BAB II KAJIAN PUSTAKA. posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan
|
|
- Suryadi Hendri Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Berdiri Pengertian Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan aktivitas otot yang minimal. Gangguan keseimbangan pada stroke berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan kemampuan gerak otot yang menurun sehingga keseimbangan tubuh menurun. Pasien stroke berusaha membentuk gerakan kompensasi untuk gangguan kontrol postur mereka (Darmawan, 2014). Keseimbangan berdiri adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat massa tubuh berada dalam Base of Support/ Bidang Tumpu. Keseimbangan berdiri merupakan prasyarat untuk banyak aktivitas fungsional seperti mobilitas dan penghindaran terhadap jatuh (Sibley et al., 2015). Gangguan keseimbangan terutama saat berdiri tegak merupakan akibat stroke yang paling mempengaruhi aktivitas. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik, kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak mengakibatkan gangguan keseimbangan fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien pascastroke mengakibatkan hilangnya koordinasi dan hilangnya merasakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu (Darmawan, 2014). 9
2 Single Limb Stance Test (SLST) Single Limb Stance Test adalah metode yang sederhana, mudah dan efektif untuk skrining gangguan keseimbangan pada populasi dewasa. Siklus berjalan membutuhkan dukungan berdiri satu kaki yang besar dalam mempertahankan pola berjalan yang normal. Ketika siklus dinamik terganggu, hilangnya keseimbangan dapat menyebabkan terjatuh. SLST mengukur stabilitas postural (keseimbangan berdiri). Realibilitas SLST baik karena mempunyai intraclass corellation coefficients (ICC). ICC rangenya 0,73-0,93. Pada tes ini pasien diinstruksikan berdiri dengan satu kaki tanpa penyangga. Pasien memulai tes dengan mata terbuka menghadap fokus ke depan (Lewis et al., 2006). 2.2 Fungsional Berjalan Pengertian Istilah fungsional berjalan digunakan untuk mencerminkan flexible gait, yaitu berjalan dengan kemampuan memenuhi tuntutan tugas yang kompleks dan tuntutan lingkungan, baik pada indoors ataupun outdoors. Fungsional berjalan dapat pula didefinisikan sebagai berjalan di bawah kondisi dan lingkungan yang kompleks (Lord dan Rochester, 2007). Berjalan adalah cara yang paling mudah untuk melakukan perjalanan jarak dekat. Mobilitas sendi yang bebas dan kekuatan otot yang tepat meningkatkan efisiensi jalan. Ketika tubuh bergerak ke arah depan, satu kaki secara khusus menyangga sedangkan kaki lainnya maju dan mempersiapkan untuk menyangga ekstremitas (Bogey, 2014).
3 11 Righting reaction yaitu untuk memelihara dan mempertahankan posisi normal kepala yang berhubungan trunk dengan menormalkan alignment trunk dan limbs sedangkan equilibrium reaction memelihara keseimbangan pada waktu aktivitas terutama pada saat melawan gravitasi dan akan banyak membutuhkan kontrol inhibisi pada level tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan pola gerakan (Irfan, 2010) Siklus Berjalan (Gait Cycle) Berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun (swing fase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu fase dua kaki di lantai (double support) yang berlangsung singkat. Fase double support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase di mana ke dua kaki tidak menginjak lantai (Irfan, 2010) Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike/heel on, foot flat, mid stance, heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhiri dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi).
4 12 Gambar 2.1. Skema fase berjalan Sumber: Irfan, 2010 Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada aktivitas jalan, maka periode di mana tubuh ditopang oleh satu kaki lebih dominan dibandingkan dengan periode menapak pada dua kaki. Dengan demikian, maka kemampuan berjalan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan mempertahankan tubuh pada Base of Support (BOS) yang sempit yaitu pada area satu buah telapak kaki (Irfan, 2010). Menurut terminologi Rancho Los Amigos yang dikutip dari Irfan (2010) dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu: 1. Stance phase adalah fase menumpu, atau fase di mana bagian tubuh (kaki) bersentuhan dengan lantai. Stance phase memberikan stabilitas untuk gait cycle dan penting untuk swing phase yang benar. Pada fase ini terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang terjadi pada stance phase antara lain: a. Initial contact (interval: 0-2%) Fase ini merupakan momen ketika tumit menyentuh lantai. Initial contact merupakan awal dari fase stance dengan posisi heel rocker. Posisi sendi pada waktu mengakhiri gerakan ini, menentukan pola
5 13 loading response. Menyentuhnya tumit dengan lantai membuat bayangan yang mengindikasikan tungkai yang akan bergerak. Sedangkan tungkai yang lain berada pada akhir dari terminal stance. Fase ini merupakan momen seluruh centre of gravity (COG) berada pada tingkat terendah dan seseorang pada tingkat yang paling stabil. Pada periode ini anggota bawah yang lain juga menyentuh lantai sehingga terjadi posisi double stance. Pada fase ini sendi panggul membentuk sudut aproksimasi 30 fleksi dengan aktivasi otot gluteus maximus, hamstrings, adductor magnus. Pada sendi lutut membentuk ekstensi penuh atau relative 2-5ᵒ fleksi dengan aktivasi otot quadriceps untuk mengontrol sendi lutut. Pada sendi pergelangan kaki membentuk sudut netral 90 dengan mengaktivasi otot-otot pretibial (m. tibial anterior, m. ekstensor hallucis longus dan m. ekstensor digitorum longus) untuk mengontrol plantar fleksi. b. Loading response ( Interval: 0-10%) Fase ini merupakan periode initial double stance. Awal fase dilakukan dengan permulaan menyentuh lantai dan dilanjutkan sampai kaki yang lain mengangkat untuk mengayun. Berat tubuh berpindah ke depan pada tungkai. Dengan tumit seperti rocker, knee fleksi sebagai shock absorption. Saat heel rocker, ankle plantar fleksi dengan kaki depan menyentuh dengan lantai. Sedangkan tungkai yang berlawanan pada posisi fase pre-swing.
6 14 c. Midstance (Interval; 10-30%) Merupakan sebagian awal dari gerakan satu tungkai dalam mendukung interval. Untuk awalan gerakannya, kaki mengangkat dan dilanjutkan sampai berat tubuh berpindah pada kaki yang lain dengan lurus. Saat ankle dorsal fleksi (ankle rocker) bayangan tungkai mulai bergerak ke depan sementara knee dan hip ekstensi. Sedangkan tungkai yang berlawanan mulai bergerak menuju fase mid-swing. d. Terminal Stance (Interval: 30-50%) Pada fase ini satu tungkai memberikan bantuan. Fase ini dimulai dengan mengangkat tumit dan dilanjutkan sampai kaki menginjak lantai. Keseluruhan dari fase ini brat badan berpindah dari forefoot. Saat posisi ekstensi knee yang meningkat dan akan diikuti sedikit fleksi. Di mana posisi tungkai yang lain berada pada fase terminal swing. Pada awal fase ini centre of gravity berada di depan kaki yang menapak jadi tekanan gravitasi akan meningkatkan lingkup dari ekstensi hip dan dorsal fleksi ankle. e. Preswing (Interval: 50-60%) Pada akhir fase dari stance adalah interval gerakan ke dua double stance pada siklus berjalan. Dimulai dari initial contact pada anggota gerak bawah kontralateral dan diakhiri toe-off pada anggota grak ipsilateral, dengan meningkatnya ankle ke posisi plantar fleksi diikuti fleksi knee maka hip tidak lagi pada posisi ekstensi. Di saat yang sama
7 15 anggota gerak bawah yang lain pada fase loading response. Menyentuhnya anggota gerak atau tungkai kontralateral merupakan awal dari terminal double support. 2. Swing phase adalah periode waktu di mana tubuh (kaki) tidak bersentuhan dengan lantai, selama swing phase bagian tubuh yang berayun bergerak di depan bagian tubuh yang menapak sehingga gerakan ke depan dapat terjadi. Pada swing phase, tahapan-tahapan terdiri dari: a. Initial swing (Interval: 60-73%) Pada fase pertama adalah perkiraan satu sampai tiga dari periode mengayun. Diawali dengan mengangkat kaki dari lantai dan diakhiri ketika mengayun kaki sisi kontralateral dari kaki yang menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak fleksi dan knee naik menjadi fleksi dan ankle pada posisi setengah dorsal fleksi. Di saat yang sama sisi kontralateral bersiap pada mid stance. b. Mid swing (Interval: 73-87%) Pada fase ke dua dari periode swing dimulai, saat mengayun anggota gerak bawah yang berlawanan dari tungkai yang menumpu. Akhir dari fase ini ketika tungkai mengayun ke depan dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid swing, hip fleksi dengan knee bergerak ekstensi untuk merespon gravitasi dan diikuti dengan ankle dorsi fleksi menuju posisi netral. Sedangkan tungkai yang lain berada pada akhir dari fase mid stance.
8 16 c. Terminal swing (Interval: %) Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan diakhiri saat kaki memijakkan lantai. Kedudukan tungkai yang baik adalah dengan posisi ekstensi knee dan hip Gambar 2.2 Tahapan satu siklus berjalan Sumber: Tao et al., 2012 Gambar 2.2 diatas menjelaskan tentang tahapan satu siklus berjalan yang meliputi 2 fase. Fase pertama adalah Stance Phase yang terdiri dari: Initial Contact, Loading Response, Mid Stance dan Terminal Stance. Fase kedua adalah Swing Phase yang terdiri dari Pre-swing, Initial Swing, Mid Swing dan Terminal Swing. 2.3 Gait Cycle Measurement (GCM) Pengertian Kemampuan berjalan dapat dievaluasi secara kualitatif atau kuantitatif dengan menggunakan uji laboratorium dan klinik. Banyak studi tentang perbaikan pola jalan hemiparetik menggunakan skala asesmen fungsional ordinal seperti Rivermead Mobility Index, Barthel Index, Functional Independence Measure, Functional Ambulation Categories, dan Time Up-and-Go Test. Berjalan dikategorikan menjadi 3-7 kategori berdasarkan jarak, waktu, dan perlunya bantuan (Yavuzer, 2006).
9 17 Metode Gait Cycle Measurement adalah metode pengukuran kemampuan fungsional berjalan dengan menganalisa: phases of gait cycle, step length, step period,stride length, cycle time, velocity, cadence, dan stride widht Evaluasi Data Terdapat empat faktor temporal dan distance yang dapat dievaluasi: Velocity: Jarak total antara heel strikes awal dan akhir dibagi dengan waktu yang diperlukan menempuh jarak tersebut. Stride Length: Step Length: Stride Widht: Cadance: Jarak di antara dua heel strike ipsilateral yang berurutan Jarak di antara dua heel strike kontra lateral yang berurutan. Jarak antara sisi kanan dan sisi kiri (walking base) Jumlah langkah dalam satu rangkaian berjalan dibagi dengan waktu yang diperlukan dalam satu rangkaian jalan tersebut (Whittle, 2003) Tabel 2.1. Harga Rujukan Gait Cycle Measurement NO Parameter Males Females Satuan 1 Velocity 1,5 1,5 m/sec 2 Cadance steps/min 3 Step Length cm 4 Stride Length cm 5 Stride Width 5 5 cm Sumber: Whittle, Gait Analysis. An Introduction Tabel 2.1 menggambarkan harga rujukan Gait Cycle Measurement yang meliputi Velocity 1,5 m/sec, Cadance 120 step/min Step Length untuk laki-laki 83 cm dan perempuan 73 cm, Stride Length 150 cm dan Stride Width 5 cm.
10 18 Tabel di bawah ini menggambarkan perbandingan hasil pengukuran parameter spatiotemporal pada subjek sehat dan pasien hemiplegi: Tabel 2.2 Parameter SpatioTemporal Pasien Hemiplegi dan Subjek Sehat Sumber: Boudarham et al.,2013. PloS ONE 8(6); 1 Tabel ini membandingkan subjek sehat dan pasien hemiplegi dengan menggunakan pengukuran analisis gait kuantitatif yang meliputi velocity, step length, cadence, step width, stride length. Dari tabel ini dapat dilihat velocity pada subjek yang sehat 1,26 m/s sedangkan pada pasien hemiplegi 0,78 m/s. Cadence pada subjek sehat 114 langkah/min sedangkan pada pasien hemiplegi 91 langkah/min. Step length pada subjek sehat 0,65 m sedangkan pasien hemiplegi 0,5 m. Stride length pada subjek sehat 1,32 m sedangkan pasien hemiplegi 1,01 m. Step width pada subjek sehat 15,5 cm sedangkan pasien hemiplegi 19,3 cm. Kesimpulan dari tabel ini terjadi penurunan velocity, stride length, step length, cadence sedangkan untuk step width dan stride time meningkat.
11 Stroke Pengertian Definisi stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke atau serangan otak, suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi bila berhenti atau gagalnya pasokan darah ke otak, atau dapat pula sebagai akibat pecahnya pembuluh darah di otak (Ranakusuma, 2004). Pada pasien stroke terjadi berbagai macam defisit pada persepsi, kekuatan otot, kontrol motorik, mobilitas pasif, sensasi, tonus, dan keseimbangan (Yavuzer, 2006). Rehabilitasi keseimbangan pada pasien hemiplegi berkembang buruk. Bukan hanya kegagalan kontrol motorik yang menyebabkan buruknya keseimbangan pascastroke. Kontrol keseimbangan meliputi integrasi beberapa tipe informasi sensorik. Beberapa peneliti berhipotesa bahwa terjadinya gangguan organisasi informasi sensorik mendasari representasi tubuh yang terdistorsi terhadap ruang. Hal ini tidak mendukung pemulihan keseimbangan (Bonan et al., 2004). Gait hemiparetik dicirikan dengan beberapa defisit spesifik, meliputi berkurangnya kecepatan jalan, meningkatnya variabilitas, dan langkah yang asimetri (Wright et al., 2013). Setelah stroke, rehabilitasi intensif dilakukan untuk mengurangi defisit dari kecepatan, efisiensi dan simetri dalam berjalan. Pemulihan simetri jalan penting dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan jalan
12 20 serta untuk mengurangi resiko terjadinya jejas muskuloskeletal ekstremitas bawah dan hilangnya densitas mineral tulang pada kaki yang paresis (Lewek et al., 2012). Perbaikan pascastroke khususnya yang terjadi pada beberapa minggu awal setelah stroke mencerminkan perbaikan neurotransmission dalam jaringan dekat dan jauh dari infark atau hemoragik. Beberapa waktu setelah stroke, kemampuan kognitif, bahasa, ketrampilan motorik dapat meningkat dengan adanya proses serebral melalui pembelajaran umum. Neuroplastisitas yang diinduksi pengalaman meliputi eksitabilitas yang lebih besar dan pengerahan neuron-neuron pada kedua hemisfer otak yang berkontribusi terhadap kinerja, penyebaran dendrit yang berkomunikasi dengan neuron yang lain dan memperkuat koneksi sinaps (Dobkin, 2005). Telah dibuktikan bahwa untuk meningkatkan keterampilan motorik spesifik memerlukan latihan dengan tugas yang relevan pada pasien stroke. Latihan belajar berjalan tradisional meliputi berjalan dengan alat bantu berjalan esensial / orthosis yang dikombinasikan dengan petunjuk verbal dan manual. Perangkat rehabilitasi berjalan tambahan terdiri dari tanda visual/ visual cue, tugas kognitif bersamaan (contoh: dual tasks), feedback musical, dan/atau stimulasi elektrikal fungsional (Peurala et al., 2014). Usaha terdahulu untuk meningkatkan kemampuan jalan dengan menghasilkan sinyal visual dan auditori buatan menghasilkan sistem open-loop yang mengadakan sinyal sensorik dihasilkan dari sumber eksternal, yang tidak
13 21 berpengaruh oleh gerakan pasien, seperti fixed-velocity (seperti treadmill), tanda visual atau tanda rhythmic auditory (Baram, 2013) Klasifikasi Stroke Menurut Hartwig (2005), klasifikasi stroke berdasarkan penyebab antara lain : 1. Stroke Iskemik Hampir 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada satu sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk di dalam organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Beberapa penyebab stroke iskemik antara lain: a. Trombosis 1) Aterosklerosis (tersering) 2) Vaskulitits: arteritis temporalis, poliarteritis nodusa 3) Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik) 4) Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
14 22 b. Embolisme 1) Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik 2) Sumber tromboemboli arterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal 3) Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma c. Vasokonstriksi Vasospasme serebrum setelah Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) 2. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke. Stroke ini terjadi jika lesi vaskular intra serebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma vaskular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV) Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya stroke menurut Hadi-Martono (2006) antara lain: 1. Usia, yang merupakan faktor resiko independen terjadinya stroke 2. Hipertensi, baik sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko dominan untuk terjadinya baik hemoragik maupun non hemoragik 3. Diabetes melitus 4. Hiperlipidemia
15 23 5. Keadaaan hiperviskositas 6. Berbagai kelainan jantung, antara lain gangguan irama (fibrilasi atrium), infark miokard akut atau kronis, yang mengakibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung), infeksi yang disertai vegetasi (endokarditis bakterialis sub akut) dan tumor atrium 7. Koagulasi karena gangguan berbagai komponen darah, antara lain hiperfibrinogenemia, dan lain-lain 8. Faktor keturunan juga memegang peranan penting dalam epidemiolagi stroke Gejala Klinis Menurut Ranakusuma (2004), manifestasi klinis serangan stroke dapat berupa: a) Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau kedua sisi dari tubuh b) Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun c) Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi d) Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh e) Kesulitan menelan f) Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba g) Delirium atau kesadaran berkabut (sudden cunfusion)
16 Neuroplasticity Studi yang terkini memperluas pemahaman kita tentang proses yang mendasari proses pemulihan fungsi motorik setelah stroke. Area motorik bilateral pada otak mengalami reorganisasi yang luas, meliputi perubahan kekuatan interaksi inhibisi interhemisfer. Pemahaman kita tentang bentuk reorganisasi yang berbeda-beda berkontribusi terhadap penguatan proses rehabilitasi, meskipun masih sangat terbatas, telah menunjukkan kita strategi intervensi untuk meningkatkan fungsi motorik (Webster et al., 2006). Setelah terjadi kerusakan iskemik pada area motorik otak, pasien mengalami beberapa derajat pemulihan spontan, meningkat, sejak ditemukan intervensi yang diterapkan pada periode akut pascastroke. Lebih dari 50% survival stroke pada stadium kronik mengalami defisit motorik permanen (Webster et al., 2006). Pengetahuan tentang plastisitas area korteks setelah stroke menunjukkan bahwa kerusakan korteks mempunyai potensi mengalami reorganisasi luas. Diantara mekanisme plastisitas neural yang mungkin mengkontribusi pemulihan fungsional adalah sprouting dendrite yang terus menerus, formasi sinaps baru, potensiasi jangka panjang dan depresi jangka panjang. Reorganisasi setelah stroke mungkin juga terjadi pada area korteks yang tidak rusak mengambil alih fungsi area otak yang terkena infark. Bentuk reorganisasi yang berbeda mengkontribusi pemulihan fungsi meliputi diaschisis, peri-infarct reorganization, aktivitas pada ipsilesional, atau pada hemisfer kontralesional, interaksi interhemisfer, dan reorganisasi yang didelegasikan (Webster et al., 2006).
17 25 Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive), perubahan struktur neuron saraf dan organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan kematangan sistem saraf (Irfan, 2010). Plastisitas dapat tejadi pada level sinaps, level kortikal dan level sistem. Reorganisasi sistem saraf dapat terjadi dalam beberapa bentuk sebagai berikut: 1. Diaschisis (neural shock) Merupakan suatu keadaan hilangnya komunikasi antar neuron bersifat sementara atau merupakan gangguan laten dari aktivitas neuronal di dekat area kerusakan. Hal ini dimungkinkan juga oleh karena menurunnya suplai darah pada neuron. 2. Unmasking: Merupakan proses yang dapat terjadi antara lain: a. Denervation supersensitivity b. Silent synapses recruitment Dalam aktivitas sehari-hari, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif atau belum terlibat dalam menghasilkan gerak. Apabila jalur utama mengalami kerusakan maka fungsinya akan digantikan oleh akson dan sinaps yang tidak aktif. Menurut Wall dan Kabat, jalur sinapsis mempunyai threshold yang sangat tinggi. Karena mempunyai
18 26 mekanisme homeostatik. Dimana penurunan masukan akan menyebabkan kenaikan eksibilitas sinapsnya (Irfan, 2010). 3. Sprouting: a. Axonal regeneration b. Collateral sprouting Sifat plastisitas otak ini memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal pemulihan kemampuan gerak dan fungsi pada insan stroke. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya sifat plastisitas yaitu dimungkinkannya untuk terus dikembangkan, sehingga dengan metode yang tepat akan menghasilkan pembentukan plastisitas yang tepat berupa pola gerak normal. Akan tetapi, dapat merugikan jika metode yang diterapkan tidak tepat karena dengan sifat plastisitasnya akan terbentuk pola gerak yang tidak normal sesuai dengan latihan yang diberikan (Irfan, 2010) Pola Berjalan Pasien Stroke Pada pasien stroke terjadi lesi pada batang otak atau hemisfer otak sehingga terjadi tipe berjalan hemiparetik (gait hemiparetik) yaitu terjadinya spastik pada tungkai, ekstensi dan circumduction (pola jalan melingkar seperti kerucut) dan fleksi pada tangan. Berhubungan juga dengan terjadinya respon pada ekstensor plantar, kelemahan tungkai, tangan dan wajah serta terjadinya hiperrefleks (Salzman, 2010). Terdapat juga berbagai macam defisit pada persepsi, kekuatan otot, kontrol motorik, mobilitas pasif, sensasi, tonus, dan keseimbangan (Yavuzer, 2006).
19 27 Gait hemiparetik dicirikan dengan stiff-legged gait (berkurangnya lingkup gerak lutut) dan drop foot (berkurangnya dorsofleksi ankle selama mengayun) (Yavuzer, 2006). Gait hemiparetik dicirikan juga dengan beberapa defisit spesifik, meliputi berkurangnya kecepatan jalan, meningkatnya variabilitas, dan langkah yang asimetri (Wright et al., 2013). Asimetri terjadi pada parameter berjalan spatiotemporal, kinematik dan kinetik yang berhubungan dengan gangguan koordinasi motorik (Balasubramanian et al., 2007). 2.5 Visual Cue training ( VCT) Visual Cue Training (VCT) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat visual untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi panjang langkah berdasarkan informasi visual yang telah disediakan (Amatachaya et al., 2009). Visual memegang peranan penting dalam sistem sensorik. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerakan statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika kita menerima sinar yang berasal dari objek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Kenyataan bahwa posisi spatial untuk posisi penempatan kaki yang diperlukan adalah kunci untuk memahami mengapa adaptasi gait lebih efektif dalam respon terhadap visual stepping stones (Bank et al., 2011). Ketika kita
20 28 dapat melihat, terdapat penukaran akurasi kecepatan/speed accuracy trade- off, yaitu pada saat langkah cepat terjadi kesalahan yang lebih besar dan bervariasi dibandingkan langkah yang lambat (Reynolds dan Day, 2005). Pengaturan jalan adalah hal yang penting ketika berjalan pada medan yang rata ataupun yang tidak rata untuk memperoleh penempatan kaki yang adekuat sesuai dengan fitur lingkungan setempat seperti rintangan/obstacle dan target langkah/ stepping target (Houdjik et al., 2012). Pasien hemiplegi pascastroke memiliki kesulitan dalam menekan input visual yang tidak bisa diprediksi karena mereka sangat kesulitan mempertahankan keseimbangan ketika kehilangan visual. Pada kasus konflik visuovestibular, kesulitan tersebut semakin besar. Beberapa pasien membuktikan ketergantungan yang berlebihan pada input visual dan tidak dapat menggunakan input somatosensorik dan vestibular dengan benar (Bonan et al., 2004). Vision/ penglihatan memainkan peran penting pada semua strategi reaktif, prediktif dan antisipasi karena penglihatan menyediakan informasi spatiotemporal mengenai tempat terpencil yang sangat tepat (Higuchi, 2013). Isyarat visual dilakukan dengan menggunakan isyarat visual di atas lantai dengan step length yang diinginkan untuk membantu inisiasi dan pelaksanaan gait. Isyarat visual merangsang respon melangkah yang normal selanjutnya tanpa melihat isyarat tersebut, usaha volunter akan menjaga pasien tidak terjatuh. Isyarat eksternal mempunyai akses ke kontrol motorik dengan menghindari (bypass) basal ganglia-sma loop untuk meningkatkan persiapan gerakan untuk masing-masing langkah dalam urutan Efek lain yang mungkin terjadi, isyarat
21 29 eksternal membuat langkah yang lebih panjang, juga memfokuskan perhatian pasien pada berjalan dengan kriteria step length tertentu. Strategi atensi inilah yang memungkinkan memfasilitasi pola berjalan yang lebih normal dengan meningkatkan pengaturan motorik sepanjang urutan berjalan (Morris et al., 1996) 2.6 Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah pelatihan yang menggunakan efek fisiologis irama auditori pada sistem motorik untuk meningkatkan kontrol gerakan pada aktivitas fungsional, keseimbangan berdiri, dan pola jalan adaptif pada pasien dengan defisit gait signifikan yang disebabkan oleh kerusakan neurologis (Thaut et al., 1996). Berjalan merupakan sebuah tugas rumit yang diatur oleh kontrol hirarkis dari korteks motor primer, premotor dan korteks motor supplemental, ganglia basal, cerebellum, batang otak, generator dan umpan balik pola spinal dari sistem vestibular. Pengaruh isyarat sensorik ritmik dalam berjalan dinamik memiliki relevansi besar dalam rehabilitasi neurologi. Isyarat auditori memberikan efek positif terhadap variasi karakter jalan pada pasien dengan penyakit Parkinson, stroke, dan hemiparesis (Sejdic et al., 2012). Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah salah satu tipe terapi musik neurologikal yang menggunakan rangsangan sensorik ritmik. RAS mempengaruhi sistem kontrol motorik otak dan gerakan gait melalui isyarat waktu (timing cues), sehingga merubah parameter gait pada temporal. Pada pasien dengan gangguan neuromuskular yang memiliki kesulitan sehari-hari (ADL) dikarenakan
22 30 menurunnya kemampuan sensorik dan motorik, dan yang memiliki feedback asimetri terhadap kontrol sensorimotor, aktivitas otak akan meningkat sebagai respon terhadap RAS, gerakan dari bagian tubuh yang paralisis menjadi lebih normal, dan pola aktivitas otak menjadi lebih halus, yang dapat dibuktikan dengan gambaran magnetic resonance imaging fungsional dan positron emission tomograhy (Jung et al., 2012). Kenyataan bahwa gerakan jasmani yang berirama sering berpasangan dengan rangsangan akustik eksternal, seperti metronom akustik dan musik, fenomena ini dikenal sebagai auditory-motor synchronization. Misalnya berdansa dengan musik, melibatkan sinkronisasi seluruh tubuh dengan alunan musik (beat) (Bood et al., 2013). Isyarat Akustik dapat meningkatkan gait dengan menciptakan stable coupling diantara langkah kaki dan alunan musik. Karakteristik berjalan seperti simetri dan irama/ jumlah langkah jalan (cadance) dapat ditargetkan dengan mengubah interval interbeats rangsangan akustik (Roerdink et al., 2007). Stimulasi auditori berupa suara alam (Seperti suara burung, ombak, dan lain-lain) disertai dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi. Stimulasi auditori dengan gelombang suara melalui nada auditori (auditory tones) dinilai lebih efektif, murah dan mudah digunakan. Terapi dengan menggunakan musik telah terbukti efektif dalam rehabilitasi pada pasien pascastroke (Esi dkk., 2012). Telah dilaporkan bahwa Rhythmic Auditory Stimulation dengan interval tetap antara 1-2 detik efektif untuk meningkatkan lokomosi pasien parkinson dan stroke (Muto et al., 2013).
23 31 Elemen kunci RAS adalah fenomena penyelarasan auditori, yaitu kemampuan tubuh menyinkronkan gerakannya secara ritmis. Aktivitas auditori eksternal dimediasi oleh pembentukan persepsi internal dibawah sadar pada level subkortikal dan dapat menaikkan dan membangkitkan kepekaan neuron motorik spinal yang diperantarai oleh sirkuit auditory-motor pada level retikulospinal. Tubuh manusia adalah makhluk yang kreatif dan banyak akal. Komponen otak bervariasi yang tidak terhubung hanya dengan satu jalur, sehingga otak tidak berhenti bekerja total ketika satu bagian rusak atau cedera. Ketika satu bagian otak tidak berfungsi dengan baik, otak menemukan jalan kompensasi untuk fungsi yang disepakati. RAS digunakan untuk membantu meregulasi sistem kontrol motorik dengan menstimulasi fungsi otak lower level dari basal ganglia, cerebellum, batang otak, medulla spinalis untuk pasien Parkinson dan penyakit lainnya (Kwak, 2007). RAS adalah pilihan yang menjanjikan karena aplikasi irama dapat mengorganisasi gait seseorang dan meningkatkan pola berjalan. Latihan RAS menguntungkan karena tidak mempunyai efek samping dan lebih hemat biaya jika dibandingkan terapi yang lain, dan dapat digunakan bersama dengan modalitas terapi yang lain, atau terapi independen karena merupakan prosedur yang noninvasif (Kwak, 2007) Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien Pascastroke Berikut tabel perbandingan teknik penatalaksanaan VCT dan RAS pada pasien Stroke:
24 32 Tabel 2.4 Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien stroke No Visual Cue Training (VCT) Rhythmic Auditory Stimulation (RAS) Memberikan stimulasi pada Visual/Penglihatan Menggunakan Strip pada Lantai sebagai Isyarat Visual Penyesuaian Panjang langkah/spatial Adjustment Memberikan stimulasi pada Auditori/Pendengaran Menggunakan Irama sebagai Isyarat auditori Penyesuaian Tempo Langkah/Temporal Adjusment Sumber : disadur dari Amatacaya (2009) dan Jung (2012) Tabel 2.4 menjelaskan perbedaan antara pelatihan VCT dengan RAS. VCT memberikan stimulasi pada visual, sedangkan RAS pada pendengaran. VCT menggunakan strip pada lantai, sedangkan RAS menggunakan irama. VCT menggunakan penyesuaian panjang langkah, sedangkan RAS penyesuaian tempo.
25 33
BAB I PENDAHULUAN. tahun semakin meningkat. Dampak lain dari tingginya prevalensi serangan stroke
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menuju ke penyakit degeneratif dan traumatik menyebabkan prevalensi serangan stroke dari tahun ke tahun semakin
Lebih terperinciPELATIHAN VISUAL CUE TRAINING
TESIS PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE JERRY MARATIS NIM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi
Lebih terperinciPENGARUH HARMONISASI OTAK TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI PASIEN PASCA STROKE
PENGARUH HARMONISASI OTAK TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI PASIEN PASCA STROKE NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : AYU MARTHA PRABAWATI J 120 100 001 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan
Lebih terperincipelayanan rawat jalan di klinik Sasana Husada Stroke Service dan Karmel subjek yang terdaftar awalnya sejumlah 36 orang pasien, subjek yang
86 5.2 Pembahasan 5.2.1 Kondisi Subjek Penelitian Subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah pasien sejumlah 32 orang pasca stroke yang telah melewati fase pasca akut mereka dan sedang menjalani periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk berusia 60 tahun keatas atau lanjut usia. Menurut United Nations
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan usia harapan hidup berdampak pada peningkatan jumlah penduduk berusia 60 tahun keatas atau lanjut usia. Menurut United Nations tahun 2013, dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase tumbuh dan kembang setiap makhluk tersebut. Demikian pula dengan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sudah sejak zaman dahulu yaitu sekitar 2400 tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates yaitu ditemukannya gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
BAB I PENDAHULUAN Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas olahraga sudah dikenal sejak jaman dulu kala. Olahraga memiliki sekumpulan peraturan, kebiasaan, sampai aktifitas tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan menimbulkan gejala sesuai daerah otak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah transisi epidemiologi, dimana masih tingginya jumlah kejadian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke Organization (WSO) telah menetapkan stroke sebagai wabah dunia. Angka kejadian stroke dunia saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua terjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waktu Reaksi 2.1.1 Definisi Waktu Reaksi Waktu reaksi merupakan jarak waktu antara diberikannya stimulus dengan kontraksi otot pertama setelah stimulus diberikan. 4,5 Waktu
Lebih terperinciMEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL. Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI
MEKANISME GERAK SISTEM MUSKULOSKELETAL Sasanthy Kusumaningtyas Departemen Anatomi FKUI 1 ILMU GERAK KINESIOLOGI : Adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. Beberapa disiplin
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang.
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Subjek pada penelitian ini berjumlah 60 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. Kelompok I diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu keadaan akut yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). Lebih ringkas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seringkali pada orang yang telah mengalami usia lanjut (lansia) mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang drastis pada pertumbuhannya, baik pertumbuhan fisik, mental dan psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Kinesiologi dan Biomekanika Kinesiologi adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia pada waktu melakukan gerakan. 6 Beberapa disiplin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Futsal adalah variasi sepakbola yang dimainkan di dalam ruangan di lapangan yang lebih kecil. Futsal mulai dimainkan di Amerika Selatan pada tahun 1930 dan sejak itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak dengan terjadinya peningkatan jumlah anak yang. mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan telah berhasil menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi akan tetapi disisi lain menimbulkan
Lebih terperinciBAB II. Tinjauan Pustaka. 1. Tinjauan Pustaka. Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan. fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun
BAB II Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Pustaka 1.1. Definisi Stroke Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 23/19912 bahwa pembangunan nasional akan terwujud bila terjadi derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya
Lebih terperinciPELATIHAN VISUAL CUE TRAINING
TESIS PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE JERRY MARATIS NIM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang menjadi dasar permasalahan penelitian yang diambil, meliputi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal
BAB HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.1 Hasil Penelitian.1.1. Karakteristik Umum Subyek Penelitian Pada penelitian ini diperoleh 0 subyek penelitian yang dirawat di bangsal B1 Saraf RS Dr. Kariadi Semarang
Lebih terperinciREHABILITASI STROKE FASE AKUT
Instalasi Rehabilitasi Medik RS Stroke Nasional Bukittinggi 2017 Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakikat sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut sama dengan anak-anak pada umumnya yang memiliki kelebihan
Lebih terperinciBAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN
HAMBATAN MOTORIK BAHASAN 1. SISTEM OTOT TULANG, SENDI DAN OTOT SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG,
Lebih terperinciBAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes
1 BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes (2009) keseimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan
Lebih terperincidan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini telah memasuki era baru yaitu era reformasi dengan ditandai oleh adanya perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang menuju kepada keadaan yang
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas kelompok Konvensional
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian BAB VI PEMBAHASAN Deskripsi sampel pada penelitian ini terdiri atas kelompok Konvensional memiliki rerata usia (62,3 ± 5,795) pada kelompok Kinesiotaping (65,1 ± 6,691),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda
Lebih terperinciBio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Bio Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi SISTEM SENSORI MOTOR 1. Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor 2. Korteks Asosiasi Sensorimotor 3. Korteks Motorik Sekunder 4. Korteks Motorik Primer 5. Serebelum dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang mengalami pertumbuhan cepat. Peningkatan
Lebih terperinciGejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah
Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan, kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dan juga tuntutan lingkungan agar dapat melakukan aktifitas dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk biopsikososial memerlukan kondisi yang sehat agar mampu menjalankan berbagai peranannya dalam masyarakat dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia antara lain taekwondo, karate, kempo, yudho, dan sebagainya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari berbagai jenis olahraga prestasi, beladiri merupakan salah satu cabang olahraga yang berkembang di Indonesia. Olahraga beladiri yang ada di Indonesia antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) memiliki berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah meningkatnya kemakmuran masyarakat yang diikuti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). Menurut data Word Health Organization (WHO, 2010), menyebutkan setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak dan terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Penyakit ini menyebabkan kecacatan berupa kelumpuhan anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan penduduk lanjut usia (Lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Menurut Kantor Kementrian Koordinator Kesejahteraan
Lebih terperinciLatihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien. Stroke Non Hemoragik
LAMPIRAN 1 Latihan Aktif Dan Pasif / Range Of Motion (ROM) Pada Pasien Stroke Non Hemoragik A. Pengertian Latihan aktif dan pasif / ROM adalah merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan pergerakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu dapat hidup secara
Lebih terperinciBAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara umum gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi sebagian atau seluruh bagian dari tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke sudah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan sebelum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepatu dengan hak tinggi diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1500M menjadi trend baru bagi perkembangan fashion wanita. Perubahan mode ini memberikan dampak besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan setiap perkembangan dan pertumbuhan bayi atau anak mereka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan merupakan salah satu hal penting dalam proses pertumbuhan anak usia 10-12 tahun karena pada usia tersebut anak mulai mengalami perubahan baru, baik secara
Lebih terperinciBAB Latar Belakang Masalah Stroke
1 Latar Belakang Masalah Stroke dewasa (Muhammad Irfan, 2010). Permasalahan yang dihadapi oleh pasien stroke dalam melakukan aktivitas disebabkan oleh rusaknya otak dalam Pak Catur yang sedang bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut
Lebih terperinci- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.
Written by Dr. Aji Hoesodo Stroke adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah di otak. Stroke merupakan suatu kerusakan pada system sentral yang diawali dengan penyakit darah tinggi
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Hal ini tertuang dalam Al Qur an di Surah At-Tin ayat 4 Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
Lebih terperinciPROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PENGARUH MOTOR RELEARNING PROGRAM (MRP) TERHADAP PENINGKATAN KESIMBANGAN DUDUK PASIEN PASCA STROKE NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Rahma Hanifa Ristiawati J 120 110 063 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN OLEH : DWI ARISUMA J.100.050.039 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas Tugas dan Memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORETIS
BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran
Lebih terperinciBAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan kesadaran bahwa hal tersebut
Lebih terperinciPENGARUH PENERAPAN MOTOR RELEARNING PROGRAMME (MRP) TERHADAP PERUBAHAN POLA JALAN PASIEN POST STROKE DI MAKASSAR SKRIPSI
PENGARUH PENERAPAN MOTOR RELEARNING PROGRAMME (MRP) TERHADAP PERUBAHAN POLA JALAN PASIEN POST STROKE DI MAKASSAR SKRIPSI YULIANA RESTU TULAK C13112262 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVRSITAS
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Vaskular Accident (CVA) sangat kurang, mulai personal hygiene sampai
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini sering terjadi bahwa perawatan tubuh pada pasien Cerebro Vaskular Accident (CVA) sangat kurang, mulai personal hygiene sampai nutrisi (Fundamental,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan motorik merupakan proses belajar bagaimana tubuh menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik dirasakan sepanjang daur kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad
Lebih terperinci