BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah a. Pengertian Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Istilah disiplin seringkali dikaitkan dan menyatu dengan istilah tata tertib dan ketertiban. Sebagaimana diungkapkan oleh Tu u (2004: 31) bahwa istilah ketertiban mempunyai arti kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena di dorong atau disebabkan oleh sesuatu yang datang dari luar dirinya. Sebaliknya, istilah disiplin sebagai kepatuhan dan ketaatan yang muncul karena adanya kesadaran dan dorongan dari dalam diri orang tersebut. Istilah tata tertib berarti perangkat peraturan yang berlaku utuk menciptakan kondisi yang tertib dan teratur. Menurut Arikunto (1990: 155), Peraturan dan tata tertib merupakan dua hal yang sangat penting bagi kehidupan sekolah sebagai sebuah organisasi yang menyelenggarakan pendidikan. Menurut Maim (dalam Mudjijo, 2001: 70) Disiplin merupakan konsep perilaku yang menuntut adanya kepatuhan dan kontrol diri terhadap aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku. Untuk membentuk satu sikap hidup, perbuatan dan kebiasaan dalam mengikuti, mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, individu dapat mengembangkan hal tersebut melalui kesadaran diri dan kebebasan diri dalam mentaati dan mengikuti aturan yang ada. Istilah disiplin seringkali dikaitkan dengan istilah tata tertib dan peraturan, hal tersebut dikarenakan disiplin dapat dimaknai sebagai suatu kondisi yang tercipta melalui serangkaian perilaku yang didorong keinginan dalam diri untuk menunjukkan ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Disiplin terbentuk sejak anak berada dalam lingkungan keluarga, lalu berkembang di sekolah dan masyarakat. Penanaman disiplin 9

2 10 tersebut dimaksudkan agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib yang berlaku. Disiplin diperlukan agar seseorang dapat bahagia dan menjadi orang yang berhasil dalam penyesuaiaan dirinya. Melalui perilaku disiplin individu dapat belajar berperilaku dengan cara yang diterima oleh masyarakat dan tata tertib yang berlaku. Berdasarkan pendapat diatas disiplin terhadap tata tertib sekolah adalah serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban yang muncul dari dalam hatinya untuk mematuhi peraturan atau tata tertib sekolah. b. Perlunya Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Disiplin diperlukan oleh siapapun dan dimanapun. Adanya kedisiplinan akan menciptakan keteraturan dalam kehidupan. Hal tersebut dikarenakan seseorang diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan cara menaati tata tertib yang berlaku. Menurut Tu u (2004: 35) disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Paparan disiplin tersebut dapat dimaknai sebagai pendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di sekolah tentang perilaku yang positif, melakukan kegiatan yang lurus dan benar, dan menjauhi perbuatan negatif. Pemberlakuan disiplin,siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan yang positif, sehingga muncul keseimbangan diri dalam hubungan dengan orang lain. Disiplin menata perilaku seseorang dalam hubungannya di tengahtengah lingkungannya. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa dengan adanya disiplin maka perilaku seseorang akan tertata dan terarah sehingga mampu beradaptasi dengan baik dan positif terhadap lingkungan. Dampak perilaku disiplin tersebut akan berpengaruh terhadap disiplin dalam belajar, sehingga dapat diharapkan pada keberhasilan belajar yang optimal. Menurut Hurlock (1992 : 83) bahwa disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi beberapa kebutuhan tertentu.

3 11 Dengan demikian disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian probadi dan sosial anak. Lingkungan sekolah yang teratur, tertib, dan tenang diharapkan mampu memberi gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sungguh-sungguh dan kompetitif dalam kegiatan pembelajaran Lingkungan disiplin tersebut ikut memberi andil lahirnya siswa-siswa yang berprestasi dengan kepribadian unggul. Lingkungan sekolah merupakan tempat siswa mengembangkan potensi yang dimiliki melalui kegiatan pembelajaran. Lingkungan sekolah yang kondusif tentu akan mendukung pencapaian prestasi belajar yang lebih optimal, dengan lingkungan sekolah yang tertib, teratur dan tenang akan mendukung siswa lebih giat dan sungguh-sungguh dalam kegiatan pembelajaran. Sebaliknya, lingkungan sekolah yang tidak kondusif, seperti gaduh, tidak tertib dan tidak aman akan membuat siswa kurang nyaman dalam kegiatan belajar sehingga menghambat penyelesaian tugas belajar dan prestasi belajar kurang optimal. Kegiatan pembelajaran di sekolah tidak hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif, namun juga aspek afektif dan psikomotorik siswa, artinya sekolah memiliki tujuan mencetak siswa yang berprestasi secara akademik, memiliki sikap dan kepribadian yang unggul. Untuk mewujudkan tujuan sekolah tersebut maka diperlukan suatu kondisi yang mampu membentuk dan mengendalikan pola perilaku siswa sesuai tata tertib yaitu disiplin. Wardiman (GDN 1996: 261) mengatakan Disiplin itulah yang dapat mendorong adanya motivasi, daya saing, kemampuan dan sikap yang melahirkan ketujuh ciri keunggulan tersebut. Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan. Uraian tersebut dapat diartikan bahwa disiplin terhadap tata tertib sekolah memberikan peranan yang besar bagi terbentuknya siswa berprestasi yang berkepribadian unggul. Disiplin terhadap tata tertib sekolah penting peranannya dalam membantu siswa menyesuaikan diri terhadap tata tertib sekolah. Disiplin yang mendorong individu memperoleh kesadaran dalam diri akan memotivasi

4 12 siswa dalam penyelesaian tugas belajar dan pencapaian prestasi belajar yang optimal. Pembiasaan disiplin di lingkungan sekolah akan memberikan kesadaran pada siswa tentang pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan terhadap tata tertib kelak pada saat mereka memasuki dunia kerja. c. Fungsi Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Disiplin penting untuk menumbuhkan perilaku positif yang dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan, yang akan mengantarkan seorang siswa mencapai kesuksesan dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Berikut ini dibahas beberapa fungsi disiplin terhadap tata tertib sekolah menurut Tu u (2004: 38): 1. Menata kehidupan bersama Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu terkait dan berhubungan dengan orang lain. Namun manusia memiliki pola pikir, latar belakang budaya, kepribadian dan sifat yang berbeda satu sama lain. Agar hubungan sebagai makhluk sosial tetap dapat berjalan secara baik maka diperlukan disiplin. Menurut Tu u (2004: 38), disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku.ketaatan dan kepatuhan tersebut membatasi dirinya merugikan pihak lain, tetapi hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar. 2. Membangun kepribadian Kepribadian merupakan kesatuan tingkah laku, sifat, perilaku dan pola pikir seseorang yang tercermin dalam penampilan, perkataan dan tingkah laku sehari-hari. Disiplin memegang peranan dalam membangun kepribadian, salah satunya melalui lingkungan. Lingkungan yang turut memberikan andil dalam membangun kepribadian adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Menurut Tu u (2004: 39) disiplin yang diterapkan dimasing-masing lingkungan tersebut memberi dampak bagi

5 13 pertumbuhan kepribadian yang baik. Kepribadian yang baik adalah kepribadian yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Oleh karena itu, dengan perilaku disiplin maka seseorang akan terbiasa mengikuti,mematuhi,menaati aturan-aturan yang berlaku. 3. Melatih kepribadian Menurut Tu u (2004: 40) bahwa sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak terbentuk serta merta dalam waktu yang singkat. Namun, terbentuk melalui proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui proses latihan untuk berperilaku disiplin. 4. Pemaksaan Disiplin yang terbentuk melalui kesadaran diri lebih baik dibandingkan disiplin karena paksaan. Disiplin yang terpaksa, bukan karena kesadaran diri akan memberi pengaruh kurang baik. Siswa akan menjadi stres, merasa kurang bebas dan kurang mandiri. Menurut Tu u (2004: 41), disiplin dapat berfungsi sebagai pemaksaan kepada seseorang untuk mengikuti peraturan-perturan yang berlaku di lingkungan. Mula-mula karena paksaan, kini dilakukan karena kesadaran diri, menyentuh kalbunya, merasakan sebagai kebutuhan dan kebiasaan. 5. Hukuman Tata tertib sekolah berisi seperangkat aturan yang berlaku di sekolah dan terdapat sangsi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Menurut Tu u (2004: 42) bahwa ancaman, sanksi atau hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman, hukuman atau sanksi dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi lemah. Penerapan hukuman yang edukatif penting untuk menumbuhkan motivasi menaati tata tertib sekolah melalui penanaman kesadaran

6 14 menjadi pribadi yang berdisiplin. Hukuman yang diberikan adalah hukuman yang mendidik, bukan yang memberikan beban psikologis seperti merasa direndahkan, menimbulkan perasaan takut ataupun marah. Hukuman hendaknya memberikan kesadaran dan motivasi pada diri siswa untuk menati peraturan sekolah. 6. Mencipta Lingkungan Kondusif Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin terselenggaranya proses belajar mengajar secara baik. Kondisi yang baik bagi proses pendidikan adalah kondisi aman,tentram,tenang,tertib dan teratur,saling menghargai dan hubungan antar warga sekolah yang baik. Kondisi yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan melalui disiplin sekolah. Menurut Sem Wattimena (dalam Tu u, 2004:43) untuk sekolah, disiplin itu sangat perlu dalam proses belajar mengajar. Alasannya yaitu disiplin dapat membantu kegiatan belajar. Disiplin dapat menimbulkan rasa senang untuk belajar. d. Faktor Pembentukan Perilaku Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Hal-hal yang mempengaruhi perilaku disiplin, yaitu dorongan yang datangnya dari dalam diri manusia dan dari luar diri manusia. Pertama, dorongan yang datangnya dari dalam diri manusia itu sendiri yaitu pengetahuan, kesadaran, dan kemauan untuk berbuat disiplin. Disiplin yang datangnya dari dalam maka pusat pengendalian berada pada pribadi siswa akan muncul dengan keinginannya sendiri. Kedua, dorongan yang datangnya dari luar manusia yaitu, berupa larangan, pengawasan, pujian, ancaman, hukuman dan sebagainya untuk berbuat disiplin. Menurut Tu u (2004: 48) ada 4 hal yang dapat mempengaruhi dan membentuk disiplin (individu). Keempat faktor tersebut adalah kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya, pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku, alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk

7 15 perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan, hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku sesuai dengan harapan. Berdasarkan uraian diatas dapat dimaknai bahwa faktor pembentukan disiplin terhadap tata tertib sekolah meliputi mengikuti dan menaati aturan, kesadaran diri, alat pendidikan dan hukuman. Pada mulanya disiplin memang dianggap sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan, tetapi dengan adanya kesadaran dalam diri individu maka disiplin tidak lagi merupakan aturan yang datang dari luar yang memberikan keterbatasan namun dianggap sebagai aturan yang datang dari dalam diri untuk kebaikan diri dan orang lain. Menurut Maman Rachman (dalam Tu u, 2004:50) bahwa pembiasaan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan siswa di masa datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai sesuatu yang mengekang kebebasan. Akan tetapi, bila ini dirasakan sebagai sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, lama-kelamaan akan menjadi suatu kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri. Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa disiplin memiliki pengaruh yang besar bagi siswa salah satunya adalah membiasakan siswa menaati peraturan yang berlaku tanpa adanya paksaan dari orang lain. Siswa akan terbiasa memiliki kesadaran bahwa adanya tata tertib adalah untuk menjamin ketertiban dalam kehidupan sosial sehingga tercipta kondisi saling menghargai antara individu satu dengan individu lain. e. Unsur Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Disiplin yang baik adalah disiplin yang mampu mendidik anak berperilaku sesuai aturan yang berlaku. Menurut Hurlock dalam Tjandrasa (1990 : 84) bahwa empat unsur pokok disiplin yaitu peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan memaksakannya, hukuman untuk

8 16 pelanggaran peraturan, dan penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Penjelasan keempat unsur disiplin tersebut adalah sebagai berikut : 1. Peraturan Peraturan merupakan seperangkat aturan norma dan nilai pada suatu kelompok sosial yang mengatur pola tingkah laku tertentu. Peraturan ada berfungsi untuk mengatur keberlangsungan kehidupan sosial yang sehat. Menurut Hurlock (1990 : 85) bahwa tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Menurut Hurlock (1990 : 85) peraturan memiliki dua fungsi, yaitu: a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut. b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa peraturan memiliki fungsi untuk mengendalikan tingkah laku yang sesuai dengan nilai atau norma yang berlaku dalam kelompok tertentu. Peraturan berisi seperangkat tingkah laku yang harus dilakukan dan tingkah laku yang tidak boleh dilakukan. Sanksi akan diterapkan bagi individu yang bertingkah laku tidak sesuai aturan yang terlah disepakati bersama. 2. Hukuman Menurut Hurlock (1990 : 86) hukuman memiliki tiga peran penting dalam perkembangan moral anak yaitu menghalangi, mendidik dan memberi motivasi utuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat adalah fungsi hukuman yang ketiga. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Pendapat diatas dapat dimaknai bahwa bentuk hukuman yang paling efektif adalah hukuman yang berhubungan langsung dengan tindakan. Hukuman harus bersifat mendidik dan tidak menimbulkan

9 17 perasaan permusuhan atau membuat anak merasa dendam. Hukuman harus bersifat konsisten dan konstruktif sehingga mampu memberikan motivasi untuk menati tata tertib yang berlaku. 3. Penghargaan Penghargaan mempunyai tiga peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai aturan yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Hurlock (1990 : 90) bahwa peran penghargaan dalam membangun perilaku disiplin adalah memiliki nilai mendidik, sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial, penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini. Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa penghargaan dapat berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Penghargaan mempunyai nilai edukatif yang penting. Penghargaan merupakan agen pendorong anak untuk berperilaku baik sesuai tata tertib yang berlaku. 4. Konsistensi Menurut Hurlock (1990 : 91), bahwa konsisten berarti tingkat keseragaman dan stabilitas. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam cara peraturan ini diajarkan dan dipaksakan, dalam hukuman yang diberikan pada mereka yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Menurut Hurlock (1990 : 92), konsistensi mempunyai tiga peranan penting yaitu mempunyai nilai mendidik yang besar, konsisten mempunyai nilai motivasi yang kuat, konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa konsistensi dalam penerpan disiplin sangat penting. Anak yang mendapat disiplin yang konsisten mempunyai motivasi yang kuat untuk berperilaku menurut standar yang disetujui secara sosial daripada mereka yang

10 18 didisiplin secara tidak konsisten. Anak-anak tersebut memiliki kemungkinan jauh lebih kecil melanggar tata tertib yang berlaku maupun melakukan kenakalan dibandingkan siswa yang didisiplin secara tidak konsisten. f. Pelanggaran Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Maman Rachman ( dalam Tu u, 2004 :53) membagi kelas ke dalam tiga kelompok penyebab munculnya pelanggaran disiplin yaitu pelanggaran disiplin yang timbul oleh guru, pelanggaran disiplin yang ditimbulkan oleh siswa antara lain, pelanggaran disiplin yang timbul oleh lingkungan. Berdasarkan pendapat tersebut, pelanggaran disiplin terhadap tata tertib terjadi salah satu diantaranya karena sikap dan perbuatan guru kurang bijak dan kurang baik dalam persiapan mengajar. Guru tidak mampu menguasai kelas dan menarik perhatian siswa dalam pembelajarannya. Sikap dan perbuatan siswa yang kurang terpuji karena masalah dalam diri serta lingkungan sekolah yang kurang kondusif untuk kegiatan pembelajaran. g. Penanggulangan Disiplin terhadap Tata Tertib Sekolah Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul dan sukses serta memudahkan penyesuaian diri. Sebagaimana pendapat Hurlock (1992: 83) bahwa melalui disiplinlah mereka dapat belajar berperilaku dengan cara yang diterima oleh masyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota masyarakat, dan sebagai hasilnya diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Adanya keterlibatan dan tanggungjawab, diharapkan para siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu yang unggul dan sukses. Keunggulan dan kesuksesan terwujud apabila sekolah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan prestasi dirinya.

11 19 Menurut Tu u (2004:55) penanggulangan disiplin perlu memperhatikan adanya tata tertib, komitmen dan konsekuen, hukuman dan kemitraan dengan orangtua. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa untuk menanggulangi disiplin diperlukan keterlibatan dari berbagai pihak terutama kesadaran individu sendiri dan dukungan kemitraan dengan orang tua, karena pembentukan individu yang disiplin dan penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah namun juga lingkungan keluarga. Sekolah perlu berkoordinasi dengan orangtua dalam usaha membina individu yang disiplin, hal ini dikarenakan keluarga merupakan tempat pertama anak belajar berinteraksi dan belajar mengenai disiplin. Melalui pembiasaan menaati aturan di rumah maka anak juga akan terbiasa menaati peraturan di lingkungan sekolah, karena pada dasarnya unsur dari disiplin adalah pendidikan perilaku bagi anak. Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut Singgih Gunararsa (dalam Tu u, 2004:57), dapat dilakukan melalui tahapan preventif,represif dan kuratif. Langkah preventif lebih pada usaha untuk mendorong siswa melaksanakan tata tertib sekolah. Memberi persuasi bahwa tata tertib baik untuk perkembangan dan keberhasilan sekolah. Disiplin individu yang baik menunjang penyelesaian tugas belajar, peningkatan prestasi belajar dan perkembangan perilaku yang positif. Sesuai pendapat diatas bahwa penanggulangan masalah disiplin di sekolah dapat dilakukan melalui tahapan preventif,represif dan kuratif. Langkah preventif merupakan langkah pencegahan siswa melanggar tata tertib sekolah. Langkah represif sudah berurusan dengan siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Siswa-siswa ini ditolong agar tidak melanggar lebih jauh lagi, dengan jalan nasihat,peringatan atau sanksi disiplin. Langkah kuratif merupakan upaya pembinaan dan pendampingan siswa yang melanggar tata tertib dan sudah diberi sanksi disiplin. Langkah kuratif dilakukan untuk membina siswa agar dapat kembali berperilaku sesuai tata tertib yang berlaku.

12 20 2. Konseling Kelompok dengan Teknik Self-Management a. Pengertian Teknik Self-Management Gunarsa (dalam Nurzakiyah dan Budiman, 2015 :14) menyatakan bahwa Self-management merupakan salah satu model dalam cognitivebehavior therapy. Self-management meliputi pemantauan diri (selfmonitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control. Anggapan dasar Self management merupakan teknik kognitif behavioral adalah bahwa setiap perilaku manusia itu merupakan hasil dari proses belajar (pengalaman) dalam merespon berbagai stimulus dari lingkungannya. Namun self managemet juga menolak pandangan behavioral radikal yang mengatakan bahwa manusia itu sepenuhnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungannya. Hal ini dikarenakan selfmanagement memandang klien memiliki kemampuan untuk mengamati, mencatat dan menilai pikiran, perasaan, dan tindakannya sendiri. Pada dasarnya klien memiliki kekuatan dan keterampilan yang dapat dikembangkan untuk menyeleksi faktor-faktor lingkungan dan penyerahan tanggung jawab kepada klien untuk mengubah perilaku karena klienlah yang paling tahu, paling bertanggung jawab, dan dengan demikian paling mungkin untuk mengubah dirinya. Ikhtiar mengubah atau mengembangkan diri atas dasar inisiatif dan penemuan sendiri, membuat perubahan itu bertahan lama. Self-Management merupakan salah satu teknik dalam konseling kelompok yang berupa pengarahan diri sendiri untuk mengubah perilaku sesuai yang diharapkan. Nursalim (2013: 149), Self-Management adalah suatu proses dimana konseli mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi. Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013: 150) menyatakan dalam bidang konseling, Self-Management (SM) merupakan suatu prosedur yang baru.

13 21 Self-Management, kadang-kadang disebut behavioral self-control, menunjuk pada kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya, yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya tersebut sulit. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa Self-Management merupakan salah satu teknik dalam konseling kelompok untuk mengubah tingkah laku yang diinginkan. Self-management adalah strategi yang memberikan kesempatan pada konseli untuk mengatur atau memantau perilakunya sendiri dengan satu strategi atau kombinasi strategi untuk mengubah perilaku. Self-management merupakan suatu prosedur dimana individu mengatur perilakunya sendiri (Komalasari, 2011: 180). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa self-management melatih individu mengambil keputusan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Hal ini sejalan dengan pendapat Corey (1995:431) yang menyatakan bahwa seringkali individu menemukan bahwa alasan utama dari ketidakberhasilannya mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya keterampilan. Sehingga diperlukan pendekatan pengarahan diri sendiri untuk mencapai perubahan perilaku yang diinginkan. Self management berarti mendorong diri sendiri untuk maju, mengatur semua unsur kemampuan pribadi, mengendalikan kemampuan untuk mencapai hal-hal yang baik, dan mengembangkan berbagai segi dari kehidupan pribadi agar lebih sempurna (Gie, 2000: 77). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management mampu mengembangkan dan mengarahkan kemampuan pribadi seseorang sehingga mampu mencapai hal-hal yang lebih baik dalam hidupnya. Sedangkan pendapat lain mengatakan self-management adalah menunjuk pada suatu teknik dalam terapi kognitif behavioral berlandaskan pada teori belajar yang dirancang untuk membantu para konseli mengontrol dan mengubah tingkah lakunya sendiri ke arah tingkah laku

14 22 yang lebih efektif, sering dipadukan dengan self-reward (Mappiare, 2006:297). Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa self-management merupakan terapi yang membantu konseli mengubah dan mengontol tingkah laku yang lebih efektif untuk pencapain suatu tujuan tertentu. Soekardji (dalam Nursalim, 2013 :151) Self-Management ialah prosedur dimana seseorang mengarahkan atau mengatur tingkah lakunya sendiri. Pada prosedur ini biasanya subjek terlibat pada lima komponen dasar yaitu : menentukan perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebur, memilih prosedur yang akan diterapkan, melaksanakan prosedur tersebut dan mengevakuasi efektivitas prosedur tersebut. Penerapan teknik self management dengan mengkombinasikan teknik lebih efektif dari pada menggunakan satu teknik saja. Menurut Sugiharto (dalam Handoko, 2014: 6) ada tiga teknik yang fisibel untuk diterapkan dalam melakukan strategi pengelolaan diri, yaitu: pantau diri (selfmonitoring), kendali stimulus (stimulus control), dan ganjar diri (selfreward). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa selfmanagement merupakan suatu prosedur baru dalam konseling yang menunjuk pada kemampuan individu untuk memonitor diri, mengarahkan perilaku dan memberikan hadiah pada diri sendiri apabila berperilaku sesuai yang diharapkan. Nursalim (2013: 149) mengemukakan ada tiga macam strategi self management yaitu : self-monitoring,stimulus-control,dan self-reward. Selfmonitoring adalah upaya konseli untuk mengamati diri sendiri,mencatat sendiri tingkah laku tertentu (pikiran,perasaan dan tindakan) tentang dirinya dan interaksinya dengan peristiwa lingkungan. Self-monitoring merupakan suatu proses konseli mengamati dan mencatat segala sesuatu tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Strategi pemantauan diri ini konseli mengamati dan mencatat perilaku tidak disiplin yang dilakukan, mengendalikan penyebab terjadinya masalah tidak disiplin (antecedent) dan

15 23 menghasilkan konsekuensi apabila perilaku tidak disiplin tersebut dilakukan kembali. Stimulus-control adalah merancang sebelumnya antecedent atau syarat pedoman atau petunjuk untuk menambah atau mengurangi tingkah laku. Strategi stimulus-control dilakukan dengan memodifikasi lingkungan agar dapat mendukung terciptanya perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Self-reward adalah pemberian hadiah pada diri sendiri, setelah tercapainya tujuan yang diinginkan. Self-reward dilakukan setelah konseli berhasil berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah sebagai indikator tercapainya tujuan self-management. Konseli berhak memberikan dan menentukan sendiri self-reward yang diinginkan. Nursalim (2013: 149) mengemukakan aspek-aspek strategi selfmanagement yaitu 1) Konseli dilatih pengarahan diri dalam interview, 2) Konseli mengarahkan diri sendiri melalui tugas pekerjaan rumah, 3) Konseli mengamati sendiri dan mencatat sendiri tingkah laku yang diinginkan atau pekerjaan rumah, 4) Menghadiahi diri sendiri setelah keberhasilan tingkah laku tindakannya dan tugas rumah. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management memerlukan kesadaran diri untuk melakukan pengarahan diri untuk pengubahan tingkah laku yang diinginkan melalui penyelesaian tugas maupun pekerjaan rumah. Nursalim (2013: 149) program self-management yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik mempunyai keuntungan : 1. Menambah pemahaman individu terhadap lingkungan dan mengurangi ketergantungan terhadap konselor atau yang lain. 2. Praktis,tidak mahal dan gampang 3. Mudah dijawab Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa strategi self-management lebih efektif dan efisien dalam menumbuhkan pemahaman dan kesadaran siswa, khususnya dalam hal disiplin terhadap tata tertib sekolah. Self-Management

16 24 menuntut siswa agar mampu menumbuhkan kesadaran diri sendiri melalui kegiatan pemantauan diri, stimulus-control dan self-reward untuk dapat berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. b. Prosedur Self-Management Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013: 150) mengemukakan adanya empat strategi dalam SM, yaitu (1) self monitoring, (2) mengubah stimuli lingkungan, (3) belajar respon alternatif, dan (4) mengubah konsekuensi respon. Menurut Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:150), terdapat tiga strategi atau prosedur SM, yaitu (1) self monitoring, (2) stimuluscontrol, dan (3) self-reward. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa untuk membentuk dan merubah perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah yang diinginkan dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap yang pertama yaitu self-monitoring yaitu individu memantau dan mengamati setiap tindakan dan perilakunya sendiri. Pada tahap selanjutnya yaitu stimulus-control yaitu individu mulai menata kembali pola berpikir, pola perilakunya, dan emosinya dengan tujuan untuk mengurangi perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah. Tahap terakhir yaitu self-reward yaitu individu memperkuat perilakunya melalui konsekuensi yang dihasilkannya sendiri. Jika konseli dapat berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah maka konseli tersebut akan memperoleh penghargaan atau hadiah dan jika konseli berperilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah maka konseli tersebut tidak akan memperoleh hadiah. Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:151) mengemukakan terdapat lima karakteristik yang mendukung keefektifan program-program SM, yaitu (1) penggunaan kombinasi strategi lebih dianjurkan karena lebih berdaya guna daripada strategi tunggal, (2) konsistensi penggunaan strategi, (3) evaluasi diri dan penetapa standar, (4) penggunaan penguat, (5) dukungan lingkungan.

17 25 Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Self- Managemet lebih efektif menggunakan kombinasi strategi daripada strategi tunggal. Terdapat tiga macam strategi dalam Self-Management yaitu (1) self monitoring, (2) stimulus-control, dan (3) self-reward. Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013: 151), menggabungkan kelima karakteristik strategi tersebut ke dalam sebelas langkah selfmanagement. Berikut ini adalah sebelas langkah program self-management beserta penjelasannya yang dilakukan selama 3 kali konseling kelompok. Tabel 2.1 Langkah-langkah teknik self-management KARAKTERISTIK LANGKAH-LANGKAH Utama Tambahan Penetapan standar dan evaluasi diri Langkah 1 : Konseli mengidentifikasi dan mencatat perilaku sasaran dan mengendalikan anteseden (pra syarat perilaku) atau konsekuensi Masing-masing kelompok konseli dipimpin untuk mencatat berbagai perilaku yang melanggar tata tertib sekolah. Penetapan standar dan evaluasi diri Langkah 2 : Konseli mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dan arah perubahan (tujuan) Konseli mencatat perilakunya masingmasing yang pernah melanggar tata tertib. Kombinasi strategi Langkah 3 : Konselor menjelaskan strategi Self- Management Kombinasi strategi Langkah 4 : Konseli memilih satu atau lebih strategi Komitmen dan konsistensi Langkah 5 : Konseli

18 26 penggunaan strategi Penggunaan strategi pilihan Penggunaan strategi pilihan Penggunaan strategi yang konsisten Evaluasi diri, penguatan diri,dan dukungan lingkungan menyatakan komitmen untuk melaksanakan langkah 2 dan 4 Langkah 6 : Konselor mengintruksikan strategi yang dipillih Langkah 7 : Konseli mempraktikan strategi yang dipilih. Langkah 9 : Konseli merekam penggunaan strategi dan level perilaku sasaran Langkah 10 : Data konseli direview oleh konselor dengan konseli ; konseli melaksanakan atau membuat revisi program Langkah 8 : Penggunaan strategi pilihan dalam situasi in vivo. Langkah 11 : Analisis atau pemetaan data hasil penguatan diri dan lingkungan untuk mengembangkan kemajuan konseli Pengelolaan diri merupakan salah satu model dalam cognitivebehavior therapy. Pengelolaan diri meliputi pemantauan diri (self-monitoring), reinforcement yang positif, kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap ransangan (stimulus control). Teknik perubahan perilaku pengelolaan diri merupakan salah satu dari penerapan teori modifikasi perilaku dan merupakan gabungan teori behavioristik dan teori kognitif sosial. Hal ini merupakan hal baru dalam membantu konseli menyelesaikan masalah karena didalam teknik ini menekankan pada konseli untuk mengubah tingkah laku yang dianggap merugikan yang sebelumnya menekankan pada bantuan orang lain. Fungsi

19 27 pengelolaan diri yaitu dapat mengatasi beberapa problem dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa pengelolaan diri memiliki keuntungan untuk mengubah tingkah laku yang dianggap merugikan melalui adanya kesadaran diri, sehingga ketergantungan konseli terhadap konselor dapat diminimalisir. Fungsi strategi pengelolaan diri adalah sebagai strategi yang dapat membantu seseorang untuk memecahkan berbagai masalah dengan mengelola diri sesuai dengan tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pengelolaan diri dipengaruhi oleh faktor-faktor observasi diri, evaluasi diri dan reaksi diri. Untuk mencapai situasi ini, individu tersebut akan memberikan perhatian yang penuh pada kualitas, kecepatan atau orisinalitas kerja diri sendiri. Evaluasi diri membantu meregulasi perilaku melalui proses mediasi kognitif dan proses evaluasi diri tergantung pada empat hal, yaitu standar diri, performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan penyempurnaan performa. Sebagaimana gangguan ketergantungan lainnya, perilaku tidak disiplin terhadap tata tertib sekolah dapat diatasi, individu perlu belajar mengubah tingkah lakunya dengan mengelola diri. Konseling kelompok dapat dijadikan strategi dalam mengubah kecanduan mereka.pelaksanaan konseling mengalami perkembangan, dari yang semula menekankan pada pendekatan individual berkembang dengan pendekatan kelompok. Strategi Self-Management meliputi self-monitoring, stimulus-control, dan self-reward. Penjelasan masing-masing strategi adalah sebagai berikut : 1) Self Monitoring Tahap ini subjek dengan sengaja dan dengan cermat mengamati perilaku sendiri dan mencatatnya. Menurut Cormier (dalam Nursalim, 2013 : 153), monitor diri (self-monitoring) adalah proses konseli mengobservasi dan mencatat situasi lingkungan. Snyder dan Gangestad (dalam Nandang Budiman dan Siti Nurzaakiyah, 2014 :20) menegaskan bahwa pemantauan diri merupakan

20 28 tahap pertama dan utama dalam langkah pengubahan diri. Pemantauan diri juga sangat berguna untuk evaluasi. Ketika konseli melakukan pemantauan diri tentang perilaku sasaran sebelum dan selama program perlakuan (Comenero, Nandang Budiman dan Siti Nurzaakiyah,2014 : 21). Para peneliti telah membuktikan bahwa pemantauan diri juga dapat menghasilkan perubahan, ketika konseli mengumpulkan data tentang dirinya, data tersebut dapat mempengaruhi perilakunya lebih lanjut. Berdasarkan pendapat tersebut monitor diri digunakan sementara untuk menilai masalah, sebab data pengamatan dapat menjelaskan kebenaran atau perubahan laporan verbal konseli tentang tingkah laku bermasalah. Biasanya konseli mengobservasi dan mencatat perilaku bermasalah, mengontrol penyebab dan konsekuensi hasil. Selfmonitoring merupakan strategi awal untuk mengumpulkan data mengenai perilaku bermasalah, mencari faktor penyebab munculnya perilaku dan konsekuensi hasil. Thoresen dan Mahoney (dalam Nursalim, 2013: 153) manyatakan bahwa monitoring diri adalah tahap pertama yang utama dalam program perubahan diri. Konseli harus dapat menyelidiki sesuatu yang terjadi sebelum implementasi strategi perubahan diri.langkah-langkah selfmonitoring adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Langkah-langkah self-monitoring Langkah-langkah Keterangan 1. Rasional Berisi tujuan dan overview (gambaran singkat) prosedur strategi 2. Penentuan respon yang Memilih target respon yang akan diobservasi dimonitor : 1. Jenis respon 2. Kekuatan/valensi respon 3. Jumlah respon

21 29 3. Mencatat respons a. Saat mencatat dan timing mencatat 1. Mencatat sebelum kemunculan perilaku digunakan untuk mengurangi respons. Mencatat sesudah kemunculan perilaku digunakan untuk menambah respon. 2. Mencatat dengan segera 3. Mencatat ketika tidak ada respon-respon lain yang mengganggu pencatatan/perencanaan. b. Metode mencatat 1. Menghitung frekuensi 2. Mengukur lamanya a) Mencatat terus-menerus b) Waktunya acak c. Alat mencatat 1. Portable seperti tusuk gigi,kerikil 2. Accesible seperti tandatanda,bintang 4. Membuat peta suatu respons Membuat peta atau grafik dari jumlah perolehan yang tercatat 5. Memperlihatkan data Memberitahukan data kepada pihak yang dapat mendukung pengubahan perilaku yang diinginkan 6. Analisis Data Ketepatan intepretasi data

22 30 Pemahaman tentang hasil evaluasi diri dan dorongan diri 2) Stimulus-Control Menurut Nursalim (2013 : 156) stimulus-control adalah penyusunan/perencanaan kondisi-kondisi lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, yang membuat terlaksananya atau dilakukannya tingkah laku tertentu. Kondisi lingkungan berfungsi sebagai tanda/ anteseden dari suatu respons tertentu. Kata lain anteseden merupakan suatu stimulus untuk suatu respons tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa stimuluscontrol adalah kondisi prasyarat / anteseden untuk memunculkan suatu tingkah laku yang diinginkan atau untuk mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan. Penerapan strategi stimulus-control dalam mengurangi tingkah laku tidak disiplin adalah menciptakan kondisi yang mendukung siswa untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Menurut Gie (2000: 79) mengemukakan bahwa pengendalian diri adalah perbuatan manusia membina tekad untuk mendisiplinkan kemauan, memacu semangat mengikis keseganan, dan mengarahkan tenaga untuk benar-benar melaksanakan tugas yang harus dikerjakan di sekolah. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa adanya pengendalian diri yang kuat tentunya akan memunculkan sebuah tekad atau keinginan yang kuat untuk melaksanakan apa yang harus dikerjakan atau diharapkan. Keinginan yang kuat akan memacu munculnya semangat untuk bisa memperoleh apa yang ingin dicapainya. Adanya stimuluscontrol yang baik akan memudahkan siswa dalam mengarahkan diri untuk meningkatkan perilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. 3) Self-Reward Menurut Soekadji (dalam Nursalim 2013 :157) prosedur Selfreward digunakan untuk memperkuat atau untuk meningkatkan rspons

23 31 yang diharapkan. Bila suatu stimulus(benda atau kejadian) dihadirkan sebagai akibat atau konsekuensi suatu perilaku dan bila karenanya perilaku tersebut dapat meningkat atau terpelihara, maka peristiwa tersebut disebut self-reward (pengukuhan). Seperti dalam prosedur lain,pengukuhan dapat menggunakan berbagai bentuk perangsang benda, makanan, simbolis verbal, aktivitas fisik maupun imajinasi. Perangsang yang terbaik ialah yang wajar dan bersifat intrinsik, seperti senyuman puas terhadap keberhasilan sendiri,perasaan puas,atau mempertegak diri dengan rasa kebanggaan. Sedangkan menurut Heffernan dan Richads (dalam Cormier, 1985: 45), penghargaan diri adalah mampu menguji diri sendiri secara tersembunyi atau memberikan hal-hal yang positif kepada diri sendiri atas peningkatan yang dirasakan berhubungan dengan perubahan diri. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa penghargaan diri dapat diberikan setelah ada perubahan diri kearah yang positif dan adanya penghargaan diri memberikan pengaruh yang baik pada diri sendiri. Menurut Soekadji (dalam Nursalim 2013 :157) menyatakan bahwa agar penerapan self reward yang efektif, perlu dipertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut yaitu ; (1) menyajikan pengukuhan seketika, (2) memilih pengukuhan yang tepat, (3) memilih kualitas pengukuhan, (4) mengatur kondisi situasional, (5) menentukan kuantitas pengukuh, (6) mengatur jadwal pengukuh. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa Self-reward digunakan untuk memperkuat atau menambah respons yang diinginkan, Self-reward berfungsi mempercepat target tingkah laku. Nursalim (2013 : 157) mengemukakan ada 4 komponen yang merupakan bagian integral dari prosedur self-reward yang efektif: 1. Pemilihan hadiah yang memadai/cocok: a. Hadiah bersifat mendidik b. Gunakan hadiah yang terjangkau c. Gunakan beberapa hadiah d. Gunakan berbagai macam jenis (verbal, material, mutakhir, potensial, dsb).

24 32 e. Tukar hadiah bila tidak cocok 2. Pengadaan hadiah a. Konseli sendiri yang menentukan kelayakan respons yang ditargetkan. b. Tentukan sendiri seberapa banyak yang akan dilakukan dalam hubungan dengan hadiah yang telah dipilih. 3. Pengaturan waktu self-reward a. Hadiah harus diberikan sesudahnya,bukan sebeum tingkah laku. b. Hadiah harus disegerakan. c. Hadiah harus mengikuti perubahan,bukan janji-janji. 4. Rencana untuk mempertahankan pengubahan diri a. Cari bantuan orang lain untuk sharing atau menyalurkan hadiah b. Tinjauan data dengan konselor Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa agar siswa dapat berperilaku disiplin diperlukan hadiah yang memiliki sifat mendidik dan mampu mendorong atau memotivasi siswa agar berperilaku disiplin terhadap tata tertib sekolah. Hadiah diberikan setelah siswa melakukan perubahan perilaku disiplin yang disepakati. c. Pengertian Konseling Kelompok Konseling kelompok merupakan suatu proses yang melibatkan konselor dalam hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang sama, jumlahnya dapat bervariasi antara 8 sampai 12 orang. Konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan (memusatkan) pada kesadaran berpikir dan tingkah laku, melibatkan fungsi terapeutik, berorientasi pada kenyataan, adanya rasa saling mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan. Menurut Latipun (dalam Handoko, 2014: 28) bahwa faktor yang mendasar penyelenggaraan konseling kelompok adalah bahwa proses pembelajaran dalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku termasuk dalam hal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok. Dalam suatu kelompok, anggotanya dapat memberi umpan balik

25 33 yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan anggota satu dengan lainnya saling memberi dan menerima. Pendapat tersebut dapat diimaknai bahwa dalam konseling kelompok anggota kelompok saling memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain sehingga memudahkan pemecahan masalah. Menurut Mungin (2005: 33) menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan, dan perilaku anggota kelompok untuk meningkatkan kesadaran diri akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa melalui konseling kelompok, individu menjadi sadar akan kelebihan dan kelemahannya, mengenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas-tugas perkembangan. Pelaksanaan konseling kelompok memerlukan dinamika kelompok untuk mencapai interaksi sosial yang intensif. Hal ini sesuai pendapat Prayitno (1985: 53) yang menyatakan bahwa peran dinamika kelompok dan suasana kelompok diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan keterampilan sosial pada umumnya, meningkatkan kemampuan pengendalian diri, tenggang rasa atau tepo sliro. Dengan kelompok yang terdiri dari remaja yang mengalami masalah disiplin terhadap tata tertib sekolah menjadi media untuk sharing atau tukar pikiran antar anggota kelompok mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga mereka mampu menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Selain itu untuk membuat tiap anggota kelompok mampu menjadi mandiri dalam mengatur diri, maka diberikan pengelolaan diri (Linn & Hodge, 1982). Beberapa rumusan para ahli tersebut dapat dimaknai bahwa pengertian konseling kelompok adalah suatu kegiatan konseling yang dilaksanakan dalam suasana kelompok melalui pengembangan pemahaman,

26 34 sikap, keyakinan dan perilaku konseli yang tepat melalui dinamika kelompok. d. Tujuan dan Asas Layanan Konseling Kelompok Kesuksesan layanan konseling kelompok sangat dipengaruhi oleh keberhasilan tujuan yang akan dicapai dalam layanan konseling kelompok yang diselenggarakan. Menurut Mungin (2005: 2 4), tujuan umum layanan bimbingan dan konseling kelompok adalah berkembangnya sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Disamping itu juga dimaksudkan untuk mengentaskan masalah konseli dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Adapun tujuan khusus konseling kelompok pada dasarnya terletak pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa konseling kelompok mempunyai tujuan yang praktis dan dinamis dalam membantu mengembangkan potensi siswa untuk memahami diri, menerima diri, mengarahkan diri, mengambil keputusan diri, merealisasikan keputusannya secara bertanggung jawab baik itu dibidang pribadi, sosial, belajar, karir secara mandiri untuk menjadi insan produktif, inovatif, mandiri, kreatif, dan efektif. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam konseling kelompok, adalah dengan memperhatikan asas-asas di dalamnya. Mungin (2005: 6 8) menjelaskan mengenai asas-asas konseling kelompok meliputi asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan dan asas kenormatifan. Asas-asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Asas kerahasiaan Asas kerahasiaan artinya anggota kelompok harus menyimpan dan merahasikan data, keterangan, informasi, masalah yang dibicarakan dalam konseling kelompok. 2) Asas keterbukaan Asas keterbukaan artinya semua peserta bebas dan terbuka mengeluarkan pendapat, ide saran, dan perasaan yang dirasakan dan dipikirkan.

27 35 3) Asas kesukarelaan Asas kesukarelaan artinya semua peserta dapat menampilkan diri secara spontan tanpa dipaksa oleh teman yang lain atau konselor atau pemimpin kelompok. 4) Asas kenormatifan Asas kenormatifan artinya semua yang dibicarakan dan yang dilakukan dalam konseling kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku. e. Tahap-tahap Kegiatan Konseling kelompok Konseling kelompok dalam pelaksanaannya melalui beberapa tahap. Pelaksanaan penelitian konseling kelompok dengan teknik self-management untuk meningkatkan disiplin terhadap tata tertib sekolah, mengacu pada tahap-tahap konseling kelompok yang dikemukakan oleh Mungin (2005: 18) meliputi empat tahap yaitu pembentukan, peralihan, tahap kegiatan, tahap pengakhiran, evaluasi dan tindak lanjut. Tahap-tahap konseling kelompok tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Tahap Permulaaan/Pelibatan diri Mungin (2005: 19) menjelaskan tahap permulaan merupakan tahap pengenalan dan penjajakan, para peserta diharapkan dapat membangun hubungan secara terbuka, mampu menyampaikan harapan, keinginan dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing anggota. Penampilan Konselor atau pemimpin kelompok pada tahap permulaan hendaknya benar-benar bisa meyakinkan anggota kelompok sebagai orang yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan yang diharapkan. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam tahap pembentukan menurut Mungin (2005: 18) : a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan kesediaan anggota kelompok untuk melaksanakan kegiatan.

28 36 b. Berdoa secara bersama, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. c. Konselor menjelaskan pengertian konseling kelompok (disesuaikan dengan kegiatan apa yang direncanakan). d. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok atau konseling kelompok. e. Menjelaskan tata cara pelaksanaan konseling kelompok. f. Menjelaskan asas-asas dalam konseling kelompok yaitu asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan, kenormatifan. g. Melaksanakan perkenalan dilanjutkan dengan permainan pengakraban. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa tahap permulaan merupakan tahap yang penting untuk menciptakan hubungan yang kondusif untuk pencapaian tujuan kelompok yang telah direncanakan.tahap permulaan menuntut konselor mampu meyakinkan anggota kelompok untuk saling terbuka dalam mengungkapkan masalah yang dihadapi dan menumbuhkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan masingmasing anggota kelompok. 2) Tahap Peralihan atau Transisi Menurut Mungin (2005: 21) tahap transisi adalah suatu tahap setelah proses pembentukan dan sebelum tahap kerja kelompok. Dalam konseling kelompok yang diperkirakan berakhir 6 10 sesi, tahap transisi terjadi pada sesi kedua atau ketiga dan biasanya berlangsung satu sampai tiga pertemuan. Menurut Mungin (2005 : 24) tahap peralihan dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah : a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga). c. Mambahas suasana yang terjadi. d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota e. Kalau dipandang perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan). Berdasarkan pendapat diatas dapat dimaknai bahwa tahap transisi merupakan perpindahan antara tahap pembentukan dengan tahap

29 37 kegiatan. Pada tahap transisi konselor harus mampu mendorong anggota kelompok secara sukarela membuka diri untuk mengikuti kegiatan kelompok. Penampilan konselor atau pemimpin kelompok yang menggambarkan sikap yang tulus, hormat, hangat dan empati akan sangat membantu mencairkan suasana menuju tahap kegiatan. 3) Tahap Kegiatan Menurut Mungin (2005: 25) tahapan kegiatan merupakan tahap inti dari proses suatu kelompok dan merupakan kehidupan yang sebenarnya dari kelompok. Tahapan kegiatan selalu dianggap sebagai tahapan yang selalu produktif dalam perkembangan kelompok yang bersifat membangun (contructivenature) dan dengan pencapaian hasil yang baik (achievementofresults) selama tahapan kerja hubungan anggota kelompok lebih bebas dan lebih menyenangkan. Tahap kegiatan diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan seperti berikut: a. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya. b. Kelompok memilih masalah mana yang hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. c. Konseli (anggota kelompok yang masalahnya dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai masalah yang dialaminya. d. Seluruh anggota kelompok aktif membahas masalah konseli melalui berbagai cara, seperti: bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan. e. Konseli setiap kali diberi kesempatan untuk merespon tentang apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan sesama anggota kelompok. f. Kegiatan selingan di isi dengan permainan yang bersifat humor dan edukatif. Pendapat tersebut dimaknai bahwa tahap kegiatan merupakan tahap terpenting dalam kegiatan konseling kelompok dikarenakan anggota kelompok saling mengungkapkan masalah yang dihadapi dan melalui dinamika kelompok yang ada maka anggota kelompok saling memberikan saran penyelesaian masalah yang dibahas. Kegiatan tersebut adalah

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Academic Self Management dalam Bimbingan dan Konseling. pelayanan pada siswanya yang bermasalah.

BAB II PEMBAHASAN. A. Academic Self Management dalam Bimbingan dan Konseling. pelayanan pada siswanya yang bermasalah. 17 BAB II PEMBAHASAN A. Academic Self Management dalam Bimbingan dan Konseling Permasalahan Academic Self-Management yang rendah pada siswa manjadi tanggung jawab konselor sekolah. Dalam ranah bimbingan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Disiplin BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aktivitas atau kegiatan, kadang kegiatan itu kita lakukan dengan tepat waktu tapi kadang

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetisi, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Disiplin Tata Tertib di Sekolah a. Pengertian Disiplin Tata Tertib di Sekolah Kegiatan formal di sekolah tidak lepas dari tata tertib yang mengatur perilaku semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Disiplin Disiplin kerja sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan diri suatu perusahaan atau instansi pemerintah. Disiplin kerja digunakan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan dan Konseling memiliki layanan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Disiplin Belajar 1. Pengertian Disiplin Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang keberhasilan siswa di kelas maupun di sekolah. Ini bertujuan agar siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

LAYANAN KONSELING KELOMPOK

LAYANAN KONSELING KELOMPOK sugiyatno@uny.co.id LAYANAN KONSELING KELOMPOK Program Studi Bimbingan Konseling FIP Universitas Negeri Yogyakarta 2010 Konseling Proses membantu individu mengatasi hambatan2 perkembangan dirinya dan utk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela BAB II KAJIAN TEORI A. Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Disiplin Berlalu Lintas Menurut Hurlock (2005), disiplin berasal dari kata yang sama dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara

Lebih terperinci

Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi. Oleh: Danang Wicaksono

Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi. Oleh: Danang Wicaksono Membangun Kedisiplinan Melalui Aktivitas Berlatih Di Klub Pembinaan Olahraga Prestasi Oleh: Danang Wicaksono danangvega@uny.ac.id Abstrak Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup di lingkungan sosial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Nawa Kartika, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, yang berlokasi di Jalan Raya Solo Wonogiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS. kewajiban belajar secara sadar dan menaati peraturan yang ada di lingkungan II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR,DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar Disiplin belajar adalah pernyataan sikap dan perbuatan siswa dalam melaksanakan kewajiban belajar secara sadar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, sekaligus dasar eksistensi suatu masyarakat yang dapat menentukan struktur suatu masyarakat dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di

BAB I PENDAHULUAN. tata tertib, peraturan dengan penuh rasa tanggung jawab dan disiplin. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan proses belajar mengajar tertib dan lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsinya sebagai individu maupun makhluk sosial. Komunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan sarana paling utama dalam kehidupan manusia, yang berarti tak ada seorangpun yang dapat menarik diri dari proses ini baik dalam fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara. Sekolah sebagai ruang lingkup pendidikan perlu menjamin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekolah dipahami sebagai lembaga pendidikan formal. Di tempat inilah kegiatan belajar mengajar berlangsung. Para guru dan siswa terlibat secara interaktif dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap individu mengalami perubahan melalui serangkaian tahap perkembangan. Pelajar dalam hal ini masuk dalam tahap perkembangan remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin

BAB I PENDAHULUAN. tidak pernah dikenalkan pada aturan maka akan berperilaku tidak disiplin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Keluarga merupakan salah satu panutan utama dalam penanaman

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Subyek diteliti oleh penulis berjumlah 3 (tiga) siswa yaitu MD, FL dan BS. Ketiga siswa ini mempunyai nilai rata-rata cukup baik. Ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan metode pengajaran yang tepat. diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada 18 II. TINJAUAN PUSTAKA Sebelum membahas lebih lanjut mengenai bimbingan kelompok, disini akan diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada dalam bimbingan dan konseling. Bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebuah organisasi apapun bentuknya membutuhkan pegawai yang paling ideal untuk mendukung terciptanya pencapaian tujuan organisasi. Pegawai sebagai Man Power

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang terpenting dalam suatu perusahaan maupun instansi pemerintah, hal ini disebabkan semua aktivitas dari suatu instansi

Lebih terperinci

BAB II BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN

BAB II BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN BAB II BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN A. Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata Guidance

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berpikir positif. Adapun penjabaran dan hubungan dari masing-masing

II. TINJAUAN PUSTAKA. berpikir positif. Adapun penjabaran dan hubungan dari masing-masing II. TINJAUAN PUSTAKA A. Latar Belakang Teoritis Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang saling berkaitan. Variabel bebas adalah layanan bimbingan kelompok dan variabel terikat adalah berpikir positif.

Lebih terperinci

Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012

Jurnal Psikologi Pendidikan dan bimbingan Vol. 13. No.1, Juli 2012 PENGGUNAAN STRATEGI PENGELOLAAN DIRI (SELF- MANAGEMENT)UNTUK MENGURANGI TINGKAT KEMALASAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII E MTs AL ROSYID DANDER-BOJONEGORO Trio Isnansyah Marwi 1, Drs. Sutijono, M.M 2 ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGELOLAAN KELAS DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGEMBANGAN RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Husni El Hilali Abstraksi Pengelolaan kelas memiliki peran yang sangat penting dalam proses pendidikan. Proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem

Lebih terperinci

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari Konsep Behavioral Therapy KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR Dyesi Kumalasari Dyesi91kumalasari91@gmail.com Abstrak Artikel ini mendiskripsikan tentang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)

BAB II LANDASAN TEORI. potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) BAB II LANDASAN TEORI A. MOTIVASI BELAJAR 1. Definisi Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan pada anak usia prasekolah 1. Pengertian Disiplin merupakan cara orang tua mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral yang dapat diterima kelompok. Tujuan utamanya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Disiplin Belajar di Rumah Displin belajar adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses usaha yang dilakukan

Lebih terperinci

Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok Konselor Volume 2 Number 4 December 2013 ISSN: Print 1412-9760 Received October 11, 2013; Revised Nopember 11, 2013; Accepted December 30, 2013 Pendapat Siswa Tentang Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Sekolah yang merupakan suatu sarana pendidikan diharapkan dapat menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan jaman.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN. Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI PENELITIAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian tentang pengaruh penerapan tata tertib sekolah terhadap tingkat kedisiplinan siswa menunjukkan bahwa kecenderungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian disiplin belajar Disiplin merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mendididk dan membentuk perilaku siswa menjadi orang yang berguna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar

I. PENDAHULUAN. belajar yang baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi dasar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak harus dipenuhi manusia sebagai makhluk individu maupun kelompok. Pendidikan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas, dan produktivitas. Untuk itu diperlukan sistem

I. PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas, dan produktivitas. Untuk itu diperlukan sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas, dan produktivitas. Untuk itu diperlukan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI HUKUMAN (Studi Tentang Pandangan Stakeholder di SMP Miftahurrohman Punduttrate Benjeng Gresik)

PENDIDIKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI HUKUMAN (Studi Tentang Pandangan Stakeholder di SMP Miftahurrohman Punduttrate Benjeng Gresik) 1 PENDIDIKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI HUKUMAN (Studi Tentang Pandangan Stakeholder di SMP Miftahurrohman Punduttrate Benjeng Gresik) Muhammad Husnur Rofiq I Kedisiplinan masih menjadi problem serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) merumuskan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

Konseling Individual Pendekatan Behavioral Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Belajar Siswa

Konseling Individual Pendekatan Behavioral Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Belajar Siswa Konseling Individual Pendekatan Behavioral Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Belajar Siswa 67 KONSELING INDIVIDUAL PENDEKATAN BEHAVIORAL (Token Ekonomi dan Pengaturan Diri) UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Hal tersebut selaras dengan fungsi

Lebih terperinci

Penerapan Bimbingan Konseling Pendidikan dalam Membentuk Kedisiplinan (Layanan Bimbingan Pengembangan Diri) A. PENDAHULUAN

Penerapan Bimbingan Konseling Pendidikan dalam Membentuk Kedisiplinan (Layanan Bimbingan Pengembangan Diri) A. PENDAHULUAN Penerapan Bimbingan Konseling Pendidikan dalam Membentuk Kedisiplinan (Layanan Bimbingan Pengembangan Diri) Oleh: Farida SARI Bimbingan dan konseling pendidikan adalah kegiatan atau proses bimbingan dan

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS

MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS MODEL PEMBERIAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN KELAS Jimmi Apul Maringan Manalu Sekolah Dasar Swasta Pengharapan Patumbak Deli Serdang Corresponding author: jimmimanalu94@gmail.com Abstrak Motivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing, agar berlangsung tertib, efektif dan efisien. Norma-norma itu

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing, agar berlangsung tertib, efektif dan efisien. Norma-norma itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak didik sebagai generasi penerus bangsa, sejak dini harus dikenalkan dengan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia, yang berguna bagi dirinya masing-masing,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan dan juga penghargaan. Tanpa didukung oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakikat Kemandirian Anak 2.1.1 Pengertian Kemadirian Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial tertentu. Proses komunikasi antar pribadilah yang dapat menumbuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sosial tertentu. Proses komunikasi antar pribadilah yang dapat menumbuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial setiap individu akan selalu berkeinginan untuk berbicara, saling tukar-menukar pendapat dan informasi ataupun saling berbagi pengalaman dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN

PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN Edu-Bio; Vol. 3, Tahun 2012 PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS DALAM PEMBELAJARAN HUSNI EL HILALI Abstrak Kemampuan mengelola kelas menjadi salah satu ciri guru yang profesional. Pengelolaan kelas diperlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah A. Konsep Dasar Manusia padasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanaan di SMP Negeri 2 Ambarawa Kabupaten Semarang. Lokasi penelitian tersebut berada di Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun

BAB I PENDAHULUAN. KKG. Salah satu contoh yaitu rendahnya nilai belajar siswa kelas IV-A tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang dikembang di SDN 02 Tiuh Toho Kecamatan Menggala belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Metode pembelajaran yang diterapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua, atau dari anak

Lebih terperinci

A. Kelas : VIII G. B. Semester/ Tahun : II/ C. Tanggal : 4,11, 16, 23, Februari 2012, D. Alokasi Waktu / Pertemuan : 45 menit/ I - VIII

A. Kelas : VIII G. B. Semester/ Tahun : II/ C. Tanggal : 4,11, 16, 23, Februari 2012, D. Alokasi Waktu / Pertemuan : 45 menit/ I - VIII LAMPIRAN PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 2 AMBARAWA Jl. Kartini 1A, Telp. (0298) 591176 Ambarawa 50611 SATUAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING A. Kelas : VIII G B. Semester/ Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa yang berprestasi dengan kepribadian unggul.

BAB I PENDAHULUAN. dan siswa yang berprestasi dengan kepribadian unggul. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan sekolah yang teratur tertib, tenang memberi gambaran lingkungan siswa yang giat, gigih, serius, penuh perhatian, sunggh sungguh dan kompetitif dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. penelitian yang berjudul Pengaruh Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Kepala

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. penelitian yang berjudul Pengaruh Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Kepala 121 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Pada bab V ini akan dibahas mengenai kesimpulan, implikasi dan saran dari penelitian yang berjudul Pengaruh Disiplin Kerja dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Disiplin Siswa di Sekolah 1. Pengertian Perilaku Disiplin Dalam kehidupan sehari-hari sering kali orang mengatakan bahwa si X adalah orang yang memiliki disiplin tinggi,

Lebih terperinci

Penerapan Strategi Self Management Dalam Meningkatkan Disiplin Anak Usia Dini (Studi Pada RA DWP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Penerapan Strategi Self Management Dalam Meningkatkan Disiplin Anak Usia Dini (Studi Pada RA DWP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) 69 Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak ISSN Cetak : 2477-4715 Diterima : 12 September 2015 Vol. 1 (2), 2015, ISSN Online : 2477-4189 Direvisi : 20 Oktober 2015 www.al-athfal.org DOI Disetujui : 10 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani

PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH. Oleh : Pitriani PEMBINAAN PESERTA DIDIK DALAM PENINGKATAN KEDISIPLINAN DI SEKOLAH Oleh : Pitriani Abstrak: Pendidikan merupakan faktor utama dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan kata lain, pendidikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Chaplin (1999) menyatakan bahwa semangat kerja merupakan sikap dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi tantangan lingkungan organisasi harus lebih kompetitif. Tidak bisa hanya mempertahankan status quo, organisasi harus berubah terus-menerus dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1

BAB I PENDAHULUAN. hanya dilihat dari sejauh mana proses pengajarannya saja, tetapi ada tiga bidang. yang harus diperhatikan, diantaranya 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah aset yang penting didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena bagaimanapun tidak ada bangsa yang maju tanpa diiringi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang LISTYA ANGGRAENI, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia kanak-kanak, merupakan usia belajar berbagai hal. Pada fase ini, anak juga belajar mengembangkan emosinya. Karena pengaruh faktor kematangan dan faktor belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan,

BAB I PENDAHULUAN. yang Maha Esa, mempunyai akhlak mulia, cerdas, sehat, berkemauan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci