangkutan Dan Komunikasi ,16 3, ,55 3, ,39 0,65 8 Keuangan, Persewahan Dan Jasa Perusahaan ,48 2, ,22 2, ,74 0,59 9 Jasa-Jasa ,52 3, ,43 3, ,91 0,53 PDRB TANPA MIGAS ,52 100, ,91 100, ,39 24,37 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah) Jika dilihat secara sektoral pada Tabel 12, maka perubahan pertumbuhan PDRB tertinggi ditempati oleh sektor industri pengolahan yang tumbuh sebesar 10,28 persen. Laju pertumbuhan yang tinggi tersebut didukung oleh tingginya tingkat investasi terhadap agroindustri yang terdapat di Asahan (Lampiran 19). Pertumbuhan yang tinggi dari sektor industri pengolahan tersebut juga diiringi semakin meningkatnya kontribusi yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 2000 kontribusi yang diberikan sebesar 33,99 persen atau secara riil nilainya Rp 1,06 trilyun dan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 1,38 trilyun (35,59 persen), atau selama kurun waktu lima tahun telah mengalami peningkatan sebesar 10,28 persen. Persentase tersebut merupakan kontribusi terbesar dari sektor yang terdapat di Kabupaten Asahan. 83

101 84 Posisi kedua ditempati oleh sektor pertanian. Selama masa otonomi daerah atau kurun waktu lima tahun, sektor pertanian telah tumbuh sebesar 8,52 persen. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh sub sektor perkebunan yang memiliki laju pertumbuhan sebesar 3,90 persen selama kurun waktu lima tahun (lihat Lampiran 8). Pada tahun 2000 kontribusi yang diberikan sektor pertanian adalah sebesar 40,15 persen atau sebesar Rp 1,25 trilyun dan pada tahun 2004 sebesar 39,13 persen atau sebesar Rp 1,51 trilyun. Kontribusi tersebut terutama diberikan oleh sub sektor perkebunan. Pada tahun 2000 kontribusi yang diberikan sub sektor perkebunan adalah sebesar Rp 737,73 milyar atau 32,19 persen dari total kontribusi sektor pertanian dan pada tahun 2004 mengalami penurunan persentase menjadi 22,23 persen meskipun total nilai yang diberikan meningkat menjadi Rp 858,84 milyar (Lampiran 8). Meskipun pertanian menempati urutan kedua sektor yang mempunyai laju pertumbuhan terbesar, akan tetapi dalam hal kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan, sektor pertanian merupakan sektor penyumbang PDRB terbesar untuk Kabupaten Asahan. Posisi ketiga ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 2,60 persen. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran terutama didukung oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran. Tahun 2000 sektor ini mampu menghasilkan kontribusi sebesar Rp 409,31 milyar atau 13,18 persen dari total kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Asahan dan meningkat menjadi Rp 489,94 milyar (12,68 persen) pada tahun Selain itu sub restoran juga turut andil dalam peningkatan pertumbuhan dan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 2000 sub sektor restoran mampu memberikan kontribusi sebesar Rp 10,69 milyar

102 85 (0,34 persen) dan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 12,37 milyar dengan persentase yang semakin rendah menjadi 0,32 persen. Posisi keempat adalah sektor bangunan. Sebelum otonomi daerah ( ) sektor bangunan menempati posisi ketujuh dengan laju pertumbuhan sebesar 0,26 persen. Akan tetapi pada masa otonomi daerah ( ) sektor ini justru menempati posisi keempat dengan kontribusi yang juga meningkat menjadi 1,03 persen (Lampiran 8). Pada tahun 2000 sektor bangunan memberikan kontribusi sebesar Rp 78,01 milyar atau sebesar 2,51 persen dan pada tahun 2004 sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar Rp 109,86 milyar atau sebesar 2,84 persen. Meningkatnya kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten Asahan tersebut terkait dengan meningkatnya usaha pembangunan dan perluasan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti perluasan jalan, pengembangan infrastruktur pariwisata dan lain-lain. Seperti yang terjadi pada masa sebelum otonomi daerah ( ), posisi kelima pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Selama kurun waktu lima tahun ( ) telah tumbuh sebesar 0,81 persen sedangkan pada masa otonomi daerah ( ) sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,65 persen. Meskipun persentase yang dihasilkan semakin berkurang, jumlah yang dihasilkan oleh sektor ini justru mengalami peningkatan sebesar Rp 20,07 milyar dari periode sebelum otonomi daerah yang hanya mampu menghasilkan peningkatan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten sebesar Rp 81,89 milyar. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama didukung oleh sub sektor pengangkutan dan sub sektor komunikasi yang mengalami laju

103 86 pertumbuhan selama kurun waktu lima tahun masing-masing sebesar 0,55 persen dan 0,10 persen. Peningkatan tersebut seiring dengan semakin berkembangnya sistem telekomunikasi di Kabupaten Asahan pada masa otonomi daerah. Pada tahun 2000 kontribusi yang diberikan sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sebesar 3,70 persen atau sebesar Rp 114,97 milyar. Kontribusi tersebut terutama diberikan oleh sub sektor pengangkutan, baik angkutan rel, jalan raya, laut, sungai danau dan penyeberangan serta jasa penunjang angkutan. Pada tahun 2000 kontribusi yang diberikan sub sektor pengangkutan sebesar Rp 108,57 milyar atau 3,50 persen dan pada tahun 2004 sebesar Rp 125,66 milyar atau sebesar 3,25 persen (Lampiran 8). Jika dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah, maka sub sektor pengangkutan mengalami penurunan kontribusi dari 0,74 persen pada periode menjadi 0,55 pada periode Posisi keenam ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 0,59 persen, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan masa sebelum otonomi daerah yang hanya mencapai 0,48 persen. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mencakup sub sektor bank, lembaga keuangan bukan bank, sewa bangunan, dan jasa perusahaan. Pada tahun 2000 nilai riil yang diberikan sektor ini sebesar Rp 67,37 milyar atau sebesar 2,17 persen dan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 85,82 milyar atau sebesar 2,22 persen. Selama periode lima tahun, sub sektor ini mampu tumbuh sebesar 0,35 persen, mengalami penurunan sebesar 0,01 persen jika dibandingkan dengan periode sebelum otonomi daerah. Posisi ketujuh ditempati oleh sektor jasa-jasa yang pada periode mampu memberikan tambahan terhadap PDRB Kabupaten Asahan sebesar

104 87 16,37 milyar atau dengan kata lain mengalami peningkatan sebesar 0,53 persen. Hal ini terutama diakibatkan oleh sub sektor jasa-jasa swasta sebesar Rp 8,47 milyar atau dengan kata lain mengalami peningkatan sebesar 0,27 persen. Jika dilihat berdasarkan kontribusi yang diberikan, sektor ini pada tahun 2000 menempati urutan ke empat dengan sumbangan terhadap PDRB Kabupaten Asahan secara riil sebesar Rp 118,39 milyar (3,81 persen) dan pada tahun 2004 kedudukannya bergeser menjadi urutan ke lima dengan sumbangan sebesar Rp 134,76 milyar (3,49 persen). Terlihat bahwa secara persentase sumbangan yang diberikan sektor ini mengalami penurunan sebesar 0,32 persen, akan tetapi secara riil nilai kontribusi yang dihasilkan oleh sektor ini mengalami peningkatan. Posisi ke delapan ditempati oleh sektor listrik, dan air bersih. Meskipun pertumbuhannya menempati posisi kedelapan, sumbangan yang diberikan oleh sektor listrik dan air ini mengalami peningkatan baik dalam hal persentase kontribusinya maupun nilai riil yang disumbangkan untuk PDRB Kabupaten Asahan. Pada tahun 1995 sektor ini mampu memberikan kontribusi dengan persentase 0,23 persen atau Rp 7,27 milyar, dan pada tahun 2000 persentase kontribusinya meningkat menjadi 0,29 persen atau sebesar Rp 11,04 milyar. Sumbangan terbesar dalam sektor listrik dan air bersih terhadap PDRB Kabupaten Asahan diberikan oleh sub sektor listrik yang mampu menyumbang 0,22 persen atau sebesar Rp 6,74 milyar dan juga mengalami peningkatan di tahun 2004 menjadi Rp 10,65 milyar atau sebesar 0,28 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan. Sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan PDRB terendah selama kurun waktu 5 tahun ( ) adalah sektor penggalian. Sebelum otonomi

105 88 daerah, sektor penggalian juga mengalami hal yang sama yaitu memiliki pertumbuhan yang paling rendah dari 9 sektor-sektor perekonomian penyusun PDRB Kabupaten Asahan. Akan tetapi untuk masa otonomi daerah, sektor penggalian menunjukkan adanya perbaikan. Sektor yang merupakan satu-satunya sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang negatif selama kurun waktu lima tahun ( ) ini mengalami pertumbuhan PDRB pada masa otonomi daerah ( ). Selama kurun waktu tersebut, sektor ini mengalami perubahan menjadi 0,05 persen dari total pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan selama kurun waktu lima tahun. Tahun 2000 sektor ini mampu memberikan kontribusi sebesar 0,26 persen atau sebesar Rp 8,06 milyar. Sedangkan pada tahun 2004 sektor ini mengalami peningkatan kontribusi secara riil bagi PDRB kabupaten Asahan menjadi Rp 9,63 milyar, meskipun dalam hal persentase, sektor ini mengalami penurunan sebesar 0,01 persen menjadi 0,25 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan. 6.2 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) Dalam analisis komponen pertumbuhan wilayah terdapat tiga komponen yang mempengaruhi pertumbuhan daerah yang dianalisis, yaitu komponen Pertumbuhan Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).

106 Tabel 13. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan No Lapangan Usaha Regional PRi persentase 1 Pertanian ,80 6,85 2 Penggalian 659,10 6,85 3 Industri Pengolahan ,50 6,85 4 Listrik Gas Dan Air Bersih 335,47 6,85 5 Bangunan 4.406,83 6,85 6 Perdagangan Hotel Dan Restoran ,81 6,85 7 Pengangkutan Dan Komunikasi 5.842,02 6,85 8 Keuangan, Persewahan Dan Jasa Perusahaan 3.530,50 6,85 9 Jasa-Jasa 6.058,68 6,85 Total ,71 6,85 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 (diolah) Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa komponen pertumbuhan regional semua sektor (PRi) Kabupaten Asahan memiliki nilai yang positif. Hal ini terkait dengan tingkat pertumbuhan di Propinsi Sumatera Utara, yaitu mengalami laju pertumbuhan yang positif sebesar 6,85 persen, yang dapat dilihat dari persentase komponen pertumbuhan regional. Jika laju pertumbuhan di Kabupaten Asahan sama dengan pertumbuhan di Propinsi Sumatera Utara, maka perubahan kontribusi setiap sektor di Kabupaten Asahan dapat dilihat dari nilai riil pertumbuhan regional (PR) pada setiap sektor. Dari nilai yang terdapat pada Tabel 13, terlihat bahwa setiap sektor perekonomian mengalami kontribusi yang semakin meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 62,72 milyar. Hal ini berarti bahwa sektor ini tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan kebijakan regional maupun kondisi perekonomian secara umum. Berdasarkan Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan Kabupaten Asahan jauh lebih baik dari tingkat pertumbuhan di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari persentase Pertumbuhan Regional (PR) yang 89

107 merupakan persentase pertumbuhan Propinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 6,85 persen. Sedangkan pertumbuhan di Kabupaten Asahan dapat dilihat dari persentase perubahan PDRB yaitu sebesar 27,68 persen (Tabel 11). Tabel 14. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Komponen Pertumbuhan Proporsional PPi Persentase 1 Pertanian ,01 20,98 2 Penggalian ,43-16,09 3 Industri Pengolahan ,91-12,33 4 Listrik dan Air Bersih 3.226,76 65,89 5 Bangunan ,36-02,70 6 Perdagangan Hotel dan Restoran ,35-09,36 7 Pengangkutan dan Komunikasi ,55-06,62 8 Keuangan, Persewahan dan Jasa Perusahaan ,99-08,98 9 Jasa-Jasa 1.248,65 01,41 Total ,83 00,62 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 (diolah) Pengaruh pertumbuhan proporsional terhadap pertumbuhan Kabupaten Asahan dapat dilihat pada Tabel 14. Bila nilai PP suatu sektor positif (PPi > 0), maka sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat dan mempunyai daya saing yang lebih baik jika dibandingkan dengan sektor lain yang nilai pertumbuhan proporsionalnya negatif. Sebelum otonomi daerah, berdasarkan nilai pertumbuhan proporsional (PP), di Kabupaten Asahan terdapat enam sektor yang laju pertumbuhannya lebih lamban dibanding laju pertumbuhan sektor lainnya. Keenam sektor tersebut antara lain: sektor penggalian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewahan dan jasa-jasa. Hal tersebut dikarenakan keenam sektor tersebut mempunyai daya saing yang kurang baik bila dibanding dengan daya saing sektor-sektor lain dalam perekonomian. Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai kontribusi sektor PP yang negatif. Nilai negatif tersebut memperlihatkan 90

108 91 bahwa kontribusi yang diberikan keenam sektor tersebut mengalami penurunan. Penurunan tersebut yaitu sebesar Rp 1,55 milyar untuk sektor penggalian, Rp 112,.86 milyar untuk sektor industri pengolahan, Rp 1,74 milyar untuk sektor bangunan, Rp 27,38 milyar untuk sektor perdagangan hotel dan restoran, Rp 5,64 milyar untuk sektor pengangkutan dan komunikasi dan, Rp 4,63 milyar untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Tiga sektor lainnya mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dan mmiliki daya saing yang lebih baik dari ketiga sektor tersebut diatas. Menurut nilai PP sektor yang memiliki daya saing yang paling baik adalah sektor listrik dan air bersih, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kenaikan kontribusi yang diberikan, yaitu sebesar 65,89 persen, 20,98 persen, dan 1,41 persen. Namun bila dilihat dari nilai riil yang diberikan terhadap PDRB, sumbangan yang paling besar diberikan oleh sektor pertanian sebesar Rp 0,16 milyar, sektor listrik dan air bersih Rp 3,27 milyar, dan sektor jasa-jasa sebesar Rp 1,25 milyar. Kondisi ini terjadi karena komponen pertumbuhan proporsional sangat tidak dipengaruhi oleh jumlah permintaan produk akhir, sehingga jika permintaan produk akhirnya tinggi maka kemungkinan besar nilai riil yang disumbangkan akan tinggi juga.

109 Tabel 15. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan PangsaWilayah (PPW) No Lapangan Usaha PPWi persentase 1 Pertanian ,97 25,11 2 Penggalian ,31-15,10 3 Industri Pengolahan ,57 14,36 4 Listrik dan Air Bersih ,74-38,34 5 Bangunan 3.182,43 04,95 6 Perdagangan Hotel dan Restoran ,89 30,52 7 Pengangkutan dan Komunikasi ,39 21,47 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ,19 23,33 9 Jasa-Jasa ,82 18,39 Total ,21 20,20 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 (diolah) Komponen pertumbuhan yang ketiga adalah komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Komponen PPW dapat memperlihatkan kemampuan suatu wilayah dalam mendukung pengembangan sektor-sektor dalam perekonomian, dibanding dengan wilayah lain (Propinsi Sumatera Utara). Suatu wilayah mempunyai daya saing wilayah terhadap sektor i bila nilai PPWnya positif (PPW>0). Berdasarkan Tabel 15, sebelum otonomi daerah, hampir semua sektor di Kabupaten Asahan mempunyai nilai PPW yang positif, kecuali sektor penggalian, listrik dan air bersih. Sektor-sektor perekonomian yang bernilai positif berarti bahwa pengembangan semua sektor tersebut didukung oleh kemampuan untuk bersaing dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Selain itu hal tersebut juga menunjukkan bahwa Kabupaten Asahan mempunyai keunggulan komparatif yang mendukung pengembangan sektorsektor tersebut. Keunggulan komparatif yang dimiliki Kabupaten Asahan, antara lain: kondisi alam terutama daya dukungnya terhadap sektor pertanian, sehingga menyebabkan pertanian di Kabupaten Asahan terutama tanaman perkebunan mampu untuk mencukupi kebutuhan dalam dan luar daerah yang dapat menambah 92

110 pendapatan daerah. Hal tersebut yang menjadikan Kabupaten Asahan sebagai sentra perkebunan terutama untuk komoditas karet, kelapa sawit dan coklat. Sektor pertanian sebagai sektor yang memiliki nilai PPW yang terbesar memberikan kontribusi sebesar Rp 195,87 milyar terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Sektor yang memiliki nilai PPW yang negatif adalah sektor penggalian dan sektor listrik dan air bersih. Nilai negatif tersebut menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut tidak didukung oleh kemampuan untuk bersaing dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Sedangkan untuk masalah air, sebagian besar masyarakat di Kabupaten Asahan masih menggunakan air sumur, air sungai dan air hujan untuk memenuhi berbagai keperluan rumah tangga. Sehingga permintaan terhadap air PDAM tidak begitu besar Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Pada masa otonomi daerah, semua sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Asahan memiliki nilai yang positif (PR > 0), karena pertumbuhan Propinsi Sumatera Utara mengalami tingkat pertumbuhan yang positif 18,85 persen. Berdasarkan komponen pertumbuhan regional, sektor-sektor penyusun PDRB Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan yang positif, yang berarti menambah nilai riil yang diberikan setiap sektor perekonomian terhadap PDRB Kabupaten Asahan. Jika diurutkan berdasarkan sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Asahan, maka sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar baik sebelum otonomi daerah maupun pada masa otonomi daerah. Sedangkan sektor industri pengolahan menempati urutan ke dua yang kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran di posisi 93

111 ketiga. Jika diurutkan berdasarkan sumbangannya terhadap PDRB Kabupaten Asahan, masing-masing sektor tersebut memberikan sumbangan sebesar Rp 235,15 milyar, Rp 199,06 milyar, dan Rp 77,17 milyar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ketiga sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan dan kondisi perekonomian regional. Sedangkan sektor perekonomian yang memberikan sumbangan yang terkecil adalah sektor listrik dan air bersih, yaitu sebesar Rp 1,37 milyar, yang berarti bahwa sektor ini tidak terlalu dipengaruhi oleh kebijakan dan kondisi perekonomian regional. Tabel 16. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan No Lapangan Usaha Regional PRi Persen 1 Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel Dan Restoran Pengangkutan Dan Komunikasi Keuangan, Persewahan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005 (diolah) Dibanding masa sebelum otonomi daerah, pada masa otonomi daerah jumlah sektor yang mempunyai nilai komponen pertumbuhan proporsional negatif (PP < 0) semakin berkurang. Sebelum otonomi daerah terdapat enam sektor yang memiliki nilai pertumbuhan proporsional yang negatif seperti: Sektor penggalian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewahan dan jasa perusahaan. Sedangkan pada masa otonomi daerah justru sektor pertanian yang memiliki nilai 94

112 95 pertumbuhan proporsional yang negatif yang besar, ditambah dua sektor lainnya yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor keuangan dan jasa persewaan perusahaan. Berdasarkan nilai pertumbuhan proporsional yang negatif, maka kontribusi yang diberikan oleh semua sektor yang ada di Kabupaten Asahan tersebut mengalami penurunan sebesar Rp 40,84 milyar (Tabel 17). Hal itu menunjukkan bahwa sektor pertanian sangat mempengaruhi perekonomian Kabupaten Asahan. Sedangkan sektor-sektor perekonomian yang memiliki pertumbuhan proporsional yang positif (PP > 0) terdiri dari 6 sektor, yaitu sektor: penggalian, industri pengolahan, listrik dan air bersih, bangunan, pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Dari enam sektor tersebut, terdapat empat sektor yang sebelum otonomi daerah mempunyai nilai pertumbuhan proprsional yang negatif, pada masa otonomi daerah mampu mengalami pertumbuhan sehingga kontribusi yang diberikan sektor-sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Asahan semakin meningkat. Keempat sektor itu adalah: sektor penggalian, industri pengolahan, pengangkutan dan komunikasi, serta sektor bangunan. Hal itu disebabkan tingkat pertumbuhan keempat sektor tersebut berada diatas tingkat pertumbuhan Propinsi Sumatera Utara, yang dapat dilihat dari selisih antara nilai Ra dan Ri, atau persentase nilai pertumbuhan proporsional berikut.

113 Tabel 17. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Komponen Pertumbuhan Proporsional PP Persen 1 Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas Dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel Dan Restoran Pengangkutan Dan Komunikasi Keuangan, Persewahan & 8 Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005 (diolah) Pada Masa otonomi daerah, komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) di Kabupaten Asahan ternyata tidak lebih baik dibandingkan masa sebelum otonomi daerah ( ). Jumlah sektor yang mempunyai nilai PPW yang negatif menjadi tiga sektor yaitu sektor penggalian, pengangkutan dan komunikasi dan jasa-jasa (Tabel 17) dari yang sebelumnya hanya dua sektor yaitu sektor penggalian dan sektor listrik dan air bersih. Nilai pertumbuhan pangsa wilayah yang negatif tersebut menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan baik bila dibandingkan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Menurunnya daya saing sektor penggalian wilayah di Kabupaten Asahan, disebabkan sektor penggalian itu sendiri bukanlah merupakan sektor andalan, baik sebelum otonomi daerah maupun pada masa otonomi daerah. Sedangkan untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor jasa-jasa, menurunnya kontribusi yang diberikan, salah satunya adalah kondisi jalan di Kabupaten Asahan pada tahun 2004 masih memerlukan perhatian yang serius, walaupun sudah terjadi perbaikan di beberapa ruas jalan tetapi sebagian besar jalan di Asahan (71,19 96

114 persen) kondisinya masih rusak dan rusak berat baik jalan kabupaten maupun jalan negara. Sedangkan untuk sektor komunikasi dan jasa-jasa, pada tahun 2004 terdapat 19 kantor pos pembantu dan sudah tidak ada lagi rumah pos jumlah. Penurunan jumlah ini dibandingkan tahun sebelumnya dikarenakan alasan efisiensi. Tabel 18. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah Periode (Juta Rupiah) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah No Lapangan Usaha PPW Persen 1 Pertanian Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas Dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel Dan Restoran Pengangkutan Dan Komunikasi Keuangan, Persewahan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Total Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005 (diolah) Penurunan kontribusi yang diberikan ketiga sektor tersebut terhadap PDRB Kabupaten Asahan, menunjukkan adanya ketidakmampuan wilayah dalam mendukung perkembangan sektor-sektor tersebut. Penurunan terbesar terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 76,11 milyar (-66,20 persen). Sedangkan sektor keuangan dan jasa persewaan mengalami peningkatan sebesar 70,48 persen atau sebesar Rp 47,48 milyar. Akan tetapi meskipun sumbangan yang diberikan oleh sektor keuangan dan jasa persewaan ini mengalami peningkatan, nilai riil pertumbuhan pangsa wilayah yang terbesar masih diberikan oleh sektor pertanian yaitu sebesar Rp 123,59 milyar. 97

115 6.3 Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) Cara yang efektif untuk mengevaluasi pertumbuhan PDRB selama tahun analisis adalah dengan cara mengekspresikan persen pertumbuhan proporsional (PP) dan persen perumbuhan pangsa wilayah (PPW) kedalam sumbu vertikal dan horizontal (Budiharsono, 2001). Persentase PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis sedangkan PPW diletakkan pada sumbu vertikal sebagai ordinat, seperti yang terlihat pada gambar berikut. 98 Gambar 4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Tahun Gambar 4 diatas, memperlihatkan bahwa pada periode (sebelum otonomi daerah) sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Asahan tersebar ke dalam 4 kuadran. Sektor yang berada di kuadran I terdiri atas sektor: pertanian dan jasa-jasa. Sektor-sektor yang terdapat dalam kuadran I mempunyai nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen

116 99 pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang positif pula. Itu berarti bahwa kedua sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dan mempunyai daya saing wilayah yang lebih baik dibanding wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara. Untuk sektor yang sama. Nilai PP dan PPW yang positif menyebabkan nilai pergeseran bersih (PB) untuk sektor pertanian dan jasa-jasa bernilai positif (PB > 0). Hal tersebut berarti bahwa sektor pertanian dan jasa-jasa termasuk kedalam sektor yang pertumbuhannya progresif (maju). Sedangkan kuadran II hanya ditempati oleh satu sektor saja yaitu sektor listrik dan air bersih. Itu berarti bahwa sektor listrik dan air bersih yang terdapat di wilayah Kabupaten Asahan memiliki pertumbuhan yang cepat, tetapi pertumbuhan sektor tersebut tidak didukung oleh daya dukung wilayah sehingga sektor tersebut kurang mampu bersaing dengan wilayah lain. Pada kuadran II ini, nilai PP maupun PPW sektor listrik dan air bersih bernilai positif sehingga menghasilkan nilai pergeseran bersih yang positif (PB>0), maka sektor ini dapat dikelompokkan kedalam sektor yang pertumbuhannya progresif (maju). Seperti halnya kuadran II, kuadran III hanya ditempati oleh satu sektor saja yaitu sektor penggalian, yang artinya bahwa sektor penggalian yang terdapat di Kabupaten Asahan memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain untuk sektor yang sama. Oleh karena nilai PP maupun PPW pada sektor ini bernilai negatif maka nilai pergeseran bersih (PB) yang dihasilkan akan bernilai negatif pula (PB <0). Nilai PB yang negatif memperlihatkan bahwa sektor-sektor tersebut termasuk kedalam sektor perekonomian yang pertumbuhannya lamban.

117 Kuadran IV ditempati oleh sektor industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewahan dan jasa perusahaan. Sektor-sektor yang berada di kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor-sektor ekonomi tersebut memiliki pertumbuhan yang lamban (PP < 0), tetapi masih mempunyai daya saing wilayah yang baik untuk sektor yang sama si wilayah Propinsi Sumatera Utara (PPW > 0). Kemampuan untuk bersaing yang dimiliki sektor-sektor perekonomian yang berada di kuadran IV membuat sektor tersebut masih potensial untuk dikembangkan karena didukung oleh keunggulan komparatif. Semua sektor yang terdapat di kuadran IV memiliki nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0). Itu artinya semua sektor-sektor pada kuadran IV tersebut termasuk kedalam sektor perekonomian yang pertumbuhannya progresif (maju). Secara keseluruhan, Kabupaten Asahan memiliki nilai PP yang positif (PP.j > 0) dan juga memiliki nilai PPW yang positif (PPW.j > 0) sehingga Kabupaten Asahan termasuk kedalam kuadran I. Sehingga secara keseluruhan dapat diketahui bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah ( ) memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Jika dilihat berdasarkan nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), maka Kabupaten Asahan termasuk kedalam kelompok wilayah yang mempunyai pertumbuhan progresif (maju) Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) 100 Pada masa otonomi daerah, sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Asahan hanya tersebar dalam tiga kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II,

118 101 dan kuadran IV (Gambar 5). Sektor-sektor yang berada di kuadran I adalah sektor bangunan, industri pengolahan dan sektor listrik dan air bersih. Sektor-sektor yang terdapat dalam kuadran I memiliki nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) yang positif juga. Hal ini dapat diartikan bahwa sektor-sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan mempunyai daya saing wilayah yang lebih baik untuk sektor yang sama dibanding wilayah lain yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian nilai pergeseran bersih (PB) untuk sektor yang berada di kuadran I adalah positif (PB > 0), yang mengandung arti bahwa sektor bangunan, industri pengolahan dan sektor listrik dan air bersih termasuk kedalam kelompok sektor yang pertumbuhannya progresif (maju). Gambar 5. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Asahan Sektor yang termasuk dalam kuadran II adalah sektor jasa-jasa dan sektor penggalian, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Kuadran ini

119 102 menggambarkan bahwa ketiga sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang lamban (PP < 0), akan tetapi masih mempunyai daya saing wilayah yang lebih baik dari Propinsi Sumatera Utara. (PPW > 0). Kemampuan untuk berdaya saing inilah yang membuat sektor-sektor tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan, karena didukung oleh keunggulan komparatif. Akan tetapi pada masa otonomi daerah ( ) nilai pergeseran bersih yang terdapat pada sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutan dan komunikasi adalah negatif, yang berati kedua sektor tersebut termasuk kedalam kelompok sektor yang pertumbuhannya lamban. Sedangkan sektor penggalian memiliki nilai pergeseran bersih sebesar nol yang mengindikasikan bahwa sektor penggalian termasuk kedalam kelompok sektor yang pertumbuannya progresif (maju) akan tetapi jika sektor ini tidak mendapat perhatian yang lebih baik, maka nilai pergeseran bersih sektor ini menjadi negatif. Pada masa otonomi daerah, tidak terdapat satupun sektor yang berada di kuadran III. Hal ini berarti bahwa pada masa otonomi daerah tidak terdapat lagi sektor yang memiliki pertumbuhan yang lamban dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama. Sedangkan sektor-sektor yang termasuk kedalam kuadran IV adalah sektor pertanian, keuangan dan jasa persewaan, dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Kuadran IV ini menggambarkan bahwa sektor-sektor perekonomian dalam kuadran ini mengalami pertumbuhan yang lamban (PPi < 0), akan tetapi sektor ini masih mempunyai daya saing wilayah yang lebih baik dibadningkan dengan wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama (PPWi > 0). Dengan melihat nilai pergeseran bersih yang dihasilkan, maka sektor-sektor

120 103 tersebut termasuk dalam kelompok sektor yang mempunyai pertumbuhan progresif, karena nilai daya dukung (PPW) sektor tersebut lebih baik dibandingkan nilai pertumbuhan proporsionalnya (PP). Berdasarkan hasil analisis dari pengolahan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang masih progresif. Selain itu sektorsektor perkonomian kabupaten Asahan secara umum didukung oleh daya dukung wilayah (PPW.j > 0). Dengan melihat nilai pergeseran bersih total yang positif (PB.j > 0), ini berarti bahwa pada masa otonomi daerah, Kabupaten Asahan termasuk kabupaten yang mengalami laju pertumbuhan yang progresif. Angka tersebut merupakan total penjumlahan dari kedua komponen pertumbuhan wilayah. 6.4 Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah ( ) dan Pada Masa Otonomi Daerah ( ) Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Sebelum Otonomi Daerah ( ) Pada periode (sebelum otonomi daerah), hasil perhitungan LQ pada sektor dan sub sektor dalam perekonomian Kabupaten Asahan terhadap sektor dan sub sektor perekonomian Propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa dari 9 sektor perekonomian yang ada hanya terdapat 2 sektor yang merupakan sektor basis yaitu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan dengan perkembangan nilai LQ yang meningkat sampai tahun Meskipun sektor pertanian menjadi penyumbang PDRB terbesar dalam wilayah Kabupaten Asahan namun yang memiliki nilai LQ tertinggi adalah sektor industri pengolahan

121 dan menjadi sektor unggulan karena nilai LQ yang dimiliki meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai peranan yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Asahan. Akan tetapi meskipun sektor pertanian belum memiliki nilai LQ yang tertinggi, sektor pertanian tetap menjadi sektor unggulan di Kabupaten Asahan. Dalam sektor pertanian terdapat beberapa sub sektor yang memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu sehingga sub sektor tersebut bisa dikatakan menjadi basis sub sektor di Kabupaten Asahan. Sub sektor antara lain: perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya dan perikanan. Selama periode nilai LQ yang dihasilkan oleh sub sektor tersebut mengalami fluktuasi. Akan tetapi secara umum nilai LQ yang dihasilkan oleh sub sektor perkebunan cenderung meningkat sedangkan untuk sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya dan sektor perikanan cenderung mengalami penurunan. Sub sektor perkebunan yang memiliki nilai LQ yang cenderung meningkat merupakan indikator bahwa sektor ini masih menjadi andalan di Kabupaten Asahan pada saat itu terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit. Hasil analisis LQ ternyata mendukung hasil analisis shift share yang menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan merupakan sektor basis dan kedua sektor ini termasuk kedalam sektor yang memiliki pertumbuhan yang progresif dan memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama Identifikasi Sektor Basis di Kabupaten Pada Masa Otonomi Daerah ( ) 104 Seperti halnya yang terjadi pada periode sebelum otonomi daerah ( ), pada masa otonomi daerah ( ), hasil perhitungan LQ pada sektor

122 105 dan sub sektor dalam perekonomian Kabupaten Asahan terhadap sektor dan sub sektor perekonomian Propinsi Sumatera Utara (Lampiran 17) menunjukkan bahwa dari 9 sektor perekonomian yang ada hanya terdapat 2 sektor yang merupakan sektor basis. Kedua sektor tersebut masih dipegang oleh sektor pertanian dan sektor industri pengolahan dengan perkembangan nilai LQ yang meningkat sampai tahun Akan tetapi nilai LQ sektor pertanian pada masa otonomi daerah cenderung konstan sedangkan industri pengolahan cenderung mengalami peningkatan sampai tahun Meskipun sektor pertanian menjadi penyumbang PDRB terbesar dalam wilayah Kabupaten Asahan namun yang memiliki nilai LQ tertinggi masih dipegang oleh sektor industri pengolahan dan ini berarti sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan karena nilai LQ yang dimiliki meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai peranan yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Asahan. Akan tetapi meskipun sektor pertanian belum memiliki nilai LQ yang tertinggi, sektor pertanian tetap menjadi sektor yang diunggulkan di Kabupaten Asahan. Dalam sektor pertanian terdapat beberapa sub sektor yang memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu sehingga sub sektor tersebut bisa dikatakan menjadi basis sub sektor di Kabupaten Asahan. Sub sektor antara lain: perkebunan, dan peternakan dan hasil-hasilnya. Selama periode nilai LQ yang dihasilkan oleh sub sektor tersebut mengalami fluktuasi. Akan tetapi secara umum nilai LQ yang dihasilkan oleh sub sektor perkebunan cenderung meningkat. Sedangkan pada awal diberlakukannya otonomi daerah sub sektor peternakan dan

123 106 hasil-hasilnya sempat mengalami penurunan dan memiliki milai LQ kurang dari satu sampai akhirnya pada tahun 2003 mengalami peningkatan sehingga nilai LQ yang dihasilkan bisa mencapai 1,19 sampai kemudian pada tahun 2004 meningkat menjadi 1,63. Sub sektor perkebunan yang memiliki nilai LQ yang cenderung meningkat merupakan indikator bahwa baik sebelum diberlakukannya otonomi daerah maupun pada masa otonomi daerah, sektor ini masih menjadi andalan di Kabupaten Asahan terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit. Hasil analisis LQ ternyata mendukung hasil analisis shift share yang menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan merupakan sektor basis dan kedua sektor ini termasuk kedalam sektor yang memiliki pertumbuhan yang progresif dan memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama. Analisis shift share menunjukkan bahwa sektor pertanian telah bergeser dari Kuadran I menjadi Kuadran IV, itu menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pertanian cenderung melambat dan kondisi tersebut semakin diperkuat oleh hasil analisis LQ yang menunjukkan bahwa nilai LQ sektor pertanian cenderung mengalami penurunan.

124 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1) Selama kurun waktu (sebelum otonomi daerah) sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan persentase perubahan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Asahan, yaitu sebesar 81,89 milyar atau selama kurun waktu 5 tahun telah mengalami peningkatan sebesar 3.57 persen. Sedangkan berdasarkan kontribusi secara riil yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan, maka sektor pertanian menjadi penyumbang kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 1,19 trilyun dengan persentase sebesar 40,76 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan pada tahun Sebelum otonomi daerah, selain sektor pertanian, sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dan memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada masa otonomi daerah sektor industri pengolahan memberikan persentase perubahan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabuapten Asahan, yaitu sebesar Rp 319,34 trilyun rupiah atau selama kurun waktu 5 tahun telah mengalami peningkatan sebesar 10,28 persen. Sedangkan berdasarkan kontribusi secara riil yang diberikan terhadap PDRB Kabupaten Asahan, maka sektor pertanian masih menjadi penyumbang kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp 1,51trilyun dengan persentase sebesar 51,66 persen dari total PDRB Kabupaten Asahan pada tahun Pada masa otonomi daerah, ternyata sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling diunggulkan di Kabupaten Asahan karena masih mempunyai keunggulan komparatif

125 108 dibandingkan wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara untuk sektor yang sama. Sama halnya pada kurun waktu (sebelum otonomi daerah), selain sektor pertanian, sektor yang mempunyai keunggulan komparatif dan memiliki potensi untuk dikembangkan adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. 2) Pada periode (sebelum otonomi daerah), semua penyusun PDRB Kabupaten Asahan memiliki nilai pergeseran bersih yang lebih besar dari nol (PBij > 0) dan merupakan sektor sektor-sektor yang termasuk dalam kelompok sektor pertumbuhan Progresif (Maju), kecuali sektor penggalian. Pada masa otonomi daerah ( ), dari sembilan sektor penyusun PDRB kabupaten Asahan, terdapat tujuh sektor yang memiliki pertumbuhan progresif, yaitu: sektor pertanian, penggalian, listrik gas dan air bersih, industri pengolahan, bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan. Sedangkan sektorsektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa. Hal ini diakibatkan pada tahun 2004, kondisi jalan di Kabupaten Asahan masih memerlukan perhatian yang serius, walaupun sudah terjadi perbaikan di beberapa ruas jalan tetapi sebagian besar jalan di Asahan (71,19 persen) kondisinya masih rusak dan rusak berat baik jalan kabupaten maupun jalan negara. 3) Dengan melihat nilai pergeseran bersih Kabupaten Asahan terhadap Propinsi Sumatera Utara, maka secara agregat, Kabupaten Asahan memiliki nilai PP yang positif (PP.j > 0) dan juga memiliki nilai PPW yang positif (PPW.j > 0) sehingga Kabupaten Asahan termasuk kedalam kuadran I. Sehingga dapat

126 109 dikatakan bahwa sektor-sektor perekonomian Kabupaten Asahan sebelum otonomi daerah ( ) memiliki pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Sumatera Utara. Jika dilihat berdasarkan nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), maka Kabupaten Asahan termasuk kedalam kelompok wilayah yang mempunyai pertumbuhan progresif (maju). Pada Masa Otonomi Daerah nilai pergeseran bersih (PB), secara agregat nilai yang diperoleh Kabupaten Asahan mengalami pertumbuhan yang masih progresif. Selain itu sektor-sektor perkonomian kabupaten Asahan secara umum didukung oleh daya dukung wilayah (PPW.j > 0). Dengan melihat nilai pergeseran bersih total yang positif (PB.j > 0), ini berarti bahwa pada masa otonomi daerah, Kabupaten Asahan termasuk kabupaten yang mengalami laju pertumbuhan yang progresif. 7.2 Saran 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang lambat pada masa otonomi daerah, padahal sektor pertanian di Kabupaten Asahan memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Propinsi Sumatera Utara. Untuk mencegah terjadinya penurunan kontribusi di tahun-tahun berikutnya maka perlu perlu dibangun infrastruktur (penyediaan sarana produksi, sistem irigasi dll) yang dapat menunjang peningkatan produktivitas sektor pertanian yang pada akhirnya akan mampu mendorong pertumbuhuhan sektor-sektor yang berbasis kepada sektor pertanian, seperti industri pengolahan.

127 110 Pada masa otonomi daerah, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa terletak di Kuadran II dan termasuk kategori sektor mengalami pertumbuhan yang lamaban. Oleh karena kedua sektor tersebut sangat berperan dalam mobilisasi sektor-sektor perekonomian lainnya, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya, seperti; perbaikan jalan, penyediaan sarana transportasi dan pengangkutan yang memadai, memberi kemudahan bagi investor untuk berinvestasi dan mempermudah jalur birokrasinya, serta perlunya penguatan lembaga keuangan daerah. 2. Sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999, otonomi yang berlaku di Indonesia merupakan otonomi luas (general competences). Oleh karena itu adanya revisi yang dilakukan terhadap UU No.22/1999 tersebut menjadi UU No.33 Tahun 2004 perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dalam rangka menetapkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah dalam rangka peningkatan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di kabupaten Asahan.

128 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE. Yogyakarta Azman, S Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Bahari Dalam Rangka Meningkatkan Keragaman Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor Badan Pusat Statistik Pendapatan Domestik Regional Bruto Menurut Propinsi di Indonesia Tahun BPS. Jakarta Kabupaten Asahan Dalam Angka BPS Kabupaten Asahan PDRB Kabupaten Asahan BPS Kabupaten Asahan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Tahun BPS Propinsi Sumatera Utara Sumatera Utara Dalam Angka. BPS Propinsi Sumatera Utara Budiharsono, S Transformasi Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah di Indonesia Disertasi. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor Teknik Analisis: Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita. Jakarta Glasson, J Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sitohang. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta Hanafiah, T Pendekatan Wilayah Terhadap Masalah Pembangunan Pedesaan. Pusat Penyuluhan dan Publikasi. Lembaga Pengabdian pada Masyarakat. IPB. Bogor Hanggana, A. et al Kumpulan Peraturan Tentang Otonomi Daerah. Pradnya Paramita. Jakarta Husein, W. D Peranan Industri Pengolahan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cirebon (Indikator Pendapatan Tenaga Kerja). Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

129 112 Irawan Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antar Wilayah di Provinsi Jawa Barat Tahun Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Irawan dan Suparmoko Ekonomi Pembangunan. Edisi Ketiga. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta Kartono, Hari Dampak Industri manufakturing dalam Pembangunan Wilayah. [Tesis}. Program Pascasarjana. IPB. Bogor Nindyantoro Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang Sampai Otonomi Daerah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor (Publikasi Terbatas) Riadsyah Aplikasi Peramalan Produksi dan Penjualan CPO-PKO PTP Nusantara IV Medan Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Richardson, H. W Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan Paul Sitohang. Penerbit Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Restuningsih Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor perekonomian di Propinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Setiawan, D Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara Periode Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Soegijoko, B.T.S dan Kusbiantoro, B. S Bunga Rampa Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Penerbit Rasido Gramedia. Jakarta Sukrino, S Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan. Penerbit Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Tarigan, M. R. P. R Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta Perencanaan Pembangunan Wilayah: Pendekatan Ekonomi dan Ruang. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Zulparina, O Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ogan Komering Ulu sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

130

131 Lampiran 1. PDRB Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Periode (Juta Rupiah) Sebelum Otonomi Daerah Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan,

132 115 Lampiran 2. PDRB Kabupaten Asahan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Lapangan Usaha Periode (Juta Rupiah) Masa Otonomi daerah Lapangan Usaha ** PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005

133 Lampiran 3. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun ) 116 Sebelum Otonomi Daerah (persen) No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah)

134 117 Lampiran 4. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Terhadap PDRB Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah (Tahun ) Masa Otonomi daerah (persen) No Lapangan Usaha **) 1 PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah)

135 Lampiran 5. Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun ) Sebelum Otonomi Daerah*) (persen) No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah) 118

136 Lampiran 6. Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah (Tahun ) Masa Otonomi Daerah (persen) No Lapangan Usaha **) 1 PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah) 119

137 Lampiran 7. Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Periode (Juta Rupiah) Sebelum Otonomi Daerah Perubahan PDRB No Lapangan Usaha 1995 persen 1999 persen PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah) 120

138 Lampiran 8. Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Kabupaten Asahan Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Masa Otonomi daerah Perubahan PDRB 2000 persen 2004 persen persen 1 PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah) 121

139 122 Lampiran 9. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN TANPA MIGAS LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000

140 123 Lampiran 10. PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Masa Otonomi daerah No Lapangan Usaha **) 1 PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Keterangan: **) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005

141 Lampiran 11. Laju Pertumbuhan Tiap Sektor Propinsi Sumatera Utara Periode (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha Tahun PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN a. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS & 10 AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL & 14 RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN & JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 dan 2005 (diolah) 124

142 125 Lampiran 12. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Sumatera Utara Tahun No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah)

143 126 Lampiran 13. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Sumatera Utara Tahun No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah)

144 No Lampiran 14. Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Asahan Terhadap Total PDRB Perekonomian Sumatera Utara Tahun Lapangan Usaha Sebelum Otonomi Daerah (Persen) Masa Otonomi daerah (Persen) PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN a. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL & 14 RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN & 18 KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN & JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS

145 Lampiran 15. Hasil Perhitungan Shift Share Pada Semua Sektor Kabupaten Asahan Sebelum Otonomi Daerah No Lapangan Usaha Indeks Rasio Komponen Pertumbuhan Wilayah Ra Ri ri Pri persentase PPi persentase PPWi persentase PBi persentase KET 1 PERTANIAN Cepat 2 a. Tanaman Bahan Makanan Cepat 3 b. Tanaman Perkebunan Cepat 4 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya Cepat 5 d. Kehutanan Cepat 6 e. Perikanan Cepat 7 PENGGALIAN Lambat 8 b. Penggalian Lambat 9 INDUSTRI PENGOLAHAN Cepat 10 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH Cepat 11 a. Listrik Cepat 12 b. Air Bersih Cepat 13 BANGUNAN Cepat PERDAGANGAN HOTEL DAN 14 RESTORAN Cepat 15 a. Perdagangan Besar dan Eceran Cepat 16 b. Hotel Cepat 17 c. Restoran Cepat PENGANGKUTAN DAN 18 KOMUNIKASI Cepat 19 a. Pengangkutan Cepat Angkutan Rel Cepat Angkutan Jalan Raya Cepat Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Cepat 128

146 Lampiran 15 (Lanjutan ) No Lapangan Usaha Indeks Rasio Komponen Pertumbuhan Wilayah Ra Ri ri Pri persentase PPi persentase PPWi persentase PBi persentase KET Jasa Penunjang Angkutan Cepat 24 b. Komunikasi Cepat Pos dan Telekomunikasi Cepat 26 KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN Cepat 27 a. Bank Cepat 28 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank Cepat 29 c. Sewa Bangunan Cepat 30 e. Jasa Perusahaan Cepat 31 JASA-JASA Cepat 32 a. Pemerintahan Cepat 33 b. Swasta Cepat Sosial Kemasyarakatan Cepat Hiburan dan Rekreasi Cepat Perorangan & Rumah Tangga Cepat 37 PDRB TANPA MIGAS Cepat Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2005 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2005 (diolah) 129

147 Lampiran 16. Hasil Perhitungan Shift Share Pada Semua Sektor Kabupaten Asahan Pada Masa Otonomi Daerah No Lapangan Usaha Indeks Rasio Komponen Pertumbuhan Wilayah Ra Ri ri PRi persentase PPi persentase PPWi persentase PBi persentase KET 1 PERTANIAN Cepat 2 a. Tanaman Bahan Makanan Lambat 3 b. Tanaman Perkebunan Lambat 4 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya Cepat 5 d. Kehutanan Cepat 6 e. Perikanan Cepat 7 PENGGALIAN Cepat 8 b. Penggalian Cepat 9 INDUSTRI PENGOLAHAN Cepat LISTRIK GAS DAN 10 AIR BERSIH Cepat 11 a. Listrik Cepat 12 b. Air Bersih Cepat 13 BANGUNAN Cepat 14 PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN Cepat 15 a. Perdagangan Besar dan Eceran Cepat 16 b. Hotel Lambat 17 c. Restoran Lambat PENGANGKUTAN DAN 18 KOMUNIKASI Lambat 19 a. Pengangkutan Lambat Angkutan Rel Lambat Angkutan Jalan Raya Lambat 130

148 Lampiran 16 (Lanjutan ) Indeks Rasio Komponen Pertumbuhan Wilayah No Lapangan Usaha Ra Ri ri PRi persentase PPi persentase PPWi persentase PBi persentase KET Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Lambat Jasa Penunjang Angkutan Cepat 24 b. Komunikasi Cepat Pos dan Telekomunikasi Cepat KEUANGAN, PERSEWAHAN 26 DAN JASA PERUSAHAAN Cepat 27 a. Bank Cepat 28 b. Lembaga Keuangan Bukan Bank Cepat 29 c. Sewa Bangunan Cepat 30 e. Jasa Perusahaan Cepat 31 JASA-JASA Lambat 32 a. Pemerintahan Lambat 33 b. Swasta Lambat Sosial Kemasyarakatan Lambat Hiburan dan Rekreasi Lambat Perorangan & Rumah Tangga Cepat 37 PDRB TANPA MIGAS Cepat Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 dan 2005 (diolah) 131

149 Lampiran 17. Hasil Perhitungan Location Quotient Kabupaten Asahan Periode Hasil LQ Sebelum Otonomi Daerah Hasil LQ Pada Masa Otonomi Daerah No Lapangan Usaha PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan PENGGALIAN b. Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH a. Listrik b. Air Bersih BANGUNAN PERDAGANGAN HOTEL DAN RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan Angkutan Rel Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut, Sungai, Danau & Penyeberangan Jasa Penunjang Angkutan

150 Lampiran 17 (Lanjutan ) Hasil LQ Sebelum Otonomi Daerah Hasil LQ Pada Masa Otonomi Daerah No Lapangan Usaha b. Komunikasi Pos dan Telekomunikasi KEUANGAN, PERSEWAHAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA-JASA a. Pemerintahan b. Swasta Sosial Kemasyarakatan Hiburan dan Rekreasi Perorangan & Rumah Tangga PDRB TANPA MIGAS Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, 2000 dan 2005 dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, 2000 (diolah) 133

151 Lampiran 18. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Bahan Makanan Menurut Jenis Tanaman No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton) Padi ,08 41,26 41, Padi Sawah ,39 41,57 42,18 54, Padi Ladang ,92 24,55 25,22 38, Jagung ,79 29,03 28,46 43, Kedelai ,15 10,03 10,85 11, Ketela Pohon ,00 125,39 123,54 302, Ketela Rambat ,00 91,97 0, Kacang Tanah ,76 9,57 11, Kacang Hijau ,96 8,88 9, Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Asahan, 2005 Lampiran 19. Total Investasi (Agro Industri) di Kabupaten Asahan Selama Tahun 2003 No Nama Investor Jenis Usaha Lokasi Nilai (juta rupiah) 1 PT. Fairco Bumi Lestari Pabrik Crumb Rubber Kec. Buntu Pane ,00 2 PT. Sawit Mas Group Pengolahan ikutan CPO Kec. Medang Deras ,00 3 PT. Sari Persada Raya PKS dan Pabrik Crumb Rubber Kec. BP. Mandoge ,00 4 PT. Karya Pratama Jaya Pembangunan PKS Kec. Sei Suka ,00 Sumber: Koperindag Kabupaten Asahan

152 135 Lampiran 20. Produksi Perkebunan Rakyat Menurut Jenis Tanaman (Ton) Jenis Tanaman Karet Kopi Kelapa Aren Sawit Coklat Kemiri Pinang Kapuk Sumber: BPS Kabupaten Asahan Sumatera Utara, 2000 dan 2005 Lampiran 21. Peta Panjang Jalan (Negara, Propinsi, dan Kabupaten) Menurut Kecamatan di Kabupaten Asahan, Propinsi Sumatera Utara

153 Lampiran 22. Peta Pembagian Wilayah Kabupaten Asahan Menurut Kecamatan 136

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dalam suatu negara sangat penting, karena pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal dan mandiri. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. satu tujuan nasional yaitu memajukan kesejahteraan umum, seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yaitu memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN

ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN ANALISIS POTENSI SEKTOR EKONOMI KABUPATEN SUMENEP DAN KABUPATEN PAMEKASAN SKRIPSI Oleh : NINDY PETRIYATI 1011010033/ FEB/ EP FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H

KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H KONTRIBUSI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG PERIODE 2003-2007 OLEH ADHITIA KUSUMA NEGARA H14052528 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A

KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH. Oleh: Martyanti RB Sianturi A KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH Oleh: Martyanti RB Sianturi A14304034 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBER DAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sebagai wujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan terlebih dahulu memerlukan berbagai usaha yang konsisten dan terus menerus dari seluruh stakeholders

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui serangkaian program dan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 BPS KABUPATEN DELI SERDANG No. 01/07/1212/Th. XIV, 8 Juli 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SUBANG OLEH NURLATIFA USYA H14102066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA No.01/10/31/75/Th. V, 1 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013 Ekonomi Jakarta Utara Tahun 2013 tumbuh 5,80 persen. Pada tahun 2013, besaran Produk

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H 14102037 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang saat ini lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN Pembangunan perekonomian suatu wilayah tentunya tidak terlepas dari kontribusi dan peran setiap sektor yang menyusun perekonomian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa

KATA PENGANTAR. skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. ANALISI EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV PROVINSI JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, KABUPATEN SITUBONDO) (DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS LOCATION QUOTION) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

III. METODOLOGI PENELITIAN. ini adalah wilayah penelitian Kota Bandar Lampung dengan wilayah. arah tersedianya pemenuhan kebutuhan masyarakat. 43 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 BPS KABUPATEN PAKPAK BHARAT No. 22/09/1216/Th. IX, 22 September 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 yaitu sebesar 5,86 persen dimana

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H 14103086 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berkembang, memiliki jumlah penduduk yang besar, dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tentunya untuk memajukan perekonomian

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci