BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang guru IPA sebagai salah satu pelaku utama untuk meningkatkan mutu pendidikan IPA dalam proses KBM perlu ditingkatkan kemampuan profesionalnya. Tindakan guru dalam pembelajaran IPA sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka tentang IPA sebagai suatu proses dan sebagai suatu materi yang dapat diajarkan dan dipelajari. (NSTA, 2003). Pelaksanaan proses pembelajaran IPA diarahkan pada penekanan pemberian pengalaman langsung dan mengembangkan kompetensi agar dapat menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan pada istilah berinkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Permendiknas No. 22 tahun 2006). Untuk dapat memfasilitasi pembelajaran IPA tersebut maka diperlukan guru yang mengajar IPA memiliki kompetensi memadai untuk menjadi tenaga yang professional. Sebagaimana tuntutan dari Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen mengisyaratkan bahwa pekerjaan seorang dosen/guru merupakan pekerjaan tenaga profesional. Dengan pekerjaannya sebagai tenaga professional tersebut, maka terdapat 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh dosen dan guru profesional antara lain: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial. Untuk megembangkan kompetensi professional tersebut, menurut Mulyasa (2008) peran guru sebagai pembimbing proses pembelajaran memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut, yaitu: 1) guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang dikehendaki untuk dikuasai siswa, 2) guru harus melihat keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan yang paling penting bahwa siswa dibimbing untuk mendapatkan pengalaman dan membentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan, 3) guru harus memaknai kegiatan belajar, 4) guru harus melaksanakan penilaian dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka indikasi terpenting dalam proses 1

2 pendidikan di dalam kelas akan selalu berkaitan dengan perencanaan, proses pembelajaran dan penilaian (asesmen). Perencanaan memandang bahwa para guru memerlukan persiapan yang matang sebelum melakukan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan kemudian diimplementasikan oleh guru berlandaskan tujuan yang tertuang dalam kurikulum. Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak akan lepas dengan adanya sistem penilaian, dan sistem penilaian yang baik dalam pembelajaran tidak hanya berorientasi penilaian akhir. Penilaian selama proses pembelajaran pun perlu diperhatikan dengan seksama. Maka istilah asesmen dalam proses pembelajaran tersebut digunakan. Asesmen yang digunakan pun tidak sebatas pada lingkup pemahaman terhadap konsep yang cenderung tidak menggambarkan secara utuh siswa belajar, namun asesmen yang diharapkan adalah penilaian/asesmen yang nyata atau sebenarnya atau otentik. Tugas dalam asesmen memberikan contoh nyata dalam proses pembelajaran dan dikaji dari pengalaman siswa disesuaikan dengan tujuan yang tertuang dalam kurikulum. Hasil kajian Mueller (2005) bahwa sebenarnya begitu banyak kajian tentang asesmen di pendidikan tinggi bahkan telah ada pengajuan untuk menggunakan asesmen alternatif sebagai pengganti asesmen tradisional untuk menilai secara nyata, namun belum banyak institusi yang mengimplementasikannya. Penelitian sebelumnya oleh peneliti (Nugraha,A & Ghullam, H, 2012) pernah dilakukan kepada mahasiswa lanjutan yang telah mengajar di sekolah menyimpulkan bahwa proses penilaian yang dilakukan guru selama ini semata-mata dimaksudkan untuk mengukur penguasaan konsep tingkat rendah yang dijaring dengan asesmen tradisional dalam bentuk tes tulis obyektif dan subyektif sebagai alat ukur. Tes yang dibuat pun sebagian besar belum terarah kepada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, apalagi kesesuaianya dengan kompetensi dasar yang dituntut pada kurikulum. Hal ini mengindikasikan bahwa secara lebih khusus para guru belum memahami secara baik bagaimana megembangkan kompetensi siswa yang sesuai dengan harapan kurikulum dengan menggunakan asesmen yang baik. Penyebab guru mendapat kesulitan dalam melakukan pengembangan asesmen yang baik antara lain kurangnya pengetahuan tentang implementasi asesmen dan gambaran skill siswa yang akan diukur, para guru mengakui untuk mempraktekan 2

3 teknik dan alat penilaian kinerja menghabiskan waktu yang terlalu lama dan beranggapan akan membutuhkan waktu yang lebih lama jika menggunakan asesmen lain selain tes tulis biasa. Hasil penelitian juga diperoleh informasi bahwa penataran atau pelatihan yang secara khusus membahas tentang penerapan penilaian/asesmen belum pernah diikuti atau jarang diadakan di tingkat pendidikan dasar. Penelitian ini sebetulnya sejalan dengan yang sudah dilakukan oleh Buldur, S & Tatar, N (2009) yang mengkaji tentang pengembangkan asesmen alternatif bahwa di lapangan guru sulit mengembangkan asesmen secara baik dan menyarankan pula perlunya pembekalan atau pelatihan yang efektif. Paparan di atas inilah yang menjadikan alasan mengapa bahwa para guru perlu meningkatkan kompetensi profesional. Secara lebih khusus dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan sistem asesmen yang baik. Pembentukan guru yang profesional tidak serta merta dapat berlangsung dengan instan, namun perlu persiapan. Langkah persiapan awal yang terbaik tersebut dapat dilakukan takala menempuh pembelajaran di perguruan tinggi yang memang diarahkan untuk menjadi tenaga pendidik/guru. Mahasiswa calon guru yang akan disiapkan menjadi guru profesional perlu ditingkatkan berbagai komptensinya, khususnya dalam hal mengembangkan asesmen baik secara teoritis maupun praktek pelaksanaannya di lapangan. UPI sebagai LPTK yang selalu berusaha mencetak calon guru yang profesional dan kompeten perlu berkontribusi secara nyata dan bertanggungjawab dalam menilai dan mengembangkan berbagai produk pendidikan agar lebih aplikatif dan efektif untuk digunakan. B. Pembatasan Masalah Masalah yang dikembangkan berkaitan dengan bagaimanakah keefektifan penggunaan pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA ini digunakan dalam rangka meningkatkan kompetensi mahasiswa sebagai calon guru SD. Oleh sebab itu, pemecahan terhadap masalah merujuk pada karakteristik, gambaran mengenai pelaksanaan dan kompetensi mahasiswa calon guru SD dari hasil pembekalan, kelemahan dan kelebihan pembekalan serta fator-faktor yang mendukung dan mengambat dari implemtasi pembekalan tersebut. 3

4 C. Perumusan Masalah Kemampuan seorang guru untuk mempunyai berbagai kompetensi perlu disiapkan sebaik mungkin. Oleh sebab itu untuk mempersiapkan peningkatan kompetensi guru yang professional kelak perlu dirancang program pembekalan mulai dari mereka menempuh pembelajaran sebagai seorang mahasiswa di LPTK. Indikasi Guru professional adalah mampu merencanakan, melaksanakan dan menilai hasil belajar siswa selama melakukan pembelajaran. Kaitan dengan hasil belajar, asesmen terhadap siswa harus sesuai kemampuannya maka asesmen yang dilakukan oleh guru bukan hanya pada menilai siswa pada kemampuan kognitif tingkat rendah dengan menggunakan asesmen tradisional (tes tertulis), akan tetapi guru harus mampu menggali kemampuan siswa pada aspek lain dalam berbagai bentuk asessmen sesuai dengan tuntutan kurikulum. Berdasarkan paparan kondisi tersebut maka dikaji dalam suatu rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah pembekalan asessmen pada pembelajaran IPA untuk mengembangkan kompetensi mahasiswa calon guru SD yang efektif? Perumusan masalah tersebut diurai menjadi beberapa pertanyaan yang akan dijawab pada penelitian, antara lain: 1. Bagaimanakah karakteristik pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA yang dikembangkan untuk mahasiswa calon guru SD? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA yang telah dikembangkan untuk mahasiswa calon guru SD? 3. Bagaimanakah kompetensi mahasiswa calon guru setelah dilakukan pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA? 4. Apa sajakah kelebihan dan kelemahan dari program pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA yang telah dilakukan? 5. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat keberhasilan implementasi dari pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA yang telah dilakukan? D. Asumsi Kompetensi mahasiswa akan lebih meningkat dengan diberikan suatu pembekalan yang sistematis dengan orientasi materi pembekalan sesuai dengan kebutuhan di lapangan (kelas/sekolah). 4

5 E. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Mengembangkan pembekalan asessmen untuk mahasiswa calon guru SD pada pembelajaran IPA 2. Meningkatkan kompetensi mahasiswa calon guru SD dalam merancang dan mengembangkan asesmen pada pembelajaran IPA F. Urgensi Penelitian Kebutuhan di lapangan menuntut bahwa calon guru perlu dipersiapkan untuk dapat meningkatkan kompetensi khususnya budaya menilai kemampuan siswa yang proporsional, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hasil belajar siswa disimpulkan tidak hanya berdasarkan kemampuan kognitif tingkat rendah melalui tes tertulis saja. Hasil penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa kemampuan guru masih kurang memuaskan sehingga perlu untuk dikembangkan suatu rencana atau model yang tepat dan efektif. Munculnya gagasan untuk mengembangkan pembekalan bagi mahasiswa calon guru menjadi sangat penting dilakukan karena dibutuhkan guru-guru profesional kelak dengan kemampuan mengidentifikasi siswa didikkannya untuk mencapai hasil belajar dengan landasan jelas sesuai dengan tujuan kurikulum. G. Bentuk Luaran Pada tahap pertama sebelumnya diperoleh deskripsi bagaimana mahasiswa yang statusnya sudah menjadi guru di sekolah dalam mempersepsikan asesmen pada pembelajaran IPA. Hasil penelitian tahap kedua ini merupakan hasil rekomendasi dari hasil penelitian tahap pertama. Penelitian dengan tema besar Model Pembekalan Asesmen pada Pembelajaran IPA ini dilakukan dalam rangka untuk memperoleh suatu model pembekalan yang efektif untuk dapat digunakan pada pendidikan dasar. Namun, secara Khusus untuk bentuk luaran penelitian tahap kedua ini diharapkan mendapatkan suatu model pembelakan asesmen pada pembelajaran IPA yang efektif untuk mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat meningkatkan kompetensinya sebagai calon guru SD yang profesional, secara lebih khusus dalam hal merancang dan mengimplementasikan asesmen yang baik di kelas/sekolah. 5

6 H. Road Map Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu fase dari serangkaian penelitian untuk mencapai gagasan besar berupa dihasilkannya Model Pembekalan Asesmen pada Pembelajaran IPA di Pendidikan Dasar. Secara rinci fase-fase rangkaian penelitian untuk mencapai gagasan tersebut ditunjukan pada tabel 1.1 berikut adalah: Tabel 1.1. Fase-fase rangkaian penelitian dalam Road Map Penelitian Tahun Kegiatan Penelitian Target Hasil Penelitian Keterangan Mengidentifikasi Kemampuan guru Pendas dalam dalam merancang asesmen pada pembelajaran IPA Merancang model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk mahasiswa calon guru Pendas Merancang model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk guru Pendas Merancang bentuk penilaian untuk pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di SD Implementasi hasil pelaksanaan pembekalan untuk diterapkan di lapangan (kelas/sekolah) Deskripsi Kemampuan Guru Pendidikan Dasar dalam mengembangkan asesmen pada pembelajaran IPA Rancangan model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk mahasiswa calon guru SD dan PAUD Rancangan model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA guru SD dan PAUD Rancangan untuk mengembangkan bentuk penilaian untuk pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA Relevansi kegiatan hasil pembekalan untuk diimplemtasikan kepada siswa di kelas/sekolah untuk lebih luas Analisis terhadap Pengembangan masalah Pengembangan rancangan model dan bentuk penilaian pembekalan secara uji coba terbatas Uji implementasi hasil pembekalan secara terbatas untuk diterapkan 6

7 Pengembangan model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di Pendas Model Pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di Pendidikan Dasar Pengembangan dan implementasi model secara luas Tahapan kegiatan dan hasil sebagaimana direncanakan secara visual digambarkan pada Roadmap yang terlampir. 7

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengembangan Asesmen Asesmen diartikan sebagai penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar (stiggins, 1994). Sehingga asesmen merupakan istilah yang tepat untuk penilaian proses belajar. Namun demikian meskipun proses belajar merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, faktor hasil belajar juga tetap tidak dikesampingkan. Lebih lanjut (NSTA, 2003) menjelaskan bahwa tujuan asesmen kelas tidak hanya berfungsi untuk mengevaluasi dari kinerja siswa saja, namun dalam pelaksanan proses pembelajaran sehingga siswa mendapatkan outcome yang baik menjadi tanggung jawab dari guru. Pengembangan asesmen yang baik tidak hanya merujuk kepada bentuk berupa tes tertulis biasa. Namun dapat digunakan berbagai asesmen alternatif dengan bentuk atau tipe asesmen yang beragam Asesmen alternatif berarti setiap format asesmen yang bukan tradisional, biasanya membutuhkan konstruksi siswa, demonstrasi, atau performa (Mueller. J, 2011). Penjelasan lanjut dari Semire Dikli (2003), Asesmen alternatif lebih fokus kepada siswa, berpusat pada siswa (studentcentered), dan autentik. Asesmen ini juga sering memberikan siswa kesempatan untuk menghasilkan beragam solusi terhadap permasalahan, lebih dari sekedar memilih jawaban benar atau salah dari suatu tabel antisipasi. Sementara format tradisional seperti pilihan ganda, benar/salah, dan sejenisnya tidak memungkinkan siswa untuk mendemonstrasikan kemahiran skill dan pengetahuan, pada non tradisional, format alternatif menyediakan kesempatan tambahan bagi siswa untuk mendemostrasikan apa yang telah mereka pelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan bahwa mereka dapat menghubungkan pengetahuan mereka pada dunia nyata. Stiggins (1994) mengkategorikan sebagai asesmen alternatif adalah Performance assessment dan Personal Communication Assessment. Alternatif dalam asesmen alternatif biasanya berarti berlawanan dengan tes pencapaian standard dan format pilihan ganda (benar-salah, menjodohkan, melengkapi). Non tradisional, format asesmen alternatif menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan tidak hanya skil dan pengetahuan apa yang 8

9 telah mereka peroleh, tapi juga memungkinkan mereka untuk mengaplikasikannya dalam situasi dan konteks yang mungkin mereka temui. Sejalan dari beberapa literatur lainnya asesmen alternatif kadang-kadang disebut sebagai asesmen otentik (Authentic assessment), asesmen portopolio (portfolio), atau asesmen kinerja (performance assessment). (Val Klenowski, 2002; Doran, R., et al: 2002: Johnson, R. L: 2009, Vito Perrone: 1991). Penggunaan asesmen dikatakan otentik menurut Meyer, C. A (1992) lebih menekankan kepada konteks bagaimana respons dilakukan, sedangkan asesmen performance lebih kepada seberapa banyak siswa merespon untuk dinilai. Jadi tidak semua asesmen performance adalah asesmen otentik. Pada Asesmen performance, para siswa melengkapi dan mendemonstrasikan beberapa perilaku yang merupakan keinginan penilai untuk mengukur. Sedangkan pada asesmen otentik tidak hanya melengkapi atau mendemosntrasikan perilaku yang diinginkan, tetapi juga melakukannya pada suatu yang nyata-konteks kehidupan. Kehidupan nyata dapat dihubungkan dengan kehidupan siswa (seperti kehidupan dalam kelas) atau suatu kehidupan di masyarakat. Penggunaan asesmen alternatif merupakan cara untuk mengembangkan asesmen yang lebih otentik dengan berbagai bentuk asesmen yang menyediakan berbagai konteks dan tugas nyata untuk tujuan menggali dan menggambarkan secara baik perkembangan siswa selama belajar (Gulikers et. al, 2004). Permasalahan yang sering terlontar dalam mengembangkan asesmen yang sebenarnya seperti yang diungkapkan oleh Karet, N & Hubbell, E. S (2003) bahwa penggunaan asesmen yang otentetik memerlukan waktu yang panjang dan juga melibatkan beberapa pembiayaan yang lebih jika dibandingkan dengan penilaian tradisional. Ada saja free loader factor dalam suatu kerja kelompok, yang seorang tidak melakukan apapun namun menerima nilai yang dikerjakan oleh orang lain. Juga sering terdapat permasalahan dalam manajemen kelas mengenai pembentukan kelompok kerja. Validitas dan pelaporan dari hasil asesmen otentik dapat pula menjadi subyektif, kecuali jika digunakan strategi asesmen, seperti penggunaan format observasi dan rubrik diikuti dengan secermat mungkin. Karet, N & Hubbell, E. R (2003) mengungkapkan bahwa Penggunaan asesmen yang sifatnya otentik dapat dipadukan berdasarkan taksonomi Bloom. Namun menurut pendapatnya akan lebih tepat jika memandang paduan dengan 9

10 taksonomi bloom tersebut dimulai dari tahapan menerapkan (C3) hingga sintesis (C6). Alasanya, meraka berpandangan bahwa taksonomi Bloom dari menerapkan hingga sintesis lebih menggambarkan kemampuan secara nyata keterampilan untuk berfikir. Format asesmen yang dapat bersifat otentik dalam penelitian dari Chang, S. N dan Chiu, M. H (2005) dapat dikembangkan berupa soal-soal multiple-choice, open-ended, dan hands-on test untuk memperlihatkan evaluasi kognitif siswa dalam IPA. Namun dalam hal ini tipe dari soal-soal tersebut tidak menanyakan kepada pengetahuan kognitif yang tingkat rendah. Asesmen yang sifatnya otentik lebih menekankan siswa dapat mendemostrasikan keterampilan dan pengetahuannya untuk menjawab sejumlah pertanyaan. Untuk dapat mendemostrasikan keterampilan dan pengetahuannya maka dirancang tugas yang perlu diselesaikan selama pembelajaran. Tugas ini harus sejalan dengan aktivitas hidup-riil atau masalah nyata siswa. Jawaban dari tugas tersebut memungkinkan ada lebih dari satu benar jawaban atau mengoreksi jawaban dari tugas untuk lebih meyakinkan. Contoh bentuk tugas dari asesmen alternatif yang dapat bersifat otentik antara lain: percobaan IPA, proyek penelitian, presentasi, memberi pelajaran, memecahkan permasalahan hidup yang nyata, dan portfolio. Doran, et. Al (2002) memberikan contoh dari asesmen alternatif lain antara lain: membuat grafik (seperti: peta konsep, diagram ven), portofolio, persentasi langsung dan debat, wawancara dan konferensi, ceklis kemampuan, evaluasi teman sebaya dan evaluasi diri, aplikasi dari teknologi. Di lain pihak Mueller, J (2011) berpendapat bahwa asesmen alternatif yang dapat bersifat otentik meliputi tugas seperti: kinerja, produk dan item pertanyaan yang dibangun untuk ditanggapi yang secara khas memerlukan aplikasi yang lebih langsung dari pengetahuan serta keterampilan. B. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan 10

11 sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. (permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi IPA SD/MI) Esler dan Esler (1993) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran IPA di SD beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain: 1. mengembangkan rasa ingin tahu siswa 2. melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran yang membutuhkan suatu tingkat skill kognitif yang tinggi 3. mengembangkan sikap positif siswa terhadap IPA 4. menyediakan pengalaman konkrit bagi siswa yang tidak mencapai tahapan operasi formal dari Piaget. Hakikat pendidikan IPA menurut Sarkim (1998) dapat dikategorikan ke dalam tiga dimensi, yaitu: Dimensi produk, Dimensi Proses dan Dimensi Sikap. Oleh sebab itu dalam setiap melakukan pembelajaran IPA seharusnya tidak lepas dari bagaimana membelajarkan hakikat IPA di kelas/sekolah. (Bennet dkk., 2005; Bulte dkk.,2006; Bennett dkk.,2007 dalam Martin A. J. Vos. et al, 2010) menjelaskan bahwa isu sentral dalam pendidikan IPA adalah penggunaan konteks sebagai suatu titik awal dan jangkar untuk pembelajaran konsep baru, dengan memberikan maksud pada konten IPA. Suatu konteks harus relevan dan dikenal oleh siswa. Konteks harus menyebutkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan suatu basis rasa ingin tahu, harus dibangun dari pengetahuan yang telah mereka miliki, dan harus bertujuan pada peningkatan pelibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Lebih lanjut (Vos. et al, 2010) bahwa pembelajaran dengan pendekatan berbasis konteks juga berimplikasi pada orientasi peningkatan aktivitas yang berpusat pada siswa daripada berpusat pada guru. 11

12 C. Pengembangan Kompetensi Guru IPA Standar yang perlu disiapkan untuk para guru IPA (NSTA, 2003) antara lain berhubungan dengan: konten IPA, Hakekat IPA, inkuiri, konteks IPA, keterampilan umum mengajar IPA, kurikulum, konteks sosial, asesmen, lingkungan belajar dan pengembangan profesi. Khusus kompetensi profesional dalam pembelajaran IPA berdasarkan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang kualifikasi standar akademik dan komptensi guru bahwa guru yang mengajar IPA harus: 1) Mampu melakukan observasi gejala alam baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Memanfaatkan konsep-konsep dan hukum-hukum ilmu pengetahuan alam dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari. 3) Memahami struktur ilmu pengetahuan alam, termasuk hubungan fungsional antar-konsep, yang berhubungan dengan mata pelajaran IPA. Sementara itu Kompetensi pedagogik guru SD yang berhubungan dengan penilaian/asesmen antara lain: guru harus mampu menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi. (Permendiknas No. 16 tahun 2007). Pengembangan kompetensi guru IPA perlu dilakukan pembinaan melalui berbagai pendidikan dan latihan (Diklat) yang berfungsi untuk peningkatan kinerja gari guru. Adapun salah satu pendekatan yang dapat dilakukan (dalam Poppy dkk, 2008) dengan menggunakan andragogi. Pada penelitian ini peningkatan kinerja untuk mencapai kompetensi guru IPA yang baik dimulai dengan peningkatan kompetensi calon guru yang ada di LPTK. 12

13 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 10 Bulan dan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengembangan, pelaksanaan dan Implementasi hasil pembekalan di sekolah. Adapun tempat penelitian dilakukan di UPI Kampus Tasikmalaya dan dibeberapa sekolah di tasikmalaya sebagai implementasi hasil pembekalan B. Alur Rancangan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan dengan hasil akhir berupa produk bentuk model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di Pendidikan dasar. Khusus pada tahap ini, dilakukan penelitian, yang secara umum mempunyai tujuan mengahasilkan suatu rancangan pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA pada calon guru SD (mahasiswa). Alur rencana pelaksanaan penelitian secara umum melalui beberapa tahap sebagai berikut: Pengembangan bentuk pembekalan dan instrumen Pembekalan a. Analisis kebutuhan lapangan terhadap pelaksanaan program pembekalan yang akan dikembangkan b. pengembangan instrumen termasuk bahan ajar untuk pembekalan sebagai indikator keberhasilan dalam pelaksanaan program pembekalan. Proses pelaksanaan pembelakan Pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA dilakukan untuk mahasiswa khususnya interes IPA. Pelaksanaan pembekalan dilaksanakan di luar perkuliahan sebagai pengayaan. Implementasi hasil pembekalan Hasil pembekalan yang telah diberikan kepada mahasiswa kemudian diimplementasikan di lapangan melalui kegiatan Latihan mengajar dan pengembangan penelitian mahasiswa yang berkaitan dengan tema/judul dari pengembangan asesmen pada pembelajaran IPA. Gambaran tentang alur penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada gambar

14 Kajian terhadap Hasil penelitian Tahap 1 dan Kajian Literatur tentang Perangkat Pengembangan Asesmen pada Pembelajaran IPA Informasi tentang Pelaksanaan Asesmen pada Pembelajaran IPA Rekomendasi model asesmen pada pembelajaran IPA Rancangan Model Asesmen pada Pembelajaran IPA di SD Rancangan Pembekalan Asesmen pada Pembelajaran IPA di SD untuk calon guru SD Karakteristik Pembekalan Deskripsi Pelaksanaan Pembekalan Kompetensi Mahasiswa Fator-Faktor Penghambat dan Pendukung Kelemahan dan kekurangan Pelaksanaan Pembekalan asesmen pada Pembelajaran IPA untuk Mahasiswa Calon Guru SD Implementasi Mahasiswa di Lapangan Kegiatan Latihan mengajar Pengembangan Penelitian Mahasiswa Model Pembekalan Asesmen pada pembelajaran IPA untuk calon guru SD Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian 14

15 C. Objek Penelitian Penelitian dilakukan kepada para mahasiswa PGSD khususnya interes IPA sebagai calon guru SD. Hasil dari pembekalan ini kemudian diimplementasikan oleh mahasiswa yang telah mengikuti program melalui tugas kegiatan latihan mengajar maupun berupa pengembangan penelitian mahasiswa yang berkaitan dengan implikasi penggunaan berbagai bentuk pengembangan asesmen di kelas/sekolah pada pembelajaran IPA. D. Instrumen Pengumpul Data Adapun instrument pengumpulan data yang akan digunakan tersedia dalam tabel 3.1 Tabel Jenis Instrumen dan Kegunaan No Jenis Instrumen Kegunaan 1. Angket Menjaring data tentang respon terkait sebelum dan pelaksanaan pembekalan 2 Lembar Observasi Pedoman untuk pengamatan dan menilai tentang interaksi pada pelaksanaan program pembekalan 3 Bahan Ajar Pembekalan Materi pembekalan yang menjadi pegangan belajar selama program berlangsung 4 Satuan acara Pembekalan Pedoman pelaksanaan pembekalan untuk setiap pertemuan yang memuat langkah-langkah pembekalan yang dilakukan 5 Portofolio Penilaian Portofolio dikaji dari pemenuhan beberapa tugas mandiri mahasiswa selama mengikuti pembekalan 6 Perangkat tes Mengukur pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang konsep yang telah dibekalkan kepada mahasiswa 7 Catatan Lapangan 8 Pedoman Wawancara Catatan peneliti tentang pelaksanaan pembekalan, faktor pendukung, kendala yang dihadapi selama penelitian, dan hal lain yang tidak terangkum dalam observasi, angket dan tes Menjaring tanggapan mulai dari keperluan untuk pengembangan, pelaksanaan dan implementasi pembekalan. 15

16 E. JADWAL PENELITIAN No Kegiatan Bulan (Tahun ) 1 Orientasi dan pengajian literatur mengenai bentuk pembekalan dan materi pembekalan 2 Pengembangan Program Pembekalan dan Instrumen Penelitian Pelaksanaan Program Pembekalan 3 Pelaksanaan Pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA 4 Implementasi hasil Pembekalan oleh mahasiswa melalui Latihan Mengajar dan pengembangan penelitian Mahasiswa yang berkaitan dengan tema pengembangan asesmen di kelas/sekolah 5 Analisis Hasil Pembekalan dan implementasi lapangan tentang Asesmen pada pembelajaran IPA 6 Pengolahan hasil Penelitian secara Keseluruhan dan Pelaporan Mei Juni Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret 16

17 Daftar Pustaka Ahmad N, & Ghullam H. (2012). Deskripsi Pengembangan Asesmen oleh Mahasiswa sebagai Guru SD pada Pembelajaran IPA. Laporan Penelitian, Hibah Prodi PGSD UPI Kampus Tasimalaya. Buldur, S & Tatar, N. (2009). Science Teachers Level of Using Alternative Assessment and their Perceptions. Contemporary Science Education Reasearch: Learning and assessment, A Collection of Paper presented at ESERA 2009 Confrence. Tersedia: http//cumhuriyet.academia.edu/. [23 September 2010] Doran R., et al.,(2002). Science educator s Guide to: Laboratory Assessment. NSTA Press: Virginia Esler, W. K dan Esler, M. K (1993). Teaching Elementary Science (sixth edition). California: Wadsworth, Inc Johnson R. L., et al (2009) Assessing Performance: Designing, Scoring, and Validating Performance Tasks. The Guilford Press: New York. Johnson, Elaine B (2002) Contextual Teaching and Learning: What it is and why its here to stay. Corwin Press, Inc: California Karet, N & Hubbell, E. S. (2003) Authentic Assessment. IT 6750 current trands and issues instructional technology (ISTE NETS). Tersedia: [9 April 2011] Martin A. J. Vos,. Et al. (2010). Teacher implementing context-based teaching material: a framework for case-analysis in chemistry. Chem. Educ. Rec. Pract. 11, Tersedia: [18 September 2010] Meyer, C. A (1992). What s the Difference between Authentic Assessment and Performance Assessment. Beverton school Distict: The Association for Supervision and Curriculum Development. Mueller, J. (2011). Authentic Assessment Toolboox. Tersedia: [24 Agustus 2011] Mulyasa, E (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya. NSTA (2003). Standar for Science Teacher Preparation. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan Sarkim, T (1998). "Humaniora dalam Pendidikan Sains". Dalam Sumaji dkk: Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 17

18 Semire Dikli (2003). Assessment at a distance: Traditional vs. Alternative Assessments. The Turkish Online Journal of Educational Technology TOJET ISSN: volume 2 Issue 3 Article 2. Tersedia: [11 Oktober 2011] Stiggins R. J., (1994). Student-Centered Classroom Assessment. Macmillan College: New York. Val Klenowski, (2002). Developing Portfolio for Learning and Assessment, Process and Principles.The Cromwell Press: GreatBritain Vito Perrone. (1991). Expanding Student Assessment. The Association for Supervision and Curriculum Development: USA 18

19 Lampiran 1: PEMBIAYAAN PENELITIAN Komponen 1: Biaya Persiapan 1 rapat tim dan koordinasi dengan instansi terkait (Kampus, Mahasiswa dan Sekolah) Rp ,00 2 pengurusan surat izin penelitian Rp ,00 3 pembuatan dan penggandaan program penelitian Rp ,00 4 pengkajian literatur dan insentif tim pengembangan pembekalan Rp ,00 Jumlah Komponen 1 Rp ,00 Komponen 2: Peralatan 1 sewa handycam 10 kali pertemuan Rp ,00 Rp ,00 2 sewa infokus 10 kali ,00 Rp ,00 3 sewa ruangan untuk pembekalan 10 kali ,00 Rp ,00 4 sewa sound sistem 10 kali ,00 Rp ,00 5 alat peraga IPA Rp ,00 Jumlah Komponen 2 Rp ,00 Komponen 3: Insentif implementasi pembekalan di kelas/sekolah dan konsumsi pembekalan 1 insentif mahasiswa dalam pengembangan penelitian ,00 Rp ,00 2 insentif sekolah dan mahasiswa untuk kegiatan latihan mengajar Rp ,00 3 konsumsi pembekalan (panitia 5 orang dan mahasiswa 30 orang ,00 Rp ,00 Jumlah Komponen 3 Rp ,00 Komponen 4: Bahan Habis Pakai 1 perbanyakan bahan ajar pembekalan dan ATK kepada mahasiswa Rp ,00 2 ATK untuk perencanaan dan pelaksanaan penelitian(kertas, tinta print, dll) Rp ,00 Jumlah Komponen 4 Rp ,00 19

20 Komponen 5: Perjalanan 1 transport pemateri tiap pertemuan ,00 (8 pertemuan) Rp ,00 2 transpor panitia pelaksana kegiatan pembekalan 10 pertemuan ,00 Rp ,00 3 Biaya seminar/lokakarya hasil penelitian Rp ,00 Jumlah Komponen 5 Rp ,00 Komponen 6: Biaya pengolahan data/penulisan dan perbanyakan laporan 1 tabulasi data Rp ,00 2 analisis data hasil penelitian Rp ,00 3 penulisan dan jasa pengetikan laporan Rp ,00 4 penggandaan laporan Rp ,00 Jumlah Komponen 6 Rp ,00 Komponen 7: publikasi artikel penelitian dan pengajuan HAKI 1 biaya rencana publikasi artikel penelitian dan pengajuan HAKI Rp ,00 Jumlah Komponen 7 Rp ,00 JUSTIFIKASI BIAYA PENELITIAN 1 Komponen 1: Biaya Persiapan Rp ,00 2 Komponen 2: Peralatan Rp ,00 3 Komponen 3: Intensif implementasi pembekalan di kelas/sekolah dan konsumsi pembekalan Rp ,00 4 Komponen 4: Bahan Habis Pakai Rp ,00 5 Komponen 5: Perjalanan Rp ,00 6 Komponen 6: Biaya pengolahan data/penulisan dan perbanyakan laporan Rp ,00 7 Komponen 7: publikasi artikel penelitian dan pengajuan HAKI Rp ,00 TOTAL BIAYA PENELITIAN Rp ,00 20

21 ROAD MAP: MODEL PEMBEKALAN ASESMEN PADA PEMBELAJARAN IPA DI PENDIDIKAN DASAR PRODUK: MODEL PEMBEKALAN ASESMEN PADA PEMBELAJARAN IPA DI PENDIDIKAN DASAR Mengidentifikasi Kemampuan Mahasiswa yang sudah menjadi guru pada Pendas Deskripsi kemampuan guru Pendas dalam mengembangkan asesmen pada pembelajaran IPA Merancang Model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk mahasiswa Merancang pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk Guru Pendas Rancangan model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA untuk guru SD dan PAUD Rancangan Model pembekalan asesmen pada pembelajaran untuk mahasiswa calon guru SD dan PAUD Analisis terhadap pengembangan Merancang bentuk penilaian untuk pembekalan asesmen padapembelajaran IPA Rancangan pengembangan bentuk penilaian untuk pembekalan asesmen padapembelajaran IPA pengembangan program dan uji coba Implementasi Hasil pelaksanaan Pembekalan untuk diterapkan di sekolah Relevansi kegiatan hasil pembekalan untuk di implementasikan untuk siswa di kelas/sekolah Uji implementasi hasil pembekalan secara terbatas untuk diterapkan Pengembangan model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di Pendas Model pembekalan asesmen pada pembelajaran IPA di Pendas Pengembangan dan implementasi model secara luas 21

ANALISIS PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONTEKS DAN ASESMENNYA YANG DIKEMBANGKAN OLEH MAHASISWA CALON GURU SEKOLAH DASAR

ANALISIS PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KONTEKS DAN ASESMENNYA YANG DIKEMBANGKAN OLEH MAHASISWA CALON GURU SEKOLAH DASAR SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi Guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21 Surakarta, 22 Oktober 2016 ANALISIS PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN

KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN KEMAMPUAN CALON GURU BIOLOGI DALAM MENYUSUN RUBRIK ANALITIS PADA ASESMEN KINERJA PEMBELAJARAN Abstrak Ana Ratna Wulan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Studi deskriptif telah dilakukan di Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN

KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2014 KOMPETENSI PENDIDIK DALAM BIDANG PENILAIAN Oleh Dr. Suprananto, M.Ed. (Kepala Bidang Penilaian Akademik Puspendik Balitbang Kemdikbud) Disampaikan pada Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. Menurut Trowbridge et.al (1973) : Sains adalah batang tubuh dari pengetahuan dan suatu proses. Batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan secara formal. Di sekolah anak-anak mendapatkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk masa depannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki sumber daya yang cerdas dan terampil, yang hanya akan terwujud jika setiap anak bangsa

Lebih terperinci

KETERAMPILAN-KETERAMPILAN MENGAJAR

KETERAMPILAN-KETERAMPILAN MENGAJAR KETERAMPILAN-KETERAMPILAN MENGAJAR RINI SOLIHAT Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Pendahuluan Profesional : Pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN AUTENTIK BERBASIS KURIKULUM 2013

PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN AUTENTIK BERBASIS KURIKULUM 2013 PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN AUTENTIK BERBASIS KURIKULUM 2013 Andra Setia Bhakti 1, Sentot Kusairi 2, dan Muhardjito 3 E-mail: ardna_star001@yahoo.com ABSTRAK: Salah satu elemen perubahan Kurikulum 2013

Lebih terperinci

KEMAMPUAN ASSESSMENT PEMBELAJARAN KIMIA MAHASISWA CALON GURU. Abstrak

KEMAMPUAN ASSESSMENT PEMBELAJARAN KIMIA MAHASISWA CALON GURU. Abstrak KEMAMPUAN ASSESSMENT PEMBELAJARAN KIMIA MAHASISWA CALON GURU Nahadi 1 ( 1 Universitas Pendidikan Indonesia) Abstrak Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia dilakukan melalui berbagai cara. Guru sebagai

Lebih terperinci

Keywords: kemampuan inkuiri, guru yang tersertifikasi.

Keywords: kemampuan inkuiri, guru yang tersertifikasi. ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI GURU YANG SUDAH TERSERTIFIKASI DAN BELUM TERSERTIFIKASI DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD Oleh: Ramdhan Witarsa ABSTRAK Pembelajaran sains yang sesuai dengan tuntutan kurikulum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran fisika merupakan aktivitas untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran mata pelajaran fisika yang tidak hanya menekankan pada ranah kognitif tetapi juga ranah

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBEKALAN KEMAMPUAN ASESMEN BAGI CALON GURU KIMIA DALAM PEMBELAJARAN. Abstrak

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBEKALAN KEMAMPUAN ASESMEN BAGI CALON GURU KIMIA DALAM PEMBELAJARAN. Abstrak EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBEKALAN KEMAMPUAN ASESMEN BAGI CALON GURU KIMIA DALAM PEMBELAJARAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan program yang secara efektif dapat membekali kemampuan calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA merupakan mata pelajaran dengan konsep pembelajaran alam yang mempunyai hubungan erat dan luas dengan kehidupan manusia. IPA berhubungan dengan cara mencari

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO

PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO Eva Dina Chairunisa, M.Pd eva_dinach@yahoo.com

Lebih terperinci

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus

Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes. Oleh : Tomoliyus Penilaian Berbasis Kinerja untuk Penjasorkes Oleh : Tomoliyus FIK UNY Abstrak Diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) penjasorkes di sekolah hendaknya dipahami tidak hanya sekedar penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik-magnet memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Listrik-magnet memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik-magnet memiliki peran sangat penting dalam kehidupan manusia. Setiap aktivitas manusia mulai dari kehidupan rumah-tangga hingga sektor industri tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu SMP negeri di kabupaten garut tahun pelajaran

Lebih terperinci

PENTINGNYA ASESMEN AUTENTIK DAN ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI. I Wayan Karmana Dosen Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram -

PENTINGNYA ASESMEN AUTENTIK DAN ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI. I Wayan Karmana Dosen Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram   - PENTINGNYA ASESMEN AUTENTIK DAN ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI I Wayan Karmana Dosen Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram E-mail: - ABSTRAK: Perubahan paradigma pembelajaran dewasa ini dari teacher

Lebih terperinci

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017 19 PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN LITERASI SAINS BERORIENTASI PROGRAMME FOR INTERNATIONAL STUDENT ASSESSMENT (PISA) Ifa Seftia Rakhma Widiyanti, Anggun Winata, Sri Cacik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang yang mendasari penelitian pengembangan instrumen penilaian otentik yang dapat mengukur keterampilan proses sains terutama pada pembelajaran

Lebih terperinci

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn

Journal of Science Education And Practice p-issn X Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 e-issn IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS LESSON STUDY TERHADAP PENGEMBANGAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA CALON GURU SEKOLAH DASAR Fitri Siti Sundari 1, Rukmini Handayani 1, Yuli Mulyawati 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Heri Sugianto, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta

Lebih terperinci

I Wayan Karmana Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram Indonesia

I Wayan Karmana Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram Indonesia PENTINGNYA ASESMEN AUTENTIK DAN ALTERNATIF DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI I Wayan Karmana Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram Indonesia E-mail : iwan.karmaweda@gmail.com ABSTRAK: Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ilmu pengetahuan Alam (IPA) merupakan sebuah mata pelajaran yang pada hakikatnya bertujuan bukan hanya menitikberatkan pada penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang. IPA berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

Oleh: Drs.NANA DJUMHANA M.Pd PRODI PGSD FIP UPI

Oleh: Drs.NANA DJUMHANA M.Pd PRODI PGSD FIP UPI Oleh: Drs.NANA DJUMHANA M.Pd PRODI PGSD FIP UPI MENGAPA GURU PERLU MEMAHAMI METODOLOGI PEMBELAJARAN? S elain faktor penguasaan materi, salah satu faktor lain yang dapat mempengaruhi profesionalisme guru

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan latar belakang masalah menentukan penelitian mengenai PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat menuntut harus memiliki sumber daya manusia yang cerdas serta terampil. Dapat diperoleh dan dikembangkan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMNAS KBSP V

PROSIDING SEMNAS KBSP V PEDAGOGICAL KNOWLEDGE (PK) CALON GURU BAHASA INDONESIA PADA MATA KULIAH WORKSHOP SILABUS DAN RPP Dini Restiyanti Pratiwi dan Hari Kusmanto Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak untuk meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak untuk meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak untuk meningkatkan sumber daya manusia, oleh karena itu pembangunan bidang pendidikan sangat penting. Menurut UU No.20 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

TINGKAT BERPIKIR KOGNITIF MAHASISWA BERDASARKAN BENTUK PERTANYAAN PADA MATA KULIAH BIOLOGI UMUM

TINGKAT BERPIKIR KOGNITIF MAHASISWA BERDASARKAN BENTUK PERTANYAAN PADA MATA KULIAH BIOLOGI UMUM SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN SAINS Strategi Pengembangan Pembelajaran dan Penelitian Sains untuk Mengasah Keterampilan Abad 21 (Creativity and Universitas Sebelas Maret Surakarta, 26 Oktober 2017 TINGKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006: 3) bahwa IPA berhubungan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006: 3) bahwa IPA berhubungan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fuja Siti Fujiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan oleh setiap negara. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang menjadi prioritas untuk segera dicari pemecahannya adalah masalah kualitas pendidikan, khususnya kualitas pembelajaran.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING BERBASIS ECO-CAMPUS

OPTIMALISASI KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH DENGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING BERBASIS ECO-CAMPUS Prosiding Symbion (Symposium on Biology Education), Prodi Pendidikan Biologi, FKIP, Universitas Ahmad Dahlan, 27 Agustus 2016 p-issn: 2540-752x e-issn: 2528-5726 OPTIMALISASI KEMAMPUAN MEMECAHKAN MASALAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Penilaian Konvensional Penilaian konvensional adalah sistem penilaian yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era globalisasi. Namun, kualitas

Lebih terperinci

Joyful Learning Journal

Joyful Learning Journal JLJ 2 (3) (2013) Joyful Learning Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN SETS PADA KELAS V Isti Nur Hayanah Sri Hartati, Desi Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen penting dalam membentuk manusia yang memiliki A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan abad 21 saat ini ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi. Terutama pada pembangunan nasional yaitu bidang pendidikan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang Sekolah Dasar

Lebih terperinci

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 3, No. 2, pp , May 2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MELATIHKAN KETERAMPILAN PROSES PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA SISWA KELAS XI SMA MAZRAATUL ULUM PACIRAN LAMONGAN IMPLEMENTATION OF INQUIRY LEARNING MODEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran proses sains dalam konteks kurikulum 2013 dilakukan dengan berdasar pada pendekatan ilmiah yang menuntut siswa berpikir secara sistematis dan kritis

Lebih terperinci

Mengacu pada seluruh Ranah Sikap Capaian Pembelajaran Lulusan

Mengacu pada seluruh Ranah Sikap Capaian Pembelajaran Lulusan RENCANA PERKULIAHAN SEMESTER (RPS) PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI BERTARAF INTERNASIONAL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG A. Identitas Matakuliah 1. Matakuliah : Asesmen Pembelajaran

Lebih terperinci

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA

DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA DESAIN PENGEMBANGAN MODEL PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK BERBASIS MASALAH TERHADAP KETERAMPILAN SCIENTIFIC INQUIRY DAN KOGNISI MAHASISWA Sehat Simatupang, Togi Tampubolon dan Erniwati Halawa Jurusan Fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD

Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD Inisiasi III ASESMEN PEMBELJARAN SD (MK Asesmen Pembelajaran di SD) Saudara mahasiswa, selamat bertemu kembali dalam pembelajaran mata kuliah asesmen pembelajaran SD. Saya Yuni Pantiwati sebagai tutor

Lebih terperinci

KETERAMPILAN DASAR KINERJA ILMIAH PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA

KETERAMPILAN DASAR KINERJA ILMIAH PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA p-issn: 2337-5973 e-issn: 2442-4838 KETERAMPILAN DASAR KINERJA ILMIAH PADA MAHASISWA CALON GURU FISIKA Arini Rosa Sinensis Thoha Firdaus Program Studi Pendidikan Fisika STKIP Nurul Huda Email: thohaf@stkipnurulhuda.ac.id

Lebih terperinci

KREATIVITAS GURU IPA KELAS VII DAN VIII DALAM PENYUSUNAN PENILAIAN AUTENTIK DI SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2014/2015

KREATIVITAS GURU IPA KELAS VII DAN VIII DALAM PENYUSUNAN PENILAIAN AUTENTIK DI SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2014/2015 KREATIVITAS GURU IPA KELAS VII DAN VIII DALAM PENYUSUNAN PENILAIAN AUTENTIK DI SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA SEMESTER GASAL TAHUN AJARAN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

SILABUS. : Penilaian &Evaluasi Pembelajaran Sains/

SILABUS. : Penilaian &Evaluasi Pembelajaran Sains/ KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA Alamat: Karangmalang, Yogyakarta Kode Pos 55281 Telp: (0274) 586168, Pswt. 229 & 285; (0274) 550835, 520326 Faxs:

Lebih terperinci

PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA

PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA Sri Jumini )1 1) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sains AlQuran Wonosobo umyfadhil@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seorang guru memiliki peran utama dalam keberhasilan peserta didik

I. PENDAHULUAN. Seorang guru memiliki peran utama dalam keberhasilan peserta didik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang guru memiliki peran utama dalam keberhasilan peserta didik terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Hal tersebut menyebabkan guru memiliki

Lebih terperinci

Irmawati Liliana Kusuma Dewi UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

Irmawati Liliana Kusuma Dewi UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT YANG DIHADAPI GURU MATEMATIKA DI SMA NEGERI 6 CIREBON DALAM MELAKSANAKAN KINERJA BERDASARKAN STANDAR KOMPETENSI GURU Irmawati Liliana Kusuma Dewi UNIVERSITAS SWADAYA

Lebih terperinci

ASSESSMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

ASSESSMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN 2443-1109 ASSESSMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK Hasma Mallaherang 1 SMA Negeri 2 Bua Ponrang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan merupakan suatu wadah untuk membangun generasi penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimum hendaknya tetap memperhatikan tiga ranah kemampuan siswa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. optimum hendaknya tetap memperhatikan tiga ranah kemampuan siswa yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang berfungsi membimbing siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan tugas perkembangannya. Tugas perkembangan

Lebih terperinci

KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013

KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013 15-130 KESESUAIAN ASESMEN BUATAN GURU DENGAN SILABUS KURIKULUM 2013 Suitability of Assessment made by Teacher with the Syllabus Kurikulum 2013 Nofika Kartika Dewi, Johanes Djoko Budiono, dan Muji Sri Prastiwi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA 1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : SRI WULANNINGSIH K4308057 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013)

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013) PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU (IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013) Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd Pendidikan IPA, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Makalah disampaikan dalam PPM Workshop Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum,dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PPL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL MAHASISWA. Choirul Huda, Djoko Adi Susilo ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODEL PPL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL MAHASISWA. Choirul Huda, Djoko Adi Susilo ABSTRAK PENGEMBANGAN MODEL PPL UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN PROFESIONAL MAHASISWA Choirul Huda, Djoko Adi Susilo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model PPL keguruan mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan penilaian hasil pembelajaran siswa sejalan dengan perkembangan kurikulum yang dipergunakan. Hal itu disebabkan penilaian merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan oleh Conant (Pusat Kurikulum, 2007: 8) sebagai serangkaian konsep yang saling berkaitan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap atau prosedur ilmiah (Trianto, 2012: 137). Pembelajaran Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Peradapan manusia yang terus berkembang menyebabkan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga terus mengalami kemajuan yang pesat. Dalam

Lebih terperinci

Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan. Oleh: Alif Noor Hidayati

Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan. Oleh: Alif Noor Hidayati Refungsi Penjaminan Mutu di Satuan Penddikan Oleh: Alif Noor Hidayati Hari Pendidikan Nasional tahun 2013 menjadi satu tonggak melakukan evaluasi sistem pendidikan nasional. Di tengah berbagai persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari https://www.slideshare.net/mobile/suprapto/uu-no-20-tahun- Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Dikutip dari https://www.slideshare.net/mobile/suprapto/uu-no-20-tahun- Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, menyatakan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses pengajaran yanng memerlukan keahlian khusus, serta sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

Strategy Development of NoS-based Learning through Lecturer-Teacher Collaboration in Learning Innovation

Strategy Development of NoS-based Learning through Lecturer-Teacher Collaboration in Learning Innovation BIOEDUKASI Volume 9, Nomor 2 Halaman 1-6 ISSN: 1693-265X Agustus 2016 Strategi Pengembangan Pembelajaran Berbasis NOS (Nature of Science) Sebagai Bentuk Kolaborasi Dosen-Guru Dalam Rangka Implementasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga bangsa. Arus globalisasi telah menyebar dan mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu kompetensi penting sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills) yang menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21 KEMAMPUAN GURU SEKOLAH DASAR DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PROSES PEMBELAJARAN DI KOTA LANGSA Ronald Fransyaigu, Bunga Mulyahati Universitas Samudra ronaldfransyaigu.unsam@gmail.com Abstrak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penelitian ilmu pendidikan mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran bukan hanya sekedar proses transfer ilmu pengetahuan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan sejarah di era global dewasa ini dituntut kontribusinya untuk dapat lebih menumbuhkan kesadaran sejarah dalam upaya membangun kepribadian dan sikap

Lebih terperinci

PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA. Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana

PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA. Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana Abstrak Keyakinan (belief) siswa terhadap pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemampuan berpikir siswa pada usia SMP cenderung masih berada pada tahapan kongkrit. Hal ini diungkapkan berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran IPA yang

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Biologi merupakan salah satu cabang dari ilmu sains. Sains banyak dipandang orang sebagai kumpulan pengetahuan. Sains mengandung proses dan produk. Sebagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN FISIKA DI SMA Oleh: Muslim Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan berbagai metode, sehingga peserta didik dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan seseorang untuk menciptakan kegiatan belajar. Upaya-upaya tersebut meliputi penyampaian ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berlakunya kurikulum 2013 dengan tujuan peningkatan pada pendidikan maupun kualitas pembelajaran yang diterapkan para pendidik di sekolah. Hal ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usep Soepudin, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, pemahaman tentang pembelajaran sains yang mengarah pada pembentukan literasi sains peserta didik, tampaknya masih belum sepenuhnya dipahami dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sains merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 Penegasan Istilah Istilah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan terutama untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati *

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (LKPBM) Nining Purwati * ABSTRAK Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai oleh setiap orang karena dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang harus diperoleh sejak dini. Dengan memperoleh pendidikan, manusia dapat meningkatkan dirinya

Lebih terperinci