PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI"

Transkripsi

1 PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI ENDANG RUSPARYATI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 ABSTRACT This research is to know the relations of continous light to rubber plants productivity, located in West Tanjung Jabung, Jambi. This is an uncontrolled research with research spots taken at 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700 m, and 800 m distances from flare. There are four rubber plants taken on each spots and flare is the light source researched. The variables observed on this research are rubbers production, light (illuminations, irradiations, UV, and quantum) splitted to day observation to the sunlight and night observation to the flare light. Other observation done on this research are weeds vegetation analysis, soil and air temperature observation, and soil analysis. Results on this research is the increase of contionus flare has no impact to the rubber plants productivity, because the observe value on the night observations show that illumination value is about 0,001-0,004 watt/m2, but the value of UV, irradiations and quantum shows zero point. Productivity of rubber plant is affected by the age of the plant and klon used as a seed, no treatment, no weeds control, and soil structure.the most influential factors in the production rubber clones GT and AVROS is the nutrient content of the soil, soil texture, soil ph, the amount of weeds, and the growth of rubber trees. In clone LCB factors affecting production are soil nutrient content, soil texture, soil ph, the amount of weeds, and the growth of rubber trees. Keyword : rubber, light, flare, illumination, irradiation, UV, dan Quantum

3 RINGKASAN ENDANG RUSPARYATI. Pengaruh Penambahan Cahaya Kontinu Terhadap Produktivitas Tanaman Karet Rakyat (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) Di Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. (Dibimbing oleh HERDATA AGUSTA) Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara penambahan cahaya kontinu dan produktivitas tanaman karet. Cahaya kontinu berasal dari flare. Flare perupakan cerobong panjang yang dialiri gas dan dibakar diatasnya. Penelitian dilaksanakan di Tanjung Jabung Barat, Jambi. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juni Percobaan yang dilakukan di lapang bukan merupakan percobaan yang terkontrol, tetapi merupakan bentuk percobaan observasional. Contoh tanaman yang diamati diambil sesuai dengan jarak tanaman dengan flare. Percobaan dilakukan pada jarak 225m, 275m, 325m, 375m, 425m, 475m, 525m, 600m, 700m, dan 800m dari flare. Setiap titik diambil empat tanaman, sehingga terdapat 40 tanaman contoh. Selain mengambil contoh tanaman, juga dilakukan pengamatan nilai cahaya matahari dan cahaya api biru dari flare. Pengamatan cahaya flare dilakukan pada titik 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, dan 150 m dari flare. Rata-rata nilai iluminasi pada bulan Februari sebesar lux, pada bulan Maret sebesar lux, dan untuk bulan Juni sebesar lux, nilai iluminasi yang paling besar pada bulan Februari. Rata-rata nilai UV pada bulan Februari sebesar 1 mw/cm 2, pada bulan Maret sebesar 1.38 mw/cm 2, dan untuk bulan Juni sebesar 1.5 mw/cm 2, nilai UV yang paling besar adalah pada bulan Juni. Nilai ilumnasi berbeda dengan nilai UV. Rata-rata nilai iradiasi pada bulan Februari sebesar 34 watt/m 2 /menit, pada bulan Maret sebesar watt/m 2 /menit, dan untuk bulan Juni sebesar watt/m 2 /menit, nilai iradiasi yang paling besar adalah pada bulan Juni. Rata-rata nilai kuantum pada bulan Februari sebesar 563 µeinstein s -1 m -2, pada bulan Maret sebesar µeinstein s -1 m -2, sedangkan pada bulan juni tidak dilakukan pengukuran nilai kuantum

4 karena tidak tersedianya peralatan alat. Nilai iradiasi cahaya flare pada malam hari pada jarak m dari cerobong flare sebesar watt/m 2, sedangkan pada jarak 225 m nilai irradiasi sebesar 0 watt/m 2. Hal ini menunjukan bahwa iradiasi cahaya tidak berpengaruh terhadap tanaman karet. Lahan yang digunakan dalam penelitian merupakan kebun karet rakyat yang berada di Betara Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Tinggi permukaan tanah adalah 17 meter diatas permukaan laut, sehingga tanah banyak mengandung pasir. Jenis tanah berkolerasi positif terhadap permeabilitas air, sehingga penguapan air lebih cepat dan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Terdapat 3 varietas yang ditanam di perkebunan karet rakyat ini, yaitu GT (Gondang Tapen), Avros (Algemene Vereniging Rubber Planters Oostkust Sumatra), dan LCB. Pada klon GT produksi tanaman karet termasuk rendah, hanya berkisar antara kg / ha / hari. jika dibandingkan dengan produktivitas klon GT sebesar 20 kg/ha/hari. Produksi pada klon AVROS juga terbilang rendah dengan produksi anara kg/ha/hari dibandingkan dengan produktivitas klon AVROS yang dapat mencapai 15 kg/ha/hari. Pada klon LCB dikatakan rendah dengan produksi sebesar 0.58 dan 1.54 kg/ha/hari jika dibandingkan dengan produktivitas klon LCB sebesar 15 kg/ha/hari. Produksi yang rendah pada klon LCB karena karet belum matang sadap, sehingga lateks yang dihasilkan belum maksimal. Faktor yang berpengaruh terhadap produksi lateks tiga klon tersebut adalah kandungan hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet.

5 PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor ENDANG RUSPARYATI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

6 Judul : PENGARUH PENAMBAHAN CAHAYA KONTINU TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN KARET RAKYAT (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) DI TANJUNG JABUNG BARAT, PROVINSI JAMBI Nama : Endang Rusparyati NIM : A Menyetujui, Pembimbing Dr. Ir. Herdhata Agusta NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP Tanggal Lulus:..

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Pamekasan pada tanggal 24 Januari 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Hafid dan ibu Hairiyah. Tingkat pendidikan dasar ditempuh oleh penulis selama 6 tahun dan selesai pada tahun 2001 di Sekolah Dasar Tobungan II, Galis, Pamekasan. Selain Sekolah dasar, penulis juga bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Nasyatus Sibyan yang ditempuh selama 7 tahun dan lulus pada tahun Pendidikan lanjut tingkat pertama diselesaikan di SLTP 5 Pamekasan pada tahun Pendidikan tingkat menengah diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 2 Pamekasan. Penulis menjadi pengurus OSIS SMA tahun 2006 sebagai ketua divisi Demokrasi, HAM, Pendidikan Politik, Lingkungan Hidup, Kepekaan dan Toleransi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan Agronomi dan Hortikultura. Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh departemen Agronomi dan Hortikultura seperti TEGAR II sebagai seksi LKTI. Saat ini penulis menjadi salah satu staf pengajar di bimbingan belajar Mitra Siswa.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alah SWT. atas rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan skipsi yang berjudul Pengaruh Penambahan Cahaya Kontinu Terhadap Produktivitas Tanaman Karet Rakyat (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) Di Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Herdhata Agusta sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan, saran, dan dana selama Penulis melakukan penelan. 2. Bapak Tarmidzi, Amroni, Mbak Devi serta seluruh staf Betara Gas Plant, Jambi yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian. 3. Bapak, Ibu, Adik dan saudara-saudara penulis yang telah meberikan doa dan kasih sayang selama penulis menyelesaikan studi. 4. Teman-teman AGH 44 dan semua yang telah membantu penelitian ini yang berupa bantuan tenaga dan dukungan dan pikiran selama percobaan berlangsung. 5. Warga Whardhatul Jannah dan para anggota GASISMA yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembacanya. Bogor, Juli 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Karakteristik Karet... 3 Lateks... 3 Cahaya Kontinu... 5 Analisis Komponen Utama... 6 BAHAN DAN METODE... 8 Tempat dan Waktu Percobaan... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Pelaksanaan Pelaksanaan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Parameter Cahaya Pada Siang Hari Pengamatan Bulan Februari Pengamatan Bulan Maret Pengamatan Bulan Juni Pengamatan Pada Malam Hari Pengukuran Suhu Tanah dan Udara Pada Siang Hari Pengukuran Suhu Tanah Pada Malam Hari Kecepatan Angin Jumlah gas yang dibakar Pengamatan Gulma Pengamatan Tanah Produktifitas Tanaman Karet Analisis Komponen Utama KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 61

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Deret Standar Campuran Kepekatan K, Na, Ca, dan Mg Populasi Tanaman Setiap Titik Sampel Kondisi Gulma pada Klon GT Kondisi Gulma pada Klon Avros Kondisi Gulma pada Klon LCB Hasil Analisis Hara Mikro Tanah Hasil Analisis Fisika Tanah (Titik 225) Hasil Produksi Tanaman Karet Nilai Ciri 5 Komponen Utama dari 26 Karakter pada Klon GT Nilai Ciri 5 Komponen Utama dari 26 Karakter pada Klon AVROS Nilai Ciri 3 Komponen Utama dari 26 Karakter pada Klon LCB... 55

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Flare Api Biru Penampakan Batang Karet Nilai Iluminasi Bulan Februari Nilai Sinar UV Bulan Februari Iradiasi Cahaya Bulan Februari Kuantum Cahaya Bulan Februari Nilai Iluminasi Bulan Maret Nilai Cahaya UV Bulan Maret Nilai Iradiasi Cahaya Bulan Maret Nilai Kuantum Cahaya Bulan Maret Nilai Iluminasi Cahaya 14 Juni Nilai UV Pada Tanggal 14 Juni Nilai Iradiasi Pada Tanggal 14 Juni Iradiasi Cahaya Api Flare Pada Malam Hari Suhu Tanah Siang Hari Pada Jarak 225 m Dari Flare api biru Pengamatan Suhu Tanah Pada Malam Hari Suhu Api Flare Kecepatan Angin Jumlah Gas Yang Dibakar pada Bulan Februari sampai Mei Penyadapan Sistem 1/2 S dan Penyadapan Sistem V Konsumsi Kulit Karet (a), Pemulihan Kulit Karet(b) Produksi Lateks Tanaman Karet Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (kesuburan tanah x produksi) Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (produksi x jumlah gulma) Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (kesuburan tanah x produksi) Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (Pertumbuhan tanaman x gulma) Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama LCB (Kesuburan tanah x gulma) Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama LCB (Kesuburan tanah x Produksi)... 56

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah Penelitian Gambar Alat Untuk Pengukuran di Lapang Hasil Analisis Tanah Komposisi Tanah Data Curah Hujan Jambi Keragaman Gulma Pengukuran Cahaya Matahari Pengukuran Iradiasi Cahaya Api Flare Pengukuran Suhu Tanah, Udara dan Kecepatan Angin Pengukuran Suhu Tanah Malam Hari Gambar Cerobong dengan FLIR pada Malam Hari Gambar FLIR pada Siang Hari di Beberapa Jarak dari Flare Suhu Tanah dengan FLIR di Area Flare pada Siang Hari Suhu Tanah dan Tanaman dengan FLIR di Area Flare pada Malam Hari Suhu Batang Karet dan Kanopi dengan Menggunakan FLIR Hasil Analisis Komponen Utama Klon GT Hasil Analisis Komponen Utama Klon AVROS Hasil Analisis Komponen Utama Klon LCB... 85

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam merupakan komoditi pertanian yang penting untuk lingkup nasional maupun internasional. Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua setelah Thailand. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian yang menunjang perekonomian Negara. Tidak sedikit masyarakat yang menggantungkan penghasilannya dari hasil produksi karet. Perkebunan karet lebih banyak ditemukan di pulau Sumatera dan Kalimantan. Direktorat Jendral Perkebunan (2011) mencatat luas lahan karet di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya (Lampiran 1). Peningkatan yang signifikan lebih didominasi oleh perkembangan kebun karet rakyat. Pada tahun 2011 diperkirakan luas lahan perkebunan karet mencapai 3.5 juta hektar. Produksi karet juga mengalami peningkatan hingga 2.6 juta ton. Tercatat luas lahan perkebunan karet rakyat diperkirakan mencapai 2.9 juta ha dan menghasilkan produksi karet sebesar 2.1 juta ton. Hasil produksi karet pada tahun 1998 dengan luas lahan 3.6 juta ha menghasilkan karet sebanyak 1.6 juta ton. Perkebunan karet rakyat pada tahun tersebut seluas 3.1 juta ha dan sisanya merupakan perkebunan karet swasta dan perkebunan karet pemerintah, sedangkan hasil produksi perkebunan rakyat mencapai 1.2 juta ton. Telihat penurunan lahan karet rakyat, akan tetapi hasil karet meningkat. Semakin lama produksi karet dari perkebunan rakyat semakin menurun. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perawatan yang kurang intensif dan bibit yang digunakan bukan merupakan bibit yang berkualitas. Perawatan yang dilakukan pada perkebunan rakyat hanya dengan mengurangi jumlah vegetasi disekitar tanaman. Sebagian besar masyarakat tidak melakukan pemupukan atau perawatan lainnya. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang tumbuh dari biji tanaman sebelumnya. Penyadapan juga dilakukan setiap hari pada saat matahari telah terik. Hal ini mengakibatkan tekanan turgor tanaman berkurang sehingga karet yang dihasilkan hanya sedikit (Kiswara, 2007).

14 2 Perkebunan karet rakyat yang terletak di Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi terletak di sekitar area produksi gas. Di area ini terdapat cerobong gas yang dibakar. Pembakaran gas menghasilkan cahaya biru yang menyala sepanjang hari. Cerobong gas ini lebih dikenal dengan sebutan flare. Flare hanya dimatikan pada saat shut down pada bulan Mei. Penelitian ini dilatar belakangi oleh anggapan penduduk setempat yang menyatakan bahwa adanya cahaya dari flare mengakibatkan penurunan produksi karet. Hal ini cukup menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian ini. Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya tentang pengaruh pemberian cahaya kontinu terhadap kedelai di Tuban pada tahun Api pada lahan yang akan diteliti sudah di modifikasi dari api merah - kuning menjadi api biru. Modifikasi cahaya ini bertujuan agar nilai iradiasi dan iluminasi cahaya yang dihasilkan menjadi lebih kecil, sehingga dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara iradiasi cahaya flare dengan produktivitas kebun karet rakyat dan vegetasi disekitarnya di instalasi industri minyak dan gas Tanjung Jabung, Provinsi Jambi. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah radiasi flare api biru memberikan pengaruh terhadap produktifitas tanaman karet dan vegetasi disekitarnya.

15 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm (Anwar, 2010). batang tanaman ini mengandung getah yang disebut dengan lateks dan merupakan sumber karet alam dunia. Karet memiliki struktur daun majemuk yang terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3 20 cm dan panjang anak daun sekitar 3-10 cm dengan jumlah anak daun biasanya 3 anak daun. Anak daun berbentuk oval, memanjang, dan daunnya meruncing. Karet mempunyai biji yang terdapat dalam setiap buah. Jumlah biji sekitar 3 6 sesuai dengan jumlah ruang buah. Warna biji coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Karet memiliki akar tunggang dengan banyak akar-akar lateral. Anwar (2010) menyatakan bahwa karet tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian kurang dari 1200 m dpl dengan kemiringan lahan 0 70 m. Kondisi tanah yang optimum adalah tanah-tanah dengan kedalaman mencapai 1 m, mempunyai drainase yang baik dan dengan kisaran ph , tetapi tumbuh lebih baik pada kondisi tanah masam. Omokhafe dan Emoedo (2010) juga menyatakan iklim yang sesuai untuk karet adalah yang memiliki suhu udara sekitar O C, kelembaban relatif tidak melampaui %, curah hujan setiap tahunnya antara mm dengan panjang bulan kering maksimum 3-4 bulan. Pada musim kering, karet akan menggugurkan daun setiap tahunnya. Pertumbuhan karet yang optimum dicapai dengan populasi tanaman setiap hektar. Lateks Lateks merupakan hasil dari penyadapan karet. Penyadapan karet merupakan sistim pengambilan lateks dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk memperoleh produksi tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan

16 4 berkesinambungan dengan memperhatikan kesehatan tanaman (Setyamidjaja, 1993). Setelah penyadapan, maka hasil karet akan dikumpulkan untuk dijual. Hasil lateks tidak selalu tetap setiap harinya, banyak hal yang mempengaruhi volume lateks yang didapatkan. Lateks yang dihasilkan dipengaruhi oleh klon karet, umur karet (Khasanah et al, 2007), lilit batang karet, intensitas pengambilan dan cara penyadapan (Joshi et al, 2002), keadaan tanah, dan waktu penyadapan (Omokhafe dan Emoedo, 2010). Klon klon lama yang telah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100. Tahun 2006 telah diliris klon-klon karet baru yaitu: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118 (Anwar, 2010). Klon klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu, pengguna harus memilih dengan cermat klon klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis jenis produk karet yang akan dihasilkan. Karet yang siap sadap juga bergantung pada umur tanaman. Pertambahan umur sebanding dengan pertambahan lilit batang karet. Lilit batang karet betambah 0 2 cm setiap bulannya (Chandrasekhar et al, 2005). Omokhafe dan Emoedo (2010) menyatakan produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen. Omokhafe (2004) menyatakan Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah. Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung

17 5 disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba. Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan sebesar 40 o dari garis horizontal (Cornish, 2001). Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 30 o bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Sistem sadapan ke atas sudut irisan akan semakin membesar. Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5-6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM. Nafri (2008) menambahkan bahwa tebalnya irisan sadap ± mm, penyadapan dilakukan 2 hari sekali (pemakaian kulit hanya 2.5 cm / bulan), biasanya pembuluh lateks terletak pada ketebalan 7 mm, penyadapan jangan sampai terkena lapisan kambium (±1-1.5 mm dari lapisan kambium), dan waktu penyadapan yang terbaik antara pukul pagi. Setelah dilakukan penyadapan tanaman karet maka kulit yang telah dipotong akan melakukan regenerasi (Kongsawadworakul et al., 2009). Regenerasi akan berlangsung sejak kulit mulai disadap dan akan kembali normal pada tahun kedua setelah penyadapan. Gulma juga merupakan komponen yang dapat mepengaruhi produksi lateks. Keberadaan gulma yang tumbuh pada area kebun dapat menjadi saingan tanaman karet dalam menyerap unsur hara. Pengendalian gulma sangat penting, karena pengurangan unsur hara yang diserap tanaman akan berpengaruh terhadap produksi tanaman (Priyadarshan et al., 2005). Gulma yang menjadi pesaing karet adalah alang-alang, Mikania cordorata, Axonopus sp, puspalum konjugatum, Imperata cylindrical, Melastoma malabathricum, Borreria alata (Yeoh and Taib, 1979 dan Anwar 2010). Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual ataupun kimia. Cahaya Kontinu Karet menyukai intensitas cahaya matahari yang rendah (Chandrasekhar et al., 2005). Hal ini disebabkan pada saat musim hujan dan intensitas cahaya

18 6 matahari menurun maka daun tanaman karet melebar dan membantu peningkatan proses fotosintesis. Intensitas matahari yang terlalu besar dapat mengakibatkan pengguguran daun. Musim kering (panas) berturut-turut selama dua bulan akan menyebabkan stress pada tanaman karena penguapan yang besar dan pasokan air yang sedikit. Sehingga proses fotosintesis terganggu. Jumlah panjang hari sangat mempengaruhi produktifitas karet. Jumlah panjang hari yang dibutuhkan oleh tanaman karet adalah 12 jam setiap hari (Yeang, 2007). Radiasi cahaya matahari dapat mempengaruhi fotosintesis karet. Cahaya yang efisien digunakan oleh tanaman karet adalah g MJ -1 (Khasanah et al, 2007). Agusta dan Santosa (2005) menyatakan bahwa penambahan cahaya yang terus menerus (fotoperiodisitas 24 jam setiap hari) dengan nilai iradiasi sebesar 0.61 cal/cm 2 /menit dengan nilai iluminasi sebesar 59 lux mampu melakukan penekanan proses pembungaan dan pembentukan polong, pengisian biji, serta produksi kacang hijau kultivar Betet. Hal ini dapat menyatakan bahwa penambahan cahaya dapat memberikan efek negatif terhadap tanaman. Penambahan cahaya kontinu pada tingkat 0.01 cal/cm 2 /menit dengan nilai iluminasi sebesar 2 lux tidak mempengaruhi produksi kacang hijau (Agusta, 2008). Tanaman karet tidak terlalu terpengaruh terhadap suhu dingin pada malam hari. Blohm and Gehrels (2007) menyatakan bahwa tanaman karet dipengaruhi suhu dingin yang berkisar 10 o C pada malam hari. Analisis Komponen Utama Analisis komponen utama merupakan bagian dari analisis multivariat yang melibatkan lebih dari dua variabel. Pola hubungannya dapat bersifat dependen maupun independen. Jika pola hubungan dependen maka dalam analisisnya diperlukan variabel bebas dan variabel tergantung. Salah satu tantangan dalam analisis data peubah ganda adalah mereduksi dimensi dari segugus peubah data yang besar. Hal ini sering kali dilakukan dengan cara mereduksi gugus peubah tersebut menjadi gugus peubah yang lebih kecil atau gugus peubah yang baru yang banyaknya lebih sedikit. Peubah-peubah baru tersebut merupakan fungsi dari peubah asal atau peubah asal itu sendiri

19 7 memiliki proporsi informasi yang signifikan mengenai gugus data tersebut. Pereduksian dimensi ini sangat diperlukan saat melakukan eksplorasi data menggunakan plot-plot untuk memberikan informasi secara visual. Penggunaan komponen utama merupakan fungsi linier tertentu dari peubah asal. Sering disarankan untuk digunakan dalam proses mereduksi banyak peubah. Analisi komponen utama adalah prosedur statistik untuk mendapatkan komponen utama yang mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal (Sartono, et all. 2003). Komponen utama mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang diukur menggunakan keragaman total hanya menggunakan sedikit komponen utama saja. Analisis komponen utama juga dapat dipandang sebagai sebuah kasus proyeksi data dari dimensi besar ke dimensi yang lebih rendah. Analisis komponen utama adalah salah satu teknik ekplorasi data yang digunakan sangat luas ketika menghadapi data peubah ganda. Metode yang digunakan untuk menentukan banyaknya komponen utama yaitu bedasarkan pada kumulatif proporsi keragaman total yang mampu dijelaskan. Minimum persentasi di entukan terlebih dulu, dan selanjutnya banyaknya komponen yang paling kecil sehingga batas itu terpenuhi dijadikan sebagai banyaknya komponen utama. Tidak ada patokan yang baku berapa batas minimum tersebut.

20 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian akan dilaksanakan di kebun karet rakyat di daerah Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan Juli Bahan dan Alat Penelitian ini akan menggunakan sampel dari perkebunan karet rakyat yang terdapat disekitar salah satu perusahaan minyak dan gas yang tedapat di daerh Betara, Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Bahan yang dihugunakan dibagi menjadi dua, yaitu bahan untuk pembekuan karet dan bahan yang digunakan untuk analisis tanah secara kimia. Bahan yang digunakan untuk pembekuan karet adalah cuka karet yang biasa digunakan oleh petani karet setempat. Jumlah cuka karet yang digunakan tergantung pada berat lateks yang sudah di dapatkan. Perbandingan antara cuka karet dan lateks yaitu 1 : 10. Bahan yang digunakan untuk analisis tanah dibagi berdasarkan parameter tanah yang dianalisis. ph tanah. Bahan untuk analisis tanah yaitu Air bebas ion, Larutan buffer ph 7,0 dan ph 4.0, KCl 1 M, Larutkan 74,5 g KCl p.a. dengan air bebas ion hingga 1 liter. Peralatan yang digunakan Neraca analitik, Botol kocok 100 ml, Dispenser 50 ml gelas ukur -1, Mesin pengocok, Labu semprot 500 ml, ph meter. C-Organik. Bahan yang digunakan adalah Asam sulfat pekat, Kalium dikromat 1 N (Larutkan 98,1 g kalium dikromat dengan 600 ml air bebas ion dalam piala gelas, tambahkan 100 ml asam sulfat pekat, panaskan hingga larut sempurna, setelah dingin diencerkan dalam labu ukur 1 l dengan air bebas ion sampai tanda garis), Larutan standar ppm C (Larutkan 12,510 g glukosa p.a. dengan air suling di dalam labu ukur 1 l dan diimpitkan). Alat yang digunakan

21 9 adalah Neraca analitik, Spektrofotometer, Labu ukur 100 ml, Dispenser 10 ml, Pipet volume 5 ml. N-Total. Bahan yang digunakan untuk analisis tanah untuk destruksi contoh adalah Asam sulfat pekat (95-97 %), Campuran selen p.a. (tersedia di pasaran) atau buat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat dan 1,55 g selen kemudian dihaluskan. Bahan untuk pengukuran secara destilasi yaitu, Asam borat 1% (Larutkan 10 g H3BO3 dengan 1 l air bebas ion), Natrium Hidroksida 40 % (Larutkan 400 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600 ml, setelah dingin diencerkan menjadi 1 l), Batu didih (Buat dari batu apung yang dihaluskan), Penunjuk Conway (Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green) dengan 200 ml etanol 96 %), Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol) 32, H2SO4 4 N(Masukan 111 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97 %) sedikit demi sedikit melalui dinding labu labu ukur 1000 ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1000 ml, kocok), Larutan baku asam sulfat 0,050 N (Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N Titrisol ke dalam labu ukur 1 liter. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 l. Atau: Pipet 12,5 ml asam sulfat 4 N ke dalam labu ukur 1 l. Diencerkan sampai 1 l dengan air bebas ion, kocok. Kenormalannya ditetapkan dengan bahan baku boraks). Alat yang digunakan untuk penetapan N-Total adalah neraca analitik, tabung digestion & blok digestion, labu didih 250 ml, erlenmeyer 100 ml bertera, buret 10 ml, pengaduk magnetic, dispenser, tabung reaksi, pengocok tabung, dan alat destilasi. P-Bray 1. Peralatan yang digunakan adalah Neraca analitik, Dispenser 25 ml, Dispenser 10 ml, Tabung reaksi, Pipet 2 ml, Kertas saring, Botol kocok 50 ml, Mesin pengocok, Spektrofotometer. Pereaksi yang digunakan adalah HCl 5 N (Sebanyak 416 ml HCl p.a. pekat (37 %) dimasukkan dalam labu ukur ml yang telah berisi sekitar 400 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga ml. Pengekstrak Bray dan Kurts I (larutan 0,025 N HCl + NH4F 0,03

22 10 N) (Timbang 1,11 g hablur NH4F, dilarutkan dengan lebih kurang 600 ml air bebas ion, ditambahkan 5 ml HCl 5 N, kemudian diencerkan sampai 1 l). Pereaksi P pekat (Larutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air bebas ion dalam labu ukur 1 liter. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2O dan secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 l dengan air bebas ion). Pereaksi pewarna P (Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, kemudian dijadikan 1 liter dengan air bebas ion. Pereaksi P ini harus selalu dibuat baru). Standar induk ppm PO4 (Titrisol) (Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk PO4 Titrisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok). Standar induk 100 ppm PO4 (Pipet 10 ml larutan standar induk ppm PO4 ke dalam labu 100 ml. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok). Deret standar PO4 (0-20 ppm) (Pipet berturut-turut 0; 2; 4; 8; 12; 16; dan 20 ml larutan standar 100 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan pengekstrak Olsen hingga 100 ml). K, Na, Ca, dan Mg. Peralatan yang digunakan adalah Neraca analitik 3 desimal, Tabung digestion & blok digestion, Pengocok tabung, Dispenser, Tabung reaksi, Spektrophotometer UV-VIS, AAS, Flamephotometer, Spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah HNO3 pekat (65 %) p.a., HClO4 pekat (60 %) p.a. Standar 0 (larutan HClO4 0,6 %) (Dipipet 1 ml HClO4 pekat (60 %) ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi air bebas ion kira-kira setengahnya, goyangkan dan tambahkan lagi air bebas ion hingga tepat 100 ml (pengenceran 100 x). Larutan BaCl2-Tween Ditimbang 3 g serbuk BaCl2 p.a. ke dalam botol kocok 250 ml, tambahkan 4 ml Tween 80 dan botol digoyangkan agar campuran merata. Campuran dibiarkan semalam, selanjutnya ditambah 100 ml air bebas ion dan dikocok selama 2 jam hingga serbuk BaCl2 terlarut sempurna. Biarkan semalam sebelum digunakan). Larutan asam campur (Ke dalam labu ukur 1 l yang berisi air bebas ion kira-kira setengahnya, tambahkan secara perlahan berturutturut 50 ml CH3COOH glasial (100 %) p.a., 20 ml HCl pekat (37 %) p.a. dan 20 ml H3PO4 pekat (70 %) p.a., kemudian diimpitkan dengan air bebas ion menjadi 1 l). Standar campur 250 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca. Pipet

23 11 masing-masing: 25,0 ml standar pokok ppm K, 10,0 ml standar pokok ppm Na, 25,0 ml standar pokok ppm Ca, 5,0 ml standar pokok ppm Mg kemudian Campurkan dalam labu ukur 100 ml, tambahkan perlahan 1 ml HClO4 pekat, kemudian diimpitkan dengan air bebas ion hingga tepat 100 ml. Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg (0-50 ppm). Pipet standar campur sebanyak 0; 1; 2; 4; 6; 8; dan 10 ml, masingmasing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan HClO4 0,6 % (Tabel 1). Tabel 1. Deret Standar Campuran Kepekatan K, Na, Ca, dan Mg S0 S1 S2 S3 S4 S5 S ppm K ppm Na ppm Ca ppm Mg Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa. Peralatan yang digunakan adalah Neraca analitik, Tabung perkolasi, Labu ukur 50 ml, Labu ukur 100 ml, Labu semprot, Spektrofotometer, Flamefotometer, Atomic absorption spectrophotometer (AAS). Untuk perkolasi, bahan yang digunakan adalah Amonium asetat 1 M, ph 7,0 (Timbang 77,08 g serbuk NH4-Asetat p.a. ke dalam labu ukur 1 l. Tambahkan air bebas ion hingga serbuk melarut dan tepatkan 1 l. Atau dapat pula dibuat dengan cara berikut: Campurkan 60 ml asam asetat glasial dengan 75 ml ammonia pekat (25%) dan diencerkan dengan air bebas ion hingga sekitar 900 ml. ph campuran diatur menjadi 7,00 dengan penambahan amonia atau asam asetat, kemudian diimpitkan tepat 1 l). Etanol 96 %, HCl 4 N (Sebanyak 33,3 ml HCl p.a. 37 % dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sekitar 50 ml air bebas ion, kocok dan biarkan dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga tepat 100 ml). NaCl 10% (Timbang 100 g NaCl, kemudian dilarutkan dengan air bebas ion. Tambahkan 4 ml HCl 4 N dan diimpitkan tepat 1l). Pasir kuarsa bersih, Filter pulp (Kation-kation dapat ditukar). Amonium asetat 4 M, ph 7,0 Buat dengan cara yang sama seperti amonium asetat 1 M, namun menggunakan 4 x 77,08 g NH4-Asetat p.a. Standar pokok ppm K, Standar pokok ppm Na,

24 12 Standar pokok ppm Ca, Standar pokok ppm Mg, Standar campur 200 ppm K, 100 ppm Na, 50 ppm Mg, 250 ppm Ca (Pipet masing-masing : 25,0 ml standar pokok ppm K, 10,0 ml standar pokok ppm Na, 5,0 ml standar pokok ppm Mg, 25,0 ml standar pokok ppm Ca Campurkan dalam labu ukur 100 ml, ditambah 25 ml NH4-asetat 4 N, ph 7,0, kemudian diimpitkan). Deret standar campur K (0-250 ppm), Na (0-100 ppm), Ca (0-250 ppm) dan Mg (0-50 ppm), (Pipet standar campuran sebanyak 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan 10 ml, masingmasing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dijadikan 10 ml dengan larutan NH4-Ac 1 M, ph 7). Larutan La 2,5 % (Timbang 66,8376 gram LaCl3.7H2O, dilarutkan dengan air bebas ion ditambahkan 10 ml HCl 25% kemudian diimpitkan tepat 1 l). Larutan La 0,125 % (Larutan La 2,5 % diencerkan 20 x dengan air bebas ion). Bahan KTK cara destilasi yaitu Asam borat 1% (Larutkan 10 g H3BO3 dengan 1 l air bebas ion). Natrium Hidroksida 40 % (Larutkan 400 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600 ml, setelah dingin diencerkan menjadi 1 l). Batu didih (Buat dari batu apung yang dihaluskan). Penunjuk Conway (Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green) dengan 200 ml etanol 96 %). Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol). H2SO4 4 N (Masukkan 111 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97 %) sedikit demi sedikit melalui dinding labu labu ukur ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas ion, kocok dan biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga ml, kocok). Larutan baku asam sulfat 0,050 N (Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N Titrisol ke dalam labu ukur 1 l. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 l. Atau: Pipet 12,5 ml asam sulfat 4 N ke dalam labu ukur 1 l. Encerkan sampai 1 l dengan air bebas ion, kocok. Kenormalannya ditetapkan dengan bahan baku boraks). Peralatan yang digunakan untuk mengukur cahaya adalah : Li-cor LI-250 Light Meter, sensor Pyranometer LI-200, sensor Photometer LI-210, sensor Kuantum LI-190, UV Light Meter (YK-35UV), Light Meter (LX-1128SD), Anemometer untuk mengukur kecepatan angin dan suhu udara, Infra Red Thermal Imager (FLIR I3) untuk mengetahui suhu api, tanaman dan perbedaan suhu disekitarnya, Ring Tanah untuk analisis fisika tanah, GPS (76 CSX) untuk menentukan tanaman yang akan digunkan sebagai tanaman contoh, Timbangan

25 13 (ketelitian 0.01g untuk karet), Timbangan (ketelitian 0.1g untuk gulma), Oven mengeringkan gulma dan karet,, Kamera, Infra red Thermometer Gun (Raytex, Minitep) untuk mengukur suhu tanah. Gambar peralatan dapat dilihat pada lampiran 2. Metode Pelaksanaan Percobaan ini bukan merupakan percobaan yang terkontrol, akan tetapi merupakan bentuk percobaan observasional. Contoh tanaman yang diamati diambil sesuai dengan radius yang telah ditentukan dengan menggunakan GPS dan keberadaan tanaman karet itu sendiri. Pengambilan contoh karet hanya pada arah utara saja, karena pada sekeliling flare hanya pada arah utara yang terdapat hutan karet rakyat (lampiran 1). Pada arah barat, timur, dan selatan ditumbuhi tanaman bukan karet. Radius yang di ambil adalah jarak tanaman karet dari flare yaitu: 225 m (03 o S, 98 o E), 275 m (03 o S, 98 o E), 325 m (03 o 24,021 S, 98 o 77,011 E), 375 m (03 o 23,994 S, 98 o 77,043 E), 425 m (03 o 23,999 S, 98 o 77,104 E), 475 m (03 o S, 98 o E), 525 m (03 o S, 98 o E), 600 m (03 o S, 98 o E), 700 m (03 o 24,489 S, 98 o 77,418 E), dan 800 m (03 o 24,579 S, 98 o 77,406 E). Setiap titik akan diambil empat tanaman contoh yang di anggap dapat mewakili tanaman karet lain disekitarnya. Denah percobaan dapat dilihat pada lampiran 1. Pengamatan cahaya matahari meliputi UV, Iradiasi, Iluminasi, dan Kuantum. Selain itu, dilakukan pengamatan suhu tanah dan suhu udara pada siang dan malam hari. Pengamatan pada cahaya flare dilakukan pada radius 0 m, 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, dan 150 m. Pengamatan cahaya ini dilakukan pada malam hari yang meliputi UV, Iradiasi, Ilminasi, dan Kuantum. Pengamatan

26 14 lingkungan meliputi kondisi gulma (jumlah gulma, bobot basah gulma, bobot kering gulma, dan kadar air Gulma) dan kondisi fisika dan kimia tanah (Kadar air tanah, pasir, debu, Liat, ph tanah, C organik tanah, N total tanah, Ca tanah, Mg tanah, K Tanah, Na Tanah, KTK Tanah, dan P tanah). Pengamatan produksi meliputi lilit batang, tinggi batang, tinggi bidang sadap, panjang daun, lebar daun, Berat Basah karet, Berat Kering karet, dan kadar karet kering. Data akan diolah menggunakan analisis komponen utama dengan menggunakan SAS 17. Pelaksanaan Penelitian Lahan yang digunakan merupakan perkebunan rakyat yang sudah dalam fase matang sadap. Tanaman contoh yang diambil merupakan tanaman yang dianggap dapat mewakili keseluruhan penampakan tanaman karet yang berada dilapangan. Pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari mulai pukul WIB WIB dan WIB WIB dini hari. Pengamatan yang dilakukan antara lain: Analisis tanah. Sampel tanah diambil pada jarak 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700 m, dan 800 m dari flare dengan empat kedalaman 0-10 cm, cm, cm, cm dari permukaan tanah. Pengambilan sampel tanah pada setiap titik dilakukan di tengah-tengah titik tersebut. Tanah dilapangan kemudian ditimbang 50 gram untuk menentukan kadar air, dan 250 gram untuk menentukan sifat fisik tanah. Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan cara mengoven tanah di Laboratorium Pasca Panen IPB. tanah kering udara dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Keringkan dalam oven pada suhu 105 oc selama 3 jam. Angkat pinggan dengan penjepit dan masukkan ke dalam eksikator. Setelah contoh dingin kemudian timbang. Bobot yang hilang adalah bobot air dengan perhitungan: Kadar Air (%) = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 100 Faktor koreksi kadar air (fk) = 100 / (100 kadar air) Pengambilan sempel untuk sifat fisika tanah diambil pada jarak 225 m dari flare dengan empat kedalaman 0-10 cm, cm, cm, cm dari

27 15 permukaan tanah. Cara pengambilan sampel tanah untuk uji sifat fisika tanah berbeda dengan pengambilan sampel tanah untuk uji kimia tanah. Pengambilan sampel tanah untuk uji fisika tanah dilakukan dengan menggunakan ring khusus tanah. Pengambilan sampel tanah hanya dilakukan satu kali pada tanggal 12 Februari Tanah kemudian di uji di Laboratorium Tanah untuk mengetahui sifat kimia dan fisika tanah Penentuan ph. Nilai ph menunjukkan konsentrasi ion H + dalam larutan tanah, yang dinyatakan sebagai log[h + ]. Peningkatan konsentrasi H + menaikkan potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala ph. Elektrode gelas merupakan elektrode selektif khusus H +, hingga memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H +. Potensial yang timbul diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri atas elektrode pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi). Konsentrasi H + yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif (aktual) sedangkan pengekstrak KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan (potensial). Langkah kerjanya yaitu Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang satu (ph H2O) dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (ph KCl). Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan ph meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer ph 7,0 dan ph 4,0. Laporkan nilai ph dalam 1 desimal. Cr 6+ Penentuan C-Organik. Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi yang berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas warna hijau yang terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Langkah kerja untuk menentukan C-Organik tanah yaitu Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok. Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Diencerkan dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan

28 16 harinya diukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh. Catatan: Bila pembacaan contoh melebihi standar tertinggi, ulangi penetapan dengan menimbang contoh lebih sedikit. Ubah faktor dalam perhitungan sesuai berat contoh yang ditimbang. Cara penghitungan penetapa C-organik (%) adalah: C-Organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak ml-1 x 100 mg contoh-1 x fk = ppm kurva x x x fk = ppm kurva x x fk Keterangan: ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. 100 = konversi ke % fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) Penentuan N-Total. Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat pekat dengan katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4. Kadar amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan penunjuk Conway. Cara spektrofotometri menggunakan metode pembangkit warna indofenol biru. Langkah kerja yang dilakukan untuk menentukan kandungan N-Total dalam tanah yaitu Destruksi contoh Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, masukan ke dalam tabung digest. Tambahkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350 o C (3-4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi atau cara kolorimetri. Pengukuran N dengan cara destilasi yaitu pindahkan secara

29 17 kualitatif seluruh ekstrak contoh ke dalam labu didih (gunakan air bebas ion dan labu semprot). Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah 3 tetes indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume penampung mencapai ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb). Cara menghitung kadar N- Total adalah: Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk = (Vc - Vb) x N x 14 x x fk = (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk Keterangan : Vc, Vb = ml titar contoh dan blanko N = normalitas larutan baku H2SO4 14 = bobot setara nitrogen 100 = konversi ke % fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) Penentuan P-Bray 1. Dasar penetapan P-Bray 1 adalah Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa rangkai dengan Fe & Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini biasanya digunakan pada tanah dengan ph <5,5. Cara kerja Penentuan P-Bray 1 yaitu Timbang 2,500 g contoh tanah <2 mm, ditambah pengekstrak sebanyak 25 ml, kemudian dikocok selama 5 menit. Saring dan bila larutan keruh dikembalikan ke atas saringan semula (proses penyaringan maksimum 5 menit). Dipipet 2 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 ml, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. perhitungannya adalah:

30 18 Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 1.000g/g contoh x fp x 142/190 x fk = ppm kurva x 25/1.000 x 1.000/2,5 x fp x 142/190 x fk = ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk Keterangan: ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. fp = faktor pengenceran (bila ada) 142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5 fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) Penentuan K, Na, Ca, dan Mg. Dasar penetapannya adalah Unsur makro dan mikro total dalam tanah dapat diekstrak dengan cara pengabuan basah menggunakan campuran asam pekat HNO3 dan HClO4. Kadar makro dan mikro dalam ekstrak diukur menggunakan AAS, flamefotometer dan spektrofotometer. Timbang 0,500 g contoh tanah <0,5 mm ke dalam tabung digestion. Tambahkan 5 ml HNO3 p.a. dan 0,5 ml HClO4 p.a. dan biarkan satu malam. Besoknya dipanaskan dalam digestion blok dengan suhu 100 o C selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 o C. Setelah uap kuning habis suhu digestion blok ditingkatkan menjadi 200 o C. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan pengocok tabung hingga homogen. Pipet 1 ml ekstrak dan deret standar masingmasing ke dalam tabung kimia dan ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Kocok dengan menggunakan pengocok tabung sampai homogen. Ca dan Mg diukur dengan AAS sedangkan K dan Na diukur dengan alat flamephotometer dengan deret standar sebagai pembanding. Penghitungan Kadar K, Ca, Mg, dan Na (%) = ppm kurva x ml ekstrak ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk = ppm kurva x 50/1.000 x 100/500 x 10 x fk = ppm kurva x 0,1 x fk Keterangan:

31 19 ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. 100 = konversi ke % (pada satuan %) fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) fp = faktor pengenceran Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa. Dasar penetapannya adalah koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na + ) dalam kompleks jerapan tanah ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak dan dapat diukur. Untuk penetapan KTK tanah, kelebihan kation penukar dicuci dengan etanol 96%. NH4+ yang terjerap diganti dengan kation Na + dari larutan NaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK. Kation-kation dapat ditukar (Ca 2+, Mg 2+, K + dan Na + ) ditetapkan dengan Flamefotometer dan AAS. NH4+ (KTK) ditetapkan secara kolorimetri dengan metode Biru Indofenol. Cara menentukan KTK tanah adalah Timbang 2,500 g contoh tanah ukuran >2 mm, lalu dicampur dengan lebih kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter pulp digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5 g) dan lapisan atas ditutup dengan penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan pengerjaan seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan amonium acetat ph 7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml, diimpitkan dengan amonium acetat ph 7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg, K dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml etanol 96 % untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10 % sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10 %. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau

32 20 kolorimetri. Pengukuran KTK Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung, destilasi perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl. Pada cara destilasi langsung dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah, isi tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol) dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung perkolasi. Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Siapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1 % yang ditambah 3 tetes indicator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb). Cara Pengukuran kationdd (Ca, Mg, K, Na) yaitu Perkolat NH4-Ac (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet 1 ml ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan La 0,25 %. Diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk pemeriksaan K dan Na) menggunakan deret standar sebagai pembanding. Cara pengukuran Kationdd (cmol (+) kg-1) (S) = (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak ml -1 x1.000 g g contoh -1 x0,1x fp x fk = (ppm kurva/bst kation) x 50 ml ml -1 x g 2,5 g -1 x 0,1 x fp x fk = (ppm kurva/bst kation) x 2 x fp1 x fk Cara Perhitungan destilasi langsung: KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x g/2,5 g x fk = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk Cara Perhitungan kejenuhan basa: Kejenuhan basa = jumlah kation dd (S)/KTK (T) x 100 % Keterangan: ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko. 0,1 = faktor konversi dari mmol ke cmol bst kation = bobot setara: Ca : 20, Mg: 12,15, K: 39, Na: 23 fp1 = faktor pengenceran (10)

33 21 fp2 = faktor pengenceran (20) fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 % kadar air) S = jumlah basa-basa tukar (cmol(+) kg -1 ) T = kapasitas tukar kation (cmol(+) kg -1 ) Jumlah latek. Latek diambil dari tanaman karet yang telah ditentukan yaitu pada radius 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700 m, 800 m dari flare. Penyadapan dilakukan pada pukul 7.00 WIB sesuai dengan kegiatan penyadapan petani. Pada setiap titik terdapat empat tanaman karet yang akan disadap, sehingga terdapat 40 sampel lateks setiap hari pengambilan. Tipe penyadapan disesuaikan dengan tipe sadap petani. Tipe sadap yang dilakukan adalah ½ S, yaitu setengah keliling batang karet dengan arah kiri atas kekanan bawah. Latek yang telah terkumpul kemudian ditimbang dan dicampur dengan cuka karet untuk mengumpalkan lateks sehingga lateks dan air yang terkandung dalam lateks. Lateks kemudian di bawa ke Laboratirium Pasca Panen IPB untuk dikeringkan dengan menggunakan oven selama 3 hari dengan suhu 80 o C sampai benar-benar kering. Pengambilan getah karet disesuaikan dengan kegiatan para penyadap karet. Penyadapan dilakukan pada tanggal 11 Februari 2011, Maret 2011, dan pada tanggal Juni Setiap hari dilakukan penyadapan karet Analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan mengambil vegetasi disekitar tanaman karet pada radius 225 m, 275 m, 325 m, 375 m, 425 m, 475 m, 525 m, 600 m, 700 m, 800 m dari flare dengan menggunakan kuadran ukuran 1 m x 1 m. Pada setiap titik terdapat empat pengulangan pengambilan vegetasi sehingga terdapat 40 sampel gulma. Kuadran dilempar disekiar tanaman contoh, sehingga mendapatkan vegetasi yang mewakili sekitar tanaman contoh. Analisis vegetasi dilakukan satu kali pada tanggal 11 Februari Gulma kemudian di timbang untuk mendapatkan bobot awal. Setelah itu gulma kemudian dipisahkan berdasarkan jenisnya. Gulma kemudian di oven dengan suhu 80 o C selama 2 hari agar gulma benar-benar kering.

34 22 Klon Karet. Klon tanaman ditentukan dengan memperbandingkan dengan koleksi plasma nutfah Institut Pertanian Bogor (IPB). Daun dari setiap sempel akan dibandingkan dengan plasma yang dimiliki kampus IPB karena tanaman di perkebunan karet rakyat memiliki jenis yang berbeda. Data yang demikian akan sangat membantu dalam pengolahan data. Pengamatan tanaman karet. Pengamatan tanaman karet dilakukan dengan mengamati tinggi tanaman karet yaitu dengan menggunakan distometer. Tinggi tanaman karet dihitung dari permukaan tanah sampai percabangan pertama tanaman karet. lilit batang dilakukan dengan menggunakan meteran. Pengukuran lilit batang dilakukan pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah. Pengamatan tinggi bidang sadap dilakukan dengan menggunakan meteran yaitu dengan mengukur tinggi tanaman karet dari permukaan tanah sampai pada bidang sadap karet. Terdapat juga pengamatan konsumsi kulit karet, yaitu dengan mengukur tebalnya potongan kulit karet. Pengamatan cahaya. Pengamatan cahaya dilakukan dengan pengamatan pada siang hari dan malam hari. Pengamatan pada siang hari (07.00 WIB WIB) meliputi kuantum yaitu pengukuran dengan menggunakan quantum yang disambungkan dengan Li-cor LI-250 Light Meter. Pengukuran nilai iluminasi mengggunakan Photometer yang disambungkan dengan Li-cor LI-250 Light Meter. Pengukuran nilai iradiasi mengggunakan Pyranometer yang disambungkan dengan Li-cor LI-250 Light Meter. Pengamatan yang dilakukan pada malam hari (19.00 WIB WIB) tidak berbeda dengan pengamatan yang dilakukan pada siang hari. Pengamatan cahaya dilakukan setiap 15 menit sekali. Pengamatan di dalam area flare akan dilakukan pada radius 0 m, 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, 150 m dan 225 m jarak dari flare. Suhu. Pengamatan suhu dilakukan pada siang hari dan malam hari dengan menngunakan satuan oc. pengukuran suhu dilakukan dengan mengukur suhu tanah dan suhu udara. Pengukuran suhu udara menggunakan anemometer sedangkan untuk pengukuran suhu tanah menggunakan Infa Red Thermometer

35 23 gun. Pengamatan suhu dilakukan dengan mengikuti pengamatan cahaya. Pengamatan dilakukan setiap 15 menit sekali. Pengamatan pada malam hari dilakukan pada radius 0 m, 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, 150 m dan 225 m dari flare. Kecepatan angin. Kecepatan angin di ukur pada radius 0 m, 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125 m, 150 m dan 225 m dari flare. Pengukuran kecepatan angin menggunakan Anemometer dengan satuan meter persekon. Pengamatan kecepata angin dilakukan bersamaan dengan pengamatan cahaya dan pengamatan suhu tanah. Analisis data. Analisis data dilakukan untuk mengetahui hubungan antara besarnya nyala api flare dengan produksi tanaman karet dan tumbuhan disekitarnya dengan membuat histogram atara jarak tanaman karet dan produksi tanaman karet. Nyala api yang kecil sehingga nilai irradiasi, iluminasi, kuantum dan UV mendekati nol, maka anlisis data tidak akan mengacu terhadap jarak tanaman terhadap flare. Analisis data akan dilakukan dengan membagi tanaman berdasarkan klon yang terdapat dilapangan. Variabel yang digunakan merupakan variabel terukur selain variabel cahaya flare maupun cahaya matahari. Tanaman yang akan dibandingkan harus memiliki klon dan umur yang relatif sama, sehingga pembahasan akan dilakukan berdasarkan kliasifikasi klon dan umur tanaman. Analisis berupa analisis komponen utama dengan menggunakan SAS 17.

36 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan yang digunakan untuk penelitian adalah kebun karet rakyat yang terdapat di daerah Betara Tanjung Jabung Barat, Povinsi Jambi. Di daerah penelitian ini terdapat Flare dengan api biru yang berfungsi sebagai pengalir gas untuk mengurangi tekanan gas sehingga tidak terjadi ledakan. Diujung Flare dibakar sedemikian rupa sehingga mengeluarkan api berwarna biru. Ketinggian flare sekitar 70 m dari permukaan tanah (Gambar 1a). Pada saat penelitian terdapat proyek pembangunan disekitar flare, sehingga pada malam hari disekitar flare cukup terang (Gambar 1b). a b Gambar 1. Flare Api Biru Para petani karet pada lahan penelitian ini umumnya tidak memiliki pengetahuan formal mengenai tanaman karet. Mereka biasanya hanya mengandalkan pengetahuan dari kebiasaan mereka sehingga mereka belum mengetahui tantang keuntungan pemilihan bibit untuk tanaman karet. Bibit yang bagus biasanya berasal dari penangkar bibit karet yang harganya cukup mahal, sehingga mereka tidak dapat membelinya. Tanaman karet di kebun rakyat tempat penelitian adalah tanaman yang di budidayakan dari biji yang ada di lapangan sehingga terdapat beberapa tanaman yang mengerucut pada ketinggin 120 cm (Gambar 2) yang disebabkan oleh bibit yang berasal dari biji sehingga terdapat beberapa tanaman bercabang pada ketinggian 50 cm dari permukaan tanah.

37 25 Mengerucut Gambar 2. Penampakan Batang Karet Petani karet tidak melakukan pemupukan tanaman dan penyiangan gulma yang tumbuh di antara tanaman karet, tetapi dibiarkan tumbuh secara alami. Penyiangan gulma akan dilakukan saat mereka merasa bahwa gulma yang tumbuh sudah menyulitkan mereka untuk berjalan menuju tanaman karet yang akan disadap. Penyiangan gulma biasanya dilakukan secara manual. Peremajaan dilakukan dengan cara penyisipan, yaitu penanaman bibit tanaman antara tanaman karet menghasilkan karet (TM). Kebun yang diteliti bukan milik satu orang petani, tetapi dimiliki oleh 5 orang petani. Petani karet ada yang tinggal di kebun mereka, ada juga yang memiliki rumah di desa lain, sehingga retdapat perbedaah pelakuan dari setiap petani terhadap tanaman karet mereka. Perbedaan perawatan tanaman dan umur tanaman akan menyebabkan perbedaan dalam jumlah lateks pada setiap titik pengamatan. Klon ditanam di daerah tersebut terdiri dari pencampuran GT (gondang tapen) pada jarak 225 m, 275 m, 475 m, 525 m, dan 600 m dari flare, AVROS (Algemene Vereniging Rubber Planters Oostkust Sumatra) pada jarak 325 m, 375 m, dan 425 m dari flare) dan LCB (700 m dan 800 m dari flare). Umur karet juga berbeda disetiap titik yang di tentukan. Perbadaan umur disebabkan karena perbedaan kepemilikan lahan yang akan berakibat pada perbedaan waktu matang sadap. Tanaman pada jarak 225 m sampai jarak 600 m dari flare berumur 15 tahun, sedangkan tanaman karet pada jarak 700 m dan 800 m dari flare berumur 4 tahun.

38 26 Tabel 2. Populasi Tanaman Setiap Titik Sampel Titik Luas Area Jumlah Populasi Klon Karet Umur Sampel (m 2 ) Tanaman (tan/ha) 225 m GT m GT m Avros m Avros m Avros m GT m GT m GT m LCB m LCB 4 Jarak yang ideal penanaman tanaman karet adalah 3 m dalam baris dan 6 m jarak antara baris dengan populasi 555 tanaman setiap hektar (Cornish, 2001). Jarak setiap tanaman pada lahan penelitian berbeda, sehingga populasinya juga berbeda (Tabel 2). Populasi tertinggi pada jarak 700 m dari flare yaitu 837 tanaman / ha dan populasi terendah 434 tanaman / ha pada jarak 325 m dari flare. Tanaman yang memiliki jarak tanam yang terlalu dekat maka akan mengakibatkan kurangnya unsur hara untuk tanaman, karena adanya perebutan unsur hara tanaman. Selain itu, pembentukan kanopi tanaman akan saling tumpang tindih, sehingga terjadi terdapat bagian tanaman yang tidak mendapatkan cahaya matahari. Pada Tabel 2 menyatakan bahwa kebun karet terdiri dari tiga klon tanaman karet, maka pembahasan akan dilakukan berdasarkan klon karet tersebut. Parameter lingkungan khususnya iklim dapat mempengaruhi produksi tanaman karet (Rao et al., 1998; Raj et al., 2005). Wilayah jabung merupakan wilayah dengan iklim tropis dengan curah hujan antara mm/tahun Lampiran 6). Menurut Pusat Penelitian Karet, curah hujan yang dibutuhkan tanaman karet berkisar mm/tahun, atau sekitar mm/bulan sehingga curah hujan yang terjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman karet. Kekurangan air dapat menyebabkan stres tanaman, dan membuat tanaman merontokkan daunnya untuk mempertahankan hidup. Perontokan daun mengakibatkan berkurangnya proses fotosintesis sehingga dapat mengurangi produksi lateks. Curah hujan yang terlalu tinggi akan mengurangi

39 27 persentase sinar matahari dan mengurangi fotosintesis sehingga produksi karet menurun. Menurut Sopian (2008) pengurangan produksi lateks berkaitan dengan respon fisiologis tanaman karet sendiri terhadap musim kemarau (khususnya Juli- Agustus) sehingga terjadi pengguguran daun. Bulan September ketika mulai muncul tunas baru (daun muda) hampir tidak ada simpanan fotosintesis dari bulan sebelumnya (Agustus) sehingga tidak dapat membantu produksi lateks. Bulan April hingga Juni pada tahun 2010 merupakan bulan kering karena jumlah curah hujan tidak lebih dari 100 ml Parameter Cahaya Pada Siang Hari Pengamatan Bulan Februari Pengamatan sinar matahari dilakukan sekitar Betara Gas Plant, pada tanggal Februari Hasil dari pengamatan harian menunjukkan bahwa puncak tertinggi pada pukul (Lampiran 7), penurunan nilai pengamatan terjadi karena matahari tertutup awan pada saat pengukuran. Cahaya sangat penting dalam proses fotosintesis, yang berdampak pada peningkatan produksi lateks. Siang hari, cahaya dari flare tidak berdampak terhadap perubahan nilai cahaya sinar matahari. Nilai nilai Iluminasi, Iradiasi, UV, dan Kuantum memiliki korelasi linear sehingga grafik akan tampak sama. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Pebedaan disebabkan karena perbedaan waktu dalam pengambilan data. Pengamatan yang dilakukan terhadap matahari tidak dapat dikendalikan, karena pergerakan awan tidak bisa dihalangi. Pengamatan pada bulan februari yaitu pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui nilai iluminasi cahaya. Nilai tertinggi iluminasi terjadi pada pukul 12:30 sebesar lux. Iluminasi mulai diukur pada pukul 06:00 dan masih menunjukkan angka 0. Pengukuran dan pukul 06:15 sebesar 25 lux menunjukkan bahwa nilai iluminasi mulai terbaca pada sekitar pukul 06:15. Pukul 10:15 nilai iluminasi turun karena terjadi penutupan matahari oleh awan. Setelah pukul 12:30 nilai iluminasi mulai menurun karena pergeseran matahari dan mendekati nol pada pukul 18:15 (Gambar 3).

40 28 Iluminasi(Lux) Jam (WIB) Gambar 3. Nilai Iluminasi Bulan Februari 2011 Pengukuran UV pada saat langit cerah memiliki nilai tertinggi pada pukul 12:15 sebesar 3.39 mw/cm 2. Sinar UV mulai terdeteksi pada pukul 06:00 sebesar 0 mw/cm 2. Pukul 10:15 langit berawan sehingga nilai UV turun menjadi mw/cm 2. Setelah pukul 12:15, nilai-nilai UV mulai menurun dan pada pukul 18:00 nilai UV sudah tidak terdeteksi (Gambar 4). UV(mw/cm2) Jam (WIB) Gambar 4. Nilai Sinar UV Bulan Februari 2011 Pengukuran iradiasi mulai terdeteksi pada pukul 06:00 sebesar 0 watt/m 2. Saat langit berawan pada pukul 10:15 nilai iradiasi menurun. Nilai iradiasi mencapai puncaknya pada pukul 13:15 sebesar 999 watt/m 2. Nilai iradiasi mengalami penurunan pada pukul 12:30 iradiasi karena mendung. Nilai perlahan menurun pada pukul 14:00 dan tidak terdeteksi pada pukul 18:30 (Gambar 5).

41 29 Iradiasi(watt/m2) Jam (WIB) Gambar 5. Iradiasi Cahaya Bulan Februari 2011 Pengukuran Kuantum mulai terdeteksi pada pukul dengan nilai sebesar 1 µeinstein s -1 m -2. Pukul 10:15 langit sedikit berawan sehingga mempengaruhi tingkat kenaikan nilai kuantum. Nilai maksimum Kuantum terjadi pukul sebesar µeinstein s -1 m -2 dan setelah itu menurun perlahanlahan, nilai kuantum tidak terdeteksi pada pukul 18:45 (Gambar 6). kuantum(µeinsteins-1m-2) Jam (WIB) Gambar 6. Kuantum Cahaya Bulan Februari 2011 Pengamatan Bulan Maret Pengukuran iluminasi cahaya dilakukan pada tanggal Maret Pengukuran cahaya dimulai pada pukul 06:00 dengan nilai 0.01 lux. Ini lebih lambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Nilai iluminasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pukul 09:15 hingga pukul 10:15

42 30 mencapai lux. Pukul 10:30 sampai 11:15 langit berawan, sehingga mengurangi nilai iluminasi. Iluminasi mencapai puncak maksimum pada pukul 12:45 sebesar lux. Nilai iluminasi menurun perlahan-lahan dan tidak terdeteksi lagi pada pukul 18:30 (Gambar 7). iluminasi(lux) Jam (WIB) Gambar 7. Nilai Iluminasi Bulan Maret 2011 Pengukuran sinar UV dimulai pada pukul 06:00 sebesar 0.00 mw/cm 2. Nilai UV mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pukul 9:15-09:45 mencapai 1.79 mw/cm 2. Nilai UV mencapai puncak maksimum pada pukul 12:15 sebesar 3.74 mw/cm 2 (Gambar 8). Nilai UV mulai menurun perlahan-lahan dan tidak lagi terdeteksi pada 18:30. Puncak nilai UV pada bulan ini terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan bulan sebelumnya, akantetapi pada bulan ini puncak nilai UV lebih tinggi dibandingkan pada bulan sebelumnya. UV(mw/cm2) Jam (WIB) Gambar 8. Nilai Cahaya UV Bulan Maret 2011

43 31 Pengukuran iradiasi dimulai pada pukul 06:00 sebesar 0 watt/m 2. Iradiasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pukul 9:15-09:45 mencapai watt/m 2. Mendung pada pukul 10:00 sampai 11:00 menyebabkan nilai iradiasi menurun dan meningkat kembali pada pukul 11:15 dan 12:15 adalah puncak pada watt/m 2. Setelah itu nilai iradiasi mulai menurun dan tidak lagi terdeteksi pada pukul (Gambar 9). Nilai puncak iradiasi pada bulan ini lebih tinggi dibandingkan dengan nilai puncak pada pengukuran bulan sebelumnya Iradiasi(watt/m2) Jam (WIB) Gambar 9. Nilai Iradiasi Cahaya Bulan Maret 2011 Pengukuran Kuantum dimulai pada 06:00 dengan nilai 0 µeinstein s -1 m -2. Nilai kuantum meningkat dengan sangat signifikan pada awal pukul 09:00 sampai 09:45 mencapai µeinstein s -1 m -2. Terjadi penurunan nilai karena mendung pada pukul 10.00, tetapi nilai-nilai kuantum mulai naik lagi hingga mencapai puncak pada pukul 12:00 sebesar µeinstein s -1 m -2. Setelah itu nilai-nilai kuantum mulai menurun dan tidak lagi terdeteksi pukul (Gambar 10). Nilai puncak kuantum lebing tinggi dibandingkan dengan nilai puncak bulan sebelumnya.

44 32 Kuantum(µEinsteins-1m-2) Jam (WIB) Gambar 10. Nilai Kuantum Cahaya Bulan Maret 2011 Rata-rata nilai puncak iluminasi, iradiasi, UV, dan kuantum lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Februari. Sama seperti nilai curah hujan yang terjadi. Pada bulan Februari jumlah curah hujannya lebih rendah dibandingkan bulan Maret. Nilai rata-rata yang lebih tinggi dapat disebabkan oleh kecerahan matahari pada saat pengamatan. Pengamatan Bulan Juni Pengukuran iluminasi cahaya dilakukan pada tanggal Juni Pengukuran cahaya dimulai pada pukul 06:00 dengan nilai 64.1 lux. Nilai iluminasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pukul 07:00 sampai mencapai puncak maksimum pada 10:45 adalah lux. Langit berawan pukul 9:15 sampai 16:30, nilai iluminasi meningkat dan menurun dengan tidak teratur. Menurun perlahan-lahan dan tidak lagi terdeteksi pada 18:30 (Gambar 11).

45 33 Iluminasi(Lux) Mendung Jam (WIB) Gambar 11. Nilai Iluminasi Cahaya 14 Juni 2011 Pengukuran UV dimulai pada pukul 06:00 dengan 0.00 mw/cm 2. UV telah meningkat sangat signifikan pada 7:00-09:15 mencapai 1.98 mw/cm 2. Langit berawan pada pukul 09:15 sampai 16:30 cahaya yang dihasilkan menurun dan meningkat tidak teratur, dan mencapai puncak maksimum pada pukul 10:45 sebesar 3.83 mw/cm 2. Penurunan perlahan-lahan setelah pukul 16:30 sampai tidak lagi terlihat pada 18:15 (Gambar 12). UV(mw/cm2) Mendung Jam (WIB) Gambar 12. Nilai UV Pada Tanggal 14 Juni 2011 Pengukuran iradiasi dimulai pada pukul 6:30 sebesar watt/m 2. Nilai iradiasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada pukul 7:00-09:00 mencapai watt/m 2. Langit berawan pada pukul 09:15 sampai 16:30 mengakibatkan pencahayaan meningkat dan menurun tidak teratur. Iradiasi

46 34 mencapai puncak maksimum pada pukul 10:15 adalah watt/m 2. Iradiasi menurun perlahan-lahan dan tidak lagi terdeteksi pada pukul 18:15 (gambar 13). Iradiasi(watt/m2) Mendung Jam (WIB) Gambar 13. Nilai Iradiasi Pada Tanggal 14 Juni 2011 Nilai iluminasi, UV, iradiasi, dan nilai kuantum berbanding lurus. Sehingga pada saat terjadi mendung semua nilai menurun dan meningkat secara serempak. Pengamatan yang dilakukan pada bulan juni mengalami beberapa kendala, salah satunya hujan yang turun. Rata-rata nilai iluminasi pada bulan Februari sebesar lux, pada bulan Maret sebesar lux, dan untuk bulan Juni sebesar lux, nilai iluminasi yang paling besar adalah pada bulan Februari. Rata-rata nilai UV pada bulan Februari sebesar 1, pada bulan Maret sebesar 1.38, dan untuk bulan Juni sebesar 1.5, nilai UV yang paling besar adalah pada bulan Juni. Rata-rata nilai iradiasi pada bulan Februari sebesar 34 watt/m 2 /menit, pada bulan Maret sebesar watt/m 2 /menit, dan untuk bulan Juni sebesar watt/m 2 /menit, nilai iradiasi yang paling besar adalah pada bulan Juni. Rata-rata nilai kuantum pada bulan Februari sebesar 563 µeinstein s -1 m -2, pada bulan Maret sebesar µeinstein s -1 m -2, sedangkan pada bulan juni tidak dilakukan pengukuran nilai kuantum karena ketidak tersediaan alat. Seharusnya nilai iradiasi, UV, iluminasi dan kuantum berbanding lurus, akan tetapi hasilnya menujukan tidak demikian. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu pengambilan nilai cahaya matahari tidak bersamaan karena keterbatasan peralatan.

47 35 Pengamatan Pada Malam Hari Pengamatan flare api biru dilakukan pada malam hari untuk menghilangkan pengaruh dari cahaya matahari, sehingga nilai yang didapatkan murni nilai cahaya flare. Hasilnya menunjukkan iradiasi adalah satu-satunya parameter yang tertangkap dari cahaya flare. Perubahan diurnal malam hari menunjukkan bahwa umumnya puncak tertinggi nilai iradiasi pada pukul 18:45 saat sinar matahari masih memiliki dampak ringan terhadap nilai parameter, tapi sangat sedikit dan pada pukul 19:00 sinar matahari sudah tidak berdampak lagi. Rata-rata nilai iradiasi cahaya flare watt/m 2 (Gambar 14) pada jarak 10 m, 25 m, 50 m, 75 m, 100 m, 125m, dan 150 m dari flare, dan nilai iradiasi sudah tidak terlihat lagi pada jarak 220 m. Hal itu berarti bahwa cahaya flare tidak berdampak terhadap pertanaman karet. Nilai UV, intensitas (iluminasi), dan kuantum cahaya pada titik 225 m dari flare di malam hari adalah 0, sehingga tanaman karet dan tanaman lainnya tidak terpengaruh oleh cahaya flare api biru. Kualitas cahaya flare tergantung pada gas yang dibakar ke dalam flare Iradiasi(Watt/m2) Jam (WIB) Keterangan : 10 = 10 m dari pipa flare, 25 = 25 m dari pipa flare, 50 = 50 m dari pipa flare, 75 = 75 m dari pipa flare, 100=100 m dari pipa flare, 125 = 125 m dari pipa flare, 150 =150 m dari pipa flare Gambar 14. Iradiasi Cahaya Api Flare Pada Malam Hari

48 36 Pengukuran Suhu Pengukuran Suhu Tanah dan Udara Pada Siang Hari Suhu tanah (permukaan tanah) dan suhu udara di siang hari hanya disebabkan oleh cahaya sinar matahari (parameter cahaya), tinggi iradiasi, iluminasi, UV, dan kuantum memiliki korelasi positif terhadap suhu tanah dan suhu udara. Langit berawan dapat menurunkan suhu tanah dan suhu udara. Cahaya flare tidak berpengaruh terhadap suhu tanah dan suhu udara di siang hari sehingga cukup untuk menggunakan suhu dari satu titik saja. Pengukuran suhu tanah dan suhu udara dilakukan pada titik 220 m dari flare (Gambar 15). Pengukuran suhu tanah dan suhu udara mulai pada pukul 06:00 dengan suhu tanah sebesar C itu dan suhu udara sebesar 25 0 C. Peningkatan suhu udara diikuti oleh peningkatan suhu tanah. Pukul 09:15 sampai 14:30 suhu permukaan tanah lebih tinggi dari suhu udara karena tanah menyerap panas dan pelepasan panas secara tidak langsung, suhu udara tergantung pada angin dan juga kelembapan udara. Suhu udara tertinggi pada pukul sebesar C. Sedangkan suhu tanah tertinggi pada pukul 12:45 sebesar C (Lampiran 9). Penambahan panas hanya terjadi karena sinar matahari, flare api biru tidak berpengaruh karena disekitar flare suhunya tetap sama dengan suhu pada jarak 225 m. Suhu(oC) Suhu Tanah Suhu Udara Jam (WIB) Gambar 15. Suhu Tanah Siang Hari Pada Jarak 225 m Dari Flare api biru

49 37 Pengukuran Suhu Tanah Pada Malam Hari Pengukuran suhu tanah dilakukan di daerah flare jarak m. Pengukuran ini diharapkan tidak terdapat pengaruh dari cahaya matahari. Peningkatan suhu diharapkan hanya karena adanya panas dari cahaya flare. Umumnya, suhu tanah mulai menurun dari 31 o C tertinggi ke terendah 25.3 o C, rata-rata suhu adalah 26.8 o C (gambar 16). Tidak ada peningkatan yang signifikan. Suhu panas tanah merupakan panas yang tertangkap pada siang hari dalam tanah dan stabil pada o C. Suhu(oC) Jam (WIB) Keterangan : 10 = 10 m dari pipa flare, 25 = 25 m dari pipa flare, 50 = 50 m dari pipa flare, 75 = 75 m dari pipa flare, 100=100 m dari pipa flare, 125 = 125 m dari pipa flare, 150 =150 m dari pipa flare Gambar 16. Pengamatan Suhu Tanah Pada Malam Hari Dari kamera FLIR (Gambar 17), dapat mengukur suhu api pada malam hari lebih dari 270 o C. Panas yang terukur hanya pada nyala api dan suhu normal sekitar 2 o C disekitar nyala api, jadi suhu api tidak berpengaruh terhadap suhu disekitar flare. Pada ketinggian 50 m dari tanah dan 20 m dari suber api, panas nyala api belum terasa. Panas api flare baru terasa pada ketinggian 10 m dari flare dengan suhu sekitar 40 o C. Sehingga dapat dikatakan bahwa nyala api flare tidak berpengaruh terhadap suhu tanah. Suhu api pada cerobong flare hanya berkisar 31 o C. Suhu pada pipa flare cukup rendah (Lampiran ). Suhu api pada siang hamper sama dengan suhu api pada malam hari yaitu lebih dari 270 o C (Lampiran

50 38 13). Pada pipa flare suhunya dapat mencapai 31.5 o C. Suhu untuk disekitar flare berkisar 6 o C pada ketinggian 70 meter dari permukaan tanah. Gambar 17. Suhu Api Flare Kecepatan Angin Angin juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi prodksi tanaman karet. Angin dapat menyebabkan perontokan daun. Angin yang sangat kencang dapat menyebabkan tanaman karet patah. Sehingga merusak pertanaman karet. Tanaman yang rusak oleh angin harus diganti dengan tanaman yang baru, sehingga akan mengganggu produksi lateks. Kecepatan angin di bawah flare dapat dilihat pada Gambar 18. Angin ini berasal dari timur dan diterbangkan ke barat, posisi perkebunan di selatan flare. Kecepatan angin yang tinggi dapat merusak tanaman karet. Kecepatan angin yang dapat ditoleransi adalah 30 km / jam, jika lebih dari itu maka bisa merusak tanaman karet muda. Pada tempat penelitian, kecepatan angin tertinggi adalah 8 m /s sama dengan 28.8 km /jam dan rata-rata di m /s atau km /jam. Kecepatan angin yang demikian masih dapat di toleransi oleh tanaman karet. Tanaman yang terdapat pada lahan penelitian merupakan tanaman yang sudah berumur diatas 15 tahun, sehingga sudah memiliki perakaran dan batang tanaman yang kuat. Angin yang dengan kecepatan 8 m/s hanya menyebabkan perontokan daun yang sudah tua, tetapi tidak mengganggu tanaman. Selain karena sudah tua, tanaman karet juga ditanama cukup rapat, sehingga tanaman dapat memopang satu dan yang lainnya.

51 KecepatanAngin(ms-1) Jam (WIB) Gambar 18. Kecepatan Angin Jumlah gas yang dibakar Gas yang dialirkan kedalam flare mempengaruhi besar kecilnya nyala api. Jumlah gas yang sedikit menyebabkan nyala api yang kecil. Pada siang hari nyala api yang kecil tidak terlihat. Hal ini disebabkan warna api yang berwarna biru yang sama dengan warna langit, sehingga terlihat samar. Apabila jumlah gas yang mengalir ke flare besar, maka nyala api akan menjadi besar. Saat nyala api besar maka warnanya akan menjadi merah-kuning dan terlihat pada malam hari. Semakin banyak gas yang dialirkan, maka nyala api akan semakin besar. Volume gas yang dialirkan rata-rata di bawah Kg/hari (Gambar 19) dan gas volume tinggi dapat dilakukan menyala pembakaran (api yang sangat besar) Gambar 24. Semakin banyak gas yang di bakar pada flare, maka api akan semakin besar. Api yang tidak seperti biasanya disebut flaring. Bulan mei terjadi shut down, jadi nilai gas yang dibakar adalah 0 mmscfd. Saat flare dinyalakan kembali, jumlah gas yang dibakar sangat besar dibandingkan dengan rata-rata pembakaran gas sehingga menimbulkan percikan api yang sangat besar. Hal itu tidak berlangsung lama. Gas paling banyak dilepaskan pada tanggal 21 mei 2011 sebesar Kg/hari

52 40 Jumlahgasyangdibakar(Kg/hari) Flaring Dimatikan Februari Maret April Mei 2011 Tanggal Gambar 19. Jumlah Gas Yang Dibakar pada Bulan Februari sampai Mei 2011 Pengamatan Gulma Umumnya, jenis gulma yang tumbuh pada Pertumbuhan gulma diarea perkebunan secara umum terdiri dari 6 spesies gulma, dan diklasifikasikan sebagai gulma daun lebar, seperti Cyclosorus sp, Clidemia hirta, Brasica mutica dan Boreria alata, dan rumput seperti Cyperus sp. dan Axonopus sp. Keadaan gulma pada klon GT dan AVROS tidak bededa, kecuali pada klon LCB yang merupakan kebun baru (Lampiran 6). Umumnya, kebun karet di dominasi oleh gulma daun lebar (Clidemia hirta dan Cyclosorus sp.), Axonopus sp. yang mendominasi pada 325 m dan 700 m, sedangkan Cyperus sp. mendominasi pada 375 m dari flare. Kepadatan gulma berkisar individu/m 2 dengan frekuensi %, berat kering biomassa g/m 2, dominasi indeks tertinggi adalah %. Pengendalian gulma tidak dilakukan di perkebunan karet ini, semua dibiarkan tumbuh secara alami. Gulma yang dibiarkan dilapangan akan menjadi pesaing bagi tanaman karet dalam menyerap unsur hara. Persaingan yang ketat dan kurangnya unsur hara didalam tanah akan menyebabkan tanaman kekurangan unsur hara. Klon GT (Gondang Tapen) yang berada di titik 225, 275, 475, 525, dan 600 m dari flare umumnya didominasi oleh gulma daun gulma daun lebar (Tabel 3). Biomassa gulma tertinggi terdapat pada jarak 275 m dari flare dengan berat gram. Pada titik tersebut memliki banyak tanaman yang mengandung kadar

53 41 air yang tinggi seperti Cyclosorus sp dan Clidemia sp. Setelah pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu 80 C dalam 2 hari, bobot kering menjadi gram, dengan kadar air sebesar 75%. Tabel 3. Kondisi gulma pada klon GT Titik Spesies Gulma Kepadatan 2 (tanaman/m ) Frekuensi (%) Berat kering Dominansi 225 Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyclosorus sp Clidemia hirta Brasica mutica Cyperus sp Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Axonopus sp Kondisi lahan pada klon ini terdiri dari beberapa pemilik, sehingga perawatannya berbeda. Pada saat penelitian berlangsung (bulan Februari sampai bulan Juli) pada titik 225 m dari flare belum pernah dilakukan pembabatan gulma. Sedangkan pada titik 275 dilakukan pembersihan gulma dengan cara mekanik pada bulan Maret. Beberapa titik mengalami persaingan yang ketat, karena gulma berupa perdu. Pada setiap titik terdapat jenis gulama Clidemia hirta yang merupakan gulma jenis perdu. Gulma ini yang terdapat sangat banyak di lahan karet dapat melakukan persaingan dengan tanaman karet dengan mengambil unsure hara yang dibutuhkan tanaman karet dan juga dapat menjadi pesaing dalam penyerapan air tanah.

54 42 Tabel 4. Kondisi gulma pada klon Avros Titik Spesies Gulma (tanaman/m Kepadatan ) Frekuensi Berat (%) kering Dominansi Cyclosorus sp Clidemia hirta Axonopus sp Cyperus sp Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Klon Avros (Tabel 4) yang berada di titik 325, 275 dan 425 m dari flare umumnya memiliki jenis gulma yang beragam, seperti Cyclosorus sp. Clidemia hirta Axonopus sp. Cyperus sp. Klon Avros memiliki lokasi yang saling berdekatan dan dimiliki oleh satu orang, sehingga memiliki kemiripan dominansi gulma. Pada tititk 325 gulma didominasi oleh Axonopus sp. dengan dominansi sebesar 45.19, kepadatan dan frekuensi sebesar %. Axonopus sp. merupakan gulma jenis rumput yang kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan karet. Pada titik 375 hampir sama dengan titik 325 juga di dominasi oleh gulma rumput jenis Cyperus sp. dengan dominansi sebesar 55.65, sedangkan pada titik 425 didominasi oleh gulma jenis paku-pakuan Cyclosorus sp. dengan dominansi sehingga hamper menutupi seluruh lahan karet. Pada titik 700 dan 800 m dari flare (Tabel 5) yang ditanami klon LCB tidak banyak ditumbuhi gulma, karena merupakan area perkebunan baru. Titik 800 adalah daerah yang paling sedikit gulma. Jumlah gulma di titik ini bukan dikarenakan adanya perawatan, tetapi karena kebun ini merupakan kebun baru dengan tah yang padat. Sehingga gulma susah tumbuh didaerah ini. Gulma yang mendominasi di daerah ini adalah Clidemia sp. Sedikitnya gulma pada daerah ini bukan karena perawatan, tetapi karena tanah yang tertutup oleh kanopi karet. Penutupan kanopi menyebabkan sinar matahari tidak mencapai tanah. Tanah pada titik ini juga merupakan tanah yang padat karena kebun ini merupakan kebun baru.

55 43 Dominasi di daerah ini hampir sama dengan jarak 700 m, karena kesamaan struktural dan kesamaan kanopi. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa flare tidak mempengaruhi dominasi gulma dan jumlah gulma. Tabel 5. Kondisi gulma pada klon LCB Titik Spesies Gulma Kepadatan Frekuensi Berat 2 (tanaman/m ) (%) kering Dominansi Cyclosorus sp Clidemia hirta Boreria alata Axonopus sp Clidemia hirta Cyperus sp Pemeliharaan kebun yang heterogen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai biomassa yang bervariasi. Tidak ada perbedaan signifikan dari populasi, biomassa dan kadar air gulma karena jarak dari flare. Rata-rata berat basah gulma 170,32 g/m 2, berat kering gulma 45,30 g/m 2, kadar air 73,14%, dan populasi 6,20 individu / m 2. Pengamatan Tanah Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanaman merupakan kemampuan untuk menyerap nutrisi dari tanah. Semakin besar nilai KTK maka penyerapan nutrisi semakin besar. Hasil KTK tanah menunjukan nilai rendah dan sangat rendah di semua kedalaman tanah kecuali pada kedalam 0-10 cm pada titik 275 m, dan 475 m, 525 m, 700 m, 800 m (Lampiran 3). Penyerapan nutrisi yang rendah akan mengurangi produksi lateks. Nutrisi mikro seperti Cu, Fe, Zn, Mn sangat rendah dari pada kebutuhan kecukupan gizi mikro dibutuhkan oleh daun muda tanaman karet. Tanaman yang mengalami kekurangan unsure hara mikro tampak terlihat sangat jelas, karena hara mikro juga berperan penting terhadap tanaman. Perbedaan nilai KTK menyebabkan perbedaan pada tingkat produksi tanaman, sehingga tanah yang ideal untuk ditanami karet adalah lima titik tersebut.

56 44 Tabel 6. Hasil Analisis Hara Mikro Tanah 0.05 N HCl Kedalaman Fe Cu Zn Mn HCl 25% (ppm) tr Keterangan: tr = tidak terukur Sumber : Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB Menurut Hanafiah (2005) Kisaran tingkat kecukupan esensial mikro gizi dalam daun tanaman karet muda yaitu: Boron (B): mg / kg, Tembaga (Cu): 8-25 mg / kg, Besi (Fe): mg / kg, Mangan (Mn): mg / kg, dan Seng (Zn): 15 s / d 200 mg / kg. Pada Tabel 6 jumlah Fe hanya berkisar ppm, jumlah Cu sebesar 0.04 ppm, Zn berkisar ppm, dan Mn berkisar ppm jelas sangar sedikit dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara mikro. Hal ini menyebabkan kurangnya penyerapan unsur hara mikro pada tanaman. Perakaran tanaman karet dapat mencapai 1 m dari permukaan tanah, sedangkan lapisan tanah yang subur terletak pada kedalaman 0-40 cm dari permukaan tanah. Tanah pada perkebunan karet ini umumnya mempunyai kesuburan yang tinggi pada kedalaman sampai 20 cm dan kesuburan yang rendah sampai sangat rendah pada kedalaman cm dibawah permukaan tanah, karena rendahnya humus tanah dan bahan organik. Sedangkan ketersediaan nitrogen dapat dikatakan sedikit kecuali pada titik 225. Jumlah kandungan unsur hara pada tanah tidak seragam. Analisis tanah meliputi analisis fisik dan kimia tanah. Hasil analisis laboratorium menunjukan bahwa tanah tersebut tergolong masam yaitu berkisar ph Menurut Anwar (2010) ph yang cocok untuk tanaman karet adalah (Lampiran 3), sehingga tanah yang terlalu masam dan tidak terlalu cocok untuk penanaman karet. Keasaman tanah yang terlalu tinggi menyababkan kurangnya kandungan fosfat. Fosfat yang tersedia yaitu 8.6

57 ppm (P HCl), sedangkan fosfat yang tersedia untuk tanaman antara ppm (P-Bray I) pada titik 225 m dari flare (Lampiran 3). Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan fosfat untuk tanaman sangat rendah. Kurangnya kandungan fosfat pada tanaman akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesis. Nitrogen juga sangat dibutuhan oleh fotosintesis dan respirasi tanaman. Nitrogen yang tersedia didalam tanah hanya berkisar 0.23% N-total. Kurangnya asupan nitrogen untuk tanaman akan menyebabkan kelayuan, sehingga akan menurunkan proses fotosintesis. Data pada Lampiran 3 dapat menyatakan bahwa kedalaman tanah berdanding terbalik dengan nilai kandungan unsur hara dan kandungan bahan organik. Pada tinjauan pustaka disebutkan bahwa kedalaman yang optimal bagi tanaman karet adalah 1 m, sedangkan pada kedalaman 40 cm kandungan unsur hara sedikit. Hal ini menunjukan bahwa tanaman karet akan mengalami kekurangan unsur hara. Tabel 6. Hasil Analisis Tekstur Tanah Titik Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Keterangan Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berliat Lempung Liat Berpasir Struktur tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya adalah tanah lempung berliat yang terdiri dari tanah liat 35% dan pasir 30%. Dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa struktur tanah cenderung tanah berpasir. Nilai pasir berkisar antara 41.09% sampai 78.65% dan rentang tanah liat dari 1.5% sampai 29.82%, jenis tanah pasir berlempung. Struktur tanah dipengaruhi oleh ketinggian tanah yang hanya sekitar 17 m dpl, sehingga tanah lebih banyak mengandung pasir. Kandungan pasir yang cukup tinggi dapat menyebabkan adanya evaporasi yang tinggi dan penuapan air yang cukup cepat.

58 46 Struktur tanah ini kurang mampu menahan air. Ini akan berkorelasi positif terhadap permeabilitas air yang tinggi di kedalaman 0-40 cm antara cm / jam (Tabel 7). Jadi di musim kemarau, tanah sering kekurangan air karena penguapan air yang tinggi. Hal ini dapat memicu stres pada tanaman karena kekeringan dan merangsang pengguguran daun untuk mengurangi penguapan air melalui daun dan mengoptimalkan proses fotosintesis untuk menopang elangsungan hidup tanaman karet tersebut. Pengguguran daun akan berdampak pada berkurangnya proses fotosintesis dan mengurangi produksi karet. Tabel 7. Hasil Analisis Fisika Tanah (titik 225) Kedalaman Permeabilitas (cm/jam) Keterangan Ada akar Ada akar Ada akar Ada akar Keterangan : Contoh tanah hanya di ambil pada titik 225 m dari flare, diambil pada 4 dedalaman yaitu 0-10, 10 20, 20 30, dan cm dari permukaan tanah. Produktifitas Tanaman Karet Penyadapan karet adalah pelukaan kulit karet yang bertujuan untuk mendapatkan getah karet yang disebut lateks. Penyadapan dilakukan terhadap tanaman yang telah memasuki tahun kelima atau tanaman yang lilit batangnya sudah mencapai 45 cm pada ketinggian 100 cm dari permukaan tanah. Penyadapan dilakukan dengan memotong batang tanaman kesamping bawah mengelilingi tanaman membentuk silinder. Penyadapan yang dilakukan pada tahun pertama seharusnya 1 kali dalam 3 hari (d/3), Sedangkan untuk tanaman pada tahun ke dua adalah 1 kali dalam 2 hari (d/2). Petani dikebun ini melakukan penyadapan setiap hari kecuali hari sedang hujan. Penyadapan dilakukan mulai sekitar pukul 07:00 pagi sampai pukul 10:00 wib. Tipe penyadapan pada setiap pohon berbeda. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan petani karet itu sendiri. Umumnya penyadapan dilakukan setiap hari. Penyadapan tidak dilakukan pada hari hujan karena hasilnya akan sia-sia. Penyadapan disetiap titik juga tidak

59 47 sama, ada setengah lingkaran ( S) (Gambar 20), satu lingkaran (S) dan penyadapan sistim V (Gambar 21), sehingga hasilnya juga akan sangat berbeda. Penyadapan sistim V Gambar 20. Penyadapan Sistem 1/2 S dan Penyadapan Sistem V Konsumsi kulit karet petani juga sangat boros, sekitar 5 mm (Gambar 21 a). Padahal yang disarankan untuk konsumsi kulit karet adalah 2 3 mm. Konsumsi kulit karet akan mempengaruhi umur produktif karet. Semakin boros konsumsi kuli karet maka umur produksi semakin pendek. Hal ini akan menyebabkan jumlah produksi pada setiap tahunnya akan menurun. Kedalaman penyadapan yang dilakukan oleh petani mengenai kayu karet, sehingga kulit karet tidak pulih dengan sempurna (gambar 21 b). Pemulihan kulit karet yang tidak sempurna akan menyebabkan penurunan produksi karet. Hal ini karena pada saat rotasi penyadapan, tanaman yang tidak pulih sempurna tidak dapat dilakukan penyadapan karet. Pengurangan ini juga akan berakibat kepada penurunan umur produksi karet. Hal ini akan menyebabkan penggatian tanaman karet meskipun umur tanaman karet belum mencapai umur maksimal. a b Gambar 21. Konsumsi Kulit Karet (a), Pemulihan Kulit Karet(b)

60 48 Tanaman karet di kebun ini dibiarkan tumbuh tanpa adanya pemeliharaan dan pemupukan. Hal ini menyebabkan tanaman mengalami kekurangan unsur hara. Penyadapan yang terus menerus akan mengakibatkan penurunan hasil lateks. Tanaman yang terekploitasi secara berlebihan dan input yang kurang akan menyebabkan umur produktif tanaman berkurang dan hasil yang kurang maksimal. Menurut data terakhir Dinas Perkebunan Jambi, produksi karet kering saat ini 20 kg/ha/hari, jauh berbeda dari klon unggul yang mampu memproduksi hingga kg/ha/hari. Tabel 8. Hasil Produksi Tanaman Karet Klon Titik Bobot Basah Bobot Kering Populasi Produksi Karet (gram) Karet (gram) (tan/ha) (kg/ha/hari) GT Avros LCB Keterangan : Produksi dihitung dengan mengalikan berat kering karet dengan jumlah populasi setiap hektar pada titik tersebut. Pada klon GT produksi tanaman karet termasuk rendah, hanya berkisar antara kg / ha / hari (Tabel 8) jika dibandingkan dengan produktivitas klon GT sebesar 20 kg/ha/hari. Pada titik 475 m jumlah produksi setiap hektar mencapai kg melebihi produktivitas klon GT, hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah tanaman karet yaitu 720 tanaman. Untuk Produksi pada klon AVROS juga terbilang rendah dengan produksi antara kg/ha/hari dibandingkan dengan produktivitas klon AVROS yang dapat mencapai 15 kg/ha/hari. Pada klon LCB dikatakan rendah dengan produksi sebesar 0.88 dan 2.32 kg/ha/hari jika dibandingkan dengan produktivitas LCB sebesar 15 kg/ha/hari. Produksi yang rendah pada klon LCB karena karet belum matang

61 49 sadap, sehingga lateks yang dihasilkan belum maksimal. Dari Gambar 23 menunjukan bahwa jarak tanaman tidak berpengaruh terhadap produksi tanaman karet, karena pada jarak yang paling dekat dengan flare (225 m dari flare) jumlah latek lebih besar dibandingkan dengan jumlah lateks pada jarak 275 m dari flare atau yang lainnya. Lateks(kg/ha/hari) Keterangan: = Klon GT = Klon Avros = Klon LCB Jarak ke flare (m) Gambar 22. Produksi Lates Tanaman Karet Gambar 22 menggambarkan produksi karet berdasarkan jarak terhadap flare. Pada jarak 225 m dari flare atau jarak terdekat tanaman contoh contoh dari flare memiliki produksi tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman pada jarak 275, 325, 375, dan 425 dari flare. Tanaman karet pada jarak 475 memiliki produksi tertinggi. Sedangkan pada jarak 700 dan 800 m dari flare memiliki produksi tanaman yang peling rendah. Hal ini dapat membuktikan bahwa jarak tanaman karet ke flare tidak memberikan pengaruh terhadap produksi tanaman karet tersebut. Pada ketiga klon tersebut memiliki kecenderungan yang hampir sama. Pada ketiga klon tersebut yang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produksi memiliki kesama, yaitu rendahnya kesuburan tanah, ph tanah yang terlalu masam, struktur tanah yang terlalu berpasir sehingga mudah mengalami kekeringan, serta jumlah gulma yang banyak menjadi penyebab rendahnya produksi karet pada ketiga klon tersebut. Selain faktor-faktor di atas, terdapat pula faktor teknis yang dapat menyebabkan rendahnya produksi tanaman karet seperti

62 50 kurangnya perawatan, kurangnya air, dan juga terdapat hama kebun. Babi merupakan hama kebun yang paling dibenci petani, karena selain menumpahkan hasil sadapan, babi juga merusak batang tanaman karet sehinnga merusak bidang sadap. Selain babi terdapat pula ulat api yang dapat merusak daun sehingga jumlah lateks berkurang. Analisis Komponen Utama Pada analisis komponen utama dapat menunjukan pengaruh besarnya persentase nilai keragaman dari beberapa komponen utama. Pada tingkat keragaman 70%, sudah dapat mewakili seluruh keragaman dari semua komponen yang ada. 70% dijadikan minimum persentase keragaman karena sudah dianggap dapat menjelaskan semua variabel yang ada. Hal ini dikarenakan penelitian ini bukan merupakan percobaan yang terkontrol, sehingga banyak pengaruh dari lingkungan yang menjadi variabel yang tidak terukur. Pada analisis ini, tanaman karet klon GT (Tabel 9) menghasilkan persentase keragaman 70% diperoleh pada 5 komponen utama Berdasarkan analisis ini, diasumsikan terdapat beberapa karakter yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pembentukan plot pengelompokan tanaman karet yang dianalisis dengan 26 karakter yaitu kandungan hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet. Tabel 9. Nilai Ciri 5 Komponen Utama Dari 26 Karakter Pada Klon GT Karakter Nilai Ciri Keragaman Akumulasi keragaman Dari Gambar 23 dapat dilihat bahwa tingginya jumlah berat basah karet pada klon GT sangat dipengaruhi oleh kandungan unsur hara pada tanah. sehingga semakin besar kandungan hara, maka produksi lateks basah semakin besar. Tanah sangat berpengaruh terhadap produksi tanaman. Tanah yang semakin subur akan memberikan makanan yang dibutuhkan oleh tanaman karet, sehingga tanaman

63 51 tersebut dapat melakukan fotosintesis. Peningkatan jumlah fotosintesis dapat meningkatkan jumlah lateks yang terkumpul. Keterangan: A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 23. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (kesuburan tanah x produksi) Pada Gambar 24 menyatakan bahwa gulma memiliki hubungan erat dengan produksi karet. Jumlah gulma dan jumlah produksi berbading terbalik, sehingga semakin banyak gulma maka jumlah produksi semakin sedikit. Jumlah gulma yang banyak akan menjadi pesaing bagi tanaman karet dalam mengambil unsur hara dan air dari tanah.

64 52 Keterangan: A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 24. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama GT (produksi x jumlah gulma) Dari hasil analisis komponen utama klon AVROS menghasilkan persentase keragaman 70% diperoleh pada karakter ke-5 (Tabel 10) yang dianggap dapat mewakili karakter yang dianalisis. Sama dengan klon GT. Berdasarkan pemetaan hasil analisis komponen utama, dinyatakan bahwa terdapat 5 karakter yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pembentukan plot pengelompokan tanaman karet yang dianalisis dengan 26 karakter yaitu kandungan unsur hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet.

65 53 Tabel 10. Nilai Ciri 5 Komponen Utama Dari 26 Karakter Pada Klon AVROS Karakter Nilai Ciri Keragaman Akumulasi keragaman Klon AVROS yang digambarkan pada Gambar 25 menyatakan keterkaitan yang erat antara kesuburan tanah dan jumlah produksi, semakin tinggi kesuburan tanah maka jumlah produksi akan meningkat. Pada gambar dapat terlihat bahwa kesuburan tanah dap produksi tanaman perbanding lurus. Keterangan: A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 25. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (kesuburan tanah x produksi)

66 54 Pada Gambar 26 sama dengan pada klon GY yang menyatakan hubungan antara pertumbuhan tanaman dan jumlah gulma, semakin banyak gulma yang terdapat pada lahan karet maka akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman karet tersebut. Keterangan : A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 26. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama AVROS (Pertumbuhan tanaman x gulma) Pada klon LCB hasil keragaman analisis komponen utama yang mencapai 70% (Tabel 11) yaitu diproleh pada karakter ke- 3, sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat 3 komponen utama yang sangat berpengaruh terhadap analisis ini. Berdasarkan analisis ini, diasumsikan terdapat tiga karakter yang mempunyai pengaruh nyata terhadap pembentukan plot pengelompokan tanaman karet yang dianalisis dengan 26 karakter yaitu kandungan hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet.

67 55 Tabel 11. Nilai Ciri 3 Komponen Utama Dari 26 Karakter Pada Klon LCB Karakter Nilai Ciri Keragaman Akumulasi keragaman Klon LCB digambarkan pada Gambar 27 yang menyatahan hubungan antara kesuburan tanah dan jumlah gulma. Dimana semakin tinggi kesuburan tanah maka gulma juga akan semakin subur, sehingga akan berebut unsur hara dengan tanaman karet. Keterangan: A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 27. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama LCB (Kesuburan tanah x gulma)

68 56 Sedangkan pada Gambar 28 menyatakan hubungan antara kesuburan tanah dengan produksi tanaman. Rendahnya produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Keterangan: A= lilit batang, B= tinggi batang, C= tinggi bidang sadap, D= panjang daun, E= lebar daun, F= KA tanah, G= pasir, H= debu, I= Liat, J= ph tanah, K= C organik tanah, L= N total tanah, M= Ca tanah, N= Mg tanah, O= K Tanah, P= Na Tanah, Q= KTK Tanah, R= P tanah, S= jumlah gulma, T=bobot basah gulma, U=bobot kering gulma, V=KA Gulma, W=Berat Basah karet, X=Berat Kering karet, Y= KKK, X= Produksi Gambar 28. Plot 2 Dimensi Analisis Komponen Utama LCB (Kesuburan tanah x Produksi)

69 57 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Produktivitas karet di daerah penelitian dapat diklasifikasikan rendah. Produksi lebih rendah daripada produksi latek standar perkebunan. Hasil penyadapan rata-rata selama penelitian pengamatan 2,34-14,49 kg karet/ha/hari. Produksi sebuah perkebunan standar dapat mencapai kg / ha/hari. 2. Variabel produksi karet yang diukur dalam berat latek, karet kering dan total produksi, tidak ada kaitannya dengan jarak tanaman karet ke flare. 3. Faktor yang paling mempengaruhi produksi karet pada klon GT dan AVROS adalah yaitu kandungan hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet. Pada klon LCB factor yang mempengaruhi produksi adalah kandungan hara tanah, tekstur tanah, ph tanah, jumlah gulma, dan pertumbuhan tanaman karet. Saran Kerja sama antara perusahaan yang berada di daerah penelitan dengan Dinas Perkebunan tanjung jabung barat dan mendukung pengendalian gulma disekitar tanaman karet. Untuk meningkatkan produksi tanaman karet, dibutuhkan bantuan untuk pemupukan dan dapat menggunakan kompos ini sangat penting untuk produksi

70 58 DAFTAR PUSTAKA Agusta, H Stress pembungaan, pembentukan polong dan produksi kacang hijau di lapang akibat penambahan cahaya kontinu pada kondisi terbuka dan ternaungi. Gakuryoku 14(1):6-14. Anwar, C Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan. Blohm M.E.V., D.T. Ray, A. Gehrels Night temperature, rubber production, and carbon exchange in guayule. J. Industrial Crops and Products 25:34 43 Chandrasekhar, T.R., J. Alice., Y.A. Varghese., C.K. Saswathyamma., K.R. Vijayakumar Girth growth of rubber (Hevea brasiliensis) trees during the immature phase. J. Trop. For. Sci. 17(3): Cornish, K Similarities and differences in rubber biochemistry among plant species. J. Phytochem. 57 : Direktorat Jendral Perkebunan Luas lahan dan produksi karet di Indonesia periode Hanafiah, K. A Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 360 hal. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Joshi, L., G. Gibawa., G. Vincent., D. Boutin., R. Akiefnawati., G. Manurung., M.V. Noordwijk., S. Williams Jungle Rubber : A Traditional Agroforestry System Under Pressure. ICRAF World Agroforestry Center. Bogor. 38p. Khasanah, N., T. Wijaya, G. Vincent, M. V. Noordwijk Water Status and Radiation Environment in Rubber (Hevea brasiliensis) Systems: A comparison between monoculture and mixed rubber-acacia mangium plots. Indonesian Rubber Research Institute. Kiswara. A.P Sistem Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) Berdasarkan Komposisi Umur Tanaman di PT. Sentosa Mulia Bahagia, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 46 hal.

71 59 Kongsawadworakul, P., U. Viboonjun., P. Romruensukharom., P. Chantuma., S. Ruderman., H. Chrestin The leaf, inner bark and latex cyanide potential of Hevea brasiliensis: Evidence for involvement of cyanogenic glucosides in rubber yield. J. Phytochem. 70: Nafri, E Karet (Hevea brasiliensis). Legenda City. Palembang. 30 hal. Omokhafe, K.O Interaction between flowering pattern and latex yield in Hevea brasiliensis. Nigerian J. App. Sci. 28: Omokhafe, K.O. and O.A. Emuedo Evaluation of influence of five weather characters latex yield in Hevea brasiliensis. J. Agric. Res. 5(8): Priyadarshan, P. M., T.T.T. Hoa., H. Huasun., P. de S Gonçalves Yielding Potential of Rubber (Hevea brasiliensis) in Sub-Optimal Environments. Genetic And Production Innovations In Field Crop Technology Raj S., Das G., Pothen J., Dey S.K Relationship between latex yield of Hevea brasiliensis and Antecedent Environmental Parameters. Int. J. Biometeorol. 49 (3). Rao P.S., Saraswathyamma C.K., Sethuraj M.R Studies on the relationship between yield and meteorological parameters of para rubber tree (Hevea brasiliensis), Agric. & For. Meteorol. 90(3): Santosa, I. dan H. Agusta Intermediensi sekuensial pembungaan dan ketidakmampuan produksi kedelai di lapang akibat penambahan cahaya kontinu pada kondisi terbuka dan ternaungi. Bul. Agron. 33(3): Sartono, B., Affendi, F. M., Syafitri, U. D., Sumertajaya, I. M. Angraeni, Y Analisis Peubah Ganda. IPB Press. Bogor. 316hal. Setyamidjaja, D Karet (Budidaya dan Pengolahannya). Jakarta :CV. Yasaguna. 150 hal. Sopian, T Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) di Daerah Bercurah Hujan Tinggi di Kabupaten Bogor. Inovasi Online. Edisi Vol.10/XX/Maret2008-IPTEK ( accessed 3 July 2011.

72 60 Yeang, H.Y Synchronous flowering of the rubber tree (Hevea brasiliensis) induced by high solar radiation intensity. J. New Phytologist 175: Yeoh, C.H., and I.B.M. Taib Weed Control in Malaysian Rubber Smallholding. Proceedings of The Sixth Asian-Pacific Weed Science Society Conference. The Asian-Pacific Weed Science Society. Jakarta. Vol 2:387-39

73 LAMPIRAN

74 62 Lampiran 1. Denah Penelitian Tanaman Karet Rakyat o 77,500 Tanaman Karet Rakyat N 98 o 77,000 N 98 o 76,500 E32 o 35,00 E32 o 40,00 E32 o 45,00 Keterangan: Skala 1 : cm : Tanaman Contoh : Flare

75 63 Lampiran 2. Gambar Alat Untuk Pengukuran di Lapang Li-cor LI-250 Light Meter Infra Red Thermal Imager (FLIR I3) Light Meter (YK-35UV) Infra red Timbangan 0.01 Thermometer Gun Anemometer Light Meter (LX-1128SD) GPS (76 CSX) sensor Pyranometer LI-200 sensor Kuantum LI-190 sensor Photometer LI-210

76 ran 3. Hasil Analisis Tanah Kedalaman ph 1:1 walkley &black Kjeldhal Bray I N NH4OH ph 7.0 KTK KB N KCl N-total Ca Mg K Na Al H H2O KCl C-org (%) (%) (ppm)..(me/100g). (%).( me/100g) tr tr

77 Kedalaman ph 1:1 wal (%) N KCl kley N-total Ca Mg K Na KTK Al H H2O KCl C-org (%) (%) (ppm)..(me/100g). (me/100) ngan : tr = tidak terukur r : Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB

78 66 Lampiran 4. Komposisi Tanah Titik Kedalaman Pasir Debu Liat Jenis Tanah (%) Lempung Lempung Liat Berpasir Lempung Lempung Liat Berpasir Lempung Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berliat Lempung Berliat Liat Lempung Berliat Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Liat Berpasir Lempung Berliat

79 ran 5. Data Curah Hujan Jambi n Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember J r : Badan Pusat Statistik 2011 basah : bulan kering = 5:0

80 68 Lampiran 6. Keragaman Gulma Titik Spesies Ulangan KM KN (%) FM FN (%) BKM BKN (%) 225 Cyclosorus sp Clidemia hirta Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Brasica mutica Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Axonopus sp Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Cyperus sp Axonopus sp Jumlah Cyclosorus sp Clidemia hirta Boreria alata Axonopus sp Jumlah Clidemia hirta Cyperus sp Jumlah SDR

81 ran 7. Pengukuran Cahaya Matahari Iluminasi (lux) UV (mw/cm 2 ) Iradiasi (watt/m 2 ) Kuantum (µeinstein S -1 m -2 ) Februari Maret Juni Februari Maret Juni Februari Maret Juni Februari Maret

82 Iluminasi (lux) UV (mw/cm 2 ) Iradiasi (watt/m 2 ) Kuantum (µeinstein S -1 m -2 ) Februari Maret Juni Februari Maret Juni Februari Maret Juni Februari Maret

83 71 Lampiran 8. Pengukuran Iradiasi Cahaya Api Flare Waktu Jarak dari Flare (watt/m2 )

84 72 Lampiran 9. Pengukuran Suhu Tanah, Udara dan Kecepatan Angin Waktu Suhu Tanah ( O C) Suhu Udara ( O C) Kecepatan Angin (m/s)

85 73 Lampiran 10. Pengukuran Suhu Tanah Malam Hari Jarak dari Flare ( o C) Waktu

86 74 Lampiran 11. Gambar Cerobong dengan FLIR pada Malam Hari Titik flare Titik flare Gambar 10.1a. Suhu cerobong dengan menggunakan FLIR dari 15 m dari atas cerobong flare Gambar 10.1b. Suhu cerobong dengan menggunakan FLIR dari 15 m dari atas cerobong flare Nyala api Nyala api Jalur gas flare Jalur gas flare Gambar 10.2a. Gambar FLIR 15 m dari ujung flare Gambar 10.2b. Gambar FLIR 15 m dari ujung flare Cerobong flare Nyala api Cerobong Cahaya dari flare flare Gambar 10.3a. Suhu cerobong dengn FLIR pada 10 m dari ujung flare Gambar 10.3b. Suhu cerobong dengn FLIR pada 10 m dari ujung flare

87 75 Cerobong flare Nyala api Gambar 11.1a. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 100 m dari Flare Gambar 11.1b. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 100 m dari Flare Cerobong flare Nyala api Gambar 11.1c. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 100 m dari Flare Gambar 11.2a. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 75m dari Flare Nyala api Nyala api Gambar 11.2b Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 75m dari Flare Gambar 11.3a. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 125m dari Flare Lampiran 12. Gambar FLIR pada Siang Hari di Beberapa Jarak dari Flare

88 76 Nyala api Nyala api Gambar 11.3b. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 125m dari Flare Gambar 11.3c. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 125m dari Flare Cerobong Flare Cerobong Flare Gambar 11.4a. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 115m dari Flare Gambar 11.4b. Suhu Cerobong Flare dengan FLIR. dari 115m dari Flare

89 77 Lampiran 13. Suhu Tanah dengan FLIR di Area Flare pada Siang Hari Kerikil Kerik il Gambar 12.1a. Suhu tanah dengan FLIR pada 5 m dari Cerobong Flare Gambar 12.1b. Suhu tanah dengan FLIR pada 5 m dari Cerobong Flare Rumput Kerikil Gambar 12.2a. Suhu tanah dengan FLIR pada 25 m dari Cerobong Flare Gambar 12.2b. Suhu tanah dengan FLIR pada 25 m dari Cerobong Flare Kerikil Rumput Gambar 12.3a. Suhu tanah dengan FLIR pada 5 m dari Cerobong Flare dan 50 m dari flare Gambar 12.3b. Suhu tanah dengan FLIR pada 5 m dari Cerobong Flare dan 50 m dari flare

90 78 Kerikil Rumput Gambar 12.4a. Suhu tanah dengan FLIR pada 75 m dari Cerobong Flare Rumput dengan sedikit air Gambar 12.4b. Suhu tanah dengan FLIR pada 75 m dari Cerobong Flare Tanah lembab Gambar 12.5a. Suhu tanah dengan FLIR pada 100 m dari Cerobong Flare Gambar 12.5b. Suhu tanah dengan FLIR pada 100 m dari Cerobong Flare Rumput Rumput Gambar 12.6a. Suhu tanah dengan FLIR pada 125 m dari Cerobong Flare Gambar 12.6b. Suhu tanah dengan FLIR pada 125 m dari Cerobong Flare

91 79 Rumput Rumput Gambar 12.7a. Suhu tanah dengan FLIR pada 150 m dari Cerobong Flare Gambar 12.7b. Suhu tanah dengan FLIR pada 150 m dari Cerobong Flare Batu Batu Gambar 12.8a. Suhu tanah dengan FLIR pada 25 m dari Cerobong Flare Gambar 12.8b. Suhu tanah dengan FLIR pada 25 m dari Cerobong Flare

92 80 Lampiran 14. Suhu Tanah dan Tanaman dengan FLIR di Area Flare pada Malam Rumput Rumput Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 150 m dari Cerobong Flare Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 125 m dari Cerobong Flare Rumput Rumput Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 100m dari Cerobong Flare Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 75 m dari Cerobong Flare Rumput Rumput diantara kerikil Gambar Suhu tanah denganflir pada 50 m dari Cerobong Flare Hari Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 25 m dari Cerobong Flare

93 81 Kerikil Kerikil Gambar Suhu tanah dengan FLIR pada 10 m dari Cerobong Flare Gambar Suhu tanah dengan FLIR dibawah Cerobong Flare Tanaman karet dari flare Tanaman karet dibelakan flare Gambar suhu tanaman dengangambar FLIR Gambar suhu tanaman dengan FLIR disekitar area flare

94 82 Batang tanaman karet Daun tanaman karet Gambar Suhu batang tanaman dengan menggunakan FLIR Gambar Suhu kanopi tanaman karet dengan menggunakan FLIR Batang tanaman karet Daun tanaman karet Cabang tanaman karet Gambar Suhu batang tanaman dengan menggunakan FLIR Gambar Suhu kanopi tanaman karet dengan menggunakan FLIR Lampiran 15. Suhu Batang Karet dan Kanopi dengan Menggunakan FLIR

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Karet Karet (Havea brasiliensis) merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan. karet merupakan tanaman berkayu yang memiliki tinggi dan diameter mencapai 40 m dan 35 cm

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian akan dilaksanakan di kebun karet rakyat di daerah Betara Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. Pengambilan sampel tanah dilakukan di tiga lokasi yakni: hutan gambut skunder,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Bahan-bahan - air destilasi - larutan kalium chloride (KCl) 1N ditimbang 373 g KCl yang sudah dikeringkan di dalam oven pengering 105 o C, dilarutkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta. B.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta. B. IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2016 hingga Maret 2017 di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity)

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity) METODE ANALISIS ph H 2 O (1:5) Alat - Alat penumbuk - Ayakan 0,5 mm - Timbangan - Mesin pengocok - ph meter - Botol kocok Bahan - Air aquades Metode - Haluskan bahan dan ayak dengan ayakan 0,5 mm - Timbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Deskripsi varietas Grobogan Nama Varietas : Grobogan SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008 Tahun : 2008 Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha Potensi Hasil : 2,77

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Kelurahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 27 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di kebun percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 2009.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet-

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet- BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Pacet- Cibeureum. Sampel yang diambil berupa tanaman CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang sungai Kali Pucang, Cilacap. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei 2015 di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Rupat Kelurahan Pergam Kecamatan Rupat Kabupaten

Lebih terperinci

PENGUJIAN AMDK. Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM

PENGUJIAN AMDK. Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM PENGUJIAN AMDK Disampaikan dalam Pelatihan AIR MINUM PARAMETER UJI Warna Kekeruhan Kadar kotoran ph Zat terlarut Zat organik(angka KMnO40 Nitrat Nitrit Amonium Sulfat Klorida Flourida Sianida Klor bebas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Mei 2015 bertempat di Lahan kering terbuka, timur Greenhouse C Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kimia Analisis. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 18 hingga

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 8: Cara uji kadar oksidan dengan metoda neutral buffer kalium iodida (NBKI) menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Lewikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Desa Kerumutan

Lebih terperinci

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A PETUNJUK PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A Cemaran Logam Berat dalam Makanan Cemaran Kimia non logam dalam Makanan Dosen CHOIRUL AMRI JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA 2016

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di Talang Padang Kabupaten Tanggamus Januari - Februari 2013 sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan eksperimental. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lay out penelitian I

Lampiran 1 Lay out penelitian I LAMPIRAN 65 Lampiran 1 Lay out penelitian I 66 Lampiran 2 B. humidicola tanpa N (A), B. humidicola dengann (B), P. notatum tanpa N (C), P. notatum dengan N (D), A. compressus tanpa N (E), A.compressus

Lebih terperinci

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog Senyawa nitrogen yang terdapat didalam tumbuhan, sebagian besar adalah protein. Protein terdiri dari 50-55% unsur karbon, 6-8% hidrogen, 20-23% oksigen, 15-18% nitrogen dan 2-4 % sulfur. Protein rata-rata

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Jalan Binawidya, Pekanbaru dengan ketinggian tempat 10 m diatas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pupuk super fosfat tunggal

Pupuk super fosfat tunggal Standar Nasional Indonesia Pupuk super fosfat tunggal ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

Lampiran 2. Metode Analisa Sifat Fisika Tanah

Lampiran 2. Metode Analisa Sifat Fisika Tanah Lampiran 2. Metode Analisa Sifat Fisika Tanah No. Metoda Cara Kerja Perhitungan / Rumus 1. Porositas Tanah Perbandingan Berat Isi dengan Berat Jenis 2. Permeabilitas Constant head permeameter 3. Kemantapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan bulan Januari 2015 bertempat di Laboratorium Riset Kimia Makanan dan Material serta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik dan laboratorium penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapang dilaksanakan dari bulan Januari s.d. Juli 2010. Lokasi percobaan terletak di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ceria Prima II, Divisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Penelitian dan Bagan Plot Penelitian dan Letak Tanaman Sampel

Lampiran 1. Denah Penelitian dan Bagan Plot Penelitian dan Letak Tanaman Sampel LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Penelitian dan Bagan Plot Penelitian dan Letak Tanaman Sampel Lampiran 2. Deskripsi Caisim varietas Tosakan Nama : Caisim (Bangkok) Umur tanaman : 30 hari Bentuk tanaman : Besar,

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL ) disusun secara faktorial dengan 3 kali ulangan.

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENGUKURAN PH, BAHAN ORGANIK, KTK DAN KB

INSTRUKSI KERJA PENGUKURAN PH, BAHAN ORGANIK, KTK DAN KB INSTRUKSI KERJA PENGUKURAN PH, BAHAN ORGANIK, KTK DAN KB Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013 INSTRUKSI KERJA Pengukuran ph, Bahan Organik, KTK dan KB Jurusan Tanah Fakultas

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian 16 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode titrasi redoks dengan menggunakan beberapa oksidator (K 2 Cr 2 O 7, KMnO 4 dan KBrO 3 ) dengan konsentrasi masing-masing

Lebih terperinci

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer

Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Udara ambien Bagian 1: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metoda indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

PEMBUATAN REAGEN KIMIA

PEMBUATAN REAGEN KIMIA PEMBUATAN REAGEN KIMIA 1. Larutan indikator Phenol Pthalein (PP) 0,05 % 0,05 % = 0,100 gram Ditimbang phenol pthalein sebanyak 100 mg dengan neraca kasar, kemudian dilarutkan dengan etanol 96 % 100 ml,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun pertama. Penanaman tahun pertama dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air 50 Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air Contoh perhitungan nisbah C/N 30: 55,80 F + 18,30 S = 20,17 F + 44,52 S 55,80 F 20,17 F = 44,52 S 18,30 S 35,63 F = 26,22 S Jika F = 1 Kg, Maka S = =

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN PANDUAN PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Oleh : Ir. Hariyono, MP. PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016 MATERI PRAKTIKUM PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR,

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 4. Cacing tanah jenis Eisenia fetida berumur 1 bulan sebanyak 2 kg. a. 1 ml larutan sampel vermicompost

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 4. Cacing tanah jenis Eisenia fetida berumur 1 bulan sebanyak 2 kg. a. 1 ml larutan sampel vermicompost 17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Penelitian 2.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian pengomposan adalah sebagai berikut: 1. Feses sapi perah sebanyak 25 kg 2. Jerami

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci