5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis"

Transkripsi

1 5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis 5.1 Pendahuluan Latar belakang Produk alam dari laut dapat digunakan untuk berbagai tujuan tergantung struktur kimia dan karakteristiknya, antara lain untuk bahan nutrasetika, farmasetika dan berbagai bahan tambahan lainnya (Nontji 1999). Senyawasenyawa yang digunakan untuk farmasetika dan nutrasetika biasanya memiliki aktifitas biologis. Produk alam laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) sumber biomolekul yang mudah diperoleh; (2) senyawa yang memiliki aktivitas biologis yang meliputi : 1) senyawa antimikroba; 2) senyawa aktif fisiologikal; 3) senyawa aktif farmasetika; 4) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3) toksin laut. Beberapa jenis organisme laut yang potensial sebagai sumber obat antara lain makroalga, mikroalga, sponge, soft coral maupun ikan (Kobayashi dan Satari 1999). Mikroalga memiliki substansi organik yang berlimpah di dalam selnya yang disebut dengan metabolit intraseluler. Selain itu juga menghasilkan produk yang disekresikan ke medium tumbuhnya yang disebut metabolit ekstraseluler. Substansi ekstraseluler dapat dihasilkan dari proses sekresi sel yang sehat maupun dari sel yang lisis atau mati (Stewart 1974). Beberapa mikroalga (diatom) yang juga mempunyai komponen aktif antibakterial antara lain Skeletonema costatum, Thalassiosira spp, Bacteriastrum elegans, Chaetoceros socialis, C. lauderi. Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial tersebut tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986). Ekstrak kasar intraselular Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard dan diekstraksi menggunakan pelarut metanol mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri B. subtilis, E. coli dan Pseudomonas sp (Pribadi 1998). Setyaningsih et al. (2006) melaporkan bahwa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard menghasilkan ekstrak kasar (crude extract) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Vibrio harveyi. Medium pertumbuhan untuk Chaetoceros gracilis pada umumnya Guillard, namun mikroalga ini juga dapat tumbuh dalam medium pupuk NPSi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang

2 40 ditumbuhkan dalam medium NPSi tanpa penambahan CO 2 menghasilkan berat kering 0,16 g/l. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard mempunyai aktivitas antibakteri, namun ekstrak Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi belum diketahui aktivitas dan stabilitas komponen aktifnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri, potensi aktivitasnya dibandingkan antibiotik komersial, pengaruh penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (2) Menganalisis stabilitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah. 5.2 Bahan dan Metode Bahan dan alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroalga laut jenis Chaetoceros gracilis yang merupakan koleksi dari Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta. Setelah Chaetoceros gracilis disegarkan, selanjutnya dikultivasi di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Mikroalga sebagai bahan baku pada penelitian ini dipanen pada akhir fase logaritmik. Bakteri uji yang digunakan meliputi bakteri Gram positif (Bacillus cereus ATCC 13091, Staphylococcus aureus ATCC 25923), bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC dan Vibrio harveyi). Bahan kimia yang digunakan antara lain media untuk pertumbuhan Chaetoceros gracilis, metanol, media Nutrien Agar, Mueller Hinton Agar, Nutrien Broth, antibiotik komersial seperti kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat untuk kultivasi Chaetoceros gracilis seperti flask atau akuarium, pompa aerator, lampu, luxmeter, dan sebagainya. Alat untuk panen biomasa terdiri dari filter keramik, pompa filter. Peralatan untuk ekstraksi antara lain magnetic stirrer, rotary vacuum evaporator, kertas cakram (paper disc), glass beads, vorteks, dan lain-lain. Alat untuk uji aktivitas antibakteri antara lain clean bench, refrigerator, cawan petri, mikro pipet, serta alat gelas lain yang digunakan di laboratorium.

3 Metode penelitian Tahap penelitian ini untuk mengetahui aktivitas dan stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis meliputi: (1) Kultivasi Chaetoceros gracilis dalam medium NPSi dan pemanenan biomasanya; (2) Ekstraksi dan aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis; (3) Analisis potensi daya hambat antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (4) Analisis stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan. (1) Kultivasi dan pemanenan Chaetoceros gracilis Chaetoceros gracilis dikultivasi dalam flask atau akuarium yang berisi medium NPSi, yang dilengkapi dengan aerasi. Sebagai sumber cahaya digunakan lampu neon 20 Watt (2500 lux) yang diberikan secara terus menerus. Biomasa dipanen pada akhir fase logaritmik dengan cara filtrasi, selanjutnya biomasa tersebut dikeringkan. (2) Ekstraksi antibakteri dari Chaetoceros gracilis Metode ekstraksi senyawa antibakteri dari Chaetoceros merupakan modifikasi dari metode yang dilakukan Naviner et al. (1999) dan Wang (1999). Biomas sel Chaetoceros gracilis yang telah dikeringkan, dipecah selnya menggunakan glass bead dan vorteks. Tujuan pemecahan sel ini antara lain agar komponen aktif yang ada di dalam sel mudah keluar sehingga diperoleh ekstrak intraseluler. Kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode maserasi yang dikombinasi dengan pengadukan, lalu dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman 0,42 µm untuk memperoleh filtrat. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu o C. Hasil ekstraksi yang diperoleh ditimbang dan dianggap sebagai ekstrak kasar (crude extracts) yang mengandung komponen aktif. Ekstraksi menggunakan heksan juga dilakukan dengan metode yang sama. Perhitungan nilai rendemen ekstrak adalah sebagai berikut: A Rendemen 100% B Keterangan: A = Berat ekstrak intraseluler (gram) B = Berat biomassa (gram)

4 Prosedur analisis (1) Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis pada Ekstrak yang diperoleh diaplikasikan pada beberapa jenis bakteri patogen Gram negatif Escherichia coli ATCC dan Vibrio harveyi, serta bakteri Gram positif Staphylococcus aureus ATCC dan Bacillus cereus ATCC Metode analisis yang digunakan adalah metode difusi agar. 1) Persiapan media pertumbuhan bakteri uji - Media Nutrien Broth (NB) yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 9 ml. Media NB diperlukan untuk menumbuhkan bakteri uji dalam media cair - Media Mueller Hinton Agar yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 ml. Media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada saat uji aktivitas antibakteri - Media Nutrien Broth dan Mueller Hinton Agar selanjutnya disterilisasi ke dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 o C - Bakteri-bakteri uji terlebih dahulu disegarkan dengan cara menginokulasikan ke dalam media NB steril dan diinkubasi pada suhu 37 o C (B. cereus, S. aureus, E. coli) dan 30 o C (V. harveyi). Setelah 24 jam dilihat hasilnya, yaitu dengan mengamati kekeruhan pada media yang digunakan. Adanya kekeruhan menunjukkan bahwa bakteri yang diinokulasikan mengalami pertumbuhan. Bakteri yang memiliki OD > 0,5 ini digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. - Sterilisasi juga dilakukan pada sejumlah cawan petri yang diperlukan untuk menumbuhkan bakteri, pada tip mikro pipet, paper disc, erlenmeyer, dan botol sampel. 3) Analisis senyawa antibakteri - Bakteri uji sebanyak µl dari suspensi dengan OD lebih besar dari 0.5 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 15 ml media Mueller Hinton Agar steril yang belum beku (suhu sekitar 45 o C). Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex, selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri. Tahap ini dilakukan terhadap semua bakteri uji yang digunakan - Media pada cawan petri tersebut didiamkan di dalam clean bench selama sekitar 15 menit hingga membeku.

5 43 - Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu menggunakan kertas cakram (paper disc) berukuran 6 mm. Kertas cakram steril yang telah disiapkan ditetesi sebanyak 10 µl ekstrak mikroalga yang mengandung senyawa antibakteri. Selanjutnya diletakkan pada cawan petri yang berisi Mueller Hinton Agar yang telah memadat - Cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator selama 30 menit dengan maksud agar difusi ekstrak antibakteri dapat berjalan dengan baik, kemudian diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37 o C untuk E. coli, S. aureus, B. cereus dan 30 o C untuk V. harveyi dengan posisi terbalik selama 18 jam. - Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening di sekitar kertas cakram (paper disc). Daya hambat ekstrak antibakteri dari mikroalga ditentukan dengan cara mengurangi diameter zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram dengan diameter kertas cakram yang mengandung ekstrak. Suatu zat aktif dikatakan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri, jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Ketentuan kekuatan antibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan mm (kuat), daerah hambatan 5-10 mm (sedang), daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah) (Davis dan Stout 1971). (2) Analisis potensi daya hambat relatif antibakteri terhadap berbagai antibiotik komersial Sebelum dilakukan penentuan potensi daya hambat ekstrak C. gracilis, dilakukan uji aktivitas penghambatan dari ekstrak dan beberapa antibiotik komersial terhadap bakteri uji. Potensi antibakteri dilakukan dengan membandingkan diameter hambatan yang terbentuk di sekitar paper disc yang telah diberi ekstrak dengan paper disc lain yang mengandung antibiotik komersial (kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin dengan konsentrasi 300µg/disk). Potensi daya hambat dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Diameter hambatan ekstrak % Potensi daya hambat = x 100 % Diameter hambatan antibiotik

6 44 (3) Analisis stabilitas ekstrak antibakteri Stabilitas ekstrak dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh. Ekstrak C. gracilis disimpan selama 1, 2 3, dan 6 bulan, selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi agar, seperti pada uji aktivitas antibakteri. 5.3 Hasil dan Pembahasan Ekstrak antibakteri dari C. gracilis Ekstraksi senyawa antibakteri dilakukan dengan cara mengekstrak senyawa aktif yang terkandung dalam sel Chaetoceros gracilis. Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif memisahkan beberapa zat yang diinginkan dari campurannya dengan bantuan pelarut. Salah satu faktor penting dan menentukan keberhasilan ekstraksi menggunakan pelarut adalah pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, yaitu metanol dan heksan yang digunakan secara terpisah. Metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah sebagai berikut: bahan yang akan diekstrak, kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak (Danesi 1992). Tahap awal ekstraksi untuk biomas sel Chaetoceros gracilis pada penelitian ini adalah pemecahan sel (cell disruption). Pemecahan sel dilakukan menggunakan glass bead dan vorteks. Glass bead mampu memecah sel seperti cyanobacteria, yeast, spora, dan mikroalga. Efektivitas glass bead sebagai pemecah sel tergantung dari ukuran glass bead dan lama pemecahan sel. Sel bakteri akan pecah dengan lebih efektif menggunakan glass bead berukuran 0,1 mm, sedangkan glass bead 0,5 mm efektif untuk sel mikroalga. Jumlah glass bead minimal 50% dari total volume larutan biomasa yang digunakan (Grima et al. 2004). Secara umum semakin besar perbandingan glass bead dan volume pelarut maka proses pemecahan selnya akan semakin cepat (Goldberg 2008). Proses pemecahan sel akan mempermudah pemecahan struktur dinding sel tersebut sehingga komponen dalam sel akan keluar dan terikat dalam pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan pada tahap maserasi ini adalah metanol dan heksan secara terpisah. Pada akhir tahap ekstraksi dihasilkan rata-rata

7 45 rendemen ekstrak kasar metanol sebesar 34,52%, dan ekstrak kasar heksan sebesar 16,34%. Rendemen ekstrak metanol lebih besar dibandingkan ekstrak heksan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harborne (1987) bahwa metanol merupakan pelarut yang baik untuk semua tujuan ekstraksi awal. Metanol mampu mengekstraksi senyawa organik, sebagian lemak serta tanin (Heat dan Reineccius 1986). Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan kombinasi pemecahan sel dan pengadukan (stirring) yang menggunakan magnetic stirrer. Proses stirring bertujuan untuk merusak dinding sel mikroalga, sehingga komponen yang masih terdapat dalam sel dapat keluar dan memperbesar kemungkinan tumbukan antara partikel, sehingga komponen yang telah keluar dapat terikat serta larut dalam pelarut dan memperbesar pengikatan komponen dengan pelarut yang digunakan. Ekstrak Chaetoceros gracilis disajikan pada Gambar 8. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh berwarna coklat, lengket. Hal ini sesuai dengan kandungan kimia Chaetoceros gracilis, dimana mikroalga ini mengandung asam lemak. Gambar 8 Ekstrak Chaetoceros gracilis Aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Bahan kimia yang dapat membunuh organisme disebut sidal, misalnya bakterisidal, fungisidal dan algasidal. Bahan bakterisidal merupakan bahan kimia yang memiliki aktivitas membunuh bakteri, sedangkan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan organisme tetapi tidak membunuh organisme tersebut disebut statik, misalnya bakteriostatik, fungistatik, algasitik (Madigan et al. 2003). Adanya aktivitas bakterisida dari ekstrak mikroalga ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening (zona hambatan) pada sekitar paper disc. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 9. Diameter zona

8 46 hambat ekstrak metanol dan ekstrak heksan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 2 Diameter zona hambat bakteri dari ekstrak C. gracilis Sampel Vibrio harveyi E. coli ATCC S. aureus ATCC Diameter zona hambat (mm) B. cereus ATCC Ekstrak metanol 6±0,4 4±0,5 6±0,6 7±0,8 Ekstrak heksan 7±0,4 4±0,5 6±0,5 8±0,5 Kloramfenikol 35±0,7 35±0,7 31±0,7 35±0,7 Metanol Heksan Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi menghasilkan senyawa aktif yang bersifat antibakterial, yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Vibrio harveyi, Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus cereus ATCC (Gambar 9). Diameter zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak-heksan relatif lebih besar dibanding ekstrak-metanol. Hal ini sesuai dengan sifat heksan yang non polar yang mana menarik senyawa non polar seperti asam lemak, sehingga aktivitas ekstrak heksan (crude extracts) yang dihasilkan lebih besar. Pelarut metanol dan heksan tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji aktivitas antibakteri negatif atau tidak ada zona hambat. Diameter zona hambat dari kloramfenikol lebih besar daripada ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi, karena kloramfenikol memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Chaetoceros gracilis, yang mana ekstrak Chaetoceros gracilis masih merupakan ekstrak kasar (crude extract).

9 47 EH EH H K M H K M EM EM Bacillus cereus Staphylococcus aureus EH EH H K M H K M EM EM Vibrio harveyi Escherichia coli Gambar 9 Zona hambat ekstrak Chaetoceros gracilis pada bakteri uji (EH = ekstrak heksan; EM = ekstrak metanol; K = kloramfenikol; M =metanol; H = heksan) Pada penelitian ini adanya aktivitas antibakteri pada Chaetoceros gracilis diduga karena kandungan asam lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wang (1999) serta Metting dan Pyne (1986) bahwa komponen aktif dari Chaetoceros adalah asam lemak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri dari ekstrak heksan lebih besar daripada ekstrak metanol. Heksan merupakan pelarut yang baik untuk melarutkan lemak dibandingkan metanol, diduga asam lemak yang terlarut dalam heksan lebih banyak dibandingkan dalam metanol, sehingga aktivitasnya lebih besar. Penelitian antibakteri dari Chaetoceros juga telah dilakukan oleh Wang (1999), yang mana melaporkan bahwa budidaya kekerangan dan moluska yang menggunakan Chaetoceros sebagai pakannya, memberikan efek antibiotik alami yang dapat membebaskan hewan air tersebut dari bakteri patogen Vibrio sehingga sea food ini aman untuk dikonsumsi. Selain itu ekstrak alga laut Chaetoceros menunjukkan aktivitas antibakteri yang dapat menghambat

10 48 pertumbuhan bakteri seperti Methicilline Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE), Vibrio vulnificus, Vibrio cholerae Potensi relatif antibakteri dari ekstrak C. gracilis dibandingkan dengan antibiotik komersial Ekstrak C. gracilis yang diperoleh dibandingkan potensi daya hambatnya terhadap beberapa jenis antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana ekstrak Chaetoceros gracilis memiliki potensi daya hambat terhadap bakteri uji bila dibandingkan dengan antibiotik komersial tersebut. Hasil pengamatan aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dan antibiotik komersial terhadap bakteri uji dapat dilihat Gambar 10, sedangkan diameter zona hambat dan potensi relatif selengkapnya disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang dikultivasi pada medium NPSi memiliki aktivitas daya hambat terhadap pertumbuhan beberapa bakteri patogen, namun aktivitasnya lebih kecil dibandingkan dengan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin. Hal ini dikarenakan ekstrak Chaetoceros gracilis yang digunakan masih merupakan ekstrak kasar (crude extracts). lainnya. Mekanisme penghambatan setiap antibiotik tidak sama satu dengan Kloramfenikol merupakan antibiotik yang awalnya diisolasi dari Streptomyces venesuelae pada tahun 1947, kini diproduksi secara sintetik, memiliki spektrum penghambatan yang luas, bersifat bakteriostatik, mengganggu sintesis protein bakteri, bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk (Naim 2003).

11 49 Diameter zona hambat (mm) Ekstrak Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Oksitetrasiklin Gambar 10 Diameter zona hambatan dari ekstrak dan antibiotik komersial terhadap pertumbuhan bakteri ( = B. cereus; = V. harveyi) Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces. Beberapa antibiotik yang segolongan dengan tetrasiklin adalah oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan demetilklortetrasiklin. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Efek tetrasiklin terhadap bakteri adalah menghambat transpor silang membran dan menghambat metabolisme fosforilasi oksidatif dan glukosa. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi dapat juga diperoleh dari spesies Streptomyces lain. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri Gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek trna-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Tetrasiklin menghambat perlekatan trna yang membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat (Naim 2003). Ampisilin merupakan salah satu dari penisilin sintetik yang diproduksi secara kimiawi dari modifikasi sisi rantai penisilin. Antibiotik ini masuk ke dalam

12 50 membran luar bakteri Gram negatif menembus ke peptidoglikan yang kemudian mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu cross linking peptidoglikan. Sintesis dinding sel mungkin terjadi tetapi cross linking tidak terjadi, sehingga dinding sel menjadi lebih lemah dan terjadi autolisis, lama kelamaan sel mengalami lisis. Potensi relatif penghambatan ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap antibiotik komersial disajikan pada Gambar 11. Aktivitas daya hambat masingmasing antibiotik komersial terhadap V. harveyi dan B. cereus tidak sama. Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap Vibrio harveyi berturut-tutrut sebesar 21,18, 21, dan 22 % pada konsentrasi 300 µg/disc. Artinya kemampuan ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan V. harveyi masih rendah. Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap Bacillus cereus berturut-turut sebesar 21, 18, 18, dan 18% pada konsentrasi 300 µg/disc. Artinya kemampuan ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan B. cereus juga masih rendah. 25 Potensi relatif (%) Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Oksitetrasiklin Antibiotik Gambar 11 Potensi relatif daya hambat ekstrak C. gracilis terhadap 4 jenis antibiotik komersial pada konsentrasi sama ( = B. cereus; = V. harveyi ) Rendahnya kemampuan ekstrak Chaetoceros gracilis dalam menghambat pertumbuhan bakteri ini diduga karena ekstrak Chaetoceros gracilis yang digunakan merupakan ekstrak kasar, sedangkan antibiotik komersial

13 51 merupakan senyawa antibiotik yang lebih murni, selain itu masing-masing memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda. Berdasarkan Gambar 11 juga dapat dikatakan bahwa masing-masing senyawa antimikroba memiliki kemampuan penghambatan terhadap bakteri yang berbeda. Naim (2003) menyatakan bahwa mode kerja dari kloramfenikol adalah mengikat ribosom 50S dan menghambat aktivitas peptidil transferase. Tetrasiklin dan oksitratseklin merupakan antibiotik yang mempunyai mode kerja menghambat sintesis protein, mengikat ribosom 30 S, sedangkan ampisilin mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu cross linking peptidoglikan Stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan Penyimpanan dapat mempengaruhi stabilitas aktivitas suatu komponen aktif. Metode penyimpanan bahan yang mengandung komponen aktif yang tidak benar dapat menurunkan aktivitasnya. Pada penelitian ini ekstrak disimpan dalam freezer pada refrigerator dengan suhu sekitar (-20) o C selama beberapa bulan. Analisis aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak yang telah disimpan selama 1, 2, 3 dan 6 bulan. Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan diameter zona hambat selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Ekstrak Chaetoceros gracilis termasuk bahan alami. Pada penelitian ini, ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah sampai 6 bulan masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan awal. Berdasarkan Gambar 12 dapat dikatakan bahwa aktivitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan tidak berubah, dimana diameter hambatan pada bakteri V. harveyi 6 mm, pada bakteri E. coli 4 mm, S. aureus 6 mm, dan B. cereus 7 mm. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat mempertahankan aktivitas antibakteri.

14 52 Diameter zona hambat (mm) bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 6 bulan Gambar 12 Aktivitas antibakteri ekstrak C. gracilis selama penyimpanan dalam refrigerator ( = V. harveyi; = E. coli; = S. aureus; = B. cereus) Hasil penelitian ini didukung oleh Akbar (2008) yang menyebutkan bahwa ekstrak C. gracilis yang ditumbuhkan dalam mendium Guillard pada suhu ruang, dan disimpan selama 2 bulan pada suhu rendah (-18 o C) masih memiliki aktivitas antibakteri sama dengan awal. Ekstrak yang disimpan selama 2 bulan memiliki aktivitas antibakteri sama dengan ekstrak yang tidak disimpan. 5.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulka bahwa: (1) Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis lebih kecil (diameter zona hambat 7±0,8 mm untuk B. cereus dan 6 ±0,8 mm untuk V. harveyi) dibandingkan antibiotik kloramfenikol (diameter zona hambat 34 ±1,0 mm untuk untuk B. cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), ampisilin (39 ±1,0 mm untuk untuk B. cereus dan 29 ±1,4 mm untuk V. harveyi), tetrasiklin (32 ±1,1 mm untuk untuk B. cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), dan oksitetrasiklin (32 ±1,1 mm untuk untuk B. cereus dan 33 ±1,4 mm untuk V. harveyi), sehingga spektrum penghambatannya belum menyamai antibiotik komersial. (2) Potensi relatif ekstrak C. gracilis terhadap antibiotik komersial masih kecil, yaitu 21 %; 18 %; 21 %; 22 % terhadap kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin untuk Bacillus cereus, serta 18 %; 21 %; 18 %; 18 % terhadap kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin untuk Vibrio harveyi. (3) Ekstrak C. gracilis yang disimpan selama 6 bulan pada suhu 18- (-20) o C masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan yang disimpan pada 0, 1, 2 dan 3 bulan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Agustus 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kultivasi Porphyridium cruentum Salah satu faktor lingkungan yang penting dalam kultivasi mikroalga adalah cahaya. Cahaya merupakan faktor utama dalam fotosintesis (Arad dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yakni penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian 14 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Mikrobiologi, dan Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan,

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Juli 2012. Proses preparasi sampel dan ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis

PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis Oleh : Teguh Muhamad Akbar C34102006 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2009. Pengambilan sampel susu dilakukan di beberapa daerah di wilayah Jawa Barat yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah eksperimen laboratorik dengan metode difusi (sumuran). Perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali sehingga digunakan 12 unit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan LAMPIRAN Lampiran A. Alur Kerja Ekstraksi Daun Tumbuhan Sampel Daun Tumbuhan dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan Serbuk ditimbang dimasukkan ke dalam botol steril dimaserasi selama + 3 hari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris In Vitro. B. Populasi dan Sampel Penelitian Subyek pada penelitian ini yaitu

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS) Nurhidayati Febriana, Fajar Prasetya, Arsyik Ibrahim Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2012 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAB III. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam metoda penelitian eksperimental dimana

BAB III. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam metoda penelitian eksperimental dimana BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam metoda penelitian eksperimental dimana di dalamnya terdapat perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan kontrol

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik laboratorik (Notoadmojo, 2012). Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal 6 dari 1 maka volume bakteri yang diinokulasikan sebanyak 50 µl. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 gram serbuk hasil ekstraksi flaonoid dilarutkan dengan 3 ml kloroform dan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Uji Identifikasi Fitokimia Uji identifikasi fitokimia hasil ekstraksi lidah buaya dengan berbagai metode yang berbeda dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif kandungan senyawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan metode eksperimen karena terdapat perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian dan diperlukan

Lebih terperinci

Ekstraksi Senyawa Antibakteri dari Chlorella Sp. Extraction Antibakteri Compound from Chlorella sp.

Ekstraksi Senyawa Antibakteri dari Chlorella Sp. Extraction Antibakteri Compound from Chlorella sp. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.10 (2): 131-137 ISSN 1410-5020 Ekstraksi Senyawa Antibakteri dari Chlorella Sp. Extraction Antibakteri Compound from Chlorella sp. Max R. Wenno 1, Ninik Purbosari

Lebih terperinci

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni sampai bulan Agustus 2013 di pulau Jefman Kabupaten Raja

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) Diketahui ciri-ciri dari tanaman manggis (Garcinia mangostana yaitu, Buah berwarna merah

Lebih terperinci

PEMISAHAN EKSTRAK INTRASELULER DARI MIKROALGA Nitzschia closterium DAN PENENTUAN KONSENTRASI HAMBATAN MINIMUMNYA TERHADAP MIKROBA PATOGEN

PEMISAHAN EKSTRAK INTRASELULER DARI MIKROALGA Nitzschia closterium DAN PENENTUAN KONSENTRASI HAMBATAN MINIMUMNYA TERHADAP MIKROBA PATOGEN Vol VIII No. II Tahun 2004 Buletin Teknologi Hasil Perikanan PEMISAHAN EKSTRAK INTRASELULER DARI MIKROALGA Nitzschia closterium DAN PENENTUAN KONSENTRASI HAMBATAN MINIMUMNYA TERHADAP MIKROBA PATOGEN Iriani

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap penghambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diawali dengan melakukan koleksi contoh lamun segar di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 5). Gambar 5 Lokasi koleksi contoh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB III METODE PENELITIAN A. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan memberikan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol (Nazir, 1999). Pada penelitian

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 %

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Ekstraksi Senyawa Aktif Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak metanol, etil asetat, dan heksana dengan bobot yang berbeda. Hasil

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4 27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp. METODE Alur Penelitian Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 6 tahapan, yaitu: peremajaan bakteri Salmonella sp., verifikasi bakteri Salmonella sp., isolasi fage,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai dari bulan September sampai Desember 2013, bertempat di Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar.

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan unggulan Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar. Dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Uji fitokimia Golongan senyawa kimia dari berbagai bimga tanaman dahlia pada umumnya sama yaitu mengandung golongan senyawa terpenoid, fenolik dan flavonoid.

Lebih terperinci

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri  Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) terbentuknya warna merah karena penambahan H 2 SO 4. Uji Saponin. Sebanyak.1 gram ekstrak jawer kotok ditambahkan 5 ml akuades lalu dipanaskan selama 5 menit. Kemudian dikocok selama 5 menit. Uji saponin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama adalah perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu perkolasi.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

KULTIVASI DAN KARAKTERISASI KOMPONEN AKTIF DAN NUTRISI DARI MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis IRIANI SETYANINGSIH

KULTIVASI DAN KARAKTERISASI KOMPONEN AKTIF DAN NUTRISI DARI MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis IRIANI SETYANINGSIH KULTIVASI DAN KARAKTERISASI KOMPONEN AKTIF DAN NUTRISI DARI MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis IRIANI SETYANINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dasar dengan menggunakan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan sampel Populasi yang digunakan

Lebih terperinci

Ekstrasi Senyawa Antibakteri Dari Diatom Chaetoceros gracilis dengan Berbagai Metode

Ekstrasi Senyawa Antibakteri Dari Diatom Chaetoceros gracilis dengan Berbagai Metode Ekstrasi Senyawa Antibakteri Dari Diatom Chaetoceros gracilis dengan Berbagai Metode Iriani Setyaningsih 1), Linawati Hardjito 1), Daniel R. Monintja 1), M. Fedi A. Sondita 1), Maria Bintang 2), Nispi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Mikroalga

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Mikroalga 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Mikroalga Mikroalga merupakan biota perairan yang potensial untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan produk komersial di bidang pangan, farmasi, kosmetika, pertanian

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Lampiran 2. Bagan penelitian Talus Kappaphycus alvarezii (Doty) dicuci dari pengotoran hingga bersih ditiriskan dan ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016. Tempat penelitian di Labolatorium Terpadu dan Labolatorium Biologi Fakultas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI Jenis antibiotik Konsentrasi cakram antibiotik Diameter zona hambat (mm) Sensitif intermediate Resisten Kloramfenikol 30 µg 18 13 s/d 17 12 Sumber:

Lebih terperinci

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk, Lampiran. Persiapan Media Bakteri dan Jamur Media Trypticase Soy Agar (TSA) Sebanyak g bubuk TSA dilarutkan dalam ml akuades yang ditempatkan dalam Erlenmeyer liter dan dipanaskan pada penangas air sambil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat. 23 METODE PENELITIAN Tempat Penelitian Pengambilan sampel daging sapi impor untuk penelitian ini dilakukan di Instalasi Karantina Produk Hewan (IKPH). Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Balai Besar

Lebih terperinci

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis Lampiran 1 SKEMA ALUR PIKIR Kalsium Hidroksida ( Ca(OH) 2 ) Kalsium hidroksida telah digunakan sejak tahun 1920 dan saat ini merupakan bahan medikamen saluran akar yang paling sering digunakan. Sifat antimikroba

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental laboratorium untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih merah (Piper

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September hingga Desember 2013. Pengambilan ascidian Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu. Identifikasi

Lebih terperinci

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06 6 HASIL Kadar Air dan Rendemen Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Hasil perhitungan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Produk pangan harus tetap dijaga kualitasnya selama penyimpanan dan distribusi, karena pada tahap ini produk pangan sangat rentan terhadap terjadinya rekontaminasi, terutama dari mikroba

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya 1 BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1. Subjek Penelitian Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya hambat Streptococcus mutans secara in vitro maka dilakukan penelitian pada plate

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN : Eksperimental Laboratoris 3.2 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Fatokimia Fakultas Farmasi UH & Laboratorium Mikrobiologi FK UH 3.3 WAKTU PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

Koloni bakteri endofit

Koloni bakteri endofit Lampiran : 1 Isolasi Bakteri Endofit pada tanaman V. varingaefolium Tanaman Vaccinium varingaefolium Diambil bagian akar tanaman Dicuci (menghilangkan kotoran) Dimasukkan ke dalam plastik Dimasukkan ke

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Hasil 4.1.1. Isolasi kulit batang tumbuhan Polyalthia sp (Annonaceae) Sebanyak 2 Kg kulit batang tuinbulian Polyalthia sp (Annonaceae) kering yang telah dihaluskan dimaserasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis. BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak buah Asam Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel penelitian 1. Variabel bebas : variasi konsentrasi sabun yang digunakan. 2. Variabel tergantung : daya hambat sabun cair dan sifat fisik sabun 3. Variabel terkendali

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci