PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA"

Transkripsi

1 PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA Sri Jumini )1 1) Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sains AlQuran Wonosobo ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode inquiry dan discovery, sikap ilmiah, dan kreativitas mahasiswa terhadap prestasi belajar siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling sebanyak dua kelas. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran menggunakan metode inquiry menghasilkan prestasi kognitif dan afektif yang lebih baik dari pada discovery dan menghasilkan prestasi psikomotorik yang setara, (2) Mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi memiliki prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah, (3) mahasiswa dengan kreativitas tinggi memiliki prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan kreativitas rendah, (4) terdapat interaksi antara metode belajar dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar, (5) terdapat interaksi antara metode belajar dengan kreativitas terhadap prestasi belajar, (6) terdapat interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas terhadap prestasi belajar, (7) terdapat interaksi antara metode belajar, sikap ilmiah, dan kreativitas terhadap prestasi belajar. Kata kunci: metode inquiry dan discovery, sikap ilmiah, kreativitas, prestasi belajar, listrik dinamik. PENDAHULUAN Hasil penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2000 dan tahun 2003 menunjukkan bahwa kemampuan sains peserta didik Indonesia masing-masing pada peringkat ke-38 (dari 41 negara) dan peringkat ke-38 dari 40 negara (Purwadi, dalam Hafis, 2010). Skor rata-rata pencapaian ditetapkan sekitar nilai 500 dengan simpangan baku 100 point. Pada PISA 2003 sekitar dua per tiga peserta memperoleh skor antara 400 sampai 600. Hal ini berarti skor yang dicapai peserta Indonesia kurang lebih terletak pada angka 400. Hal ini berarti peserta didik Indonesia diduga baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana (Puskur, dalam Hafis, 2010). Kemampuan sains peserta didik Indonesia berdasarkan hasil PISA tahun 2009 baru bisa menduduki peringkat 5 dari 65 negara dengan total nilai 383. Berdasarkan kenyataan ini, mencerminkan keadaan sistem pendidikan di Indonesia yang sedang berjalan saat ini. Guru-guru Indonesia masih belum bisa menerapkan metode problem solving dan keahlian menganalisis terhadap suatu pelajaran pada siswa, serta budaya membaca dan menulis yang masih kurang ditanamkan pada diri siswa (Republika, 2011). Pembelajaran saat ini dilakukan baru sekedar mampu meluluskan peserta didik dalam tes maupun ujian akhir semester. Sehingga peserta didik hanya berorientasi ---( 10 )---

2 untuk bisa mengerjakan tes dengan baik, namun tidak terbiasa menyelesaikan masalah dan menganalisis fakta yang terjadi di lapangan. Pembelajaran Fisika sebagai salah satu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip saja (Permendiknas, 2006: 484). Pembelajaran fisika merupakan proses penemuan yang mengajak peserta didik untuk mendapatkan pengalaman langsung, memiliki kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah, bekerja dan bersikap ilmiah, serta bisa berkomunikasi dengan baik. Hal ini menuntut para pendidik untuk lebih aktif mengajak peserta didik tidak hanya sekedar tahu konsep, tapi juga mampu menemukannya dan mengaplikasikannya. Salah satu metode pembelajaran dalam fisika, yang dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry dan discovery (Refi 2010: 2). Metode ini mengarahkan pembelajaran fisika untuk berangkat dari alam dan memaknai gejalanya sebagai sebuah ilmu. Proses inquiry berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Trianto, 2007: 135). Dalam metode ini tingkah laku dilibatkan dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomenafenomena alam. Melibatkan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu. Sedangkan discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Kedua metode ini sangat tepat digunakan dalam pembelajaran fisika, karena sesuai dengan karakter fisika itu sendiri yang lebih menekankan produk, proses, dan sikap ilmiah. Pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran fisika) menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tertulis obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya (Mulyana, 2005: 1). Pengukuran semacam ini biasanya hanya mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Aspek psikomotorik dalam pengembangan ketrampilan proses siswa, dan aspek afektif dalam penanaman sikap ilmiah siswa sebagai implementasi pendidikan karakter belum dinilai secara maksimal. Keberhasilan belajar peserta didik selain ditentukan oleh faktor eksternal juga ditentukan oleh faktor internal seseorang. Faktor internal keberhasilan belajar meliputi motivasi, pengetahuan awal, minat, bakat, dan kecerdasan, kreativitas, dan sikap ilmiah seseorang dalam belajar. Peserta didik yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangan dalam daya ingatan dan faktor-faktor lain yang diukur oleh tes inteligensi tradisional. Sedangkan peserta didik yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan mampu menyerap hasil pembelajaran fisika dengan lebih baik, sehingga prestasinya tinggi. Faktor ini harus diperhatikan oleh pendidikan agar dihasilkan peserta didik yang memiliki karakter kuat dan cerdas. Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang diberi pembelajaran menggunakan metode inquiry dan discovery. (2) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan mahasiswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah. (3) mengetahui perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi dan mahasiswa yang mempunyai kreativitas rendah. (4) ---( 11 )---

3 mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery dengan kelompok kreativitas terhadap prestasi belajar mahasiswa. (5) mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery dengan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa. (6) mengetahui interaksi antara kelompok kreativitas dengan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa. (7) mengetahui interaksi antara metode inquiry dan discovery, kelompok kreativitas, dan kelompok sikap ilmiah terhadap prestasi belajar mahasiswa. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo, pada bulan Juni sampai Juli Sampel penelitian yaitu kelas IIA sebagai kelompok eksperimen, dan kelas IIB sebagai kelas kontrol yang masing-masing berjumlah 23 mahasiswa. Kelas eksperimen dengan metode inquiry, dan kelas kontrol dengan metode discovery. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode inquiry dan discovery.variabel moderator adalah sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa; dan variabel terikatnya prestasi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2. Terdapat empat metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode angket untuk melihat ketegori sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, metode tes untuk melihat kemampuan kognitif mahasiswa, metode observasi untuk melihat kemampuan afektif dan psikomotorik mahasiswa, dan metode dokumentasi untuk melihat kesamaan kemampuan awal mahasiswa. Dalam penyusunan instrumen dilakukan analisis intrumen yaitu validitas dan reabilitas untuk anngket, validitas reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda untuk soal tes tertulis, dan validitas ahli untuk lembar observasi baik konstruk maupun isinya. Analisis data hasil penelitian ini dengan bantuan program SPSS seri 14 dengan taraf signifikasi α=5%. Beberapa data prestasi tidak normal dan tidak homogen, sehingga uji hipotesis digunakan uji statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data sikap ilmiah, data kreativitas, dan prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psykomotorik. Hasil uji Kruskal Wallis test menggunakan SPSS seri 14 didapatkan hasil sebagai berikut: a. Hipotesis pertama Hasil analisis pengaruh metode pembelajaran inkuiri dan diskoveri terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 1 berikut ini: Tabel 1. Hasil Analisis Pengaruh Metode Belajar b. Grouping Variable: Metode Belajar Dari tabel 1 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,016) < α (0,05); untuk prestasi afektif P-value (0,043) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,226) > α (0,05); dengan demikian H 0A ditolak dan H 1A diterima untuk prestasi ---( 12 )---

4 belajar aspek kognitif dan afektif. Sedangkan untuk prestasi belajar aspek psikomotorik H 0A diterima dan H 1A ditolak. Artinya ada perbedaan prestasi belajar aspek kognitif dan aspek afektif pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inkuiry dan diskovery. Tetapi tidak ada perbedaan prestasi belajar pada aspek psikomotorik pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inkuiry dan diskovery. Metode pembelajaran inquiry memberikan hasil prestasi belajar kognitif dan afektif yang lebih baik daripada metode pembelajaran discovery, hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas inquiry (77,78 dan 71,74) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas discovery (70,74 dan 69,35). Dalam metode pembelajaran inquiry suasana pembelajaran cenderung lebih bersifat mendorong mahasiswa untuk lebih tertantang melakukan percobaan, memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, sehingga ketika konsep telah terkonstruksi dalam pikiran, akan melekat kuat dan tidak mudah hilang. Dalam proses pembelajaran pun, karena dilandasi rasa penasaran yang tinggi, maka mahasiswa akan lebih tekun, cermat, teliti, dan bertanggungjawab dalam melakukan percobaan untuk menyelesaikan permasalahan, sehingga prestasi kognitif dan afektif kelas inkuiri lebih baik daripada kelas discovery. Sedangkan dalam metode discovery, mahasiswa hanya mengandalkan petunjuk yang ada di handout untuk menyelesaikan masalah dalam proses pembelajaran. Kondisi ini mengakibatkan mahasiswa kurang termotivasi dalam melakukan proses pembelajaran, dan konsep yang didapat kurang bertahan lama. Sehingga mahasiswa hanya termotivasi untuk menyelesaikan tugas saja, tanpa ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih ataupun mengembangkannya. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran inquiry memberikan hasil belajar fisika aspek kognitif dan afektif yang lebih baik dari pada metode pembelajaran discovery. Untuk prestasi belajar aspek psikomotor, dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi mahasiswa yang diberi pembelajaran dengan metode inquiry maupun discovery. Sintak pembelajaran metode inquiry dan discovery menuntut ketrampilan proses sains dari mahasiswa yang hampis sama. Discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Proses belajar inquiry memiliki kemiripan dengan discovery, yaitu sama-sama menekankan keaktifan siswa dan pencarian sendiri oleh siswa dengan pendekatan ilmiah. Perbedaannya adalah inquiry lebih pada penyelidikan suatu masalah yang secara ketat mengikuti metode ilmiah. Sedangkan discovery tidak harus penyelidikan masalah, tetapi dapat berupa penemuan yang biasa, dan dapat juga memecahkan masalah yang tidak kongrit. Keduanya menuntut proses ketrampilan yang sama pada diri mahasiswa. Hal ini terlihat hasil prestasi aspek psikomotorik mahasiswa kelas inquiry dan discovery tidak ada perbedaan. b. Hipotesis kedua Hasil analisis pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini: ---( 13 )---

5 Tabel 2 Hasil Analisis Pengaruh Kelompok Sikap Ilmiah b. Grouping Variable: Sikap Ilmiah Dari tabel 2 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,001) < α (0,044) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,001) < α (0,05); dengan demikian H 0B ditolak dan H 1B Artinya ada perbedaan prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik antara mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi dan mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi akan selalu mencari tahu jawaban dari permasalahan dalam belajar, memiliki motivasi yang besar dalam menyelesaikan tugas belajar. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kesadaran diri, aktif, serta memiliki tanggung jawab, sehingga prestasinya baik kognitif (79,76), afektif (71,61), maupun psikomotorik (72,19) lebih tinggi daripada yang mahasiswa yang sikap ilmiahnya rendah. Sedangkan mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah rendah kurang menguasai pelajaran secara sepenuhnya, sehingga prestasi belajarnya baik kognitif (69,08), afektif (69,32), maupun psikomotorik (66,76) juga kurang baik. Hal ini disebabkan, karena kesadaran mereka yang kurang dalam menghadapi permasalahan yang diberikan. Sikap ingin tahu, kritis, objektif, tekun dan terbuka dalam memecahkan suatu permasalahan tidak dioptimalkan mahasiswa selama proses pembelajaran, dan keterampilan pun kurang terlatih dan tergali secara optimal. Sehingga hasil prestasi belajar yang mereka peroleh juga rendah. c. Hipotesis ketiga Hasil analisis pengaruh kreativitas terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Hasil Analisis Pengaruh Kelompok Kreativitas b. Grouping Variable: Kreativitas Siswa Dari tabel 3 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,012) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,000) < α (0,05); dengan demikian H 0C ditolak dan H 1C Artinya ada perbedaan prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik antara mahasiswa dengan kreativitas tinggi dan mahasiswa dengan kreativitas rendah dalam pembelajaran fisika dasar. Sesuai dengan pendapat Ausubel (dalam Oemar Hamalik, 2002) kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitifitas, dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Artinya, mahasiswa yang kreatifitasnya tinggi memiliki kapasitas pemahaman, sensitifitas, dan apreasiasi penyelesaian ---( 14 )---

6 masalah yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan kreativitas rendah. Dengan kreativitas tinggi, mahasiswa dapat mengatasi kesulitannya sehingga prestasinya dapat lebih baik. d. Hipotesis keempat Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 4 berikut ini: Tabel 4 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode Pembelajaran dengan Kelompok Sikap Ilmiah b. Grouping Variable: Metode dengan Sikap Ilmiah Dari tabel 4 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,001) < α (0,006) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,002) < α (0,05); dengan demikian H 0AB ditolak dan H 1AB Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa dengan sikap ilmiah kategori tinggi pada kedua kelas baik inquiry maupun discovery memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang sikap ilmiahnya rendah. Sikap ilmiah mahasiswa adalah suatu kegiatan fisik dan mental seperti sikap ingin tahu, kritis, objektif, tekun yang dapat diwujudkan dalam bentuk kerjasama, penciptaan kerja, dan proses berpikir yang terjadi secara simultan dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu mahasiswa yang sikap ilmiahnya tinggi akan lebih mudah dalam mengolah dan menyerap informasi dalam pembelajaran serta menggunakan untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang diberikan, sehingga prestasinya dapat lebih baik. e. Hipotesis kelima Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode dan Kreativitas b. Grouping Variable: Metode dengan Kreativitas Dari tabel 5 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,031) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,001) < α (0,05); dengan demikian H 0AC ditolak dan H 1AC Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki kreativitas dengan kategori tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa dengan kreativitas kategori rendah. Hal ini disebabkan karena metode ---( 15 )---

7 pembelajaran inquiry dan discovery memberikan mahasiswa kesempatan untuk beperan lebih aktif dalam mengolah informasi, dan berpikir kritis. Kondisi pembelajaran inquiry yang berprinsip pada konstruktivis melalui penyelidikan, penemuan, dan generalisasi akan membentuk dan melatih kreativitas pada diri mahasiswa. Kreativitas akan muncul berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan atau masalah baru, kemudian munculah beragam alternatif solusi. Sejalan dengan itu kreativitas akan muncul pada diri individu bila ada tantangan baru yang solusinya tidak rutin yang dalam hal ini didapati mahasiswa dalam pembelajaran inquiry. f. Hipotesis keenam Hasil analisis pengaruh interaksi antara sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah dengan kreativitas terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Kelompok Sikap Ilmiah dengan Kelompok Kreativitas Mahasiswa b. Grouping Variable: Sikap Ilmiah dengan Kreativ itas Dari tabel 6 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,010) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,000) < α (0,05); dengan demikian H 0BC ditolak dan H 1BC Artinya ada interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Sikap ilmiah dan kreativitas merupakan faktor internal dalam diri mahasiswa yang mempengaruhi mahasiswa selama proses pembelajaran. Mahasiswa akan belajar dengan baik jika memiliki kreativitas dan sikap ilmiah yang tinggi. Dengan kata lain, mahasiswa yang kreativitas dan sikap ilmiahnya tinggi akan memiliki hasil prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang berada pada kategori rendah pada salah satu atau kedua faktor tadi (kreativitas dan sikap ilmiah). g. Hipotesis ketujuh Hasil analisis pengaruh interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah, dan kreativitas mahasiswa kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat dilihat dalam tabel 7 berikut ini: Tabel 7 Hasil Analisis Pengaruh interaksi antara Metode Pembelajaran, Kelompok Sikap Ilmiah, dan Kelompok Kreativitas Mahasiswa b. Grouping Variable: Metode, Sikap Ilmiah, dan Kreativ itas Dari tabel 7 terlihat bahwa untuk prestasi kognitif P-value (0,000) < α (0,020) < α (0,05); untuk prestasi psikomotorik P-value (0,002) < α (0,05); ---( 16 )---

8 dengan demikian H 0ABC ditolak dan H 1ABC Artinya ada interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah mahasiswa kategori tinggi dan rendah, dan kreativitas terhadap prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang menerima pembelajaran dengan metode inquiry memiliki prestasi belajar fisika dasar yang lebih baik daripada mahasiswa yang pemebelajarannya dengan metode discovery, mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi memiliki prestasi belajar fisika dsar yang lebih baik daripada mahasiswa yang memiliki kreativitas rendah, serta dilihat dari karakteristik kedua metode pembelajaran, faktor kreativitas dan sikap ilmiah mempunyai peran yang sama dalam proses kegiatan belajar mengajar. Sehingga dapat disimpulkan terjadi interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Hal ini disebabkan metode pembelajaran inquiry yang digunakan memberikan mahasiswa kesempatan yang luas dalam menggunakan dan mengembangkan sikap ilmiah dan kreativitas yang dimilikinya untuk mengolah informasi menjadi sebuah pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembelajaran fisika dasar dengan menggunakan metode inquiry memberikan hasil prestasi belajar aspek kognitif dan aspek afektif yang lebih baik daripada metode discovery, hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif dan afektif kelas inquiry (77,78 dan 71,74) lebih baik dibandingkan ratarata prestasi kognitif dan afektif kelas discovery (70,74 dan 69,35). Tetapi memberikan hasil prestasi belajar psikomotorik yang sama pada kelas inquiry maupun discovery. 2. Prestasi belajar baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh mahasiswa dipengaruhi oleh sikap ilmiah. Prestasi belajar mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi lebih baik daripada mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah. Hal ini ditunjukkan ratarata prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan sikap ilmiah tinggi (79,76; 71,61 dan 72,19) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif, afektif dan psykomotorik mahasiswa dengan sikap ilmiah rendah (69,08; 69,32 dan 66,76). 3. Kreativitas merupakan faktor dalam diri mahasiswa yang berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik mahasiswa. Hal ini ditunjukkan rata-rata prestasi kognitif afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan kreativitas tinggi (82,59; 72,00 dan 72,41) lebih baik dibandingkan rata-rata prestasi kognitif, afektif dan psikomotorik mahasiswa dengan kreativitas rendah (66,04; 68,92 dan 66,33). 4. Metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan sikap ilmiah secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa dengan sikap ilmiah kategori tinggi memilki prestasi yang lebih baik bila dilakukan ---( 17 )---

9 pembelajaran dengan metode inquiry daripada dengan metode discovery. 5. Metode pembelajaran inquiry dan discovery dengan kreativitas secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang memiliki kreativitas dengan kategori tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik bila dilakukan pembelajaran dengan discovery daripada dengan inquiry. Mahasiswa dengan kreativitas tinggi akan banyak ide untuk menyelesaian permasalahan belajarnya. 6. Sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar mahasiswa baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Mahasiswa yang kreativitas dan sikap ilmiahnya tinggi akan cenderung lebih aktif sehingga lebih mudah dalam memecahkan permasalahan belajarnya, dan akhirnya dapat memiliki hasil prestasi belajar yang lebih baik daripada mahasiswa yang berada pada kategori rendah pada salah satu atau kedua faktor kreativitas ataupun sikap ilmiah. 7. Tingkat sikap ilmiah, kreativitas, dan metode pembelajaran inquiry dan discovery secara bersama-sama mempengaruhi prestasi belajar baik aspek kognitif, aspek afektif, maupun aspek psikomotorik dalam pembelajaran fisika dasar. Metode inquiry akan memudahkan mahasiswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan kreativitas rendah dalam menyelesaikan permasalahan belajarnya. Sedangkan metode discovery akan memudahkan bagi mahasiswa yang memiliki kreativitas tinggi dan sikap ilmiah rendah dalam belajar. Implikasi Impliaksi dari hasil penelitian adalah : 1. Implikasi Teoritis Proses belajar mengajar IPA hakekatnya terdiri dari 2 dimensi dasar yaitu: dimensi produk ilmiah (seperti fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) dan dimensi proses ilmiah (seperti observasi, klasifikasi, prediksi, perumusan, hipotesis dan penarikan kesimpulan). Pembelajaran IPA, khususnya fisika harus ditingkatkan ke arah pengembangan sikap ilmiah, dan pengembangan keterampilan proses mahasiswa. Pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran inquiry dan discovery. Faktor internal sikap ilmiah dan kreativitas peserta didik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan metode tersebut, sehingga perlu diperhatikan semaksimal mungkin. Sikap ilmiah diperlukan karena mahasiswa akan lebih teliti, jujur, bertanggung jawab saat pembelajaran dikelas maupun percobaan dilaboratorium. Sedangkan untuk memecahkan permasalahan yang ada diperlukan kreativitas, agar tujuan dapat tercapai secara optimal. 2. Implikasi Praktis Penggunaan metode pembelajaran inquiry dan discovery, dapat diterapkan dalam pembelajaran fisika dasar terutama materi rangkaian listrik arus searah di program studi pendidikan fisika UNSIQ. Meskipun metode inquiry menghasilkan prestasi lebih baik dari pada metode discovery, namun kedua metode tersebut memberikan sumbangan besar dalam pencapaian prestasi belajar peserta didik. Kedua metode tersebut dapat memunculkan keterampilan proses sains ---( 18 )---

10 yang baik sehingga prestasi peserta didik dapat meningkat dengan lebih baik. Pendidik perlu memperhatikan dengan benar faktor internal sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Dalam pembelajaran inquiry dan discovery, peserta didik dihadapkan pada permasalahan yang harus dipecahkan, sehingga, pelaksanaan pembelajaran perlu memperhatikan sikap ilmiah dan kreativitas peserta didik. Kedua faktor internal peserta didik tersebut terbukti memberikan pengaruh yang baik terhadap prestasi belajar. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh, dalam rangka mengembangkan pemikiran dalam peningkatan prestasi belajar, maka disarankan : 1. Kepada Dosen Kepada pendidik khususnya dosen fisika disarankan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materinya untuk diterapkan pada pembelajaran. Sebelum pelaksanaan pembelajaran, dosen lebih baik menyusun LKM, handout, membagi kelompok, menyiapkan alat bersama laboran dan mengeceknya, serta mencoba terlebih dahulu apa yang akan dipelajari mahasiswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Dalam memberikan perhatian pada faktor internal mahasiswa, yaitu sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, dosen perlu mengadakan tes untuk pengambilan data tentang sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa, kemudian mengkategorikan yang tinggi dan rendah untuk dapat diberi perlakuan yang sesuai dengan kategorinya. Mahasiswa yang memiliki kategori rendah diberi tugas yang menantang sehingga dapat meningkatkan sikap ilmiah dan kreativitasnya. 2. Kepada Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian sejenis, terutama penelitian pembelajaran fisika dasar yang menekankan pada pengoptimalan metode pembelajaran. Peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan menambah atau mengubah variabel-variabel penelitiannya. Peneliti dapat mengembangkan variabel sikap ilmiah dan kreativitas mahasiswa. Dalam pembelajaran sebaiknya menggunakan modul, sehingga lebih efektif. DAFTAR PUSTAKA Hafis Indonesia Peringkat 10 Besar Terbawah dari 65 Negara Peserta PISA. 0/indonesia-peringkat-10-besar-terbawahdari-65-negara-peserta-pisa/ (diakses tanggal 23 agustus 2011) Mulyana Asesmen Dalam Pembelajaran Sains SD. Bandung: UPI. Oemar Hamalik Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Permendiknas Peraturan Kementrian Pendidikan Nasional. Jakarta: Dikmenum. Refi Elfira Pendekatan Inquiry dan Discovery. /06/teaching-science-throughinquiry.htmlReni dkk Kreativitas Anak. Jakarta: Grafindo. Republika Edisi: 1 September. Jakarta: Republika Media Trianto Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Surabaya. Penerbit Pustaka Publisher ---( 19 )---

PENGGUNAAN METODE OPEN INQUIRY UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR

PENGGUNAAN METODE OPEN INQUIRY UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR PENGGUNAAN METODE OPEN INQUIRY UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR Sri Jumini 1 1,) Dosen Prodi Pendidikan Fisika, FITK UNSIQ Wonosobo di Jawa Tengah Email : umyfadhil@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA N 4 Madiun yang beralamat di Jalan Serayu Kota Madiun. Waktu pelaksanaanya pada semester II tahun pelajaran 2014/2015

Lebih terperinci

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami No.36A, Surakarta, Indonesia 57126

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami No.36A, Surakarta, Indonesia 57126 Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 6 No. 1 Tahun 17 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. -9 ISSN 7-999 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia KOMPARASI PROBLEM SOLVING DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat belajar untuk mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang membahas tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan untuk menemukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan (Tjalla, 2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam mengembangkan kreativitas berfikirnya. Tujuan pokok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

Eko Yulianton Program Studi Pendidikan Fisika IKIP PGRI Madiun. Abstrak

Eko Yulianton Program Studi Pendidikan Fisika IKIP PGRI Madiun. Abstrak STUDI KOMPARATI METODE PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DAN GUIDED DISCOVERY TERHADAP PRESTASI BELAJAR ISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL DAN KETRAMPILAN PROSES SAINS SISWA Eko Yulianton Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS Surakarta, Indonesia 2. Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS Surakarta, Indonesia

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS Surakarta, Indonesia 2. Dosen Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS Surakarta, Indonesia Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 5 No. 2 Tahun 2016 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 36-43 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu diadakan peningkatan mutu pendidikan. Mutu pendidikan bergantung dari kualitas seorang guru.

Lebih terperinci

PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA. Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana

PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA. Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana PENGARUH KEYAKINAN DIRI (SELF BELIEF) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA Ika Gita Nurliana Putri; Rustono, WS.; Edi Hendri Mulyana Abstrak Keyakinan (belief) siswa terhadap pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester genap tahun pelajaran 2009-2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka batas antar negara. Persaingan hidup pun semakin ketat. Hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pendidikan sains di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pemahaman tentang sains dan teknologi melalui pengembangan keterampilan berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara, juga merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka misi pendidikan di Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas

Lebih terperinci

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda

Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet, Herliani Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Mulawarman Samarinda PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI IPA SMA NEGERI 2 SAMARINDA TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Furry Aprianingsih, Elsje Theodore Maasawet,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya, manusia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan pendidikan. Pendidikan merupakan pilar dalam usaha menciptakan manusia yang berkualitas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah pondasi penting dalam pengembangan sains dan teknologi. Tanpa adanya pondasi fisika yang kuat, keruntuhan akan perkembangan sains dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

Skripsi Oleh: Lilis Rahmawati NIM K

Skripsi Oleh: Lilis Rahmawati NIM K PENAMBAHAN MEDIA BELAJAR PADA KOMPETENSI DASAR KEDUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS XI SMA N 7 SURAKARTA Skripsi Oleh: Lilis Rahmawati NIM K4303038 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas

Lebih terperinci

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA

PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA PENCAPAIAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN DAN INKUIRI DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA SKRIPSI Oleh : RIRIK NIANGKASAWATI NIM K. 4303053 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN SIKAP ILMIAH SISWA

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN SIKAP ILMIAH SISWA P-ISSN: 2303-1832 Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi 04 (2) (2015) 257-269 257 E-ISSN: 2503-023X https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-biruni/index 10 2015 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY-DISCOVERY LEARNING (IDL) TERBIMBING

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY-DISCOVERY LEARNING (IDL) TERBIMBING MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL INQUIRY-DISCOVERY LEARNING (IDL) TERBIMBING Bahrudin, Zainuddin, dan Suyidno Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Unlam Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar secara aktif dalam mengembangkan kreativitas berfikirnya. Tujuan pokok

Lebih terperinci

pembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan.

pembelajaran. Sedangkan guru dalam pembelajaran ini hanya membantu dan mengarahkan siswa dalam melakukan eksperimen jika siswa mengalami kesulitan. 134 BAB V ANALISA Pembelajaran dengan model GIL adalah pembelajaran yang bersifat mandiri yang dilakukan sendiri oleh siswa dalam melakukan suatu eksperimen. Adapun subjek pembelajaran pada pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur terpenting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelaksanaan kegiatan pembelajaran khususnya pada tahapan kegiatan inti merupakan proses yang diselenggarakan untuk mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan, maju mundurnya kualitas manusia dapat dilihat dari kualitas pendidikannya. Adapun tujuan pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dalam pengembangan kemampuan berfikir kreatif, kritis, serta

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dalam pengembangan kemampuan berfikir kreatif, kritis, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran Biologi merupakan pembelajaran yang memiliki fungsi yang penting dalam pengembangan kemampuan berfikir kreatif, kritis, serta inovatif, agar tercapainya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dalam Konteks Pembelajaran Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik secara umum maupun secara khusus. Penafsiran tersebut berbeda satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi perubahan dan permasalahan. Salah

Lebih terperinci

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 **

Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 ** Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Suhu dan Kalor Nurlia 1 *, Mursalin 2 *, Citron S. Payu 3 ** Universitas

Lebih terperinci

*keperluan Korespondensi, no. HP ABSTRAK

*keperluan Korespondensi, no. HP ABSTRAK Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 5 No. 2 Tahun 2016 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 52-58 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 IMPLIKASI PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 SKRIPSI Oleh: ULPIYA SUHAILAH K4306040 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan memberikan kemungkinan pada siswa untuk memperoleh kesempatan, harapan, dan pengetahuan agar dapat hidup secara lebih baik. Besarnya kesempatan dan harapan

Lebih terperinci

Kusuma Wardhani 1, Widha Sunarno 2, Suparmi 3 1) SMA Negeri 3 Surakarta, 57128, Indonesia

Kusuma Wardhani 1, Widha Sunarno 2, Suparmi 3 1) SMA Negeri 3 Surakarta, 57128, Indonesia PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING MENGGUNAKAN MULTIMEDIA DAN MODUL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR ABSTRAK DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA Kusuma Wardhani 1, Widha Sunarno 2, Suparmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pendidikan dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan hidup. Dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) 2012 yang befokus pada literasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengukuhkan peserta didik

Lebih terperinci

Mahasiswa Prodi Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2

Mahasiswa Prodi Kimia, Jurusan PMIPA, FKIP, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2 Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 3 Tahun 203 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com STUDI KOMPARASI PENGGUNAAN METODE PBL (PROBLEM BASED

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan (Knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/ keterampilan (Skills development), sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pengetahuan mendasar yang dapat menumbuhkan kemampuan penalaran siswa dan berfungsi sebagai dasar pengembangan sains dan teknologi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kumpulan elemen atau komponen yang saling terkait bertujuan menghasilkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) Indonesia yang terdidik dan berkualitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan memang memiliki peranan penting dalam kehidupan umat manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara. Maju tidaknya suatu negara tergantung dari kualitas pendidikan di dalamnya. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4).

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya pembelajaran kimia yang kreatif dan inovatif, Hidayati (2012: 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menciptakan pembelajaran kimia yang diharapkan dapat memenuhi standar pendidikan Nasional maka diperlukan laboratorium yang mendukung terciptanya pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan seseorang. Melalui pendidikan seseorang akan memiliki pengetahuan yang lebih baik serta dapat bertingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan suatu bangsa karena merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

PERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA

PERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PERANAN DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH BERORIENTASI PADA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA Eka Trisianawati 1, Handy Darmawan 2 Program Studi Pendidikan Fisika IKIP PGRI Pontianak

Lebih terperinci

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA PENGARUH PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA DENGAN TINGKAT MOTIVASI BELAJAR TERHADAP PENGUASAAN KONSEP BIOLOGI SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA SKRIPSI Oleh: NUR EKA KUSUMA HINDRASTI K4307041 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015 Heriyanto* ), Rena Lestari 1), Riki Riharji Lubis 2) 1&2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas tinggi baik sebagai individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang diperlukan oleh semua orang. Dapat dikatakan bahwa pendidikan dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Dunia pendidikan merupakan salah satu dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu SMP negeri di kabupaten garut tahun pelajaran

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan nasional adalah suatu proses belajar dan pembelajaran yang terencana sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO ABSTRAK

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO ABSTRAK IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR PLH MAHASISWA S-1 PGSD BOJONEGORO 1 Barokah Widuroyekti 2 Pramonoadi Penanggung Jawab Wilayah PW Bojonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA 12 e-jurnalmitrapendidikan, Vol 1, No. 2, April 2017 UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA Ponco Budi Raharjo Indri

Lebih terperinci

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN DISCOVERY

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN DISCOVERY PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT (STM) DAN DISCOVERY TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 18 SURAKARTA SKRIPSI Oleh : Puji Harmisih NIM

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan hendaknya mampu mendukung pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, pendidikan harus mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ilmu pengetahuan berkembang semakin luas, mendalam, dan kompleks sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar, pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan sains dan teknologi yang begitu pesat dewasa ini tidak lepas dari peranan matematika. Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu saja menyangkut berbagai hal tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena

BAB I PENDAHULUAN. kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah konsep yang memberikan apresiasi dan pemahaman yang luas kepada siswa untuk memahami nilai-nilai, norma, dan pedoman bertingkah laku karena pendidikan

Lebih terperinci

Bab II Landasan Teori

Bab II Landasan Teori Bab II Landasan Teori 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai proses belajar mengajar bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa secara optimal. Pendidikan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN ISSN 5-73X PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK USAHA DAN ENERGI KELAS VIII MTS N-3 MEDAN Ratni Sirait Jurusan Pendidikan Fisika Program Pascasarjana

Lebih terperinci

DAMPAK MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUDIOVISUAL

DAMPAK MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUDIOVISUAL DAMPAK MODEL INKUIRI TERBIMBING DISERTAI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS AUDIOVISUAL TERHADAP SIKAP ILMIAH DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII DI SMPN 1 MAESAN ARTIKEL Oleh Sri Yuliastutik NIM 090210102010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru untuk mengetahui dan memperbaiki proses maupun hasil belajar siswa.

BAB I PENDAHULUAN. guru untuk mengetahui dan memperbaiki proses maupun hasil belajar siswa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya untuk memperoleh sejumlah informasi mengenai perkembangan siswa selama kegiatan pembelajaran sebagai

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION

HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION SKRIPSI HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 12 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011 Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika

Lebih terperinci