BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diuraikan mengenai pengertian penerimaan diri, aspek-aspek penerimaan diri yang
|
|
- Yuliani Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menjelaskan mengenai teori penerimaan diri ibu tiri yang sejalan dengan fokus penelitian yaitu penerimaan diri ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Menjawab rumusan masalah penelitian, maka fokus teori yang akan diuraikan mengenai pengertian penerimaan diri, aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan oleh Jersild (1963). Teori mengenai ibu tiri, pengasuhan ibu tiri di dalam keluarga, dan anak tunarungu juga akan diuraikan. A. Penerimaan Diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Penerimaan diri adalah derajat dimana individu memiliki kesadaran terhadap karakteristiknya, kemudian ia mampu dan bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut. Individu yang menerima dirinya sendiri adalah individu yang memiliki keyakinan akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya tanpa memandang dirinya secara irasional atau tidak masuk akal (Jersild dalam Hurlock 1978). Menurut Maslow (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) penerimaan diri adalah sikap positif terhadap dirinya sendiri, individu dapat menerima keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Individu tersebut bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta 33
2 bebas dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya. Menurut Jersild (1963), individu yang memiliki penerimaan diri akan berfikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Hal ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya. Jersild (1963) mengemukakan individu yang memiliki penerimaan diri, akan memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan energinya untuk melakukan hal yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dirinya sendiri maupun orang lain. Individu akan menggunakan kemampuan yang dimilikinya dengan lebih leluasa. Selain itu, individu juga bersikap baik dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya dan orang lain. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah sikap positif individu terhadap dirinya sendiri, dimana individu memiliki kesadaran terhadap karakteristiknya, menerima keadaan dirinya, kemudian ia mampu dan bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut serta memiliki keyakinan akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain serta dapat memandang kelemahan serta kekuatan dalam dirinya dan orang lain dengan lebih baik. 34
3 2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri Jersild (1963) mengemukakan beberapa aspek-aspek penerimaan diri sebagai berikut : a. Persepsi mengenali diri dan sikap terhadap penampilan Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, berarti dia sudah dapat mengenali dirinya sendiri, dapat berpikir lebih realistik tentang penampilannya dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Bagaimana seorang individu mempersepsikan dirinya dengan baik, bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya. b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, mempunyai pandangan yang positif mengenai kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya. Menurutnya, merupakan hal yang sia-sia jika energinya hanya dipakai untuk berusaha menjadi sesuatu yang tidak baik, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dirinya sendiri di depan orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, tidak hanya berdiam diri dengan kemampuan yang dimilikinya, namun akan menggunakan bakat ataupun kelebihan yang dimilikinya dengan lebih baik dan leluasa. Individu juga dapat menilai kelemahan dan kekuatan orang lain dengan lebih baik pula. 35
4 c. Perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri Menurut Adler (dalam Hall dan Lindzey, 1978), perasaan inferior adalah rasa kurang berharga yang timbul karena ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subjektif, ataupun karena keadaan jasmani yang kurang sempurna. Perasaan inferior yang muncul ini, berasal dari dalam diri (internal) dan dari lingkungan (eksternal) individu. Inferioritas merupakan perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri, atau munculnya kecenderungan untuk merasa kurang dan rendah diri. Seorang individu yang terkadang merasakan inferioritas atau disebut dengan infeority complex, adalah seorang individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri yang baik dan hal tersebut akan mengganggu penilaian yang realistik atas dirinya. Individu yang memiliki rasa inferior, akan membuat dirinya menjadi menolak atau menarik diri dari lingkungan sosialnya (Jersild, 1963). d. Respon yang baik atas penolakan dan kritikan Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, dimana hal ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud penolakan terhadap dirinya. Hal yang penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari 36
5 pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri. e. Keseimbangan antara real self dan ideal self Tidak semua individu dapat menerima dirinya, karena setiap orang memiliki real self dan ideal self di dalam dirinya. Real self adalah sesuatu yang diyakini seseorang sebagai dirinya, sedangkan ideal self adalah harapan seseorang terhadap dirinya. Apabila ideal self tersebut tidak realistis dan sulit untuk dicapai dalam kehidupan yang nyata, maka hal ini akan menyebabkan rasa kecewa, menyesal dan frustrasi (Hurlock, 1978). Individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang dapat mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik. Agar individu dapat menyesuaikan ideal self dan real self-nya, maka individu harus mempersiapkan atau memiliki harapan-harapan lain yang dapat dicapainya sehingga ia tidak akan kecewa ketika harapan atau real self yang diinginkannya tidak tercapai. f. Memiliki penerimaan diri dan penerimaan orang lain dengan baik Seorang individu yang menyayangi dirinya, maka akan lebih memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain. Apabila seorang individu tidak menyukai dirinya, maka akan lebih memungkinkan bagi dirinya untuk tidak menyukai orang lain. Adanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain adalah ciri individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Oleh karena itu, hal tersebut dapat memunculkan perasaan percaya diri dalam interaksinya dengan lingkungan sosial. 37
6 g. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu telah menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti individu memanjakan dirinya. Individu yang telah memiliki penerimaan diri, akan melakukan keinginannya tanpa harus merasa rendah diri dengan lingkungan sekitarnya. Semakin individu menerima dirinya dan diterima orang lain, maka individu akan semakin mampu untuk terlihat percaya diri dalam interaksi sosialnya dengan orang lain. h. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup Individu dengan penerimaan diri yang baik, mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya, akan tetapi juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. i. Kejujuran dalam menerima diri Individu dengan penerimaan diri yang baik tidak harus selalu berbudi baik, namun memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus memanipulasi diri menjadi orang lain. 38
7 j. Sikap yang baik terhadap penerimaan diri Menerima diri merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang. Individu yang memiliki penerimaan diri akan memandang dirinya secara positif dan apa adanya. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, bisa saja mengalami keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya. Individu dengan penerimaan diri dapat membangun kekuatannya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasannya. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang belum sempurna. Bagi seseorang individu yang menerima dirinya, akan lebih baik jika dapat menggunakan kemampuannya dalam perkembangan hidupnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diketahui aspek-aspek penerimaan diri, yaitu persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan; sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain; perasaan inferioritas sebagai gejala penolakan diri; respon yang baik atas penolakan dan kritikan; keseimbangan antara real self dan ideal self; memiliki penerimaan diri dan penerimaan orang lain; menerima diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri; menerima diri, spontanitas, menikmati hidup; kejujuran dalam penerimaan diri, serta sikap yang baik terhadap penerimaan diri. 3. Proses Penerimaan Diri Menurut Jersild (1963), adapun proses penerimaan diri seseorang yaitu bermula ketika individu sudah dapat mengenali dirinya sendiri, memiliki pandangan yang positif mengenai kelebihan dan kekurangan dalam dirinya, serta 39
8 sudah dapat berpikir lebih realistik, maka individu tersebut sudah memiliki penerimaan diri yang baik. Selain itu, individu yang memiliki penerimaan diri yang baik adalah individu yang mampu mengatasi perasaan inferioritas yang muncul pada dirinya. Ketika individu tidak mampu mengatasi perasaan inferior yang muncul pada dirinya, maka akan mengganggu penilaian realistik atas dirinya. Kemudian, setelah individu tersebut mampu mengatasi perasaan inferior yang muncul pada dirinya, maka individu tersebut akan memiliki respon yang baik terhadap penilaian yang muncul mengenai dirinya. Individu mampu menerima kritikan serta dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut, dan mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik adalah individu yang memiliki keseimbangan real self dan ideal self-nya, yaitu dengan mempersiapkan atau memiliki harapan-harapan lain yang dapat dicapainya, sehingga ia tidak akan kecewa ketika harapan yang diinginkannya tidak tercapai. Selain itu, individu dengan penerimaan diri yang baik adalah individu yang menyayangi dirinya, menyukai dirinya yang sebenarnya tanpa harus menjadi orang lain, sehingga individu tersebut juga mudah untuk menerima atau menyukai orang lain. Oleh karena itu, hal tersebut dapat memunculkan perasaan percaya diri dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya. Apabila seorang individu sudah dapat menerima dirinya, maka ia akan melakukan keinginannya tanpa harus merasa rendah diri dengan lingkungan sekitarnya. Semakin individu menerima dirinya, 40
9 maka individu akan semakin mampu untuk percaya diri dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya (Jersild, 1963). Setelah individu tersebut melalui beberapa proses diatas, maka individu akan dapat merasakan keleluasaan untuk menikmati hal-hal di dalam hidupnya. Individu tersebut tidak hanya leluasa untuk menikmati sesuatu yang dilakukannya, namun juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya. Individu yang sudah memiliki penerimaan diri yang baik, dapat secara terbuka mengakui dirinya dengan apa adanya tanpa harus memanipulasi diri menjadi orang lain. Adapun proses akhir dari penerimaan diri, yaitu memiliki sikap yang baik terhadap penerimaan diri yang dimilikinya. Sikap tersebut dapat ditunjukkan dengan cara menghadapi kekurangan dan kelebihan dirinya di dalam perkembangan hidupnya. Individu dapat dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik adalah individu yang mampu melalui segala proses penerimaan diri diatas. Oleh karena itu Jersild (1963) mengatakan bahwa dalam menerima dirinya, maka seorang individu membutuhkan waktu untuk melalui segala aspek penerimaan diri. Hurlock (1978) juga menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuian diri dan sosialnya. Kemudian Hurlock (1978) membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2 kategori yaitu : 41
10 a. Dalam penyesuaian diri Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Salah satu karakteristik dari orang yang meiliki penyesuaian diri yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence). Selain itu juga lebih dapat menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif hal tersebut dikarenakan memiliki anggapan yang realistik terhadap dirinya maka akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. b. Dalam penyesuaian sosial Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaa diri akan merasa aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain, seperti menunjukkan rasa empati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian soail yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sihingga mereka itu cenderung untuk bersikap berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Penerimaan diri sangat berhubungan erat dengan konsep diri karena penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep diri dan kepribadian yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang baik maka dapat dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu mengacu pada gambaran 42
11 ideal self-nya, sehingga bisa menerima gambaran dirinya yang sesuai dengan real self-nya. B. Ibu Tiri 1. Pengertian Ibu Tiri Kata tiri memiliki definisi bukan darah daging sendiri. Ibu tiri adalah seorang perempuan yang dinikahi oleh ayah kandung setelah ayah kandung tidak memiliki ikatan pernikahan dengan ibu kandung yang disebabkan oleh perpisahan maupun kematian (Beer dalam Zanden, 1997). Ibu tiri adalah wanita pengganti ibu kandung yang dinikahi oleh ayah kandung serta memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti ibu kandung dan hidup bersama dengan ayah kandung (Chumar, 2012). Kata ibu tiri menjadi hal yang menakutkan bagi anak-anak (Widiastuty, dalam Agnes 2010). Kedatangan orang tua tiri seringkali dipandang sebagai hal yang negatif, namun sebenarnya disatu sisi, orang tua tiri dapat menyediakan dukungan dan keamanan bagi keluarga orang tua tunggal. Keberadaan orang tua tiri dapat memberikan tambahan waktu, tenaga, dan bahkan uang yang mungkin saja sangat dibutuhkan oleh keluarga yang dimasuki (Bonkowski, dalam Agnes 2010). Berdasarkan pengertian diatas, ibu tiri adalah ibu non-biologis yang menggantikan ibu kandung yang dinikahi oleh ayah kandung serta memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti ibu kandung. 43
12 2. Penyesuaian dan Pengasuhan Ibu Tiri di dalam Keluarga Penilaian tentang karakteristik ibu tiri yang kejam, sudah berkembang sejak jaman dahulu. Ketika seorang wanita menyandang status sebagai ibu tiri, maka karakteristik ibu tiri yang negatif juga akan melekat pada wanita tersebut. Oleh karena status ibu tiri yang sering dipandang sebagai hal yang negatif, membuat para wanita yang menyandang peran ini berupaya menyesuaikan diri agar bisa menerima dirinya dengan status tersebut (Agnes, 2010). Untuk dapat menyesuaikan diri dengan status ibu tiri tersebut, maka ibu tiri membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya seperti, suami, orang tua, maupun keluarga baru yang dimasukinya. Dukungan yang diberikan tersebut, dapat membuat ibu tiri merasa yakin dan percaya diri dalam menghadapi stereotype ataupun penilaian negatif yang muncul di masyarakat (Sfakianos, 2012). Awalnya, menjadi ibu tiri tentu memiliki kesulitan karena membutuhkan penyesuaian atau adaptasi ketika memasuki keluarga baru. Selain harus berupaya menyesuaikan diri dengan status ibu tiri yang dimilikinya, ibu tiri awalnya juga akan mengalami tantangan pengasuhan bagi suami maupun anak tirinya. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh ibu tiri disebabkan karena hubungan ibu tiri dan anak tirinya cukup lemah yang disebabkan sedikitnya interaksi sebelumnya yang dilakukan antara ibu tiri dan anak tirinya, sehingga hubungan emosional yang terjalin belum begitu baik. Oleh karena itu, untuk membangun hubungan dekat dan hubungan emosional yang baik, dibutuhkan kerjasama antara ibu tiri dengan ayah untuk mengasuh anak-anak mereka (Ron Deal, 2009). 44
13 Menemukan peran ibu tiri yang efektif merupakan suatu tantangan. Namun, dengan memiliki harapan yang positif dan strategi yang spesifik untuk membangun hubungan dengan anak tiri, maka akan terbentuk ikatan atau interaksi yang saling memuaskan. Melalui tahun pertama pernikahan, ibu tiri seharusnya mendekatkan diri dengan ikut terlibat dalam berbagai aktivitas keluarga baru dan anak tirinya. Aktivitas di dalam keluarga ini, akan mengurangi kekhawatiran anak-anak saat berkumpul dengan ibu tirinya serta dapat menjalin interaksi yang dekat dengan anak tirinya. Orang dewasa seringkali mengira bahwa cara mengetahui anak tirinya adalah dengan menghabiskan waktu secara personal dengan mereka. Namun, hal tersebut bukanlah cara efektif untuk membangun interaksi dengan anak tiri. Anak tiri pada umumnya lebih suka didekati oleh ibu tirinya, ketika ada ayah kandung bersamanya (Ron Deal, 2009). Ibu tiri awalnya akan merasa kebingungan dengan perannya untuk menetapkan batasan, mengajarkan nilai-nilai, dan menekankan konsekuensi pada anak tirinya. Pengasuhan anak adalah tugas kedua orang tua, baik ayah dan ibu tiri. Ayah dan ibu tiri harus berupaya berperan menjadi suatu tim dalam mengasuh anak. Kerjasama tersebut seperti berbagi keluh kesah bersama ketika anak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan keluarga. Ketika ayah angkat tangan dari tanggung jawab pengasuhan anak daripada ibu tiri, maka kondisi akan menjadi sulit. Dikarenakan kurangnya pengawasan dan kerja sama dengan ayah, maka tidak jarang ibu tiri mulai menetapkan batasan serta peraturan baru yang dibuatnya untuk anak tirinya. Untuk itu, kerjasama 45
14 yang melibatkan ayah dan ibu tiri adalah cara terbaik untuk mengasuh dan menjalin hubungan baik dengan anak tiri (Ron Deal, 2009). C. Tunarungu 1. Pengertian Anak Tunarungu Tunarungu adalah istilah umum yang mencakup cacat pendengaran mulai dari yang ringan sampai sangat berat, sehingga mencakup anak-anak yang tuli dan mereka yang memiliki kesulitan dalam mendengar (Hallahan and Kauffman, 1988). Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli (deaf) adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan, kurang dengar (hard of hearing) adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik menggunakan ataupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). Seseorang yang tuli (deaf) adalah seseorang dengan ketidakmampuan mendengar yang dapat menghalangi kesuksesan memproses informasi bahasa dari lawan bicara, dengan atau tanpa bantuan pendengaran. Orang yang mengalami kesulitan mendengar adalah orang yang secara umum menggunakan alat bantu mendengar, dengan sisa pendengaran yang cukup 46
15 untuk memproses informasi bahasa dari lawan bicaranya (Hallahan and Kauffman, 1988). Gangguan pendengaran (hearing impairment) adalah istilah umum yang melibatkan gangguan pada alat indera pendengaran yaitu telinga dari ringan sampai sangat berat, yang mencakup anak-anak yang sulit mendengar (hard of hearing) dan tuli (deaf). Seseorang yang tuli (deaf), tidak bisa menggunakan pendengarannya untuk memahami pembicaraan, meskipun dia mungkin mendengar beberapa suara (Heward, 1996). 2. Faktor Penyebab Ketunarunguan Menurut S.C. Brown (dalam Heward, 1996) ada 4 penyebab tuli (deaf) dan gangguan pendengaran yang berat pada anak-anak yang membutuhkan perhatian, yaitu : a. Maternal rubella, dikenal juga dengan cacar Jerman. Maternal rubella merupakan symptom ringan yang juga menyebabkan tuli (deaf), gangguan penglihatan dan macam-macam gangguan serius pada perkembangan anak-anak yang terjadi pada ibu hamil selama trimester pertama. b. Heredity. Selain karena maternal rubella, penyebab utama gangguan pendengaran adalah faktor keturunan. Bukti yang kuat menyebutkan bahwa gangguan pendengaran diturunkan dari beberapa keluarga. 47
16 c. Prematurity and complications of pregnancy. Ini adalah faktor yang meningkatkan resiko tuli (deaf) dan gangguan lainnya. Komplikasi pada kehamilan menimbulkan bermacam-macam penyebab. d. Meningitis. Adapun penyebab utama gangguan pendengaran adalah meningitis. Meningitis adalah bakteri atau infeksi virus yang bisa menyebabkan efek lain, merusak alat-alat pendengaran di dalam telinga. Gangguan pendengaran juga disebabkan otitis media, yaitu infeksi atau peradangan pada telinga tengah. Jika tidak diobati, maka akan menimbulkan penumpukan cairan dan gendang telinga pecah, dimana menyebabkan gangguan pendengaran secara permanen. Cara yang paling umum untuk mengklasifikasikan penyebab gangguan pendengaran adalah berdasarkan lokasi dari masalah dalam mekanisme pendengaran. Ada 3 klasifikasi utama, yaitu conductive hearing losses, sensorineural hearing losses, dan mixed hearing losses (Heward, 1996): a. Conductive hearing losses berasal dari kelainan atau komplikasi pada telinga luar atau tengah. Conductive hearing losses mengacu pada gangguan yang mengganggu dengan pengalihan suara di sepanjang jalur konduktif dari telinga. Penumpukan lilin yang berlebihan pada saluran pendengaran dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, seperti penyakit yang dapat meninggalkan cairan atau puing-puing. Sebuah gangguan pendengaran juga dapat disebabkan jika gendang telinga atau ossicles tidak bergerak dengan benar. 48
17 b. Sensorineural hearing losses mengacu pada kerusakan serat saraf pendengaran atau mekanisme sensitif di telinga bagian dalam. Sensorineural impairments melibatkan masalah pada perbatasan telinga dalam. Sensorineural loss diindikasikan jika udara dan tulang hampir setengahnya abnormal. c. Mixed hearing losses adalah kerusakan pendengaran yang merupakan gabungan antara conductive hearing losses dan sensorineural hearing losses. 3. Klasifikasi Anak Tunarungu Gangguan pendengaran individu biasanya digambarkan dengan istilah slight, mild, moderate, severe dan profound tergantung pada tingkat pendengaran rata-rata dalam desibel, seluruh frekuensi yang paling penting untuk memahami pembicaraan (500 sampai 2000 Hz). Adapun klasifikasi derajat pendengaran menurut Heward (1996), yaitu : a. Slight loss, hanya mampu mendengar suara mulai 27 sampai 40 db. Anak yang mengalami slight loss memiliki pendengaran yang samar dan jauh. Kemampuan mendengar masih baik karena berada pada batas antara penderngaran normal dan kekurangan pendengaran taraf ringan. Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu diperhatikan. Sedikit mengalami kesulitan ketika ia berinteraksi dengan orang lain yang berbicara dengan suara samar dan jauh. 49
18 b. Mild loss, hanya mampu mendengar suara mulai 41 hinga 55 db. Anak yang mild loss, dapat memahami percakapan pada jarak 3 sampai 5 kaki (tatap muka). Namun, ia bisa kehilangan sebanyak 50% dari diskusi kelas jika suara samar. Ia juga memiliki kosakata yang terbatas dan berbicara tidak sesuai dengan tata bahasa. c. Moderate loss, hanya mampu mendengar suara mulai 56 hingga 70 db. Anak yang mengalami moderate loss, hanya dapat memahami percakapan keras serta cenderung memiliki gangguan bicara, cenderung memiliki kesulitan dalam penggunaan bahasa dan pemahaman, serta memiliki kosakata yang terbatas. d. Severe loss, hanya mampu mendengar suara mulai 71 hingga 90 db. Anak yang mengalami severe loss, dapat mendengar suara-suara keras sekitar 1 kaki dari telinga. Kemungkinan individu mampu membedakan vokal tetapi tidak semua konsonan. Kosakata dan bahasa yang dimilikinya mungkin terganggu atau memburuk. Jika individu kehilangan pendengaran sebelum usia 1 tahun, maka kosakata dan bahasa tidak mungkin untuk berkembang secara spontan. e. Profound loss hanya mampu mendengar suara 91 db atau lebih. Anak yang mengalami profound loss mungkin mendengar beberapa suara keras tapi getaran indra lebih sensitif. Individu juga memiliki kosakata dan bahasa yang mungkin terganggu atau memburuk sehingga akan mengganggu proses komunikasi dan interaksi sosialnya dengan orang lain. Berdasarkan klasifikasi anak tunarungu diatas, maka slight loss hanya mampu mendengar suara mulai 27 sampai 40 db; mild loss, hanya mampu 50
19 mendengar suara mulai 41 hinga 55 db; moderate loss, hanya mampu mendengar suara mulai 56 hingga 70 db; severe loss, hanya mampu mendengar suara mulai 71 hingga 90 db; dan profound loss hanya mampu mendengar suara 91 db atau lebih. 4. Hambatan dalam Mengasuh Anak Tunarungu Mengasuh dan merawat anak adalah sebuah tantangan tersendiri bagi orang tua. Ayah dan ibu memiliki peran yang sama di dalam mengasuh anakanaknya. Peran yang saling melengkapi dalam mengasuh anak, membantu anak untuk mengembangkan identitas dirinya. Oleh karena itu, ayah dan ibu harus memiliki tanggung jawab yang seimbang agar anak-anaknya dapat tumbuh dengan optimal. Namun, ketika ayah dan ibu mendapat karunia untuk membesarkan anak tunarungu, maka situasi yang dihadapi akan sedikit berbeda dengan keluarga pada umumnya (Rahmhita, 2011). Ketika mengasuh anak tunarungu, hal yang terpenting bagi orang tua yaitu harus mengetahui pola perkembangan anak tersebut. Selanjutnya, setelah orang tua mengetahui kondisi perkembangan anak dari ahli medis yang menanganinya, maka orang tua bisa menyesuaikan gaya pengasuhan yang dilakukan terhadap anak tunarungu (Rahmhita, 2011). Pada dasarnya untuk merawat dan mengasuh anak tunarungu, tidak dibutuhkan sebuah ilmu akademik yang khusus. Hal yang paling utama dilakukan adalah dengan memiliki kesabaran yang tinggi, mengingat anak tunarungu memiliki karakteristik yang berbeda dari anak normal lainnya karena kerusakan pada indera pendengarannya. Umumnya, hambatan yang paling 51
20 sering ditemui pada orang tua yang mengasuh anak tunarungu adalah kurangnya pemahaman atau pengetahuan orang tua tentang anak tunarungu, sehingga dengan segala keterbatasan yang ditunjukkan anak dapat memicu timbulnya sikap yang kurang sabar dalam mengasuh anak tunarungu tersebut (Heward, 1996). Tidak sedikit orang tua yang memiliki anak tunarungu, menitipkan anak mereka ke lembaga sosial yang bergerak di bidang tersebut. Hal tersebut dikarenakan orang tua tidak mengetahui cara mengasuh anak tunarungu karena hambatan komunikasi yang dialami oleh anak tersebut. Meski tidak sepenuhnya salah, namun cara seperti ini juga tidak tepat untuk dilakukan. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya, pendidikan terbaik bagi anak tunarungu adalah pendidikan yang berasal dari rumah, yaitu keluarga. (Anne, 2009). Adapun hambatan yang umumnya dialami orang tua ketika mengasuh anak tunarungu yaitu keterbatasan komunikasi. Hambatan komunikasi yang dialami oleh anak tunarungu, membuat orang tua yang mengasuhnya mengalami kesulitan dalam memahami keinginan, ide-ide serta harapan dari anak tunarungu tersebut. Namun, keterbatasan bahasa dan komunikasi pada anak tunarungu dapat dibantu dengan metode pengajaran bahasa seperti, speechreading (membaca gerakan bibir lawan bicara), cued speech (isyarat gerakan tangan) dan menggunakan alat bantu dengar (Ashman & Elkinds, 1994). Selain itu, orang tua ataupun pengasuh anak tunarungu harus mampu membimbing anak untuk dapat membangkitkan kepercayaan dirinya, sehingga anak tidak merasa cemas ketika berinteraksi dengan lingkungan sebayanya. Lingkungan sosial anak, juga merupakan faktor penting dalam membentuk perilaku anak tunarungu. Oleh 52
21 karena itu, sebaiknya lingkungan hendaknya dapat memberikan respon-respon positif terhadap perilaku anak tunarungu (Heward, 1996). D. Penerimaan Diri Ibu Tiri yang Memiliki Anak Tunarungu Orang tua yang mengetahui bahwa anaknya mengalami suatu kondisi kecacatan tertentu, maka ia akan menunjukkan berbagai reaksi emosi seperti cemas, sedih khawatir, takut, serta marah (Safaria, 2005). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahabbati (2009) mengenai penerimaan dan kesiapan pola asuh ibu terhadap anak berkebutuhan khusus, menunjukkan hasil bahwa orang tua kandung akan memiliki sikap dan respon yang berbeda-beda dalam menerima kondisi anaknya yang berkebutuhan khusus. Fase penerimaan tersebut ditandai dengan perasaan terkejut (shock), ketidakpercayaan, denial (penolakan atau penyangkalan), bargaining (tawar-menawar) hingga fase depresi. Salah satu yang termasuk anak berkebutuhan khusus dengan masalah fungsi indera yaitu tunarungu. Anak tunarungu merupakan anak yang memiliki gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali (Hallahan and Kauffman, 1988). Anak tunarungu umumnya membutuhkan pendidikan dan pelayanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya keterbatasan pendengaran yang dialaminya (Heward, 1996). Adanya kondisi keterbatasan dalam bahasa dan komunikasi pada anak tunarungu, maka anak tunarungu cenderung akan mengalami kesulitan untuk menyampaikan keinginan, perasaan ataupun ide-ide yang dimilikinya (Mangunsong, 2009). Jika 53
22 dibandingkan dengan anak berkebutuhan khusus lainnya seperti anak tunanetra, yang masih mampu berkomunikasi untuk menyampaikan keinginan, perasaan ataupun ide-ide yang dimilikinya karena masih mampu untuk mendengar dan berbicara seperti anak normal pada umumnya (Soemantri, 2006). Salah satu kondisi yang dirasakan berbeda dan tentunya membutuhkan penyesuaian khusus antara lain adalah ketika ibu tiri mengasuh anak yang tunarungu. Ibu tiri adalah seorang perempuan yang dinikahi oleh ayah kandung setelah ayah kandung tidak memiliki ikatan pernikahan dengan ibu kandung yang disebabkan oleh perpisahan maupun kematian (Beer dalam Zanden, 1997). Selain itu, ibu tiri adalah wanita pengganti ibu kandung yang dinikahi oleh ayah kandung serta memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti ibu kandung dan hidup bersama dengan ayah kandung (Chumar, 2012). Kata ibu tiri, memiliki penilaian tersendiri di masyarakat. Ketika mendengar kata ibu tiri, maka karakteristik ibu tiri yang kejam seakan muncul dipikiran kita (Rahmayani, 2010). Penilaian tentang karakteristik ibu tiri yang kejam, sudah berkembang sejak jaman dahulu. Pandangan negatif pada ibu tiri tersebut, muncul dari legenda serta pandangan masyarakat yang mengembangkan cerita-cerita negatif dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga hal ini seringkali membuat status ibu tiri menjadi bahan pembicaraan yang kurang baik di dalam masyarakat (Swari, 2012). Ketika seorang wanita menyandang status sebagai ibu tiri, maka karakteristik ibu tiri yang negatif juga akan melekat pada wanita tersebut (Swari, 2012). 54
23 Munculnya stereotype atau penilaian negatif tentang karakteristik ibu tiri di masyarakat, membuat wanita yang menyandang peran ini berupaya menyesuaikan diri agar bisa menerima dirinya dengan status tersebut (Agnes, 2010). Adanya fenomena tentang karakteristik ibu tiri yang kejam, jahat, serta tidak perhatian terhadap anak bawaan suaminya, maka menjadi suatu masalah tersendiri bagi wanita yang menyandang status sebagai ibu tiri. Kondisi akan menjadi sulit ketika ibu tiri memiliki anak tiri yang tunarungu. Menerima status sebagai ibu tiri saja sudah membutuhkan proses, apalagi ketika ia harus dihadapkan pada kondisi pengasuhan anak tiri yang mengalami tunarungu. Berkaitan dengan kompleksitas dalam upaya penanganan dan pengasuhan anak tunarungu tersebut, maka proses penerimaan diri ibu tiri tentu akan menjadi lebih sulit. Penerimaan diri adalah derajat dimana individu memiliki kesadaran terhadap karakteristiknya, sehingga ia mampu dan bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut (Jersild, dalam Hurlock 1978). Individu yang menerima dirinya sendiri adalah individu yang memiliki keyakinan akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya (Jersild, 1963). Penerimaan diri yang baik pada ibu tiri, yaitu ketika ia memiliki keyakinan bahwa status ibu tiri bukanlah hal yang negatif. Ia juga tidak terpaku pada pandangan ataupun pendapat orang lain mengenai status ibu tiri tersebut. Jersild (1963) menjelaskan bahwa pada dasarnya penerimaan diri adalah sebuah proses. Hal tersebut dijelaskannya melalui sepuluh aspek penerimaan diri, yaitu persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan; sikap terhadap 55
24 kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain; mampu mengatasi perasaan inferioritas; respon yang baik atas penolakan dan kritikan; keseimbangan antara real self dan ideal self; memiliki penerimaan diri dan penerimaan orang lain; menerima diri, menuruti kehendak dan menonjolkan diri; menerima diri, spontanitas, menikmati hidup; kejujuran dalam penerimaan diri, serta sikap yang baik terhadap penerimaan diri (Jersild, 1963). Menurut Jersild (1963), setelah individu tersebut mampu melalui berbagai aspek penerimaan diri dengan baik, maka ia akan memiliki penerimaan diri yang baik pula. Oleh karena itu, Jersild (1963) mengatakan bahwa individu membutuhkan waktu dalam menerima dirinya. Berdasarkan hasil penelitian Melati (2013), mengenai penerimaan diri ibu yang memiliki anak tunanetra, menyatakan bahwa seorang ibu membutuhkan waktu untuk menerima kondisi anaknya yang tunanetra dan menjalani hidup sebagai seorang ibu yang memiliki anak tunanetra. Kondisi ini juga dialami oleh ibu tiri yang memiliki anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu. Adanya berbagai tantangan dan hambatan yang harus dihadapi sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu, membuat ibu tiri membutuhkan waktu untuk berupaya menerima dirinya dengan status tersebut. Penelitian lain juga dilakukan oleh Ramanda (2008), tentang dinamika penerimaan diri ibu terhadap anak tunagrahita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini, mampu untuk mencapai tahap penyesuaian dan penerimaan terhadap anak tunagrahita. Namun, dalam proses penerimaan diri tersebut tidak mudah untuk dicapai. Setiap subjek pada penelitian ini, memiliki 56
25 kekhasan masing-masing dalam proses penerimaan diri dan membutuhkan waktu tertentu dalam pencapaian proses penerimaan diri. Ibu tiri juga harus memiliki keyakinan akan standar-standar terhadap dirinya. Agar tidak terpaku pada pada pendapat atau penilaian orang lain dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya (Jersild, 1963). Proses penerimaan diri pada ibu tiri yang memiliki anak tunarungu, merupakan proses yang dijalani untuk menerima dirinya dengan segala kompleksitas dan hambatan yang dihadapinya. Oleh karena itu, ibu tiri memiliki caranya tersendiri untuk dapat menerima dirinya dengan status tersebut di dalam hidupnya (Sfakianos, 2012). 57
26 E. Paradigma Teoritis Gambar 1. Paradigma Teoritis Ibu Tiri yang Memiliki Anak Tunarungu Ibu Tiri Penilaian Negatif Ibu Tiri (Swari, 2012) Tunarungu Penilaian Anak Tunarungu (Heward, 1996) Kejam kepada anak suaminya Jahat kepada anak suaminya Tidak sayang kepada anak suaminya Memiliki keterbatasan komunikasi Memiliki perbedaan emosi, perilaku dengan anak normal pada umumnya Membutuhkan perhatian dan pelayanan khusus Berupaya Menyesuaikan dan Menerima Diri Aspek-Aspek Penerimaan Diri (Jersild, 1963) a. Persepsi mengenali diri & sikap thdp penampilan b. Sikap thdp kelemahan & kekuatan diri sendiri & org lain c. Perasaan inferioritas sbg gejala penolakan diri d. Respon atas penolakan & kritikan e. Keseimbangan antara real self & ideal self f. Memiliki penerimaan diri & penerimaan orang lain g. Penerimaan diri, menuruti kehendak & menonjolkan diri h. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup i. Kejujuran dalam penerimaan diri j. Sikap yang baik terhadap penerimaan diri Penerimaan Diri 58
27 F. Paradigma Berpikir Gambar 2. Paradigma Berpikir Istri Menikah Kembali Suami Cerai Mati Istri Mengasuh Menjadi Ibu Tiri Anak Anak Berkebutuhan Khusus Permasalahan Tunarungu - Penilaian negatif mengenai status ibu tiri - Memiliki status sebagai ibu tiri - Memiliki anak tiri yang tunarungu Keterangan Gambar : : Cerai, karena meninggal, sakit atau cerai hidup : Status Ibu Tiri 59
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, fenomena seorang duda yang menikah lagi (remarriage),
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, fenomena seorang duda yang menikah lagi (remarriage), bukan menjadi hal yang baru. Status duda disebabkan oleh berakhirnya suatu pernikahan yang
Lebih terperinciLAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA Nama Responden : Usia : Hari/Tanggal Wawancara : Waktu Wawancara : Tempat Wawancara : Wawancara ke- : A. Latar Belakang Kehidupan Ibu Tiri 1. Pendidikan - Apa pendidikan terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis
14 BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis merupakan harapan bagi semua orangtua yang sudah menantikan kehadiran anak dalam kehidupan perkawinan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan berumah tangga, setiap keluarga tentunya akan mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan kehidupan pernikahan mereka. Setiap pasangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Ibu Tiri, Anak Tunarungu, Penerimaan Diri. *Dosen Universitas Sumatera Utara 18
Gambaran Penerimaan Diri Ibu Tiri yang Memiliki Anak Tunarungu (The Overview of Stepmother s Self-Acceptance who has a Deaf Child) Debby Anggraini Daulay & Rizqi Chairiyah* ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika seorang ibu sedang mengandung, tentunya ia mengharapkan anak yang ada dalam kandungannya itu akan lahir dengan sehat dan sempurna. Biasanya para orangtua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, 2010). Namun faktanya, tidak semua anak lahir dalam kondisi normal. Anak yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Tiri Istilah ibu tiri secara harfiyah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ibu merupakan panggilan yang takzim kepada wanita, sedangkan tiri berarti bukan darah daging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran seorang anak dalam sebuah keluarga merupakan suatu bagian yang indah, bahkan anak dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran anak umumnya merupakan hal yang dinanti-nantikan oleh orang tua. Anak merupakan harta berharga dan anugerah dari Tuhan. Anak juga merupakan pemacu harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang
Lebih terperinciBIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN. Sosialisasi KTSP
BIMBINGAN PADA SISWA DENGAN HAMBATAN 1 DEFINISI HEARING IMPAIRMENT (TUNARUNGU) TERKANDUNG DUA KATEGORI YAITU: DEAF (KONDISI KEHILANGAN PENDENGARAN YANG BERAT) DAN HARD OF HEARING (KEADAAN MASIH MEMILIKI
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehadiran seorang anak di tengah keluarga merupakan sebuah karunia yang didambakan. Berbagai harapan sempurna mengenai anak pun mulai tumbuh saat orang tua menanti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap keluarga memiliki cara tersendiri untuk menghadapi berbagai situasi selama rentang kehidupannya, begitu pula pada keluarga yang memiliki anak dengan hidrosefalus.
Lebih terperinciSM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PREKOGNISI. MUHAMMAD ARI WIBOWO Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAK
PENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PREKOGNISI MUHAMMAD ARI WIBOWO Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAK Tidak jarang setiap orang merasa akan mengalami suatu kejadian, dan uniknya seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya wanita tidak mungkin lepas dari menopause, karena menopause merupakan peristiwa yang pasti akan dialami oleh setiap wanita dan tidak bisa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan bersama anak-anaknya dari pada ayah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,
Lebih terperinci5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN
71 5. DISKUSI, KESIMPULAN, DAN SARAN 5.1. Diskusi Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam hal peran subjek sebagai orang tua anak tunaganda, keduanya terlibat aktif dalam hal pendidikan anaknya, dengan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal
HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Pendidikan tidak hanya bertindak sebagai alat yang dapat meningkatkan kapasitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki keluarga yang utuh dan bahagia tidak hanya menjadi impian sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang anakpun menginginkan
Lebih terperinciKONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN
KONSEP INTERAKSI KOMUNIKASI PENDAHULUAN Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut manusia memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH
PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH Disusun Oleh Nama : Auliya Karimah NPM : 10507030 Pembimbing : Wahyu Rahardjo, S.Psi., M.si Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan
BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah rumah tangga setiap pasangan suami istri yang akan menjadi orang tua tentunya mengharapkan mendapatkan buah hatinya dalam keadaan sehat secara lahir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidup manusia dewasa, pada umumnya akan masuk masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun mulai tumbuh saat orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap
BAB IV ANALISIS Hasil penelitian ialah dari seluruh responden yang berjumlah III orang diketahui, dari II anak menyatakan bahwa dapat menerima sebagai anak yang memiliki ibu berstatus narapidana sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.
Lebih terperinciKESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA
KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS
Lebih terperinciKETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN
KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat
Lebih terperincicommit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain
Lebih terperinciLAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN
LAMPIRAN A LEMBAR DATA PARTISIPAN Identitas Partisipan Nama (Inisial) : Tempat, Tanggal Lahir : Anak Ke : Agama : Status : Suku Bangsa : Pendidikan Terakhir : Profesi/ Pekerjaan : Alamat/ No Telepon :
Lebih terperinciAlfred Adler. Individual Psychology
Alfred Adler Individual Psychology Manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior, suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior sehingga mengakibatkan ketergantungan kepada orang lain. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan
Lebih terperinciPENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL
PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar orang yang sudah menikah menginginkan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan dilindungi. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana anak mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah. ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa manusia tidak ada yang sempurna dan kesempurnaan hanya dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. familiar dikehidupan masyarakat adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap orang selalu mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tak terkecuali orang tua. Salah satu bentuk kebahagiaan itu adalah memiliki anak yang sehat dan normal, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan seorang anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada
144 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian secara mendalam peneliti membahas mengenai self
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyandang tuna netra tidak bisa dipandang sebelah mata, individu tersebut memiliki kemampuan istimewa dibanding individu yang awas. Penyandang tuna netra lebih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehadiran seorang bayi dalam keluarga merupakan berkah yang luar biasa. Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan kelak tumbuh menjadi anak yang menyenangkan,
Lebih terperinciEni Yulianingsih F
HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN KECEMASAN MEMPEROLEH PASANGAN HIDUP PADA PEREMPUAN DEWASA AWAL Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: Eni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehamilan bukan merupakan suatu keadaan penyakit atau kondisi ibu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan bukan merupakan suatu keadaan penyakit atau kondisi ibu yang perlu kita perlakukan seperti orang sakit. Membantunya beradaptasi terhadap perubahan fisiologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,
Lebih terperinci