IDENTIFIKASI PELUANG JALUR SEPEDA DI SEKELILING RAYA BOGOR ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PELUANG JALUR SEPEDA DI SEKELILING RAYA BOGOR ABSTRAK"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PELUANG JALUR SEPEDA DI SEKELILING RAYA BOGOR Dyah Prabaningrum 1), Indarti Komala Dewi 2), Budi Arief 3) 1) Mahasiswa Program Studi PWK Fakultas Teknik Universitas Pakuan 2) Staf Pengajar Program Studi PWK Fakultas Teknik Universitas Pakuan 3) Staf Pengajar Program Studi PWK Fakultas Teknik Universitas Pakuan dyahprabaningrum@yahoo.co.id ABSTRAK Jalur sepeda merupakan salah satu sarana penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana transportasi wilayah perkotaan. Selain menjadi sarana alternatif transportasi yang ramah lingkungan, menyehatkan dan hiburan bagi masyarakat, sepeda juga menjadi salah satu cara agar masyarakat dapat mengurangi pemakaian kendaraan bermotor dan beralih ke moda transportasi yang ramah lingkungan. Berdasarkan RTRW bahwa fungsi Kebun Raya Bogor termasuk dalam kawasan lindung dan harus di lestarikan. Taman dalam kota yang berdekatan dengan pusat kota ini, membuat keberadaan Kebun Raya Bogor ini terancam akibat padatnya aktivitas manusia disekitarnya terutama padatnya volume kendaraan yang melewati lokasi ini sehingga tingginya polusi udara yang ditimbulkan membuat taman dalam kota ini tidak berfungsi layaknya kawasan lindung. Hasil yang diperoleh berdasarkan analisis deskriptif persentase mengenai persepsi masyarakat dan pengendara sepeda tentang peluang jalur sepeda ditinjau dari seluruh faktor diketahui bahwa dari jumlah 150 responden, menghasilkan 70,6% menyatakan peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor sangat baik. Adapun tingkat kenyamanan bersepeda yang paling penting menurut responden adalah faktor sirkulasi yang baik dan keselamatan sedangkan menurut para pakar adalah keselamatan. Maka dari itu, pemerintah Kota Bogor dapat mensosialisasikan adanya jalur sepeda agar masyarakat Kota Bogor dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dan beralih ke transportasi ramah lingkungan salah satunya sepeda agar tidak ada lagi dampak yang ditimbulkan dari tingginya polusi udara. Kata kunci : jalur sepeda, peluang, pengendara sepeda PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan sepeda adalah dianggap menjadi salah satu solusi alternatif transportasi bagi warga dunia, yaitu untuk mengurangi kemacetan yang mencapai titik parah dan mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan lainnya. Akan tetapi sepeda juga dapat mengalami berbagai kendala, misalnya berhubungan dengan masalah infrastruktur (jalur sepeda), dimana negara-negara didunia belum selurnya menyediakan jalur khusus bagi pengguna sepeda sehingga pada akhirnya timbul masalah-masalah yang berhubungan dengan keselamatan bersepeda. Bersepeda baik untuk kesehatan kita, juga baik untuk kenyamanan kota,kenyamanan global dan pemeliharaan lingkungan. Hampir semua pihak sepakat bahwa bersepeda baik untuk kesehatan, yang hingga saat ini masih banyak dipertanyakan adalah apakah bersepeda di tengah lalu lintas kota dengan tingkat polusi yang relatif tinggi juga tetap baik untuk kesehatan. Bersepeda memacu jantung dan paru-paru kita untuk bekerja lebih optimal, ketika udara yang dihirup kurang sehat, tentu akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan. Di sekeliling Kebun Raya Bogor adalah lokasi yang memungkinkan untuk dijadikan penentuan kawasan studi penelitian peluang jalur sepeda, yang disebabkan karena : 1. Kawasan Kebun Raya Bogor merupakan salah satu landmark Kota Bogor yang sering dijadikan sebagai kawasan pariwisata atau sekedar menikmati pemandangan kota sehingga banyak masyarakat yang menggunakan sepeda disekeliling ini untuk berjalan-jalan dan juga untuk bersantai. 2. Berdasarkan RTRW Kota Bogor Tahun , kawasan Kebun Raya Bogor berfungsi sebagai kawasan strategis kota dan kawasan pusat pelayanan kota. Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di SekelilingKebun Raya Bogor (Dyah Prabaningrum) 1

2 3. Jl. Ir. H. Djuanda, Jl. Otto Iskandar Dinata, Jl. Padjajaran Jl. Jalak Harupat merupakan jalan-jalan utama yang terdapat di Kota Bogor, sehingga dianggap signifikan dan representatif untuk dilakukan suatu penelitian mengenai studi kenyamanan pengguna sepeda. Maka peluang lokasi yang cocok untuk di jadikan jalur sepeda di Kota Bogor salah satunya adalah sekitar Kebun Raya Bogor agar peran dari fungsi kawasan lindung dapat dilestarikan dan tidak mengganggu fungsi dari pelayanan Kota Bogor tersebut. Selain itu diharapkan adanya partisipasi yang besar dari masyarakat Kota Bogor dan pemerintah Kota Bogor dalam penyediaan jalur sepeda di Kota Bogor. TUJUAN STUDI DAN MANFAAT Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi kebijakan pemerintah terkait dengan adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor; 2. Mengidentifikasi persepsi dari masyarakat dengan adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor; 3. Mengidentifikasi persepsi para pengendara sepeda dengan adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor; 4. Mengidentifikasi kendala yang menjadi penghambat dalam upaya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. 5. Identifikasi peluang lokasi untuk dijadikan peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. Manfaat Hasil penelitian yang dilakukan merupakan bahan masukkan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dan akademisi yang terkait dalam upaya pembangunan perkotaan kususnya dalam upaya untuk menciptakan sarana dan prasarana peluang jalur sepeda yang baik di sekeliling Kebun Raya Bogor. LANDASAN TEORI Penerapan sustainable transportation untuk Kota Bogor dikondisikan sesuai dengan prinsip-prinsip sustainable transportation yang diadopsi dari berbagai case study. Menurut Artiningsih (2011), prinsip-prinsip sustainable transportation antara lain: 1. Kebijakan yang menjadi pedoman dalam penerapan sustainable transportation. Penerapan sustainable transportation tidak terlepas dari komitmen stakeholder untuk menyelesaikan permasalahan bidang transportasi. Ketegasan pemerintah diwujudkan dalam bentuk kebijakan sosial dan kebijakan teknis yang mengatur sistem transportasi dari level nasional hingga daerah. 2. Sistem transportasi yang mengedepankan aksesibilitas bagi semua lapisan masyarakakat. Aksesibilitas menjadi centre point dalam mewujudkan sustainable transportation. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan sistem transportasi yang dapat diakses seluruh lapisan masyarakat termasuk kaum difable, terutama untuk mendukung pergerakan kaum difable dengan destinasi kawasan pendidikan, sosial, perdagangan dan jasa. 3. Non Motorized Transport, Sustainable transportation akan menjadi lebih sempurna penerapannya jika mengkombinasikan non motorized transport dengan integritas transportasi multi moda. Non motorized transport yang dipilih oleh masyarakat adalah sepeda. Penggunaan sepeda saat ini telah berkembang sebagai penunjang aktivitas sehari-hari. Peran sepeda sebagai non motorized transport tidak menjadi pilihan satu-satunya masyarakat dalam melakukan pergerakan, tetapi sepeda dapat difungsikan sebagai feeder menuju moda transportasi umum. John C Khisty (1980) menyatakan walaupun lalulintas sepeda hanya berupa presentase kecil dari total arus lalulintas, lalulintas sepeda ini cukup untuk memberikan pengaruh pada perencanaan dan pendesainan jalan. Jalur sepeda umumnya dikelaskan sebagai berikut : A. Jalur Sepeda Kelas I Jalur Sepeda Kelas I ini merupakan jalan sepeda yang sama sekali terpisah dari lalulintas kendaraan dan di dalam hak prioritas jalan atau prioritas jalan pada fasilitas lain. B. Jalur Sepeda Kelas II Jalur Sepeda Kelas II ini merupakan bagian badan jalan atau bahu jalan yang di batasi dengan marka keras atau rintangan. C. Jalur Sepeda Kelas III Jalur sepeda kelas III ini merupakan jalan sepeda yang sama-sama menggunakan 2 Jurnal Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

3 akses jalan dengan kendaraan bermotor; yang ditandai oleh rambu saja. Sumber : FHWA, (1980) Gambar 1 Klasifikasi Jalur Sepeda Banyak kriteria penting yang digunakan dalam mengevaluasi rute jalur sepeda yang layak ialah (ITTE, 1975): 1. Kebutuhan potensial untuk penggunaan rute tersebut haruslah ditentukan. 2. Lebar dasar yang dibutuhkan untuk operasi yang aman harus disediakan. Kita sebaiknya mempertimbangkan operasi satu arah. 3. Kesinambungan/kelanjutan dan langsung rute tanpa banyak jalan berbelok merupakan hal yang mendasar, yang menghubungkan titik-titik penting. 4. Keselamatan sangat penting. Upaya-upaya untuk meminimumkan konflik kendaraan/pedestrian hatus diberi prioritas tinggi. 5. Kemiringan harus diberikan dalam batasan yang dapat diterima. Lebih disukai kemiringan 5%. 6. Pemilihan perkerasan merupakan hal yang lebih penting bagi pengendara sepeda jika dibandingkan dengan pengguna kendaraan lain. Mutu perkerasan dan bahkan keselamatan dipengaruhi oleh permukaan perkerasan, 7. Daerah-daearh dengan emisi mobil yang tinggi, harus dihindari; karbon monoksida sangat membahayakan bagi pedestrian dan pengendara sepeda. 8. Lalulintas kendaraan bermotor harus dihindari, terlebih-lebih truk, yang bergerak pada kecepatan 50 mpj, yang dapat menggangu keseimbangan pengendara sepeda. Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 pasal 62 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menjelaskan bahwa, Pemerintah setempat harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pengendara sepeda dan pengendara sepeda berhak menikmati dan mendapat fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas di jalan. Maka dengan ini para pengendara sepeda harus mempunyai fasilitas jalur sepeda supaya bersepeda merasa aman tanpa ada ganguan dari kendaraan bermotor disekitarnya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 pasal 76 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas disebutkan bahwa, pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum dapat dilaksanakan di jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, atau jalan kota. Menurut RTRW Kota Bogor tahun kawasan strategis Kota Bogor dibagi atas: kawasan strategis lingkungan, budaya, dan ekonomi. Kawasan Kebun Raya Bogor dan sekitarnya, dalam ketentuan ini masuk dalam kawasan strategis lingkungan yang diarahkan untuk mempertahankan, melindungi, menata, dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang ada di dalam dan di sekitar kawasan tersebut. Menurut Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun pada pasal 20 huruf c tentang Rencana Jaringan Transportasi disebutkan bahwa, pengadaan rencana kapasitas dan jaringan jalan salah satunya adalah penyediaan jalur khusus kendaraan tidak bermotor. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor dengan mengambil lokasi penelitian pada peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah. Untuk teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cara purposive sampling (pengambilan sampel secara bertujuan) dengan mengambil secara accidential sampling pada masyarakat yang lewat di sekeliling Kebun Raya Bogor dan pengendara sepeda yang lewat di Kota Bogor. Untuk metode analisis menggunakan tabulasi tabulasi angket dan tabel silang (crosstab). PEMBAHASAN 1. Analisis Kebijakan Terkait Rencana Jalur Sepeda Hasil analisis kebijakan untuk adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor dapat di sesuaikan dengan kebijakankebijakan yang terkait, seperti : Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di SekelilingKebun Raya Bogor (Dyah Prabaningrum) 3

4 a. Kebijakan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 bahwa Pemerintah setempat harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pengendara sepeda dan pengendara sepeda berhak menikmati dan mendapat fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas di jalan. b. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 bahwa Pembatasan lalu lintas kendaraan tidak bermotor umum dapat dilaksanakan di Jalan Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, atau Jalan Kota. c. RTRW Kota Bogor Tahun dan Rapperda Kota Bogor Tahun disebutkan bahwa Rencana Jaringan Transportasi juga disebutkan bahwa, pengadaan rencana kapasitas dan jaringan jalan salah satunya adalah penyediaan jalur khusus kendaraan tidak bermotor. Tabel 2 Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Di Zona 2 3. Analisis Persepsi Pengendara Sepeda Tentang Adanya Peluang Jalur Sepeda Tabel 3 Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Menurut Pengendara Sepeda 2. Analisis Persepsi Masyarakat Tentang Adanya Peluang Jalur Sepeda Hasil analisis peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor menurut masyarakat menunjukkan Zona 1 mempunyai persentase keinginan yang sangat baik sebesar 70% untuk adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. Tabel 1 Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Di Zona 1 Hasil analisis peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor menurut pengendara sepeda menunjukkan persentase persepsi keinginan yang sangat baik sebesar 72%. Dalam hal ini lingkup kebun raya masih menjadi jantung Kota Bogor bagi kenyamanan, keamanan, dan kesehatan. Pada Zona 2 mempunyai persentase keinginan yang sangat baik sebesar 82% untuk adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. Dalam hal ini lingkup kebun raya masih menjadi jantung Kota Bogor bagi kenyamanan, keamanan, dan kesehatan. 4. Kendala Kesiapan Trotoar Dan Badan Jalan Untuk Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Hasil Kendala Kesiapan Trotoar Dan Badan Jalan Untuk Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor menjelaskan tentang kondisi studi penelitian yang akan di jadikan peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor dan persepsi masyarakat dan pengendara sepeda terkait kendala untuk peluang jalur sepeda. Untuk menyediakan jalur sepeda, yang harus dilakukan adalah melihat kondisi trotoar dan badan jalan yang menjadi kendala atau permasalahan di sekeliling Kebun Raya Bogor. 4 Jurnal Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

5 Kendala atau permasalahan kondisi trotoar dan badan jalan dapat dibagi dalam beberapa faktor antara lain: A. Sirkulasi Beberapa permasalahan sirkulasi peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor, antara lain: 1. Adanya pengalihan fungsi trotoar menjadi tempat berdagang para PKL dan bangunanbangunan non permanen sehingga memaksa para pejalan kaki untuk berjalan di tepi jalan dan minimnya peluang pengendara sepeda untuk menggunakan jalur sepeda (apabila jika adanya peluang jalur sepeda yang terpisah dari kendaraan tetapi sama-sama digunakan oleh sepeda dan pedestrian (Klasifikasi 1 pada Bab 2). 2. Terdapat beberapa lokasi yang tingkat pejalan kakinya cukup tinggi sehingga apabila peluang jalur sepeda bersamaan dengan pejalan kaki akan mengakibatkan bersenggolnya dan ketidaknyamanan para pejalan kaki dengan pengendara sepeda. 3. Di beberapa titik lokasi di trotoar (jika sama-sama digunakan oleh sepeda dan pedestrian) terdapat penghalang sirkulasi yang terpasang secara permanen maupun tidak permanen yang mengganggu sirkulasi para pejalan kaki dan pengendara sepeda. Seperti pot tanaman, rambu lalu lintas, dan penghalang lainnya. Gambar 2 Kondisi Sirkulasi Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Gambar 3 Peta Kondisi Sirkulasi Di Sekeliling Kebun Raya Bogor B. Keselamatan Permasalahan yang ada terkait keselamatan pengendara sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor antara lain : 1. Para pengendara sepeda di sekitar Kebun Raya Bogor sangat rentan terhadap kemungkinan tertabrak karena terdapat badan trotoar atau bahu jalan yang digunakan PKL sehingga membuat pengendara sepeda merasa kesulitan untuk melewati lokasi tersebut. Kondisi ini berkaitan pula dengan kondisi sekitar jalan yang sangat ramai oleh kendaraan. 2. Pada beberapa bagian trotoar (jika peluang jalur sepeda sama-sama digunakan oleh sepeda dan pedestrian) tidak terdapat dinding pembatas dengan sungai atau saluran air sehingga sangat berbahaya bagi keselamatan para pengendara sepeda maupun para pejalan kaki. 3. Pengendara sepeda sangat peka terhadap kemiringan. Di beberapa lokasi di sekeliling Kebun Raya Bogor terdapat beberapa kemiringan jalan yang membahayakan para pengendara sepeda, diantaranya keadaan jalan yang menanjak sehingga menyulitkan pengendara sepeda yang melalui lokasi tersebut. Di samping itu, selain lokasi yang menanjak berkaitan pula dengan kondisi sekitar jalan yang sangat ramai oleh kendaraan bermotor yang sangat membahayakan para pengendara sepeda. Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di SekelilingKebun Raya Bogor (Dyah Prabaningrum) 5

6 Gambar 4 Kondisi Keamanan Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Gambar 6 Kondisi Kebersihan dan Keindahan Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Gambar 5 Peta Kondisi Keamanan Di Sekeliling Kebun Raya Bogor C. Kebersihan dan Keindahan Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, permasalahan kebersihan dan keindahan yang ada di sekeliling Kebun Raya Bogor antara lain: 1. Kurang tersedianya tempat penampungan sampah di sekitar trotoar sehingga banyak pengunjung dan PKL di sekitar trotoar yang membuang sampah di sembarang tempat bahkan masih banyak sampah yang menumpuk di selokan atau saluran drainase di sekitar trotoar. Sampah-sampah ini berasal dari daun atau ranting pepohonan, sampah pejalan kaki, PKL, dan sampah yang terbawa aliran air, sehingga terjadi penumpukan sampah yang juga menghambat aliran air. Kondisi ini juga membuat kawasan sekitar trotoar menjadi bau. 2. Adanya aktivitas pedagang kaki lima di sekitar trotoar yang menjual berbagai binatang peliharaan membuat beberapa titik disekitar trotoar tercium bau tidak sedap akibat kotoran-kotoran hewan tersebut. 3. Pemandangan kumuh dari berbagai kegiatan informal yang terdapat di sekitar trotoar. Gambar 7 Peta Kondisi Kebersihan dan Keindahan Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Tabel 4 Persepsi Masyarakat Terkait Kendala Untuk Peluang Jalur Sepeda Di Zona 1 Hasil persepsi masyarakat terkait kendala pada Zona 1, presentase mencapai 92% pendapat 6 Jurnal Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

7 masyarakat kondisi yang tidak baik untuk jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. Tabel 5 Persepsi Masyarakat Terkait Kendala Untuk Peluang Jalur Sepeda Di Zona 2 Hasil persepsi masyarakat terkait kendala pada Zona 2, 86 % presentase pendapat kondisi yang tidak baik untuk jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. Dan bagi pengendara sepeda, dengan adanya kendala dan permasalahan peluang jalur sepeda persentase 72 %, keinginan sangat baik untuk jalur di sekeliling Kebun Raya Bogor. Tabel 6 Persepsi Pengendara Sepeda Terkait Kendala Untuk Peluang Jalur Sepeda Dalam hal ini perlu pembenahan sekitar jalan pada kondisi eksisting sekarang untuk menjadi kebutuhan adanya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor. 5. Identifikasi Peluang Lokasi Untuk Dijadikan Jalur Sepeda Dari analisis diatas kemudian dapat diidentifikasi peluang lokasi jalur sepeda berdasarkan keinginan masyarakat dan pengendara sepeda. Dan dapat dilihat pada Gambar 8 tentang hasil identifikasi analisa terkait peluang jalur sepeda dapat disimpulkan bahwa dalam analisis kebijakan seperti Undang- Undang No. 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun dan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor Tahun mempunyai kebijakan untuk kendaraan tidak bermotor (salah satunya jalur sepeda). Kemudian untuk persepsi masyarakat, pengendara sepeda dan para pakar, mereka mempunyai keinginan yang besar untuk diadakannya peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor, karena mereka mempunyai respon yang positif dalam aktivitas tersebut. Selain itu, sebagian besar dari masyarakat disana mengganggap bersepeda sebagai aktivitas yang menarik atau hobby yang sedang terkenal pada saat ini. Bersepeda mempunyai manfaat yang sangat baik untuk kesehatan, untuk mengurangi polusi udara dan polusi suara dan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Klasifiksai ideal 1 merupakan klasifikasi ideal yang di inginkan oleh masyarakat maupun pengendara sepeda di Kota Bogor untuk peluang jalur sepeda kedepannya. Namun dalam kondisi eksisting di sana, tidak semuanya setiap jalan di sekeliling Kebun Raya Bogor mempunyai peluang klasifikasi 1 untuk jalur sepeda karena banyaknya kendala dan permasalahan seperti kondisi trotoar yang kurang lebar, banyaknya penghalang sirkulasi di trotoar dan tingginya volume pejalan kaki. Jadi ada beberapa lokasi yang yang cocok untuk klasifikasi ideal 1 yaitu di zona 1 (Depan Jl. Roda (Depan Pasar Bogor) Pertigaan Jl. Padjajaran (Depan Plaza Pangrango)) dan ada beberapa lokasi yang cocok untuk klasifikasi ideal 2 yaitu di zona 2 (Jl. Jalak Harupat (Lapangan Sempur) Depan Jl. Roda (Depan Pasar Bogor)). Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di SekelilingKebun Raya Bogor (Dyah Prabaningrum) 7

8 Gambar 8 Hasil Identifikasi Analisa Terkait Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor Raya Bogor Gambar 9 Peta Klasifikasi Jalan Sepeda 1 Gambar 10 Peta Klasifikasi Jalan Sepeda 2 KESIMPULAN Dalam penelitian yang dilakukan pada peluang jalur sepeda di sekeliling Kebun Raya Bogor diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Menurut kebijakan yang ada, berbagai peraturan telah dirancang dengan baik, namun penerapannya masih belum optimal. Masih banyak aturan yang belum dilaksanakan dan ada pula yang daerahdaerah yang belum menerapkan fasilitas jalur sepeda salah satunya Kota Bogor. 2. Menurut hasil analisis perhitungan peluang jalur sepeda, dapat di lihat sebagai berikut: a) Zona 1 Persepsi masyarakat di zona 1 mempunyai keinginan yang besar dengan adanya peluang jalur sepeda sebesar 70% dan menginginkan klasifikasi ideal 1 sebagai peluang jalur sepeda dengan persentase sebesar 72%. Untuk tingkat kenyamanan bersepeda masyarakat zona 1 ini menganggap keselamatan dalam bersepeda yang harus diutamakan dengan persentase sebesar 20%. b) Zona 2 Persepsi masyarakat di zona 2 mempunyai keinginan yang besar dengan adanya peluang jalur sepeda sebesar 82% dan menginginkan klasifikasi ideal 1 sebagai peluang jalur sepeda sebesar 74%. Untuk tingkat kenyamanan bersepeda masyarakat zona 2 ini menganggap keselamatan dan sirkulasi yang baik dalam bersepeda yang harus diutamakan dengan persentase sebesar 20%. c) Pengendara Sepeda Persepsi pengendara sepeda mempunyai keinginan yang besar dengan adanya peluang jalur sepeda sebesar 72% dan menginginkan klasifikasi ideal 1 sebagai peluang jalur sepeda sebesar 74%. Untuk tingkat kenyamanan bersepeda bagi pengendara sepeda ini menganggap keselamatan dalam bersepeda yang harus diutamakan dengan persentase sebesar 40%. 3. Menurut kendala yang menjadi penghambat dalam upaya penyediaan jalur sepeda berdasarkan zona diantaranya : Zona 1 : a. Adanya alih fungsi trotoar menjadi tempat berdagang para pedagang kaki lima dan parkir sembarangan. b. Banyaknya penghalang sirkulasi di trotoar. c. Tidak terdapat dinding pembatas antara drainase atau sungai 8 Jurnal Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

9 d. Rawan tertabrak kendaraan bermotor. Zona 2 : a. Terdapat pedagang kaki lima yang berdagang di bahu jalan. b. Tingginya kecepatan volume kendaraan bermotor. c. Kapasitas trotoar yang tidak layak untuk pejalan kaki. d. Ukuran badan jalan yang kurang lebar. 4. Menurut hasil semua analisis diatas, maka dapat di simpulakan bahwa : a) Zona 1 : Mempunyai peluang jalur sepeda yang sangat cocok di zona 1 dengan tipe klasiikasi jalur sepeda 1, karena kondisi trotoar yang cukup lebar ataupun trotoar dapat di lebarkan untuk penunjang adanya jalur sepeda. b) Zona 2 Mempunyai peluang jalur sepeda yang cocok di zona 2 dengan tipe klasifikasi jalur sepeda 2, karena kondisi lebar jalan yang kurang lebar (sekitar 10 sampai 12 meter) serta tingginya volume kendaraan bermotor. SARAN 1. Dengan kebijakan yang sudah sesuai, pemerintah dapat merealisasikan jalur sepeda dengan standar-standar teknis yang sesuai agar kenyamanan jalur sepeda dapat lebih terjamin, ketegasan pemerintah terhadap berbagai bentuk pelanggaran, dan perlunya sosialisasi yang baik oleh pemerintah Kota Bogor ke masyarakat Kota Bogor untuk adanya peluang jalur sepeda guna penunjang aktivitas masyarakat sekitar. 2. Adanya komitmen antara pemerintah Kota Bogor dengan masyarakat Kota Bogor agar peluang jalur sepeda dapat di realisasikan. 3. Zona 1 : a. Masyarakat menginginkan agar tersedianya jalur sepeda yang nyaman b. Kendala yang perlu di perhatikan di zona 1 antara lain : 1) Sirkulasi : Perlunya pengaturan terhadap fasilitas umum yang menghalangi sirkulasi bersepeda, seperti perlunya penertiban terhadap kegiatan lain yang ada di trotoar. 2) Keselamatan : Perlunya penyediaan pagar pembatas di sekitar trotoar atau jalur sepeda karena berada di lokasi yang terjal dan drainase yang curam. 3) Kebersihan dan Keindahan : Perlunya penyediaan sarana dan prasarana kebersihan serta pembersihan saluran air di sekitar trotoar yang telah tersumbat dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitar trotoar agar tidak terjadi pemandangan yang kumuh di sekitar zona 1. c. Peluang jalur sepeda dalam jangka menengah dapat direalisasikan di zona 1 dengan tipe jalur sepeda 1, dilihat dari karakteristik lahannya yang mencukupi pelebaran untuk jalur sepeda. 4. Zona 2 : a. Masyarakat menginginkan agar tersedianya jalur sepeda yang baik, seperti sirkulasi lancar, terjaminnya keselamatan serta tersedianya fasilitas penunjang bersepeda seperti rambu-rambu, parkir sepeda, dan tempat peristirahatan khusus pengendara sepeda. b. Kendala yang perlu di perhatikan di zona 2 antara lain : 1) Sirkulasi : Perlunya pengaturan terhadap fasilitas umum yang menghalangi sirkulasi bersepeda, seperti perlunya penertiban terhadap kegiatan lain yang ada di trotoar dan di bahu jalan. 2) Keselamatan : Perlunya marka jalur sepeda yang cukup aman di bahu jalan agar terhindar dari kendaraan bermotor. 3) Kebersihan dan Keindahan : Perlunya penyediaan sarana dan prasarana kebersihan serta pembersihan saluran air di sekitar trotoar yang telah tersumbat dan penertiban pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitar trotoar agar tidak terjadi pemandangan yang kumuh di sekitar zona 2. c. Peluang jalur sepeda dalam jangka panjang dapat direalisasikan di zona 2 dengan tipe jalur sepeda 2, dilihat dari karakteristik lahannya yang belum mencukupi pelebaran untuk jalur sepeda. d. Perlunya pengendalian kendaraan bermotor yang melewati lokasi tersebut Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di SekelilingKebun Raya Bogor (Dyah Prabaningrum) 9

10 terutama di zona 2 agar peluang jalur sepeda untuk tipe klasifikasi jalur sepeda 2 dapat di realisasikan. 5. Dalam penyusunan tugas akhir ini terdapat kekurangan, diantaranya : a) Mengidentifikasi kecepatan pengendara sepeda yang melewati lokasi tersebut. b) Mengidentifikasi konflik antara pengendara sepeda dengan pejalan kaki apabila sama-sama menggunakan jalur trotoar. c) Mengidentifikasi pergerakan sepeda yang berlawanan dan tidak berlawanan arus. d) Mengidentifikasi kesiapan pemerintah Kota Bogor dengan adanya jalur sepeda. DAFTAR PUSTAKA Artiningsih Peluang Pengembangan Jalur Sepeda pada Kota yang Berwawasan Lingkungan. Disampaikan dalam Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota di ITS Surabaya. Surabaya. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor (RTRW) Tahun Baskoro, Sinta The Centre of Sustainable Transportation Canada. Canada. Federal High Way Administration (FHWA) Safety and Locational Criteria for Bicycle Facilities: User Manual, vol. 2, U.S. Departement of Transportation. Washington, DC. Institute of Traffic and Transportation Engineering (ITTE) Bileway Planning Criteria and Guidelienes, University of California at Los Aneles, Los Angeles. Khisty, C. J Pedestrian Cross Flow Characteristics dan Performance, Environment and Behavior, vol. 17, no. 6, pp Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun Manajemen Rekayasa dan Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Sekretariat Negara. Jakarta. Undang - Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sekretariat Negara. Jakarta. Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Pakuan, 2012, Identifikasi Peluang Jalur Sepeda Di Sekeliling Kebun Raya Bogor, Laporan Akhir Studio Perencanaan Kota, Bogor. RIWAYAT PENULIS Dyah Prabaningrum, Mahasiswa Strata 1 (satu) jurusan Teknik Planologi Universitas Pakuan Bogor. 10 Jurnal Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota FT-Unpak

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Perpindahan tempat yang dilakukan manusia ke tempat lainnya dilakukan dengan

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan di jalan raya merupakan issue yang sedang berkembang saat ini. Menurut data dari WHO dalam Sutawi (2006) sejak penemuan kendaraan bermotor lebih dari seabad

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Transportasi khususnya transportasi darat, fasilitas bagi pengguna jalan akan selalu mengikuti jenis dan perilaku moda yang digunakan. Sebagai contoh, kendaraan

Lebih terperinci

UPAYAPENGGUNAANSEPEDA SEBAGAI MODA TRANSPORTASI DI KOTA SURABAYA

UPAYAPENGGUNAANSEPEDA SEBAGAI MODA TRANSPORTASI DI KOTA SURABAYA UniversitasGunadarma- Depok18-19Oktober2011 UPAYAPENGGUNAANSEPEDA SEBAGAI MODA TRANSPORTASI DI KOTA SURABAYA Dwi SUliStyOI Bunga Triana2 Neneng Winarsih3 J,2,3Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan studi yang merupakan ringkasan hasil studi yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam melakukan studi, serta saran-saran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Salah satu permasalahan penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Kota Bandung adalah permasalahan transportasi. Transportasi adalah penunjang fungsi sosial ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK A.R. Indra Tjahjani 1, Gita Cakra 2, Gita Cintya 3 1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Pancasila Jakarta, Lenteng Agung Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalur pejalan kaki merupakan salah satu wadah atau ruang yang digunakan para pejalan kaki untuk melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Becak Becak (dari bahasa Hokkien : be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS BAB 4 ANALISIS 4.1. Analisis Kondisi Fisik Tapak 4.1.1. Tinjauan Umum Kawasan Kawasan Kelurahan Lebak Siliwangi merupakan daerah yang diapit oleh dua buah jalan yaitu Jalan Cihampelas (di sebelah barat

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) A. Tujuan Instruksional 1. Umum SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat) Mahasiswa dapat memahami tentang

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisa pengamatan di lapangan, studi referensi, perhitungan dan juga hasil evaluasi mengenai KINERJA RUAS JALAN RAYA CIBIRU JALAN RAYA CINUNUK PADA

Lebih terperinci

EVALUASI PELAYANAN LAHAN PARKIR KENDARAAN RODA EMPAT DI TERMINAL 1 BANDAR UDARA SOEKARNO HATTA TANGERANG BANTEN*

EVALUASI PELAYANAN LAHAN PARKIR KENDARAAN RODA EMPAT DI TERMINAL 1 BANDAR UDARA SOEKARNO HATTA TANGERANG BANTEN* EVALUASI PELAYANAN LAHAN PARKIR KENDARAAN RODA EMPAT DI TERMINAL 1 BANDAR UDARA SOEKARNO HATTA TANGERANG BANTEN* Andreas Siregar Binus University, Jl. KH. Syahdan 9 Kemanggisan Jakarta Barat, 5345830,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG Sisca Novia Angrini Universitas Muhammadiyah Palembang Jl. Jend. Ahmad Yani No.13, Seberang Ulu I, Palembang email: siscaangrini@gmail.com Abstrak Jalan Kolonel

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan berisi pembahasan tentang posisi hasil penelitian terhadap teori yang digunakan sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Pembahasan akan secara kritis dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018

Sumber: Automology.com. Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018 Sumber: Automology.com Ir. BAMBANG PRIHARTONO,MSCE JAKARTA, 10 JANUARI 2018 OUTLINE O1 LATAR BELAKANG O2 DASAR HUKUM & LESSON LEARNED O3 KERANGKA KEBIJAKAN O4 O5 POTENSI LOKASI PENGATURAN SEPEDA MOTOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: M. TOGAR PRAKOSA LUMBANRAJA L2D 003 356 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pelaksanaan pembangunan tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pedestrian merupakan permukaan perkerasan jalan yang dibuat untuk menjamin keamanan pejalan kaki yang bersangkutan. Di mana orang-orang dapat tetap berpindah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini kita mengenal bahwa Yogyakarta adalah daerah yang terkenal sebagai kota pelajar, dari tahun ke tahun semakin bertambah jumlah penduduknya, terutama

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya kota dan tingginya populasi penduduk berdampak meningkatnya aktivitas perkotaan yang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau perangkutan adalah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

Indikator Konten Kuesioner

Indikator Konten Kuesioner Indikator Konten Kuesioner No Variabel Pertanyaan 1 Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 1. Bagaimana pendapat anda mengenai lokasi (positioning) kawasan jasa dan perdagangan di Jalan Pamulang Raya, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab. sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5. 1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan perhitungan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada jam-jam puncak kondisi eksisting di

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di sektor transportasi, peningkatan mobilisasi dengan kendaraan pribadi menimbulkan peningkatan penggunaan kendaraan yang tidak terkendali sedangkan penambahan ruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan perpindahan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lain. Adanya pasaran suatu produk dan penanaman

Lebih terperinci

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016 Manajemen Pesepeda Latar Belakang 2 Lebih dari setengah jumlah perjalanan seseorang dalam sehari < 4 km Bisa ditempuh dengan bersepeda < 20 menit Perjalanan pendek yang ditempuh dengan kendaraan bermotor,

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENSTRA DINAS PERHUBUNGAN PERIODE 2014 2018 Penyusunan RENSTRA Dinas Perhubungan periode 2014-2018 merupakan amanat perundangan yang diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Studi Elemen Preservasi Kawasan Kota dengan studi kasus Koridor Jalan Nusantara Kecamatan Karimun Kabupaten Karimun diantaranya menghasilkan beberapa kesimpulan:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Urusan Pemerintahan : 2. 09 Urusan Wajib Bukan Pelayanan Dasar Perhubungan Organisasi : 2. 09. 01 DINAS PERHUBUNGAN Sub Unit Organisasi : 2. 09. 01. 01 DINAS PERHUBUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR RINCIAN APBD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung

BAB I PENDAHULUAN. yang murah untuk mencari oleh oleh dan menjadi tujuan utama bagi pengunjung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu kota besar yang memiliki banyak potensi untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta. Dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan banyaknya aset wisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pejalan Kaki Menurut Pratama (2014) pejalan kaki adalah istilah dalam transportasi yang digunakan untuk menjelaskan orang yang berjalan di lintasan pejalan kaki baik dipinggir

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar merupakan tempat berkumpulnya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Pasar dibedakan menjadi dua, yaitu pasar modern dan pasar tradisional.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR Riyadi Suhandi, Budi Arief, Andi Rahmah 3 ABSTAK Penerapan jalur Sistem Satu Arah (SSA pada ruas jalan yang melingkari Istana Kepresidenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan Kota Megapolitan yang ada di Indonesia bahkan Jakarta menjadi Ibu Kota Negara Indonesia yang memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena

BAB I PENDAHULUAN. tetapi memiliki peran penting dalam sistem transportasi setiap kota karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas berjalan kaki merupakan suatu bagian integral dari aktivitas lainnya. Bagi masyarakat di daerah tropis, berjalan kaki mungkin kurang nyaman karena masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan perkotaan yang manusiawi merupakan lingkungan perkotaan yang ramah bagi pejalan kaki yang mempunyai ukuran dan dimensi berdasarkan skala manusia (Nasution,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permasalahan Transportasi di Perkotaan Menurut Abubakar, dkk (1995) salah satu ciri kota modern ialah tersedianya sarana transportasi yang memadai bagi warga kota. Fungsi, peran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2.

Kendaraan di DKI Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2. Kend/Panjang Jalan Sepeda Motor, , 61% 2. Panjang Jalan/ Luas Wilayah, km/km2 Kend/Panjang Jalan Kebijakan dan Strategi Penanganan Kemacetan Lalulintas di Perkotaan Oleh: Dr. Ir. Doni J. Widiantono, M.Eng.Sc. Kasi Kebijakan PR Nasional, Ditjen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN KEBUTUHAN RUANG PKL DI KORIDOR SURYAKENCANA Dhian Krisna Kusuma Umar Mansyur Ni Made Esti Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi dan Kendaraan bermotor Roda dua)

Lampiran 1. Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi dan Kendaraan bermotor Roda dua) Lampiran 1. Wawancara dengan Moda Transportasi Penumpang/Orang (angkutan Kota, Mobil Pribadi dan Kendaraan bermotor Roda dua) 1. Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu, apabila mengemudi kendaraan di dalam kota

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibu kota Jawa Tengah dan merupakan kota terbesar dengan jumlah penduduk sampai dengan akhir Desember tahun 2011 sebesar : 1.544.358 jiwa, terdiri

Lebih terperinci

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK

Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan ABSTRAK Studi Kemacetan Lalu Lintas Di Pusat Kota Ratahan Melisa Margareth 1, Papia J.C. Franklin 2, Fela Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado 2 & 3

Lebih terperinci

BAB II TINJAU PUSTAKA

BAB II TINJAU PUSTAKA BAB II TINJAU PUSTAKA A. Tinjauan Umum Diambil dari berbagai referensi yang ada, trotoar mempunyai pengertian sebagai berikut: 1. Bagian jalan disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya sejajar dengan

Lebih terperinci

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Persimpangan jalan adalah simpul transportasi yang terbentuk dari beberapa pendekat, dimana arus kendaraan dari berbagai pendekat bertemu dan memencar meninggalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ruas Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,

Lebih terperinci

JALAN TOL BAGI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR

JALAN TOL BAGI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR JALAN TOL BAGI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR (Perencanaan ruang bagi transportasi ramah lingkungan) Studi Kasus : Jalan Lingkungan Kampus UGM (Perempatan Jalan Kaliurang) I. LATAR BELAKANG Saat ini kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Jalur pedestrian di Jalan Sudirman Kota Pekanbaru dinilai dari aktivitas pemanfaatan ruang dan Pedestrian Level of Service. Jalur pedestrian di Jalan Sudirman

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan.

BAB I PENDAHULUAN. komponen lalu lintas yang sangat penting terutama di perkotaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan menambah semakin banyaknya tingkat transportasi yang ada. Transportasi merupakan sektor pendukung dalam setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Umum Fasilitas pejalan kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran, keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU Menimbang BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG

GAMBAR 6.1 KOMPOSISI PENGUNJUNG YANG DATANG DAN TERDAPAT DI KOTA BANDUNG BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai temuan-temuan studi yang didapat dari penelitian kali ini yang akan menjurus kepada suatu kesimpulan dari penelitian ini. Selain dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Tanjakan Ale Ale Padang Bulan, Jayapura, dapat disimpulkan bahwa:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Tanjakan Ale Ale Padang Bulan, Jayapura, dapat disimpulkan bahwa: 66 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Hasil pengelolaan data dan analisis kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan Tanjakan Ale Ale Padang Bulan, Jayapura, dapat disimpulkan bahwa: 1. Lokasi kejadian

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul berbagai macam permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang muncul berkembang tersebut disebabkan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA DAN PERENCANAAN PERBAIKAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI JALAN MERDEKA KOTA BANDUNG

EVALUASI KINERJA DAN PERENCANAAN PERBAIKAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI JALAN MERDEKA KOTA BANDUNG EVALUASI KINERJA DAN PERENCANAAN PERBAIKAN FASILITAS PEJALAN KAKI DI JALAN MERDEKA KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 21 TAHUN 2004 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI BAGI PELANGGAR KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KETERTIBAN LALULINTAS KOTA

Lebih terperinci

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5468 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java

3.1 Karakteristik Pusat Perbelanjaan Paris Van Java BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini membahas gambaran umum wilayah studi kawasan pusat perbelanjaan Paris Van Java yang mencakup karakteristik pusat perbelanjaan Paris Van Java, karakteristik ruas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Peningkatan Prasarana Transportasi Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan Pembangunan Jalan Baru Jalan bebas hambatan didalam kota Jalan lingkar luar Jalan penghubung baru (arteri) Peningkatan

Lebih terperinci

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK EVALUASI FUNGSI HALTE SEBAGAI TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM YANG MAKSIMAL (Studi Kasus Rute Depok Sudirman) Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka Email: nurhasanahd17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : A. Karakteristik kecelakaan berdasarkan beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG A. Penataan Taman Kota Dalam Konteks Ruang Terbuka Hijau Pembangunan perkotaan, merupakan bagian dari pembangunan nasional, harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Simpang Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu persimpangan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Lalu lintas berjalan menuju suatu tempat tujuan dan setelah mencapai tempat tersebut kendaraan harus diparkir, sementara pengendaranya melakukan berbagai urusan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa BAB I PENDAHULUAN I.1. Uraian Permasalahan transportasi berupa kemacetan, tundaan, serta polusi suara dan udara yang sering kita jumpai setiap hari di beberapa kota besar di Indonesia ada yang sudah berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemacetan Kemacetan adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Pariwisata juga merupakan suatu komponen dari pola 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan di Indonesia yang sedang digalakkan dewasa ini, pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pariwisata juga merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEDESTRIAN MALL DI JALAN IMAM BONJOL Pada bab ini akan dibahas mengenai masing-masing alternatif pedestrian mall yang diusulkan, analisis secara kuantitatif seperti analisis tingkat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. adapun obyek dalam penelitin ini adalah jalur sepeda tahap-1 di Kota Surabaya

BAB III GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. adapun obyek dalam penelitin ini adalah jalur sepeda tahap-1 di Kota Surabaya BAB III GAMBARAN OBYEK PENELITIAN Pada penelitian ini, obyek penelitian yang dibahas adalah mengenai kebijakan jalur sepeda di kota Surabaya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan menguraikan beberapa

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III BAB III DATA ALUN-ALUN KABUPATEN WONOGIRI Kabupaten Wonogiri, dengan luas wilayah 182.236,02 Ha secara geografis terletak pada garis lintang 7 0 32' sampai 8 0 15' dan garis bujur 110 0 41' sampai 111

Lebih terperinci

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan

IV.B.16. Urusan Wajib Perhubungan 16. URUSAN PERHUBUNGAN Pembangunan infrastruktur jaringan transportasi mempunyai peran penting dalam pengembangan suatu wilayah serta mendukung pertumbuhan sektor-sektor lain. Ketersediaan aksesibilitas

Lebih terperinci