PENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PREKOGNISI. MUHAMMAD ARI WIBOWO Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PREKOGNISI. MUHAMMAD ARI WIBOWO Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAK"

Transkripsi

1 PENERIMAAN DIRI PADA INDIVIDU YANG MENGALAMI PREKOGNISI MUHAMMAD ARI WIBOWO Program Sarjana, Universitas Gunadarma ABSTRAK Tidak jarang setiap orang merasa akan mengalami suatu kejadian, dan uniknya seringkali firasat itu, atau prekognisi dalam ranah psikologi, mengenai sesuatu yang buruk. Pengalaman prekognisi akhirnya tidak jarang menjadi dilema bagi yang mengalaminya, untuk mengatakan atau tidak kepada yang bersangkutan. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap penerimaan diri individu karena bagaimanapun juga prekognisi adalah bagian dari dirinya. Penelitian ini merupakan studi kasus. Subjek adalah seorang wanita berusia 23 tahun yang memenuhi persyaratan telah mengalami prekognisi tiga kali yang benar terjadi dan dibenarkan oleh pihak ketiga atau yang diberitahukan sebelumnya dan hingga kini masih mengalami prekognisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penghayatan prekognisi yang dialami individu, bagaimana penerimaan diri individu, mengapa individu memiliki penerimaan diri yang demikian, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerimaan diri individu yang mengalami prekognisi. Melalui penelitian terhadap individu yang mengalami prekognisi, peneliti menemukan gambaran penghayatan prekognisi yang dialami, bagaimana penerimaan diri individu terhadap prekognisi yang dialaminya dan mengapa penerimaan dirinya demikian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu. Semua hasil temuan tersebut berperan dalam proses penerimaan diri subjek. Penelitian ini menemukan bahwa subjek memiliki penerimaan diri yang baik.

2 A. LATAR BELAKANG MASALAH Normalnya, manusia memiliki lima indera yang berfungsi untuk mendapatkan informasi tentang dunia sekitar. Diluar lima indera itu, banyak orang meyakini adanya indera keenam. Orang akan dianggap memiliki indera ke-enam jika mampu melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat, didengar atau dirasakan orang lain (Mendatu, 2007). Jadi, indera keenam berperan sebagai indera untuk menangkap informasi tentang dunia sekitar yang tidak bisa diperoleh dengan indera biasa. Secara ilmiah indera ke-enam dikenal dengan istilah extra sensory perception (ESP). ESP adalah kemampuan persepsi seseorang diatas panca inderanya (Heaney, 2008). Dalam ilmu psikologi, ESP sebagai salah satu fenomena spiritual dikaji dalam parapsikologi dan psikologi transpersonal. Psikologi transpersonal telah memberikan cara pandang yang baru mengenai manusia dan kesadarannya. Vaughan Vaughan, Wittine, dan Walsh (dalam Herviana, 2004) menyebutkan empat asumsi psikologi transpersonal yang salah satunya adalah psikologi transpersonal merupakan proses kebangkitan atau pencerahan (awakening) dari identitas mikro menuju identitas makro. Psikologi transpersonal menganggap pengalaman spiritual akan membimbing orang menuju pertumbuhan kepribadian yang lebih besar dan fungsi yang lebih tinggi. Jadi, dapat dikatakan bahwa sebagai pengalaman spiritual, ESP dapat membuat manusia menjadi pribadi yang matang. ESP sendiri terdiri dari tiga hal, yakni telepati, daya terawang jauh, dan prekognisi (Kartoatmodjo, 1995). Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada prekognisi mengingat penelitian mengenai prekognisi jarang dilakukan dan jarang pula yang mengungkap sisi psikologis dari individu yang mengalami prekognisi. Guiley (1991) menjelaskan bahwa prekognisi adalah pengetahuan langsung atau persepsi akan masa depan, yang didapat melalui cara ekstrasensori. Prekognisi dapat pula terjadi secara spontan dalam suatu vision, tergambar dalam pikiran, halusinasi auditori, siluet atau bayangan dalam pikiran, dan perasaan tahu. Pengetahuan umum dalam masyarakat menganggap bahwa kemampuan seperti itu (ESP) hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki bakat istimewa. Namun, psikologi transpersonal menjelaskan bahwa setiap manusia dapat mengalami fenomena spiritual;

3 secara potensial ESP ada pada setiap manusia, hanya saja dengan tingkat sensitifitas yang berbeda-beda (Radin, 2000). Tidak banyak orang yang tahu bahwa prekognisi yang didapat kebanyakan mengenai musibah, kecelakaan, dan hal-hal buruk, sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan. Radin (2000) mengungkapkan bahwa banyak orang memberikan respon secara tidak sadar terhadap sesuatu yang buruk bahkan sebelum hal itu terjadi. Terjadinya prekognisi ini juga terkadang disertai reaksi fisiologis dari yang ringan hingga ekstrem seperti pusing, mual, muntah, tubuh terasa sakit, pingsan, dan lain-lain. Dalam eksperimennya, Radin menemukan bahwa sebelum sesuatu yang buruk terjadi, seseorang akan mendapatkan suatu perasaan dimana tubuhnya memberikan respon terhadap emosi yang akan datang, walaupun pikiran sadar tidak selalu mendapat pesan itu. Pengalaman prekognisi akhirnya tidak jarang menjadi dilema bagi yang mengalaminya. Seorang individu, misalkan ia mendapat kabar buruk tentang seseorang, memberi tahu kabar yang ia dapatkan pada orang yang bersangkutan. Namun, ia justru diejek, dituduh penyebar teror, pembawa sial, dan sebagainya. Banyak yang memandang rendah dan mengucilkan individu yang suka mengatakan hal yang tidak jelas yang tidak diketahui darimana datangnya. Padahal mereka sendiri bingung terhadap kabar yang tanpa sengaja diketahuinya, pun mereka bingung apakah sebaiknya memberi tahu kabar tersebut atau tidak. Ada pula yang memilih untuk tidak memberitahukan prekognisinya. Namun, saat ternyata prekognisinya menjadi kenyataan, ia hanya dapat menangisi dirinya, menyesali dirinya mengapa tidak memberitahukan prekognisinya, menyesali dirinya yang tidak bisa berbuat apa-apa, dan menutup diri. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi penerimaan diri individu, bagaimana individu memandang dirinya dan menyikapi kondisi tersebut. Menurut Anderson (dalam Hurlock, 1974), penerimaan diri ini sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang menjalani hidup. Seseorang yang mampu menerima dirinya secara jujur, baik di dalam (hati, pikiran, perasaan) maupun di luar (perilaku, penampilan), tidak takut memandang dirinya secara jujur karena ia tidak bisa lari dari diri sendiri, walau apapun yang ia lakukan. Menurut Hurlock (1974), penerimaan diri adalah suatu tingkat kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik dirinya.

4 Wagner (2004) berpendapat jika prekognisi yang didapat merupakan hal yang penting, hal tersebut harus diberitahukan kepada yang bersangkutan. Hal ini akan menghilangkan keraguan pada diri dan meningkatkan keyakinan pada diri dan kemampuan sendiri karena hal tersebut menandakan bahwa individu menerima keadaan dirinya. Mendatu (2007) lebih lanjut menerangkan bahwa banyak orang khawatir fenomena ESP betul-betul nyata ada. Mereka takut mengetahui fakta bahwa hal itu ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, mereka menolak untuk percaya. Ketakutan akan kebenaran adanya fenomena psi, mungkin disebabkan beberapa alasan, seperti misalnya fenomena psi terkait dengan kekuatan jahat, magis atau sihir jahat. Bagi orang yang mengalami psi, mereka cenderung tidak membicarakan pengalamannya dengan orang lain dengan alasan bahwa mereka merasa pengalaman itu bersifat sangat personal, intim, dan tidak ingin mereka bagi; bahwa mereka tidak mempunyai kata-kata yang memadai untuk menceritakannya; atau mereka ketakutan jika orang lain akan melecehkan pengalaman itu atau menganggap mereka tidak waras atau sejenisnya. Tart (1984) mengatakan bahwa tidak menerima dan menghadapi ketakutan akan psi, bagi individu yang mengalami psi, akan menciptakan motivasi tak sadar bagi munculnya perilaku yang menghambat baik dalam aspek perkembangan maupun psikopatologis. Gambaran di atas membuat peneliti tertarik untuk melihat bagaimana individu yang mengalami prekognisi mampu melakukan penerimaan diri meskipun tekanan yang dihadapi cukup besar, serta bagaimana kondisi penerimaan dirinya terlebih dengan keadaan dimana prekognisi masih dianggap tabu sehingga dokumentasi mengenai prekognisi yang terjadi sangat jarang sehingga individu kehilangan kesempatan untuk menghayati prekognisinya. Peneliti akan mencari tahu apakah prekognisi dapat mempengaruhi gambaran penerimaan diri individu. B. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini: 1. Bagaimana gambaran penghayatan prekognisi yang dialami individu? 2. Bagaimana penerimaan diri individu dan mengapa penerimaan dirinya demikian? 3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu?

5 C. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan masalah tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran penghayatan prekognisi yang dialami individu, mengetahui bagaimana penerimaan diri individu dan mengapa penerimaan dirinya demikian, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Merupakan sumbangan bagi pengembangan psikologi transpersonal di Indonesia, dimana saat ini masih sedikit penelitian mengenai fenomena spiritual dan berguna bagi penelitian mengenai area kognisi maupun sisi psikologis dari fenomena spiritual; untuk mengingatkan bahwa sisi psikologis dan nilai kemanusiaan tetap harus dipertimbangkan pada penelitian selanjutnya dalam area transpersonal, dalam area kajian yang sama (kognitif) maupun yang lainnya. 2. Manfaat Praktis Untuk memahami dimensi penerimaan diri individu. Penelitian ini diharapkan dapat membantu individu yang mengalami prekognisi untuk mencapai peneriman diri. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang-orang di sekitar individu mengenai gambaran penerimaan dirinya sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana cara yang tepat untuk bersikap terhadapnya. Dengan mendapatkan sikap yang tepat dari orang-orang sekitar, diharapkan mampu membantu individu dalam mencapai penerimaan dirinya. E. LANDASAN TEORI Menurut Ryff (1996), penerimaan diri adalah keadaan dimana seorang individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, menerima serta mengakui segala kelebihan maupun segala keterbatasan yang ada dalam dirinya tanpa merasa malu atau merasa bersalah terhadap kodrat dirinya. Jersild (dalam Hurlock, 1974) mengemukakan beberapa ciri penerimaan diri untuk dapat membedakan antara orang yang menerima keadaan dirinya atau yang telah

6 mengembangkan sikap penerimaan terhadap dirinya dengan orang yang menolak keadaan dirinya (denial), antara lain: 1. Memiliki harapan yang realistis terhadap keadaannya dan menghargai dirinya sendiri; 2. Yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain; 3. Memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat dirinya secara irasional; 4. Menyadari aset diri yang dimiliki dan merasa bebas untuk melakukan keinginannya; Menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri. Hurlock (1974) mengemukakan sepuluh faktor yang mempengaruhi penerimaan diri individu, yaitu: 1. Pemahaman tentang Diri Sendiri Timbul dari kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya serta mencoba menunjukan kemampuannya. Semakin individu memahami dirinya, maka semakin besar penerimaan individu terhadap dirinya. 2. Harapan Realistik Timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan dengan pemahaman kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain. Dengan harapan realistik, akan semakin besar kesempatan tercapainya harapan tersebut sehingga menimbulkan kepuasan diri. 3. Tidak Adanya Hambatan di Lingkungan Harapan individu akan sulit tercapai bila lingkungan di sekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi (walaupun harapan individu sudah realistik). 4. Sikap-sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan Tidak adanya prasangka, adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan. 5. Tidak Adanya Gangguan Emosional yang Berat Tidak adanya gangguan emosional yang berat akan membuat individu dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia.

7 6. Pengaruh Keberhasilan yang Dialami Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan penerimaan diri (yang positif). Sebaliknya, kegagalan yang dialami mengakibatkan adanya penolakan diri. 7. Identifikasi dengan Orang yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik Individu yang mengidentifikasi diri dengan orang yang well adjusted, dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku dengan baik, yang dapat menimbulkan penerimaan diri dan penilaian diri yang baik. 8. Adanya Perspektif Diri yang Luas Yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif diri yang luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar. 9. Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik Anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai orang yang dapat menghargai dirinya sendiri. 10. Konsep Diri yang Stabil Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil (misalnya, kadang menyukai diri dan kadang tidak menyukai diri), akan sulit menunjukan pada orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya. Hurlock (1974), memberikan pandangan bahwa semakin baik seorang individu dapat menerima dirinya, semakin baik penyesuaian diri dan penyesuaian sosialnya. Penyesuaian diri yang positif adalah adanya keyakinan pada diri dan adanya harga diri sehingga timbul kemampuan menerima dan membangun kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa adanya keinginan untuk menjadi orang lain. Penyesuaian sosial yang positif bermakna timbulnya sikap menerima terhadap orang lain, menaruh minat terhadap orang lain, dapat memberikan simpati dan toleran, dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain.

8 Hurlock (1974) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori: 1. Dalam penyesuaian diri Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan harga diri (self esteem). Selain itu mereka juga lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Dengan penilaian yang realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura. Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain. 2. Dalam penyesuaian sosial Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain. Dietz (dalam Kartoatmodjo, 1995) menyebutkan bahwa ESP adalah pengamatan di luar panca indera. Dikatakan pula sebagai gejala-gejala yang subjektif, mental atau intelektual. Secara garis besar Kartoatmodjo (1995) membagi ESP atas: 1. Telepati Telepati adalah suatu hubungan antara kesadaran dua orang atau lebih tanpa adanya bantuan indera penglihatan.

9 2. Daya terawang jauh (clairvoyance) Daya terawang jauh adalah kemampuan mengetahui atau melihat peristiwa atau objek yang sedang terjadi di tempat lain. 3. Prekognisi Prekognisi adalah pengetahuan dan pengamatan (pengalaman) secara langsung tanpa bantuan indera yang biasa tentang suatu peristiwa yang akan terjadi atau tentang orang atau tentang benda yang waktu dan tempat kejadiannya berjauhan. Radin (2000) mengemukakan beberapa penjelasan terjadinya firasat (prekognisi) atau prasangka intuitif. 1. Di level bawah sadar (subconscious), individu selalu berpikir dan menyimpulkan sesuatu, tapi hal ini hanya sebagai prasangka bagi pikiran sadarnya 2. Individu menangkap sinyal / isyarat dari bahasa tubuh dan suara subliminal atau gambaran peripheral tanpa sadar bahwa ia sedang melakukannya 3. Pada setiap peristiwa kebetulan yang diingat, individu melupakan setiap kali mendapat firasat 4. Individu memodifikasi ingatan untuk kenyamanannya, menciptakan suatu hubungan dimana hal itu tidak nyata ada 5. Murni karena adanya indera ke-enam Wagner (2004) mengemukakan langkah-langkah yang perlu diambil jika mengalami prekognisi, yaitu: 1. Menyiapkan buku harian. Menulis segala prekognisi yang pernah dialami beserta waktu dan tanggal ketika mengalaminya. 2. Mengatakan pada orang lain. Ketika seseorang merasa akan mengganggu orang lain bila menceritakan pengalaman prekognisinya, hal tersebut justru akan menghilangkan bukti penting yang orang lain harus ketahui untuk dapat mempercayai pengalaman prekognisi tersebut. Apabila prekognisi yang dialami merupakan sesuatu yang penting, maka menceritakan hal tersebut pada seseorang yang dapat dipercaya merupakan cara yang dapat ditempuh. 3. Menandai tanggal ketika prekognisi terjadi. 4. Jujur jika prekognisi yang dialami terjadi, walau tidak 100% akurat.

10 F. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kualitatif dengan konstruktivismenya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara dengan pedoman wawancara, menggunakan observasi catatan lapangan, dan metode unobstrusive berupa data tertulis subjek mengenai prekognisi yang dialaminya. G. SUBJEK PENELITIAN Peneliti menggunakan satu orang subjek yang telah memenuhi kriteria: pernah mengalami prekognisi dan masih mengalaminya hingga kini, serta prekognisinya telah terbukti atau menjadi kenyataan setidaknya tiga kali dan dibenarkan melalui catatan atau diketahui oleh orang-orang tertentu (yang sejak awal diberitahu subjek mengenai prekognisinya). Peneliti tidak menentukan jenis kelamin dan usia subjek karena menganggap prekognisi dapat dialami oleh siapapun di segala usia dan semua jenis kelamin. Peneliti juga menggunakan satu orang significant other yang merupakan sahabat yang sering diceritakan pengalaman prekognisi subjek. H. HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian penerimaan diri pada individu yang mengalami prekognisi ditemukan: 1. Gambaran penghayatan prekognisi yang dialami individu Subjek dalam penelitian ini mengalami Prekognisi berupa auditori (bisikan), perasaan tahu, dan mimpi. Subjek menganggap semua orang bisa mengalami prekognisi hanya sensitivitasnya berbeda. Prekognisi yang dialami subjek bersifat spontan, tidak tentu kapan datangnya. Subjek mengalami perubahan mood jika mendapatkan prekognisi dan seringkali ada perasaan yang menekan jika dihiraukan, bahkan bisikannya bertambah kencang. 2. Bagaimana penerimaan diri individu dan mengapa penerimaan dirinya demikian

11 Subjek penelitian memiliki penerimaan diri yang positif. Subjek dapat menerima kondisinya yang mengalami prekognisi bahkan merasa senang dan terbantu karena merasa segala tindakannya seperti diarahkan. Subjek tidak menutup diri, justru subjek menceritakan prekognisinya kepada orang lain karena dengan itu pula subjek merasa tenang dan hilang kegelisahannya. Walau kebanyakan prekognisinya tentang hal buruk, subjek mengaku tidak takut dan bisa tetap menentukan tindakan (yang sesuai dengan prekognisinya) karena seringkali prekognisi subjek mengarahkan tindakannya. Subjek termasuk suka menceritakan prekognisinya, tapi tidak kepada orang yang bersangkutan karena subjek tidak ingin mendahului Tuhan. Ibu memegang peran dominan dalam mengajarkan nilai-nilai dan menyikapi prekognisi subjek, seperti prekognisi itu bisa dialami semua orang dan bisa saja salah, karena datangnya dari Tuhan maka harus tetap disyukuri dengan berdoa dan tanpa memaksakan orang lain untuk percaya. Ibu merupakan satu-satunya anggota keluarga yang mengalami prekognisi sehingga subjek suka bercerita dengan Ibunya. Peneliti melihat ada pengaruh antara orang tua subjek yang sudah Haji dengan pemahaman subjek tentang prekognisi yang dikaitkan dengan Ke-Tuhanan. Ibu merupakan figur yang sangat berpengaruh bagi kehidupan dan pengembangan nilai-nilai subjek dimana subjek mengidentifikasi Ibunya yang memiliki penyesuaian diri baik. Penerimaan diri subjek yang baik juga dipengaruhi oleh lingkungan, orang-orang yang menerima diri subjek tanpa melecehkan, menghina, ataupun memandang negatif. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Individu Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek penelitian adalah pemahaman yang baik tentang diri sendiri, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, prekognisi subjek sering terjadi, subjek mengidentifikasi diri dengan Ibunya yang juga mengalami prekognisi dimana subjek banyak belajar cara-cara menyikapi prekognisi, perspektif diri yang luas, pola asuh di masa kecil yang baik, konsep diri yang stabil, dan penyesuaian diri dan penyesuaian sosial yang positif. Harapan yang realistis tidak peneliti anggap sebagai faktor yang mempengaruhi karena, harapan subjek bukan hal yang rasional. Tidak adanya hambatan dalam lingkungan juga

12 tidak termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi karena memang tidak ada yang mendorong subjek mengembangkan bakatnya, di samping subjek memang tidak ingin mengembangkan prekognisinya. I. KESIMPULAN Dari hasil penelitian penerimaan diri pada individu yang mengalami prekognisi dapat disimpulkan bahwa: 1. Gambaran penghayatan prekognisi yang dialami individu Subjek dalam penelitian ini mengalami Prekognisi berupa auditori (bisikan), perasaan tahu, dan mimpi. Subjek menganggap semua orang bisa mengalami prekognisi hanya sensitivitasnya berbeda. Prekognisi yang dialami subjek bersifat spontan, tidak tentu kapan datangnya. Subjek mengalami perubahan mood jika mendapatkan prekognisi dan seringkali ada perasaan yang menekan jika dihiraukan, bahkan bisikannya bertambah kencang. 2. Bagaimana penerimaan diri individu dan mengapa penerimaan dirinya demikian Subjek penelitian memiliki penerimaan diri yang positif. Subjek dapat menerima kondisinya yang mengalami prekognisi bahkan merasa senang dan terbantu karena merasa segala tindakannya seperti diarahkan. Subjek tidak menutup diri, justru subjek menceritakan prekognisinya kepada orang lain karena dengan itu pula subjek merasa tenang dan hilang kegelisahannya. Walau kebanyakan prekognisinya tentang hal buruk, subjek mengaku tidak takut dan bisa tetap menentukan tindakan (yang sesuai dengan prekognisinya) karena seringkali prekognisi subjek mengarahkan tindakannya. Subjek termasuk suka menceritakan prekognisinya, tapi tidak kepada orang yang bersangkutan karena subjek tidak ingin mendahului Tuhan. Ibu memegang peran dominan dalam mengajarkan nilai-nilai dan menyikapi prekognisi subjek, seperti prekognisi itu bisa dialami semua orang dan bisa saja salah, karena datangnya dari Tuhan maka harus tetap disyukuri dengan berdoa dan tanpa memaksakan orang lain untuk percaya. Ibu merupakan satu-satunya anggota keluarga yang mengalami prekognisi sehingga subjek suka bercerita dengan Ibunya. Peneliti melihat ada pengaruh antara orang tua subjek yang sudah Haji dengan pemahaman subjek tentang prekognisi yang

13 dikaitkan dengan Ke-Tuhanan. Ibu merupakan figur yang sangat berpengaruh bagi kehidupan dan pengembangan nilai-nilai subjek dimana subjek mengidentifikasi Ibunya yang memiliki penyesuaian diri baik. Penerimaan diri subjek yang baik juga dipengaruhi oleh lingkungan, orang-orang yang menerima diri subjek tanpa melecehkan, menghina, ataupun memandang negatif. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Individu Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek penelitian adalah pemahaman yang baik tentang diri sendiri, sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, prekognisi subjek sering terjadi, subjek mengidentifikasi diri dengan Ibunya yang juga mengalami prekognisi dimana subjek banyak belajar cara-cara menyikapi prekognisi, perspektif diri yang luas, pola asuh di masa kecil yang baik, konsep diri yang stabil, dan penyesuaian diri dan penyesuaian sosial yang positif. Harapan yang realistis tidak peneliti anggap sebagai faktor yang mempengaruhi karena, harapan subjek bukan hal yang rasional dan empiris. Tidak adanya hambatan dalam lingkungan juga tidak termasuk ke dalam faktor yang mempengaruhi karena memang tidak ada yang mendorong subjek mengembangkan bakatnya, di samping subjek memang tidak ingin mengembangkan prekognisinya. J. Saran 1. Untuk Subjek Penelitian Meningkatkan penerimaan pada kondisi diri bisa dilakukan dengan menyadari hingga membuat catatan tentang prekognisi yang dialami. Menyadari saat prekognisi datang, sangat penting bagi subjek untuk mengantisipasi perubahan mood-nya yang mendadak. 2. Untuk Individu yang Mengalami Prekognisi Tetap menceritakan prekognisi yang dialami kepada orang terdekat untuk mengurangi kegelisahan, kebimbangan, dan rasa menekan dengan tidak memaksakan orang untuk mempercayainya; kemudian mencoba menyadari ketika mengalami prekognisi, membuat catatan akan banyak membantu meningkatkan penerimaan dan kepercayaan pada diri sendiri.

14 3. Untuk Masyarakat yang Mengenal Orang yang Mengalami Prekognisi Peneliti berharap kepada masyarakat yang membaca karya ilmiah ini untuk memahami kondisi orang yang mengalami prekognisi. Terjadinya suatu kejadian buruk bukan karena seseorang mendapat pertanda tertentu. Hendaknya masyarakat yang mengenal orang yang mengalami prekognisi dapat memberikan support dan mentolerir perubahan seketika yang dapat terjadi seperti perubahan mood. Masyarakat jangan pula mempercayai penuh prekognisi yang dialami seseorang (jika belum terjadi). 4. Untuk Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama, hendaknya menggunakan lebih dari dua subjek dengan latar yang berbeda seperti gender, agama, dan rentang usia yang signifikan (usia remaja hingga dewasa akhir). Kemudian menggunakan metode analisis antar kasus untuk membandingkan subjek dengan latar yang berbeda-beda. Proses ilmiah dan keakuratan data juga merupakan hal yang penting terutama menyangkut pembuktian kemampuan (ESP, prekognisi) yang dimiliki subjek. Selain bukti data anekdot, jika sumber daya yang ada memungkinkan, baik sekali jika ada pengujian empiris di lab, dimana peneliti menggunakan alat-alat tertentu yang dapat menunjukan reaksi fisiologis subjek (aliran darah, denyut jantung, aktivitas otak, dll.).

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. A. Latar Belakang Masalah Fenomena indigo, atau yang lebih dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya terawang, dan prekognisi. Telepati ialah suatu hubungan. Daya terawang (clairvoyance) adalah kemampuan mengetahui atau melihat

BAB I PENDAHULUAN. daya terawang, dan prekognisi. Telepati ialah suatu hubungan. Daya terawang (clairvoyance) adalah kemampuan mengetahui atau melihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Extra sensory perception (ESP) adalah kemampuan perseptual yang tidak melibatkan kelima indera manusia (penglihatan, penciuman, peraba, pendengaran, dan perasa) (Heaney,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap

BAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap BAB IV ANALISIS Hasil penelitian ialah dari seluruh responden yang berjumlah III orang diketahui, dari II anak menyatakan bahwa dapat menerima sebagai anak yang memiliki ibu berstatus narapidana sejak

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam tahap remaja awal dengan kisaran usia antara 12-15 tahun dan sedang berada dalam masa pubertas. Santrock (2006:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu.

BAB II LANDASAN TEORI. yang sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya, melainkan harus dikembangkan oleh individu. BAB II LANDASAN TEORI A. PENERIMAAN DIRI A.1. Definisi Penerimaan Diri Germer (2009) mendefinisikan penerimaan diri sebagai kemampuan individu untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari masa prenatal sampai datangnya masa kematian. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. Mulai dari masa prenatal sampai datangnya masa kematian. Setiap masa BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Manusia hidup memiliki masa perkembangannya masing-masing. Mulai dari masa prenatal sampai datangnya masa kematian. Setiap masa memiliki tugas-tugas perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA. Data Kontrol: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Tinggal bersama siapa saja

LAMPIRAN LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA. Data Kontrol: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Tinggal bersama siapa saja LAMPIRAN LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA Data Kontrol: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Tinggal bersama siapa saja Gambaran Kehidupan Subjek Kehidupan/ kegiatan partisipan Identitas dan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling menarik untuk dipelajari, karena banyak sekali masalah yang dihadapi. Seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan salah satu kajian dalam psikologi positif.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan salah satu kajian dalam psikologi positif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan salah satu kajian dalam psikologi positif. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dicari dalam hidup dan merupakan dambaan dalam hidup seseorang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA IFA HANIFAH MISBACH, S.Psi, Psikolog UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Interview merupakan salah satu alat ukur untuk memperoleh informasi antara dua orang yang dilakukan dengan cara dua arah di dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH

PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH PENERIMAAN DIRI ORANG TUA TERHADAP ANAK YANG HAMIL DI LUAR NIKAH Disusun Oleh Nama : Auliya Karimah NPM : 10507030 Pembimbing : Wahyu Rahardjo, S.Psi., M.si Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.

BAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada persoalan, pengajar/ dosen, sarana prasarana serta media pembelajaran. Masalah pembelajaran jauh lebih kompleks

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran konsep diri..., Indri Apsari, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran konsep diri..., Indri Apsari, FPsi UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang pemilihan masalah, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa berada pada masa dewasa awal. Pada masa ini, mahasiswa berada pada masa transisi dari masa remaja ke masa dewasa. Pada masa transisi ini banyak hal

Lebih terperinci

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS Part 6 Edy Prihantoro Universitas Gunadarma Pokok Bahasan Understanding your communication style Building high self esteem (self esteem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas dalam bentuk tindak pelecehan seksual saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat. Laporan kasus tindakan pelecehan seksual selalu ada dari

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Seluruh Subjek Untuk hasil penelitian diketahui bahwa untuk tahapan pertama yaitu subjek I, II, dan III kurang memiliki pengingkaran saat pertama munculnya payudara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1. Kesimpulan Penelitian ini

Lebih terperinci

STRATEGI KOPING PADA ORANG YANG MEMILIKI INDERA KEENAM (COPING STRATEGIES OF PEOPLE WHO HAVE SIXTH SENSE)

STRATEGI KOPING PADA ORANG YANG MEMILIKI INDERA KEENAM (COPING STRATEGIES OF PEOPLE WHO HAVE SIXTH SENSE) STRATEGI KOPING PADA ORANG YANG MEMILIKI INDERA KEENAM (COPING STRATEGIES OF PEOPLE WHO HAVE SIXTH SENSE) Dwi Putri Anggarwati, Siti Urbayatun Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan putrianggara09@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN AFEKTIF

PERKEMBANGAN AFEKTIF PERKEMBANGAN AFEKTIF PTIK PENGERTIAN AFEKTIF Afektif menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, mempunyai gaya atau makna yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah terbesar nan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Alkitab, 2007). Setiap manusia memiliki keunikannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangannya wanita tidak mungkin lepas dari menopause, karena menopause merupakan peristiwa yang pasti akan dialami oleh setiap wanita dan tidak bisa

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi dimana individu memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci