PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH DWI NOOR SUKHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 1 PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH DWI NOOR SUKHMAWATI E Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 2 RINGKASAN Dwi Noor Sukhmawati (E ). Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA dan Dr. Corryanti. Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti rumah, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian hutan dan kebakaran masih tinggi setiap tahunnya. Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal ini dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Penelitian dilakukan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Jawa Tengah pada bulan September 2011 sampai dengan bulan November Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM, menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM, dan menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. Jumlah desa yang dipilih sebanyak dua desa yaitu Desa Bleboh dan Desa Nglebur dengan jumlah responden 30 orang pada masing-masing desa. Berdasarkan hasil penelitian, jenis kegiatan dalam program PHBM di KPH Cepu terdiri dari kegiatan di dalam kasan hutan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan. Kegiatan di luar kawasan hutan meliputi pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing, budidaya empon-empon, dan persemaian. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan, sedangkan program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance. Kata kunci: Program PHBM, partisipasi, dan efektivitas

4 3 SUMMARY Dwi Noor Sukhmawati (E ). Participation of Rural Forest Community in the Program of Forest Management together with Community in KPH Cepu, Perhutani Unit I, Central Java. Supervised by Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS, MPPA and Dr. Corryanti. Since a long time ago, the people of Indonesia in satisfying such needs as houses, clothing, food, medicine, and environmental services have depended heavily on forests. The increase of population has caused the living necessities to increase and triggered the exploitation of forest resources commercially at a largescale. Based on the recapitulation of KPH Cepu, the incidence of theft and forest fires is high every year. Responding to the increasing forest disturbances, Perhutani applied several new multi-sector policies related to forest management. One form of the new policies is the PHBM (Forest Management together with Community) program. KPH Cepu began to launch the program in This program opens an opportunity for people to participate directly in forest management. This started with the establishment of cooperation between Perhutani and LMDH (Rural Forest Community Institution). One element of the successful implementation of PHBM is the effectiveness of LMDH. An effective LMDH is one that involve the community in each activity. The study was conducted in the villages of Bleboh and Nglebur, Perum Perhutani KPH Cepu Unit I Central Java, from September 2011 through November The data used were of primary and secondary types. The purpose of this study was to identify the activities of PHBM, analyze people s participation in the PHBM program, and analyze the effectiveness of LMDH. the number of selected villages was two, namely the village of Bleboh and Nglebur with 30 respondents in each village. Based on the research results, there are two types of activities in PHBM at KPH Cepu: the activities inside the forest area and the activities outside the forest area. The inside activities include planting, maintaining, intercropping, and security. The outside activities involve the establishment of saprotan shop, cattle and goats breeding, empon-empon farming, and nurseries. The implemented program of PHBM in LMDH of Wana Sumber Mulyo consists of the activities only inside forest area, whereas the PHBM program in LMDH of Wana Tani Makmur includes the activities both inside and outside the forest area. Participation of pesanggem in PHBM program is still partial, i.e. limited to the phase of implementation and allocation of shared profit from non-wood products. The effectiveness LMDH as an institution has not yet complied with the four principles of good forest governance. Keywords: PHBM program, participation, and effectiveness

5 4 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2012 Penulis

6 5 Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Nama : Dwi Noor Sukhmawati NIM : E Menyetujui: Dosen Pembimbing, Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA Dr. Corryanti NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal Lulus:

7 6 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu secara moril dan materil untuk menyelesaikan skripsi ini, sebagai berikut: 1. Ayahanda Supriyadi, ibunda Sholihah, Kakak (Ikha Noor Rakhmawati), Adik (Tri Noormawati dan Siti Noor Fatmawati) serta segenap anggota keluarga yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang serta dukungan moralnya. 2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini dan Dr. Corryanti selaku pembimbing kedua dari pihak Perum Perhutani Cepu yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk ikut serta dalam proyek penelitian serta memberikan bimbingan dalam pengambilan data di lapang. 3. Rekan-rekan MNH 44 yang telah memberikan semangat dan dukungannya selama proses perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Bogor, Juli 2012 Penulis

8 7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tanggal 31 Maret 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Supriyadi dan Sholihah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Pertiwi tahun , kemudian melanjutkan ke SDN Cepu 14 pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Cepu sampai dengan tahun Penulis melanjutkan ke SMU Darul Ulum 2 Jombang pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan, Program Studi Departemen Manajemen Hutan melalu jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKALUM sebagai bendahara pada tahun 2007, organisasi IFSA sebagai HRD pada kepengurusan , organisasi Seroja Putih sebagai ketua pada tahun , dan organisasi FMSC sebagai anggota pada tahun Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Praktik Kerja Lapang (PKL) di BKPH Blungun, KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah di bawah bimbingan Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS., MPPA dan Dr. Corryanti.

9 8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Efektivitas Kelembagaan LMDH... 6 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Objek Penelitian Pemilihan Desa Contoh dan Jumlah Responden Jenis Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum KPH Cepu Letak Geografis dan Luas Kawasan Pembagian Wilayah Hutan Keadaan Lapangan Jenis Tanah Iklim Keorganisasian dan Pembagian Kerja... 12

10 9 4.3 Kondisi Umum Desa Bleboh Kependudukan Mata Pencaharian Tingkat Pendidikan Kondisi Umum Desa Nglebur Kependudukan Mata Pencaharian Tingkat Pendidikan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Karakteristik Responden Umur Responden Mata Pencaharian Kepemilikan Lahan Lahan Andil Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi Tahap Perencanaan Partisipasi Tahap Pelaksanaan Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Efektivitas Kelembagaan LMDH BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

11 10 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Grafik nilai pencurian kayu tahun Grafik nilai kebakaran hutan tahun Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo Pengalokasin bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur... 23

12 11 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Pembagian wilayah hutan KPH Cepu Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu Klasifikasi penduduk Desa Bleboh berdasarkan umur Klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Bleboh Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh Klasifikasi jumlah penduduk Desa Nglebur berdasarkan umur Mata pencaharian penduduk Desa Nglebur Tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luaskepemilikan lahan Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance... 32

13 12 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Pembagian wilayah kerja KPH Cepu Struktur organisasi LMDH Wana Sumber Mulyo Rencana alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Sumber Mulyo Struktur organisasi LMDH Wana Tani Makmur Alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Tani Makmur Kuisioner Penelitian untuk Responden Kuisioner untuk Pihak Perhutani Dokumentasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur... 47

14 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu, masyarakat Indonesia dalam memenuhi kebutuhannya seperti perumahan, sandang, pangan, obat-obatan, dan jasa lingkungan sangat bergantung pada hutan. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan hidup meningkat dan memicu terjadinya eksploitasi terhadap sumberdaya hutan secara komersial dan berskala besar. Eksploitasi mengakibatkan kerusakan hutan semakin parah dan meluas (Dunggio dan Hendra 2009). Berdasarkan hasil rekapitulasi KPH Cepu, kejadian pencurian kayu dan kebakaran hutan masih tinggi setiap tahunnya. Data pencurian kayu pada tahun 1998 sebesar pohon dan meningkat hingga pada tahun 1999 mencapai pohon, kemudian terjadi penurunan pencurian kayu hingga tahun 2002 menjadi sebesar pohon. Selain pencurian kayu, di KPH Cepu pada tahun 1998 terjadi kebakaran hutan yang luasnya mencapai 346 Ha kemudian meningkat hingga seluas Ha dan berfluktuasi sampai tahun 2002 menjadi seluas 867 Ha. Merespon adanya peningkatan gangguan hutan, Perhutani menerapkan beberapa kebijakan baru secara multi sektoral terkait dalam pengelolaan hutan. Salah satu bentuk kebijakan baru tersebut adalah program PHBM. KPH Cepu mulai menerapkan program PHBM pada tahun Program ini membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi langsung dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut dimulai dengan terjalinnya kerjasama antara Perhutani dengan LMDH. Menurut Kartasubrata (1983) dalam Hernanto (2007), partisipasi masyarakat sekitar hutan sangat diperlukan dalam program pengelolaan hutan agar manfaat ekonomis dan ekologis hutan dapat dinikmati secara berkelanjutan. Salah satu unsur keberhasilan pelaksanaan program PHBM adalah efektivitas kelembagaan LMDH. LMDH yang efektif adalah LMDH yang melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan. Menurut Awang (2010), untuk merealisasikan pelaksanaan program PHBM yang sesuai dengan tujuan program PHBM dibutuhkan studi aksi yang berhubungan dengan isu-isu sosial, budaya,

15 14 ekonomi, lingkungan, teknik kehutanan, dan kelembagaan. Oleh karena itu, untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program PHBM diperlukan penggalian informasi dengan melakukan penelitian dalam mengkaji partisipasi masyarakat dalam program PHBM di Perum Perhutani. 1.2 Rumusan Masalah Dari pernyataan di atas, rumusan masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi program PHBM di KPH Cepu? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pelaksanaan program PHBM? 3. Bagaimana efektivitas kelembagaan LMDH di KPH Cepu? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kegiatan-kegiatan PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu. 2. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam program PHBM di KPH Cepu. 3. Menganalisis efektivitas kelembagaan LMDH. 1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan informasi kepada Perhutani tentang tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan PHBM di Perum Perhutani. 2. Sebagai informasi penunjang dalam penerapan program PHBM.

16 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi antara Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan (Perhutani 2002). Menurut Suharjito (2004), pengertian PHBM adalah pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berarti masyarakat menjadi pelaku utama pengelolaan hutan. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar hutan dan bergantung kepada hutan untuk memenuhi kehidupannya (ekonomi, politik, religius, dan lainnya). Kata kunci berbasis menunjuk pada peran atau partisipasi masyarakat sebagai satu kesatuan yang membangun institusi dan pola hubungan sosial sehingga pengelolaan hutan berjalan menuju pada pencapaian kelestarian hutan, keadilan sosial, dan kemakmuran ekonomi. Pada dasarnya program PHBM memiliki tujuan untuk memberi arahan kepada masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional. Perhutani (2002) menjabarkan tujuan program PHBM sebagai berikut: 1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan, dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat. 2. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan. 3. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan. 4. Mendorong dan menyeleraskan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan. 5. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat memiliki dua bentuk kegiatan, yaitu: kegiatan berbasis lahan dan kegiatan berbasis bukan lahan.

17 16 Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika. Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa, dan perdagangan (Perhutani 2002). Dalam program PHBM terdapat hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani. Berikut adalah hak dan kewajiban masyarakat desa hutan dengan Perhutani (Perhutani 2002): 1. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berhak: a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program PHBM. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan. 2. Masyarakat desa hutan dalam PHBM berkewajiban: a. Bersama PT. Perhutani (Persero) dan pihak yang berkepentingan melindungi dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan kemampuannya. 3. PT. Perhutani (Persero) dalam PHBM berhak: a. Bersama masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PHBM. b. Memperoleh manfaat dan hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan. c. Memperoleh dukungan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam perlindungan sumber daya hutan untuk berkelanjutan fungsi dan manfaatnya. 4. PT Perhutani (Persero) dalam PHBM berkewajiban: a. Memfasilitasi masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan rencana.

18 17 c. Mempersiapkan sistem, kultur dan budaya perusahaan yang kondusif. d. Bekerja sama dengan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan. Kegiatan berbagi hasil dalam PHBM dilakukan berdasarkan bagi hasil input dari masing-masing pihak. Satu hal yang perlu dicatat dari penerapan sistem ini adalah adanya pembagian hasil produksi kayu. Dalam sistem ini dimungkinkan pula pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk ikut terlibat dalam pengelolaan hutan. Besarnya bagi hasil yang menjadi hak LMDH dihitung berdasarkan umur perjanjian kerjasama yang dilakukan sampai dengan maksimal 25%. Besaran ini ditetapkan berdasarkan analogi dari sistem bawon di pertanian bawah tegakan dan hitungan kerugian Perhutani karena pencurian pohon sejak ditantanganinya perjanjian kerjasama (Dinas Kehutanan Jawa Tengah 2009). 2.2 Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Menurut Davis (1967) dalam Suprayitno (2011), partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk berkontribusi dalam mencapai tujuan kelompok dan saling berbagi tanggung jawab diantara anggota-anggota kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, partisipasi memiliki tiga hal pokok, yaitu: 1. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional. 2. Menghendaki adanya kontribusi terhadap kepentingan atau tujuan kelompok. 3. Merupakan tanggung jawab terhadap kelompok. Masyarakat desa hutan adalah orang-orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya (Perhutani 2002). Partisipasi masyarakat desa hutan dalam kegiatan pengelolaan hutan dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi secara parsial dan partisipasi integral. Beberapa contoh bentuk partisipasi parsial adalah praktek tumpangsari yang dilakukan oleh masyarakat desa di areal Perum Perhutani di Jawa. Dalam partisipasi parsial ini masyarakat hanya ikutserta dalam kegiatan tumpangsari dan pemungutan hasil hutan non kayu. Pola tumpangsari yang diujicobakan di areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri adalah contoh lain dari praktek keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara

19 18 parsial. Pada program ini, peran masyarakat dalam kegiatan pembangunan hutan tidak begitu nyata (Suharti dan Murniati 2004). Contoh lain partisipasi parsial adalah pelaksanaan PHBM di Desa Buniwangi dan Desa Citarik, BKPH Pelabuhan Ratu, KPH Sukabumi. Program PHBM di daerah ini ditetapkan bahwa masa kontrak lahan garap tergantung pada persen tumbuh tanaman pokok mencapai 90% atau lebih. Hal ini merupakan strategi Perhutani untuk memacu petugas lapang dan masyarakat dalam melakukan pemeliharaan tanaman yang maksimal. Namun ketetapan ini kurang menguntungkan masyarakat. Apabila masyarakat tidak mampu mencapai persen tumbuh tanaman pokok 90% maka mereka akan kehilangan seluruh hak dan kesempatan dalam memperpanjang kontrak dan bagi hasil. Demikian pula dalam penetapan jenis tanaman tumpangsari, masyarakat hanya melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan oleh Perhutani (Suharti dan Murniati 2004). PHBM merupakan implementasi dari program Social Forestry yang mengembangkan pola investasi sesuai dengan perimbangan tanggungjawab dan andil biaya serta manfaat. Dasar dari PHBM adalah adanya jiwa berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling mendukung. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM sesuai dengan nilai dan proporsi nilai produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Setiap daerah memiliki isu sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-beda yang menyebabkan keragaman sistem usaha tani, penggunaan input, serta kendala yang dihadapi dalam penerapan PHBM. Keragaman ini mengakibatkan penetapan dalam proporsi bagi hasil antara daerah satu dengan yang lain berbeda (Suharti dan Murniati 2004). 2.3 Efektivitas Kelembagaan LMDH Kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat dalam suatu organisasi yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa norma, aturan formal, maupun non formal untuk mencapai tujuan bersama (Djogo et al. 2003). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kelembagaan mempunyai 10 unsur penting, yaitu: institusi, norma tingkah laku, peraturan, aturan dalam masyarakat, kode etik, kontrak, pasar, hak milik, organisasi, dan insentif. LMDH

20 19 adalah lembaga masyarakat desa yang bekerjasama pada program PHBM. Anggota LMDH berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut (Perhutani 2002). Dari pengertian-pengertian di atas, kelembagaan LMDH adalah tatanan atau pola hubungan antara masyarakat dalam wadah LMDH yang memiliki faktor pembatas dan pengikat berupa aturan baik formal maupun non formal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan. Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rahmadana dan Widho 2002). Menurut Robertson (2002), masing-masing stakeholder memiliki pandangan yang berbeda tentang organisasi yang efektif, yaitu: 1. Investor dan pemegang saham: organisasi yang memberikan laba atas investasi, stabilitas jangka panjang, dan pertumbuhannya. 2. Karyawan: organisasi yang memberikan kepuasan kerja, stabilitas kerja, prospek karir, dan penghargaan 3. Stakeholder lain: organisasi yang memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan mereka. Menurut Gibson (1984) dalam Muhidin (2009), terdapat tiga pendekatan dalam efektivitas, yaitu: 1. Pendekatan tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas dalam mencapai suatu tujuan tertentu. 2. Pendekatan teori sistem. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses-pengeluaran dalam beradaptasi terhadap lingkungan yang menopang organisasi. 3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut, Muhidin (2009) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu: adanya tujuan yang jelas, struktur organisasi, adanya partisipasi masyarakat, dan adanya sistem nilai yang dianut. Hal ini sama dengan pendapat Steers dalam

21 20 Muhidin (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas adalah: karakteristik organisasi, karakteristik lingkungan, karakteristik pekerja, dan karakteristik manajemen atau kebijakan. Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Karakteristik lingkungan berupa lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi sedangkan lingkungan eksternal adalah lingkungan di luar batas organisasi yang berpengaruh terhadap organisasi. Karakteristik pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi, sedangkan karakteristik manajemen atau kebijakan merupakan strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi tersebut sehingga efektivitas dapat tercapai..

22 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Bleboh dan Desa Nglebur KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah pada bulan September sampai dengan November Alat dan Objek Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, dan netbook dengan aplikasi Microsoft Word Objek penelitian ini adalah pesanggem sebagai peserta program PHBM. 3.3 Pemilihan Desa Contoh dan Jumlah Responden Desa contoh dipilih berdasarkan tingkat kemajuan LMDH dan besarnya bagi hasil. Desa tersebut adalah Desa Bleboh dan Desa Nglebur. Jumlah respoden yang diambil secara acak sebanyak 30 orang pada masing-masing desa sehingga jumlah total adalah 60 responden. 3.4 Jenis Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: a. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian (peta, dan gambaran kondisi umum lokasi) b. Struktur organisasi (LMDH) c. Alokasi bagi hasil d. Data-data lain yang berhubungan dengan PHBM. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metode Pengamatan Langsung Metode ini digunakan untuk mengamati kegiatan pesanggem dalam Program PHBM.

23 22 b. Metode Wawancara Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi dari ketua LMDH, pengurus LMDH, dan KSS PHBM KPH Cepu mengenai kegiatan dalam PHBM. c. Studi Pustaka Data diperoleh dari KPH Cepu. Data tersebut berisi tentang profil KPH Cepu, rekapitulasi nilai pencurian kayu dan kebakaran hutan pada tahun , struktur organisasi LMDH, dan alokasi bagi hasil. 3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data dilakukan dengan tabulasi sedangkan analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya (Nazir 2003). Menurut Huberman (1992), pengolahan data kualitatif diolah melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Tahapan kedua adalah penyajian data. Data disajikan dalam bentuk persentase, grafik, dan bagan. Seluruh informasi yang diperoleh dalam tahap penyajian data digabungkan dalam suatu bentuk padu dan mudah dimengerti kemudian ditarik kesimpulan.

24 23 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum KPH Cepu Letak Geografi dan Luas Kawasan Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara Bujur Timur dan Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah KPH Cepu meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Luas total kawasan KPH Cepu adalah ,3 Ha. Dari luas total kawasan KPH Cepu tersebut kurang lebih dua per tiganya berada di Kabupaten Blora sedangkan sisanya berada di Kabupaten Bojonegoro. Adapun batas batas wilayah KPH Cepu ialah: 1. Sebelah Utara : KPH Kebonharjo 2. Sebelah Timur : KPH Parengan 3. Sebelah Selatan : Sungai Bengawan Solo 4. Sebelah Barat : KPH Randublatung Pembagian Wilayah Hutan Terkait kepentingan kegiatan perencanaan hutan, maka wilayah hutan KPH Cepu dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) bagian hutan (BH) beserta luas arealnya yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Pembagian wilayah hutan KPH Cepu No Bagian Hutan Luas Areal (Ha) 1. Payaman 3.376,3 2. Cabak 4.506,8 3. Nanas 4.979,7 4. Ledok 4.453,3 5. Kedewan 5.949,1 6. Kedinding 5.007,2 7. Blungun 4.792,9 Jumlah ,3 Sumber : KPH Cepu (2010) Keadaan lapangan Keadaan lapangan wilayah KPH Cepu sebagian besar berkonfigurasi datar sampai bergelombang. Adapun ketinggian lokasi dari permukaan laut berkisar 30

25 m. Kondisi lapangan kawasan hutan khususnya bagian hutan KPH Cepu dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2 Keadaan lapangan bagian hutan di KPH Cepu No Bagian Hutan Konfigurasi Lapangan 1. Payaman Miring, bergelombang, sedikit berbukit 2. Cabak Lereng, bergelombang 3. Nanas Lereng/ miring, berbukit, sangat bergelombang 4. Kedewan Miring, landai, datar sangat bergelombang 5. Ledok Lereng, miring, bergelombang sedikit curam di tepi sungai 6. Kedinding Miring, landai, sangat bergelombang 7. Blungun Datar, sangat berbukit, bergelombang Sumber: KPH Cepu (2010) Jenis Tanah Jenis tanah di wilayah hutan KPH Cepu terdiri dari 4, yaitu Litosol, Grumusol, Mediteran dan Aluvial. Kawasan hutan KPH Cepu sebagian besar berbatu (KPH Cepu 2010) Iklim Wilayah hutan KPH Cepu dan sekitarnya beriklim tropis, yang ditandai dengan kehadiran musim hujan dan musim kemarau yang bergantian sepanjang tahun. Menurut Schmidt dan Ferguson, tipe iklim di wilayah KPH Cepu yaitu C dan D. Adapun kondisi iklim ini sangat sesuai untuk ditanami jati. Curah hujan rata-rata sebesar mm/tahun (KPH Cepu 2010). 4.2 Keorganisasian dan Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu dipimpin oleh seorang Administratur (ADM), dengan dibantu oleh 5 Ajun Administratur. Setiap Ajun Administratur membawahkan bagianbagian yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi dan Kepala Urusan. Pada struktur pelaksanaan pengelolaan di lapangan, Perum Perhutani KPH Cepu dibagi menjadi 12 BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) yang dikepalai oleh seorang Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan hutan (KBKPH/Asper) dan 34 orang Kepala setingkat KBKPH/Asper, yaitu 3 orang Kepala TPK dan Kepala Bangunbangunan (bangunan asset Perhutani). Satuan terkecil unit kerja KPH adalah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh seorang Kepala RPH (KRPH/ Mantri), sedangkan dalam kegiatan pengelolaan hutan, KPH Cepu menerapkan pembagian wilayah-wilayah kerja (KPH Cepu 2010).

26 25 KPH Cepu terbagi ke dalam 2 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH), yaitu SKPH Cepu Utara dan SKPH Cepu Selatan. Masing-masing SKPH terbagi ke dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH), dengan keseluruhan jumlahnya yaitu 12 BKPH (KPH Cepu 2010). Jumlah BKPH di KPH Cepu dan luas masing-masing disajikan dalam Lampiran Kondisi Umum Desa Bleboh Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Desa Bleboh memiliki luas wilayah 5.250,995 Ha dengan topografi datar dan bergelombang. Dari luas total wilayah Desa Bleboh tersebut, kurang lebih setengahnya berupa hutan negara dan setengahnya lagi berupa lahan persawahan, lahan kering, dan pemukiman. Batas-batas wilayah Desa Bleboh, yaitu: 1. Sebelah Utara : Desa Jiken 2. Sebelah Timur : Desa Janjang 3. Sebelah Selatan : Desa Sambong 4. Sebelah Barat : Desa Nglebur Kependudukan Total jumlah penduduk Desa Bleboh pada tahun 2009 sebanyak jiwa dengan proporsi laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Data mengenai klasifikasi penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi penduduk Desa Bleboh berdasarkan umur No Usia (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) , , ,44 Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) Mata Pencaharian Desa Bleboh merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang memiliki aksesibilitas rendah. Namun, mata pencaharian penduduk Desa Bleboh beragam. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani dan sisanya memiliki mata pencaharian sebagai kuli bangunan, pedagang, dan rumah usaha. Data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 4.

27 26 Tabel 4 Klasifikasi mata pencaharian penduduk Desa Bleboh No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. Petani ,50 2. Bangunan ,32 3. Pedagang 39 01,57 4. Rumah usaha 15 00,61 Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Bleboh memiliki tingkat pendidikan rendah karena sebagian besar adalah SD. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi tingkat pendidikan penduduk Desa Bleboh No Jenis Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. SD ,15 2. SLTP ,37 3. SLTA ,62 4. DI,D2,D ,37 5. S ,43 6. S2 3 00,06 Sumber : Pemerintah Desa Bleboh (2009) 4.4 Kondisi Umum Desa Nglebur Desa ini terletak di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora. Luas Desa Nglebur yaitu 5.994,923 Ha. Setengah dari luas areal tersebut berupa hutan negara, seperempatnya berupa persawahan, dan sisanya berupa pemukiman dan lahan kering. Adapun batas-batas wilayah desa Nglebur yaitu : 1. Sebelah Utara : Desa Jiken, Kecamatan Jiken 2. Sebelah Timur : Desa Bleboh, Kecamatan Jiken 3. Sebelah Selatan : Desa Ledok, Kecamatan Jiken 4. Sebelah Barat : Desa Cabak, Kecamatan Jiken Kependudukan Jumlah penduduk Desa Nglebur pada tahun 2009 sebanyak jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak orang dan perempuan sebanyak orang. Data mengenai klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 6.

28 27 Tabel 6 Klasifikasi jumlah penduduk Desa Nglebur berdasarkan umur No Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) , , ,95 Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009) Mata pencaharian Penduduk Desa Nlgebur sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapun data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Nglebur disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Nglebur No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. Petani ,65 2. Bangunan 10 00,18 3. Pedagang 9 00,17 Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009) Tingkat pendidikan Sebagian besar tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur adalah SD, yaitu sebanyak 213 orang. Jika dibandingkan dengan Desa Bleboh, tingkat pendidikan penduduk di Desa Nglebur lebih rendah. Berikut adalah data mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur yang disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Tingkat pendidikan penduduk Desa Nglebur No Jenis pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. SD ,35 2. SLTP ,88 3. SLTA 42 09,93 4. D1,D2,D3 9 02,13 5. S1 3 00,71 Sumber : Pemerintah Desa Nglebur (2009)

29 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran hutan adalah program PHBM. Perhutani mencetuskan program PHBM pada tahun Landasan utama Program PHBM yaitu Perhutani menggandeng masyarakat desa hutan dan para pihak lain yang berkepentingan dalam mengelola dan melestarikan hutan sehingga fungsi hutan dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan rekapitulasi data KPH Cepu, data mengenai pencurian kayu dan kebakaran hutan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, sebagai berikut: Nilai (Rupiah) Tahun Gambar 1 Grafik Nilai Pencurian Kayu tahun (KPH Cepu 2010) Pencurian kayu terjadi pada tahun 1995 sampai dengan 2002 (sebelum diterapkannya PHBM) sebesar pohon dengan total kerugian Rp ,00. Pencurian kayu terbesar terjadi pada tahun 2000 dengan kerugian sebesar Rp ,00 kemudian pencurian kayu mulai mengalami penurunan dengan kerugian sebesar Rp ,00 pada tahun Pada tahun 2002, pencurian kayu mengalami penurunan yang signifikan dengan kerugian sebesar Rp ,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, pencurian kayu berada dalam kondisi stabil dengan total kerugian sebesar Rp Program PHBM dapat menekan angka pencurian kayu sebesar

30 29 Rp ,00. Menurut Kusumawanti (2009), besarnya kerugian dihitung berdasarkan panjang dan diameter kayu yang hilang atau dicuri bukan berdasarkan banyaknya tunggak yang hilang. Jumlah tunggak yang sedikit dapat memiliki kerugian yang besar jika tunggak tersebut memiliki diameter dan panjang yang besar, begitu pun sebaliknya. Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi dari tahun 1995 sampai dengan 2011, sebagai berikut: Nilai (Rupiah) Tahun Gambar 2 Grafik Nilai Kebakaran Hutan tahun (KPH Cepu 2010) Peristiwa kebakaran hutan mulai tahun 1995 sampai dengan 2002 menyebabkan Perum Perhutani mengalami kerugian sebesar Rp ,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, KPH Cepu mengalami total kerugian sebesar Rp ,00. Peristiwa kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu seluas 260,07 Ha. Menurut KSS PHBM KPH Cepu, peristiwa kebakaran yang terjadi pada tahun 2011 sebagian besar akibat human error. Selain itu, kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2011 juga memicu kebakaran hutan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Yantina (2008) bahwa penyebab dari kebakaran hutan sebagian besar terjadi karena aktivitas manusia. Selain itu juga didukung oleh faktor lingkungan seperti kondisi iklim yang kering. Merespon adanya peningkatan pencurian kayu dan kebakaran hutan, KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun Kegiatan dalam program PHBM meliputi kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Kegiatan di luar kawasan hutan terdiri dari pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing,

31 30 budidaya empon-empon, dan persemaian. Kegiatan penanaman sampai dengan pemeliharaan tanaman pokok dikerjakan pesanggem bersamaaan dengan kegiatan tumpangsari di lahan andil. Perhutani memberikan pengarahan dalam menentukan jenis tanaman tumpangsari. Luas lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha. Kegiatan keamanan hutan dilakukan oleh Perhutani, LMDH maupun pesanggem. Perhutani melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli setiap hari. LMDH melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli bersama dengan Perhutani, sedangkan pesanggem melakukan kegiatan keamanan hutan secara tidak langsung dengan datang setiap hari ke hutan untuk menanam, memelihara jati dan tumpangsari. Keterlibatan pesanggem menjadi penting dalam pengelolaan karena dapat meningkatkan efektivitas dalam pengamanan hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan pesanggem. Wujud keterlibatan dan peran pesanggem disalurkan melalui wadah LMDH. KPH Cepu mempunyai 21 LMDH yang tersebar di Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Beberapa contoh LMDH tersebut adalah LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur. a. LMDH Wana Sumber Mulyo LMDH Wana Sumber Mulyo didirikan pada tanggal 18 September 2003 dengan Akta Notaris Nomor 436 tanggal 30 Desember tahun Petak pangkuan Desa Bleboh seluas 2.240,7 Ha yang berada di dua BKPH, yaitu BKPH Nglebur dan BKPH Nanas. Wilayah pangkuan Desa Bleboh yang berada di BKPH Nanas terdiri atas 51 petak yang tersebar di RPH Bleboh, RPH Janjang, RPH Nanas, dan RPH Sumberejo; sedangkan wilayah pangkuan di BKPH Nglebur berada di RPH Bulak sebanyak dua petak. LMDH ini memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi yang terdiri dari seksi Humas, produksi, PSDH, usaha, dan keamanan disajikan dalam Lampiran 2. Dalam kepengurusan tersebut didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa karena dianggap memiliki pengaruh besar pada masyarakat dan berkompeten. Dalam kepengurusan tersebut terdiri atas beberapa seksi dengan tanggungjawab yang berbeda. Seksi Humas memiliki tanggungjawab mengadakan penyuluhan hutan lestari pada RT/RW, dan mengadakan penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem. Seksi produksi

32 31 memiliki tanggungjawab terhadap sensus pohon, dan membantu kegiatan angkutan ketika tebangan. Seksi PSDH memiliki tanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan tanaman, dan membantu mengumpulkan pesanggem pada petak-petak pangkuan untuk kegiatan tumpangsari. Seksi usaha memiliki tanggungjawab dalam memberikan kursus atau pelatihan serta membantu pesanggem dalam usaha produktif. Seksi keamanan bertanggungjawab terhadap kegiatan patroli hutan bersama Polter, memberi pembinaan pada pencuri, dan melaksanakan sensus tegakan. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya berupa kegiatan di dalam kawasan hutan. Kegiatan tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil, dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan terdiri dari pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional LMDH Wana Sumber Mulyo disusun oleh pengurus inti LMDH dan FK PHBM tingkat desa setiap satu tahun sekali. Rencana Operasional berisi tentang rencana kegiatan dan rencana pengalokasian bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh KPH Cepu dan LMDH Wana Sumber Mulyo pada awal pelaksanaan PHBM saja karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Rencana tersebut berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi dan rencana kegiatan PHBM. Tahap pelaksanaan LMDH Wana Sumber Mulyo terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. sedangkan pada kegiatan keamanan hutan, pesanggem berpartisipasi secara tidak langsung dengan pergi ke hutan setiap hari untuk mencari ranting dan menjaga tanaman tumpangsari. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif. Namun, LMDH ini telah mendapat bantuan beberapa kali, yaitu berupa satu unit alat pengolah air mentah menjadi siap pakai dari Pemprov pada bulan Desember tahun 2010 serta benih padi non hibrida dari Pemda pada bulan September tahun Untuk meningkatkan keahlian anggota, LMDH Wana Sumber Mulyo mengadakan

33 32 pelatihan-pelatihan berupa pelatihan sirup secang dari Pemda dan pelatihan keuangan dari Dinas Pendidikan. Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil produksi kayu dan non kayu. Besarnya bagi hasil produksi kayu yang diterima LMDH Wana Sumber Mulyo pada tahun 2010 untuk program kerja tahun 2011 sesuai SK Perum Perhutani No.001 tahun 2001 sebesar Rp ,00 dengan pajak sebesar 2% yaitu Rp ,00 sehingga besarnya bagi hasil bersih sebesar Rp ,00 dengan jumlah produksi kayu sebesar 760,381 m³. Pengalokasian bagi hasil disesuaikan dengan hasil kesepakatan bersama Perhutani, yaitu alokasi untuk seluruh kegiatan internal LMDH yaitu sebesar 90%, alokasi untuk dikelola Paguyuban sebesar 7%, dan dikelola KPH sebesar 3%. Alokasi penggunaan bagi hasil untuk dikelola internal LMDH sebesar Rp ,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 3. Alokasi bagi hasil untuk honor setiap pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya bagi hasil tersebut disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil honor pengurus. 3% 2% 4,58% penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris bendahara Keterangan : 3,01% 4,08% Koordinator seksi Anggota seksi Gambar 3 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo (LMDH Wana Sumber Mulyo 2011) Tahap monitoring dan evaluasi kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti

34 33 LMDH dan FK PHBM. Laporan Pertanggungjawaban tersebut diserahkan kepada Asper BKPH. Laporan pertanggungjawaban tersebut berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. b. LMDH Wana Tani Makmur LMDH Wana Tani Makmur didirikan pada tanggal 27 Desember tahun 2003 dengan Akta Notaris Nomor 5 tanggal 3 Februari tahun Petak pangkuan LMDH seluas 3.011,2 Ha dengan total 86 petak yang tersebar di BKPH Nglebur, BKPH Nanas, BKPH Cabak, dan BKPH Wono Gadung. LMDH tersebut memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi dengan total pengurus sebanyak 35 orang yang disajikan dalam Lampiran 4. Kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur sama dengan Wana Sumber Mulyo, yaitu didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa. Seksi LMDH Wana Tani Makmur terdiri atas seksi Sumber Daya Hutan, sosial, pengembangan usaha, keamanan, dan Humas. Seksi Sumber Daya Hutan memiliki beberapa kegiatan, yaitu membantu dalam tanaman, membantu babat dan wiwil pada petak tanaman. Kegiatan seksi sosial hanya membantu seksi-seksi yang lain dalam melaksanakan kegiatan. Kegiatan seksi pengembangan usaha terdiri atas pengawasan angkutan tebangan, pengambilan nota angkutan, pengadaan pelatihan anggota, dan pengawasan tebangan. Seksi keamanan mempunyai kegiatan yang terdiri dari patroli bersama polter di wilayah pangkuan dan orientasi wilayah pangkuan. Kegiatan seksi Humas yaitu penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem dan mencari investor. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan LMDH Wana Tani Makmur di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan; sedangkan kegiatan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan yang ada di LMDH Wana Tani Makmur sama dengan di Desa Bleboh, yaitu berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional disusun oleh semua pengurus dan dihadiri oleh FK PHBM

35 34 tingkat desa pada saat bagi hasil akan dibagikan. Isi dari Rencana Operasional adalah rencana kegiatan dan rencana alokasi bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh LMDH Wana Tani Makmur dan pihak KPH Cepu pada saat awal dilaksanakan PHBM karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Tahap pelaksanaan PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. Pesanggem ikut terlibat dalam kegiatan keamanan secara tidak langsung. LMDH Wana Tani Makmur belum pernah mengadakan pelatihanpelatihan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal tersebut menyebabkan kualitas sumberdaya manusia dalam kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur masih kurang. Banyak pengurus yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Selain itu, LMDH Wana Tani Makmur juga belum pernah mendapatkan bantuan teknik maupun ekonomi baik dari Pemda, Pemprov, ataupun pihak lain. Tahap bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Pada tahun 2011, LMDH Wana Tani Makmur mendapatkan bagi hasil kayu sebesar Rp ,00 dengan pajak (2%) sebesar Rp ,00 dan subsidi silang (5%) sebesar Rp ,00 sehingga bagi hasil bersih yang diterima LMDH Wana Tani Makmur sebesar Rp ,00. Subsidi silang berlaku hanya untuk LMDH yang memperoleh bagi hasil di atas Rp ,00 yang digunakan untuk memperlancar kegiatan LMDH-LMDH yang memiliki bagi hasil kurang dari Rp ,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 5. Persentase alokasi bagi hasil untuk honor pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya honor setiap pengurus disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil untuk honor pengurus.

36 35 2% Keterangan : 3% 4,58% penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris bendahara 3,01% 4,08% Koordinator seksi Anggota seksi Gambar 4 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur (LMDH Wana Tani Makmur 2011) Tahap monitoring dan evaluasi di LMDH Wana Tani Makmur berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti dan dihadiri oleh FK PHBM tingkat desa. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Laporan Pertanggungjawaban ini berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu tahun dan penggunaan bagi hasil. 5.2 Karakteristik Responden Umur Responden Klasifikasi umur responden di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur beragam. Responden LMDH Wana Sumber Mulyo yang berusia tahun sebanyak 28 orang dan dua orang berusia 65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) , , ,67 Jumlah ,00

37 36 Responden LMDH Wana Tani Makmur yang berusia tahun sebanyak 26 orang dan sisanya berusia 65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) , , ,33 Jumlah ,00 Menurut Badan Pusat Statistik (2012), struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok umur belum produktif (di bawah 15 tahun), kelompok umur produktif (usia tahun), dan kelompok umur tidak produktif (usia 65 tahun ke atas) Mata Pencaharian Desa Bleboh dan Desa Nglebur merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang secara tidak langsung mempengaruhi keberagaman jenis mata pencaharian masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pengolahan data, 30 orang responden Desa Bleboh terdiri dari petani, pedagang, pekerja serabutan, dan kuli batu. Data mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Petani 12 40,00 2. Pedagang 4 13,34 3. Pekerja serabutan 1 3,33 4. Kuli batu 1 3,33 5. Tidak memiliki mata 12 40,00 pencaharian Jumlah ,00 Mata pencaharian responden Desa Nglebur juga beragam, yaitu petani, pembuat arang, wiraswasta, pedagang kayu, kuli batu, pengrajin tunggak, dan pekerja serabutan. Di Desa Nglebur, masyarakat dapat mengambil tunggak jati setelah kegiatan tebangan untuk diolah menjadi kerajinan atau sekedar menjadi kayu bakar. Hal ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat. Data

38 37 mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Petani 13 43,33 2. Pembuat arang 4 13,33 3. Wiraswasta 1 3,33 4. Pedagang kayu 2 6,67 5. Kuli batu 1 3,33 6. Pengrajin tunggak 2 6,67 7. Pekerja serabutan 1 3,33 8. Tidak memiliki mata 6 20,00 pencaharian Jumlah , Kepemilikan Lahan Sebagian besar responden LMDH Wana Sumber Mulyo memiliki mata pencaharian sebagai petani milik dan petani buruh. Responden yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data mengenai kepemilikan lahan disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas kepemilikan lahan No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,00 3. > ,33 4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33 Jumlah ,00 Responden LMDH Wana Tani Makmur yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai kepemilikan lahan responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,33 3. > ,67 4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33 Jumlah ,00

39 Lahan Andil Lahan andil adalah lahan Perhutani yang digarap pesanggem untuk kegiatan tumpangsari. Umumnya lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha per orang. Pesanggem dapat menggarap lahan andil lebih dari 0,25 Ha apabila lahan tersebut tidak digarap oleh pesanggem lainnya. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Sumber Mulyo disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,67 3. > ,67 Jumlah ,00 Jumlah responden LMDH Wana Tani Makmur yang menggarap lahan andil seluas 0,25 Ha sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) , ,00 3. > ,33 Jumlah , Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi Tahap Perencanaan Tahap perencanaan PHBM dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuan, yaitu rencana jangka panjang (Rencana Strategis) dan jangka pendek (Rencana Operasional). Rencana Strategis disusun setiap lima tahun sekali yang berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi, dan rencana kegiatan PHBM. Rencana Operasional disusun setiap satu tahun sekali yang berisi tentang rencana kerja dan rencana alokasi bagi hasil kayu. Rencana tersebut berisi tentang rencana kerja dan pengalokasian bagi hasil produksi kayu. Rencana jangka panjang disusun pada awal pelaksanaan program

40 39 PHBM disebabkan LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur mengasumsikan rencana jangka panjang akan sama untuk tahun-tahun berikutnya. Menurut Hertianto (2004), perencanaan jangka panjang mutlak diperlukan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Perencanaan jangka panjang menjadi arahan bagi penyusunan rencana lain dengan jangka yang lebih pendek. Tanpa perencanaan jangka panjang akan sulit untuk membuat rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek yang berkelanjutan sehingga dapat diduga pelaksanaan PHBM di Desa Bleboh dan Nglebur sulit untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Keterlibatan pesanggem dalam tahap perencanaan sangat penting. Salah satu tujuan dilibatkannya pesanggem dalam tahap ini untuk meningkatkan rasa tanggungjawab dalam pengelolaan hutan. Distribusi partisipasi pesanggem pada tahap perencanaan ini disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) Pembuatan RO terlibat 0 0 Tidak terlibat Pembuatan Renstra terlibat 0 0 Tidak terlibat Jumlah Realisasi program PHBM pada tahap perencanaan belum melibatkan pesanggem. Hal tersebut ditandai dengan persentase partisipassi responden sebesar 0%. Hal tersebut sangat kontras dibandingkan dengan penelitian Hertianto (2004) di LMDH Wana Lestari KPH Randublatung. Konsep Rencana Strategis disusun oleh pihak Perhutani kemudian dibahas bersama dengan seluruh pengurus dan anggota LMDH serta pihak lain yang terkait, sedangkan Rencana Operasional disusun oleh pengurus LMDH kemudian dibahas bersama dengan anggota LMDH yaitu pesanggem. Dengan tidak adanya partisipasi pesanggem di KPH Cepu menyebabkan realisasi PHBM pada tahap perncanaan kurang berjalan efektif. Menurut Campbers dalam Hertianto (2004), paradigm pembangunan berkelanjutan manusia diletakkan sebagai inti dalam proses pembangunan yang tidak hanya sebagai obyek tetapi ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan menikmati pembangunan. Menurut Herdiansah (2005), perencanaan pengelolaan hutan di era Reformasi ini masih belum melibatkan

41 40 masyarakat dalam proses merencanakan kebijakan daerah tersebut. Masyarakat masih cenderung sebagai pelaksana dan penerima dampak kebijakan Partisipasi Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan PHBM terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, keamanan, dan tumpangsari. Kegiatan tanaman meliputi babat dan pengolahan lahan. Pesanggem melakukan babat dan pengolahan lahan di lahan andil setelah kegiatan tebangan. Lahan yang tidak dibabat dan diolah pesanggem dikerjakan oleh pekerja borongan. Kegiatan pemeliharaan tanaman pokok meliputi pemupukan dan pendangiran. Kegiatan tumpangsari dilakukan pesanggem bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan tanaman pokok. Pada kegiatan tumpangsari, masyarakat langsung melapor ke mandor untuk mendapatkan lahan andil. Luas lahan andil umumnya 0,25-0,5 Ha. Namun, ada sebagian pesanggem yang menggarap lahan andil dengan luasan lebih dari 0,5 Ha. Jenis tanaman tumpangsari arahan Perhutani adalah padi dan jagung, sedangkan tanaman yang ditentukan oleh pesanggem sendiri adalah singkong, cabai, tembakau, dan lainlain. Pada tahun 2011, pesanggem mendapat bantuan bibit padi non hibrida dari PT. Sang Hyang Seri melalui LMDH. Namun untuk mendapatkannya, pesanggem harus membeli dengan harga Rp ,00 per 5 kg. Pada kegiatan keamanan, pesanggem terlibat secara tidak langsung menjaga tegakan jati. Pada musim tanam, pesanggem ke hutan untuk menggarap lahan selain itu pesanggem juga mengambil ranting. Distribusi masyarakat menurut keikutsertaan dalam tahap pelaksanaan disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) Tanaman terlibat tidak terlibat 0 0 Pemeliharaan terlibat tidak terlibat 0 0 Tebangan terlibat tidak terlibat 0 0 Jumlah Pesanggem terlibat dalam semua kegiatan pada tahap pelaksanaan dengan persentase 100%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Hertianto

42 41 (2004) di KPH Randublatung, pesanggem terlibat dalam semua tahap pelaksanaan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Distribusi pesanggem menurut keikutsertaan dalam tahap pemanfaatan bagi hasil disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) bagi hasil kayu terlibat tidak terlibat Bagi hasil non kayu terlibat tidak terlibat Jumlah Pesanggem hanya terlibat dalam pemanfaatan bagi hasil non kayu pada tahap pemanfaatan bagi hasil. Bagi hasil non kayu dilaksanakan pada saat kegiatan tebangan. Pemanfaatan bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Budiarti (2011) di tiga desa di KPH Cianjur. Partisipasi pesanggem rendah pada tahap pemanfaatan bagi hasil dikarenakan sebagian besar hasil kegiatan di lapang langsung dikelola oleh pengurus LMDH (Budiarti 2011) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi pesanggem dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Menurut Budiarti (2011), partisipasi pesanggem dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, dan mata pencaharian sedangkan faktor eksternal meliputi luas lahan milik. Umur merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar pesanggem Desa Bleboh dan Desa Nglebur tergolong dalam usia produktif. Umur memiliki pengaruh terhadap partisipasi karena

43 42 semakin produktif umur seseorang maka semakin tinggi pula partisipasi yang diberikan. Sebagian besar mata pencaharian pesanggem Desa Bleboh adalah petani dan sebagian lagi tidak memiliki mata pencaharian. Persentase pesanggem yang memiliki mata pencaharian petani sebesar 40% dan persentase pesanggem yang tidak memiliki mata pencaharian juga sebesar 40%, sedangkan sebagian besar pesanggem di Desa Nglebur memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 43%. Slamet (1993) mengemukakan bahwa mata pencaharian mempengaruhi bentuk partisipasi karena mata pencaharian berhubungan dengan waktu luang seseorang dan terkait dengan penghasilan yang diperolehnya. Tingginya partisipasi pesanggem pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan karena adanya hak yang diberikan kepada pesanggem dalam memanfaatkan lahan Perhutani untuk pertanian (tumpangsari). Selain itu, pesanggem juga mendapat bagi hasil berupa kayu bakar. Bagi hasil tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk wirausaha. Sebagian besar pesanggem di Desa Bleboh dan Desa Nglebur yang memiliki mata pencaharian sebagai petani buruh dan petani hutan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Namun, luas lahan pertanian tersebut tergolong sempit sehingga tingkat interaksi dan ketergantungan pesanggem terhadap hutan tinggi. Oleh karena itu, luas kepemilikan lahan pertanian juga mempengaruhi partisipasi karena semakin sempit lahan milik pesanggem maka partisipasi dalam kegiatan PHBM semakin tinggi. Sebelum dicanangkannya PHBM, pesanggem sudah sejak lama melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari di lahan Perhutani. Namun, tahap bagi hasil non kayu baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Partisipasi dalam kegiatan PHBM di Desa Bleboh dan Desa Nglebur masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada satu atau beberapa kegiatan saja. Program PHBM merupakan program Perhutani sebagai implementasi Sosial Forestry yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan tujuan agar hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Adanya pembatasan partisipasi masyarakat dalam PHBM menyebabkan program tersebut tidak berjalan optimal dan sasaran program belum tercapai.

44 Efektivitas Kelembagaan LMDH Efektivitas kelembagaan merupakan keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai tujuan. Faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu lembaga adalah tujuan yang jelas, struktur organisasi, dukungan atau partisipasi masyarakat, dan sistem nilai yang dianut. LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki tujuan dan struktur organisasi yang jelas yang tertuang dalam akta notaris. Namun, kondisi kedua LMDH saat ini kurang berjalan maksimal karena masih bersifat pasif. Kedua LMDH tersebut sangat bergantung pada bagi hasil dalam melaksanakan semua kegiatan. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif sehingga dana operasional hanya bergantung pada bagi hasil produksi kayu. LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki usaha produktif berupa koperasi saprotan. Namun, keuntungan dari koperasi tersebut sedikit sehingga dana operasional juga masih bergantung pada bagi hasil produksi kayu. Kondisi internal kedua LMDH kurang begitu baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara atasan dengan bawahan dan sesama pengurus. Pengurus juga masih belum memahami kewajiban masing-masing. Hal tersebut menyebabkan banyak rencana kegiatan LMDH yang kurang terealisasi dengan baik. Selain itu, baik kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo maupun Wana Tani Makmur hanya aktif pada kegiatan patroli hutan. Kegiatan patroli hutan aktif diikuti pengurus LMDH apabila ada insentif dari Perhutani. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas LMDH dalam pencapaian tujuan masih kurang. Program PHBM yang merupakan kemitraan antara Perhutani dan LMDH mempunyai beberapa tahapan kegiatan, yaitu tahap perencanaan yang berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis, tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan; dan tahap pemanfaatan bagi hasil berupa pengalokasian bagi hasil kayu dan non kayu. Setiap tahap kegiatan PHBM diharapkan semua pihak dapat terlibat. Namun pada kenyataannya, pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, serta pengalokasian bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH.

45 44 Menurut Hutapea et al. (2008), efektivitas dapat dievaluasi dengan dua hal, yaitu pencapaian sasaran dan proses pelaksanaan organisasi yang tercermin dalam perilaku organisasi ketika berinteraksi dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan organisasi memiliki peran yang sangat penting karena pencapaian sasaran yang tidak disertai dengan proses pelaksanaan organisasi yang baik akan mengakibatkan usaha pencapaian sasaran tidak berlangsung lama. Sasaran utama dalam PHBM ini adalah pesanggem. Partisipasi pesanggem dalam LMDH sangat penting sebagai sarana untuk mengetahui kebutuhan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi pesanggem sebagai anggota LMDH masih bersifat parsial. Dari keseluruhan tahapan dalam PHBM, masyarakat hanya terlibat dalam tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Bagi hasil kayu dikelola oleh pengurus LMDH. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dan sosialisasi pihak KPH Cepu dalam pengalokasian bagi hasil. Dalam penerapan program PHBM, pihak KPH Cepu belum mempunyai sistem nilai atau kebijakan yang mengatur tentang alokasi bagi hasil. Menurut Muttaqin dan Dwiprabowo (2007) dalam Subarudi (2008), Good forest governance adalah suatu tindakan atau cara melakukan kebijakan kehutanan dengan kualitas hasil yang tepat atau memadai. Menurut Solihin (2007), prinsip good forest governance terdiri atas prinsip akuntabilitas, transparansi, demokrasi, dan partisipasi. Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan empat prinsip good forest governance disajikan dalam Tabel 20, sebagai berikut:

46 45 Tabel 20 Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance No. Prinsip good forest governance Kriteria Implementasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur 1. Akuntabilitas Kesesuaian antara Belum terdapat kesesuaian pelaksanaan dengan antara pelaksanaan dengan standar prosedur standar prosedur pelaksanaan. pelaksanaan. 2. Transparansi Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik. Akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. 3. Demokrasi Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi. Kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memilih dan membangun konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. 4. Partisipasi Pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama. Dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi. Akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh. Belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan belum didasarkan atas konsesus bersama. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance, yaitu: 1. Prinsip Akuntabilitas LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur memiliki Rencana Operasional dan Lembar Pertanggungjawaban. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa rencana kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan Rencana Operasional. Rencana alokasi bagi hasil untuk kompensasi pesanggem juga belum dirasakan oleh pesanggem.

47 46 2. Prinsip Transparansi Di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur terdapat beberapa hal yang belum transparan dalam pelaksanaan program PHBM. Sebagian besar pengurus kedua LMDH belum mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program kerja kepada pengurus LMDH. Dalam program kerja pengalokasian bagi hasil, pihak-pihak yang terkait dan berkontribusi dalam memutuskan pengalokasian bagi hasil terdiri dari pengurus inti dan pihak Perhutani. Hasil keputusan tersebut tidak disosialisasikan kepada pengurus yang lain. Pengurus LMDH hanya mengetahui total bagi hasil dan alokasi bagi hasil untuk honor pengurus. Selain itu, sosialisasi mengenai bagi hasil juga belum sampai pada tingkat pesanggem. 3. Prinsip Demokrasi Suatu lembaga dapat berjalan secara demokratis apabila dalam pembuatan kebijakan maupun rencana kerja dilakukan dengan musyawarah dan seluruh pihak dapat menyampaikan aspirasinya. Demokrasi dalam pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, dan pengalokasian bagi hasil tidak tercapai karena hanya melibatkan seluruh pengurus LMDH. 4. Prinsip Partisipasi Partisipasi pesanggem dalam LMDH masih terbatas sebagai pelaksana kegiatan. Pesanggem belum diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance.

48 47 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Implementasi program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan hutan yang terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; dan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. 2. Partisipasi pesanggem dalam program PHBM masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada tahap pelaksanaan dan pengalokasian bagi hasil non kayu. Pada tahap pelaksanaan, pesanggem terlibat dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan; sedangkan pada pengalokasian bagi hasil non kayu, pesanggem terlibat dalam pembagian kayu bakar saat tebangan. 3. Efektivitas kelembagaan LMDH masih belum sesuai dengan empat prinsip good forest governance, yaitu belum terdapat kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan, dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi, akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh, belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan, dan pengambilan keputusan yang belum didasarkan atas konsesus bersama. 6.2 Saran 1. Perlu adanya peningkatan penyuluhan mengenai PHBM oleh Perum Perhutani. 2. Perlu adanya pelatihan usaha produktif agar LMDH menjadi LMDH mandiri. 3. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat desa hutan dan efektivitas program PHBM.

49 48 DAFTAR PUSTAKA Awang SA Pembelajaran dari Kemitraan PHBM [makalah]. [28 Maret 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistik Konsep Tenaga Kerja. mid=58 [13 Juni 2012]. Budiarti S Persepsi dan partisipasi masyarakat desa sekitar hutan terhadap sistem PHBM Di Perum Perhutani: kasus di KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: ICRAF. Dinas Kehutanan Jawa Tengah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Semarang: Lumbung Media. Dunggio I, Gunawan H Telaah Sejarah Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 06: 01. Herdiansah Pengelolaan Hutan di era Otonomi Daerah. Di dalam: Simposium Nasional Dunia Kehutanan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional III; Bogor, 5-6 Sep Bogor: Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB. hlm Hernanto Y Partisipasi dan pendapatan masyarakat dalam program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: kasus di Desa Magelung, RPH Mugas, BKPH Mangkang, KPH Kendal, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Hertianto Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan berkelanjutan: kasus desa Jegong Kabupaten Blora. [tesis]. Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Hutapea P, Thoha N Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama. [KPH] Kesatuan Pemangkuan Hutan Cepu Profil KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Kusumawanti I Evaluasi perubahan kelas hutan produktif tegakan jati (tectona grandis l.f.) di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. [LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Sumber Mulyo Rencana Alokasi Penggunaan Bagi Hasil Tahun 2010 untuk Tahun Blora: LMDH Wana Sumber Mulyo.

50 49 [LMDH] Lembaga Masyarakat Desa Hutan Wana Tani Makmur Penggunaan Bagi Hasil Produksi LMDH Wana Tani Makmur Tahun 2010 untuk Tahun Blora: LMDH Wana Tani Makmur. Matthew B, Huberman A M Analisis Data Kualitatif. Rohendi Tjetjep, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Qualitative Data Analysis. Muhidin S Konsep Efektivitas Organisasi. manajemen / konsep - efektivitas - organisasi. html. [3Mei 2012]. Nazir M Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia. mawan.wordpress.com/2009/12/09/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/ [3 Mei 2012]. [Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Pemdes] Pemerintah Desa Bleboh Keputusan Kepala Desa No: 07/IX/10 Tentang Reposisi dan Perampingan Pengurus LMDH Wono Sumber Mulyo Desa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Masa Bakti Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur Keputusan Kepala Desa No: /SK/NGL/XII/2009 Tentang Reposisi LMDH Wana Tani Makmur Desa Nglebur Kecamatan Jiken Kabupaten Blora Periode Tahun Blora: Pemerintah Desa Nglebur. [Pemdes] Pemerintah Desa Nglebur Pengembangan Sistem Informasi Profil Daerah Kabupaten Blora. Blora: Pemerintah Desa Bleboh. [Perum Perhutani] Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah. Semarang: Perum Perhutani. Rahmadana F, Widho B Pengaruh Sistem Informasi Manajemen dan Struktur Organisasi terhadap Efektivitas Pengambilan Keputusan pada Kantor Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe A Belawan. Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 02: 02. Robertson I, Callinan M, Bartam D Organizational Effectiveness: The Role of Psychology. Chicester: John Wiley and Sons,ltd. Slamet Y Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Solihin D Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pembangunan Daerah. Solihin/ penerapan-prinsip-prinsip-good-governance-dalam-pembangunan-daerah [3 Mei 2012]. Subarudi Tata Kelola Kehutanan yang Baik: Sebuah Pembelajaran dari Sragen. Jurnal Kebijakan Kehutanan Vol. 05: 03.

51 50 Suharjito D Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dan Stakeholder dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan. Di dalam: Seminar Masyarakat Sekitar Hutan. Prosiding Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional II ; Bogor, 7 Sept Bogor: Lembaga-lembaga Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan IPB. Suharti S, Muniarti Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat; Peluang Usaha, Peningkatan Kesejahteraan, dan Permasalahan Peningkatan Produktivitas. Di dalam: Makalah Penunjang pada Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam. Prosiding Ekspose Penerapan Hasil Litbang dan Konservasi Alam; Palembang, 15 Des Palembang: Peneliti pada Kelompok Peneliti Perhutanan Sosial. hlm Suprayitno A Model peningkatan partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan Kemiri rakyat: kasus pengelolaan hutan Kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Yantina S Penilaian dampak kebakaran hutan terhadap vegetasi di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

52 LAMPIRAN 51

53 52 Lampiran 1 Pembagian Wilayah Kerja KPH Cepu Sub KPH Cepu Utara dan Selatan BKPH RPH Luas BKPH (Ha) Wonogadung 1. Nglamping 2410,0 2. Ketringan 3. Kedungprahu Cabak 1. Kemuning 2650,5 2. Cabak 3. Pengkok Nanas 1. Talun 2576,9 2. Nanas 3. Bleboh Nglebur 1. Bulak 2643,1 2. Nglebur 3. Sumbarjo Kedewan 1. Beji 2739,8 2. Kedewan 3. Dandangilo Sekaran 1. Kawangan 3208,5 2. Ngalo 3. Sekaran 4. Kasiman Ledok 1. Gianti 2938,2 2. Gagakan 3. Kejalen Kendilan 1. Gardusapi 2922,1 2. Ngasahan 3. Majurang Pasarsore 1. Ngawenan 2993,5 2. Pasarsore 3. Temengeng Nglobo 1. Nglobo 2911,5 2. Dulang 3. Kaliklampok 4. Jomblang 5. Klopoduwur Blungun 1. Payaman 2360,0 2. Ngodo 3. Blungun Pucung 1. Galuk 2681,9 2. Pucung 3. Wadung 4. Klompok Luas Total Area KPH Cepu ,3 Ha Sumber: KPH Cepu (2010)

54 Lampiran 2 Struktur organisasi LMDH Wana Sumber Mulyo No Nama Jabatan dalam LMDH Keterangan 1. Baskoro Santiko Penanggung Jawab Kepala Desa Bleboh 2. Agus Kirnanto P. Penasehat Ketua BPD 3. Lalu Muslihin Pembina Asper BKPH Nanas 4. Tulus Pembina Asper BKPH Nglebur 5. Ahmad Triyono Ketua Tokoh Pemuda 6. Jasmiran Sekretaris I Tokoh Masyarakat 7. Siti Rejeki Sekretaris II Darma Wanita 8. Supriyono Bendahara I Tokoh Masyarakat 9. Watmiyati Bendahara II Darma Wanita SEKSI-SEKSI 10. Kusnadi S.Ag Koor. Seksi Humas Tokoh Agama 11. Dona Natalinda Anggota Darma Wanita 12. Bardiyanto Koor. Seksi Produksi Tokoh Pemuda 13. Prasojo Anggota Tokoh Pemuda 14. Kirno Koor. Seksi PSDH Tokoh Masyarakat 15. Wandi Anggota Tokoh Masyarakat 16. Suripto Koor. Seksi Usaha Tokoh Masyarakat 17. Toklo Hariyono Anggota Tokoh Pemuda 18. Sutismi Anggota Perangkat Desa 19. Sanusi Koor. Seksi Keamanan Tokoh Pemuda 20. Jakip Anggota Tokoh Masyarakat 21. Wajib Anggota Perangkat Desa 22. Saeno Anggota Tokoh Masyarakat 23. Kasno Anggota Tokoh Masyarakat 24. Muriyono Anggota Perangkat desa 25. Suparmin Anggota Tokoh Masyarakat 26. Suparno Anggota Perangkat Desa 27. Kariyanto Anggota Perangkat Desa 28. Tagiman Anggota Tokoh Pemuda 29. Mardi Anggota Tokoh Masyarakat 30. Leles Budianto Anggota Perangkat Desa 31. Jayadi Anggota Perangkat Desa 32. Suparlan Anggota Perangkat Desa 33. Rasman Anggota Perangkat Desa 34. Sujito Anggota Perangkat Desa 35. Paridi Anggota Tokoh Masyarakat 36. Damin Anggota Tokoh Masyarakat 37. Riyanto Anggota Tokoh Pemuda 38. Ngatmiyanto Anggota Perangkat Desa 39. Ngasipan Anggota Perangkat Desa Sumber: Pemerintah Desa Bleboh (2010) 53

55 Lampiran 3 Rencana alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Sumber Mulyo No Jenis Kegiatan Persentase (%) 1. Usaha Produktif 40,0 2. Kelembagaan LMDH a. Operasional LMDH: Biaya administrasi 5,0 Biaya rapat pertemuan 2,0 Perjalanan dinas 3,0 b. Honor Pengurus 10,0 Jumlah 20,0 3. Biaya keterlibatan dalam kawasan hutan a. Biaya piket Pamhut 4,0 b. Biaya kebakaran hutan 4,0 c. Biaya koordinasi dengan instansi terkait 2,0 Jumlah 10,0 4. Biaya bantuan sarana fisik desa 10,0 5. Biaya kegiatan sosial a. Bantuan sosial masyarakat miskin 1,0 b. Bantuan biaya pendidikan 3,0 c. Bantuan biaya kematian 1,0 Jumlah 5,0 6. Biaya kompensasi pesanggem 5,0 7. Kontribusi pihak lain a. Paguyuban LMDH tingkat KPH 2,0 b. FK LMDH tingkat desa 2,5 c. FK LMDH tingkat kecamatan 1,5 d. FK LMDH tingkat kabupaten 1,0 e. Monitoring dan evaluasi 3,0 Jumlah 10,0 Jumlah total rencana pengeluaran 100,0 Sumber: LMDH Wana Sumber Mulyo (2011) 54

56 Lampiran 4 Struktur organisasi LMDH Wana Tani Makmur No Nama Jabatan 1. Kepala Desa Nglebur Penanggungjawab 2. Asper/KBKPH Nglebur Pembina 3. Ketua BPD Desa Nglebur Penasehat 4. Margono Ketua 5. Sarjo Wibisono Sekretaris I 6. Etik Sekretaris II 7. Lugito Bendahara I 8. Kusnan Juru Buku Seksi-seksi 1. Rawoto Koor. Sie SDH 2. Ginoto Anggota 3. Jani Anggota 4. Senggrik Anggota 5. Sujari Anggota 6. Parno Koor. Sie Sosial 7. Tarmuji Anggota 8. Anik Ekowati Anggota 9. Wiwik Anggota 10. Mariyono Anggota 11. Eko Yulianto Koor. Sie Pengembangan Usaha 12. Suwartono Anggota 13. Rusmin Anggota 14. Edi Anggota 15. Ari Sugiarto Anggota 16. Saeran Koor. Sie Keamanan 17. Samijan Anggota 18. Sugiyo Anggota 19. Parwoto Anggota 20. Lasmo Anggota 21. Sapran Anggota 22. Sri Asih Anggota 23. Sukono Anggota 24. Bambang Dijoko Koor. Sie Humas 25. Samsuri Anggota 26. Wanto Anggota 27. Paijan Anggota 28. Sampurno Sie. Penjaga Kantor Sumber: Pemerintah Desa Nglebur (2009) 55

57 56 Lampiran 5 Alokasi penggunaan bagi hasil LMDH Wana Tani Makmur No Jenis Kegiatan Persentase (%) Jumlah (Rp) 1. Usaha produktif a. Pertokoan saprotan 20, ,00 b. Peternakan sapi 10, ,00 c. Home industri 5, ,00 d. Persemaian 5, ,00 Jumlah 40, ,00 2. Kelembagaan LMDH a. Operasional LMDH (10%) Biaya administrasi 5, ,00 Biaya rapat 2, ,00 Perjalanan dinas 3, ,00 b. Honor pengurus (10%) 10, ,00 Jumlah 20, ,00 3. Biaya keterlibatan dalam kawasan hutan a. Biaya piket Pamhut 4, ,00 b. Biaya kebakaran hutan 1, ,00 c. Biaya kelestarian situs 1, ,00 d. Biaya pemeliharaan tenurial 2, ,00 e. Biaya koordinasi dengan instansi 2, ,00 terkait Jumlah 10, ,00 4. Biaya bantuan sarana fisik desa 10, ,00 5. Biaya kegiatan sosial a. Bantuan sosial masyarakat miskin 1, ,00 b. Bantuan pendidikan 3, ,00 c. Bantuan kematian 1, ,00 Jumlah 5, ,00 6. Biaya kompensasi pesanggem 5, ,00 7. Kontribusi pihak lain a. Paguyuban LMDH tingkat KPH 2, ,00 b. FK LMDH tingkat desa 2, ,00 c. FK LMDH tingkat kecamatan 1, ,00 d. FK LMDH tingkat kabupaten 1, ,00 e. Monitoring dan evaluasi 3, ,00 Jumlah 10, ,00 Jumlah total pengeluaran 100, ,00 Sumber: LMDH Wana Tani Makmur (2011)

58 57 Lampiran 6 Kuisioner Penelitian untuk Responden a. Data Pribadi 1. Nama : 2. Jenis kelamin : 3. Usia : 4. Pekerjaan : 5. Pendidikan terakhir : 6. Kepemilikan lahan : 7. Jumlah tanggungan keluarga: 8. Luas lahan andil : b. Pengetahuan dan Persepsi tentang PHBM 1. Pengertian PHBM? 2. Perbedaan sebelum dan sesudah adanya PHBM? 3. Alasan ikut LMDH? c. Hak dan kewajiban anggota LMDH 4. Hak sebagai anggota LMDH? 5. Kewajiban sebagai anggota LMDH? d. Status LMDH saat ini 6. Kondisi organisasi organisasi saat ini? 7. Tata kerja internal? 8. Permasalahan dalam tata kerja internal? e. Pola kemitraan dalam PHBM 9. Bentuk penyuluhan Perhutani kepada masyarakat desa hutan dan intensitasnya? 10. Dukungan stakeholder dalam kegitan pengelolaan hutan? 11. Bantuan teknik dan ekonomi yang sudah LMDH peroleh? 12. Pelatihan usaha produktif? f. Partisipasi masyarakat desa hutan dalam PHBM 13. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan (Rencana Operasional)? 14. Keterlibatan dalam pelaksanaan kegiatan? Persemaian: Tanaman (persiapan lahan, lubang tanam, dan penanaman):

59 58 Pemeliharaan (pemupukan dan pendangiran): Tebangan (tebang pohon, pembagian batang, klem pohon, dan pengangkutan): Keamanan (patroli, sensus tegakan, informan, dan pembinaan pencuri): 15. Keterlibatan pembagian dan pengalokasian dana sharing? 16. Keterlibatan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan PHBM g. Permasalahan dalam pelaksanaan PHBM 17. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PHBM?

60 59 Lampiran 7 Kuisioner untuk Pihak Perhutani a. Data Pribadi 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. Usia : 4. Jabatan : b. Wawancara dengan Perhutani 1. Luas areal hutan di KPH Cepu? 2. Kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat desa hutan? 3. Kondisi internal perhutani? (menjelaskan tentang manajemen SDM, tata kerja internal, manajemen data dan informasi, dan strategi pelaksanaan PHBM) 4. Pola Kemitraan PHBM? (menjelaskan tentang pola koordinasi dengan pihak terkait, kesiapan semua pihak dalam PHBM, pendampingan kesepakatan multipihak, permasalahan dalam koordinasi) 5. Teknis pelaksanaan PHBM dalam kawasan hutan? (menjelaskan tentang penyusunan Rencana Strategis LMDH, keterlibatan MDH dalam pengelolaan hutan mulai dari penanaman, sampai dengan keamanan, penerapan perjanjian bagi hasil, transparansi sharing, mekanisme pengawasan sharing, alokasi sharing, aturan dalam penggunaan sharing, permasalahan dalam pembagian dan penggunaan sharing, dan monitoring dan evaluasi) 6. Kebijakan Perhutani dalam meningkatkan peran masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan? (menjelaskan tentang kebijakan KPH agar LMDH dapat lebih berperan dalam pengelolaan hutan, penyusunan Rencana Strategis LMDH, peran Perhutani dalam meningkatkan fungsi LMDH, dan dukungan stakeholder dalam kegiatan pengelolaan hutan) 7. Permasalahan dalam pelaksanaan PHBM?

61 60 Lampiran 8 Dokumentasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Tani Makmur Tumpangsari pesanggem LMDH Wana Sumber Mulyo Toko saprotan LMDH Wana Tani Makmur

62 61 Kantor LMDH Wana Tani Makmur Daerah pangkuan LMDH Wana Tani Makmur Kantor LMDH Wana Sumber Mulyo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu program pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan jiwa berbagi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum KPH Cepu 4.1.1 Letak Geografi dan Luas Kawasan Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara 111 16 111 38 Bujur Timur dan 06 528 07 248

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: TRI JATMININGSIH L2D005407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Theresia Avila *) & Bambang Suyadi **) Abstract: This research was conducted to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang melimpah. Sebagian besar dari masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia khususnya di Pulau Jawa terus meningkat dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 9941 jiwa/km 2 (BPS, 2010) selalu dihadapkan

Lebih terperinci

Keywords: co-management, community empowerment, sharing of wood production

Keywords: co-management, community empowerment, sharing of wood production PENGELOLAAN DANA SHARING PRODUKSI KAYU UNTUK MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi tentang Penerapan Co-management pada Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Perum Perhutani Kesatuan

Lebih terperinci

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008

Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008 KARYA TULIS KEBUTUHAN SUMBERDAYA MANUSIA (SDM) MENUJU KEMANDIRIAN KPH Oleh : Nurdin Sulistiyono, S.Hut, MSi NIP. 132 259 567 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2008 DAFTAR

Lebih terperinci

KAJIAN KELESTARIAN TEGAKAN DAN PRODUKSI KAYU JATI JANGKA PANJANG KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR CHRISTINA BASARIA S.

KAJIAN KELESTARIAN TEGAKAN DAN PRODUKSI KAYU JATI JANGKA PANJANG KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR CHRISTINA BASARIA S. KAJIAN KELESTARIAN TEGAKAN DAN PRODUKSI KAYU JATI JANGKA PANJANG KPH BOJONEGORO PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR CHRISTINA BASARIA S. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) (Kasus di Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) Pudy Syawaluddin E14101052 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran sangat penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan di

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Profil Perum Perhutani 4.1.1 Visi Misi Perum Perhutani Perum Perhutani adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro dengan luas wilayah 50.145,4 ha, secara administratif seluruh wilayahnya berada di Daerah Tingkat II Kabupaten

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 10 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Luas Kesatuan Pemangkuan Hutan Bojonegoro memiliki luas wilayah 50.145,4 hektar. Secara administratif wilayah KPH Bojonegoro seluruhnya berada di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO P E T I K A N PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

Hasil Penelitian. Oleh : SOFYAN ANSHORI LUBIS / Manajemen Hutan

Hasil Penelitian. Oleh : SOFYAN ANSHORI LUBIS / Manajemen Hutan ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN EMAS SECARA TRADISONAL DI KAWASAN HUTAN LINDUNG TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Desa Simpang Mandepo Kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Areal

IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Areal IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Areal Kawasan KPH Balapulang secara geografis terletak antara 6 o 48 o - 7 o 12 Lintang Selatan dan 108 o 13-109 o 8 Bujur Timur dengan luas kawasan 29.790,13 ha. Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 ANALISIS GENDER PENYADAP PINUS DI DUSUN SIDOMULYO, DESA JAMBEWANGI, RPH GUNUNGSARI, BKPH GLENMORE, KPH BANYUWANGI BARAT, PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR SKRIPSI Oleh : Pratiwi 101201065 Manajemen Hutan

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH)

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan)

KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan) KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT (Studi Kasus: Desa Sampean, Kec. Doloksanggul, Kab. Humbang Hasundutan) SKRIPSI Oleh MARCO M. SIHOMBING 071201020/MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia Australia dan samudra Pasifik Hindia dikaruniai sumber daya alam berupa hutan alam tropis yang memiliki

Lebih terperinci

DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL)

DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) ANALISIS EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT Eks PENGUNGSI DI AREAL TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) (Studi Kasus: Dusun Damar Hitam dan Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan dan Kecamatan Besitang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Babakan Madang, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Bogor, Kesatuan Pemangkuan

Lebih terperinci

POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI

POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI POTENSI EKOWISATA PADA KEGIATAN PEMULIAAN POHON DI PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR KPH MADIUN SKRIPSI RIMSA LUSIANA MANALU BUDIDAYA HUTAN/051202033 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT

KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT KONTRIBUSI USAHA TERNAK DOMBA TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PETANI PETERNAK (Studi Kasus di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut) SKRIPSI RUBEN RAHMAT PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) Menimbang: a. Bahwa pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH STUDI PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH Oleh Fajar Munandar E.14102901 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci