Perjalanan Politik Siauw Giok Tjhan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Perjalanan Politik Siauw Giok Tjhan"

Transkripsi

1 Perjalanan Politik Siauw Giok Tjhan Siauw Tiong Djin 1 Perjalanan politik Siauw Giok Tjhan yang panjang dimulai ketika ia pada tahun 1932 menjadi seorang yatim piatu, di usia 18 tahun. Ketika itu ia duduk di tingkat terakhir sekolah elite HBS di Surabaya, yang hanya bisa dimasuki oleh siswa Belanda dan siswa non Belanda pilihan, artinya anak-anak para pedagang atau petinggi Non Belanda yang memiliki hubungan baik dengan penjajah Belanda. Karena prestasi akademik-nya, ia beruntung. Walaupun sudah yatim piatu, guru-guru HBS yang menyayanginya berhasil mengumpulkan dana sebagai beasiswa untuk Siauw menyelesaikan pendidikan HBS pada tahun yang sama. Di sekolah itu, empat-belasan tahun sebelumnya, Sukarno juga belajar. Salah satu tokoh Indonesia lainnya, Ruslan Abdulgani sekelas dengan Siauw. Di zaman Demokrasi Terpimpin, Ruslan Abdulgani dan Siauw, walaupun tetap bersahabat karib, mendukung dua paham yang berbeda. Ruslan menjadi sponsor jalur asimilasi, yang ditentang keras oleh Siauw, yang mencanangkan paham integrasi. Akan tetapi ke-indonesiaan Siauw tidak terbentuk karena pendidikan di HBS. Bukan karena ia bersahabat dengan seorang pribumi Ruslan Abdulgani, atau seorang teman peranakan Tionghoa sekelas lain, Tjoa Sie Hwie, yang kemudian menjadi anggota DPR mewakili PNI di zaman Demokrasi Parlementer. Ke-Indonesiaan itu terbentuk justru karena ia menjadi yatim piatu, karena posisi ekonomi-nya mendadak berubah setelah menjadi yatim piatu. Dari anak yang tadinya dikelilingi kemewahan, menjadi anak yang harus memikirkan bagaimana menyambung hidup tanpa orang tua, bagaimana menyekolahkan adik satu-satunya, Siauw Giok Bie, yang pada waktu itu baru berumur 14 tahun. Di saat susah itu-lah, ia bertemu dengan Liem Koen Hian, seorang tokoh peranakan Tionghoa, Pemimpin Redaksi harian Sin Tit Po. Liem Koen Hian memperkenalkannya ke dunia Tionghoa memilih Indonesia sebagai tanah air dan sekaligus mengajaknya berpartisipasi dalam gerakan mencapai kemerdekaan Indonesia. Siauw menjadi salah seorang pendiri termuda Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang didirikan oleh Liem Koen Hian pada tahun Begitu ia selesai HBS, Siauw segera bekerja sebagai wartawan, pertama di harian Sin Tit Po, kemudian pada tahun 1934, di harian Matahari yang dipimpin oleh Kwee Hing Tjiat, tokoh kawakan Tionghoa lain yang juga mendukung konsep Indonesia adalah tanah air Tionghoa Indonesia. Bekenalan-lah Siauw dengan tokoh-tokoh perintis kemerdekaan Indonesia termasuk Dr Tjipto Mangunkusumo, Sukarno, Hatta, Amir Syarifuddin dan Mohamad Yamin. 1 Siauw Tiong Djin adalah putra bungsu Siauw Giok Tjhan. Ia menulis riwayat hidup ayahnya dan telah menyuntying beberapa buku yang berkaitan dengan Siauw Giok Tjhan, Baperki dan Ureca. 1

2 Perkenalan dengan Dr Tjipto Mangunkusumo, Sukarno dan Hatta dilakukan melalui korespondensi. Siauw memuat karangan-karangan mereka di harian Matahari atau menyalurkan inspirasi mereka melalui tulisan-tulisannya. Ternyata hubungan dengan Dr Tjipto Mangunkusumo yang pada tahun 1912, bersama Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker mendirikan Indische Partij, lebih mengisi pengertian Siauw muda tentang Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia, sebuah pengertian yang ia pahami secara baik. Dari sini lahirlah visi politik, yang menjadi dasar perjuangan politiknya setelah kemerdekaan, yaitu sebanyak mungkin komunitas Tionghoa harus menjadi warga negara Indonesia. Siauw menganggap Dr Tjipto Mangunkusumo salah satu guru politik yang ia sangat hormati. Tentunya visi ini ia padukan dengan apa yang ia pelajari dari para teman senior-nya tentang pengertian bangsa/nasion, golongan minoritas keturunan asing dan diterimanya Indonesia sebagai tanah air: Liem Koen Hian, Kwee Hing Tjiat, Tan Ling Djie dan Tjoa Sik Ien. Para tokoh peranakan Tionghoa ini sadar bahwa sistem kolonialisme di mana masyarakat dikotak-kotakkan pribumi, Tionghoa dan Eropa, telah mencetak rasisme. Sebuah sikap yang ternyata berkelanjutan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Dimulailah perjalanan politik Siauw yang panjang, meliputi berbagai zaman. Perjalanan yang didasari atas keinginannya berpartisipasi dalam pembangunan nasion Indonesia yang ber-bhinneka Tunggal Ika, mengajak sebanyak mungkin komunitas Tionghoa menjadi warga negara Indonesia dan berjuang gigih melawan rasisme. Di awal kemerdekaan visi dan keyakinan ini membuatnya berlawanan dengan pandangan main-stream Tionghoa yang ia wakili dan bela. Dan di berbagai zaman, karena aliran politiknya, ia meringkuk dalam tahanan sebagai tahanan politik, terakhir selama dua belas tahun di zaman pemerintahan Suharto. Akan tetapi ia tetap teguh dengan visi dan pendiriannya. Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia Sebelum kemerdekaan diproklamasikan, Liem Koen Hian, Tan Ling Djie, Tjoa Sik Ien dan Siauw Giok Tjhan berkali-kali bertemu untuk merumuskan aspirasi komunitas Tionghoa yang harus diikut sertakan dalam UU dan bentuk negara Indonesia merdeka yang sedang diperjuangkan. Liem Koen Hian kebetulan masuk dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Sukarno. Diskusi bersejarah ke-empat tokoh peranakan Tionghoa yang memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia itu dituturkan secara panjang lebar oleh Siauw dalam memoar-nya 2. 2 Siauw Giok Tjhan, "Renungan Seorang patriot Indonesia", Siauw Tiong Djin (Ed), Lembaga kajian Sinergi Indonesia, pp

3 Masalah nasion Indonesia dan kewarganegaraan Indonesia didiskusikan dalam pertemuan-pertemuan tersebut. Menurut mereka: "Rumusan keberadaan sebuah bangsa (nasion) yang bersatu tanpa mengindahkan latar belakang asal keturunan dan prinsip bahwa semua yang berada dalam kesatuan tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama, lahir pada tahun 1912 dengan berdirinya Indische partij pada tahu 1912 yang dipimpin oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara". Selanjutnya diskusi itu juga mempertegas: "perlunya diciptakan Undang-Undang yang melarang praktekpraktek diskriminasi rasial dan adanya ketentuan hukum yang menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban" 3. Diskusi panjang lebar itu akhirnya merumuskan beberapa hal yang menjadi dasar perjuangan Siauw Giok Tjhan di zaman-zaman mendatang: "1. nasionalisme tidak boleh meluncur menjadi chauvinisme; 2. hanya ada satu macam kewarganegaraan dengan hak dan kewajiban yang sama; 3. memperjuangkan sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat; 4. mewujudkan demokrasi materiil, bukannya demokrasi formil, sehingga kepentingan rakyat terbanyak selalu didahulukan; 5. UUD harus tegas dalam ketentuan yang menjamin didahulukannya kepentingan rakyat terbanyak daripada kepentingan golongan apa-pun" 4. Seruan dan harapan ke-empat orang ini terpenuhi. Tidak lama setelah kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, tepatnya pada tanggal 1 November 1945, dikeluarkanlah Maklumat Politik (Manifesto Politik) yang dengan tegas mengikutsertakan janji para pendiri Republik Indonesia, yaitu "menjadikan semua orang Indo-Asia dan Indo-Eropa, warga negara, patriot dan demokrat Indonesia, dalam waktu sesingkat mungkin". Pengertian Siauw tentang nasion dan kewarganegaraan Indonesia lebih terbentuk setelah kemerdekaan di mana ia sangat berperan dalam bidang itu. Sejak tahun 1946 hingga 1966, Siauw duduk sebagai wakil peranakan Tionghoa di dalam berbagai lembaga legislatif tertinggi, KNIP, BP KNIP, DPR, Konstituante, DPR- GR dan MPR. Ia sempat pula menjadi menteri untuk urusan minoritas di kabinet Amir Sjarifuddin di zaman revolusi ( ) dan menjadi anggota DPA di zaman Demokrasi terpimpin ( ). Sesuai dengan keinginan yang dirumuskan oleh ke empat tokoh Tionghoa digambarkan di atas, Tan Ling Djie dan Siauw turut merumuskan UU Kewarganegaraan Indonesia yang disahkan pada tahun 1946 oleh BP KNIP. UU ini menjadikan semua penduduk yang lahir di Indonesia, pada waktu bersamaan, warga Negara Indonesia. Warga keturunan asing diberi waktu dua tahun untuk menolak kewarganegaraan Indonesia. UU ini, menurut Siauw memenuhi janji yang tercantum dalam Maklumat Politik 1 November 1945, yaitu menjadikan sebanyak mungkin warga keturunan asing di Indonesia, warga negara Indonesia. 3 Sama seperti di atas, pp sama seperti di atas, p 118 3

4 Pergolakan politik di dalam dan luar negeri ternyata menimbulkan berbagai kompromi politik yang sempat merugikan pengukuhan Indonesia sebagai negara kesatuan. Pada tahun 1949 pemerintah RI dan Belanda bersepakat membentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri atas RI dan negara-negara boneka buatan Belanda. Perjanjian yang dinamakan perjanjian Konperensi Meja Bundar, walaupun berisi berbagai hal yang merugikan Indonesia, tetapi ternyata mempertahankan UU kewarganegaraan Indonesia Pada tahun 1949, waktu untuk menolak kewarganegaraan Indonesia ditunda hingga RIS berumur pendek dan pada tahun 1950 Republik Indonesia pulih berdiri sebagai sebuah negara kesatuan mencakup semua wilayah yang dijajah Belanda. Dimulai-lah masa yang dikenal sebagai zaman Demokrasi Parlementer ( ) di mana pemerintah bersilih ganti dan sepenuhnya tergantung atas dukungan suara mayoritas DPR. Siauw Giok Tjhan meneruskan karier politiknya di DPR sebagai wakil golongan Tionghoa tidak berpartai. Ia berkembang sebagai seorang anggota parlemen yang ulung di masa ini. Walaupun ia berada di parlemen sebagai wakil golongan minoritas, ruang lingkup perdebatannya di parlemen bersifat nasional. Ia membentuk dan menjadi ketua Fraksi Nasional Progresif yang cukup berpengaruh. Di lembaga inilah Siauw dengan gigih melawan berbagai kebijakan rasis, yang pada saat itu dikenal sebagai kebijakan "asli-asli-an". Berbagai tokoh politik pribumi menginginkan peran Tionghoa dalam bidang ekonomi dibatasi bahkan dihilangkan, demi memberi peluang untuk pedagang-pedagang pribumi. Kebijakan-kebijakan ini memilah komunitas pedagang dalam dua kategori, "asli" dan "tidak asli". Komunitas Tionghoa masuk dalam kategori "tidak asli" sehingga harus disisihkan. Argumentasi Siauw dalam menentang berbagai RUU yang mengandung kebijakan rasis tersebut bersandar atas dua hal utama. Pertama nasion Indonesia tidak mengenal apa yang dinamakan "asli" atau "tidak asli". Nasion Indonesia bukan Indonesian race seperti bangsa Aria untuk wilayah Jerman. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari banyak suku dan golongan keturunan asing. Kedua, UUD yang berlaku di Indonesia menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban untuk semua warga negara Indonesia, tanpa membedakan asal usul keturunan atau ras 5. Argumentasi Siauw selalu didukung oleh Fraksi Nasional Progresif dan beberapa partai politik lainnya, sehingga banyak kebijakan rasis tersebut batal disahkan sebagai Undang-Undang. Ada juga RUU yang tidak berhasil dibatalkan, akan tetapi Siauw dengan dukungan parlemen berhasil membatasi dampak negatif terhadap para pedagang Tionghoa 6. 5 Pidato-pidato Siauw yang menentang berbagai kebijakan rasis di dalam parlemen bisa diikuti di Risalahrisalah Parlemen Contohnya UU Pedoman dan UU Penggilingan Padi yang hendak membatasi keterlibatan Tionghoa dalam usaha bis dan penggilingan padi 4

5 Ironis-nya, keberhasilan Siauw untuk membendung kebijakan-kebijakan rasis ini membangkitkan keinginan para politikus senior "pribumi" untuk membatalkan UU Kewarganegaraan Indonesia 1946 yang sudah berlaku sejak tahun Argumentasi mereka, bilamana pedagang-pedagang Tionghoa yang ingin disingkirkan ini menjadi warga negara asing, UUD yang menjamin persamaan hak untuk semua warga negara tidak lagi bisa "melindungi" posisi para pedagang Tionghoa. Keluarlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan pada tahun 1953 yang didesain untuk membatalkan UU kewarganegaraan Bilamana ini diresmikan, semua orang keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia yang karena UU tahun 1946 itu telah menjadi WNI akan kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya dan harus mengajukan permohonan untuk menjadi WNI dengan surat-surat bukti. Syarat untuk menjadi warga negara pun diperberat. Bukan saja si pemohon harus lahir di Indonesia, ayah-nya pun harus lahir di Indonesia. RUU ini segera ditentang oleh Siauw di dalam maupun di luar DPR. Siauw memobilisasi gerakan anti RUU tersebut. Di dalam DPR ia memperoleh dukungan Fraksi Nasional Progresif. Di luar DPR ia memimpin sebuah panitia Kewarganegaraan Indonesia yang terdiri dari para anggora DPR Tionghoa, beberapa akhli hukum Tionghoa dan para tokoh PDTI - Partai Demokrat Tionghoa Indonesia. Pidato-pidato dan tulisan-tulisan Siauw di berbagai surat kabar menekankan beberapa hal yang sulit untuk dibantah oleh pemerintah, antara lain: RUU ini bertentangan dengan janji para pendiri RI yang tertuang dalam Maklumat Politik 1 November 1945 tentang keinginan menjadikan sebanyak mungkin warga keturunan asing warga negara dan patriot sejati; Indonesia sebagai negara hukum yang menjadi anggota dunia internasional tidak bisa membatalkan kewarganegaraan jutaan penduduknya, apalagi mengingat ada di antaranya para anggota parlemen dan menteri; sebagian terbesar komunitas Tionghoa sebagai rakyat jelata tidak memiliki surat-surat bukti kelahiran dirinya dan orang tuanya; Catatan Sipil baru didirikan pada tahun 1918 di Jawa dan 1926 di luar Jawa, sehingga banyak surat bukti kelahiran orang tua pemohon tidak ada; seandainya mereka pernah memiliki surat-surat bukti tersebut, banyak yang hilang akibat pertempuran dan pengungsian. Didukung oleh Fraksi Nasional Progresif dan para menteri yang dekat dengan Siauw, ia berhasil meyakinkan pemerintah menarik kembali RUU tersebut. Keberhasilan ini mendorong para tokoh PDTI untuk meyakinkan Siauw masuk ke dalam dan memimpin organisasi massa baru yang ingin dibentuk PDTI untuk melawan rasisme dan memperjuangkan kewarganegaraan Indonesia komunitas Tionghoa. Pada tahun 1954, Siauw diangkat sebagai ketua umum Baperki - Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia. Walaupun Siauw berkeinginan menjadikan Baperki sebuah organisasi nasional di mana para anggota "pribumi" dan keturunan asing lainnya aktif berpartisipasi, Baperki tercatat dalam sejarah sebagai organisasi Tionghoa. Alasan utamanya adalah sebagian terbesar 5

6 anggota dan massa pendukung Baperki berasal dari komunitas Tionghoa; dan yang menjadi dasar banyak program politiknya berkaitan dengan tindakan melawan rasisme terhadap Tionghoa, termasuk dalam bidang pendidikan dan kewarganegaraan Indonesia untuk komunitas Tionghoa. Dengan adanya Baperki, Siauw dan para kawan seperjuangannya memiliki sarana efektif untuk menjangkau komunitas Tionghoa, meyakinkan mereka untuk menerima Indonesia sebagai tanah airnya dan untuk menjadi warga negara Indonesia. Para politikus yang menginginkan sebanyak mungkin WNI Tionghoa kehilangan kewarganegaraan Indonesia-nya ternyata tidak menerima kekalahan dalam kancah demokrasi. Pada waktu penyelesaian dwi kewarganegaraan RI-RRT dibicarakan dengan Chou En Lai ketika ia berkunjung ke Indonesia untuk Konperensi Asia Afrika pertama pada tahun 1955, Sunaryo, pada waktu itu menteri luar negeri, mendesak kebijakan yang terkandung dalam RUU Kewarganegaraan 1953 yang sudah dibatalkan untuk masuk di dalam Perjanjian Penyelesaian Dwi Kewarganegaraan. UU kewarganegaraan RRT pada waktu itu berdasarkan Jus Sanguinis, artinya setiap keturunan Tionghoa di luar Tiongkok diakui sebagai warganegara Tiongkok. Dengan demikian banyak orang Tionghoa di Indonesia, berdasarkan UU ini memiliki kewarganegaraan rangkap Tiongkok dan Indonesia. Ini menimbulkan konflik, karena Indonesia hanya mengakui kewarganegaraan tunggal, artinya setiap WNI hanya bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia. Akan tetapi menurut hukum Internasional, Indonesia tidak bisa secara sepihak membatalkan kewarganegaraan Tiongkok yang diakui oleh RRT. Siauw bergerak cepat dan berhasil me-negasi Perjanjian tersebut. Ia berhasil meyakinkan Chou En Lai dan Ali Sastroamidjojo untuk mengeluarkan Pertukaran Nota (Exchange of Notes), yang seluruh isinya disiapkan oleh Siauw, membatasi jumlah orang yang harus memilih ulang. Tionghoa yang berada dalam kategori petani, buruh dan mereka yang sudah ikut dalam pemilu 1955, yang menjadi pegawai negeri, militer dan anggota DPR tidak diharuskan memilih kewarganegaraan. Mereka dinyatakan sudah menjadi WNI. Sebagai seorang yang terlibat dalam perjuangan mencapai kemerdekaan; ikut merumuskan UU Kewarganegaraan; dan memimpin upaya melawan RUU Kewarganegaraan 1953; Dan memimpin Baperki dari tahun 1954 hingga ia dibubarkan, Siauw memiliki pengetahuan yang sangat mendalam tentang kewarganegaraan dan pembangunan nasion Indonesia. Oei Tjoe Tat, Yap Thiam Hien, Liem Koen Seng dan Phoa Thoan Hian -- semua sarjana hukum kenamaan -- mengakui keahlian dan penguasaan Siauw tentang hukum-hukum kewarganegaraan yang seharusnya diterapkan di Indonesia 7. 7 Kesemua tokoh hukum ini menyatakan hal ini kepada penulis ketika mereka diwawancarai tentang Siauw Giok Tjhan 6

7 Hampir semua dokumentasi Baperki tentang hal ini disiapkan oleh Siauw atau didasari tulisan-tulisan dan pidato-pidato Siauw. Ia-pun kerap memberi ceramah di berbagai acara Baperki tentang Kewarganegaraan dan Nasion Indonesia. Dalam ceramah untuk para kader Baperki pada tahun 1958, Siauw dengan panjang lebar menuturkan berbagai perumusan nasion, dimulai dari John Stuart Mill pada tahun 1861, Ernest Renan pada tahun 1882, Otto Bauer di awal abad ke 20, JV Stalin, pada tahun 1913, Charles Winnick yang menerbitkan Dictionary of Anthropology dan Sukarno. Ia menggambarkan pula pembentukan nasion-nasion Eropa Barat atas dasar peleburan berbagai nasion - contohnya Inggris, Perancis, Jerman dan Italia - dan bagaimana nasion-nasion Eropa Timur terbentuk sebagai multi-racial nations, sehingga terdapat golongan-golongan minoritas. Ia menekankan pula bahwa setelah Perang Dunia ke I, telah tercantum sebuah kesepakatan banyak negara tentang perlindungan kewarganegaraan golongan minoritas, yaitu mencegah tindakan semena-mena mayoritas untuk mencabut kewarganegaraan golongan minoritas, seperti yang dituturkan oleh Lucia P Muir dalam bukunya The Protection of Minorities 8. Siauw cenderung menerima teori bahwa nasion Indonesia sudah terbentuk pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 di waktu mana pengaruh feodalisme berkurang dan kapitalisme menanjak. Ia mengaitkannya dengan keberadaan sebuah kesatuan politik dan ekonomi yang diciptakan oleh Belanda. Dan ini, menurutnya, diperkokoh oleh Sumpah Pemuda pada tahun Dengan demikian Ia dengan tegas menyatakan bahwa Nasion Indonesia lahir sebelum negara Republik Indonesia terbentuk pada tahun Menurutnya, keberadaan sebuah nasion tidak tergantung atas keberadaan sebuah negara, dan sangat berkaitan dengan perkembangan sejarah dan kurun zaman tertentu 9. Dalam konteks ini, Siauw membedakan proses pembentukan nasion Indonesia dengan nasion yang ingin diciptakan oleh Van Mook dalam rangka pembentukan Republik Indonesia Serikat di zaman revolusi. Di lain pihak, Siauw tegas menyatakan bahwa berbeda dengan nasion, kewarganegaraan berkaitan dengan kehadiran negara. Seseorang bisa saja kehilangan kewarganegaraan sebuah negara, tetapi ia tetap bisa menyatakan dirinya sebagai bagian dari sebuah nasion. Seperti dinyatakan di atas, Siauw berpendapat nasion Indonesia sudah terbentuk sebelum Negara Republik Indonesia lahir. Upaya membangun nasion yang ber-bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu dasar perjuangan Siauw. Ajakan Siauw lebih berkaitan dengan penerimaan Indonesia sebagai tanah air. Dalam konteks ini Siauw menitik beratkan keberadaan komunitas Tionghoa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Nasion Indonesia. 8 Ceramah Siauw Giok Tjhan, Dokumen Baperki nomor 53/Stn/58 (Stensilan Baperki nomor 53 tahun 1958). Bahan yang tertuang dalam dokumen ini didasari berbagai pidato Siauw di parlemen, lihat risalah-risalah parlemen, Dokumen ini dicetak ulang pada tahun 1961, dengan berbagai tambahan - 065/Stn/61 (Stensilan Baperki no 65 tahun 1961) 9 Seperti di atas 7

8 Siauw percaya bahwa kesetiaan terhadap sebuah nasion sangat tergantung atas komitmen, lingkungan dan koneksi psikologis seseorang dengan nasion tersebut. Akan tetapi, untuk mengukuhkan hak dan kewajiban hukum, ia mendorong sebanyak mungkin Tionghoa untuk menjadi warganegara Indonesia. Dalam ceramah yang sama, Siauw menyatakan: "Nationality, Nationaliteit, Kebangsaan atau Kewarganegaraan adalah persoalan politik dan tidak dapat dicampur adukkan dengan persoalan etnis dan persoalan ras. Siapa yang tergolong dalam nationality ditentukan oleh syarat-syarat politik, tidak ditentukan oleh syarat-syarat biologis atau syarat-syarat kebudayaan". Sebagai contoh kongkrit, menurut Siauw adalah UU Kewarganegaraan 1946 yang menentukan semua orang yang lahir di Indonesia sebagai warga negara Indonesia dengan stelsel pasif, yang berarti mereka otomatis menjadi WNI kecuali menyatakan penolakan dalam waktu 2 tahun. UU ini dikeluarkan, menurutnya karena Indonesia sebagai negara muda terancam Belanda yang sering menggunakan alasan melindungi orang asing di Indonesia untuk melancarkan tindakan militer. Di samping itu, UU ini dikeluarkan untuk memenuhi janji yang tertuang di dalam Maklumat Politik 1 November Ia lalu menambahkan bahwa perwujudan UU Kewarganegaraan yang progresif merupakan sebuah proses perjuangan 11. Tentunya dalam hal ini yang disitir oleh Siauw adalah perjuangan melawan arus yang ingin membatalkan UU Kewarganegaraan Komitmen dalam bidang kewarganegaraan ini menyebabkan Baperki berkembang sebagai organisasi yang sangat berperan dalam bidang kewarganegaraan, terutama dalam zaman Demokrasi Terpimpin, membantu komunitas Tionghoa di seluruh Indonesia memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian dwi kewarganegaraan. Suku Tionghoa, Peranakan Tionghoa dan Integrasi Wajar Istilah Suku Tionghoa, mulai dipergunakan Siauw di berbagai acara Baperki pada tahun Banyak pidato-pidato tidak tertulisnya menyinggung istilah suku 12. Secara tertulis, ia mulai gunakan pada tahun Memang penggunaannya menimbulkan perdebatan pro dan kontra. Secara ilmiah sulit menyatakan komunitas Tionghoa yang tidak homogen sebagai salah satu suku bangsa Indonesia. Rupanya Siauw sendiri menghindari perdebatan ilmiah tentang istilah ini, sehingga tidak memberi penekanan khusus dalam berbagai tulisannya. Akan tetapi, ia gunakan istilah suku sebagai dasar argumentasi simbolik untuk melawan arus asli dan arus yang menuntut dihilangkannya ciri-ciri etnisitas Tionghoa dari nasion Indonesia. Siauw sangat dekat dengan ketua Parlemen, Sartono. Oleh Sartono, ia selalu diikutsertakan dalam delegasi parlemen keliling Indonesia dan luar negeri. Oleh karena itu Siauw berkesempatan mengunjungi berbagai pelosok Indonesia 10 Seperti di atas 11 Seperti di atas 12 Disampaikan kepada penulis oleh Oei Tjoe Tat, Phoa Thoan Hian dan Yap Thiam Hien 8

9 dan menemui beberapa komunitas Tionghoa yang bukan saja menjadi mayoritas penduduk tetapi juga sudah ber-ratus tahun menetap di daerah-daerah tersebut, di antaranya Bagan Siapi api, Singkawang, Bangka, Belitung, Binjai dan Tanggerang 13. Ia kerap menyatakan bahwa bilamana yang dijadikan ukuran dasar terbentuknya sebuah suku adalah beradanya sebuah kelompok etnis di sebuah lokasi di atas tiga atau empat generasi, komunitas-komunitas Tionghoa di berbagai lokasi tersebut bisa dinyatakan sebagai suku, karena memiliki corak hidup dan kebudayaan, termasuk bahasa, yang unik berkaitan dengan lokasi-lokasi yang dihuninya. Siauw menegaskan pula bahwa karena banyak orang Tionghoa di Indonesia sudah menetap di berbagai daerah Indonesia bergenerasi, bahkan tidak pernah meninggalkan kampung halamannya, dan kalau ke tempat lain di luar Indonesia akan merasa asing, mereka tidak berbeda dengan apa yang dinamakan penduduk "asli" 14. Pada tahun 1950-an, Siauw gigih melawan arus "asli-asli-an" yang menurutnya, dalam konteks Indonesia, tidak memiliki legitimasi Hukum dan sejarah pembentukan nasion Indonesia. Seperti yang digambarkan di atas, argumentasinya adalah: nasion Indonesia adalah a multi-race nation - nasion yang terdiri dari berbagai suku bangsa, nasion yang ber-bhinneka Tunggal Ika. Untuk memperkuat argumentasi inilah Siauw menyamakan keberadaan komunitas peranakan Tionghoa sebagai suku. Ia menyatakan: "Wilayah Republik Indonesia terdiri dari 4,000 pulau besar dan kecil dan antara pulau ini tersebar hidup lebih dari 100 suku bangsa. Di antara 100 suku bangsa adalah suku bangsa Jawa, Sunda, Madura, Aceh, Minangkabau, Batak, Dayak, Bugis, Toraja, Bali, sasak, Melayu, Tionghoa, Arab dll. Jadi bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari banyak suku bangsa, banyak bahasa dan berbagai tingkat kebudayaan, tetapi mereka berasal dari satu rumpun bangsa, bahasa dan kebudayaan". Siauw mendukung argumentasi kesamaan rumpun ini dengan menyatakan bahwa terdapat penemuan tengkorak manusia yang berusia ratusan tahun di Trinil, Solo yang serupa dengan tengkorak manusia yang ditemui di Beijing. Demikian pula dengan tengkorak-tengkorak ratusan tahun yang ditemui di Jawa Timur serupa dengan yang ditemukan di Tiongkok Selatan dan daerah Asia lainnya 15. Akan tetapi Siauw sendiri tidak pernah mengklaim bahwa istilah suku itu datang darinya atau Baperki. Bahkan Ia cenderung menyatakannya sebagai istilah yang dipergunakan Sukarno, yang di hadapan massa Baperki pada bulan Maret 1963 dengan gamblang menyatakan bahwa peranakan Tionghoa adalah salah satu suku yang tidak terpisahkan dari nasion Indonesia Siauw Giok Tjhan, Renungan pp Seperti di atas 15 Renungan, pp. Siauw Giok Tjhan, Menuju Indonesia yang Baik, Ceramah untuk PPI Belanda, Amsterdam, Sambutan Sukarno di kongres nasional Baperki ke 8, Jakarta, 14 Maret

10 Tokoh-tokoh Baperki, Oei Tjoe Tat dan Phoa Thoan Hian menyatakan kepada penulis bahwa Siauw yang dekat dengan Sukarno menyampaikan kepadanya pokok-pokok sambutan yang ia harapkan Sukarno utarakan di acara Baperki tersebut. Ini tidak mengherankan. Beberapa isi pidato resmi Sukarno mengikutsertakan pula beberapa konsep Siauw tentang pembangunan ekonomi Indonesia yang berkaitan dengan pengembangan modal domestik. Bahkan rumusan Siauw masuk dalam GBHN MPRS Siauw berpendapat bahwa apa yang disabdakan oleh Sukarno pada zaman Demokrasi terpimpin tentu jauh lebih berpengaruh dari apa-pun yang dinyatakan atau dihimbau oleh Siauw atau Baperki. Pada tahun 1981, walaupun istilah suku sudah dipergunakannya sejak tahun 1958, ia menyatakan:" Saya gembira karena salah satu hasil perjuangan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia, yang lebih dikenal sebagai Baperki, ternyata diakui dan dikokohkan. Baik dikemukakan, bahwa istilah suku bagi peranakan Tionghoa untuk pertama kali digunakan oleh Presiden Sukarno, dalam pidato sambutannya pada pembukaan Kongres Baperki di Jakarta, tanggal 13 Maret Bung Karno sebagai Presiden RI pertama, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia dan diakui sebagai Penggali Pancasila, tentu adalah orang yang paling competent untuk memberi penjelasan kedudukan golongan peranakan Tionghoa di Indonesia sebagai salah satu suku dari banyak suku yang hidup di Indonesia. Golongan peranakan Tionghoa sebagai salah satu suku dari masyarakat Indonesia, merupakan satu kesatuan tubuh masyarakat Indonesia yang tidak bisa dipisahkan" 17. Tulisan-tulisan dan pidato-pidato Siauw pada tahun 60-an, terutama setelah tahun 1963, di waktu mana kebijakan asli-asllian sudah berkurang, tidak lagi menekankan istilah suku Tionghoa. Apalagi setelah paham asimilasi dicanangkan. Ketepatan paham integrasi; penyelesaian masalah kewarganegaraan dan dwikewarganegaraan; pengembangan modal domestik dalam mewujudkan sosialisme ala Indonesia; pengembangan program pendidikan Baperki lebih diutamakan. Siauw menganggap semua orang Tionghoa yang lahir di Indonesia sebagai peranakan Tionghoa. Ia kerap pula meng-kategorikan Tionghoa yang lahir di Indonesia sebagai "golongan keturunan Tionghoa". Dalam konteks ini, ia memang sengaja tidak membedakan golongan totok (mereka yang masih ber-orientasi ke Tiongkok, menggunakan dialek Tionghoa dalam pembicaraan sehari-hari dan masih mempertahankan kebudayaan Tionghoa) dengan mereka yang dikatakan "baba" atau peranakan (golongan yang sudah berakulturasi dengan Indonesia). Rupanya pertimbangan ini berdasarkan pengamatannya bahwa sebagian terbesar Tionghoa yang lahir di luar pulau Jawa adalah komunitas yang memiliki atribut totok. Ini tentunya sesuai dengan dasar perjuangannya yang bersandar atas janji para pendiri RI yang tertuang dalam Maklumat Politik 1 November Siauw Giok Tjhan, Menuju Indonesia yang Baik, ceramah untuk PPI Belanda, Amsterdam, September

11 Semua yang lahir di Indonesia ingin diajaknya untuk menjadi WNI dan menerima Indonesia sebagai tanah air. Berdasarkan uraian di atas, penulis yakin bahwa rumusan Sukarno tentang peranakan Tionghoa, yang dituturkan dalam sambutannya di Kongres Baperki pada tahun 1963, pun sama dengan apa yang dikehendaki oleh Siauw. Berkaitan dengan argumentasi bahwa Nasion Indonesia adalah nasion yang ber- Bhinneka Tunggal Ika; nasion yang terdiri dari banyak suku bangsa, termasuk suku Tionghoa; nasion yang mengenal dan menghargai adanya perbedaan etnisitas suku dan kebudayaan yang berkembang di Indonesia, Siauw dan Baperki mendasari perjuangan pembangunan nasion Indonesia atas paham integrasi wajar. Banyak orang menganggap istilah Integrasi baru dipergunakan setelah paham asimilasi lahir dan dikembangkan oleh LPKB (Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa) yang resmi didirikan atas dukungan Angkatan Darat pada tahun Akan tetapi istilah ini sudah dipergunakan oleh Baperki dan Siauw pada tahun 1958-an. Pada tahun ini, Sukarno memberi sambutan tertulis pada kongres ke Baperki. Sambutan tertulis yang sebenarnya disiapkan oleh Siauw ini menyatakan: "bangsa Indonesia menurut kenyataan terdiri dari berbagai macam suku dan keturunan, di samping mengenal ratusan bahasa daerah. Usaha mempercepat proses integrasi bangsa untuk mencapai satu "nation" yang bebas dari prasangka keturunan (racial prejudice) dan bebas dari rasa takut akan dianak tirikan, memerlukan waktu dan keuletan berjuang... Dalam hubungan ini patut sekali diperhatikan bahwa ditinjau dari sudut ekonomi, masalah golongan kecil (minority problem) bagi negara seperti Indonesia kita ini, sesungguhnya adalah satu masalah menghapuskan sifat-sifat "underdeveloped" dan mencapai "full employment". Dengan demikian penyelesaian bukanlah dengan jalan mengadakan diskriminasi rasial atau main asli-asli-an... Soalnya yalah: bagaimana meratakan kesejahteraan" 18. Istilah Integrasi secara tertulis kembali dipergunakan oleh Siauw pada tahun 1960, pada Kongres Baperki ke delapan di Semarang, Desember 1960, dalam membeberkan beberapa tugas pokok Baperki, diantaranya: "memperlancar proses integrasi nasional dengan membiasakan massa pendukung Baperki bekerja sama untuk berjuang bersama massa tani, massa buruh dan massa rakyat lainnya guna mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk menyelamatkan dan memperkokoh kehidupan sebagai bangsa (nation) yang merdeka dan berdaulat penuh dengan mencerminkan perwujudan jiwa Bhinneka Tunggal Ika" 19. Beberapa tokoh Tionghoa yang pernah berada dalam barisan Baperki, Kwee Hwat Djien, Kwik Hay Gwan dan Auwyang Peng Koen dan juga beberapa 18 Sambutan Tertulis Sukarno pada Kongres Baperki, Solo, Maret Penulis memiliki naskah asli yang diketik oleh Siauw dengan mesin tik-nya. Seluruh naskah tersebut, tanpa perubahan keluar sebagai sambutan tertulis Sukarno. 19 laporan Ketua Umum Baperki: Menyelesaikan Segala Persoalan Kewarganegaraan dalam rangka Membantu Pergerakan Funds and Forces Progresif untuk Melaksanakan Manipol, Semarang, Desember

12 peranakan Tionghoa lainnya, seperti Lauw Chuan To dan Ong Hok Ham mulai memformulasi konsepsi asimilasi pada tahun Konsepsi ini menganjurkan bahwa jalan keluar yang terbaik untuk memecahkan masalah minoritas Tionghoa adalah dengan meleburnya komunitas Tionghoa ini dengan komunitas mayoritas sehingga ciri-ciri ke-tionghoaan komunitas itu hilang. Proses ini dimulai dengan mengganti nama-nama Tionghoa menjadi nama-nama non Tionghoa, melakukan kawin campuran untuk menghilangkan ciri-ciri ke-tionghoa-an dan menanggalkan kebudayaan Tionghoa. Formulasi ini kemudian diresmikan sebagai program politik organisasi yang dinamakan LPKB - Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa, yang disponsori Angkatan Darat. Latar belakang perjuangan Siauw dan Baperki yang dituturkan di atas tentunya bertentangan dengan konsepsi asimilasi. Istilah integrasi kemudian dikembangkan oleh Siauw dan Baperki sebagai jalan keluar yang jauh lebih efektif dalam penyelesaian masalah minoritas Tionghoa. Sesuai dengan pengertian bahwa nasion Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang tidak harus dilebur atau dibaur sehingga ciri-ciri biologis maupun etnisitas para suku itu hilang, Siauw berargumentasi bahwa yang harus diupayakan adalah komunitas Tionghoa mengintegrasikan dirinya bersama suku bangsa lainnya membangun nasion Indonesia. Ia memberi contoh kegagalan Amerika Serikat yang melaksanakan konsep Melting Pot untuk menyelesaikan masalah komunitas African Americans dan menyitir keberhasilan integrasi di Soviet Uni dan RRT. Perbedaan hakiki di antara dua paham ini berdasar atas pengertian apakah Indonesia adalah sebuah nasion atau sebuah race dan apakah hilangnya ciri-ciri biologis Tionghoa memegang peranan dalam kesetiaan atau ke-patriotik-kan seseorang terhadap Indonesia. Keterlibatan Baperki dalam bidang Pendidikan Sebelum Perang Dunia II sebagian besar siswa Tionghoa belajar di sekolahsekolah berbahasa Tionghoa, yang pada umumnya dijalankan oleh Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK). Mereka yang berada mengirim anak-anaknya ke sekolahsekolah berbahasa Belanda (HCS, ELS, MULO, AMS atau HBS). Hanya sebagian kecil mengirim anak-anaknya ke sekolah-sekolah berbahasa Indonesia. Di zaman pendudukan Jepang, sekolah-sekolah Belanda ditutup dan siswa-siswa Tionghoa tidak diizinkan untuk pergi ke sekolah-sekolah berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, semua siswa Tionghoa tidak ada pilihan lain melainkan pergi ke sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa. Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, penduduk peranakan di beberapa kota besar mulai mengorganisasi sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum Belanda. Sekolah-sekolah ini mengakomodasi ribuan siswa yang ingin meneruskan pelajaran dalam bahasa Belanda. Sebagian dari mereka ini ingin meneruskan studi-nya di negeri Belanda. Angkatan Muda Tionghoa (AMT) yang dibentuk oleh Siauw Giok Tjhan dan dipimpin oleh adiknya, Siauw Giok Bie, di Malang pada tahun 1945, juga 12

13 mendirikan sekolah yang menampung ratusan siswa Tionghoa yang ingin meneruskan pendidikan Belanda. Sekolah AMT berlangsung hingga tahun Setelah kemerdekaan, hingga akhir tahun 50-an, sebagian besar komunitas Tionghoa masih mengirim anak-anaknya ke sekolah-sekolah Tionghoa. Bukan karena mereka tidak menginginkan anak-anaknya memperoleh pendidikan Indonesia, tetapi karena tempat di sekolah-sekolah negeri terbatas dan mereka merasa mutu pendidikan yang anak-anaknya peroleh di sekolah-sekolah Tionghoa memenuhi harapannya. Adanya kenyataan bahwa banyak siswa Tionghoa WNI belajar di sekolahsekolah Tionghoa pada tahun 50-an menimbulkan sebuah kontroversi. Pada awal tahun 1954, Sutan Takdir Alisjahbana, seorang penulis yang ternama dan anggota DPRD Jakarta mewakili PSI, mengajukan mosi di DPRD menuntut dikeluarkannya siswa Tionghoa WNI dari sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa yang dijalankan oleh organisasi-organisasi Tionghoa asing. Mosi-nya juga menuntut diubahnya sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa ini menjadi sekolah-sekolah nasional, kalau jumlah WNI yang belajar di sana melebihi 25%. Walaupun Takdir mengakui bahwa jumlah sekolah nasional tidak cukup untuk menampung siswasiswa WNI yang pada waktu itu belajar di sekolah-sekolah Tionghoa, ia menyatakan bahwa masyarakat Tionghoa cukup kaya untuk bisa membangun sekolah-sekolah yang ber-kurikulum nasional untuk anak-anaknya. Siauw Giok Tjhan mengecam mosi ini. Dalam pernyataan yang dimuat dalam beberapa surat kabar pada bulan Juli 1954, Siauw mengatakan bahwa sampai pemerintah menyediakan sekolah-sekolah yang bisa menampung semua warga negaranya, siswa-siswa Tionghoa WNI harus diberi kebebasan memilih tempat di sekolah-sekolah yang bisa menampungnya. Banyaknya siswa Tionghoa WNI yang belajar di sekolah-sekolah berbahasa Tionghoa tidak bisa diartikan mereka tidak bersedia mengirim anak-anaknya ke sekolah-sekolah nasional. Mereka terpaksa berbuat demikian karena memang sekolah-sekolah nasional tidak bisa menampungnya. Untuk mencapai kesepakatan, Siauw mengundang Sutan Takdir Alisjahbana untuk bertemu dengan beberapa pemimpin Baperki lainnya. Pertemuan ini diadakan pada tanggal 4 Agustus Walaupun pertemuan itu tidak melahirkan sebuah kesimpulan kongkrit, ia berhasil mematahkan upaya sementara tokoh politik yang berkeinginan mengeluarkan peraturan melarang siswa-siswa Tionghoa WNI belajar di sekolah-sekolah Tionghoa. Pada bulan Maret 1955, pemerintah mendirikan beberapa Sekolah Rakyat Percobaan khusus untuk masyarakat Tionghoa WNI. Siauw menganggap konsep ini mendorong diulanginya sistim penjajahan Belanda yang meng kotak-kotakan masyarakat. Sesuai dengan langgam kerja Siauw untuk melahirkan jalan keluar dari masalah yang dihadapi, pada bulan Mei 1955, Baperki menyelenggarakan sebuah konperensi tentang pendidikan dan kebudayaan. Konperensi ini menentang program Sekolah Rakyat Percobaan. Konperensi ini menyepakati Baperki 13

14 mendirikan sekolah-sekolah yang memiliki kurikulum nasional, yang terbuka untuk semua WNI. Akan tetapi karena kesibukan Baperki dalam kampanye Pemilihan Umum 1955, dan fokus perjuangan yang berkaitan dengan masalah Kewarganegaraan Indonesia menangguhkan rencana pendirian sekolah-sekolah Baperki. Walaupun demikian beberapa cabang Baperki di daerah mendirikan sekolahsekolah dasar pada tahun Dimulai dari Jakarta, Garut, Tanggerang, Cilamaya, Kudus dan Kediri di pulau Jawa dan Bagan Siapi api di Sumatra. Berdirinya Sekolah-Sekolah Baperki Masalah kehadiran siswa-siswa Tionghoa WNI di sekolah-sekolah Tionghoa diangkat ke permukaan lagi pada tahun Setelah Keadaan darurat (SOB) diumumkan pada tahun 1957, penguasa militer di berbagai daerah, terdorong oleh perasaan anti-komunis, menutupi sekolah-sekolah Tionghoa asing dan melarang WNI belajar di sekolah-sekolah Tionghoa. Ini dimulai di Nusatenggara Barat pada bulan Mei Semua sekolah Tionghoa di kawasan itu ditutup. Dalam beberapa bulan, penguasa militer di kotakota lainnya melakukan hal yang sama. Pada bulan November 1957, kebijakan ini dilaksanakan di Jakarta. Walaupun tidak semua sekolah Tionghoa ditutup, jumlah yang diizinkan untuk berjalan jauh lebih sedikit. Peraturan dikeluarkan untuk mempertegas definisi sekolah nasional. Sekolah-sekolah nasional harus dipimpin oleh kepala sekolah yang WNI dan guru-guru yang mengajar-pun harus WNI. Pada tahun yang sama, peraturan ini diperkeras. Semua kepala sekolah dan guru dari sekolah-sekolah Tionghoa diwajibkan lulus ujian bahasa Indonesia (tertulis dan lisan). Jumlah guru yang berstatus asing harus dibatasi. Pada bulan Juli 1958, jumlah sekolah Tionghoa turun dari 2000 hingga 850 dan jumlah murid yang belajar di sekolah-sekolah Tionghoa turun dari hingga Sebagian besar dari yang dikeluarkan dari sekolah-sekolah Tionghoa adalah siswa-siswa Tionghoa WNI. Situasi yang digambarkan ini mendorong Baperki untuk mendirikan lebih banyak sekolah yang bisa menampung para siswa yang kehilangan tempat sekolah. Pada 8 Pebruari 1958 Baperki mendirikan Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan, yang diketuai oleh Siauw Giok Tjhan. Yayasan ini ditugaskan untuk membangun, mengasuh dan mengkontrol jalannya sekolah-sekolah Baperki. Baperki bergerak cepat. Atas bantuan para kawan dekat Siauw yang menjadi pimpinan Chiao Chung, terutama Sito Chang, Go Gak Cho, Kho Nai Chong dan Kho Ie Sioe, Baperki bekerja sama dengan para pengelola sekolahsekolah Tionghoa. Dalam waktu singkat, Baperki bisa memiliki gedung-gedung sekolah menampung ribuan siswa yang kehilangan tempat sekolah. Pada tahun 1960, jumlah sekolah yang dijalankan oleh Baperki adalah 96, sebagian besar darinya adalah sekolah-sekolah dasar dan menengah. 14

15 Baperki mengambil alih gedung-gedung sekolah-sekolah Tionghoa yang ditutup. Terdapat juga sekolah-sekolah besar yang dibagi dua. Murid-murid WNI ditampung oleh sekolah Baperki. Kalau jumlah yang WNI lebih besar, maka bagian Baperki lebih besar pula. Penyerah-terimaan sekolah-sekolah ke tangan Baperki dilaksanakan secara cuma-cuma. Baperki berhasil meyakinkan pimpinan Chiao Chung dan para pengelola sekolah Tionghoa bahwa mereka-pun harus turut berpartisipasi membantu komunitas Tionghoa WNI. Baperki berhasil pula mendorong sumbangan besar para pedagang Tionghoa, sehingga dalam waktu singkat, sekolah-sekolah Baperki ini berjalan lancar dan dapat menjamin kualitas pendidikannya. Keterlibatan Baperki dalam bidang pendidikan dan pemilikan sekolahsekolah sempat menjadi topik perdebatan dalam sebuah rapat pimpinan Baperki. Yap Thiam Hien khawatir kegiatan Baperki dalam bidang pendidikan akan memperlemah upayanya mengatasi masalah kewarganegaraan dan arus rasisme. Yap juga khawatir bahwa Baperki tidak akan mampu menjalankan sekolahsekolah dengan baik karena masalah dana. Akan tetapi Siauw berhasil meyakinkan Yap bahwa keterlibatan Baperki dalam bidang pendidikan secara langsung menanggulangi masalah kongkrit yang dihadapi komunitas Tionghoa dan ini memperbesar dukungan komunitas Tionghoa. Siauw yakin bahwa dana untuk pengelolaan institusi pendidikan akan terus mengalir. Ternyata dugaan Siauw tidak meleset. Semasa hidupnya, Baperki tidak pernah mengalami kesulitan dana untuk kegiatan dalam bidang pendidikan. Sebagian besar kebutuhan dana tertutup oleh uang sekolah. Orang tua yang mampu diimbau untuk memberi sumbangan besar sedangkan yang tidak mampu diberi tarif murah, bahkan cuma-cuma. Untuk pembangunan gedung dan fasilitas baru, Baperki berpaling ke para pedagang Tionghoa yang pada umumnya selalu bersedia menyumbang. Jumlah sekolah Baperki meningkat pesat sejak pendirian Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Baperki pada tahun Pada tahun 1961, jumlah sekolah yang terdaftar adalah di Jakarta, 17 di Jawa Barat, 12 di Jawa Tengah, 33 di Jawa Timur, 4 di Sumatra Selatan, 10 di Sumatra Utara, 1 di Bali dan 2 di Sulawesi. Pada tahun 1965, jumlah ini meningkat melebihi 170. Di kota-kota besar, mutu pendidikan sekolah Baperki dianggap tinggi dan tidak kalah dengan sekolah-sekolah swasta yang terkenal. Banyak guru-guru yang mengajar di sekolah-sekolah swasta mahal ini juga mengajar di sekolah-sekolah Baperki. Lahirya Universitas Baperki Setelah mendirikan beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA), Baperki menghadapi dilema baru. Lulusan sekolah-sekolah ini tetap mengalami kesulitan untuk mendapatkan tempat di universitas-universitas negara, yang pada 15

16 umumnya memberi pembatasan untuk siswa Tionghoa. Jumlah siswa Tionghoa tidak bisa lebih dari 10% dari jumlah total siswa yang diterima. Pada tahun 1958, beberapa siswa Tionghoa yang lulus SMA dengan angka gemilang ternyata tidak bisa masuk Universitas Indonesia. Walaupun tidak ada penjelasan dari pihak universitas, para siswa ini mengetahui bahwa kegagalannya untuk masuk Universitas Indonesia disebabkan oleh ke-tionghoa-annya. Situasi ini mendorong pimpinan Baperki untuk mendirikan universitas Baperki. Yang pertama didirikan adalah Akademi Fisika dan Matematika dengan tujuan mendidik guru-guru sekolah menengah. Setelah Baperki mendapatkan dana yang lebih besar, Baperki mulai mewujudkan pendirian Universitas Baperki yang disingkat UBA. Pada bulan September 1959, Fakultas kedokteran Gigi didirikan. Pada bulan November di tahun yang sama, Fakultas Teknik yang mencakup teknik mesin, elektro dan sipil, dimulai. Pada tahun 1962, Fakultas Kedokteran dan Sastra diresmikan. Dalam mengembangkan universitas Baperki, Siauw banyak menengok pada keberhasilan RRT mencapai kemajuan pesat dalam waktu yang singkat. Menurutnya, kemajuan pesat itu dicapai karena adanya pengembangan bidang teknologi. Oleh karenanya, dalam berbagai rapat Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Baperki, ia menitik beratkan pendidikan teknologi dengan penekanan teknologi praktis. Dalam konteks ini, Siauw menganjurkan para dekan Universitas Baperki untuk mengembangkan program pendidikan yang mengawinkan teori dan praktek, sehingga lulusan-lulusan universitas Baperki bisa dengan cekatan mengetrapkan pengetahuannya dalam masyarakat. Siauw gagal menarik banyak tokoh politik "asli" untuk aktif dalam Baperki. Akan tetapi ia cukup berhasil menarik banyak akademikus non-tionghoa untuk membantu pengembangan universitas Baperki, diantaranya Pudjono Hardjo Prakoso sebagai Dekan Fakultas Teknik, dan Ernst Utrecht sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum. Yang menjadi Rektor pertama adalah kawan Siauw di parlemen, Ferdinand Lumban Tobing. Ia adalah seorang dokter Batak yang pernah menjadi menteri di dalam beberapa kabinet di zaman Demokrasi Parlementer. Pada waktu Tobing dikukuhkan sebagai rektor, Siauw menyatakan bahwa dipilihnya Tobing sebagai Rektor mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, dasar perjuangan Baperki. Beberapa bulan setelah Universitas Baperki didirikan, Tan Kah Kee, pemimpin Tionghoa yang menetap di Singapura yang mengenal Siauw sejak zaman pendudukan Jepang ketika ia bersembunyi di Batu, menawarkan Siauw untuk mengambil tanah miliknya yang terletak dekat Ancol, Jakarta untuk digunakan sebagai lahan universitas Baperki, cuma-cuma. Setelah ditinjau, tanah ini memerlukan ongkos pengurukan yang besar. Oleh karenanya diputuskan untuk membangun gedung-gedung universitas di tanah yang disediakan untuk Baperki oleh Gubernur Jakarta, Sumarno, di Grogol. 16

17 Pada tahun 1962 Baperki mendirikan kampus di Surabaya dengan fakultasfakultas Teknik, Hukum dan Farmasi. Cabang Surabaya ini dipimpin Profesor Gondowardojo, rektor Universitas Airlangga. Jumlah mahasiswa pada tahun ini meningkat tinggi. Jumlah mahasiswa yang tercatat melebihi 3000 orang, 2,490 di Jakarta dan 592 di Surabaya. Ketika Rektor Tobing meninggal pada tahun 1963, Siauw menunjuk Nyonya Utami Suryadarma, isteri Kepala Staf Angkatan Udara, Komodor Suryadarma, untuk menggantikannya. Ia menjadi Rektor perempuan pertama di Indonesia. Pada tahun yang sama, Siauw menganjurkan pengubahan nama universitas Baperki menjadi Universitas Respublica, diambil dari pidato Sukarno, yang diucapkan di Konstituante pada tahun 1959 berjudul: Res Publica, sekali lagi Res Publica". Siauw menganggap nama Res Publica mencerminkan semangat dan jiwa Baperki dalam dunia pendidikan. Res Publica berarti untuk kepentingan umum. Universitas Baperki didirikan sebagai respons positif terhadap adanya diskriminasi rasial. Universitas Baperki menentang diskriminasi yang merusak pembangunan bangsa. Sejak saat itu universitas ini lebih dikenal sebagai Ureca. Demikianlah Ureca berkembang maju. Daftar dosen yang mengajar di Ureca sangat mengesankan. Banyak dosen ternama yang mengajar di UI dan ITB, mengajar pula di Ureca. Banyak pula tokoh teknorat yang ternama memperkuat tim pengajar Ureca. Pada tahun 1964, departemen PTIP (Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan) menyamakan lulusan sarjana muda dalam bidang teknik, kedokteran gigi, ekonomi dan hukum dari Ureca dengan lulusan sarjana muda para universitas negara. Pada tahun 1965, lulusan fakultas teknik dan kedokteran gigi Ureca juga diakui sebagai sarjana penuh. Pada tahun 1964, jumlah mahasiswa Ureca tercatat 4000, 300 darinya adalah sarjana muda yang diakui sah oleh negara. Pada tahun 1965, sebelum pergantian politik pada bulan Oktober, jumlah mahasiswa yang terdaftar melebihi Ureca menjalankan program orientasi yang unik. Perpeloncoan untuk mahasiswa baru dilarang. Para mahasiswa baru ditugaskan untuk membersihkan jalan-jalan di daerah kota sebagai tanda terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh para pedagang Tionghoa. Para mahasiswa Ureca diimbau untuk membantu usaha pembangunan gedung-gedung universitas. Para mahasiswa teknik-nya bekerja sama dengan para dosen untuk mendesain gedung-gedung serta fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan. Dengan jalan gotong royong ini, banyak gedung bisa diselesaikan pada waktunya dengan ongkos pembangunan yang relatif rendah. Ureca adalah satu-satunya universitas di Indonesia yang dibangun oleh para mahasiswanya. Sesuai dengan prinsip Res Publica yang digambarkan di atas, Yayasan Pendidikan dan Kebudayaan Baperki mengeluarkan kebijakan untuk tidak melaksanakan diskriminasi atas dasar ras, agama, aliran politik maupun status kewarganegaraan. 17

18 Oleh karena itu yang diterima benar-benar mewakili aneka ragam latar belakang. Ada yang berhaluan kiri, ada yang berhaluan kanan, banyak yang beragama Buddha dan Kong Hu Cu, cukup banyak yang beragama Katolik dan Kristen. Ada pula pribumi, walaupun merupakan minoritas. Sebagian besar yang masuk adalah Tionghoa. Dan cukup banyak adalah Tionghoa totok yang berstatus asing. Banyak pula yang masuk dari sekolah-sekolah Tionghoa. Ketika hal ini dimasalahkan, Siauw menegaskan bahwa walaupun mereka berstatus asing, mereka tetap penduduk Indonesia yang bisa menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk membangun Indonesia. Di samping itu, Siauw menegaskan bahwa salah satu tugas Baperki adalah mengajak sebanyak mungkin komunitas Tionghoa untuk menjadi WNI. Kebijakan ini mendorong lebih banyak lagi orang Tionghoa totok memberikan sumbangan-sumbangan dalam jumlah besar. Karena reputasi Ureca baik dan kualitas pendidikannya dianggap tinggi, cukup banyak mahasiswa "asli" yang tertarik untuk masuk. Beberapa rekan Siauw di DPRGR meminta bantuannya supaya anak-anak mereka bisa diterima di Ureca. Untuk mendorong masuknya mahasiswa-mahasiswa "asli", Baperki mengadakan persetujuan dengan Taman Siswa. Baperki memberi beasiswa pada beberapa mahasiswa Taman Siswa yang berprestasi untuk belajar di Ureca. Menjelang Mei 1965, Ureca mempunyai cabang-cabang di beberapa kota besar lainnya termasuk Medan (Fakultas Ekonomi dan Pendidikan), Semarang (Fakultas Kedokteran), Jogjakarta (Fakultas Ekonomi). Sebelum peristiwa G30S, pembangunan gedung-gedung Ureca di Malang, Solo, Cirebon, Bandung juga sudah dimulai. Upaya yang berkembang dengan pesat ini buyar dalam sekejap mata, karena pergantian politik pada bulan Oktober Bisa dibayangkan bagaimana besar dan positif dampak kehadiran cabang-cabang Ureca di berbagai pelosok Indonesia. Institusi-institusi pendidikan yang akan menghasilkan banyak akhli membangun Indonesia. Kegiatan Politik di Sekolah-Sekolah Baperki dan Ureca Siauw menggunakan institusi pendidikan Baperki memperdalam pengertian kewarganegaraan dan pembangunan nasion Indonesia. Ia berkeyakinan bahwa pendidikan dari SD hingga tingkat universitas adalah sarana efektif mendidik komunitas Tionghoa untuk menerima Indonesia sebagai tanah air dan mengajaknya untuk berpartisipasi membangun nasion Indonesia. Siauw menyenangi penggunaan definisi-definisi yang sederhana untuk memperbesar animo orang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik dan sosial. Sekolah-sekolah dan universitas Baperki didorong untuk memahami Panca- Cinta: a. Cinta tanah air dan bangsa Indonesia b. Cinta kemanusiaan dan perdamaian 18

Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia Oleh: Siauw Tiong Djin

Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia Oleh: Siauw Tiong Djin Nasion Indonesia dan Kewarganegaraan Indonesia Oleh: Siauw Tiong Djin Sebelum kemerdekaan diproklamasikan, Liem Koen Hian, Tan Ling Djie, Tjoa Sik Ien dan Siauw Giok Tjhan berkali-kali bertemu untuk merumuskan

Lebih terperinci

PERANAN KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA

PERANAN KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA PERANAN KOMUNITAS TIONGHOA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA Siauw Tiong Djin Globalization menimbulkan anggapan di benak banyak orang bahwa nation-building (pembangunan bangsa) dan esensi nation tidak lagi relevan.

Lebih terperinci

G30S dan Kejahatan Negara

G30S dan Kejahatan Negara Telah terbit Buku: G30S dan Kejahatan Negara Catatan Penyunting Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 7 pagi, saya bermain catur dengan ayah saya, Siauw Giok Tjhan di beranda depan rumah. Sebuah kebiasaan

Lebih terperinci

Daftar Isi Kata Pengantar I Sebuah Imbauan A Sajak-Sajak i Pendirian, Pembangunan dan Perkembangan Ureca Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Ureca

Daftar Isi Kata Pengantar I Sebuah Imbauan A Sajak-Sajak i Pendirian, Pembangunan dan Perkembangan Ureca Kegiatan Organisasi Kemahasiswaan Ureca Daftar Isi Kata Pengantar I Sebuah Imbauan A Sajak-Sajak i Pendirian, Pembangunan dan Perkembangan Ureca Siauw Tiong Djin: Baperki, Ureca Dan Siauw Giok Tjhan 1 Go Gien Tjwan: Riwayat Ureca 39 Dali Santun

Lebih terperinci

Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku

Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku Siauw Giok Tjhan, Sahabat-ku Go Gien Tjwan 1 Pada tanggal 4 November 1965, lebih dari sebulan setelah Gerakan 30 September yang melakukan kudeta pada tanggal 1 Oktober 1965, Siauw Giok Tjhan diambil oleh

Lebih terperinci

TOKOH-TOKOH TIONGHOA DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1

TOKOH-TOKOH TIONGHOA DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1 TOKOH-TOKOH TIONGHOA DALAM REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA 1 Bondan Kanumoyoso http://www.nabilfoundation.org/media.php?module=publikasi&id=152 Kamis, 25 November 2010-12:05:57 WIB Tulisan ini menyorot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

Fakta Sejarah Perjuangan. Siauw Giok Tjhan Tidak Bisa Dihapus!

Fakta Sejarah Perjuangan. Siauw Giok Tjhan Tidak Bisa Dihapus! Fakta Sejarah Perjuangan Siauw Giok Tjhan Tidak Bisa Dihapus! Chan Chung Tak Eddie Lembong, mantan ketua INTI dengan tegas mengatakan, Fakta Sejarah Perjuangan Siauw Giok Tjhan, tidak bisa dihapus dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

Kenangan Memperingati 100 Tahun Siauw Giok Tjhan. Siap Berkorban Demi Kepentingan Negara, pantang mundur menghadapi kesulitan dan penderitaan

Kenangan Memperingati 100 Tahun Siauw Giok Tjhan. Siap Berkorban Demi Kepentingan Negara, pantang mundur menghadapi kesulitan dan penderitaan Kenangan Memperingati 100 Tahun Siauw Giok Tjhan Siap Berkorban Demi Kepentingan Negara, pantang mundur menghadapi kesulitan dan penderitaan Huang Shu Hai 1 Judul di atas mengungkapkan dua aspek sosok

Lebih terperinci

pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965

pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965 'Dicina-cinakan' di jalan: pengalaman putra 'tokoh integrasi' Tionghoa Indonesia pada 1965 Endang NurdinBBC Indonesia 27 Oktober 2017 http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41738253?ocid=wsindonesia.chat-apps.in-app-msg.whatsapp.trial.link1_.auin

Lebih terperinci

BAB III STATUS KEWARGANEGARAAN KOMUNITAS CINA DI YOGYAKARTA. A. Dasar Hukum Kewarganegaraan Komunitas Keturunan Cina

BAB III STATUS KEWARGANEGARAAN KOMUNITAS CINA DI YOGYAKARTA. A. Dasar Hukum Kewarganegaraan Komunitas Keturunan Cina BAB III STATUS KEWARGANEGARAAN KOMUNITAS CINA DI YOGYAKARTA A. Dasar Hukum Kewarganegaraan Komunitas Keturunan Cina Pada tahun pertama kemerdekaan Republik Indonesia, Pemerintah belum memperhatikan persoalan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 BAB II ISI... 4 2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan... 2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia 1945 s.d.1949...

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. Perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia merupakan rangkaiaan peristiwa panjang yang

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB DPR-GR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perlu ditetapkan Peraturan Tata-tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENJADI TUAN DI NEGERI SENDIRI: PERSPEKTIF POLITIK Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Acara Konvensi Kampus VII dan Temu Tahunan XIII Forum Rektor

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD)

Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Waktu : 6 x 45 Menit (Keseluruhan KD) Standar Kompetensi : 5. Menghargai persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Kompetensi Dasar : 5.1. Mendeskripsikan kedudukan warga negara

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 LATAR BELAKANG LAHIRNYA DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959 A. Latar Belakang 1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan persaingan partai politik yang semakin menajam.

Lebih terperinci

Peran Mingguan Chiao Hsing Dalam Menangani Masalah Tionghoa Indonesia

Peran Mingguan Chiao Hsing Dalam Menangani Masalah Tionghoa Indonesia Peran Mingguan Chiao Hsing Dalam Menangani Masalah Tionghoa Indonesia Shi Xueqin 1 Mingguan Chiao Hsing (Majalah SADAR) adalah majalah yang didirikan oleh Siauw Giok Tjhan, tokoh politik peranakan Tionghoa.

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 5 OLEH: TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA 9 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Zyunbi Iinkai)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya nasional Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bendera negara yaitu

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA

Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA Tugas Akhir Matakuliah Pancasila SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Nama : Muhammad Anis NIM : 11.11.5300 Kelompok : E Jurusan S1 TI Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. ABSTRAKSI Artinya

Lebih terperinci

Sosialisme Indonesia

Sosialisme Indonesia Sosialisme Indonesia http://sinarharapan.co/news/read/140819049/sosialisme-indonesia 19 Agustus 2014 12:50 Ivan Hadar* OPINI Sosialisme-kerakyatan bisa diterapkan di Indonesia. Terpilihnya Jokowi sebagai

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PENGANUGERAHAN GELAR PAHLAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di dunia memiliki hak yaitu mendapatkan kemerdekaan, seperti didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pembukaan alinea pertama Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1]. WARGANEGARA DAN KEWARGANEGARAAN Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh

I. PENDAHULUAN. Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Politik Etis dalam bidang pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Hindia Belanda memang membuka kesempatan banyak bagi pemudapemuda Indonesia

Lebih terperinci

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Ilustrasi: Moh. Dzikri Handika Melalui buku Peranan Koperasi Dewasa Ini (PKDI), Aidit secara tegas meletakkan koperasi sebagai gerakan sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK

KISI-KISI PEDAGOGIK UKG 2015 SEJARAH STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK KISI-KISI UKG 2015 SEJARAH Indikator Pencapaian b c d e 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, 1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia baik sebagai pedagang maupun imigran serta terjalinnya hubungan yang

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun

1.PENDAHULUAN. Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemikiran politik modern di Indonesia mulai sejak bangkitnya nasionalisme tahun 1900 yang diawali dengan munculnya sekelompok mahasiswa yang membentuk perkumpulan

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG

PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 37 SEMARANG Jl. Sompok No. 43 Telp. 8446802 Semarang Website.www.smp 37.smg.sch.id Email: smp 37 smg @ yahoo.co.id ULANGAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN

Lebih terperinci

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA Surat Kepercayaan Gelanggang SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. kami

Lebih terperinci

No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001

No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001 No. Kode: DARI/BAHASA INDONESIA/001 PENDALAMAN MATERI BAHASA INDONESIA MODUL 4 SEJARAH, KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN RAGAM BAHASA INDONESIA Kegiatan Belajar 2 Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR

Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Rangkuman Materi Ajar PKn Kelas 6 MATERI AJAR Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : VI / I Alokasi Waktu : 6 x 35 Menit Standar Kompetensi 1. Menghargai nilai-nilai juang dalam proses

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA EDITOR Rakyat Dalam Suatu Negara Penduduk Bukan Penduduk Warga Negara Bukan WN KEDUDUKAN WARGA NEGARA & PERWAGA- NEGARAAN DI INDONESIA Asas Kewarganegaraan Penduduk dan Warga Negara Indonesia Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. diartikan sebagai rancangan atau buram surat, ide (usul) atau pengertian yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Konsepsi Presiden Soekarno Secara etimologis, konsepsi berasal dari perkataan konsep, sedangkan konsep diartikan sebagai rancangan atau buram surat,

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA

BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA 23 BAB III PROFIL PEMERINTAHAN INDONESIA A. Masa Tahun 1945-1949 Masa Tahun 1945-1949 sebagai masa berlakunya UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 menghendaki sistem pemerintahan

Lebih terperinci

UPAYA PENGUATAN NASIONALISME ORANG INDONESIA TIONGHOA PASCA PERISTIWA MEI 1998

UPAYA PENGUATAN NASIONALISME ORANG INDONESIA TIONGHOA PASCA PERISTIWA MEI 1998 UPAYA PENGUATAN NASIONALISME ORANG INDONESIA TIONGHOA PASCA PERISTIWA MEI 1998 THE NATIONALISM REINFORCING OF INDONESIAN CHINESE PEOPLE AFTER BLACK MAY INCIDENT 1998 SKRIPSI Oleh Prilla Marsingga NIM 060910101100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

SAMBUTAN PADA ACARA PERINGATAN HARI RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945

SAMBUTAN PADA ACARA PERINGATAN HARI RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945 SAMBUTAN PADA ACARA PERINGATAN HARI RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945 Oleh: Joko Widodo Gubernur Provlnsi DKI Jakarta PEMERINTAH PROVlNSI DAERAH KHUSUS lbukota JAKARTA Kamis, 19 September 2013 8SRIDMS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA A. Sejarah Perkembangan Bahasa Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Sampai saat ini, bahasa Indonesia telah mengalami perubahan dan perkembangan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di

BAB V KESIMPULAN. kekuasaan dan mempertahankan penjajahan Jepang di Indonesia, khususnya di BAB V KESIMPULAN Pada masa pemerintahan Jepang berkuasa di Yogyakarta dari tahun 1942-1945. Jepang membuat peraturan mengenai pemerintahan Jepang yang ditujukan kepada kepentingan dan usaha perang, dengan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kebudayaan peranakan Tionghoa merupakan kebudayaan yang paling kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan bahasanya yang merupakan sintesa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA

BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA BAB I MASA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Pembentukan BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) Pembentukan PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai) Peristiwa Rengasdengklok Perumusan Teks

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc. Modul ke: 03 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Identitas Nasional Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Identitas Nasional 2. Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai

Lebih terperinci

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;

Pemilu Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL DWIKEWARGANEGARAAN *)

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL DWIKEWARGANEGARAAN *) Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1958 (2/1958) Tanggal: 11 JANUARI 1958 (JAKARTA) Sumber: LN 1958/5 Tentang: PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Siauw Giok Tjhan. Soe Tjen Marching 1

Siauw Giok Tjhan. Soe Tjen Marching 1 Siauw Giok Tjhan Soe Tjen Marching 1 Siapakah Siauw Giok Tjhan? Berpuluh tahun lamanya saya tidak tahu sama sekali. Mendengar namanya pun saya belum pernah. Karena saya adalah anak Orde Baru. Lahir pada

Lebih terperinci

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL

ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL ZAMAN PERGERAKAN NASIONAL Faktor ekstern dan intern lahirnya nasionalisme Indonesia. Faktor ekstern: Kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905 yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk

Lebih terperinci

Hak Azasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan

Hak Azasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan Hak Azasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak Azasi adalah hak yang melekat pada diri manusia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

Universitas Negeri Surabaya

Universitas Negeri Surabaya PERKEMBANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN KEWARGANEGARAAN INDONESIA (BAPERKI) TAHUN 1954 1965 Anis Nuryani Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya rafa.fashion88@gmail.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan kehidupan politik,

Lebih terperinci

oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015

oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015 oleh Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Bahasa Indonesia untuk Broadcast Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta 2015 Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tonggak kelahiran BI. Para pemuda sadar bahwa bangsa

Lebih terperinci

Siauw Giok Tjhan, Pejuang Bangsa Yang Dihapus Dalam Sejarah

Siauw Giok Tjhan, Pejuang Bangsa Yang Dihapus Dalam Sejarah Siauw Giok Tjhan, Pejuang Bangsa Yang Dihapus Dalam Sejarah http://m.berdikarionline.com/tokoh/20140130/siauw-giok-tjhan-pejuang-bangsa-yang-dihapus-dalam-sejarah.html 30 Januari 2014 11:26 WIB Ia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu kesatuan solidaritas kebangsaan. Seorang warga negara Indonesia dengan paspor Indonesia belum tentu orang tersebut adalah bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara majemuk termasuk Indonesia mempunyai kelompok minoritas dalam wilayah nasionalnya. Kelompok minoritas diartikan sebagai kelompok-kelompok

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH BAHASA INDONESIA Modul ke: MATA KULIAH BAHASA INDONESIA 03 Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA SUPRIYADI, M.Pd. HP. 0815 1300 7353/ 0812 9479 4583

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang.

BAB I PENDAHULUAN. mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap pemuda Indonesia wajib mempertahankan Negara dan memajukan bangsa maka dari itu pemuda wajib selalu ingat akan semangat patriotik yang telah ditunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa, beranekaragam Agama, latar belakang sejarah dan kebudayaan daerah.

Lebih terperinci

Presiden Seumur Hidup

Presiden Seumur Hidup Presiden Seumur Hidup Wawancara Suhardiman : "Tidak Ada Rekayasa dari Bung Karno Agar Diangkat Menjadi Presiden Seumur Hidup" http://tempo.co.id/ang/min/02/18/nas1.htm Bung Karno, nama yang menimbulkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin NEGARA = State (Inggris), Staat (Belanda),Etat (Perancis) Organisasi tertinggi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci