Putu Krisna Yutatama dan Abdul Salam. Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Putu Krisna Yutatama dan Abdul Salam. Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat,"

Transkripsi

1 GANGGUAN (HINDER) TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI DASAR GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (STUDI KASUS : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 1829/K/PDT/2010). Putu Krisna Yutatama dan Abdul Salam Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Abstrak Skripsi ini akan membahas gangguan terhadap hak milik atas tanah. Hak milik atas suatu benda yang dapat dibuktikan dengan alas hak yang sah memberikan kewenangan absolut bagi pemegang hak nya guna mengambil kemanfaatan seluas-luasnya dari benda yang dihaki. Hak milik dibatasi dengan ketentuan dalam hukum perdata di Indonesia salah satunya adalah tidak menimbulkan gangguan (hinder) bagi orang lain. Setiap orang harus menghormati hak-hak yang dimiliki orang lain agar tidak mengurangi kenikmatan dalam menikmati hak yang dimiliki. Gangguan dapat terjadi terhadap hak milik atas tanah. Jika terjadi gangguan terhadap hak milik maka dapat digugat berdasarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum. Akan tetapi tidak semua gangguan tehadap hak milik atas tanah merupakan perbuatan melawan hukum. Kata kunci: Perbuatan melawan hukum, hak milik, gangguan Abstract This thesis will discuss the nuisance of land ownership. Proprietary rights over an object which can be proved by legitimate title gives absolute authority to it s holder to take the widest benefit. Proprietary rights of Land are limited by the provisions of the civil law in Indonesia, one of which is not to cause nuisance (hinder) for others. Everyone must respect the rights of others as not to detact from enjoyment of enjoying owned rights. Nuisance can occur on land ownership. In the event of nuisance to the land, it can be sued under Unlawful act. However, not all nuisance to Proprietary rights of land is an unlawful act.

2 Key words: Unlawful Act, proprietary rights, nuisance Pendahuluan Hak kebendaan sebagai bagian dari hak absolut memberikan kenikmatan terhadap orang yang memilikinya guna mengambil manfaat seluas-luasnya atas benda yang ia miliki. Dengan kata lain bahwa seseorang telah memiliki hak milik pribadi yang absolut sehingga ia dapat melakukan hal yang ia inginkan atas sesuatu yang memang ia miliki secara sah haknya, namun dalam kepemilikannya atas hak tersebut tentunya tidaklah dibenarkan apabila bertentangan dengan hak yang dimiliki orang lain juga. Berdasarkan pasal 570 Kitab Undang-undang Hukum perdata 1, bahwa hak milik yang dimiliki seseorang haruslah dibatasi dengan tidak bertentangan dengan undang-undang, tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain (hinder), tidak menyalahgunakan hak (misbruk van recht), pembatasan oleh hukum tetangga, dan pencabutan hak untuk kepentingan umum. 2 Salah satu pembatasan terhadap hak milik adalah tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain. Penggunaan hak milik tidaklah dibenarkan jika menimbulkan gangguan terhadap orang lain atau hak-hak orang lain. 3 Misalnya adalah pemilik tape recorder yang membunyikan benda tersebut dengan kencang sehingga menimbulkan suara bising yang mengganggu tetangganya, atau pemilik pabrik yang membuang limbah pabriknya sehingga membuat kotor lingkungan setempat. Gangguan terhadap hak orang lain dapat dikatakan terjadi jika terpenuhinya unsur adanya perbuatan melawan hukum dan perbuatan melawan hukum tersebut mengurangi atau menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang. 4 Yurisprudensi di negeri belanda telah sejak lama memutus bahwa gangguan 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan R tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), pasal 570. Rumusan pasal 570 KUH Perdatadata Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT Citra aditya bakti, ), 3 Ibid. 4 Ibid.

3 terhadap hak seseorang merupakan suatu perbuatan melawan hukum melalui Arrest Hoge Raad 30 januari 1914 yang terkenal dengan nama Krulareest, 5 dan Arrest Hoge Raad 31 desember 1937 dalam perkara antara Willem Jan Nobel melawan perhimpunan mahasiswa. 6 Gangguan terhadap hak orang lain juga tidak dibenarkan apabila gangguan tersebut mengganggu hak milik orang lain atas suatu tanah. Hak milik atas tanah menurut UU No. 5 Tahun 1960 merupakan hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh namun tetap mempedulikan fungsi sosial dari hak atas tanah tersebut. 7 Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak milik memberi kewenangan bagi pemegang hak tersebut untuk menggunakan bagi segala macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak ada larangan untuk itu. Sehingga hak milik atas suatu tanah dapat dipertahankan terhadap siapapun yang mengganggu dan mengurangi kenikmatan dari pemegang hak milik untuk merasakan kenikmatan atas hak yang ia miliki tersebut. Berdasarkan hal yang telah dinyatakan sebelumnya maka penulis tertarik dalam skripsi ini untuk membahas mengenai tindakan gangguan terhadap hak atas tanah yang menyebabkan terjadinya perbuatan melawan hukum terhadap seseorang. Penulis akan menganalisis kasus gugatan yang dilayangkan oleh Hendra Kusnadi selaku direktur utama PT Deruzzi melawan Purnawan Suriadi selaku direktur utama PT Bandung Pakar dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Kasus ini bermula ketika pihak tergugat melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan bagi penggugat seperti dengan sengaja memasang billboard besar di depan bangunan milik penggugat, menanam pohon bambu disepanjang bangunan milik penggugat, membuat bangunan porgola di jalan umum yang masuk ke tanah milik penggugat, memasang portal di jalan umum yang digunakan untuk menuju ke tempat milik penggugat dengan tanpa penjagaan pada malam hari dan pada siang hari di ruas kiri dan kanan jalan tersebut oleh tergugat tempat tersebut dijadikan lahan parkir, kemudian memasang tanda larangan parkir bagi pihak yang bukan tamu dari tergugat, dan secara 5 Perkara tersebut terjadi antara J.A.H. Krul pengusaha roti dan H.Joosten. Krul digugat oleh Joosten dengan alasan pabrik roti itu mengeluarkan suara keras dan getaran-getaran hebat sehingga menimbulkan gangguan bagi Joosten. Gugatan tersebut dikabulkan oleh Hoge Raad karena suara keras dan getaran-getaran hebat merupakan gangguan terhadap penggunaan hak milik Joosten. 6 Perhimpunan tersebut digugat oleh Nobel dengan alasan bahwa perhimpunan tersebut membuat gaduh dalam gedung pertemuannya dengan berpesta pora shingga menimbulkan gangguan bagi tetangganya yaitu Nobel. Gugatan kemudian dikabulkan oleh Hoge Raad. 7 Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria, UU No.5 Tahun 1960, LN 1960/104, TLN NO. 2043, pasal 20 jo pasal 6.

4 sengaja telah menyerobot tanah milik tergugat dengan mencabut dan memindahkan batas tanah resmi yang diterbitkan kantor pertanahan Kab. Bandung. Tindakan tergugat selaku pengelola atau pemilik dari komplek yang didalamnya terdapat hak milik penggugat telah menimbulkan kerugian bagi pihak penggugat. Pada putusan No. 080/Pdt.G/2008/PN.BB pengadilan negeri bandung telah menjatuhkan putusan yang menyatakan gugatan penggugat ditolak untuk seluruhnya. Hal tersebut kemudian dikuatkan melalui putusan pengadilan tinggi dengan putusan No. 292/PDT/2009/PT.Bdg yang menolak juga gugatan penggugat. Hal yang berbeda terjadi melalui kasasi yang dilakukan Mahkamah Agung dengan putusan No 1829/K/Pdt/2010 yang mengabulkan gugatan penggugat. Pembahasan Seseorang yang memiliki hak milik tentunya tidak dibenarkan bila menimbulkan gangguan terhadap orang lain. Gangguan tersebut dikenal juga dengan istilah hinder di negeri belanda. Pada Pasal 570 KUH Perdata, dapat dilihat pada kalimat.asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain. Mengenai hal tersebut, kalimat itu tidak memberikan dasar untuk mengadakan gugat tersendiri, tapi hanya memberikan penunjukan kepada aturan lain yaitu Pasal 1365 KUH Perdata mengenai Perbuatan Melawan Hukum. 8 Hinder dapat diartikan sebagai gangguan terhadap hak milik seseorang. Atas hak milik yang dimiliki, setiap orang mempunyai kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu yang merugikan bagi orang lain. Apabila timbul kerugian yang bersifat materiil maka disebut Zaakschadiging dan Hinder terjadi apabila timbul kerugian imateriil bagi korbannya. Unsur-unsur adanya suatu hinder adalah adanya perbuatan yang melawan hukum dan perbuatan itu bersifat mengurangi/menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang. 9 Adapun penguraian dari unsur-unsur tersebut adalah : a. Perbuatan Melawan Hukum a). Perbuatan 8 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hal Ibid.

5 Suatu gangguan yang dilakukan haruslah perbuatan yang memang dilakukan seorang subjek hukum dalam bentuk kesengajaan maupun kelalaian sehingga haruslah dibuktikan bahwa atas perbuatan yang dilakukan timbul gangguan terhadap orang lain. b). Melawan Hukum Unsur melawan hukum atas terjadinya suatu gangguan dapat dilihat sebagai perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain maupun perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut dikarenakan atas terjadinya suatu gangguan maka dapat timbul kerugian terhadap pihak korban yang tidak dapat menikmati hak yang dapat dimiliki dengan penuh dan juga gangguan yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang tidak sepatutnya dilajukan dalam hubungan antar sesama anggota masyarakat yang seharusnya menghormati hak-hak orang lain disamping hak nya sendiri. Seorang sarjana dari negeri Belanda, Vollmar, awalnya mengatakan bahwa hinder merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh orang terhadap hak-hak orang lain terutama hak milik dalam menikmati hak miliknya dan ini bukanlah berupa perusakan, akan tetapi lebih kepada perbuatan menghalang-halangi orang lain mengecap kenikmatan hak nya dengan asap, kegaduhan, merusak pandangan dan sebagainya. 10 Vollmar pada intinya menganggap bahwa hinder merupakan pelanggaran terhadap kepentingan atau hak orang lain. Ajaran tersebut seiring dengan keputusan Hoge Raad tanggal 30 Januari 1914 yang mempertimbangkan : Melakukan gangguan terhadap penggunaan normal daripada hak milik dengan menimbulkan banyak suara gaduh, suara bengung dengan keras dan goncangangoncangan besar merupakan perkosaan terhadap hak milik yang adalah merupakan perusakan bendanya sendiri. Sehingga adanya gangguan terhadap hak milik seseorang tidaklah semata adanya kerusakan materiiel atas benda tersebut, namun juga mencakup gangguan terhadp penggunaan bebas karena asap, bau-bauan, suara, pandangan yang tidak sedap dan sebagainya. Rutten memberikan pendapat yang berbeda bahwa hinder dimana seseorang telah diganggu dalam menikmati hak miliknya bukanlah pelanggaran atas hak-hak subjektif, namun bersifat melawan hukum karena bertentangan dengan kaidah norma-norma yang hidup di masyarakat. 11 Hal tersebut dikarenakan Rutten berpandangan bahwa pelanggaran 10 Vollmar, Hukum Benda, disadur oleh Chidir Ali, (Bandung:1980, Tarsito).,hal Hal ini dikemukakan oleh Rutten dalam Serie Asser Handleiding tot de beoefening van het nederlands burgerlijk recht sebagaimana dikutip dalam Moegni djodjordijo, op.cit.,hal 52.

6 atas hak subjektif hanya dapat dilakukan dengan sengaja, sedangkan hinder tidak harus dilakukan dengan sengaja, bisa saja seseorang secara tidak sengaja melakukan suatu perbuatan yang berakibat mengganggu seseorang dalam menikmati hak miliknya karena adanya pelangaran-pelanggaran terhadap norma yang hidup di masyarakat. Berdasarkan kedua teori tersebut maka hinder dapat termasuk pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain maupun sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehatihatian dalam kehidupan bermasyarakat yang keduanya termasuk kedalam unsur melawan hukum menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. c). Kesalahan Dalam unsur kesalahan, seseorang hanya bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul dari gangguan yang dilakukan terhadap orang lain. Kesalahan itu dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk kesengajaan yang dilakukan maupun kelalaian serta tidak adanya dasar pembenar maupun dasar pemaaf dalam melakukan gangguan terhadap hak orang lain. d). Kerugian Hal ini penting untuk menentukan besaran ganti rugi yang harus diberikan oleh pelaku gangguan terhadap korban yang menderita kerugian. Atas terjadinya gangguan, maka lebih kepada ganti rugi berupa pengembalian keadaan seperti pada saat gangguan itu belum atau tidak terjadi dalam bentuk ganti kerugian materiil maupun imateriil berupa kerugian-kerugian idiil seperti ketakutan, terkejut, kehilangan kesenangan hidup dan sebagainya. e). Kausalitas Atas timbulnya suatu gangguan terhadap hak milik seseorang, maka harus dibuktikan perbuatan yang dilakukan menimbulkan kerugian terhadap orang lain b. Perbuatan tersebut haruslah mengurangi/menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang. Dalam unsur ini, maka gangguan yang terjadi terhadap hak seseorang haruslah bersifat mengurangi/menghilangkan kenikmatan korban tersebut dalam penggunaan hak milik nya. Dalam hal ini ada beberapa kategori yang dapat digunakan yaitu gangguan itu harus terhadap penggunaan hak milik secara normal dan harus diukur menurut ukuran

7 obyektif, gangguan harus mengenai pemakaian hak milik sendiri dan gangguan itu harus mengenai pemakaian yang sesungguhnya dari hak milik seseorang. Gangguan harus terhadap penggunaan normal dan harus diukur menurut ukuran obyektif berarti gangguan tersebut terjadi karena pelaku menggunakan hak miliknya sesuai dengan kapasitas dari hak yang dimilikinya yang dipandang secara objektif atau sesuai dengan objeknya. Contohnya adalah seseorang menanam pohon beringin di halaman rumahnya, kemudian pohon tersebut tumbuh besar hingga menghalangi sinar matahari yang masuk ke rumah tetangganya sehingga timbul gangguan karena penggunaan hak yang normal yaitu menanam pohon di halaman rumah sendiri. Gangguan harus mengenai pemakaian hak milik sendiri juga berarti bahwa gangguan yang timbul itu terjadi karena seseorang menggunakan hak miliknya namun timbul gangguan bagi orang lain atau korban yang mengalaminya seperti seseorang yang membunyikan radio dengan keras sehingga menimbulkan kebisingan bagi tetangganya. Gangguan itu harus mengenai pemakaian yang sesungguhnya dari hak milik seseorang berarti gangguan yang timbul terjadi karena penggunaan hak milik oleh orang yang memang memiliki secara sah hak milik atas suatu benda tersebut Adanya perbuatan melawan hukum berarti suatu gangguan yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan tidak hanya dengan hukum tertulis, melainkan juga dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang lazim berlaku di masyarakat atau dengan kata lain bertentangan dengan norma-norma yang hidup di masyarakat. Kemudian perbuatan tersebut haruslah mengurangi atau menghilangkan kenikmatan seseorang dalam menggunakan hak miliknya, dimana gangguan yang ditimbulkan oleh orang lain lah yang mengganggu hak miliknya sehingga tidak dapat menggunakan hak milik tersebut sesuai keinginannya. Atas terjadinya suatu gangguan (hinder) terhadap hak milik maka dapat digugat dengan Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia. Sedangkan di negeri Belanda, Arrest Hoge Raad yang memperkenalkan/mengakui gugatan hinder melalui gugatan perbuata melawan hukum adalah Arrest 30 Januari Dalam Arrest tersebut, perkara terjadi antara J.A.H. Krul seorang pengusaha roti melawan Joosten. Krul digugat di muka pengadilan karena pabriknya dengan suara-suaranya yang keras dan getaran-getaran yang hebat dianggap menimbulkan gangguan bagi Joosten. Gugatan tersebut kemudian dikabulkan oleh Hoge Raad, karena suara-suara yang keras dan getaran-getaran yang hebat tersebut dianggap

8 sebagai gangguan terhadap penggunaan hak milik seseorang. Pada tahun 1937 pun Hoge Raad mengabulkan bahwa ganti kerugian atas terjadinya suatu gangguan dalam perkara antara Kotamadya Tillburg melawan pemilik vila melalui Arrest Hoge Raad tanggal 29 Januari Dalam putusan tersebut hakim mempertimbangkan bahwa kehilangan kenikmatan atas suatu hak milik dapat dikabulkan dengan dalih bahwa kenikmatan seseorang atas suatu benda tertentu walaupun tidak dapat dinilai dengan kerugian materiil tetap saja memperngaruhi nilai tukar barang tersebut dalam lalu lintas pertukaran. Perkara berikutnya mengenai gangguan/hinder adalah perkara antara Willem Jan Nobel melawan sebuah perhimpunan mahasiswa yang diputus dengan Arrest Hoge Raad 1 Desember Dalam perkara tersebut perhimpunan mahasiwa digugat oleh Willem karena mahasiswa itu di dalam gedung pertemuannya selalu membuat gaduh dengan berpesta sehingga menimbulkan gangguan bagi tetangganya. Hoge Raad kemudian mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh Willem tersebut. Dari kedua putusan pada tahun 1937 tersebut, dapat dilihat bahwa gangguan terhadap hak milik seseorang tidak hanya dikabulkan karena adanya kerugian materiil, namun juga ganti rugi diberikan terhadap kerugian immaterial yang dialami seseorang karena tidak dapat menikmati hak miliknya dengan penuh. Pada kasus ini, Hendar Sunardi mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Purnawan Suriadi. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum tersebut didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi, Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut maka perbuatan Purnawan Suriadi dapat dikatakan merupakan suatu Perbuatan Melawan Hukum apabila telah memenuhi unsur-unsur pada pasal tersebut. Apabila dalam unsur-unsur dalam pasal tersebut tidak terpenuhi maka perbuatannya tidaklah dapat dikatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum sehingga gugatan yang dilayangkan oleh Hendar Sunardi dapat dinyatakan ditolak oleh Majelis Hakim. Adapun unsur-unsur dari Perbuatan Melawan Hukum tersebut pada Pasal 1365 KUH Perdata adalah : a. Perbuatan b. Melawan Hukum c. Kesalahan 12 Arrest Hoge Raad 29 Januari 1937, dalam perkara antara Kotamadya Tilburg melawan pemilik vila di tempat tersebut. Perkara ini diawali tindakan kotamadya Tilburg yang sudah beberapa tahun mengalirkan air kotor kedalam sungai yang menimbulkan bau busuk. Pemilik villa yang terletak di sungai tersebut menderita kerugian karena bau busuk tersebut telah mengganggu hak miliknya guna menikmai villa tersebut.

9 d. Kerugian e. Kausalitas Dengan penjelasan masing-masing unsur agar terpenuhinya suatu perbuatan merupakan Perbuatan Melawan Hukum adalah : a. Unsur Perbuatan Atas terjadinya suatu Perbuatan Melawan Hukum, tentunya harus diawali dari adanya perbuatan si pelaku. Perbuatan sebagai unsur pertama yang mensyaratkan terjadi Perbuatan Melawan Hukum dapat digolongkan atas 2 bagian yaitu kesengajaan dan kelalaian. 13 Perbuatan disini berarti setiap perbuatan dalam arti aktif atau berbuat sesuatu maupun dalam arti pasif atau tidak berbuat sesuatu dengan mengabaikan suatu keharusan. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat M.A Moegni Djojodirjo bahwa perbuatan sesuai Pasal 1365 KUH Perdata mencakup dua hal yaitu perbuatan dengan segi positifnya yaitu berbuat sesuatu dan perbuatan dari segi negatifnya yaitu mengabaikan suatu keharusan. 14 Dalam kasus ini, Purnawan Suriadi telah memenuhi unsur perbuatan. Unsur tersebut terpenuhi dengan dilakukannya pemasangan billboard di depan bangunan milik Hendar sunardi, penanaman pohon bambu di belakang bangunan milik Hendar sunardi, pembangunan pergola di jalan umum yang sebagian masuk ke tanah milik Hendar Sunardi, pemasangan portal dan rantai yang mengganggu mobilisasi Hendar Sunardi maupun tamunya, pemasangan tanda larangan parkir di depan tanah milik Hendar Sunardi dan pemindahan patok batas tanah milik Hendar Sunardi. Sehingga atas hal tersebut maka pada kasus ini Purnawan Suriadi telah memenuhi unsur perbuatan. b. Unsur Melawan Hukum Setelah tahun 1919, terjadi perkembangan di negeri Belanda bahwa PMH bukan saja perbuatan yang melanggar hukum tertulis saja. PMH makin meluas dengan mencakup pelangaran terhadap nilai kesusilaan, kepatutan, kehati-hatian, serta ketelitian yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini diawali dengan diterimanya penafsiran yang luas oleh Hoge Raad yakni menafsirkan Pasal 1401 BW Belanda yang sama dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Putusan Hoge Raad tersebut adalah terhadap kasus Lindebaum V. Cohen. 13 Rosa Agustina et al, Hukum Perikatan (Law Of Obligations), Cet.1 (Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), hal.8 14 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1982), hal 57.

10 Putusan ini merupakan tonggak sejarah tentang perkembangan PMH itu sendiri karena dalam putusan tersebut Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan PMH bukan hanya melangar hukum tertulis seperti yang diyakini sebelumnya, melainkan mencakup juga tindakan : a. Melanggar hak subjektif orang lain b. Bertentangan dengan Kewajiban hukum pelaku c. Bertentangan dengan Kaedah kesusilaan d. Bertentangan dengan Kepatutan dalam masyarakat. 15 Kategori pertama dan kedua bersumber pada hukum tertulis sedangkan kategori ketiga dan keempat bersumber pada hukum tidak tertulis. Atas keempat kategori ini bukanlah merupakan syarat kumulatif melainkan syarat alternatif. Jadi apabila salah satu syarat terpenuhi maka perbuatan seseorang tersebut dapat memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Mengenai gangguan (hinder) sebagai dasar gugatan Perbuatan Melawan Hukum dalam kasus ini, hinder sebagai gangguan yang menyebabkan berkurangnya kenikmatan seseorang dalam menikmati hak miliknya, dapat digugat dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, hinder dapat digugat karena merupakan pelanggaran hak subjektif maupun perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan yang diharuskan dalam pergaulan masyarakat yang baik. 16 Sehingga dalam kasus ini perbuatan Purnawan Suriadi yang digugat oleh Hendar Sunardi akan dianalisis apakah melawan hukum atau tidak berdasarkan kategori apakah perbuatan tersebut bertentangan dengan hak subjektif orang lain dan perbuatan tersebut bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. a. Perbuatan tersebut melanggar hak subjektif orang lain Perbuatan yang bertentangan dengan hak subjektif orang lain diartikan sebagai perbuatan yang melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh hukum kepada seseorang, atau merupakan suatu pelangaran terhadap tingkah laku yang berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis dimana tidak boleh dilanggar dan tidak ada alasan pembenar menurut hukum. Yurisprudensi memberi arti hak subjektif yaitu sebagai berikut. 1. Hak-hak perorangan, seperti kebebasan, kehormatan, nama baik. 15 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Program Pascasarjana FHUI, 2003), hal Moegni Djojordjo, op.cit., hal.37.

11 2. Hak atas kekayaan, hak kebendaan, dan hak mutlak. Pada kasus ini, perbuatan-perbuatan Purnawan Suriadi bertentangan dengan hak subjektif orang lain, dimana dapat dilihat bahwa Purnawan Suriadi melanggar Hak atas kekayaan, hak kebendaan dan hak mutlak atas Bangunan milik Hendar Sunardi yang berlokasi di Jalan Resor Dago Pakar Raya kav sekaligus tanah kavling miliknya no yang berlokasi di Jalan Graha Indah Golf. Perbuatan Purnawan Suriadi yang memasang billboard sebesar 3m x 12m tepat di depan bangunan milik Hendar Sunardi telah melanggar Hak dari Hendar Sunardi atas bangunan tersebut karena kepemilikan atas tanah beserta bangunan yang ada diatasnya memberikan hak kepada pemiliknya guna mengambil manfaat seluas-luasnya atas hak tersebut asalkan tidak mengganggu. Dengan adanya billboard yang didirikan tersebut maka Purnawan Suriadi terganggu dalam menikmati haknya tersebut karena billboard telah menutupi pemandangan dari bangunannya dan menghalangi sinar matahari yang masuk. Begitu pula dengan penanaman pohon bambu di belakang bangunan miliknya yang juga melanggar kebebasan Hendar Sunardi dalam menikmati hak miliknya karena penanaman tersebut telah menghalangi dan merusak pemandangan di belakang bangunan tersebut. Perbuatan Purnawan Suriadi yang memasang bangunan pergola yang sebagian masuk ke tanah milik Hendar Kusnadi juga merupakan pelanggaran terhadap hak subjektifnya. Hal itu dikarenakan pemilik tanah dengan alas yang sah tidaklah dibenarkan apabila hak atas tanahnya tersebut berkurang karena perbuatan orang lain, terutama luas tanah miliknya yang harus sama dengan data yang tercantum dalam sertifikat seperti yang diatur dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997, sertipikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang terkuat dan tidak dapat diganggu oleh pihak lain apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak diajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadillan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat. Sehingga, tidaklah dibenarkan tindakan Purnawan Suriadi yang menyebabkan berkurangnya luas tanah sesungguhnya milik Hendar Kusnadi atas dibangunnya pergola tersebut. Hak subjektif Hendar Sunardi juga telah terlanggar dengan dibangunnya portal/rantai oleh Purnawan Suriadi yang menutupi jalan masuk ke bangunan milik nya. Pembangunan portal/rantai tersebut dengan menutupnya pada malam hari tanpa penjagaan telah mengganggu Hendar Sunardi dalam menikmati hak miliknya karena telah menghalangi jalan umum dan merupakan akses satu-satunya bagi Hendar Sunardi untuk bepergian sehingga ia tidak dapat leluasa melakukan hal tersebut. Walaupun pada siang hari portal tersebut telah

12 dibuka, namun lagi-lagi ia tidak dapat menikmati jalan tersebut dengan leluasa karena Purnawan Suriadi menempatkan tamu golf nya untuk parkir di ruas kiri dan kanan jalan tersebut sehingga ia perbuatan-perbuatan tersebut telah melanggar hak subjektif nya dalam menikmati bangunan dan tanah miliknya. Pelanggaran hak subjektif juga terjadi karena Purnawan Suriadi memasang tanda larangan parkir pada jalan di depan tanah milik Hendar Kusnadi dilengkapi tulisan kecuali tamu golf sehingga mengganggu dan menyulitkan bagi Hendar Kusnadi dan tamu-tamu nya yang akan singgah di bangunan dan tanah miliknya untuk parkir. b. Perbuatan tersebut bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. Suatu perbuatan dapat dikatakan juga sebagai perbuatan melawan hukum apabila bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Kriteria ini berasal dari hukum tidak tertulis namun berasal dari kondisi masyarakat yang menghendakinya bahwa dalam setiap perbuatan harus memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Dalam kasus ini menurut penulis juga telah terdapat perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang dilakukan oleh Purnawan Suriadi. Seperti pemasangan billboard yang dilakukannya, hal tersebut sebenarnya tidaklah patut untuk dilakukan karena dalam pemasangannya mengganggu pemandangan dari bangunan milik Hendar Sunardi. Mengganggu tersebut merupakan suatu hal yang tidak memperhatikan nilainilai yang ada di masyarakat sehingga tidaklah patut untuk dilakukan. Begitu juga dengan perbuatan-perbuatan lain yang telah ia lakukan terhadap Hendar Sunardi, dimana perbuatan yang telah dilakukan tersebut tidaklah memperhatikan kepatutan ketelitian dan kehati-hatian yang ada di masyarakat karena telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Setiap manusia harus mempunyai tenggang rasa dengan lingkungannya dan sesama manusia, sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan orang lain sehingga dalam bertindak haruslah sesuai dengan kepatutan, ketelitian dan kehatihatian yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. c. Unsur Kesalahan Unsur kesalahan dalam Pasal 1365 KUH Perdata mencakup dua pengertian yang berkembang. Yang pertama yaitu kesalahan dalam arti luas, dimana kesalahan mencakup kealpaan dan kesengajaan. Kemudian mencakup juga pengertian kesalahan dalam arti sempit

13 yang menganut ajaran bahwa kesalahan hanya berupa kesengajaan. 17 Kesengajaan terjadi bila seseorang yang akan melakukan suatu perbuatan tersebut mengetahui jika perbuatan yang akan dilakukan akan dapat merugikan orang lain. Namun, walaupun ia mengetahui akan dampak dari perbuatannya, perbuatan tersebut tetap saja dilakukan olehnya. Maka dari itu, berkaitan dengan adanya unsur kesalahan dalam pengaturan Perbuatan Melawan Hukum pada Pasal 1365 KUH Perdata, maka perlu ditentukan batasan akan kesalahan tersebut. Batasan tersebut adalah jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut. a. Ada unsur kesengajaan, atau b. Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (recht-vaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain. 18 Perbuatan-perbuatan Purnawan Suriadi tersebut telah memenuhi unsur kesalahan karena atas tindakannya secara sadar dan sengaja telah mengakibatkan kerugian bagi Hendar Kusnadi. Walaupun ia tidak bertujuan untuk menimbulkan kerugian bagi Hendar Kusnadi, namun tetap saja dengan dilakukannya perbuatan-perbuatan tersebut maka muncul kerugian dan rasa terganggu untuk menikmati hak miliknya secara penuh. Lalu perbuatan-perbuatan tersebut juga tidak memiliki dasar pembenar dan dasar pemaaf untuk dilakukan. Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa Purnawan Suriadi telah memenuhi unsur kesalahan atas perbuatannya terhadap Hendar Sunardi. d. Unsur Kerugian Unsur ini harus dibuktikan dimana hal ini penting untuk menentukan ganti rugi yang akan diberikan akibat dari terjadinya perbuatan melawan hukum. Kerugian yang dimaksud disini adalah kerugian yang berupa materiil dan kerugian immateriil. Kerugian materiil merupakan kerugian yang nyata-nyata jelas diderita oleh seseorang tersebut, sedangkan kerugian immateriil adalah kerugian yang akan timbul atau kemungkinan yang akan diterima di kemudian hari atas tindakan seseorang tersebut. Pada kasus ini, terdapat kerugian materiil maupun immaterial yang diderita oleh Hendar Kusnadi selaku pemilik bangunan dan tanah yang disebabkan oleh perbuatanperbuatan oleh Purnawan Suriadi. Kerugian materiil dijelaskan oleh Hendar Kusnadi sebanyak Rp ,00 (dua milyar rupiah) yang mencakup kerugian karena 17 Ibid, hal Fuady, Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: PT Citra aditya bakti, 2005), hal. 12.

14 terganggunya usaha milik Hendar Kusnadi yaitu Club Deruzzi dan kerugian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan termasuk biaya honorarium Advokat. Sedangkan kerugian immaterial yang timbul akibat perbuatan-perbuatan Purnawan Suriadi tidak dapat diukur secara nominal. Sehingga demi kepastian hukum ditentukan nilainya sebesar Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah) karena kehilangan waktu, tenaga, pikiran dan keuntungan yang diharapkan apabila dalam menjalankan usahanya tidak mengalami gangguan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pada kasus ini telah terpenuhi unsur kerugian yang diderita oleh Hendar Kusnadi. e. Unsur Kausalitas Kausalitas memiliki arti yaitu adanya hubungan sebab-akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Seseorang harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut kepada orang lain. Sehingga dalam unsur ini harus dibuktikan apakah kerugian yang timbul tersebut memang benar akibat perbuatan orang lain tersebut. Seperti dalam kasus ini, terhadap kerugian yang diderita oleh Hendar Sunardi haruslah dibuktikan apakah memang disebabkan oleh perbuatan Purnawan Suriadi atau tidak. Dalam Kasus ini, perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Purnawan Suriadi ternyata menimbulkan kerugian bagi Hendar Sunardi. Perbuatan Purnawan Suriadi yang memasang billboard sebesar 3m x 12m tepat di depan bangunan milik Hendar Sunardi dan penanaman pohon bambu dibelakang bangunan tersebut ternyata telah merugikan Hendar Sunardi karena menghalangi pemandangan dan juga sirkulasi udara sehingga bangunan tersebut yang dijadikan tempat usaha tidak dapat semaksimal mungkin menjalankan usahanya. Kerugian juga diderita karena bangunan pergola yang dibangun Purnawan Suriadi sebagian telah masuk ke tanah milik Hendar Sunardi sehingga merugikan hak milik nya atas tanah tersebut. Kemudian pembangunan portal di jalan umum menuju tanah dan bangunan juga merugikan bagi Hendar Sunardi karena pada malam hari portal tersebut dikunci tanpa adanya penjagaan sehingga menyulitkan ia untuk bepergian dan pada siang hari walaupun portal dibuka tetap saja Purnawan Suriadi menempatkan tamu-tamunya di ruas kiri dan kanan jalan tersebut sehingga membuat jalan sempit dan lagi-lagi menyulitkan Hendar Sunardi untuk bepergian. Perbuatan lain yang menimbulkan kerugian adalah pembangunan tanda larangan parkir dengan tulisan kecuali tamu golf di depan tanah milik Hendar Sunardi. Dengan pembuatan tanda tersebut maka hanya tamu golf yang notabene merupakan tamu dari golf club milik Purnawan Suriadi saja yang diperbolehkan untuk parkir di tempat tersebut. Perbuatan tersebut tentu saja merugikan bagi Hendar Sunardi karena ia, keluarga, maupun tamu nya tidak dapat

15 parkir di tempat tersebut, terlebih satpam dari pihak Purnawan Suriadi akan selalu mengusir bila bukan tamu golf yang parkir di tempat tersebut. Sehingga, dapat dikatakan bahwa unsur kausalitas telah terpenuhi dalam kasus ini dengan muculnya kerugian bagi Hendar Sunardi akibat perbuatan dari Purnawan Suriadi. Berdasarkan uraian mengenai unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam kasus antara Hendar Sunardi melawan Purnawan Suriadi, maka dapat dilihat unsur-unsur tersebut telah terpenuhi sehingga perbuatan yang dilakukan Purnawan Suriadi dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Majelis Hakim Mahkamah Agung yang mengadili kasus ini berpendapat bahwa Perbuatan Melawan Hukum memang dilakukan Purnawan Suriadi terhadap Hendar Kusnadi karena ia telah terbukti melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan sehingga ia dihukum untuk membongkar tanda larangan parkir, billboard, pergola, portal, dan pohon bambu yang telah ditanam secara melawan hukum. Pengadilan negeri dan Pengadilan tinggi yang sebelumnya memutus perkara ini dan menolak terjadinya Perbuatan Melawan Hukum ternyata telah salah dalam menerapkan hukum pembuktian karena kurang cermat dalam mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan kedua belah pihak. Kesimpulan 1. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Indonesia diatur dalam Pasal KUH Perdata. Pada Pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur yaitu harus ada perbuatan dalam artian setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat, melawan hukum yang berarti perbuatan tersebut bertentangan dengan hak subjektif orang lain atau kewajiban hukum pelaku atau kaedah kesusilaan ataupun juga kepatutan dalam masyarakat, ada kerugian yang timbul, ada kausalitas antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian dan ada kesalahan. 2. Gangguan atau hinder sebagai salah satu bentuk pembatasan terhadap hak milik unsur-unsurnya adalah adanya perbuatan yang melawan hukum dan perbuatan itu bersifat mengurangi/menghilangkan kenikmatan dalam penggunaan hak milik seseorang. Adanya perbuatan melawan hukum berarti suatu gangguan yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan tidak hanya dengan hukum tertulis, melainkan juga dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang lazim berlaku di

16 masyarakat atau dengan kata lain bertentangan dengan norma-norma yang hidup di masyarakat. Kemudian perbuatan tersebut haruslah mengurangi atau menghilangkan kenikmatan seseorang dalam menggunakan hak miliknya, dimana gangguan yang ditimbulkan oleh orang lain lah yang mengganggu hak miliknya sehingga tidak dapat menggunakan hak milik tersebut sesuai keinginannya. Kemudian ukuran yang dapat digunakan akan terjadinya gangguan yang menyebabkan PMH itu sendiri adalah gangguan itu harus terhadap penggunaan hak milik secara normal dan harus dilihat secara objektif, gangguan itu harus mengenai pemakaian hak milik sendiri dan gangguan itu harus mengenai pemakaian yang sesungguhnya dari hak milik seseorang. 3. Pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan No K/Pdt/2010 yang memutuskan bahwa terjadinya PMH yang dilakukan Purnawan Suriadi terhadap Hendra Kusnadi sudahlah tepat. Dalam putusan itu Mahkamah agung membatalkan putusan pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi sebelumnya tidak menyatakan terjadi PMH tersebut. Majelis hakim mempertimbangkan bahwa judex facti kurang cermat dan kurang pertimbangannya dalam mempertimbangkan buktibukti yang diajukan kedua belah pihak terutama dalam hal keberadaan pergola dan billboard yang menghalangi pemandangan dari bangunan milik Hendar Kusnadi selaku penggugat. Kemudian walaupun dalam Judex Facti dipertimbangkan bahwa segala bentuk gangguan yang dilakukan oleh Purnawan Suriadi terhadap Hendar Kusnadi telah dibongkar dan telah dipenuhinya gugatan secara sukarela, namun pada faktanya pembongkaran tersebut belum dilaksanakan. Berdasarkan hal tersebut maka Mahkamah agung memutuskan bahwa telah terjadi Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Purnawan Suriadi terhadap Hendar Kusnadi dan menghukum Purnawan Suriadi untuk melakukan pembongkaran terhadap tanda larangan parkir, billboard, pergola, portal yang menutupi jalan menuju bangunan milik Hendar Kusnadi dan pohon bambu yang telah ditanam. Penulis sepakat dengan keputusan Mahkamah Agung tersebut karena perbuatan Purnawan Suriadi telah memenuhi unsur-unsur dalam pasal 1365 KUH Perdata dan atas terjadinya gangguan ini hendaklah dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian karena perbuatannya tidaklah patut untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya saja dan tidak memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap orang lain yang dirugikan. Perbuatan ini juga dapat dikatakan melanggar hak subjektif orang lain karena perbuatannya

17 merugikan hak Hendar Kusnadi untuk menikmati hak miliknya dengan penuh akibat gangguan gangguan yang ia lakukan. Saran Majelis Hakim pada pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi harus lebih berhatihati dan cermat dalam mempertimbangkan suatu putusan yang dikeluarkan dimana haruslah didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada sehingga dapat dengan adil memutus sengketa yang ada. Judex Facti Pengadilan tinggi hendaknya memberikan pertimbangannya hukum sendiri, tidak hanya mengambil alih pertimbangan hukum pengadilan negeri tanpa adanya pertimbangan hukum sendiri untuk memeriksa perkara yang ada. Sehingga apabila majelis Hakim pengadilan tinggi merasa putusan yang dikeluarkan majelis hakim pengadilan negeri kurang tepat haruslah dibenarkan dengan memutus yang seadil-adilnya. Perbuatan Melawan Hukum yang telah dilakukan dan menimbulkan akibat hukum bagi pihak yang menderita karenanya hendaklah mendapatkan ganti kerugian baik materiil maupun imateriil sesuai kebijaksanaan majelis hakim. Walaupun sudah ada pemenuhan gugatan secara sukarela oleh pelaku nya, hal ini tidaklah boleh diabaikan dengan putusan yang menolak adanya ganti rugi sekalipun sudah tidak ada masalah agar tidak menjadi preseden buruk di masyarakat dan membuat orang mencoba-coba melakukan suatu perbuatan melawan hukum serupa karena saat digugat, tinggal dihilangkan gangguannya saja dan gugatan pasti ditolak. Buku : Kepustakaan Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Agustina, Rosa, et al. Hukum Perikatan (Law of Obligations). Jakarta: Universitas Indonesia, Djojodirdjo, Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta : Pradnya Paramita,2003 Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer. Jakarta:PT Citra Aditya Bakti, 2002)

18 Peraturan Perundang-undangan : Indonesia, Undang Undang No. 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104, Tambahan Lembaran Negara No Kitab Undang- Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], Diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2008.

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA (PMHP/OOD) disampaikan oleh: Marianna Sutadi, SH Pada Acara Bimbingan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI Tanggal 9 Januari 2009 Keputusan Badan/Pejabat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jasa Konstruksi 1. Pengertian Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM Oleh : Ni Made Astika Yuni I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak

Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak Tanggung Gugat Majikan dan Orang yang Memberi Perintah Kerja Atas Perbuatan Melawan Hukum Bawahannya (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung No. 1807 K/Pdt/2006) Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana

BAB V PENUTUP. pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat oleh penulis dari penyelesaian sengketa pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional ISBN: 978-602-361-036-5 PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI Harumi Chandraresmi (haharumi18@yahoo.com) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Pranoto (maspran7@gmail.com) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian dan Syarat Sahya Perjanjian Sebelum membahas lebih jauh mengenai

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BATALNYA PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. SRIKANDI

BATALNYA PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. SRIKANDI BATALNYA PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PT. SRIKANDI Oleh : Ni Made Utami Jayanti I Nyoman Darmadha A.A. Sri Indrawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

SAHNYA HIBAH DIBAWAH TANGAN BERDASARKAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO.335 PK/Pdt 1987 DI PENGADILAN NEGERI GIANYAR

SAHNYA HIBAH DIBAWAH TANGAN BERDASARKAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO.335 PK/Pdt 1987 DI PENGADILAN NEGERI GIANYAR SAHNYA HIBAH DIBAWAH TANGAN BERDASARKAN PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO.335 PK/Pdt 1987 DI PENGADILAN NEGERI GIANYAR Oleh : Putu Ayu Ratih Tribuana I Dewa Gde Rudy Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum keperdataan yang adil dan koheren kiranya penting bagi kelancaran lalu lintas hukum dan sebab itu pula menjadi prasyarat utama bagi tumbuhkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus 1 BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik dalam segi sosial maupun segi ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 06/PDT.G/2007.PN.WT ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

GUGAT PERDATA ATAS DASAR PENGHINAAN. Aulia Susantri Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (B )

GUGAT PERDATA ATAS DASAR PENGHINAAN. Aulia Susantri Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (B ) GUGAT PERDATA ATAS DASAR PENGHINAAN Aulia Susantri Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (B111 09 428) ABSTRAK (1) Untuk mengajukan gugatan ganti kerugian atas dasar penghinaan, terlebih dahulu

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: 91/Pdt.G/2009/PN.Ska) Oleh : Dyah Kristiani (12100038)

Lebih terperinci

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

Abstract. Key Words : Agreement to do Marriage, Norms of Decency, Unlawful Act.

Abstract. Key Words : Agreement to do Marriage, Norms of Decency, Unlawful Act. PENERAPAN ATAS TINDAKAN TIDAK TERPENUHINYA JANJI UNTUK MELANGSUNGKAN PERKAWINAN SEBAGAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM (STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 3277 K/PDT/2000 DAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI

GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI ISKANDAR T / D 101 10 525 Abstrak Permasalahan lalu lintas jalan raya yang timbul dewasa ini khususnya pelanggaran dan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 101 kepemilikannya, bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap sertipikat hak atas tanah dan perlindungan terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut. Namun kepastian hukum dan perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan

BAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan dengan mekanisme yang sebenarnya pertama kali lahir dari sistem hukum civil law pada zaman Romawi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

PENERAPAN UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP KREDITUR YANG TIDAK MENDAFTARKAN JAMINAN FIDUCIA

PENERAPAN UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP KREDITUR YANG TIDAK MENDAFTARKAN JAMINAN FIDUCIA Prihati Yuniarlin Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ring Road Barat, Tamantirto, Kasihan, Yogyakarta, 55183, Telp: +62-274-387 656 220, Fax: +62-274-387 646 PENERAPAN UNSUR-UNSUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada prinsipnya manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang hidup bermasyarakat, sebagai mahluk sosial, manusia selalu mempunyai naluri untuk hidup bersama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

A.Latar Belakang Masalah

A.Latar Belakang Masalah A.Latar Belakang Masalah Setiap manusia hidup mempunyai kepentingan. Guna terpenuhinya kepentingan tersebut maka diperlukan adanya interaksi sosial. Atas interaksi sosial tersebut akan muncul hak dan kewajiban

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 576/PDT/2017/PT.BDG.

P U T U S A N Nomor 576/PDT/2017/PT.BDG. P U T U S A N Nomor 576/PDT/2017/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan memutus perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan

Lebih terperinci

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat, individu yang satu senantiasa berhubungan dengan individu yang lain. Dengan perhubungan tersebut diharapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA. Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum

BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA. Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) I WANPRESTRASI 1. Prestasi adalah pelaksanaan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal inilah keberadaan orang lain sangat dibutuhkan. Adapun adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal inilah keberadaan orang lain sangat dibutuhkan. Adapun adanya BAB I PENDAHULUAN Keberadaan manusia sebagai makhluk hidup dapat ditinjau dari berbagai macam segi sesuai dengan sudut tinjauan dalam mempelajari manusia itu sendiri. Oleh karena itu tinjauan mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

(Suyadi & Susilo Wardani, 2001: 47).

(Suyadi & Susilo Wardani, 2001: 47). 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Satrio dalam bukunya berpendapat bahwa perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kebutuhan pokok dalam istilah lainnya disebut kebutuhan primer. Kebutuhan primer terdiri dari sandang,

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan

Lebih terperinci

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1 KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA Oleh : Revy S.M.Korah 1 A. PENDAHULUAN Lelang di Indonesia sebenarnya bukanlah merupakan suatu masalah yang baru, karena

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN

BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN LIKUIDATOR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 148 AYAT (2) UU PT 3.1. Kerugian Dalam Hukum Menurut

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang. BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Titel 3 Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan manusia akan semakin kompleks jika dibandingkan dengan kebutuhan manusia pada zaman dahulu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan hubungan tersebut tentunya berbagai macam cara dan kondisi dapat saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam kehidupannya pasti mengadakan hubungan dengan orang lain, baik di lingkungan rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat atau tempat bekerja.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci