BAB I PENDAHULUAN. lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu,"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian penduduk Indonesia mempunyai pencaharian dibidang pertanian atau bercocok tanam, dimana Agraris (agrarius) berarti persawahan, perladangan, pertanian. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Disamping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir). 1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia tahun 2013 masih cukup banyak. Sektor pertanian sebanyak orang, subsektor tanaman pangan orang, hortikultura orang, kehutanan orang dan perkebunan orang. 2 Sebagai salah satu pilar ekonomi negara, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan terutama dari penduduk pedesaan yang masih di bawah garis kemiskinan. Pembangunan ekonomi selalu menjadi salah satu sasaran penting dari pembangunan yang dilaksanakan baik itu ditingkat nasional maupun tingkat 1 Fariz Abeng, Indonesia Negeri Agraris, URL : _AGRARIS, diakses tanggal 8 Februari Indonesiahebat, 2014, 31 Juta penduduk Indonesia Berprofesi Sebagai Petani, diakses tanggal 3 April 2015

2 2 regional. Pembangunan ekonomi nasional diarahkan untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan potensi daerah sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah selalu diarahkan sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah, yang selanjutnya diarahkan menjadi keunggulan kompetitif daerah. Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki daerah yang dilanjutkan menjadi keunggulan kompetitif daerah, pembangunan ekonomi daerah dapat dilaksanakan dan akan menjadi sektor andalan atau basis ekonomi daerah. Untuk daerah Bali sendiri, pertanian adalah faktor utama yang menopang perekonomian Provinsi Bali. Namun, pembangunan yang berkembang pesat terutama di sektor pariwisata, menyebabkan peralihan fungsi lahan pertanian tidak bisa dihindari. Tercatat dari kurun waktu Tahun 2005 hingga 2010, luas lahan sawah di Bali terkikis Ha. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bali, pada 2013 luas lahan pertanian berkurang 460 Ha menjadi Ha, dibandingkan dengan 2012 seluas Ha. Angka tersebut menunjukkan bahwa lahan pertanian yang ada saat ini hanya sekitar 14% dari luas daratan Pulau Dewata. 3 Beralih fungsinya lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian merupakan fenomena yang sering terjadi. Pertumbuhan suatu kota, yang berakibat pada peningkatan kebutuhan lahan, akan membawa implikasi terhadap semakin pesatnya aktivitas ekonomi di luar bidang pertanian. Sejalan dengan hal tersebut, 3 Feri Kristianto, 2014, ALIH FUNGSI LAHAN : Areal Pertanian Berkurang 400 Ha Per Tahun, diakses tanggal 3 April 2015

3 3 semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pola aktivitas manusia yang menuntut ruang (space) untuk bergerak berakibat pada pergeseran perubahan penggunaan lahan. Sesuai dengan keunggulan yang dimiliki, pengembangan perekonomian Kabupaten Badung ditekankan pada sektor pariwisata. Ketimpangan atau tidak seimbangnya pembangunan antar sektor di Kabupaten Badung dimana sektor pertanian yang merupakan sektor primer yang terabaikan. Berbagai aktivitas ekonomi di luar sektor pertanian yang lebih menguntungkan dibandingkan sektor pertanian menyebabkan lahan-lahan pertanian dengan cepat beralih fungsi untuk kegiatan ekonomi lainnya yang berkaitan dengan pariwisata. Penyusutan lahan atau alih fungsi lahanpun tidak terhindarkan, baik itu penyusutan lahan pertanian pada umumnya dan pertanian sawah pada khususnya. Pada dasarnya Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) yang mengatakan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dapat dilihat dalam Undang Undang Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Bahwa Hukum Agraria berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa didasarkan pada Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, sosialisme Indonesia serta dengan unsur unsur

4 4 yang bersandar pada hukum agama. 4 Bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam Pasal 1 Undang Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjelaskan bahwa bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. Selanjutnya Pasal 3 Undang Undang No.41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan tujuan: a. Melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan b. Menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan c. Mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan d. Melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani e. Meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat f. Meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani g. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak h. Mempertahankan keseimbangan ekologis i. Mewujudkan revitalisasi pertanian. Ketentuan yang mewajibkan Pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No.41 4 Tim New Merah Putih, 2012, Undang Undang Agraria No.5 Tahun 1960 : Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, Cet. I, New Merah Putih, Yogyakarta, h. 6.

5 5 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan: a. Pembinaan setiap orang yang terikat dengan pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan b. Perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Jumlah lahan sawah di Kabupaten Badung pada Tahun 2003 adalah Ha, dan jumlah lahan sawah tersebut menyusut menjadi Ha pada Tahun Jadi dalam lima tahun berturut-turut alih fungsi lahan sawah ke lahan bukan sawah seluas 209 Ha. 5 Jumlah alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Badung pada Tahun 2009 s.d dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Jumlah Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Badung Dirinci per Kecamatan Tahun 2009 s.d (dalam Hektar) No Kecamatan Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Mengwi Abiansemal Petang Jumlah Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung. 6 Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk menentukan faktor faktor apa saja yang terkait dalam menentukan keberhasilan serta strategi hukum pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian di Kabupaten Badung. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul tentang UPAYA 5 Istri Brahmi Witari, 2011, Strategi Mempertahankan Sawah di Kabupaten Badung, Tesis pada Program Pasca Sarjana, h.6 6 Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung search/searchtext.xml. Diakses tanggal 26 Maret 2015.

6 6 HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah berdasarkan Upaya Hukum Pemerintahan Kabupaten Badung dalam Mempertahankan Tanah Pertanian di Daerah Badung yaitu : 1. Bagaimanakah kewenangan Pemerintahan Kabupaten Badung dalam upaya mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung? 2. Bagaimanakah tindakan hukum Pemerintah Kabupaten Badung untuk mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini terbatas hanya pada faktorfaktor yang terkait dalam mempertahankan tanah pertanian serta strategi hukum pemerintah Kabupaten Badung untuk mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung. Seperti yang kita ketahui, lahan pertanian sekarang ini sudah sangat berkurang di daerah Kabupaten Badung, dimana sektor pariwisata yang memiliki peranan penting dalam perekonomian daerah Badung. Berbagai permasalahan yang timbul di dalam masyarakat merupakan kewajiban pemerintah untuk membuat kebijaksanaan. Dalam masalah ini, kebijaksanaan pemerintah untuk mempertahankan tanah pertanian wajib untuk dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

7 7 1.4 Orisinalitas Penelitian Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat dalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 skripsi dan 1 Tesis terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan Upaya Hukum Pemerintahan Kabupaten Badung dalam Mempertahankan Tanah Pertanian di Daerah Badung. Adapun judul dari skripsi tersebut yaitu Analisis faktor faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Demak, penulis Zaenil Mustopa Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro, Tahun 2011) dengan rumusan masalah: bagaimana perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian beberapa tahun kebelakang yang terjadi di Kabupaten Demak dan bagaiamana pengaruh peningkatan jumlah penduduk, jumlah industri, serta besarnya PDRB Kabupaten Demak terhadap besarnya alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak? Selanjutnya, tesis dengan judul Strategi Mempertahankan Pertanian Sawah di Kabupaten Badung, penulis A.A. Istri Brahmi Witara (Mahasiswi Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, Tahun 2011) dengan rumusan masalah apakah usahatani pertanian sawah di Kabupaten Badung menguntungkan?, faktor-faktor pendukung apa saja yang terkait dalam menentukan keberhasilan mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung?, rumusan alternatif strategi apakah yang tepat dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung? Dan prioritas strategi

8 8 apa yang seharusnya dipilih dalam mempertahankan pertanian sawah di Kabupaten Badung? Berdasarkan penelitian penulis, judul dari penulis ialah Upaya hukum pemerintah Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung dimana yang sebagai penulis I Putu Arik Sanjaya (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Tahun 2015) dengan rumusan masalah apa saja faktor faktor yang terkait dalam menentukan keberhasilan pemerintahan Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di Daerah Badung? Dan bagaimanakah strategi hukum pemerintah Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di Daerah Badung? 1.5 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan dalam pembuatannya. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya hukum pemerintahan Kabupaten Badung dalam mempertahankan tanah pertanian di daerah Badung. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian sesuai permasalahan yang dibuat adalah: 1. Untuk menganalisis faktor faktor yang menentukan keberhasilan pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian di Kabupaten Badung

9 9 2. Untuk memahami tindakan hukum Pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian di Kabupaten Badung. 1.6 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut penelitian verifikatif. Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini antara lain: 1. Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum pemerintahan 2. Untuk pemahaman dan gambaran tentang hukum 3. Mengembangkan pengetahuan dalam bidang Hukum Agraria khususnya tentang mempertahankan tanah pertanian daerah Badung. b. Manfaat Praktis Penelitian yang bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Badung dalam rangka menerapkan suatu kebijakan dalam mempertahankan tanah pertanian 2. Untuk dapat dipakai sebagai acuan bagi para praktisi hukum maupun masyarakat di Kabupaten Badung terkait dengan kebijaksanaan pemerintah 1.7 Landasan Teoritis Dalam setiap penelitian selalu harus disertai dengan teori teori, konsepkonsep maupun pandangan pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai

10 10 landasan pemikiran penelitian. Pandangan pandangan teoritis dimaksud dijadikan dasar dalam mengkaji permasalahan dalam skripsi, seperti berikut ini: Negara Hukum Untuk memahami masalah pelaksanaan dan penerapan ketentuan tentang peraturan peruntukan lahan untuk pertanian yang setiap tahun mengalami pengurangan, maka diperlukan pemahaman tentang konsep negara hukum, karena konsep negara hukum menjunjung tinggi adanya sistem hukum yang menjamin kepastian hukum. Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence Meir Friedman a legal system in actual is a complex in which structure, substance and culture interact terdiri dari 3 komponen yaitu substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). 7 Konsep negara hukum juga menjunjung tinggi perlindungan hak hak rakyat, termasuk hak hak rakyat atas sumber daya agraria, dengan tujuan terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Selanjutnya dihubungkan dengan UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian Negara Indonesia adalah sebuah negara yang menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan atas prinsip prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Hal ini berarti kekuasaan negara dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam UUD Negara hukum sebagai paham liberal York, h Lawrence M Friedman, 1975, The Legal System, A social Science Perspective, Rusell Sage Foundation, New

11 11 berubah ke paham negara kemakmuran (welvaarstaat) dipelopori oleh F. J. Sthal. Menurut F. J. Sthal ada 4 unsur Negara hukum yaitu : 1. Adanya pengakuan hak asasi manusia 2. Adanya pemisahan kekuasaan 3. Pemerintahan harus didasarkan atas asas legalitas atau undang undang 4. Adanya peradilan administrasi, yang mengadili sengketa administrasi antara penguasa dan penduduk Teori Kewenangan Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda bevoegdheid (yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. 8 Menurut S. F. Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap pergaulan hukum, setelah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut sah, baru kemudian tindak pemerintahan mendapat kekuasaan 8 Boemiya Helmy, 2010, Sumber Kewenangan : Atribusi, Delegasi dan Mandat, URL: kewenangan-atribusi-delegasi-dan-mandat/, diakses tanggal 10 Februari 2015.

12 12 hukum (rechtskracht). Pengertian wewenang itu sendiri akan berkaitan dengan kekuasaan Konsep Perundang Undangan Undang undang adalah ketentuan ketentuan yang disusun oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh DPR dan unsur unsur terkait, aturan aturan yang dibuat penguasa untuk dipatuhi masyarakat dan hukum. Undang Undang 1945 merupakan konstitusi dasar yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, negara mengatasi segala paham, golongan, kelompok dan perseorangan serta menghendaki persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan sosial. Istilah perundang undangan (Legislation, wetgeving, atau Gesetzgebung) dalam beberapa kepustakaan mempunyai 2 (dua) pengertian yang berbeda. Dalam kamus umum yang berlaku, istilah legislation dapat diartikan dengan perundangperundangan dan pembuatan undang undang. 10 Istilah Wetgeving diterjemahkan dengan pengertian membentuk undang undang, dan keseluruhan daripada Undang-Undang Negara, 11 sedangkan istilah Gesetzgebung diterjemahkan dengan pengertian perundang undangan. 12 Menurut UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan di Indonesia. Adapun tata urutan perundang undangan yang dimaksud adalah: a. UUD 1945 h S.F Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 10 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, 1987, Kamus Inggris-Indonesia, Cet, XV, PT Gramedia, Jakarta, h S. Wojowasito, 1985, Kamus Umum belanda-indonesia, PT Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta, h Adolf Heiken, SJ., 1992, Kamus Jerman-Indonesia, Cet. III, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 202.

13 13 b. Ketetapan MPR c. UU/Perppu d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah Provinsi f. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah salah satu produk peraturan perundang-undangan tingkat daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kewenangan daerah dalam membentuk Peraturan Daerah secara legalitas ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan secara teknis diatur lebih lanjut dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya. Dalam pembentukan daerah tidaklah mudah karena memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang cukup terutama tentang teknik pembentukannya, sehingga Peraturan daerah yang dibentuk tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, yang dimaksud Peraturan daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan daerah dibuat oleh pemerintah daerah dalam rangka untuk menjalankan otonomi daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Undang Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. 14 Zarkasi, Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang undangan, URL: Diakses tanggal 10 Februari 2015.

14 Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan di daerahnya. Secara teoritis, kata kunci dalam otonomi berarti juga desentralisasi, sedangkan dalam pengertian yuridis-praktis berarti peningkatan daerah Tingkat II. 15 Dengan otonomi daerah, diharapkan daerah mampu mengembangkan seluruh potensi daerahnya sehingga akan terjadi keseimbangan kesejahteraan masyarakat di seluruh lapisan. Konsep pemikiran tentang otonomi daerah, mengandung pemaknaan terhadap eksistensi otonomi tersebut terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah. Bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya mengandung makna bahwa daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan daerah, untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Agar otonomi daerah tersebut dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu, pemerintah wajib untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisiensi dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan asas umum pemerintahan, ada beberapa hal yang menjadi urusan pemerintahan daerah meliputi: h HAW. Widjaja, 1995, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Cet. II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

15 15 1. Bidang legislasi berdasarkan atas prakarsa sendiri membuat peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah meliputi peraturan gubernur dan/atau peraturan bupati/walikota. 2. Masalah perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggungjawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan 3. Perencanaan APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah Metode Penelitian Untuk memenuhi kriteria ilmiah, penyusunan skripsi ini memerlukan metode metode penelitian tertentu. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini untuk memenuhi syarat sebagai suatu penelitian empiris yang dapat dipertanggungjawabkan adalah: a. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian secara hukum empiris. Penelitian hukum empiris mengkaji permasalahan yang diangkat dengan menganalisa masalah yang dikaitkan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan teori teori yang sudah ada. Penelitian hukum empiris memiliki istilah lain yang digunakan dalam ilmu hukum yaitu penelitian hukum sosiologis dan disebut juga dengan penelitian lapangan. Penelitian sosiologis ini bertitik tolak dari data primer, yaitu data yang di dapat langsung dari masyarakat sebagai 16 Siswanto Sunarno, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, di Indonesia, Cet.I, Sinar Grafika, Jakarta, h.8

16 16 sumber data pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik dengan metode pengamatan (Observasi), wawancara ataupun penyebaran kuisioner. 17 b. Jenis Pendekatan Dalam penelitian hukum terdapat beberapa jenis pendekatan. Melalui pendekatan tersebut, penelitian akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari jawabannya. Penelitian penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum adalah : 1) Pendekatan Fakta (The Fact Approach) Pendekatan masalah yang didasarkan pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas. 2) Pendekatan Undang undang (Statute Approach) Dilakukan dengan menelaah semua undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 3) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan pandangan dan doktrin doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Pemahaman akan pandangan pandangan dan doktrin doktrin tersebut merupakan sandaran untuk membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Cet. VI, Preanada Media Group, Jakarta, H. 93

17 17 Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis pendekatan berdasarkan sudut sifatnya. Menurut sudut sifatnya, penelitian hukum empiris ini dibedakan menjadi tiga, antara lain : 1. Penelitian yang bersifat eksploratis (penjajakan atau penjelajahan) adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui, sehingga penelitian ini dapat disebut sebagai penelitian penjelajahan yang bersifat dasar sekali. 2. Penelitian yang bersifat deksriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu, biasanya dalam penelitian ini peneliti sudah mendapatkan/mempunyai gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan yang akan diteliti. 3. Penelitian yang bersifat ekspalanatoris adalah suatu penelitian untuk memerangkan, memperkuat atau menguji dan bahkan menolak suatu teori atau hipotesa hipotesa serta terhadap hasil hasil penelitian yang ada. 19 Dalam skripsi ini, sifat penelitian yang dipakai adalah empiris deskriptif. Dimana tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Selain itu untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara teori teori ataupun asas-asas yang terdapat dalam kebijaksanaan 19 Suratman dan Philips Dillah, 2014, Metode Penelitian Hukum, Cet. II, Alfabeta, Bandung, h. 47.

18 18 pemerintah dalam mempertahankan tanah pertanian yang saat ini semakin berkurang. 20 c. Sumber Data Pada umumnya, data dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat disebut dengan data primer (data dasar) dan data yang diperoleh dari bahan pustaka disebut data sekunder. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber dari data berikut : 1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber utama. Adapun sumber utama dari penelitian ini adalah data dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan) Badung. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan yang dimaksud antara lain: dokumen dokumen resmi, buku buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian serta untuk menyempurnakan data yang di dapat dari lapangan. 20 Amirudin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Grafindo Persada Jakarta, h. 25.

19 19 Untuk sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Adapun ketiga bahan hukum yang dimaksud adalah: 1) Bahan Hukum Primer merupakan bahan bahan hukum yang mengikat (perundang undangan). 2) Bahan Hukum Sekunder merupakan bahan yang bersumber dari buku buku atau literatur literatur hukum, jurnal jurnal hukum, karya tulis hukum serta internet. 3) Bahan Hukum Tertier merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum) dan ensiklopedia. d. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data data praktis, dapat digunakan tiga cara dalam pengumpulan data, antara lain : 1) Teknik Studi Dokumen Dalam pengumpulan data, teknik studi dokumen menggunakan sumber kepustakaan yang relevan dengan permasalahan penelitian, dengan cara membaca dan mencatat kembali data yang kemudian dikelompokan secara sistematis. Data yang diperoleh merupakan data yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

20 20 2) Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan secara langsung dilapangan untuk mendapatkan data primer (basic data primary data). Dalam penelitian ini, untuk mendapatkan data primer dilakukan pada Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan) Badung. 3) Daftar Pertanyaan (Questionnaire) Daftar Pertanyaan (Questionnaire) merupakan cara pengumpulan data dengan mengajukan sejumlah pertanyaan yang disampaikan secara tertulis kepada pihak yang berkopeten untuk mendapatkan data sesuai dengan penelitian yang diambil penulis yaitu tentang mempertahankan tanah pertanian yang semakin berkurang di daerah Kabupaten Badung. Daftar pertanyaan (Questionnaire) bersifat tertutup, tidak memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab secara bebas menurut pengertian, logika dan gaya bahasa sendiri. 4) Wawancara (interview) Wawancara (interview) merupakan situasi peran antar pribadi dengan bertatap muka (face to face), ketika seseorang yaitu pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden Amirudin dan Zainal Asikin, op. cit, h. 82.

21 21 e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data lapangan dan hasil pengumpulan data siap dipakai untuk dianalisis. Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian dan pencurahan data secara optimal. 22 Setelah semua data atau bahan hukum terkumpul, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan teori yang relevan sesuai dengan permasalahan dengan menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya dengan tetap bertumpu pada isinya. Pengolahan dan penyajian data secara kualitatif merupakan data yang terkumpul tidak berupa angka angka yang dapat dilakukan pengukuran, data tersebut sukar diukur dengan angka, hubungan antara variabel tidak jelas, sampel lebih bersifat non probabilitas, pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan pengamatan (observasi). 23 Selanjutnya hasil yang diperoleh disajikan secara analisis deskriptif kualitatif merupakan penggambaran secara lengkap tentang aspek aspek yang bersangkut paut dengan masalah, kemudian disimpulkan untuk menjawab permasalahan secara umum dan sistematis. 22 Amirudin dan Zainal Asikin, op. cit, h Suratman dan Philips Dillah, op. cit, h. 145.

UPAYA HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG

UPAYA HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG UPAYA HUKUM PEMERINTAHAN KABUPATEN BADUNG DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH PERTANIAN DI DAERAH BADUNG Oleh I Putu Arik Sanjaya Made Arya Utama Cokorda Dalem Dahana Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dianugerahi laut yang begitu luas dengan berbagai jenis ikan di dalamnya. Potensi sumber daya laut tersebut tersebar di seluruh wilayah laut nusantara. 1 Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah satu bentuk ketidak berhasilan pada sistem sentralisasi, ketimpangan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pertanian di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pertanian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pertanian di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN INDUSTRI PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017-2037 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara kesatuan ini maka penyelenggaraan pemerintahan pada prinsipnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut pasal 1 ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. 1 Pasal ini menunjukan bahwa susunan Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bagi Rakyat, Bangsa dan Negara Indonesia Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa, etnis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar, salah satunya adalah bahan galian tambang. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Semenjak berlaku Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disingkat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009) Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat dengan UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN CUPLIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH, PERATURAN DAERAH, DAN LAHAN PERTANIAN DI DAERAH BADUNG

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH, PERATURAN DAERAH, DAN LAHAN PERTANIAN DI DAERAH BADUNG 1 BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH, PERATURAN DAERAH, DAN LAHAN PERTANIAN DI DAERAH BADUNG 2.1 Pemerintahan Daerah Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT dan GUBERNUR PAPUA BARAT

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT dan GUBERNUR PAPUA BARAT PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang artinya sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang artinya sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang artinya sektor pertanian memegang peran penting dalam perekonomian negara. Hal ini dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT. 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA LAUT 1.1.Tinjauan Umum Mengenai Pemerintah Daerah 1.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah Sistem pemerintahan daerah di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan mempunyai tujuan yaitu berusaha mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Setiap negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemekaran daerah atau desentralisasi merupakan sebuah aspirasi masyarakat untuk kemajuan daerahnya sendiri dimana daerah otonom baru mempunyai kewenangan sendiri untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, emas dan lain-lain. Kekayaan alam Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RAILA SOLANTIKA BP

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RAILA SOLANTIKA BP PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (STUDI PERBANDINGAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999

Lebih terperinci

dalam penulisan ini khususnya properti.

dalam penulisan ini khususnya properti. 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai bentuk usaha yang berkembang di Indonesia, tidak akan pernah terlepas dari campur tangan pemerintah, yang akan mengeluarkan semua keputusan berupa ijin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah berdiri dan merdeka dengan syarat dan ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. Begitu juga dengan negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia Pendahuluan Program Legislasi Nasional sebagai landasan operasional pembangunan hukum

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia ialah negara yang saat ini memiliki perkembangan perekonomian yang pesat, hampir setiap bidang kehidupan di Indonesia selalu mengalami perkembangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment) DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatakan bahwa tujuan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 18B ayat (2) menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional

Lebih terperinci