IV. GAMBARAN UMUM KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA DAN PROGRAM KUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. GAMBARAN UMUM KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA DAN PROGRAM KUR"

Transkripsi

1 IV. GAMBARAN UMUM KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA DAN PROGRAM KUR 4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia Pertumbuhan Ekonomi dan PDB per Kapita Kondisi perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang membaik setelah krisis ekonomi tahun 1997, terutama sejak tahun Hal tersebut ditunjukkan oleh beberapa indikator makro ekonomi nasional antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita (Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita), kemiskinan, dan ketenagakerjaan. Sejak tahun 2005, ekonomi nasional selalu tumbuh di atas 5 persen dengan trend yang cenderung meningkat meskipun mengalami penurunan menjadi 4,6 persen pada tahun Produk Domestik Bruto (PDB, atas dasar harga berlaku) per kapita mengalami peningkatan dari Rp. 6,8 juta/kapita (US$ 807/kapita) pada tahun 2000 menjadi Rp 24,2 juta/kapita (US$ 2819 /kapita) pada tahun 2010 atau meningkat sekitar tiga kali lipatnya dalam sembilan tahun. Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 berikut ini menunjukkan perkembangan indikator pertumbuhan ekonomi nasional dan PDB per kapita tersebut. Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tahun (Persen) Sumber: Badan Pusat Statistik,

2 Gambar 4.2 Produk Domestik Bruto per Kapita Indonesia Tahun Keterangan: * : Sementara ** : Sangat Sementara *** : Revisi Sumber: Badan Pusat Statistik, Pengeluaran per Kapita Bila ditinjau dari pengeluaran per kapita sebulan, selama kurun waktu 15 tahun (ditunjukkan dalam Gambar 4.3), pengeluaran per kapita penduduk Indonesia mengalami kenaikan dari Rp per kapita sebulan pada tahun 1993 menjadi Rp per kapita sebulan pada tahun Hal tersebut menunjukkan bahwa selama periode tersebut, peningkatan pengeluaran per kapita sebulan penduduk Indonesia tercatat hampir sebesar 20 persen per tahun. Walaupun pengeluaran per kapita di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di perdesaan, namun bila dilihat dari rata-rata pertumbuhannya per tahun, pertumbuhan pengeluaran per kapita sebulan di perdesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkotaan dalam periode tahun 1993 sampai dengan Bila dirinci menurut golongan pengeluaran per kapita sebulan, persentase penduduk terbesar pada tahun 2008 di Indonesia (perkotaan dan perdesaan) adalah 72

3 kelompok masyarakat yang pengeluaran per kapita sebulannya antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- yaitu sebesar 27,71 persen, disusul oleh kelompok pengeluaran per kapita sebulan antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- yaitu sebesar 26,68 persen. Dengan kata lain, kelompok masyarakat yang pengeluaran per kapita sebulannya antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- cukup dominan, yaitu sekitar 54,39 persen dari masyarakat Indonesia pada tahun Secara umum juga terjadi, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Gambar 4.4 berikut ini menunjukkan secara rinci mengenai kondisi tersebut, baik secara nasional, perkotaan, maupun perdesaan pada tahun Gambar 4.3 Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rupiah) Tahun Sumber: Perkembangan Pengeluaran/Konsumsi Rumah Tangga , Hasil Susenas , BPS,

4 Gambar 4.4 Persentase Penduduk Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita Sebulan Tahun 2008 Sumber: Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2008, Hasil Susenas Panel Maret 2008, BPS, 2008 Dengan melihat data tersebut (Gambar 4.3 dan Gambar 4.4), terlihat bahwa peningkatan pengeluaran per kapita sebulan yang cukup tinggi masih disertai dengan adanya kesenjangan dalam pengeluaran per kapita sebulan yang cukup tinggi, baik antara perdesaan dan perkotaan maupun antar golongan pengeluaran per kapita sebulan. Kondisi tersebut membuat target penurunan angka pengangguran semakin tidak mudah karena Pemerintah sekarang ini masih menggunakan asumsi bahwa setiap persen pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan tenaga kerja sebagai dasar penetapan target pengurangan tingkat pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2004 menjadi 5,1 persen pada tahun Selain itu, upaya Pemerintah dalam mengurangi tingkat kemiskinan menjadi setengahnya (yaitu menjadi 7,55 persen) pada tahun 2015 dalam rangka pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals-MDG s) 36 di Indonesia juga semakin sulit. 36 Pengurangan tingkat kemiskinan menjadi setengahnya pada 2015 merupakan salah satu tujuan dan komitmen Indonesia dalam pencapaian MDG s diantara 7 (tujuh) tujuan yang lain, yaitu 74

5 Berbagai teori ekonomi terkait dengan pertumbuhan ekonomi umumnya menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat membawa manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal tersebut dapat disimpulkan dari teori yang dikembangkan oleh Adam Smith dan David Ricardo dengan teori klasiknya serta Robert M. Solow dan Harrod-Domar dengan teori neo-klasiknya. Simon Kuznets adalah salah satu ekonom yang concern terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets 37, terdapat enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang dapat ditemui di hampir semua negara yang sekarang maju, antara lain: (i) tingkat pertumbuhan output per kapita dan pertambahan penduduk yang tinggi; (ii) tingkat kenaikan total produktivitas faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja; (iii) tingkat transformasi struktural ekonomi yang tinggi; (iv) tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi; (v) adanya kecenderungan negaranegara yang mulai atau yang sudah maju perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan baku; dan (vi) terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai sepertiga penduduk dunia. Bila meninjau tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan berbagai indikator lainnya yang terkait dengan karakteristik atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yang disebutkan Kuznets, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih mengandung berbagai permasalahan sehingga tidak berkualitas. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya fenomena pertumbuhan yang tidak berkualitas tersebut menurut Siregar (2007) antara lain: (i) pertumbuhan ekonomi yang ada sebenarnya masih belum cukup tinggi, karena sesuai dengan Hukum Okun (Okun s Law) 38 bahwa laju pengangguran (u t ) terbalik dengan selisih laju pertumbuhan ekonomi aktual (g t ) terhadap laju pendidikan untuk semua, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, penurunan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan, dan membangun kemitraan global untuk pembangunan ( 37 Simon Kuznets lebih dikenal dengan penemuannya tentang efek pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi pendapatan (kurva U terbalik), dimana pada negara yang relatif miskin pertumbuhan ekonomi akan menambah disparitas antara orang kaya dan orang miskin, dan sebaliknya di negara maju. 38 Okun s Law (Arthur Okun) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan penangguran, dimana semakin tingkat pengangguran maka pertumbuhan ekonomi semakin rendah 75

6 pertumbuhan ekonomi dalam kondisi normal (g tn ) 39 ; (ii) pertumbuhan ekonomi di kawasan pusat-pusat kemiskinan relatif lambat; (iii) masih lemahnya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-sektor lainnya termasuk pariwisata dan industri pengolahan; dan (iv) relatif terkonsentrasinya kegiatan pembangunan di Jawa khususnya dan di Kawasan Barat Indonesia (KBI) umumnya. Pertumbuhan ekonomi memang merupakan syarat keharusan/perlu (necessary condition) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, namun hal tersebut belum cukup. Syarat cukupnya (sufficient condition) adalah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut harus efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran (Siregar, 2007). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dirasa dapat mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi (yaitu di atas 7 persen per tahun), berkualitas, dan berkesinambungan (Tinambunan, 2007). Selain permasalahan-permasalahan tersebut di atas, permasalahan lain juga muncul akibat memburuknya perekonomian global yang dipicu oleh krisis finansial (sub-prime mortgage) di Amerika Serikat sejak pertengahan 2007 yang berimbas pada perekonomian negara-negara di dunia, terutama negara berkembang termasuk Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 yang sebesar 6,06 persen, dimana pada tahun 2007 pertumbuhannnya adalah sekitar 6,28 persen. Proyeksi resmi Pemerintah terhadap beberapa indikator makroekonomi pada tahun 2009 menunjukkan indikasi terjadinya penurunan kinerja ekonomi nasional 40. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 diperkirakan hanya akan berkisar antara 4 sampai dengan 5 persen. Selain itu, apabila tanpa ada kebijakan khusus untuk menghadapi imbasan krisis global tersebut, maka tingkat pengangguran terbuka akan mencapai 8,87 persen dan tingkat kemiskinan masih sekitar sebesar 13 persen. Salah satu kelemahan dalam struktur perekonomian Indonesia adalah bahwa perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor konsumsi (sekitar 39 u t = -θ (g t -g tn ) + ε. Bila g t lebih kecil dari g tn, maka pengangguran dan juga kemiskinan akan meningkat. 40 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Repubik Indonesia, 2009, Siaran Pers Evaluasi Ekonomi 2008 dan Prospek 2009 oleh Pemerintah RI, Jakarta, 5 Januari

7 lebih dari 60 persennya) dan pertumbuhan ekonominya selama ini sebagian besar masih bertumpu pada kegiatan konsumsi. Hal ini mencirikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia belum dapat berkelanjutan 41. Oleh arena itu, pola pertumbuhan ekonomi yang demikian perlu dikoreksi dengan pola pertumbuhan ekonomi yang secara dominan digerakkan oleh sektor riil dan produktif serta dikerjakan oleh dan untuk kesejahteraan mayoritas masyarakat (Tinambunan, 2007). Gambar 4.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2009 Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Sektor UMKM dan Koperasi Sektor UMKM dan koperasi memiliki peranan yang cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Hal tersebut terlihat dari kontribusi sektor UMKM dan koperasi dalam pembentukan PDB nasional, pertumbuhan ekonomi, jumlah unit usaha, dan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar bila dibandingkan dengan kontribusi sektor usaha besar (UB). Pada tahun 2009, sektor UMKM dan koperasi berkontribusi sekitar 56,53 persen terhadap PDB atas dasar harga berlaku Indonesia. Pertumbuhan PDB (atas dasar harga konstan 2000) untuk sektor UMKM dan koperasi juga selalu lebih tinggi bila dibandingkan dengan UB. Hal 41 Perekonomian dapat dinyatakan berkelanjutan apabila bertumpu pada ekspor dan investasi 77

8 tersebut menunjukkan bahwa sektor UMKM dan koperasi berkontribusi lebih besar dibandingkan dengan UB dalam menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Gambar 4.6 sampai dengan Gambar 4.8 merinci mengenai hal tersebut: Gambar 4.6 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Indonesia Menurut Skala Usaha Tahun Keterangan: * : Sementara ** : Sangat Sementara Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2011 Gambar 4.7 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Indonesia Menurut Skala Usaha Tahun

9 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 Gambar 4.8 Kontribusi UMKM dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 Besarnya peranan sektor UMKM dan koperasi juga dapat ditunjukkan dengan melihat jumlah unit usahanya, dimana sekitar 99,99 persen dari unit usaha yang ada di Indonesia pada tahun 2009 adalah berupa UMKM dan koperasi, sedangkan sisanya yang hanya sekitar 0,01 persen berupa UB. Jumlah unit usaha dan penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM dan koperasi dari waktu ke waktu mengalami peningkatan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.9 dan Gambar Pada tahun 2009, UMKM berjumlah unit (sekitar 99,99 persen dari jumlah unit usaha total) dengan penyerapan tenaga kerja sebesar orang (sekitar 97,30 persen dari penyerapan tenaga kerja nasional). Sedangkan koperasi pada tahun 2009 berjumlah unit yang terdiri dari unit koperasi yang aktif (sekitar 70,7 persen dari jumlah total koperasi) dan unit koperasi yang tidak aktif (sekitar 29,3 persen dari jumlah total koperasi) dengan anggota sebanyak orang dan 79

10 penyerapan tenaga kerja di koperasi yang aktif sebanyak orang (yang terdiri dari orang karyawan dan orang manajer) (Departemen Koperasi dan UKM, 2011). Gambar 4.9 Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM Nasional Tahun Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2011 Gambar 4.10 Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Koperasi Nasional Tahun

11 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2011 Peranan sektor UMKM dan koperasi yang cukup besar tersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun merinci permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM dan koperasi, yaitu: (i) rendahnya produktivitas; (ii) terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif; (iii) masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi; (iv) tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi; dan (v) kurang kondusifnya iklim usaha. Bila dirinci lebih lanjut mengenai peranan sektor UMKM dan koperasi, maka peranan terbesar adalah berasal dari usaha mikro dan kecil (UMK). Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006 yang dilakukan oleh BPS, dari sekitar 22,5 juta unit UMK ternyata 48,5 persen UMK mengalami kesulitaan dalam menggerakkan perusahaan/ usahanya 43. Beberapa kendala yang dihadapi oleh UMK dalam menggerakkan perusahaan/usahanya adalah: (a) kesulitan modal (35,7 persen); (b) pemasaran (34,8 persen); (c) bahan baku (10,8 persen); (d) bahan bakar minyak (BBM)/energi (4,1 persen); (e) transportasi (2,8 persen); (f) keterampilan (1,2 persen); (g) upah buruh (0.8 persen); dan (h) lainnya (9,8 persen). Terkait dengan permodalan, ternyata, sebagian UMK menggerakkan usahanya dengan modal milik sendiri. Hanya 15,6 persen UMK yang melakukan pinjaman dari pihak lain. Adapun UMK yang meminjam modal dari pihak lain, kebanyakan UMK tersebut meminjam pada teman, rentenir, pemberi modal di luar kerabat, dan lainnya yang sifatnya perorangan. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006 juga, ternyata 47,7 persen UMK di Indonesia belum memiliki rencana pengembangkan atau memperluas usahanya 44 untuk setahun yang akan datang. Usaha mikro dan kecil (UMK) yang tidak memiliki rencana tersebut dikarenakan bukan hanya dikarenakan 42 Tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional , yaitu Bab 20 tentang Pemberdayaan Koperasi, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 43 Badan Pusat Statistik, 2007, Uraian Ringkas Perusahaan/Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia 2006, Hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006, BPS, Jakarta 44 Yang dimaksud dengan mengembangkan atau memperluas usaha yaitu rencana memperluas tempat usaha, membuka cabang, meningkatkan keahlian, atau lainnya. 81

12 permasalahan modal, namun juga dikarenakan permasalahan-permasalahan yang lainnya. Bila melihat Gambar 4.11, terlihat bahwa UMK tidak memiliki rencana untuk mengembangkan atau memperluas usahanya didominasi oleh alasan kendala permodalan, yaitu mencapai 50,2 persen. Permasalahan lainnya adalah karena kesulitan pemasaran (24,2 persen), kurangnya keahlian (6,8 persen), dan masalah lainnya (18,8 persen). Gambar 4.11 Alasan Utama Usaha Mikro dan Kecil Tidak Ada Rencana Mengembangkan/Memperluas Usaha Sumber: Hasil Sensus Ekonomi Tahun 2006, Badan Pusat Statistik, Kredit Perbankan dan UMKM Permasalahan kekurangan modal baik untuk menggerakkan maupun untuk mengembangkan/memperluas usaha UMKM dan koperasi salah satunya diatasi dengan cara pemberian kredit untuk UMKM 45. Dari segi nilai kreditnya, kredit untuk sektor UMKM selalu mengalami peningkatan dalam periode tahun seiring dengan meningkatnya kredit perbankan (ditunjukkan dalam Gambar 4.12). Bahkan sejak tahun 2005, pangsa kredit sektor UMKM 46 sudah mencapai di atas 50 persen dari total kredit perbankan. Namun, pangsa kredit sektor UMKM tersebut mengalami penurunan khususnya pada tahun 2008 menjadi 48,5 persen meskipun di tahun berikutnya kembali di atas 50 persen (lihat Gambar 4.13). 45 Menurut definisinya, kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kredit yang diberikan dengan batasan plafond sebesar Rp5 miliar kecuali kartu kredit. 46 Pangsa kredit sektor UMKM adalah persentase nilai kredit sektor UMKM terhadap nilai total kredit perbankan 82

13 Gambar 4.12 Perkembangan Kredit Perbankan dan UMKM Tahun Keterangan: * : Sementara Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, Gambar 4.13 Perkembangan Pangsa Kredit UMKM Tahun (Persen) Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia,

14 Bila ditinjau dari segi penggunaannya, maka sebagian besar kredit untuk sektor UMKM pada periode tahun digunakan untuk kegiatan produktif, yaitu untuk modal kerja dan investasi. Namun sejak tahun 2005, kredit untuk sektor UMKM cenderung digunakan untuk kegiatan konsumtif. Bahkan, pada tahun 2009, kredit di sektor UMKM sebagian besar (sekitar 53,5 persen) digunakan untuk kegiatan konsumtif (dirinci dalam Gambar 4.14). Hal tersebutlah yang diduga menyebabkan sektor UMKM (dan koperasi) masih belum dapat secara optimal mendukung upaya peningkatan kinerja perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Gambar 4.14 Persentase Kredit UMKM Menurut Penggunaannya Tahun Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, Program Penanggulangan Kemiskinan Kemiskinan dan Pengangguran Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat 84

15 digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen yang baik bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup orang miskin. Berdasarkan kondisi kemiskinan, baik jumlah maupun persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2010, meskipun penurunan tersebut relatif lambat. Pada tahun 2000, presentase penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar 19,14 persen (sekitar 38,4 juta orang) dan kemudian mengalami penurunan menjadi 12,49 persen (sekitar 30,02 juta orang) pada tahun Tabel 4.1 menunjukkan perkembangan jumlah dan presentase penduduk miskin di Indonesia pada periode tahun , yang juga dirinci menurut daerah perkotaan dan pedesaan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin dari tahun 2002 terbesar terjadi di wilayah pedesaan. Pengangguran di Indonesia sejak tahun 2005 juga mengalami penurunan walaupun relatif lambat. Pada tahun 2005, tingkat pengangguran yang terjadi adalah sebesar 11,24 persen (sekitar 11,9 juta orang) dan menurun menjadi 7,1 persen (sekitar 8,3 juta orang) pada tahun Perkembangan kondisi ketenaga kerjaan Indonesia secara rinci dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 4.2. Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDB (atas dasar harga berlaku) per kapita yang cukup tinggi di Indonesia ternyata masih belum dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran secara signifikan pada periode setelah krisis ekonomi tahun Fenomena tersebut seringkali disebut dengan pertumbuhan yang tidak berkualitas 47 atau paradoks antara pertumbuhan dengan kemiskinan dan pengangguran 48. Hal tersebut berbeda dengan kondisi sebelum krisis ekonomi tahun 1997, dimana pada periode tersebut pertumbuhan ekonomi 47 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel tersebut, disebutkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas ditandai dengan pendapatan pajak yang cukup rendah oleh Departemen Keuangan RI 48 Siregar, Hermanto, 2007, Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin, bahan presentasi, IPB dan Brighten Institute, Bogor 85

16 Indonesia tinggi, tingkat kesempatan kerja tinggi, dan tingkat kemiskinan juga menurun dengan relatif cepat (Khan, 2007) 49. Tabel 4.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin (%) Tahun Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24, ,64 32,23 47,97 19,41 26,03 23, ,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19, ,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18, ,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18, ,20 24,80 37,30 13,57 20,23 17, ,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16, ,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15, ,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17, ,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16, ,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15, ,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14, ,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13, ,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Tabel 4.2 Profil Ketenagakerjaan Indonesia Tahun Jenis Kegiatan (Nov) 2006 (Agust) 2007 (Agust) 2008 (Agust) 2009 (Agust) 2010 (Agust) Penduduk Usia Kerja (Juta Orang) Angkatan Kerja (Juta Orang) Penduduk yang Bekerja (Juta Orang) Pengangguran (Terbuka) (Juta Orang) Tingkat Kesempatan Kerja (Persen) Tingat Pengangguran (Persen) Sumber: Badan Pusat Statistik, Khan, Azizur Rahman, 2005, Growth, Employment, and Poverty: An Analysis of the Vital Nexus Based on Some Recent UNDP and ILO/SIDA Studies, Issues in Employment and Poverty Discussion Paper, UNDP, New York, October

17 Pada tahun 1994, setiap satu persen pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu menyerap sekitar tenaga kerja (sebelumnya bahkan sampai tenaga kerja). Dalam periode tahun , setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menciptakan lapangan kerja. Setelah itu, angkanya bahkan menurun lagi menjadi tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak awal tahun 2005 hingga pertengahan 2006 dapat dinyatakan semakin tidak bisa diandalkan untuk membuka lapangan kerja baru. Dalam periode tersebut, setap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya dapat menyerap tenaga kerja sebaganyak tenaga kerja. Merujuk pada hasil Survei Ankatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2005, Juli 2005, dan Februari 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa sebelumnya penyerapan tenaga kerja orang pada tahun 2003 dan sekitar orang pada tahun 2004 untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006, selain dapat terbilang cukup rendah karena menurun dari tahun 2005, juga semakin tidak berkualitas dengan ditandai oleh melebarnya kesenjangan ekonomi antara daerah kaya dan daerah miskin, antara wilayah perdesaan dan perkotaan, serta tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi (Tinambunan, 2007) Instrumen Penanggulangan Kemiskinan Pentingnya masalah kemiskinan membuat Pemerintah senantiasa menargetkan penurunan tingkat kemiskinan setiap tahunnya. Dalam RPMN , angka kemiskinan ditargetkan hingga 8-10 persen, dan angka pengangguran ditargetkan turun menjadi 5-6 persen pada tahun Pencapaian target tersebut dilakukan melalui upaya-upaya perlindungan dan keberpihakan terhadap rakyat miskin, peningkatkan akses dan mutu pelayanan dan infrastruktur dasar, serta peningkatkan usaha rakyat dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat, yang secara operasional dilakukan dalam tiga klaster program penanggulangan kemiskinan. 50 Tinambunan, Aryanto, 2007, Analisis Faktor-faktor Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas, Jakarta 87

18 Langkah-langkah khusus kebijakan penanggulangan kemiskinan merupakan amanat Perpres Nomor 54 tahun 2005 yang diperbaharui dengan Perpres Nomor 13 Tahun 2009 tentang koordinasi Penanggulangan kemiskinan. Perpres ini menegaskan mengenai upaya penanggulangan kemiskinan yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelompok (klaster) program penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2010, Perpres Nomor 13 Tahun 2009 diperbaharui lagi dengan Perpres Nomor 15 tahun 2010 tentang Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang Perpres terbaru ini mengamanatkan bahwa koordinasi penanggulangan kemiskinan langsung diketuai oleh Wakil Presiden, karena sebelumnya hanya diketuai oleh Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat. Program penanggulangan kemiskinan yang diilustrasikan pada Gambar 4.15 berikut ini: Gambar 4.15 Klaster Program Penanggulangan Kemiskinan Kluster Pertama Klaster pertama merupakan kelompok program penanggulangan kemiskinan bantuan sosial terpadu berbasis keluarga yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. Fokus pemenuhan hak dasar ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat miskin guna mencapai kehidupan 88

19 yang lebih baik, seperti pemenuhan hak atas pangan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Karakteristik program pada program ini bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih. Ciri lain dari kelompok program ini adalah mekanisme pelaksanaan kegiatan yang bersifat langsung dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin. Cakupannya dititikberatkan pada pemenuhan hak dasar utama terutama pada pemenuhan hak atas pangan, pendidikan, pelayanan kesehatan, serta sanitasi dan air bersih. Penerima manfaat pada kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan perlindungan sosial ditujukan pada kelompok masyarakat sangat miskin, melalui Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Hal ini disebabkan bukan hanya karena kondisi masyarakat sangat miskin yang bersifat rentan, akan tetapi juga karena mereka belum mampu mengupayakan dan memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. Kluster Kedua Kluster kedua merupakan kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah tahap lanjut dalam proses penanggulangan kemiskinan. Pada tahap ini, masyarakat miskin mulai menyadari kemampuan dan potensi yang dimilikinya untuk keluar dari kemiskinan. Pendekatan pemberdayaan sebagai instrumen dari program ini dimaksudkan tidak hanya melakukan penyadaran terhadap masyarakat miskin tentang potensi dan sumberdaya yang dimiliki, akan tetapi juga mendorong masyarakat miskin untuk berpartisipasi dalam skala yang lebih luas terutama dalam proses pembangunan di daerah. Karakteristik program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut: a. Menggunakan pendekatan partisipatif Pendekatan partisipatif tidak hanya tentang keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap 89

20 tahapan pelaksanaan program, meliputi proses identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan pelaksanaan program, bahkan sampai tahapan proses pelestarian dari program tersebut. b. Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat menitikberatkan pada penguatan aspek kelembagaan masyarakat guna meningkatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat, sehingga masyarakat mampu secara mandiri untuk pengembangan pembangunan yang diinginkannya. Penguatan kapasitas kelembagaan tidak hanya pada tahap pengorganisasian masyarakat untuk mendapatkan hak dasarnya, akan tetapi juga memperkuat fungsi kelembagaan sosial masyarakat yang digunakan dalam penanggulangan kemiskinan. c. Pelaksanaan berkelompok kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan berkelompok Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat harus menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat miskin untuk selalu membuka kesempatan masyarakat dalam berswakelola dan berkelompok, dengan mengembangkan potensi yang ada pada mereka sendiri guna mendorong potensi mereka untuk berkembang secara mandiri. d. Perencanaan pembangunan yang berkelanjutan Perencanaan program dilakukan secara terbuka dengan prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat dan hasilnya menjadi bagian dari perencanaan pembangunan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan nasional. Proses ini membutuhkan koordinasi dalam melakukan kebijakan dan pengendalian pelaksanaan program yang jelas antar pemangku kepentingan dalam melaksanakan program penanggulangan kemiskinan tersebut. Cakupan program pada kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dapat diklasifikasikan berdasarkan: a. Wilayah Kelompok berbasis dilakukan pada wilayah perdesaan, wilayah perkotaan, serta wilayah yang dikategorikan sebagai wilayah tertinggal. 90

21 b. Sektor Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat menitikberatkan pada penguatan kapasitas masyarakat miskin dengan mengembangkan berbagai skema program berdasarkan sektor tertentu yang dibutuhkan oleh masyarakat di suatu wilayah. Penerima Kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat adalah kelompok masyarakat yang dikategorikan miskin. Kelompok masyarakat miskin tersebut adalah yang masih mempunyai kemampuan untuk menggunakan potensi yang dimilikinya walaupun terdapat keterbatasan. Kluster Ketiga Kluster ketiga merupakan Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Aspek penting dalam penguatan adalah memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk dapat berusaha dan meningkatkan kualitas hidupnya. Karakteristik program pada kelompok program ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala mikro Kelompok program ini merupakan pengembangan dari kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat yang lebih mandiri, dalam pengertian bahwa pemerintah memberikan kemudahan kepada pengusaha mikro dan kecil untuk mendapatkan kemudahan tambahan modal melalui lembaga keuangan/ perbankan yang dijamin oleh Pemerintah. b. Memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar Memberikan akses yang luas dalam berusaha serta melakukan penetrasi dan perluasan pasar, baik untuk tingkat domestik maupun internasional, terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh usaha mikro dan kecil. Akses yang dimaksud dalam ciri ini tidak hanya ketersediaan dukungan dan saluran untuk berusaha, akan tetapi juga kemudahan dalam berusaha. c. Meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha 91

22 Memberikan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan dan manajemen berusaha kepada pelaku-pelaku usaha kecil dan mikro. Cakupan program kelompok program berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil dapat dibagi atas 3 (tiga), yaitu: (1) pembiayaan atau bantuan permodalan; (2) pembukaan akses pada permodalan maupun pemasaran produk; dan (3) pendampingan dan peningkatan keterampilan dan manajemen usaha. Penerima manfaat dari kelompok ini adalah kelompok masyarakat hampir miskin yang kegiatan usahanya pada skala mikro dan kecil dan juga dapat ditujukan pada masyarakat miskin yang belum mempunyai usaha atau terlibat dalam kegiatan ekonomi Teori Legal Access Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang masih menjadi isu sentral. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan juga dialami negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam sedangkan kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ketimbang dari pemerataan. Menyimak problematika kemiskinan di Indonesia, paradigma kemiskinan hanya dilihat sebagai ranah ekonomi dan sosial semata. Banyaknya jumlah orang miskin selalu diyakini sebagai dampak dari melemahnya kinerja perekonomian. Padahal jauh dibalik itu ada permasalahan serius karena seharusnya Pemerintah mampu bertanggung jawab secara moral dan nyata dalam melindungi kaum miskin dari tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi mereka yang merupakan tanggung jawab fundamental dari eksistensi suatu negara. Tanggung jawab negara tersebut dapat diwujudkan melalui berbagai cara. Salah satunya adalah memberikan jaminan hukum atas hak-hak kepemilikan 92

23 (property rights) bagi kaum miskin yang termarjinalkan. Dalam buku Mistery of Capital, Hernando De Soto (2000) mengungkapkan bahwa selama ini kaum miskin tergeser dari percaturan kegiatan ekonomi bukan karena mereka tidak mampu atau tidak memiliki jiwa kewirausahaan. Hal ini dibuktikan dimana ketika krisis ekonomi 1997 yang lalu, justru sektor-sektor informal yang dilakoni oleh pegiat ekonomi lemah ternyata dapat bertahan dari hantaman krisis. Salah satu prasyarat mendasar yang tidak dimiliki kaum miskin adalah jaminan akan kepastian property rights dan akses terhadap akses formal dalam artian pasar yang memerlukan collateral (agunan) untuk memasukinya. Alhasil, kaum miskin ini bergerak di luar pasar yang formal dengan segala keterbatasannya (De Soto, 2000). Singkatnya, kata kunci untuk beraktivitas di ranah apa pun perlu adanya kepastian secara hukum. Tentunya hukum yang objektif dan impartial serta jauh dari berbagai kepentingan subyektif. Di sisi lain, peraih nobel perdamaian 2006 Muhammad Yunus yang notabene merupakan ekonom dari Bangladesh telah melakukan suatu perubahan yang fundamental tanpa teori-teori rumit yang kerap kali hanya berakhir di mimbar akademis. Bermodalkan US$ 27 ia memulai suatu langkah nyata dengan meminjamkan kepada para pengemis dan kalangan miskin melalui Grameen Bank. Ide ini tentunya aneh mengingat para bankir konservatif selalu mentahbiskan collateral sebagai sesuatu yang mutlak sebagai agunan pinjaman. Meskipun demikian ide Yunus berjalan dengan baik. Nasabah Grameen Bank yang didominasi oleh kaum hawa umumnya memiliki tingkat kepatuhan (compliance) yang tinggi. Terbukti bahwa tingkat pengembalian kredit di Grameen Bank cukup tinggi mencapai kisaran di atas 90%. Suatu hal yang masih merupakan 'keajaiban' di bank-bank konservatif kita yang kebanyakan kreditnya dikemplang oleh para debitur nakal yang notabene bukan orang miskin harta namun miskin nurani. Yunus juga berhasil menghidupkan modal sosial yakni terciptanya kohesi diantara sesama kelompok peminjam tersebut yakni dengan membangun kontrol sosial dan kepercayaan diantara sesama anggota kelompok peminjam dana tersebut. Jika ada salah satu anggota yang kurang disiplin, anggota lainnya akan mengalami sanksi moral yakni hilangnya kepercayaan. Kontrol 93

24 sosial ini ternyata lebih berhasil menjamin aspek kehati-hatian (prudential) dalam aktivitas perguliran dana kredit Grameen Bank tersebut. Berdasarkan terminologi yang dibangun oleh Hernando De Soto dan upaya nyata yang dilakukan oleh Muhammad Yunus, kaum miskin memiliki antusiasme mentrasformasikan kapital ke dalam bentuk-bentuk usaha produktif. Negara wajib memberikan kemudahan dan akses formal kepada mereka untuk berusaha Program Kredit Usaha Rakyat Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan pada tanggal 5 November , merupakan tindaklanjut dari ditandatanganinya Nota Kesepahaman Bersama (MoU) pada tanggal 9 Oktober 2007 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Pemerintah 52 dan Perbankan 53. KUR adalah skema kredit/pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan Perbankan. Melalui Program KUR, Pemerintah berupaya mendorong peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin. Dengan demikian UMKM dan koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit/pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi. Tujuan akhir diluncurkan Program KUR tentunya adalah untuk meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja (Departemen Koperasi dan UKM, 2008). Penyaluran KUR menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan kualitas sangat baik. Sejak diluncurkan pada bulan November 2007 hingga Maret 2010, realisasi penyaluran KUR mencapai Rp18,63 triliun dengan total penerima 51 Perguliran KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 bertempat di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan UKM dipimpin oleh Presiden RI 52 Pemerintah dalam hal ini adalah Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin (Perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia). KUR ini juga didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia. 53 Perbankan dalam hal ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. 94

25 sebanyak 2,57 juta debitur sehingga rata-rata kredit per debitur adalah sebesar Rp7,23 juta sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Realisasi, Debitur, dan NPL Penyaluran KUR (Maret 2010) REALISASI PENYALURAN KUR BANK Plafon (Rp juta) Outstanding (Rp juta) Debitur Rata-rata Kredit (Rp juta/debitur) NPL (%) BNI 1,578, ,517 11, BRI KUR Ritel 3,487,430 2,458,309 28, BRI KUR Mikro 10,247,007 2,766,650 2,489, Mandiri 1,553, ,805 37, BTN 650, ,726 2, Bukopin 696, ,584 3, BSM 417, ,692 4, Bank Jabar Banten 1,948 1, TOTAL 18,632,992 7,809,233 2,577, Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, 2011 Sektor Usaha yang paling banyak menerima KUR adalah sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang mencapai Rp12,8 triliun (68 persen) dan sektor pertanian sebanyak Rp2,9 triliun (15,5 persen). Adapun sektor usaha yang paling sedikit menerima KUR adalah sektor listrik, gas dan air yang hanya sebesar Rp3,0 miliar (0,02 persen) kemudian sektor pertambangan Rp6,8 miliar (0,04 persen). Realisasi penyaluran KUR dapat dilihat pada Tabel

26 No Tabel 4.4 Realisasi Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi (Maret 2010) Sektor Ekonomi Plafon (Rp Juta) Outstanding (Rp Juta) Total Debitur 1 Pertanian 2,905,737 1,531, ,925 2 Pertambangan 6,81 4, Industri Pengolahan 400, ,19 36,649 4 Listrik, Gas & Air 3,038 2, Konstruksi 460, ,413 2,523 6 Perdagangan, Restoran & Hotel 12,825,168 4,900,776 2,107,747 7 Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi 96,348 51,642 3,8 8 Jasa-jasa Dunia Usaha 562, ,243 41,587 9 Jasa-jasa Sosial/ Masyarakat 271,11 105,79 42, Lain-lain 1,101, ,212 85,304 Total 18,632,992 7,809,233 2,577,751 Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, 2011 Jika penyaluran KUR ditinjau dari sebaran wilayah, Provinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, dan DKI Jakarta merupakan provinsi urutan teratas daerah penerima KUR dengan porsi masing-masing sebesar 14,14 persen, 11,52 persen, dan 10,95 persen. Konsentrasi penyaluran KUR di Pulau Jawa lebih disebabkan jaringan bank pelaksana lebih banyak dan merata. Akan tetapi kualitas penyaluran KUR hingga Maret 2010 tidaklah begitu baik, mengingat rasio Non Performing Loan (NPL) gross hanya mencapai 5,93 persen Perbandingan Program KUR dan Program Kredit Sebelumnya Indonesia telah sejak lama memberikan kredit yang diperuntukkan khusus bagi pengusaha UMKM. Hal ini bertujuan agar perekonomian dapat berkembang mengingat pada umumnya sebagian besar kelompok masyarakat tergolong pada kelompok UMKM. Program pemerintah dalam dalam rangka memudahkan akses UMKM bermula tahun 1950 yang dikenal dengan program Benteng. Pemerintah mengeluarkan kebijkan untuk importir nasional berupa kemudahan kredit, izin dan fasilitas tertentu. Akan tetapi program ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, kondisi perekonomian nasional justru menjadi tidak kondusif karena cenderung rasis. cara untuk mendapatkan kredit bagi kelompok pribumi relatif 96

27 lebih mudah, sedangkan bagi kelompok pedagang WMA keturunan tionghoa kredit ini sangat sulit di akses. Program lanjutan dari usaha Pemerintah untuk menghidupkan UMKM kembali bergulir dengan disusunya kebijakan pemberian kredit program di tahun Tujuannya adalah membantu pengusaha golongan ekonomi lemah yang mempunyai kesulitan permodalan. Kredit program ini dikenal sebagai Kredit Investasi Kecil dan Kredit Modal Kerja Pemanen (KIK/KMKP) yaitu kredit lunak dengan jumlah maksimal Rp 5 juta per nasabah dengan tingkat bunga yang telah di subsidi masing-masing 12% dan 15% per tahun. Jangka waktu kredit maksimum 5 tahun untuk KMKP dan 10 tahun untuk KIK, khusus KMKP diberikan masa tenggang hingga 3 tahun. Pada masa itu Pemerintah juga mengusahakan kredit yang lebih kecil dengan persyaratan yang lebih ringan bagi para pengusaha kecil yang dikenal dengan sebutan kredit mini. Kredit yang mulai dikembangkan pada 1074/1975 ini besarannya hanya sekitar Rp per nasabah dengan bunga 12% setahun. Pada 1980, besaran kreditnya dinaikkan menjadi Rp dengan tingkat bunga 12% per tahun, sedangkan kredit dengan nilai Rp s/d Rp diberikan tingkat bunga 10,5% per tahun. Khusus para pedagang kecil di wilayah pedesaan, pemerintah juga memberikan dukungan kredit melalui Kredit Candak Kulak (KCK). Kredit ini dipercayakan pengelolaannya kepada Koperasi Unit Desa (KUD). Selain memberikan kemudahan prosedur, kredit ini diberikan tanpa jaminan dengan bunga 12% per tahun. Besarnya kredit yang berikan maksimal Rp sedangkan bagi peminjam baru berkisar antara Rp2.000 Rp3.000 Program ini dilakukan Pemerintah dalam rangka membantu para pengusaha kecil sekaligus menciptakan kesempatan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Alasan penyaluran kredit program tersebut adalah untuk menunjang pengembangan perusahaan-perusahaan kecil milik pribadi. Skema kredit bersubsidi ditempuh pemerintah mengingat pada saat itu kondisi perbankan masih lemah untuk memobilisasi dana dari masyarakat. Di sisi lain, Pemerintah masih memiliki sumber dana pembiayaan yang berasal dari minyak bumi dalam jumlah yang cukup besar. Metode subsidi yang diterapkan adalah dengan cara 97

28 memberikan pembiayaan untuk kegiatan yang diprioritaskan dengan dukungan dana KLBI yang cukup besar dengan bunga rendah. Dampak dari kebujakan ini telah mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan masyarakat. Berbagai kebijakan tersebut masih mengandung beberapa kelemahan, yaitu KLBI pada dasarnya bersifat inflatoir, suku bunga bersubsidi ini mendistorsi alokasi sumberdaya ekonomi, serta kurang mendorong perbankan untuk memobilisasi dana masyarakat. Di samping itu, masyarakat cenderung beranggapan bahwa kredit program tersebt lebih bersifat sosial, sehingga berdampak menimbulkan moral hazard yang menyebabkan pada tingginya tunggakan/ kredit macet. Berbagai program kredit bagi UMKM dapat dilhat pada Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Berbagai Program Kredit UMKM No Nama Program Plafon Kredit Bunga Kredit Sumber Kredit 1 Kredit Investasi Kecil (KIK) 2 Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) Maksimal Rp persen/tahun Fiskal (APBN) Maksimal Rp persen/tahun Fiskal (APBN) 3 Kredit Mini Rp persen/tahun Fiskal (APBN) 4 Kredit Candak Kulak (KCK) Maksimal Rp persen/tahun Fiskal (APBN) 5 Kredit Usaha Rakyat Rp sd. Rp persen/tahun (Non-APBN) Sumber: Kementerian Koperasi dan UMKM, 2011 Dalam rangka meningkatkan akses UMKM pada sumber pembiayaan maka pada akhir tahun 2007 Pemerintah menerbitkan kebijakan baru yaitu Instuksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). KUR ditunjukkan untuk memberdayakan UMKM dengan pembelian kredit modal kerja 98

29 dan investasi bagi usaha produktif, dengan plafond minimum antara Rp 5 juta sampai dengan maksimum sampai dengan maksimum Rp.500 juta per debitur. Hal mendasar yang menjadi perbedaan antara KUR dengan berbagai program kredit UMKM yang pernah diberikan terletak pada sumber asal dana kredit. Dana program kredit UMKM terdahulu sepenuhnya berasal dari APBN sehingga konsep yang dibangun adalah G to B (government to business), sedangkan KUR berupa kerjasama bisnis (business to business) antara peminjam dan pihak perbankan selaku pemberi kredit. Pemerintah hanya memberikan penjamin kredit melalui Badan Usaha Milik Negara lembaga penjamin kredit yakni PT Askrindo dan PT Jamkrindo. Permasalahan terkait kegagalan pengembalian kredit dalam program KUR mampu diatasi mengingat perbankan melakukan verifikasi dan studi kelayakan usaha. Peminjam yang memiliki kelayakan (feasible) usaha namun tidak mempunyai jaminan (tidak bankable) dapat diberikan akses formal memperoleh kredit. Kekhawatiran terhadap moral hazard pemberian kredit pun dapat dihindari. 99

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia semakin membaik setelah krisis ekonomi tahun 1997, terutama sejak tahun 2000. Indikator makroekonomi nasional antara tahun 2000 sampai dengan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Sebagai sektor yang menyerap 80 90% tenaga kerja, usaha Mikro Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI

APBNP 2015 belum ProRakyat. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI APBNP 2015 belum ProRakyat Fadel Muhammad Ketua Komisi XI DPR RI Orientasi APBN P 2015 Semangat APBNP 2015 adalah melakukan koreksi total atas model belanja pemerintah di tahun-tahun sebelumnya. Fokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012 I. Pendahuluan Setelah melalui perdebatan, pemerintah dan Komisi XI DPR RI akhirnya menyetujui asumsi makro dalam RAPBN 2012 yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kredit adalah salah satu faktor yang berperan penting di dalam pengembangan usaha. Pada umumnya ada dua jenis kredit, yaitu kredit modal kerja dan kredit investasi. Kredit

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan perekonomian global telah memperkuat posisi perbankan sebagai pilar utama dalam menunjang pertumbuhan ekonomi baik secara internasional maupun nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasca krisis tahun 1997 dan krisis ekonomi global tahun 2008 di Indonesia, UMKM mampu membuktikan bahwa sektor ini mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dalam

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014 ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2012 APRIL 2014 Aditya Wardhana 1), Cut Irna Setiawati 2) 1) Administrsi Bisnis, Telkom University Jl. Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan pembangunan ekonomi tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera dengan cara mencapai pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak dimana 99,7% atau

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak dimana 99,7% atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2006 jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak 48.936.840 dimana 99,7% atau sebesar 48.822.925 merupakan Usaha Kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

PENTINGNYA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

PENTINGNYA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PENTINGNYA USAHA KECIL MENENGAH (UKM) UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA AHMAD RAIHAN NUARI Email : ahmadraihannuari@yahoo.com Graduate Student, Economic Department, State University of Medan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Rahma Iryanti Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis perbankan di Indonesia terus mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bank-bank dituntut untuk menjadi lebih dinamis terhadap perubahan agar siap bersaing

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembangunan yang semakin pesat membutuhkan pendanaan yang baik. Peran bank cukup penting untuk dapat menyediakan dana yang mencukupi bagi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan

I. PENDAHULUAN. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Wilayah laut dewasa ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah dan masyarakat, hal ini karena wilayah laut diyakini memiliki potensi sumberdaya yang dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata- Penyebaran yang merata

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara merata- Penyebaran yang merata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perekonomian perlu terus dikembangkan seiring dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonamian dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara,

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama masalah dalam kemiskinan yang dialami oleh setiap negara, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah universal yang hampir dialami oleh seluruh negara di dunia ini. Pembangunan yang tidak merata hampir menjadi penyebab utama masalah

Lebih terperinci

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) I. PENDAHULUAN Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi (Urata, 2000). Akterujjaman (2000) menyatakan bahwa UKM di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. inovasi (Urata, 2000). Akterujjaman (2000) menyatakan bahwa UKM di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Kecil Memengah (UKM) merupakan kunci utama perekonomian di berbagai sektor, penyedia lapangan pekerjaan terbesar, pengembang perekonomian daerah dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. nasional telah menunjukkan bahwa kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro dan kecil (UMK) termasuk dalam bagian usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan mempunyai peran yang cukup penting dalam membangun perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis moneter pada tahun 1997 yang mengguncang perekonomian Indonesia telah membawa dampak terhadap sendi-sendi kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia (Yuli 2009). Pasca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional,

Lebih terperinci

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF

KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Suplemen 4 KREDIT/PEMBIAYAAN PERBANKAN BABEL TRIWULAN I 2008 TETAP EKSPANSIF Hasil Survei Kredit Perbankan (SKP) di wilayah Bangka Belitung pada triwulan I 2008 menunjukkan proyeksi perkembangan kredit/pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah melalui Perbankan dan Lembaga Kredit Mikro (LKM) berusaha meningkatkan perekonomian di Indonesia. Bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Suatu penalaran dari penulis yang didasarkan atas pengetahuan,teori dan dalil dalam upaya menjawab penelitian dituangkan dalam kerangka pemikiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran perbankan dalam pembangunan ekonomi adalah mengalirkan dana bagi kegiatan ekonomi yaitu salah satunya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perseorangan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang yang sekarang ini sedang melaksanakan pembangunan di berbagai bidang yang berpedoman pada Undangundang Dasar 1945 alinea 4

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 78//35/Th. XIII, 5 November 05 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 05 AGUSTUS 05: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci