KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT RESTU WIDYASTUTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT RESTU WIDYASTUTI"

Transkripsi

1 KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT RESTU WIDYASTUTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 ABSTRAK RESTU WIDYASTUTI. Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan RUDI HERYANTO. Jahe dikenal memiliki khasiat obat misalnya sebagai antioksidan, antiradang, dan antikanker. Rimpang jahe banyak digunakan sebagai komponen dalam berbagai sediaan obat herbal sehingga diperlukan ketersediaan metode untuk menjamin mutu dan khasiatnya. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi mutu rimpang jahe gajah melalui pengujian aktivitas antioksidan, pemeriksaan pola sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), penetapan kandungan senyawa utama, serta pembuatan model mutu ekstrak etanol rimpang jahe yang berasal dari 3 daerah, yaitu Ponorogo, Tangerang, dan Bogor. Semua sampel didapati berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat. Hasil analisis KCKT menunjukkan 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol sebagai senyawa dominan. Pengelompokan berdasarkan kandungan senyawa dominan dan sidik jari KCKT menggunakan analisis komponen utama menghasilkan kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Model mutu yang dibentuk menggunakan analisis diskriminan kuadrat terkecil parsial menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh komposisi keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan. Kata kunci: analisis multivariat, antioksidan, jahe, KCKT, sidik jari ABSTRACT RESTU WIDYASTUTI. Quality Control of Ginger Using High Performance Liquid Chromatography Fingerprint and Multivariate Analysis. Supervised by ETI ROHAETI and RUDI HERYANTO Ginger is known to have pharmacology effect such as antioxidant, antiinflamation, and anticancer. The rhizome of ginger is widely used as component in various herbal medicine preparations so that needed some methods to guarantee its quality and pharmacology effect. The aim of this research was to evaluate the quality of gajah ginger rhizome by antioxidant activity assay, high performance liquid chromatography (HPLC) fingerprint pattern examination, major compound content determination, and also quality model establishment of ginger ethanol extracts from 3 areas, that is Ponorogo, Tangerang, and Bogor. All samples were indeed potential as very strong antioxidant. The result of HPLC analysis showed 6-, 8-, and 10-gingerol, also 6-shogaol as dominant compounds. Grouping based on content of dominant compounds and HPLC fingerprint that used principal component analysis resulted group I (Tangerang), group II (Ponorogo), and group III (Bogor). The quality model that was formed using partial least square discriminant analysis showed that antioxidant activity of ginger was more defined by composition of all compounds than by its dominant compounds. Keywords: antioxidant, fingerprint, ginger, HPLC, multivariate analysis

3 KENDALI MUTU JAHE MENGGUNAKAN SIDIK JARI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI DAN ANALISIS MULTIVARIAT RESTU WIDYASTUTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

4 Judul Skripsi : Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat Nama : Restu Widyastuti NIM : G Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. Eti Rohaeti, M.S. Rudi Heryanto, S.Si., M.Si. NIP NIP Diketahui Ketua Departemen Kimia Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. NIP Tanggal lulus:

5 PRAKATA Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, nikmat, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penelitian serta skripsi dari kegiatan tersebut dengan judul Kendali Mutu Jahe Menggunakan Sidik Jari Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Analisis Multivariat. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang tetap berada di jalan-nya hingga akhir zaman. Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.S. dan Bapak Rudi Heryanto, S.Si., M.Si. selaku pembimbing yang telah membimbing, memberikan arahan, saran, dan dorongan selama melaksanakan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ayahanda, Ibunda, Adik, dan Sahabat tercinta yang telah memberikan dukungan moral dan material sehingga menjadi motivasi penulis untuk berbuat yang terbaik. Terima kasih juga kepada Pak Eman, Pak Kosasih, Pak Dede, Bu Nunung, dan seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik, serta staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2013 Restu Widyastuti

6 RIWAYAT HIDUP Restu Widyastuti, lahir di Ponorogo pada tanggal 4 Desember Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Djaka Santoso dan Ibu Misratun. Penulis memiliki satu adik perempuan bernama Rista Afina Widyarkanti. Penulis memulai pendidikannya di TK PGRI Prayungan (Ponorogo) pada tahun Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Prayungan (Ponorogo) pada tahun , SMP Negeri 1 Jetis (Ponorogo) pada tahun , dan SMA Negeri 2 Ponorogo pada tahun Setelah lulus dari jenjang pendidikan SMA, penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kimia, anggota UKM Gentra Kaheman (2008/2009) dan anggota UKM Catur (2008/2009). Bulan Juli-Agustus 2011, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT. Ajinomoto Indonesia Mojokerto.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN... 1 BAHAN DAN METODE... 2 Bahan dan Alat... 2 Metode... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN... 4 Deskripsi Karakteristik Kimia Rimpang Jahe... 4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Rimpang Jahe... 5 Analisis Kuantitatif Gingerol dan Shogaol Menggunakan KCKT... 6 Klasifikasi Rimpang Jahe Menggunakan PCA... 8 Analisis PLSDA untuk Model Mutu Ekstrak Jahe... 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 14

8 6 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi air-asetonitril pada elusi gradien KCKT Nilai IC 50 ekstrak kasar rimpang jahe Rerata kadar gingerol dan shogaol hasil KCKT dalam simplisia jahe Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rerata kadar air, kadar abu, dan rendemen sampel rimpang jahe asal Ponorogo ( ), Tangerang ( ), dan Bogor ( ) Plot skor PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan aktivitas antioksidan Kromatogram KCKT standar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol Kromatogram KCKT ekstrak kasar jahe Ponorogo Struktur kimia 6-gingerol (a) dan 6-shogaol (b) Alur proporsi varians 4 komponen utama Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan kadar senyawa 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol Alur proporsi varians 7 komponen utama Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan sidik jari KCKT

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Bagan alir penelitian Kadar air sampel rimpang jahe Kadar abu sampel rimpang jahe Rendemen ekstrak kasar rimpang jahe Kondisi geografis daerah asal jahe Standar mutu simplisia jahe kering berdasarkan SNI Contoh foto rendemen ekstrak kasar rimpang jahe Contoh foto uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Data uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Uji Duncan aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Kromatogram ekstrak kasar rimpang jahe hasil KCKT Data hasil KCKT ekstrak kasar rimpang jahe Penentuan kadar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol dalam simplisia kering rimpang jahe Uji Duncan kadar senyawa dominan rimpang jahe Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan... 38

10 1 PENDAHULUAN Obat-obatan herbal telah banyak dimanfaatkan selama ribuan tahun di negaranegara oriental seperti Cina dan Jepang, bahkan saat ini telah menarik perhatian dunia. Obat herbal lebih sering dimanfaatkan sebagai produk jamu dan kosmetik, dikarenakan obat herbal cenderung lebih aman dan memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat sintetis. Semakin banyaknya penggunaan obat herbal tersebut kurang diimbangi dengan pengawasan yang baik terhadap kualitasnya sehingga menjadi kendala untuk pengembangan dan modernisasi produk jamu. Belakangan ini, semakin banyak jamu berkualitas rendah dan adanya pemalsuan dengan tanaman lain yang lebih murah dari genus yang sama meskipun tidak diketahui efeknya. Hal tersebut dapat memengaruhi keamanan dan kemanjuran obat-obatan herbal (Jing et al. 2011). Kandungan kimia dalam tanaman herbal juga dapat beragam karena perbedaan musim panen, asal-usul tanaman, proses pengolahan, dan faktor lainnya (Liang et al. 2004). Pembentukan sistem kontrol kualitas tanaman obat yang canggih dan efektif diperlukan untuk menjamin mutu produk jamu yang di antaranya meliputi keaslian, keamanan, dan kemanjuran tanaman obat (Chen 2006). Jahe termasuk famili Zingiberaceae yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Jahe memiliki 3 varietas, yaitu jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah. Rimpang jahe gajah lebih besar dan gemuk, berwarna kuning, berserat halus dan sedikit, serta beraroma maupun berasa kurang tajam. Jahe emprit ruasnya lebih kecil, agak rata, berserat halus, serta beraroma dan berasa lebih tajam. Jahe merah rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil daripada jahe emprit, berserat kasar, dan beraroma sangat tajam. Jahe memiliki efek farmakologis sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat lain. Jahe sering digunakan sebagai obat batuk, masuk angin, diare, rematik, anti-mual, radang tenggorokan, menghilangkan rasa sakit, asma, dan lainnya (Harmono dan Andoko 2005). Komponen senyawa kimia dalam jahe terdiri dari minyak menguap, minyak tidak menguap (oleoresin), dan pati. Minyak menguap merupakan komponen yang memberi bau khas, sedangkan komponen oleoresin dalam minyak tidak menguap memberi rasa pahit dan pedas. Komponen utama dari oleoresin adalah gingerol (C 17 H 26 O 4 ), shogaol (C 17 H 24 O 3 ), dan resin (Chrubasik dan Pitler 2005). Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat antioksidan dan antikanker. Oleoresin jahe yang mengandung gingerol, shogaol, dan zingeron memiliki sifat antioksidan melebihi α-tokoferol (Kikuzaki dan Nakatani 1993). Jahe yang digunakan sebagai bahan baku industri terkadang merupakan jahe berkualitas rendah dan bukan jahe murni, melainkan campuran dari beberapa varietas jahe atau bahkan dengan tanaman lain yang memiliki ciri hampir sama dengan jahe. Untuk menghilangkan masalah tersebut, diperlukan kontrol kualitas jahe yang ditekankan pada kandungan kimianya. Identifikasi morfologi dan mikroskopis dapat digunakan untuk menentukan keaslian tanaman jahe. Selain itu, ciri fisik dan kimia yang ditemukan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas tanaman jahe dari standar kualitas yang ada (Jiang et al. 2006). Penentuan unsur kimia dan senyawa aktif yang penting juga diperlukan untuk mencerminkan kualitas intrinsik tanaman jahe, konsistensi, dan kemanjurannya (Ernst 2002). Penentuan mutu tanaman obat berdasarkan sidik jari (fingerprint) telah dilakukan dengan berbagai metode seperti kromatografi lapis tipis (TLC), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), elektroforesis kapiler (CE), spektroskopi inframerah (FTIR), dan spektrometri resonans magnetik inti (NMR). Darusman et al. (2007) pernah menerapkan analisis FTIR untuk mendapatkan sidik jari sediaan ekstrak kunyit, temu lawak, jahe, temu kunci, dan cabe jawa. Metode analisis HPLC digunakan oleh Tao et al. (2011) untuk mendapatkan pola sidik jari dari obat herbal Cina (Gastrodia). Metode analisis yang sama (HPLC) dilakukan oleh Wahyuni (2010) untuk validasi sidik jari ekstrak Phyllanthus niruri L. Umam (2011) juga menerapkan metode FTIR dan HPLC untuk diferensiasi tanaman jahe melalui sidik jari yang diperoleh. Metode yang digunakan untuk klasifikasi dan penentuan kualitas ekstrak jahe dalam penelitian ini adalah sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Keunggulan dari metode sidik jari KCKT adalah kemampuannya untuk mendeteksi komponen kimia dalam tanaman obat, menentukan komposisi dari semua komponen dalam sampel yang sesuai untuk setiap area puncak sidik jari, mengidentifikasi jenis obat yang sama dari koleksi yang berbeda, dan mengklasifikasikannya berdasarkan tingkat

11 2 kesamaan sidik jari (Tao et al. 2011). Metode sidik jari KCKT untuk evaluasi kualitas tanaman obat telah digunakan secara luas karena sangat selektif, sensitif, dan memiliki presisi yang bagus sehingga secara kimia dapat mewakili karakteristik dari obat-obatan herbal yang diselidiki (Liang et al. 2004). Sidik jari KCKT sangat rumit sehingga perbedaan antara kromatogram tidak tampak dengan jelas. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode kemometrik untuk mendapatkan informasi tersembunyi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dari daerah sidik jari tersebut. Metode kemometrik yang digunakan ialah analisis multivariat menggunakan principal component analysis (PCA) dan partial least square discriminant analysis (PLSDA). Metode ini memainkan peran penting dalam diskriminasi dan klasifikasi tanaman obat (Jing et al. 2011). Selain itu, metode berbasis sidik jari KCKT ini digunakan parameter lain sebagai indikator baik tidaknya mutu suatu ekstrak, yaitu nilai bioaktivitasnya (aktivitas antioksidan). Penggunaan metode kemometrik tersebut diharapkan mampu mengelompokkan tanaman obat berdasarkan kemiripan pola sidik jarinya dan mengekstrak informasi tersembunyi dari ekstrak yang diuji. Penelitian ini bertujuan membuat kromatogram sidik jari KCKT, menentukan kandungan senyawa dominan, dan menguji aktivitas antioksidan ekstrak kasar jahe dari 3 daerah, yaitu Ponorogo, Tangerang, dan Bogor. Analisis PCA terhadap sidik jari KCKT dilakukan untuk melihat pengelompokan antardaerah asal jahe. Analisis PLSDA juga dilakukan untuk menduga keterkaitan antara aktivitas antioksidan jahe dengan kandungan senyawa dominan maupun pola sidik jarinya. Jahe yang digunakan dari varietas jahe gajah yang diekstrak menggunakan pelarut etanol dengan cara ekstraksi ultrasonik. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rimpang jahe gajah yang berasal dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) masing-masing 3 sampel dengan rimpang yang berbeda, standar campuran (6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6- shogaol), etanol 96%, etanol pa, 1.1-difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH), metanol pa, dan fase gerak KCKT (air dan asetonitril). Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer Microplate Reader BioRad model 3550; perangkat HPLC Hitachi L-2420 yang dilengkapi dengan detektor ultraviolet (UV), sistem pompa gradien, dan sistem injeksi loop; kolom Shimadzu C18, 4.6 x 250 mm, 5μm, 120 Å; membran filter 0.45 μm; neraca analitik; oven; tanur; perangkat ekstraksi ultrasonik; penguap putar; perangkat keras komputer; serta perangkat lunak The Unscrambler X dan SAS versi 9.0. Metode Tahapan Penelitian Secara umum, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, yaitu preparasi simplisia dan ekstrak kasar jahe. Pertamatama, jahe segar dikeringkan, dihaluskan, dan ditentukan kadar air serta abunya. Selanjutnya, simplisia jahe diekstrak menggunakan teknik ekstraksi ultrasonik dengan pelarut etanol. Tahap kedua, yaitu uji aktivitas antioksidan ekstrak jahe menggunakan metode DPPH dan analisis ekstrak jahe menggunakan KCKT. Tahap terakhir, yaitu pengolahan data uji aktivitas antioksidan dan analisis KCKT dengan metode PCA dan PLSDA menggunakan perangkat lunak The Unscrambler X hingga diperoleh kelas jahe dan model mutu ekstrak jahe. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Preparasi Sampel (Daryono 2010) Jahe segar dibersihkan dari kotoran, kemudian diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan cara dijemur dan diangin-angikan. Setelah kering, jahe kemudian digiling hingga diperoleh simplisia jahe. Simplisia jahe dikeringkan dalam oven pada suhu 40 C hingga kadar airnya kurang dari 10%. Penentuan Kadar Air (WHO 1998) Kadar air simplisia jahe ditentukan dengan gravimetri evolusi tidak langsung. Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 C selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator. Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui bobotnya. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 105 C hingga diperoleh bobot konstan (perbedaan < 5 mg). Kadar air diperoleh dari nisbah selisih bobot awal dengan bobot sampel setelahdikeringkan terhadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Kadar air 100

12 3 Ket: A = bobot sampel sebelum dikeringkan B = bobot sampel setelah dikeringkan Penentuan Kadar Abu (WHO 1998) Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah dikeringkan pada suhu 105 C selama 30 menit dan diketahui bobotnya. Cawan dipanaskan sampai sampel tidak berasap kemudian dipindahkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 690 C sampai semua karbon berwarna keabuan hilang. Cawan kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu diperoleh dari nisbah bobot abu dengan bobot sampel. bobot abu Kadar abu 100 bobot sam el Ekstraksi Jahe (BPOM 2005, Anwar 2011) Simplisia jahe dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) diekstraksi dengan rasio bahan:pelarut adalah 1:5. Sebanyak 20 g simplisia jahe dicampur dengan 100 ml etanol 96% ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Campuran kemudian diekstraksi pada suhu 40 C dengan gelombang ultrasonik 42 khz selama 15 menit. Maserat disaring ke dalam erlenmeyer lain, sedangkan ampas diperlakukan sama sebanyak 2 kali ekstraksi. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 C hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang diperoleh ditentukan % rendemennya. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Juarez et al. 2011). Sebanyak 100 µl ekstrak dengan konsentrasi , 3.125, 6.25, 12.5, 25, 50, dan 100 µg/ml ditambah dengan 100 µl larutan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) 125 µm dalam etanol pa. Setelah itu larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan yang hanya mengandung DPPH digunakan sebagai kontrol negatif. Aktivitas penangkapan DPPH dihitung berdasarkan persamaan: ktivitas sam el 100 Nilai konsentrasi penghambatan 50% (IC 50 ) dihitung berdasarkan kurva kalibrasi menggunakan hasil persen aktivitas penangkapan DPPH dan log konsentrasi larutan ekstrak. IC 50 menunjukkan nilai konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Analisis Menggunakan KCKT (Lee et al. 2007) Larutan standar campuran disiapkan dengan melarutkan masing-masing 10.0 mg senyawa dalam 25 ml metanol pa. Kemudian larutan diencerkan dalam labu takar 5 ml hingga diperoleh konsentrasi 50.0 µg/ml (6- gingerol), 25.0 µg/ml (8-gingerol), 50.0 µg/ml (10-gingerol), dan 50.0 µg/ml (6- shogaol). Selanjutnya larutan standar diambil masing-masing 1 ml untuk dicampur, kemudian disaring melalui membran filter 0.45 µm dan ditempatkan dalam botol kecil. Untuk pembuatan larutan sampel, ekstrak jahe dari 3 daerah (Bogor, Tangerang, dan Ponorogo) ditimbang sebanyak 25 mg lalu dilarutkan dalam 5 ml metanol pa hingga diperoleh konsentrasi 5000 µg/ml. Selanjutnya larutan disaring melalui membran filter 0.45 µm dan ditempatkan dalam botol kecil. Larutan standar dan sampel yang telah disiapkan kemudian dianalisis menggunakan KCKT. Kolom yang digunakan adalah Simadzu C18, 4.6 x 250 mm, 5μm, 120 Å. Suhu kolom dijaga konstan sebesar 40 C. Detektor yang digunakan adalah UV pada panjang gelombang 280 nm. Laju alir fase gerak 1 ml/menit. Volume larutan yang diinjeksikan adalah 20 µl. Fase gerak yang digunakan adalah air-asetonitril dalam modus gradien seperti disajikan pada Tabel 1. Pertama-tama dilakukan injeksi tunggal dari pelarut ekstrak (metanol), kemudian larutan standar dan sampel. Jumlah puncak yang muncul pada kromatogram setiap ekstrak dihitung. Data sidik jari KCKT masingmasing ekstrak dianalisis dan dibedakan berdasarkan jumlah puncak komponen dan waktu retensinya. Tabel 1 Komposisi air-asetonitril pada elusi gradien KCKT Waktu (menit) % air % asetonitril Analisis Multivariat (Darusman et al. 2007) Data yang meliputi kadar senyawa dominan, waktu retensi, dan area sidik jari KCKT diolah dengan PCA dan PLSDA menggunakan perangkat lunak The

13 4 Unscrambler X. Analisis menggunakan PCA berfungsi untuk membuat pola pengelompokan ekstrak berdasarkan kadar senyawa dominan dan sidik jari KCKT yang diperlihatkan pada plot skor dua dimensi. Plot skor untuk dua komponen utama (PC) pertama biasanya paling berguna dalam analisis karena kedua PC ini mengandung paling banyak keragaman dalam data. PLSDA berfungsi untuk membuat model mutu ekstrak. Model ini digunakan untuk menduga keterkaitan antara aktivitas antioksidan dengan senyawa dominan dan sidik jari KCKT dari ekstrak. Dalam PLSDA, data kadar senyawa dominan dan area sidik jari digunakan sebagai peubah bebas, sedangkan untuk data responnya digunakan peubah tak bebas yang berunsurkan 0 dan 1. Peubah tak bebas ini diturunkan dari nilai aktivitas antioksidan ekstrak. Jika nilai IC 50 sampel < IC 50 standar, maka diberikan nilai 1, dan sebaliknya diberikan nilai 0. Pemberian nilai 0 dan 1 ini juga bisa dilakukan dari hasil pengelompokan aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak dengan kelompok IC 50 lebih kecil diberikan nilai 1 dan sebaliknya diberikan nilai 0. Pemodelan dilakukan dengan memanfaatkan sarana regresi multivariat PLS. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Karakteristik Kimia Rimpang Jahe Analisis karakteristik kimia rimpang jahe gajah meliputi kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak kasar yang reratanya disajikan pada Gambar 1 dan data lengkapnya berturut-turut pada Lampiran 2 4. Kadar air paling tinggi ditunjukkan oleh jahe asal Bogor, disusul jahe asal Ponorogo, kemudian Tangerang. Perbedaan ini umumnya dipengaruhi oleh proses pascapanen (pencucian, pengeringan, penggilingan, dan penyimpanan) (Rafi et al. 2012). Selain itu, iklim dan curah hujan juga berpengaruh terutama pada jahe segar. Kondisi geografis daerah asal jahe dapat dilihat pada Lampiran 5. Iklim basah dengan curah hujan sangat tinggi seperti daerah Bogor mengakibatkan tanaman jahe memiliki kadar air lebih besar. Sementara iklim dengan 2 musim (penghujan dan kemarau) seperti daerah Ponorogo dan Tangerang mengakibatkan jahe memiliki kadar air lebih kecil. Kadar air penting untuk proses pengolahan jahe lebih lanjut. Simplisia jahe kering dengan kadar air kecil akan memiliki masa simpan yang lebih lama. Jika kadar air tinggi, maka akan cepat rusak karena ditumbuhi kapang dan organisme lainnya. Tinggi rendahnya kadar air juga berpengaruh pada proses ekstraksi. Jika kadar air tinggi, maka zat-zat yang larut air seperti karbohidrat, protein, resin, dan gom akan ikut terekstraksi sehingga dapat memengaruhi jumlah dan komposisi komponen kimia dari rendemen yang diperoleh (Daryono 2010). Oleh karena itu, simplisia yang akan diproses lebih lanjut sebaiknya memiliki kadar air lebih kecil daripada standar mutu yang ditetapkan, yaitu SNI (Lampiran 6). Kadar air simplisia jahe asal Ponorogo dan Tangerang telah memenuhi standar mutu tersebut, sehingga memiliki mutu lebih baik daripada simplisia jahe asal Bogor. Jumlah (%) Kadar air Kadar abu Rendemen Karakteristik kimia Gambar 1 Rerata kadar air, kadar abu, dan rendemen sampel rimpang jahe asal Ponorogo ( ), Tangerang ( ), dan Bogor ( ) Kadar abu menunjukkan kandungan mineral dalam jahe. Kadar abu jahe asal Ponorogo paling tinggi, disusul jahe asal Bogor, kemudian Tangerang. Sampel jahe asal Tangerang memiliki kadar abu lebih kecil daripada standar mutu, sedangkan kadar abu jahe asal Ponorogo dan Bogor lebih besar dari standar mutu yang ada. Perbedaan kadar abu umumnya dipengaruhi oleh jenis tanah dan ketersediaan hara di daerah asal jahe (Rafi et al. 2012). Ponorogo merupakan daerah dengan banyak pegunungan kapur sehingga mengandung banyak mineral terutama kalsium. Oleh karena itu, jahe asal Ponorogo memiliki kadar abu paling tinggi. Kondisi geografis daerah Bogor merupakan pegunungan yang subur dengan jenis tanah latosol, sedangkan daerah Tangerang merupakan dataran rendah juga dengan jenis tanah latosol. Jenis tanah ini tidak banyak mengandung mineral, sehingga kadar abunya lebih rendah.

14 5 Ekstraksi simplisia jahe untuk memperoleh ekstrak kasar berupa oleoresin dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu penyiapan bahan, jenis pelarut, metode dan kondisi proses ekstraksi, serta proses pemisahan/penguapan pelarut ekstrak (Purseglove et al. 1981). Dalam penelitian ini digunakan ekstraksi ultrasonik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 42 khz. Keuntungan metode ini antara lain waktu proses lebih singkat, produk lebih banyak, dan kualitas produk lebih baik (Widjanarko et al. 2011). Pelarut etanol digunakan untuk ekstraksi karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu titik didihnya rendah, aman, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Meskipun demikian, etanol juga memiliki kelemahan, yaitu larut di dalam air sehingga dapat melarutkan komponen larut air seperti karbohidrat, protein, dan gom sehingga kemurnian oleoresin berkurang. Untuk memenuhi standar, ekstrak oleoresin harus diuapkan pelarutnya sampai batas yang tetap untuk setiap jenis pelarut. Pemisahan pelarut dilakukan dengan penguapan vakum pada suhu sekitar 40 C untuk menghindari kerusakan senyawa dan penguapan minyak atsirinya (Purseglove et al. 1981). Oleoresin jahe yang diperoleh berbentuk cairan sangat kental dan berwarna cokelat tua atau gelap dengan aroma khas jahe (Lampiran 7). Rendemen yang diperoleh berbeda-beda untuk setiap sampel, tetapi jumlahnya relatif sama untuk setiap daerah. Rendemen yang diperoleh berkisar antara 6.74 sampai 7.81% dan masih memenuhi standar mutu yang ada untuk penggunaan pelarut etanol. Rendemen ini cukup besar, meskipun pada penelitian Daryono (2010), penggunaan pelarut etanol 70% dan waktu ekstraksi 3 jam menghasilkan rendemen yang lebih besar (9.98%). Meskipun demikian, penggunaan ekstraksi ultrasonik dengan pelarut etanol 96% menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan pelarut n-heksana yang hanya menghasilkan rendemen 1.58% pada jahe kering dan 1.13% pada jahe basah (Daryono 2010). Rendemen tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi geografis daerah asal jahe karena besarnya relatif sama. Namun, kemiripan jumlah rendemen tidak selalu menunjukkan kemiripan kandungan kimianya, sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Rimpang Jahe Analisis aktivitas antioksidan ekstrak kasar jahe dilakukan menggunakan metode DPPH karena mudah, cepat, dan sensitif. Larutan DPPH berwarna ungu dan mengabsorpsi kuat pada panjang gelombang 517 nm. Antioksidan bereaksi dengan DPPH dengan cara menyumbangkan atom hidrogen atau elektron sehingga mengubah DPPH ke bentuk DPPH- H (hidrazina). Tingkat penghilangan warna menunjukkan potensi peredaman radikal bebas dari senyawa antioksidan. Pada waktu bereaksi, larutan mengalami perubahan warna dari ungu ke kuning (Lampiran 8), dan intensitas warna bergantung pada kemampuan antioksidan (Semuel 2008). Uji aktivitas antioksidan melalui penentuan nilai IC 50 menunjukkan rerata nilai IC 50 jahe asal Bogor lebih besar daripada jahe asal Ponorogo dan Tangerang (Tabel 2). Data lengkap uji aktivitas antioksidan ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai IC 50 semua sampel berkisar antara 9.34 sampai µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rimpang jahe berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat karena memiliki nilai IC 50 di bawah 50 µg/ml (Jun et al. 2003). IC 50 merupakan konsentrasi yang dapat menghambat 50% radikal bebas. Semakin kecil nilai IC 50, aktivitas penghambatan radikal bebas dari ekstrak semakin bagus. Tabel 2 Nilai IC 50 ekstrak kasar rimpang jahe Sampel Nilai IC 50 * Rerata IC 50 Ponorogo d Ponorogo d b Ponorogo e Tangerang d Tangerang e b Tangerang d Bogor a Bogor b a Bogor c * Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Aktivitas antioksidan pada tanaman jahe disebabkan oleh berbagai molekul penghambat radikal bebas seperti fenol, flavonoid, vitamin, dan terpenoid (Cai et al. 2003). Berbagai penyusun polifenolik dalam tanaman jahe merupakan antioksidan yang efektif secara in vitro dibandingkan dengan vitamin C dan E. Senyawa dalam jahe yang

15 6 diduga paling aktif sebagai antioksidan adalah 6-gingerol dan 6-shogaol (Suhaj 2004). Antioksidan alami cenderung aman dan juga memiliki potensi sebagai antivirus, antiradang, antikanker, antitumor, dan memiliki sifat hepatoprotektif (Lim dan Murtijaya 2007). Uji Duncan nilai IC 50 digunakan untuk melihat pengelompokan aktivitas antioksidan di antara ketiga daerah. Hasil uji menunjukkan rerata nilai IC 50 berbeda nyata untuk daerah Bogor dan tidak berbeda nyata untuk daerah Ponorogo dan Tangerang (Lampiran 10). Hasil dikatakan berbeda nyata jika nilai Pr < selisih rata-rata tiap perlakuan. F hitung > F tabel artinya menolak hipotesis bahwa rata-rata antarperlakuan yang dicobakan sama. Nilai 0.05 merupakan taraf signifikansi dan diberi simbol atau α yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, sedangkan nilai (1- α)100 disebut taraf ke ercayaan. Jika α sebesar 0.05 atau 5% berarti sama dengan menentukan taraf kepercayaan sebesar (1-0.05)=0.95 atau 95% (Winer 1971). Uji Duncan menghasilkan 2 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Bogor) dan kelompok II (Tangerang dan Ponorogo). Pengelompokan aktivitas antioksidan menggunakan PCA menghasilkan plot skor 2 dimensi (Gambar 2), yang menunjukkan 2 kelompok aktivitas antioksidan. Kelompok I memiliki nilai IC 50 lebih besar, yaitu jahe asal Bogor dan kelompok II memiliki nilai IC 50 lebih kecil, yaitu jahe asal Tangerang dan Ponorogo. Berdasarkan aktivitas antioksidan, jahe kelompok II memiliki mutu lebih baik. Pengelompokan aktivitas antioksidan berdasarkan PCA telah sesuai dengan uji Duncan. II Gambar 2 Plot skor PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan aktivitas antioksidan Analisis Kuantitatif Gingerol dan Shogaol Menggunakan KCKT Analisis KCKT dilakukan terhadap seluruh sampel ekstrak kasar jahe menggunakan standar campuran yang berisi 6-, 8-, dan 10- gingerol, serta 6-shogaol dengan konsentrasi I berturut-turut 50, 25, 50, dan 50 µg/ml. Fase diam hidrofobik (C18) digunakan dengan fase gerak air dan asetonitril dalam modus gradien yang mengelusi selama 35 menit. Setiap sampel diukur 1 kali sehingga diperoleh 9 kromatogram (Lampiran 11). Contoh kromatogram standar dan sampel disajikan pada Gambar 3 dan 4. Berdasarkan kromatogram standar, waktu retensi 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol berturut-turut , , , dan menit. Gambar 3 Kromatogram KCKT standar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol Gambar 4 Kromatogram KCKT ekstrak kasar jahe Ponorogo 1 Kromatogram seluruh sampel memperlihatkan puncak-puncak yang bentuknya mirip satu sama lain dan hanya berbeda pada besarnya area dan waktu retensi (Lampiran 11). Perbedaan pola sidik jari dari tanaman yang sejenis pada umumnya tidak kasatmata. Dengan alat KCKT, waktu retensi dan area dari puncak-puncak kromatogram dapat direkam sehingga menghasilkan banyak data. Data sidik jari KCKT dapat dilihat pada Lampiran 12. Data yang diperoleh memiliki kisaran waktu retensi dari sampai menit. Waktu retensi untuk senyawa 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol pada seluruh sampel berturut-turut berkisar pada 12.6, 22.8, 29.6, dan 24.3 menit. Area sidik jari berjumlah sekitar 87 96% dari total area keseluruhan puncak kromatogram. Senyawa yang mendominasi kromatogram adalah 6- gingerol dengan jumlah sekitar 30 57% dari total area, sedangkan 6-shogaol memiliki jumlah sekitar 9 17% dari total area. Struktur kimia 6-gingerol dan 6-shogaol ditunjukkan oleh Gambar 5 (Chrubasik dan Pitler 2005).

16 7 (a) (b) Gambar 5 Struktur kimia 6-gingerol (a) dan 6-shogaol (b) Perbedaan waktu retensi dipengaruhi oleh kepolaran senyawa, struktur kimia senyawa, dan fase gerak KCKT. Pelarut ekstrak untuk analisis KCKT ialah metanol murni, sehingga larutan bersifat polar (Ramadhan dan Phaza 2007). Pada kondisi awal injeksi, komposisi air lebih besar dari asetonitril, sehingga senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti 6-gingerol terdeteksi lebih awal. Pada tahap akhir, komposisi asetonitril menjadi lebih besar dari air. Hal ini menyebabkan senyawasenyawa yang bersifat kurang polar seperti 10- gingerol terdeteksi lebih akhir. Senyawa 8- gingerol dan 6-shogaol memiliki kepolaran yang hampir sama sehingga memiliki waktu retensi yang berdekatan. Kepolaran keempat senyawa tersebut dipengaruhi oleh jumlah atom oksigen dan panjang rantainya. Semakin banyak atom oksigen pada senyawa, maka kepolaran akan meningkat. Sama dengan senyawa yang berantai pendek dan tidak bercabang, maka akan bersifat lebih polar. Oleh karena itu, senyawa lebih polar akan terdeteksi lebih awal mengikuti komposisi fase gerak, sedangkan senyawa kurang polar akan terdeteksi lebih akhir. Jahe memiliki kandungan senyawa dalam jumlah tertentu yang dapat menjadi acuan kualitas jahe. Senyawa tersebut dapat merupakan senyawa penanda, senyawa dengan efek farmakologi paling bagus, atau senyawa yang paling berpengaruh terhadap senyawa lain yang dicampurkannya. Sejauh ini, senyawa yang diketahui sebagai komponen utama pada jahe adalah gingerol dan shogaol. Gingerol merupakan senyawa utama pembentuk rasa pedas pada jahe, sedangkan shogaol merupakan senyawa pembentuk rasa pahit pada jahe (Bhattarai et al. 2001). Hasil penentuan kadar 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol menggunakan KCKT disajikan pada Tabel 3 untuk reratanya dan Lampiran 13 untuk data lengkap serta perhitungannya. Tabel 3 Rerata kadar gingerol dan shogaol hasil KCKT dalam simplisia jahe Rerata jumlah analit dalam simplisia jahe Sampel (mg/g) * gingerol gingerol shogaol gingerol Ponorogo b 2.30 a 2.99 a 3.95 a Tangerang a 1.86 b 3.02 a 0.75 b Bogor c 1.90 ab 3.29 a 3.63 a * Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Data memperlihatkan 6-gingerol sebagai senyawa paling dominan, sedangkan 8- gingerol merupakan senyawa dengan jumlah paling kecil dari ekstrak jahe yang dianalisis. Konsentrasi senyawa 6-gingerol dan 6- shogaol sesuai dengan rentang konsentrasi yang dilaporkan oleh Suhaj (2004), yaitu µg/ml untuk 6-gingerol dan µg/ml untuk 6-shogaol. Uji Duncan menunjukkan senyawa 6-gingerol berbeda nyata untuk semua daerah, 8-gingerol dan 6- shogaol tidak berbeda nyata untuk semua daerah, dan 10-gingerol berbeda nyata untuk Tangerang dan tidak berbeda nyata untuk Ponorogo dan Bogor (Lampiran 14). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 6- dan 10- gingerol memiliki jumlah yang lebih bervariasi dibandingkan dengan 8-gingerol dan 6-shogaol. Variasi kadar senyawa pada jahe umumnya dipengaruhi oleh variasi lingkungan pertumbuhan, kondisi geografis (iklim, jenis tanah, dan ketersediaaan hara), waktu panen, dan proses pengolahan pascapanen (pencucian, pengeringan, penggilingan, penyimpanan, dan ekstraksi) (Rafi et al. 2012). Kondisi lingkungan tumbuh yang menimbulkan stres terhadap suatu tanaman, seperti keterbatasan air dan suhu tinggi akan meningkatkan kandungan senyawa pada jahe. Pengaruh dari proses pengolahan terutama disebabkan oleh pelarut ekstraksi, karena setiap pelarut memiliki kepolaran yang berbeda-beda sehingga senyawa yang terekstrak akan berbeda. Menurut Djubaedah (1986), pelarut yang paling baik untuk ekstraksi oleoresin jahe adalah etanol karena mempunyai polaritas yang tinggi dibandingkan dengan pelarut organik lain seperti aseton dan heksana. Selain itu, suhu juga dapat memengaruhi kadar senyawa pada jahe. Gingerol dapat berubah menjadi shogaol, zingeron, atau aldehida pada suhu yang lebih tinggi sehingga rasa pedas pada jahe berkurang (Purseglove et al. 1981).

17 8 Berdasarkan hasil analisis, jahe asal Tangerang memiliki kadar gingerol tertinggi, disusul oleh jahe asal Ponorogo, kemudian Bogor. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa kondisi iklim dan tanah di daerah Tangerang sangat mendukung untuk pertumbuhan jahe. Jahe asal Ponorogo memiliki kandungan gingerol dengan jumlah terbesar kedua. Hal ini sesuai dengan kondisi iklim yang mirip dengan jahe asal Tangerang. Berbeda dengan daerah Bogor yang memiliki curah hujan sepanjang tahun, sehingga kadar gingerol dalam jahe jumlahnya rendah. Besarnya kandungan senyawa aktif belum tentu memperlihatkan kualitas jahe, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut terhadap keseluruhan senyawa pada jahe. Klasifikasi Rimpang Jahe Menggunakan PCA Analisis komponen utama dilakukan terhadap senyawa dominan (6-, 8-, dan 10- gingerol, serta 6-shogaol) dan sidik jari KCKT untuk mengetahui pemisahan antardaerah. Pada analisis senyawa dominan, jenis sampel digunakan sebagai respon dan jenis senyawa sebagai variabel bebasnya. Analisis ini menghasilkan 4 buah PC dengan varians yang berbeda, yaitu PC1 96%, PC2 3%, PC3 1%, dan PC4 0% (Gambar 6). Total nilai varians seluruh PC sebesar 100%. PC1 memiliki nilai varians paling besar karena digunakan untuk memaksimumkan varians data, sedangkan PC selanjutnya digunakan untuk memaksimumkan data sisaan. Gambar 6 Alur proporsi varians 4 komponen utama Klasifikasi sampel berdasarkan senyawa dominan menggunakan 2 PC pertama dapat menjelaskan 99% dari total keragaman (PC1: 96%, PC2: 3%). Plot loading menggambarkan besarnya korelasi antara variabel asal dengan komponen utama. Plot loading yang dihasilkan menunjukkan letak 6-, 8-,dan 10- gingerol, serta 6-shogaol yang saling berjauhan (Gambar 7). Hal ini berpengaruh pada letak plot skor yang dihasilkan. Plot skor pada Gambar 7 menghasilkan 3 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Sampel Ponorogo 2 tidak termasuk ke dalam kelompok karena kadar senyawa yang diperoleh berada di antara Bogor dan Ponorogo. Berkelompoknya plot menunjukkan bahwa komposisi senyawa dominan dalam ekstrak kasar jahe memiliki jumlah yang mirip satu sama lain. Selain itu, plot skor berdasarkan kadar senyawa dominan sudah dapat mengelompokkan jahe berdasarkan daerah asalnya. II III I Gambar 7 Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan kadar senyawa 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6-shogaol. Analisis komponen utama terhadap sidik jari KCKT menggunakan jenis sampel sebagai respon dan waktu retensi sebagai variabel bebasnya. Analisis ini menghasilkan 7 buah PC dengan varians yang berbeda, yaitu PC1 89%, PC2 8%, PC3 2%, PC4 0%, PC5 0%, PC6 0%, dan PC7 0% (Gambar 8). Total nilai varians seluruh PC sebesar 99%.

18 9 Gambar 8 Alur proporsi varians 7 komponen utama Klasifikasi sampel berdasarkan sidik jari KCKT menggunakan 2 nilai PC pertama dapat menjelaskan 97% dari total keragaman (PC1: 89%, PC2: 8%). Plot loading yang menunjukkan waktu retensi nomor 7, 9, 10, dan 14 dengan senyawa secara berturut-turut 6-gingerol, 8-gingerol, 6-shogaol, dan 10-gingerol memiliki letak yang berjauhan (Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut paling berpengaruh terhadap letak plot skor. Plot skor pada Gambar 9 menghasilkan 3 kelompok jahe, yaitu kelompok I (Tangerang), kelompok II (Ponorogo), dan kelompok III (Bogor). Jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki pola pengelompokan yang mirip dengan pengelompokan berdasarkan senyawa dominan. Sementara jahe asal Bogor memiliki pola yang lebih acak dibandingkan dengan pengelompokan berdasarkan senyawa dominan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan senyawa pada jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki konsistensi yang lebih besar daripada jahe asal Bogor. III II I Gambar 9 Plot skor dan loading PCA pada pengelompokan jahe berdasarkan sidik jari KCKT. Pengelompokan sampel berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari KCKT memperlihatkan pola yang berbeda dengan pengelompokan berdasarkan aktivitas antioksidan. Pengelompokan berdasarkan aktivitas antioksidan menghasilkan 2 kelompok, sedangkan berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari menghasilkan 3 kelompok berdasarkan asal daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan sampel menggunakan PCA belum bisa dikaitkan dengan aktivitas antioksidannya. Oleh karena tidak ada kesesuaian pola, maka diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui korelasi antara aktivitas antioksidan jahe dengan senyawa dominan maupun sidik jarinya. Analisis PLSDA untuk Model Mutu Ekstrak Jahe Pendugaan keterkaitan antara senyawa dominan (6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6- shogaol) dan sidik jari KCKT dengan aktivitas antioksidan memerlukan metode pemodelan lain, yaitu PLSDA. Metode ini sering digunakan untuk pengenalan pola dan pembentukan suatu model. Pembuatan model dilakukan dengan cara meregresikan komponen utama dari dua variabel yang digunakan. Dalam kasus dua kelompok, biasanya nilai dari peubah tak bebas diberikan 1 untuk satu kelompok dan 0 atau -1 untuk kelompok lainnya (Hakim 2010). Berbeda dengan metode PCA, kebaikan model klasifikasi pada metode PLSDA cukup dilihat dari nilai determinant coefficient (R 2 ), root mean square error of calibration (RMSEC), dan root mean square error of prediction (RMSEP). Nilai RMSE merupakan galat yang dihasilkan dari model PLSDA (Jing et al. 2011). PLSDA menggunakan data kadar senyawa dominan dan area sidik jari sebagai peubah bebas, sedangkan untuk data responnya digunakan peubah tak bebas yang bernilai 0 dan 1. Peubah tak bebas ini diturunkan dari nilai aktivitas antioksidan ekstrak. Pemberian nilai 0 dan 1 ini dilakukan dari hasil pengelompokan aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak dengan kelompok IC 50 lebih kecil (Tangerang dan Ponorogo) diberikan nilai 1 dan kelompok IC 50 lebih besar (Bogor)

19 10 diberikan nilai 0. Masing-masing sampel dianalisis hingga diperoleh slope, RMSE, R 2, dan korelasi. Model PLSDA dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16. Y 1 merupakan model untuk sampel yang lebih aktif, sedangkan Y 2 merupakan model untuk sampel yang kurang aktif. Hasil PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 4. Model kalibrasi dan prediksi untuk Y 1 dan Y 2 memiliki nilai slope, RMSE, R 2, dan korelasi yang sama dan hanya berbeda pada nilai B0. B0 merupakan koefisien regresi, yaitu perkiraan besarnya rata-rata Y ketika kenaikan nilai X=0. Slope merupakan perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran. Model Y 1 menghasilkan nilai B0 negatif, sedangkan Y 2 menghasilkan nilai B0 positif. Nilai R 2 mengindikasikan mutu data antara konsentrasi nyata dan dugaan. Nilai R 2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat. Nilai R 2 yang diperoleh kurang mendekati 1, sehingga konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang kurang dekat. Tabel 4 Model PLSDA antara senyawa dominan dan aktivitas antioksidan Model Set Β0 Slope RMSE R 2 Korelasi Y 1 Y 2 kalibrasi prediksi kalibrasi prediksi Nilai RMSEC dan RMSEP secara berurutan menunjukkan kesesuaian jumlah puncak dugaan dengan puncak yang dideteksi pada data yang digunakan untuk membangun model. Semakin kecil nilai RMSEC dan RMSEP, semakin baik model regresi yang dibangun (Naes et al. 2002). Nilai RMSEC yang diperoleh cukup kecil dan lebih kecil dari nilai RMSEP, sehingga model yang dihasilkan sudah cukup baik. Nilai korelasi dari set kalibrasi dan prediksi belum mendekati 1 atau masih lebih kecil dari 95%. Oleh karena itu, penggunaan senyawa dominan belum mampu menduga aktivitas antioksidan pada jahe. Hasil PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan disajikan pada Tabel 5. Model kalibrasi dan prediksi untuk Y 1 dan Y 2 memiliki nilai slope, RMSE, R 2, dan korelasi yang sama dan hanya berbeda pada nilai B0. Model Y 1 menghasilkan nilai B0 negatif, sedangkan Y 2 menghasilkan nilai B0 positif. Nilai R 2 kalibrasi yang diperoleh sudah mendekati 1 dan lebih besar dari R 2 prediksi, sehingga antara konsentrasi nyata dan dugaan memiliki nilai yang sangat dekat. Nilai RMSEC yang diperoleh sangat kecil dan lebih kecil dari nilai RMSEP, sehingga model yang dihasilkan sudah baik. Nilai korelasi untuk set kalibrasi dan prediksi yang dihasilkan sangat baik karena memiliki rerata lebih besar dari 95%. Oleh karena itu, sidik jari KCKT sudah mengandung informasi penting untuk menduga aktivitas antioksidan pada jahe. Tabel 5 Model PLSDA antara sidik jari KCKT dan aktivitas antioksidan Model Set Β0 Slope RMSE R 2 Korelasi Y 1 Y 2 kalibrasi prediksi kalibrasi prediksi Hasil dari kedua model PLSDA menunjukkan korelasi yang lebih besar untuk analisis sidik jari daripada senyawa dominan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan. Menurut Suhaj (2004), senyawa selain gingerol dan shogaol yang aktif sebagai antioksidan antara lain alanin, asam askorbat, asam kafeat, kamfena, mircen, asam laurat, asam palmitat, metionin, beta karoten, dan lain-lain. Keberadaan senyawa tersebut dalam rimpang jahe memungkinkan adanya aktivitas antioksidan yang lebih besar dalam ekstrak kasar yang diperoleh. Oleh karena itu, model PLSDA antara sidik jari

20 11 KCKT dengan aktivitas antioksidan dapat digunakan untuk menentukan aktivitas antioksidan pada sampel jahe yang belum diketahui. Dengan demikian, teknik sidik jari KCKT yang dipadukan dengan PLSDA dapat dimanfaatkan untuk metode cepat dalam menentukan kualitas jahe menggunakan ekstrak kasarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teknik sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang dipadukan dengan analisis multivariat berpotensi digunakan untuk kontrol kualitas jahe gajah asal Bogor, Ponorogo, dan Tangerang. Uji aktivitas antioksidan terhadap ekstrak etanol rimpang jahe menunjukkan bahwa semua sampel berpotensi sebagai antioksidan sangat kuat dengan IC µg/ml untuk Tangerang, µg/ml untuk Ponorogo, dan µg/ml untuk Bogor. Hasil analisis KCKT menunjukkan 6-, 8-, dan 10-gingerol, serta 6- shogaol sebagai senyawa dominan dalam jahe dari ketiga daerah dengan jumlah secara berturut-turut %, %, %, dan % dari total area keseluruhan. Pengelompokan menggunakan PCA menghasilkan 2 kelompok berdasarkan aktivitas antioksidan dan 3 kelompok berdasarkan senyawa dominan maupun sidik jari KCKT. Berdasarkan senyawa dominan dan aktivitas antioksidan, jahe asal Tangerang dan Ponorogo memiliki mutu lebih baik daripada jahe asal Bogor. Model mutu yang dibentuk menggunakan PLSDA menghasilkan korelasi lebih kecil dari 95% untuk senyawa dominan dan lebih besar dari 95% untuk sidik jari KCKT. Oleh karena itu, penggunaan senyawa dominan belum mampu menduga aktivitas antioksidan pada jahe, sedangkan sidik jari KCKT sudah mengandung informasi penting untuk menduga aktivitas antioksidan pada jahe. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan jahe lebih ditentukan oleh komposisi keseluruhan senyawa dibandingkan dengan senyawa dominan Saran Kontrol kualitas tanaman jahe perlu dilakukan pada varietas tanaman jahe lain dan daerah asal jahe dengan kondisi geografis yang lebih beragam. Perlu dilakukan pula analisis diskriminan lebih lanjut dengan metode diskriminasi lain terhadap sampel yang lebih banyak untuk menghasilkan prediksi mutu yang lebih sahih. DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Pemerintah Kabupaten Ponorogo. [terhubung berkala]. [24 Okt 2012]. [Anonim] Pemerintah Kota Bogor. [terhubung berkala]. [24 Okt 2012]. [Anonim] Pemerintah Kota Tangerang Selatan. [terhubung berkala]. [24 Okt 2012]. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1. Jakarta: BPOM RI. [SNI] Standar Nasional Indonesia Jahe untuk Bahan Baku Obat. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [WHO] World Health Organization Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. England: WHO. ISBN Anwar H Pola sidik jari kromatogram KLT untuk identifikasi keragaman kualitas jahe merah [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bhattarai S, Tran VH, Duke CC Stability of gingerol and shogaol in simulated gastric and intestinal fluid. Pharmaceutical and Biomedical Analysis 45: Cai Y, Sun M, Corke H Antioxidant activity of betalains from plants of the Amaranthacea. J Agric Food Chem 51: Chen YM Traditional Chinese medicine industry development and their impact and countermeasures. Mod Chin Med 8: Chrubasik S, Pitler MH Roufogalis, Zingiberis rhizome: Comprehensive review on the ginger effect and efficacy profiles. International Journal of

21 12 Phytotherapy & Phytopharmacology 12: Darusman LK, Heryanto R, Rafi M, Wahyuni WT Potensi daerah sidik jari spektrum inframerah sebagai penanda bioaktivitas ekstrak tanaman obat. Jurnal llmu Pertanian Indonesia 12 (3): Daryono ED Oleoresin dari jahe menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut etanol. Jurnal Ekstrak 3 (3). Djubaedah E Ekstraksi Oleoresin dari Jahe. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Ernst E Toxic heavy metals and undeclared drugs in Asian herbal medicines. Trends Pharmacol Sci 23: Hakim F Penerapan metode transformasi wavelet diskret dan partial least square discriminant analysis (PLSDA) untuk klasifikasi komponen obat bahan alam [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Harmono dan Andoko Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Jakarta: Agromedia Pustaka. Jiang B, Kronenberg F, Nuntanakorn P, Qiu MH, Kennelly EJ Evaluation of the botanical authenticity and phytochemical profile of black cohosh products by high performance liquid chromatography with selected ion monitoring liquid chromatography-mass spectrometry. J Agric Food Chem 54: Jing et al Application of chemometrics in quality evaluation of medicinal plants. Journal of Medicinal Plants Research 5 (17): Juarez AG, Cavazos LS, Aranda RS, Meseguer JP, Torres NW Correlation between chromatographic fingerprint and antioxidant activity of Turnera diffusa (Damiana). Planta Med 77: Jun MHY, Yu J, Fong X, Wan CS, Yang CT, Ho Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root (Pueraria labata Ohwl.). J. Food Sci 68: Kikuzaki K, Nakatani N Antioxidant effects of some ginger constituents. Journal of Food Sci 58 (6): Lee S, Khoo C, Halstead CW, Huynh T, Bensoussan A Liquid chromatographic determination of 6-, 8-, 10-gingerol, and 6-shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the raw herb and dried aqueous extract. Journal of AOAC International 90 (5): Liang YZ, Xie PS, Chan K Quality control of herbal medicines. Chromatogr B 812: Lim YY, Murtijaya J Antioxidant properties of Phyllanthus amarus as affected by different drying methods. LebensmWish Technol 40: Naes T, Isakkson T, Fearn T, Davies T A User-Friendly Guid to Multivariate Calibration and Classification. Chichester: NIR Publication. Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ Spices 2. Rafi M, Lim LW, Takeuchi T, Darusman LK Simultaneous determination of gingerols and shogaol using capillary liquid chromatography and its application in discrimination of three ginger varieties from Indonesia. J Talanta 103: Ramadhan E, Phaza AH Pengaruh konsentrasi etanol, suhu, dan jumlah stage pada ekstraksi oleoresin jahe secara batch [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semuel MY Aktivitas antioksidan dan antikanker ekstrak kulit batang langsat (Lansium domesticum L.) [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhaj M Spice antioxidants isolation and their antiradical activity: a review. Journal of Food Composition and Analysis 19: Tao et al Chemical fingerprint technique and its application in Gastrodia tuber. African Journal of Biotechnology 10 (74): Umam N Spektroskopi FTIR dan metode pengenalan pola kimia untuk diferensiasi tanaman jahe [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

22 13 Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Wahyuni WT Pengoptimuman dan validasi sidik jari kromatografi cair kinerja tinggi ekstrak Phyllanthus niruri L [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Widjanarko SB, Sutrisno A, Faridah A Efek hidrogen peroksida terhadap sifat fisiko-kimia tepung porang (Amorphophallus oncophyllus) dengan metode maserasi dan ultrasonik. Jurnal Teknologi Pertanian 12 (3): Winer BJ Statistical Principles in Experimental Design 2 nd edition. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha Ltd.

23 LAMPIRAN 14

24 15 Lampiran 1 Bagan alir penelitian Rimpang jahe segar dikeringkan, dihaluskan Simplisia jahe penentuan kadar air & abu ekstraksi ultrasonik Ekstrak jahe analisis KCKT uji aktivitas antioksidan Kromatogram IC 50 uji Duncan Tr & area Peubah boneka (0 & 1) PCA penetuan kadar senyawa Tr & area Kelompok jahe Kadar 6-, 8-, 10-gingerol, & 6-shogaol PLSDA Kelompok jahe PCA Model (kalibrasi & prediksi

25 16 Lampiran 2 Kadar air sampel rimpang jahe Asal daerah Ponorogo Tangerang Bogor Sampel Bobot sampel awal (a) (g) Bobot sampel setelah pengeringan (b) (g) Kadar air (%) Rerata kadar air (%) Contoh perhitungan Penentuan kadar air sampel Ponorogo 1 Kadar air a b 100 a.004 g g Kadar air g Lampiran 3 Kadar abu sampel rimpang jahe Asal daerah Ponorogo Tangerang Bogor Sampel Bobot sampel awal (a) (g) Bobot abu (b) (g) Kadar abu (%) Rerata kadar abu (%) Contoh perhitungan Penentuan kadar abu sampel Ponorogo 1 Kadar abu a b 100 Kadar abu g g

26 17 Lampiran 4 Rendemen ekstrak kasar rimpang jahe Asal daerah Ponorogo Tangerang Bogor Sampel Bobot sampel awal (g) Kadar air (%) Bobot ekstrak (g) Rendemen (%) Rerata rendemen (%) Contoh perhitungan Penentuan rendemen sampel Ponorogo 1 bobot ek trak endemen bobot sam el a al 1 fraksi bobot kadar air g endemen g ) Lampiran 5 Kondisi geografis daerah asal jahe Daerah Ponorogo Tangerang Bogor Topografi mdpl (dataran rendah, dataran tinggi bergelombang, pegunungan) 0 25 mdpl (dataran rendah) mdpl (dataran rendah, dataran rendah bergelombang, pegunungan) Iklim tropis dua musim, kemarau dan penghujan tropis dua musim, kemarau dan penghujan tropis basah dan sangat basah (penghujan) Curah hujan ±1500 mm/tahun ±1475 mm/tahun mm/tahun Jenis tanah podsolik (coklat, kuning, lempung berpasir hingga liat) dan kapur latosol (merah dan coklat kemerahan) Suhu udara C C C Sumber: Pemerintah kota Ponorogo, Tangerang, dan Bogor (2012) latosol (merah, coklat kemerahan, coklat sampai kuning)

27 18 Lampiran 6 Standar mutu simplisia jahe kering berdasarkan SNI Karakteristik Syarat mutu Berjamur dan berserangga tidak ada Bau dan rasa khas jahe Kadar air (% b/b), maksimum 10 Kadar abu (% b/b), maksimum 5 Benda asing (% b/b), maksimum 2 Kadar minyak atsiri (ml/100g), minimum 1.5 Kadar ekstrak larut etanol (%), minimum 4.3 Lampiran 7 Contoh foto rendemen ekstrak kasar rimpang jahe cokelat tua Lampiran 8 Contoh foto uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Sampel + DPPH DPPH

28 19 Lampiran 9 Data uji aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe Ponorogo Sampel 1 Ulangan Konsentrasi (µg/ml) Log konsentrasi Absorbans % inhibisi IC 50 (µg/ml) Rerata IC 50 (µg/ml)

29 20 Lampiran 9 Lanjutan

30 21 Lampiran 9 Lanjutan Tangerang Sampel 1 Ulangan Konsentrasi (µg/ml) Log konsentrasi Absorbans % inhibisi IC 50 (µg/ml) Rerata IC 50 (µg/ml)

31 22 Lampiran 9 Lanjutan

32 23 Lampiran 9 Lanjutan Bogor Sampel 1 Ulangan Konsentrasi (µg/ml) Log konsentrasi Absorbans % inhibisi IC 50 (µg/ml) Rerata IC 50 (µg/ml)

33 24 Lampiran 9 Lanjutan

34 25 Lampiran 9 Lanjutan Contoh perhitungan Penentuan IC 50 sampel Ponorogo 1 ulangan y = x R² = % inhibisi Log konsentrasi y = x R 2 = IC 50 diperoleh saat y = 50 Jadi, 50 = x = x x = antilog x = µg/ml Kurva kalibrasi log konsentrasi ekstrak vs % inhibisi

35 26 Lampiran 10 Uji Duncan aktivitas antioksidan ekstrak kasar rimpang jahe IC 50 semua sampel dengan kelas perlakuan (jenis sampel) Class Level Information Class Levels Values* perlakuan 9 B1 B2 B3 P1 P2 P3 T1 T2 T3 Number of observations 27 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model <.0001 Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 18 Error Mean Square Number of Means Critical Range *Keterangan: B = Bogor P = Ponorogo T = Tangerang Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N Perlakuan* A B1 B B2 C B3 D P2 D D P1 D D T1 D D T3 E P3 E E T2

36 27 Lampiran 10 Lanjutan Rerata IC 50 sampel dengan kelas lokasi (asal daerah) Class Level Information Class Levels Values lokasi 3 Bogor Ponorogo Tangerang Number of observations 9 Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model Error Corrected Total R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square Number of Means 2 3 Critical Range Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N lokasi A Bogor B Ponorogo B B Tangerang Lampiran 11 Kromatogram ekstrak kasar rimpang jahe hasil KCKT Ponorogo 1

37 28 Lampiran 11 Lanjutan Ponorogo 2 Ponorogo 3 Tangerang 1 Tangerang 2

38 29 Lampiran 11 Lanjutan Tangerang 3 Bogor 1 Bogor 2 Bogor 3

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Biofarmaka, IPB-Bogor. Penelitian ini berlangsung selama lima

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Latar Belakang Obat-obatan tradisional atau jamu sering kali menggunakan tanaman obat seperti jahe sebagai bahan baku. Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rimpang berbatang semu. Jahe

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Bogor. Pelaksanaan Penelitian selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian,

BAB III MATERI DAN METODE. Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data hasil. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH PARTISI BERTINGKAT CAIR CAIR EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE

PENGARUH PARTISI BERTINGKAT CAIR CAIR EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE PENGARUH PARTISI BERTINGKAT CAIR CAIR EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP PROFIL KANDUNGAN SENYAWA KIMIA DAN AKTIVITAS ANTIRADIKALNYA SKRIPSI Oleh: FIQHANISA DINUL HIKMAH K

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui aktivitas penangkap radikal dari isolat fraksi etil asetat ekstrak etanol herba

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ

HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur Penggunaan Peranti Lunak ImageJ sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan ketiga tanaman sampel ke dalam tiga kelompok tanaman yang berbeda dalam bentuk model prediksi. Model tersebut selanjutnya digunakan untuk memprediksi ketiga sampel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan Alat-alat yang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Tahapan METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Biokimia Zat Gizi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br) Hindra Rahmawati 1*, dan Bustanussalam 2 1Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIMPLISIA Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman sambiloto yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan jenis pendekatan eksperimen laboratorium. Pelaksanaannya dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.229

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED 6 Nilai XYZ diperoleh dari pengukuran menggunakan fotometer dengan cara yang sama seperti pengukuran sinar reflektans standar warna. Nilai XYZ ditransformasikan ke dalam rumus a*b*. Untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), jalan Tangkuban Perahu No. 157 Lembang, Bandung. 3.2.

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe

BAB 4 PEMBAHASAN Hasil Kerja Ekstraksi Jahe 4.1. Hasil Kerja Ekstraksi Jahe BAB 4 PEMBAHASAN Bahan jahe merupakan jenis varietas putih besar yang diapat dari pasar bahan organik Bogor. Prinsip kerja ekstraksi ini adalah dengan melarutkan senyawa

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di 11 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 Mei 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian serta Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro;

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Kulit Buah Jengkol (Archidendron jiringa (Jeck) Nielsen Dengan Metode Peredaman Radikal Bebas DPPH 1 Maziatul ilma, 2 Endah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET AFLATOKSIN Senyawa metabolik sekunder yang bersifat toksik dan karsinogenik Dihasilkan: Aspergilus flavus & Aspergilus parasiticus Keduanya tumbuh pada biji-bijian, kacang-kacangan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Kurkuminoid metode HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography)

Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Kurkuminoid metode HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) LAMPIRAN 49 50 Lampiran 1. Prosedur Pengujian Kadar Kurkuminoid metode HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography) 1.1 Penetapan kadar: a. Fase gerak: Buat campuran metanol : 0,01 M phosphoric acid ;

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang, Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya dan merupakan suatu kelompok

Lebih terperinci

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989)

Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) 153 LAMPIRA 154 Lampiran 1 Penentuan Kadar Air (Apriyantono et al. 1989) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 o C selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Ditimbang

Lebih terperinci

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah Standardisasi Obat Bahan Alam Indah Solihah Standardisasi Rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode analisis kimiawi berdasarkan data famakologis, melibatkan analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan

Lebih terperinci

ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL

ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK n-heksan, EKSTRAK ETIL ASETAT DAN EKSTRAK METANOL Sargassum echinocarpum DENGAN METODE DPPH DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FUKOSANTIN SKRIPSI Oleh : Kunni Aliyah 105010583 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berumur sembilan bulan yang telah diiris dan dikeringkan. Temulawak tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini melibatkan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif. Pelaksanaannya dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap penyiapan sampel, tahap

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk

PAH akan mengalami degradasi saat terkena suhu tinggi pada analisis dengan GC dan instrumen GC sulit digunakan untuk memisahkan PAH yang berbentuk BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Poliaromatik hidrokarbon (PAH) adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih molekul cincin aromatik yang disusun dari atom karbon dan hidrogen.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis

Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis LMPIRN 35 36 Lampiran 1. Data dan perhitungan analisis proksimat Padina australis a. Kadar air Ulangan (gram) B (gram) C (gram) Kadar air (%) Rata-rata 1 5,03 7,09 7,57 90,46 90,57 5,37 4,69 5,19 90,69

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci