PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING"

Transkripsi

1 TESIS PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE JERRY MARATIS NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 i

2 PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana JERRY MARATIS NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii

3 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 02 JULI 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D NIP Muhammad Irfan, S.Ft, SKM, M.Fis NIDN Mengetahui Ketua Program Studi Fisiologi Olahraga Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. dr. Susy Purnawati, M.K.K, AIFO NIP Prof. Dr. dr.a.a.raka Sudewi,Sp.S(K) NIP iii

4 Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 2 Juli 2015 Panitia Penguji Tesis Ini Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 1911/ UN. 14.4/ HK/ 2015, Tanggal 1 Juli 2015 Ketua : Prof. dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D Sekretaris : Muhammad Irfan, SKM, S.Ft, M.Fis Anggota : 1. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro 2. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH, AIFO 3. S. Indra Lesmana, SKM, SSt.Ft, M.Or iv

5 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Jerry Maratis NIM : Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Judul Tesis : Pelatihan Visual Cue Training Tidak Berbeda dalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri dan Fungsional Berjalan Daripada Rhytmic Auditory Stimulationpada Pasien Pascastroke Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, Mei 2015 Pembuat pernyataan Jerry Maratis NIM: v

6 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis. Tesis ini berjudul Pelatihan Visual Cue Training Tidak Berbeda dalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Dan Fungsional Berjalan daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulationpada Pasien Pascastroke dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Fisiologi Olahraga pada Program Studi Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi Program Pascasarjana Universitas Udayana. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. N. T. Suryadhi, MPH, Ph.D sebagai Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepadabapak Muhammad Irfan S.Ft, SKM, M.Fis sebagai Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana Denpasar. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada direktur program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabatoleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). Tidak lupa pula penulis vi

7 ucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Susy Purnawati, M.KK, AIFO, ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu. Dr.dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro, Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M. OH, AIFO dan S. Indra Lesmana, SKM, SST.Ft, M.Or, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Istri tercinta, Nasriah Damayanthie, serta Syarifah, anak tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga. Denpasar, 7 Juli 2015 Penulis vii

8 ABSTRAK PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATIONPADA PASIEN PASCASTROKE Stroke merupakan gangguan fungsional otak lokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan perbandingankeseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan pada pelatihan Visual Cue Training (VCT) dan Rhythmic Auditory Stimulation (RAS). Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian pre-test and post-test control group design. Jumlah sampel kelompok pertama sebesar 11 pasien diberikan pelatihan Visual Cue Training (VCT)selama 20 menit, sedangkan pada kelompok kedua sejumlah 11 pasien diberikan pelatihan Rhythmic Auditory Stimulation (RAS) selama 20 menit. Penelitian dilakukan dalam periode waktu selama 2 bulan. Setiap pasien diajarkan berbagai kemampuan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan sesuai dengan konsep panduan operasionalnya. Tes pengukuran keseimbangan berdiri menggunakan Single Limb Stance Test (SLST) dan tes kemampuan fungsional berjalan menggunakan Gait Cycle Measurement. Hasil penelitian diketahui setelah melakukan uji normalitas sebelum perlakuan pada keseimbangan berdiri perlakuan VCT = 0,172, perlakuan RAS = 0,498, pada fungsional berjalan perlakuan VCT = 0,148, perlakuan RAS = 0,555, menyatakan distribusi datanya normal (p>0,05). Untuk uji homogenitas sebelum perlakuan pada keseimbangan berdiri = 0,882, pada fungsional berjalan = 0,359, menyatakan distribusi homogen (p>0,05). Untuk uji komparasi dengan Independent t-testyang menunjukkan pada rerata±sb post-test keseimbangan berdiri pada perlakuan VCT (3,36±0,647) dan pada perlakuan RAS (2,82±0,603) dengan nilai p = 0,829. Pada rerata±sb post-test kemampuan fungsional berjalan pada perlakuan VCT (46,64±9,77) dan pada perlakuan RAS (41,18±6,306) dengan nilai p = 0,308, menyatakan tidakadanya perbedaan yang signifikan (p>0,05)antara pelatihan Visual Cue Training dan pelatihan Rhythmic Auditory Stimulation pada pasien pascastroke. Disimpulkan bahwa pelatihan Visual Cue Training (VCT)tidak ada perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan daripada pelatihanrhythmic Auditory Stimulation (RAS)pada pasien stroke. Kata kunci: Stroke, keseimbangan berdiri, kemampuan fungsional berjalan, Visual Cue Training (VCT), Rhythmic Auditory Stimulation (RAS), Single Limb Stance Test (SLST), Gait Cycle Measurement. viii

9 ABSTRACT VISUAL CUE TRAINING EXERCISE WAS NOT DIFFERENT WITH RHYTHMIC AUDITORY STIMULATION EXERCISE ININCREASING STANDING BALANCE AND FUNCTIONAL GAIT AMONG STROKE PATIENTS Stroke is a functional disorder of the brain, local or global acute, more than 24 hours, came from disorders of brain flow and not caused by transient ischemic attack, brain tumor, secondary stroke, trauma or infection.the purpose of this study is to know the comparison of both exercise. This study uses an experimental research with pre-test and post-test control group design. Number of samples of the first group is 11 patients given Visual Cue Training (VCT) exercise for 20 minutes, while the second group 11 patients were given Rhythmic Auditory Stimulation (RAS) exercise for 20 minutes. The research was conducted in 2 month period time. Each patient is taught a variety of standing balance and functional gait ability in accordance with the operational concept guidance. Measuring test standing balance is using Single Limb Stance Test (SLST) and functional gait is using Gait Cycle Measurement (GCM). The result revealed after normality test pre-test exercise on standing balance exercise VCT = 0.172, exercise RAS = 0.498, in the exercises of functional walking bility exercise VCT = 0.148, exercise RAS = 0.555, indicating normal data distribution (p> 0.05). For homogeneity test before exercise on standing balance =0.882, the functional ability to walk = 0.359, indicating homogeneous distribution (p> 0.05). For a comparison test with Independent t-test that shows the mean ± SB standing balance post-test exercise of VCT (3.36 ± 0.647) and in the exercise of RAS (2.82 ± 0.603), with p = In the mean ± SB post-test of fuctional walking ability VCT exercise (46.64 ± 9.77) and the exercise of RAS (41.18 ± 6.306) with p = 0.308, indicating the absence of a significant difference (p>0.05) between VCT and RAS in improving the standing balance and functional walking ability in poststroke patients. All of these showedno significant difference (p>0,05) between Visual Cue Tarining and Rhythmic Auditory Stimulation exercise in improving the standing balance and functional ability in poststroke patients. It was concluded that the Visual Cue Training exercise was no different with Rhythmic Auditory Stimulation exercise in increasing standing balance and functional gait among stroke patients. Keywords : Stroke, standing balance, functional gait, Visual Cue Training (VCT), Rhythmic Auditory Stimulation (RAS), Single Limb Stance Test (SLST), Gait Cycle Measurement (GCM). ix

10 RINGKASAN PELATIHANVISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATIONPADA PASIEN PASCASTROKE Keseimbangan berdiri adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statis, dengan menggunakan aktivitas otot yang minimal. Keseimbangan berdiri merupakan prasyarat untuk banyak aktivitas fungsional seperti mobilitas dan penghindaran terhadap jatuh. Fungsional berjalan adalah berjalan dengan kemampuan memenuhi tuntutan tugas yang kompleks dan tuntutan lingkungan, baik pada indoors ataupun outdoors. Pelatihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan diantaranya dengan pelatihan Visual Cue Trainingdan Rhythmic Auditory Stimulation. Pelatihan Visual Cue Trainingmenggunakan isyarat visual untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berdiri dan berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi panjang langkah berdasarkan informasi visual yang telah disediakan dengan intensitas disesuaikan kemampuan pasien. Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation(RAS) menggunakan isyarat auditori untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berjalan dengan memfasilitasi pasien memodifikasi waktu melangkah berdasarkan informasi auditori yang digunakan dengan intensitas disesuaikan kemampuan pasien.penelitian ini bertujuan untuk membuktikanpelatihanvisual Cue Training (VCT)lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan daripada pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS)pada pasien pascastroke. Tahapan pertama penelitian meliputi tahapan persiapan dan administrasi dengan mempersiapkan surat persetujuan penelitian, jadwal pelaksanaan, mempersiapkan bahan, alat ukur dan instrumen. Tahap kedua adalah tahap penentuan populasi dan pemilihan sampeldengan melakukan seleksi terhadap sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Tahap ketiga adalah tahap pengukuran pertama atau tes awal dengan mengukur skor keseimbangan berdiri menggunakan Single Limb Stance Test dan skor fungsional berjalan dengan menggunakan Gait Cycle Measurement. Tahap berikutnya adalah tahap pelatihan Visual Cue Training dan Rhythmic Auditory Stimulation. Pelatihan dilakukan selama 6 minggu. Tahap terakhir adalah tahap pengukuran kedua atau tes akhir dengan mengukur kembali skor keseimbangan berdiri menggunakan Single Limb Stance Test dan skor fungsional berjalan dengan menggunakan Gait Cycle Measurement setelah pasien mendapat pelatihan. Hasil penelitian diketahui setelah melakukan uji normalitas sebelum perlakuan pada keseimbangan berdiri perlakuan VCT = 0,172, perlakuan RAS = x

11 0,498, pada fungsional berjalan perlakuan VCT = 0,148, perlakuan RAS = 0,555,menyatakan distribusi datanya normal (p>0,05). Untuk uji homogenitas sebelum perlakuan pada keseimbangan berdiri = 0,882, pada fungsional berjalan = 0,359, menyatakan distribusi homogen (p>0,05). Untuk uji komparasi dengan Independent t_test yang menunjukkan pada rerata±sb setelah perlakuan keseimbangan berdiri perlakuan VCT (3,36±0,647) dan pada perlakuan RAS (2,82±0,603)dengan nilai p = 0,829. Pada rerata±sb setelah perlakuan fungsional berjalan perlakuan VCT (46,64±9,77) dan pada perlakuan RAS (41,18±6,306) dengan nlai p = 0,308, menyatakan tidakadanya perbedaan signifikan (p>0,05) antara pelatihan VCT dan RAS dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan pada pasien pascastroke. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelatihan Visual Cue Training (VCT)tidak berbeda signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalandaripada pelatihanrhythmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke. xi

12 DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix RINGKASAN x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR SINGKATAN... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA Keseimbangan Berdiri Pengertian Single Limb Stance Test Fungsional Berjalan Pengertian Siklus Berjalan Gait Cycle Measurement Pengertian Evaluasi Data Stroke Pengertian Klasifikasi Stroke Faktor Resiko Gejala Klinis Neuroplasticity Pola Berjalan Pasien Stroke Visual Cue Training Rhytmyc Auditory Stimulation Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien Pascastroke BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir xii

13 3.2 Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan waktu Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Penelitian Penentuan Sumber Data Penelitian Variabilitas Populasi Kriteria Subjek Besaran Sampel Teknik Penentuan Sampel Variabel Penelitian Identifikasi dan KlasifikasiVariabel Definisi Operasional Variabel Bahan dan Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Tahap Persiapan dan Administrasi Tahap Penentuan Populasi dan Pemilihan Sampel Tahap Pengukuran Pertama atau Tes Awal Tahap Pelatihan Tahap Pengukuran Kedua atau Tes Akhir Metode Pengukuran Parameter Jalan dengan Inked-Footprint Alat-Alat yang Diperlukan Langkah Pengukuran Menghitung dan Mencatat Hasil Pengukuran Metode Penetapan Dosis VCT dan RAS Pada Pelatihan dengan VCT Pada Pelatihan dengan RAS Analisis Data Peneltian Alur Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Hasil pengukuran Mingguan SLST & GCM Uji Normalitas Uji Homogenitas Uji Hipotesis Keseimbangan Berdiri dan Kemampuan Berjalan Peningkatan Keseimbangan Berdiri Peningkatan Kemampuan Fungsional Berjalan BAB VI PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Pasien Pascastroke Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan Kemampuan Fungsional Berjalan pada Pasien Pascastroke xiii

14 6.4 Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dengan Pelatihan RASdalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri dan Kemampuan Fungsional Berjalan pada Pasien Pascastroke Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dalam Meningkatkan Kemampuan Fungsional Berjalan daripada Pelatihan RAS pada Pasien Pascastroke Kelemahan Penelitian BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Fase Berjalan Gambar 2.2 Tahapan Satu Siklus Berjalan xiv

15 Gambar 3.1 Konsep Penelitian Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Gambar 4.2 Contoh Visual Cue Training Gambar 4.3 Metoda Inked-Footprint Gambar 4.4 Contoh Footprint dan Kertas Pengukuran Gambar 4.5 Footprint yang Telah Siap Dihitung Gambar 4.6 Alur Penelitian Gambar 5.1 Hasil pengukuran Mingguan SLST Pelatihan VCT..69 Gambar 5.2 Hasil Pengukuran Mingguan SLST Pelatihan RAS..70 Gambar 5.3 Hasil Pengukuran Mingguan GCM Pelatihan VCT..71 Gambar 5.4 Hasil Pengukuran Mingguan GCM Pelatihan RAS..71 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Harga Rujukan Gait Cycle Measurement Tabel 2.2 Parameter Spatiotemporal Pasien Hemiplegi dan Subjek Sehat xv

16 Tabel 2.3 Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien Stroke..32 Tabel 4.1 Form Hasil Pengukuran Analisis Gait Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian 66 Tabel 5.2 Data Kategorik Umum Karakteristik Subjek Penelitian 67 Tabel 5.3 Data Kategorik Riwayat Sakit Karakteristik Subjek Penelitian.68 Tabel 5.4 Hasil Rerata Keseimbangan Berdiri pada Perlakuan VCT & RAS 72 Tabel 5.5 Hasil Rerata Fungsional Berjalan pada Perlakuan VCT & RAS 72 Tabel 5.6 Uji Normalitas Keseimbangan Berdiri ( SLST)..73 Tabel 5.7 Uji Normalitas Fungsional Berjalan (GCM)...74 Tabel 5.8 Uji Homogenitas Keseimbangan Berdiri 74 Tabel 5.9 Uji Homogenitas Fungsional Berjalan 75 Tabel 5.10 Uji Independent t-test Keseimbangan Berdiri.. 75 Tabel 5.11 Uji Independent t-test Fungsional Berjalan.. 76 DAFTAR SINGKATAN ADL BBS : Activity Daily Living : Berg Balance Scale xvi

17 BOS CCTV CPG GCM MAV MMSE MMT NIHSS PSA RAS SD SLST SMA SSP ST VCT WHO : Base of Support : Closed Circuit Television : Central Pattern Generator : Gait Cycle Measurement : Malformasi Arteriovena : Mini Mental Status Evaluation : Manual Muscle Test : National Institute of Health Stroke Scale : Perdarahan Sub Arachnoid : Rhythmic Auditory Stimulation : Stride Length : Single Limb Stance Test : Supplementary Motor Area : Susunan Saraf Pusat : Step Length : Visual Cue Training : World Health Organization DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran Form Informed Consent 2. Lampiran Form Assesment Data Diri dan Riwayat Pasien xvii

18 3. LampiranForm MMSE 4. Lampiran NIHSS 5. Lampiran BBS 6. Lampiran MMT 7. Lampiran Lembar Pengumpulan Data Keseimbangan berdiri 8. Lampiran Lembar Pengumpulan data GCM 9. Lampiran Tabulasi Data Hasil penelitian 10. Lampiran Analisis Data Hasil penelitian dengan SPSS Versi 22 xviii

19 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menuju ke penyakit degeneratif dan traumatik menyebabkan prevalensi serangan stroke dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dampak lain dari tingginya prevalensi serangan stroke adalah meningkatnya individu yang mengalami gangguan gerak dan fungsi termasuk gangguan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan. Stroke adalah gangguan fungsional otak lokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan perdarahan darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (Setyopranoto, 2011). Stroke adalah penyebab utama disabilitas berkepanjangan yang disebabkan oleh kerusakan sel otak karena adanya hambatan suplai darah ke otak ataupun perdarahan pada jaringan otak (Eng et al., 2007). Stroke merupakan penyebab kematian nomer 3 setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara berkembang. Saat ini, terdapat 15 juta jiwa di dunia menderita stroke, di antaranya 5 juta meninggal dan 5 juta lainnya menderita disabilitas permanen dan menjadi beban keluarga dan masyarakat (Mackay & Mensah, 2004). Menurut data Riskesdas (2013), prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala di Indonesia sebesar 12,1 per 1000 penduduk. 1

20 2 Prevalensi stroke tertinggi di Sulawesi Utara sebesar 17,9 per 1000 penduduk, diikuti DI Yogyakarta sebesar 16,9 per 1000 penduduk. Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 14,6 per 1000 penduduk. Prevalensi stroke sama tinggi pada laki-laki dan perempuan, meningkat dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 75 tahun sebesar 43,1 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2013). Disfungsi motorik adalah masalah persisten dan yang paling sering ditemukan dalam terapi pascastroke. Pemulihan fungsi motorik adalah penekanan utama pada hampir semua usaha rehabilitasi pasien stroke. Defisit motorik dicirikan dengan hemiparesis adalah manifestasi umum stroke hemisfer serebral yang mengenai distribusi vaskuler arteri serebral media. Outcomes yang paling diinginkan dari rehabilitasi adalah perbaikan fungsi ambulasi karena menentukan besar derajat status pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari/adl dan berhubungan dengan kualitas hidup (Thaut et al., 1997). Keseimbangan berdiri merupakan hal yang penting dalam mobilitas dan pencegahan jatuh. Gangguan keseimbangan umumnya menimpa populasi yang multiple dan menyebabkan hilangnya kualitas hidup yang sehat pada masyarakat yang menderita stroke, trauma otak, arthritis dan 75% usia lanjut. Pelatihan dapat meningkatkan keseimbangan yang berhubungan dengan meningkatnya mobilitas dan berkurangnya resiko jatuh (Sibley et al., 2015) Berjalan pada aktivitas fungsional manusia terdiri atas mekanisme melangkah (gait). Gait dapat diartikan sebagai pola atau ragam berjalan di mana berjalan berpindah tempat dan mengandung pertimbangan yang detail atau rinci

21 3 yang terkait dengan sendi dan otot. Dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun (swing fase). Fase menapak dimulai dari heel strike/ heel on, foot flat, mid stance, heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun dimulai dari toe off, swing dan diakhiri dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi) (Irfan, 2010). Istilah fungsional berjalan digunakan untuk mencerminkan flexible gait, yaitu berjalan dengan kemampuan memenuhi tuntutan tugas yang kompleks dan tuntutan lingkungan, baik pada indoors ataupun outdoors. Fungsional berjalan dapat pula didefinisikan sebagai berjalan di bawah kondisi dan lingkungan yang kompleks (Lord dan Rochester, 2007). Kemampuan berjalan dapat dievaluasi secara kualitatif atau kuantitatif dengan menggunakan uji laboratorium dan klinik (Yavuzer, 2006). Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan pengukuran Gait Cycle Measurement yang meliputi: phases of gait cycle, step length, step period, stride length, cycle time, velocity, cadence dan stride widht. Terapis harus mencari rute alternatif untuk membantu pasien membangkitkan pola gerakan yang optimal. Informasi eksternal diterapkan untuk meningkatkan kontrol gerak. Pada umumnya dapat digunakan isyarat visual dan auditori. Isyarat- isyarat ini memfasilitasi pasien untuk memodifikasi gerakan mereka berdasarkan informasi yang disediakan. Isyarat visual diterapkan untuk menyediakan penyesuaian spasial/ spatial adjustment (panjang langkah), sedangkan isyarat auditori digunakan untuk penyesuaian waktu/ temporal

22 4 adjustment (cadence). Penggunaan isyarat-isyarat tersebut memungkinkan pasien untuk meningkatkan kecepatan berjalan (Amatachaya, 2009). Salah satu bentuk terbaru gait therapy adalah Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) yang melibatkan penggunaan isyarat sensorik berirama dari sistem motorik. RAS berdasar atas model sinkronisasi gelombang (entrainment). Isyarat auditori berirama menyinkronkan respon motorik menjadi keterhubungan waktu yang stabil, mirip dengan model oscillator coupling. Irama berfungsi sebagai referensi waktu antisipatif dan berkesinambungan dimana gerakan dipetakan dalam model (template) sementara yang stabil. Mekanisme penyelarasan gerakan cepat fisiologis antara irama auditori dan respon motorik berfungsi sebagai mekanisme coupling untuk menstabilkan dan meregulasi pola berjalan (Thaut et al., 2007). Pola suara ritmik dapat meningkatkan kepekaan neuron motor spinal melalui jalur retikulospinal sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan otot berespon terhadap perintah motorik yang diberikan (del Olmo dan Cudeiro, 2003). Rhytmic Auditory Stimulation menyebabkan perbaikan dalam kecepatan, ketepatan, kelancaran gerakan halus dan kemampuan motorik kasar pada pasien stroke. Terapi musik memberikan efek positif pada mood pasien stroke. Rhytmic Auditory Stimulation dapat meningkatkan kemampuan berjalan, fleksibilitas, dan juga performa fungsi motorik pada paresis ekstremitas atas (Kall et al., 2012). Berdasarkan penelitian Roerdink et al.(2007), irama adalah elemen esensial gerakan motorik meliputi output dan kontrol motorik, karena isyarat

23 5 auditori berirama memfasilitasi gerakan dengan memberikan perencanaan gerak (Cha et al., 2014). Penelitian Limyati et al., menunjukkan latihan stimulasi ritmik sistem pendengaran (SRSP) dibandingkan degan latihan konvensional lebih baik dalam meningkatkan pola dan kemampuan berjalan pada pasien hemiparesis pascastroke (Limyati et al., 2012). Pendekatan neurologi yang diidentifikasi paling menjanjikan untuk menghasilkan pola koordinasi gait normal yaitu dengan menggunakan isyarat auditori sebagai tujuan gerakan ekstrinsik. Walaupun ada indikasi jika stroke survivors dapat memperoleh koordinasi gait sebagai respon terhadap isyarat auditori, beberapa penelitian telah menunjukkan jika isyarat visual lebih efektif dalam memicu penyesuaian gait partisipan sehat untuk berjalan lurus. Informasi visual merupakan sumber informasi yang paling baik digunakan dalam mengontrol jalan dan tampaknya ketergantungan pada penglihatan untuk mempertahankan stabilitas dinamik meningkat pascastroke (Hollands et al., 2013). Berdasarkan hal tersebut di atas yang didukung dengan hasil penelitian sebelumnya maka peneliti mencoba mengambil topik tentang Pelatihan Visual Cue Training Lebih Baik dalam Meningkatkan Keseimbanganan Berdiri dan Kemampuan Fungsional Berjalan daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation pada Pasien Pascastroke.

24 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu : 1. Apakah Pelatihan Visual Cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke? 2. Apakah Pelatihan Visual cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan fungsional berjalan daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini: 1. Untuk membuktikan pelatihan Visual Cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri daripada pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke. 2. Untuk membuktikan pelatihan Visual Cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan fungsional berjalan daripada pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke.

25 7 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademik Manfaat Akademik penelitian ini adalah : 1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari, mengidentifikasi dan mengembangkan teori-teori yang didapat dari perkuliahan dan Evidence-Based Practice dari para peneliti. 2. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu fisioterapi yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya tentang Visual Cue Training (VCT) meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan lebih baik daripada Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada Pasien Pascastroke Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan seberapa baik Pelatihan Visual Cue Training (VCT) meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan daripada Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke 2. Dengan mengetahui hal-hal yang diteliti tersebut dapat diambil langkah-langkah yang lebih spesifik dan efisien dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan pada pasien pascastroke dengan optimal. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian tentang manfaat pelatihan Visual Cue Training (VCT) dan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada kasus-kasus yang lain.

26 Bagi peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah : 1. Memperoleh satu tambahan tentang kajian manfaat pelatihan Visual Cue Training (VCT) dan pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan pada pasien pascastroke. 2. Mendapatkan wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk penelitian berikutnya.

27 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Berdiri Pengertian Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan aktivitas otot yang minimal. Gangguan keseimbangan pada stroke berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengatur perpindahan berat badan dan kemampuan gerak otot yang menurun sehingga keseimbangan tubuh menurun. Pasien stroke berusaha membentuk gerakan kompensasi untuk gangguan kontrol postur mereka (Darmawan, 2014). Keseimbangan berdiri adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat massa tubuh berada dalam Base of Support/ Bidang Tumpu. Keseimbangan berdiri merupakan prasyarat untuk banyak aktivitas fungsional seperti mobilitas dan penghindaran terhadap jatuh (Sibley et al., 2015). Gangguan keseimbangan terutama saat berdiri tegak merupakan akibat stroke yang paling mempengaruhi aktivitas. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik, kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak mengakibatkan gangguan keseimbangan fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien pascastroke mengakibatkan hilangnya koordinasi dan hilangnya merasakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tertentu (Darmawan, 2014). 9

28 Single Limb Stance Test (SLST) Single Limb Stance Test adalah metode yang sederhana, mudah dan efektif untuk skrining gangguan keseimbangan pada populasi dewasa. Siklus berjalan membutuhkan dukungan berdiri satu kaki yang besar dalam mempertahankan pola berjalan yang normal. Ketika siklus dinamik terganggu, hilangnya keseimbangan dapat menyebabkan terjatuh. SLST mengukur stabilitas postural (keseimbangan berdiri). Realibilitas SLST baik karena mempunyai intraclass corellation coefficients (ICC). ICC rangenya 0,73-0,93. Pada tes ini pasien diinstruksikan berdiri dengan satu kaki tanpa penyangga. Pasien memulai tes dengan mata terbuka menghadap fokus ke depan (Lewis et al., 2006). 2.2 Fungsional Berjalan Pengertian Istilah fungsional berjalan digunakan untuk mencerminkan flexible gait, yaitu berjalan dengan kemampuan memenuhi tuntutan tugas yang kompleks dan tuntutan lingkungan, baik pada indoors ataupun outdoors. Fungsional berjalan dapat pula didefinisikan sebagai berjalan di bawah kondisi dan lingkungan yang kompleks (Lord dan Rochester, 2007). Berjalan adalah cara yang paling mudah untuk melakukan perjalanan jarak dekat. Mobilitas sendi yang bebas dan kekuatan otot yang tepat meningkatkan efisiensi jalan. Ketika tubuh bergerak ke arah depan, satu kaki secara khusus menyangga sedangkan kaki lainnya maju dan mempersiapkan untuk menyangga ekstremitas (Bogey, 2014).

29 11 Righting reaction yaitu untuk memelihara dan mempertahankan posisi normal kepala yang berhubungan trunk dengan menormalkan alignment trunk dan limbs sedangkan equilibrium reaction memelihara keseimbangan pada waktu aktivitas terutama pada saat melawan gravitasi dan akan banyak membutuhkan kontrol inhibisi pada level tinggi untuk timbal balik dari bagian perubahan pola gerakan (Irfan, 2010) Siklus Berjalan (Gait Cycle) Berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu fase menapak (stance phase) dan fase mengayun (swing fase). Ada pula yang menambahkan satu fase lagi yaitu fase dua kaki di lantai (double support) yang berlangsung singkat. Fase double support ini akan semakin singkat jika kecepatan jalan bertambah, bahkan pada berlari fase double support ini sama sekali hilang, dan justru terjadi fase di mana ke dua kaki tidak menginjak lantai (Irfan, 2010) Fase menapak (60%) dimulai dari heel strike/heel on, foot flat, mid stance, heel off dan diakhiri dengan toe off. Sedangkan pada fase mengayun (40%) dimulai dari toe off, swing dan diakhiri dengan heel strike (accelerasi, mid swing, decelerasi).

30 12 Gambar 2.1. Skema fase berjalan Sumber: Irfan, 2010 Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pada aktivitas jalan, maka periode di mana tubuh ditopang oleh satu kaki lebih dominan dibandingkan dengan periode menapak pada dua kaki. Dengan demikian, maka kemampuan berjalan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan mempertahankan tubuh pada Base of Support (BOS) yang sempit yaitu pada area satu buah telapak kaki (Irfan, 2010). Menurut terminologi Rancho Los Amigos yang dikutip dari Irfan (2010) dalam berjalan dikenal ada 2 fase, yaitu: 1. Stance phase adalah fase menumpu, atau fase di mana bagian tubuh (kaki) bersentuhan dengan lantai. Stance phase memberikan stabilitas untuk gait cycle dan penting untuk swing phase yang benar. Pada fase ini terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang terjadi pada stance phase antara lain: a. Initial contact (interval: 0-2%) Fase ini merupakan momen ketika tumit menyentuh lantai. Initial contact merupakan awal dari fase stance dengan posisi heel rocker. Posisi sendi pada waktu mengakhiri gerakan ini, menentukan pola

31 13 loading response. Menyentuhnya tumit dengan lantai membuat bayangan yang mengindikasikan tungkai yang akan bergerak. Sedangkan tungkai yang lain berada pada akhir dari terminal stance. Fase ini merupakan momen seluruh centre of gravity (COG) berada pada tingkat terendah dan seseorang pada tingkat yang paling stabil. Pada periode ini anggota bawah yang lain juga menyentuh lantai sehingga terjadi posisi double stance. Pada fase ini sendi panggul membentuk sudut aproksimasi 30 fleksi dengan aktivasi otot gluteus maximus, hamstrings, adductor magnus. Pada sendi lutut membentuk ekstensi penuh atau relative 2-5ᵒ fleksi dengan aktivasi otot quadriceps untuk mengontrol sendi lutut. Pada sendi pergelangan kaki membentuk sudut netral 90 dengan mengaktivasi otot-otot pretibial (m. tibial anterior, m. ekstensor hallucis longus dan m. ekstensor digitorum longus) untuk mengontrol plantar fleksi. b. Loading response ( Interval: 0-10%) Fase ini merupakan periode initial double stance. Awal fase dilakukan dengan permulaan menyentuh lantai dan dilanjutkan sampai kaki yang lain mengangkat untuk mengayun. Berat tubuh berpindah ke depan pada tungkai. Dengan tumit seperti rocker, knee fleksi sebagai shock absorption. Saat heel rocker, ankle plantar fleksi dengan kaki depan menyentuh dengan lantai. Sedangkan tungkai yang berlawanan pada posisi fase pre-swing.

32 14 c. Midstance (Interval; 10-30%) Merupakan sebagian awal dari gerakan satu tungkai dalam mendukung interval. Untuk awalan gerakannya, kaki mengangkat dan dilanjutkan sampai berat tubuh berpindah pada kaki yang lain dengan lurus. Saat ankle dorsal fleksi (ankle rocker) bayangan tungkai mulai bergerak ke depan sementara knee dan hip ekstensi. Sedangkan tungkai yang berlawanan mulai bergerak menuju fase mid-swing. d. Terminal Stance (Interval: 30-50%) Pada fase ini satu tungkai memberikan bantuan. Fase ini dimulai dengan mengangkat tumit dan dilanjutkan sampai kaki menginjak lantai. Keseluruhan dari fase ini brat badan berpindah dari forefoot. Saat posisi ekstensi knee yang meningkat dan akan diikuti sedikit fleksi. Di mana posisi tungkai yang lain berada pada fase terminal swing. Pada awal fase ini centre of gravity berada di depan kaki yang menapak jadi tekanan gravitasi akan meningkatkan lingkup dari ekstensi hip dan dorsal fleksi ankle. e. Preswing (Interval: 50-60%) Pada akhir fase dari stance adalah interval gerakan ke dua double stance pada siklus berjalan. Dimulai dari initial contact pada anggota gerak bawah kontralateral dan diakhiri toe-off pada anggota grak ipsilateral, dengan meningkatnya ankle ke posisi plantar fleksi diikuti fleksi knee maka hip tidak lagi pada posisi ekstensi. Di saat yang sama

33 15 anggota gerak bawah yang lain pada fase loading response. Menyentuhnya anggota gerak atau tungkai kontralateral merupakan awal dari terminal double support. 2. Swing phase adalah periode waktu di mana tubuh (kaki) tidak bersentuhan dengan lantai, selama swing phase bagian tubuh yang berayun bergerak di depan bagian tubuh yang menapak sehingga gerakan ke depan dapat terjadi. Pada swing phase, tahapan-tahapan terdiri dari: a. Initial swing (Interval: 60-73%) Pada fase pertama adalah perkiraan satu sampai tiga dari periode mengayun. Diawali dengan mengangkat kaki dari lantai dan diakhiri ketika mengayun kaki sisi kontralateral dari kaki yang menumpu. Pada saat posisi initial swing hip bergerak fleksi dan knee naik menjadi fleksi dan ankle pada posisi setengah dorsal fleksi. Di saat yang sama sisi kontralateral bersiap pada mid stance. b. Mid swing (Interval: 73-87%) Pada fase ke dua dari periode swing dimulai, saat mengayun anggota gerak bawah yang berlawanan dari tungkai yang menumpu. Akhir dari fase ini ketika tungkai mengayun ke depan dan tibia vertikal atau lurus. Saat mid swing, hip fleksi dengan knee bergerak ekstensi untuk merespon gravitasi dan diikuti dengan ankle dorsi fleksi menuju posisi netral. Sedangkan tungkai yang lain berada pada akhir dari fase mid stance.

34 16 c. Terminal swing (Interval: %) Akhir dari fase swing dimulai dari tibia vertikal dan diakhiri saat kaki memijakkan lantai. Kedudukan tungkai yang baik adalah dengan posisi ekstensi knee dan hip Gambar 2.2 Tahapan satu siklus berjalan Sumber: Tao et al., 2012 Gambar 2.2 diatas menjelaskan tentang tahapan satu siklus berjalan yang meliputi 2 fase. Fase pertama adalah Stance Phase yang terdiri dari: Initial Contact, Loading Response, Mid Stance dan Terminal Stance. Fase kedua adalah Swing Phase yang terdiri dari Pre-swing, Initial Swing, Mid Swing dan Terminal Swing. 2.3 Gait Cycle Measurement (GCM) Pengertian Kemampuan berjalan dapat dievaluasi secara kualitatif atau kuantitatif dengan menggunakan uji laboratorium dan klinik. Banyak studi tentang perbaikan pola jalan hemiparetik menggunakan skala asesmen fungsional ordinal seperti Rivermead Mobility Index, Barthel Index, Functional Independence Measure, Functional Ambulation Categories, dan Time Up-and-Go Test. Berjalan dikategorikan menjadi 3-7 kategori berdasarkan jarak, waktu, dan perlunya bantuan (Yavuzer, 2006).

35 17 Metode Gait Cycle Measurement adalah metode pengukuran kemampuan fungsional berjalan dengan menganalisa: phases of gait cycle, step length, step period,stride length, cycle time, velocity, cadence, dan stride widht Evaluasi Data Terdapat empat faktor temporal dan distance yang dapat dievaluasi: Velocity: Jarak total antara heel strikes awal dan akhir dibagi dengan waktu yang diperlukan menempuh jarak tersebut. Stride Length: Step Length: Stride Widht: Cadance: Jarak di antara dua heel strike ipsilateral yang berurutan Jarak di antara dua heel strike kontra lateral yang berurutan. Jarak antara sisi kanan dan sisi kiri (walking base) Jumlah langkah dalam satu rangkaian berjalan dibagi dengan waktu yang diperlukan dalam satu rangkaian jalan tersebut (Whittle, 2003) Tabel 2.1. Harga Rujukan Gait Cycle Measurement NO Parameter Males Females Satuan 1 Velocity 1,5 1,5 m/sec 2 Cadance steps/min 3 Step Length cm 4 Stride Length cm 5 Stride Width 5 5 cm Sumber: Whittle, Gait Analysis. An Introduction Tabel 2.1 menggambarkan harga rujukan Gait Cycle Measurement yang meliputi Velocity 1,5 m/sec, Cadance 120 step/min Step Length untuk laki-laki 83 cm dan perempuan 73 cm, Stride Length 150 cm dan Stride Width 5 cm.

36 18 Tabel di bawah ini menggambarkan perbandingan hasil pengukuran parameter spatiotemporal pada subjek sehat dan pasien hemiplegi: Tabel 2.2 Parameter SpatioTemporal Pasien Hemiplegi dan Subjek Sehat Sumber: Boudarham et al.,2013. PloS ONE 8(6); 1 Tabel ini membandingkan subjek sehat dan pasien hemiplegi dengan menggunakan pengukuran analisis gait kuantitatif yang meliputi velocity, step length, cadence, step width, stride length. Dari tabel ini dapat dilihat velocity pada subjek yang sehat 1,26 m/s sedangkan pada pasien hemiplegi 0,78 m/s. Cadence pada subjek sehat 114 langkah/min sedangkan pada pasien hemiplegi 91 langkah/min. Step length pada subjek sehat 0,65 m sedangkan pasien hemiplegi 0,5 m. Stride length pada subjek sehat 1,32 m sedangkan pasien hemiplegi 1,01 m. Step width pada subjek sehat 15,5 cm sedangkan pasien hemiplegi 19,3 cm. Kesimpulan dari tabel ini terjadi penurunan velocity, stride length, step length, cadence sedangkan untuk step width dan stride time meningkat.

37 Stroke Pengertian Definisi stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal, atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke atau serangan otak, suatu istilah klinis dari gangguan fungsi otak yang mendadak, terjadi bila berhenti atau gagalnya pasokan darah ke otak, atau dapat pula sebagai akibat pecahnya pembuluh darah di otak (Ranakusuma, 2004). Pada pasien stroke terjadi berbagai macam defisit pada persepsi, kekuatan otot, kontrol motorik, mobilitas pasif, sensasi, tonus, dan keseimbangan (Yavuzer, 2006). Rehabilitasi keseimbangan pada pasien hemiplegi berkembang buruk. Bukan hanya kegagalan kontrol motorik yang menyebabkan buruknya keseimbangan pascastroke. Kontrol keseimbangan meliputi integrasi beberapa tipe informasi sensorik. Beberapa peneliti berhipotesa bahwa terjadinya gangguan organisasi informasi sensorik mendasari representasi tubuh yang terdistorsi terhadap ruang. Hal ini tidak mendukung pemulihan keseimbangan (Bonan et al., 2004). Gait hemiparetik dicirikan dengan beberapa defisit spesifik, meliputi berkurangnya kecepatan jalan, meningkatnya variabilitas, dan langkah yang asimetri (Wright et al., 2013). Setelah stroke, rehabilitasi intensif dilakukan untuk mengurangi defisit dari kecepatan, efisiensi dan simetri dalam berjalan. Pemulihan simetri jalan penting dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan jalan

38 20 serta untuk mengurangi resiko terjadinya jejas muskuloskeletal ekstremitas bawah dan hilangnya densitas mineral tulang pada kaki yang paresis (Lewek et al., 2012). Perbaikan pascastroke khususnya yang terjadi pada beberapa minggu awal setelah stroke mencerminkan perbaikan neurotransmission dalam jaringan dekat dan jauh dari infark atau hemoragik. Beberapa waktu setelah stroke, kemampuan kognitif, bahasa, ketrampilan motorik dapat meningkat dengan adanya proses serebral melalui pembelajaran umum. Neuroplastisitas yang diinduksi pengalaman meliputi eksitabilitas yang lebih besar dan pengerahan neuron-neuron pada kedua hemisfer otak yang berkontribusi terhadap kinerja, penyebaran dendrit yang berkomunikasi dengan neuron yang lain dan memperkuat koneksi sinaps (Dobkin, 2005). Telah dibuktikan bahwa untuk meningkatkan keterampilan motorik spesifik memerlukan latihan dengan tugas yang relevan pada pasien stroke. Latihan belajar berjalan tradisional meliputi berjalan dengan alat bantu berjalan esensial / orthosis yang dikombinasikan dengan petunjuk verbal dan manual. Perangkat rehabilitasi berjalan tambahan terdiri dari tanda visual/ visual cue, tugas kognitif bersamaan (contoh: dual tasks), feedback musical, dan/atau stimulasi elektrikal fungsional (Peurala et al., 2014). Usaha terdahulu untuk meningkatkan kemampuan jalan dengan menghasilkan sinyal visual dan auditori buatan menghasilkan sistem open-loop yang mengadakan sinyal sensorik dihasilkan dari sumber eksternal, yang tidak

39 21 berpengaruh oleh gerakan pasien, seperti fixed-velocity (seperti treadmill), tanda visual atau tanda rhythmic auditory (Baram, 2013) Klasifikasi Stroke Menurut Hartwig (2005), klasifikasi stroke berdasarkan penyebab antara lain : 1. Stroke Iskemik Hampir 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada satu sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk di dalam organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Beberapa penyebab stroke iskemik antara lain: a. Trombosis 1) Aterosklerosis (tersering) 2) Vaskulitits: arteritis temporalis, poliarteritis nodusa 3) Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik) 4) Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)

40 22 b. Embolisme 1) Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik 2) Sumber tromboemboli arterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal 3) Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma c. Vasokonstriksi Vasospasme serebrum setelah Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) 2. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke. Stroke ini terjadi jika lesi vaskular intra serebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisma vaskular (Berry) dan malformasi arteriovena (MAV) Faktor Resiko Faktor resiko terjadinya stroke menurut Hadi-Martono (2006) antara lain: 1. Usia, yang merupakan faktor resiko independen terjadinya stroke 2. Hipertensi, baik sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko dominan untuk terjadinya baik hemoragik maupun non hemoragik 3. Diabetes melitus 4. Hiperlipidemia

41 23 5. Keadaaan hiperviskositas 6. Berbagai kelainan jantung, antara lain gangguan irama (fibrilasi atrium), infark miokard akut atau kronis, yang mengakibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung), infeksi yang disertai vegetasi (endokarditis bakterialis sub akut) dan tumor atrium 7. Koagulasi karena gangguan berbagai komponen darah, antara lain hiperfibrinogenemia, dan lain-lain 8. Faktor keturunan juga memegang peranan penting dalam epidemiolagi stroke Gejala Klinis Menurut Ranakusuma (2004), manifestasi klinis serangan stroke dapat berupa: a) Baal, kelemahan atau kelumpuhan pada wajah, lengan, atau tungkai sesisi atau kedua sisi dari tubuh b) Penglihatan tiba-tiba kabur atau menurun c) Gangguan bicara dan bahasa atau pengertian dalam komunikasi d) Dizziness, gangguan keseimbangan, atau cenderung mudah terjatuh e) Kesulitan menelan f) Sakit kepala yang hebat secara tiba-tiba g) Delirium atau kesadaran berkabut (sudden cunfusion)

42 Neuroplasticity Studi yang terkini memperluas pemahaman kita tentang proses yang mendasari proses pemulihan fungsi motorik setelah stroke. Area motorik bilateral pada otak mengalami reorganisasi yang luas, meliputi perubahan kekuatan interaksi inhibisi interhemisfer. Pemahaman kita tentang bentuk reorganisasi yang berbeda-beda berkontribusi terhadap penguatan proses rehabilitasi, meskipun masih sangat terbatas, telah menunjukkan kita strategi intervensi untuk meningkatkan fungsi motorik (Webster et al., 2006). Setelah terjadi kerusakan iskemik pada area motorik otak, pasien mengalami beberapa derajat pemulihan spontan, meningkat, sejak ditemukan intervensi yang diterapkan pada periode akut pascastroke. Lebih dari 50% survival stroke pada stadium kronik mengalami defisit motorik permanen (Webster et al., 2006). Pengetahuan tentang plastisitas area korteks setelah stroke menunjukkan bahwa kerusakan korteks mempunyai potensi mengalami reorganisasi luas. Diantara mekanisme plastisitas neural yang mungkin mengkontribusi pemulihan fungsional adalah sprouting dendrite yang terus menerus, formasi sinaps baru, potensiasi jangka panjang dan depresi jangka panjang. Reorganisasi setelah stroke mungkin juga terjadi pada area korteks yang tidak rusak mengambil alih fungsi area otak yang terkena infark. Bentuk reorganisasi yang berbeda mengkontribusi pemulihan fungsi meliputi diaschisis, peri-infarct reorganization, aktivitas pada ipsilesional, atau pada hemisfer kontralesional, interaksi interhemisfer, dan reorganisasi yang didelegasikan (Webster et al., 2006).

43 25 Plastisitas otak (neuroplasticity) adalah kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Plastisitas merupakan sifat yang menunjukkan kapasitas otak untuk berubah dan beradaptasi terhadap kebutuhan fungsional. Mekanisme ini termasuk perubahan kimia saraf (neurochemical), penerimaan saraf (neuroreceptive), perubahan struktur neuron saraf dan organisasi otak. Plastisitas juga terjadi pada proses perkembangan dan kematangan sistem saraf (Irfan, 2010). Plastisitas dapat tejadi pada level sinaps, level kortikal dan level sistem. Reorganisasi sistem saraf dapat terjadi dalam beberapa bentuk sebagai berikut: 1. Diaschisis (neural shock) Merupakan suatu keadaan hilangnya komunikasi antar neuron bersifat sementara atau merupakan gangguan laten dari aktivitas neuronal di dekat area kerusakan. Hal ini dimungkinkan juga oleh karena menurunnya suplai darah pada neuron. 2. Unmasking: Merupakan proses yang dapat terjadi antara lain: a. Denervation supersensitivity b. Silent synapses recruitment Dalam aktivitas sehari-hari, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif atau belum terlibat dalam menghasilkan gerak. Apabila jalur utama mengalami kerusakan maka fungsinya akan digantikan oleh akson dan sinaps yang tidak aktif. Menurut Wall dan Kabat, jalur sinapsis mempunyai threshold yang sangat tinggi. Karena mempunyai

44 26 mekanisme homeostatik. Dimana penurunan masukan akan menyebabkan kenaikan eksibilitas sinapsnya (Irfan, 2010). 3. Sprouting: a. Axonal regeneration b. Collateral sprouting Sifat plastisitas otak ini memiliki keuntungan dan kerugian dalam hal pemulihan kemampuan gerak dan fungsi pada insan stroke. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya sifat plastisitas yaitu dimungkinkannya untuk terus dikembangkan, sehingga dengan metode yang tepat akan menghasilkan pembentukan plastisitas yang tepat berupa pola gerak normal. Akan tetapi, dapat merugikan jika metode yang diterapkan tidak tepat karena dengan sifat plastisitasnya akan terbentuk pola gerak yang tidak normal sesuai dengan latihan yang diberikan (Irfan, 2010) Pola Berjalan Pasien Stroke Pada pasien stroke terjadi lesi pada batang otak atau hemisfer otak sehingga terjadi tipe berjalan hemiparetik (gait hemiparetik) yaitu terjadinya spastik pada tungkai, ekstensi dan circumduction (pola jalan melingkar seperti kerucut) dan fleksi pada tangan. Berhubungan juga dengan terjadinya respon pada ekstensor plantar, kelemahan tungkai, tangan dan wajah serta terjadinya hiperrefleks (Salzman, 2010). Terdapat juga berbagai macam defisit pada persepsi, kekuatan otot, kontrol motorik, mobilitas pasif, sensasi, tonus, dan keseimbangan (Yavuzer, 2006).

45 27 Gait hemiparetik dicirikan dengan stiff-legged gait (berkurangnya lingkup gerak lutut) dan drop foot (berkurangnya dorsofleksi ankle selama mengayun) (Yavuzer, 2006). Gait hemiparetik dicirikan juga dengan beberapa defisit spesifik, meliputi berkurangnya kecepatan jalan, meningkatnya variabilitas, dan langkah yang asimetri (Wright et al., 2013). Asimetri terjadi pada parameter berjalan spatiotemporal, kinematik dan kinetik yang berhubungan dengan gangguan koordinasi motorik (Balasubramanian et al., 2007). 2.5 Visual Cue training ( VCT) Visual Cue Training (VCT) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat visual untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi panjang langkah berdasarkan informasi visual yang telah disediakan (Amatachaya et al., 2009). Visual memegang peranan penting dalam sistem sensorik. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerakan statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika kita menerima sinar yang berasal dari objek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Kenyataan bahwa posisi spatial untuk posisi penempatan kaki yang diperlukan adalah kunci untuk memahami mengapa adaptasi gait lebih efektif dalam respon terhadap visual stepping stones (Bank et al., 2011). Ketika kita

46 28 dapat melihat, terdapat penukaran akurasi kecepatan/speed accuracy trade- off, yaitu pada saat langkah cepat terjadi kesalahan yang lebih besar dan bervariasi dibandingkan langkah yang lambat (Reynolds dan Day, 2005). Pengaturan jalan adalah hal yang penting ketika berjalan pada medan yang rata ataupun yang tidak rata untuk memperoleh penempatan kaki yang adekuat sesuai dengan fitur lingkungan setempat seperti rintangan/obstacle dan target langkah/ stepping target (Houdjik et al., 2012). Pasien hemiplegi pascastroke memiliki kesulitan dalam menekan input visual yang tidak bisa diprediksi karena mereka sangat kesulitan mempertahankan keseimbangan ketika kehilangan visual. Pada kasus konflik visuovestibular, kesulitan tersebut semakin besar. Beberapa pasien membuktikan ketergantungan yang berlebihan pada input visual dan tidak dapat menggunakan input somatosensorik dan vestibular dengan benar (Bonan et al., 2004). Vision/ penglihatan memainkan peran penting pada semua strategi reaktif, prediktif dan antisipasi karena penglihatan menyediakan informasi spatiotemporal mengenai tempat terpencil yang sangat tepat (Higuchi, 2013). Isyarat visual dilakukan dengan menggunakan isyarat visual di atas lantai dengan step length yang diinginkan untuk membantu inisiasi dan pelaksanaan gait. Isyarat visual merangsang respon melangkah yang normal selanjutnya tanpa melihat isyarat tersebut, usaha volunter akan menjaga pasien tidak terjatuh. Isyarat eksternal mempunyai akses ke kontrol motorik dengan menghindari (bypass) basal ganglia-sma loop untuk meningkatkan persiapan gerakan untuk masing-masing langkah dalam urutan Efek lain yang mungkin terjadi, isyarat

47 29 eksternal membuat langkah yang lebih panjang, juga memfokuskan perhatian pasien pada berjalan dengan kriteria step length tertentu. Strategi atensi inilah yang memungkinkan memfasilitasi pola berjalan yang lebih normal dengan meningkatkan pengaturan motorik sepanjang urutan berjalan (Morris et al., 1996) 2.6 Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah pelatihan yang menggunakan efek fisiologis irama auditori pada sistem motorik untuk meningkatkan kontrol gerakan pada aktivitas fungsional, keseimbangan berdiri, dan pola jalan adaptif pada pasien dengan defisit gait signifikan yang disebabkan oleh kerusakan neurologis (Thaut et al., 1996). Berjalan merupakan sebuah tugas rumit yang diatur oleh kontrol hirarkis dari korteks motor primer, premotor dan korteks motor supplemental, ganglia basal, cerebellum, batang otak, generator dan umpan balik pola spinal dari sistem vestibular. Pengaruh isyarat sensorik ritmik dalam berjalan dinamik memiliki relevansi besar dalam rehabilitasi neurologi. Isyarat auditori memberikan efek positif terhadap variasi karakter jalan pada pasien dengan penyakit Parkinson, stroke, dan hemiparesis (Sejdic et al., 2012). Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah salah satu tipe terapi musik neurologikal yang menggunakan rangsangan sensorik ritmik. RAS mempengaruhi sistem kontrol motorik otak dan gerakan gait melalui isyarat waktu (timing cues), sehingga merubah parameter gait pada temporal. Pada pasien dengan gangguan neuromuskular yang memiliki kesulitan sehari-hari (ADL) dikarenakan

48 30 menurunnya kemampuan sensorik dan motorik, dan yang memiliki feedback asimetri terhadap kontrol sensorimotor, aktivitas otak akan meningkat sebagai respon terhadap RAS, gerakan dari bagian tubuh yang paralisis menjadi lebih normal, dan pola aktivitas otak menjadi lebih halus, yang dapat dibuktikan dengan gambaran magnetic resonance imaging fungsional dan positron emission tomograhy (Jung et al., 2012). Kenyataan bahwa gerakan jasmani yang berirama sering berpasangan dengan rangsangan akustik eksternal, seperti metronom akustik dan musik, fenomena ini dikenal sebagai auditory-motor synchronization. Misalnya berdansa dengan musik, melibatkan sinkronisasi seluruh tubuh dengan alunan musik (beat) (Bood et al., 2013). Isyarat Akustik dapat meningkatkan gait dengan menciptakan stable coupling diantara langkah kaki dan alunan musik. Karakteristik berjalan seperti simetri dan irama/ jumlah langkah jalan (cadance) dapat ditargetkan dengan mengubah interval interbeats rangsangan akustik (Roerdink et al., 2007). Stimulasi auditori berupa suara alam (Seperti suara burung, ombak, dan lain-lain) disertai dengan latar belakang musik relaksasi dan meditasi. Stimulasi auditori dengan gelombang suara melalui nada auditori (auditory tones) dinilai lebih efektif, murah dan mudah digunakan. Terapi dengan menggunakan musik telah terbukti efektif dalam rehabilitasi pada pasien pascastroke (Esi dkk., 2012). Telah dilaporkan bahwa Rhythmic Auditory Stimulation dengan interval tetap antara 1-2 detik efektif untuk meningkatkan lokomosi pasien parkinson dan stroke (Muto et al., 2013).

49 31 Elemen kunci RAS adalah fenomena penyelarasan auditori, yaitu kemampuan tubuh menyinkronkan gerakannya secara ritmis. Aktivitas auditori eksternal dimediasi oleh pembentukan persepsi internal dibawah sadar pada level subkortikal dan dapat menaikkan dan membangkitkan kepekaan neuron motorik spinal yang diperantarai oleh sirkuit auditory-motor pada level retikulospinal. Tubuh manusia adalah makhluk yang kreatif dan banyak akal. Komponen otak bervariasi yang tidak terhubung hanya dengan satu jalur, sehingga otak tidak berhenti bekerja total ketika satu bagian rusak atau cedera. Ketika satu bagian otak tidak berfungsi dengan baik, otak menemukan jalan kompensasi untuk fungsi yang disepakati. RAS digunakan untuk membantu meregulasi sistem kontrol motorik dengan menstimulasi fungsi otak lower level dari basal ganglia, cerebellum, batang otak, medulla spinalis untuk pasien Parkinson dan penyakit lainnya (Kwak, 2007). RAS adalah pilihan yang menjanjikan karena aplikasi irama dapat mengorganisasi gait seseorang dan meningkatkan pola berjalan. Latihan RAS menguntungkan karena tidak mempunyai efek samping dan lebih hemat biaya jika dibandingkan terapi yang lain, dan dapat digunakan bersama dengan modalitas terapi yang lain, atau terapi independen karena merupakan prosedur yang noninvasif (Kwak, 2007) Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien Pascastroke Berikut tabel perbandingan teknik penatalaksanaan VCT dan RAS pada pasien Stroke:

50 32 Tabel 2.4 Perbandingan VCT dan RAS dalam Penatalaksanaan Pasien stroke No Visual Cue Training (VCT) Rhythmic Auditory Stimulation (RAS) Memberikan stimulasi pada Visual/Penglihatan Menggunakan Strip pada Lantai sebagai Isyarat Visual Penyesuaian Panjang langkah/spatial Adjustment Memberikan stimulasi pada Auditori/Pendengaran Menggunakan Irama sebagai Isyarat auditori Penyesuaian Tempo Langkah/Temporal Adjusment Sumber : disadur dari Amatacaya (2009) dan Jung (2012) Tabel 2.4 menjelaskan perbedaan antara pelatihan VCT dengan RAS. VCT memberikan stimulasi pada visual, sedangkan RAS pada pendengaran. VCT menggunakan strip pada lantai, sedangkan RAS menggunakan irama. VCT menggunakan penyesuaian panjang langkah, sedangkan RAS penyesuaian tempo.

51 33 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian latar belakang dan kajian pustaka, maka peneliti akan melakukan upaya penelitian yang akan membandingkan penggunaan atau penerapan dari pelatihan metode Visual Cue Training (VCT) dan pelatihan metode Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) yang sama-sama diaplikasikan pada proses pemulihan fisik, keseimbangan berdiri dan peningkatan kemampuan fungsional berjalan pada pasien pascastroke. Sesuai teori plastisitas otak, maka pasien stroke yang telah mengalami disfungsi atau kelemahan pada bagian ektremitas bawah dapat berpotensi menjadi optimal kembali secara fungsional. Outcames yang dihasilkan sejalan dengan tingkat intensitas latihan dan jenis metode pendekatan program latihan yang dipilih untuk diterapkan. Pelatihan Visual Cue Training (VCT) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat visual untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi gerakan berjalan pasien berdasarkan informasi visual yang telah disediakan. Stimulasi visual yang diberikan akan mengaktifkan saraf pada jalur kortikospinal sehingga merangsang proses plastisitas otak. Stimulasi ini pada pusat motorik merangsang timbulnya gerakan melangkah yang lebih tepat dan sesuai dengan jarak langkah yang sudah dipelajari sebelumnya. VCT dapat membantu proses pembelajaran sensorik dan motorik pasien pascastroke dalam rangka melakukan upaya neurorehabilitasi atau 33

52 34 neurorestorasi untuk mengoptimalkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan untuk melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. Isyarat visual diterapkan dengan menyediakan penyesuaian spasial/ spatial adjustment (panjang langkah). Pelatihan metode Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat auditori untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berdiri dan berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi waktu melangkah ketika berjalan berdasarkan informasi auditori yang telah disediakan. RAS digunakan untuk membantu meregulasi sistem kontrol motorik dengan menstimulasi fungsi otak lower level dari basal ganglia, cerebellum, batang otak, medulla spinalis sehingga merangsang terjadinya proses plastisitas otak. RAS mempengaruhi sistem kontrol motorik otak dan gerakan gait melalui isyarat waktu (timing cues), sehingga mengubah parameter gait pada temporal. RAS memandu pasien untuk menginjakkan kaki dengan mensinkronkan waktu kontak kaki ke tanah dengan suara. Isyarat suara dapat meningkatkan gait dengan menciptakan stable coupling di antara langkah kaki dan alunan musik sehingga keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan akan menjadi lebih baik. Isyarat auditori digunakan untuk penyesuaian waktu/ temporal adjustment (cadence) dalam berjalan. Pelatihan pada kedua perlakuan ini memiliki perbedaan dalam hal pemberian input rangsangan pada saat proses awal sebelum timbulnya suatu eksekusi gerak berdiri dan berjalan terutama pada isyarat auditori dan isyarat visual, dan memiliki kesamaan tujuan yaitu mengembangkan kemungkinan

53 35 adanya potensi plastisitas otak pada sekitar area yang mengalami lesi akibat stroke. Peneliti berpikir bahwa potensi pengoptimalan keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan pasien pascastroke dapat lebih ditingkatkan dengan menerapkan kedua pelatihan tersebut. Namun masih perlu pembuktian lebih lanjut dengan mencoba menerapkan kedua pelatihan pada masing-masing kelompok perlakuan yang akan diteliti. Adapun pengukuran atau penilaian pretest dan post-test keseimbangan berdiri pasien pascastroke akan menggunakan instrumen Single Limb Stance Test (SLST). Sedangkan pengukuran kemampuan fungsional berjalan dengan Gait Cycle Measurement (GCM). GCM meliputi: phases of gait cycle, step length, step period, stride length, cycle time, velocity, cadence dan stride widht. Pengukuran ini merupakan indikator penting adanya disfungsi jalan. Peningkatan fungsi jalan sebanding dengan peningkatan hasil pengukuran ini sehingga dianggap paling sesuai oleh peneliti dalam konteks kedua pelatihan tersebut.

54 Konsep Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir maka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut: Pelatihan VCT Postural Kontrol Fungtional Integration Distance Fasilitation Pelatihan RAS Postural Kontrol Fungtional Integration Temporal Fasilitation Faktor Internal Motivasi Pasien Kondisi Fisik Penyakit Penyerta Faktor Eksternal Motivasi dari keluarga Fasilitas Penunjang Status sosioekonomi PASIEN STROKE Keseimbangan Berdiri Kemampuan Fungsional Berjalan Gambar 3.1 Konsep Penelitian

55 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, kerangka berpikir dan konsep penelitian maka hipotesis penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Pelatihan Visual Cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri daripada pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke. 2. Pelatihan Visual Cue Training (VCT) lebih baik dalam meningkatkan fungsional berjalan daripada pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada pasien pascastroke.

56 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental (experimental research). Dengan rancangan penelitian membandingkan dua kelompok yang sama-sama mengalami kondisi stroke fase pemulihan fungsional berjalan dan masing-masing diberikan penanganan program latihan fisioterapi dengan pelatihan yang berbeda. Pada Kelompok Pertama diberikan perlakuan pelatihan metode Visual Cue Training (VCT) sedangkan Kelompok Kedua diberikan perlakuan pelatihan metode Rhytmic Auditory Stimulation (RAS). Pengukuran atau tes dilakukan pada saat sebelum dan sesudah perlakuan dengan rancangan pre test and post test group design. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.1 di bawah ini. O1 P1 O2 P R S RA O3 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian P2 O4 Keterangan gambar: P : Populasi S : Sampel R : Randomisasi 38

57 39 RA: Random alokasi P1: Perlakuan terhadap kelompok 1 dengan pelatihan Visual Cue Training (VCT) P2: Perlakuan terhadap kelompok 2 dengan pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) O1: Kelompok 1 sebelum perlakuan pelatihan VCT pada keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan O2: Kelompok 1 setelah perlakuan pelatihan VCT pada keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan O3: Kelompok 2 sebelum perlakuan pelatihan RAS pada keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan O4: Kelompok 2 setelah perlakuan pelatihan RAS pada keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Sasana Husada Stroke Service, Jakarta. Waktu penelitian dilakukan pada jam pelayanan fisioterapi sesuai dengan jam layanan di masing-masing lokasi sekitar pukul WIB. Penelitian dilakukan selama 6 minggu yang dimulai pada tanggal 4 Maret Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup program pelatihan fisioterapi, stimulasi dan fasilitasi fisioterapi terhadap pasien stroke pada fase pemulihan fungsional berjalan atau fase recovery dan sedang menjalani program

58 40 fisioterapi rawat jalan di klinik maupun rumah sakit sesuai lokasi yang telah ditentukan. Secara lebih spesifik penilaian dan pengukurannya fokus pada peningkatan kemampuan fungsional berjalan sedangkan populasi dan sampelnya dibatasi dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang dibahas di bagian berikutnya pada penelitian ini. 4.4 Penentuan Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian yang dilakukan terdiri dari proses pemilihan populasi yang dipilih kemudian ditentukan sejumlah sampel yang diteliti dan dianalisis. Sebagaimana dijelaskan berikut ini: Variabilitas Populasi Populasi target adalah pasien pascastroke di Jakarta. Populasi terjangkau adalah pasien pasca stroke di klinik Sasana Husada Stroke Service di Jakarta selama 2 bulan sejak 4 Maret sampai 4 Mei 2015 penelitian sejumlah 22 orang pasien Kriteria Subjek Subjek penelitian yang dilakukan yaitu sampel dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut: 1. Kriteria inklusi adalah: a. Pasien pascastroke b. Pasien berusia tahun

59 41 c. Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) dengan nilai di atas 26 (memahami lisan, tulisan, isyarat) d. Nilai National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) di bawah 20 (termasuk kategori stroke ringan) e. Pasien yang bersedia ikut dalam penelitian dengan perlakuan frekuensi 3 kali seminggu. f. Nilai Berg Balance Scale (BBS) di atas 36 (mampu berjalan dengan bantuan minimal/ mandiri) g. Dapat berjalan mandiri 10 meter boleh menggunakan alat bantu jalan (tongkat, quadripod), kecuali walker. Pasien bisa berjalan tetapi memerlukan stabilisasi dan peningkatan gerakan yang terkoordinasi h. Kekuatan motorik MMT 3-4 pada anggota gerak bawah paresis 2. Kriteria eksklusi adalah: a. Menderita komplikasi salah satu atau ke dua dari komplikasi pada ekstremitas bawah: 1) Knee arthritis atau knee injury 2) Ankle injury b. Menderita komplikasi akibat stroke lainnya seperti : 1) bronchopneumonia 2) gangguan kesadaran 3) penyakit jantung koroner 4) gangguan neurologis lainnya, seperti Parkinson

60 42 5) gangguan pendengaran, gangguan penglihatan berat, gangguan koordinasi, gangguan propiosepsi 6) gangguan muskuloskeletal 3. Kriteria pengguguran (drop out) adalah: a. Bersedia diteliti sebagai subjek namun tidak bisa berkerja sama dalam penelitian b. Subjek tidak mampu menyelesaikan program penelitian sesuai dengan rencana dan program latihan yang telah ditentukan c. Subjek tidak melakukan prosedur penelitian dengan baik sesuai arahan peneliti Besaran Sampel Sampel penelitian yang diteliti adalah dengan menggunakan rumus Pocock (2008) sebagai berikut: ( ( ( ( Keterangan : n : besar sampel : standar deviasi : batas kemaknaan dipilih 5% atau 0,05 : kekuatan (power) penelitian 90% ( = 0,1) f(, ): konstanta berdasarkan tabel : 10,5 (dari tabel Value of f(, ))

61 43 1 : rerata sebelum perlakuan (sebelum pelatihan pendahuluan) 2 : nilai harapan setelah perlakuan dengan peningkatan 20% Berdasarkan rumus dan penelitian pendahulan atau hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Aries et al. (2012) tentang Effects of Rhytmic Sensory Stimulation (Auditory, Visual) on Gait in Parkinson s Disease Patient dengan parameter gait spatiotemporal maka diketahui bahwa nilai (standar deviasi) = 14,31 dan nilai 1 = 110,34 sedangkan nilai 2 = 132,408 sehingga data tersebut dapat disubstitusikan ke rumus Pocock (2008) sebagai berikut : ( ( ( ( Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah sampel pada penelitian ini setelah dibulatkan maka awalnya ditetapkan sejumlah 9 pasien dan ditambah 20% sebagai prakiraan terhadap sampel yang gugur (drop out) menjadi 11 sampel untuk setiap kelompok perlakuan. Jadi total rencana keseluruhan sampel pada ke dua kelompok perlakuan pelatihan metode VCT dan metode RAS adalah sejumlah 22 responden (subjek penelitian).

62 Teknik Penentuan Sampel Sampel yang telah diambil dari populasi telah ditargetkan dan dapat dijangkau oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik sampling sebagai berikut : 1. Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi yang didapat di berbagai tempat yang ditargetkan yang terindikasi menderita stroke fase recovery sesuai kriteria inklusi yang telah ditentukan. 2. Sejumlah sampel yang terpilih diseleksi berdasarkan kriteria ekslusi yang telah ditentukan. 3. Melakukan penentuan sampel sejumlah yang didapat sesuai besaran sampel dari rumus tersebut dan melakukan pre-tes untuk mengetahui hasil pengukuran atau penilaian awal. 4. Kemudian melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok perlakuan intervensi dengan penentuan secara acak sederhana terhadap semua sampel tersebut untuk dialokasikan sebagai subjek perlakuan untuk masing-masing pelatihan yang diterapkan dalam penelitian. 4.5 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang telah diteliti dijelaskan pada indentifikasi, klasifikasi dan definisi operasional variabel sebagai berikut: Indentifikasi dan Klasifikasi Variabel Variabel yang teridentifikasi dan diklasifikasikan sebagai berikut :

63 45 1. Variabel independen a. Pelatihan Visual Cue Training (VCT) b. Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) 2. Variabel dependen a. Keseimbangan berdiri yang dinilai dengan Single Limb Stance Test b. Kemampuan fungsional berjalan yang dinilai dengan Gait Cycle Measuremen 3. Variabel kontrol c. Usia d. Jenis kelamin e. Kemampuan kognisi f. Dosis latihan g. Riwayat sakit : Tipe stroke, Topis lesi, Jenis lateralisasi,dll Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah sebagai berikut : 1. Pelatihan Visual Cue Training (VCT) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat visual untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berdiri dan berjalan dengan memfasilitasi pasien untuk memodifikasi panjang langkah berdasarkan informasi visual yang telah disediakan dengan intensitas disesuaikan kemampuan pasien. 2. Pelatihan Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) adalah pelatihan yang menggunakan isyarat auditori untuk meningkatkan kontrol gerakan selama berjalan dengan memfasilitasi pasien memodifikasi waktu

64 46 melangkah berdasarkan informasi auditori yang digunakan dengan intensitas disesuaikan kemampuan pasien. 3. Keseimbangan Berdiri adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statis, dengan menggunakan aktivitas otot yang minimal yang diukur dengan Single Limb Stance Test dengan cara memberikan skor pada waktu yang dapat dicapai individu untuk bertahan agar tetap seimbang 4. Kemampuan fungsional berjalan adalah berjalan dengan kemampuan memenuhi tuntutan tugas yang kompleks dan tuntutan lingkungan, baik pada indoors ataupun outdoors yang diukur dengan Gait Cycle Measurement yang meliputi: phases of gait cycle, step length, step period, stride length, cycle time, velocity, cadence dan step width dengan cara memberikan skor pada masing-masing komponen tersebut. 5. Usia yaitu umur yang ditentukan atas dasar tanggal, bulan, dan tahun kelahiran pada akta kelahiran sampel penelitian. Usia sampel dalam penelitian ini adalah berkisar antara tahun. 6. Jenis kelamin yaitu jenis kelamin berdasarkan akta kelahiran sampel penelitian. Dalam penelitian ini digunakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. 7. Kemampuan kognisi yaitu skor kemampuan proses berpikir pasien yang diukur dengan alat bantu MMSE. 8. Dosis latihan yaitu tingkat frekuensi aktivitas latihan fisik, tingkat intensitas latihan pasien menjalani fisioterapi yang diprogramkan di

65 47 rumah maupun di klinik fisioterapi, serta durasi selama latihan dilakukan. 9. Riwayat sakit yaitu terdiri dari : a. Jenis atau tipe stroke yaitu kategori penyakit stroke secara patologis yang diderita oleh pasien. Dalam penelitian ini melakukan uji tes dan perlakuan untuk semua jenis stroke penyumbatan (ischemic) dan perdarahan (haemorraghic). b. Topis lesi yaitu area atau lokasi lesi pada otak pasien yang mengalami stroke yang dibagi menjadi area kortikal, subkortikal, brainstem, dan cerebellar. c. Stroke ke yaitu jumlah repitisi serangan stroke yang terjadi pada pasien terdiri dari stroke yang pertama, kedua dan seterusnya d. Jenis lateralisasi yaitu jenis kelemahan ekstremitas yang terjadi akibat lesi pada sebagian hemisper otak pasien yang terkena stroke terdiri dari monoparese kanan dan kiri serta hemiparese kanan dan kiri. e. Riwayat stroke yaitu riwayat lamanya waktu sejak terjadi atau mengalami stroke yang lalu sampai dengan waktu saat mengikuti pelatihan dan penelitian. 4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian sebagai berikut: Pada penelitian ini akan menggunakan beberapa bahan dan instrumen

66 48 1. Pada saat pengukuran pertama atau tes awal (pre test) dan pengukuran kedua atau tes akhir (post test) a. Form assesmen data diri dan riwayat sakit pasien beserta alat tulis b. Form tes fungsi kognisi MMSE dan alat tulis c. Form tes NIHSS dan alat tulis d. Form tes BBS dan perangkatnya e. Form Kekuatan Motorik dan alat tulis f. Form SLST dan alat tulis g. Form GCM dan alat tulis 2. Pada saat perlakuan atau penerapan latihan fisioterapi dengan pelatihan VCT: walkway sepanjang 10 m, stopwatch, pita pengukur, selotip, gunting, dan alat peraga tambahan lainnya yang digunakan untuk aktifitas berjalan. 3. Pada saat perlakuan atau penerapan latihan fisioterapi dengan pelatihan RAS : walkway sepanjang 10 m, stopwatch, pita pengukur, tape recorder/ komputer with cakewalk program, alat peraga tambahan lainnya yang digunakan untuk aktifitas berjalan. 4.7 Prosedur Penelitian berikut: Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan penelitian sebagai Tahap Persiapan dan Administrasi Pada tahap persiapan dan administrasi prosedur yang dilakukan adalah :

67 49 1. Melakukan studi kepustakaan dari buku, jurnal, internet file, dan berbagai topik lain yang relevan 2. Mengurus surat-surat terkait persetujuan penelitian di berbagai tempat dan lokasi yang ditargetkan 3. Membuat jadwal pelaksanaan penelitian 4. Mengadakan penjelasan dan pelatihan terhadap rekan sejawat fisioterapi yang membantu proses pelaksanaan penelitian 5. Mempersiapkan bahan, alat ukur dan instrumen yang diperlukan selama penelitian 6. Mempersiapkan surat persetujuan penelitian kepada subjek sampel penelitian Tahap Penentuan Populasi dan Pemilihan Sampel Pada tahap penentuan populasi dan pemilihan sampel prosedur yang dilakukan adalah : 1. Melakukan seleksi terhadap sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dan memberikan nomor urut untuk setiap sampel yang terpilih 2. Melakukan tes MMSE untuk mendapatkan skor fungsi kognisi pasien 3. Pengukuran dan penilaian dapat dilanjutkan terhadap subjek jika skor hasil tes MMSE adalah normal (>24) 4. Melakukan tes NIHSS untuk mendapatkan skor tingkat keparahan stroke pasien

68 50 5. Pengukuran dan penilaian dapat dilanjutkan terhadap subjek jika skor hasil tes NIHSS adalah normal (<20) 6. Melakukan tes BBS untuk mendapatkan skor keseimbangan pasien 7. Pengukuran dan penilaian dapat dilanjutkan terhadap subjek jika skor hasil tes BBS adalah normal (>36) 8. Melakukan pengukuran kekuatan motorik pada ekstremitas yang paresis 9. Pengukuran dan penilaian dapat dilanjutkan terhadap subjek jika skor pengukuran kekuatan motorik pada ekstremitas yang paresis 3 atau Melakukan pembagian sampel menjadi dua kelompok perlakuan secara acak sederhana untuk dialokasikan ke masing-masing kelompok perlakuan 11. Memberikan kembali nomor urut sampel yang telah dialokasikan pada masing-masing kelompok perlakuan Tahap Pengukuran Pertama atau Tes Awal adalah: Pada tahap pengukuran pertama atau tes awal prosedur yang dilakukan 1. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada subjek atau pasien perihal tentang rencana tes atau pengukuran yang dilakukan 2. Melakukan assesmen data diri dan riwayat penyakit pasien sesuai format yang telah disiapkan 3. Pengukuran keseimbangan berdiri dengan Single Limb Stance Test dan Fungsional Berjalan dengan Gait Analysis Meassurement sesuai dengan

69 51 format yang telah disiapkan. Pengukuran pre test saat awal sebelum penelitian kemudian setiap minggu dievaluasi dari minggu pertama hingga minggu keenam. Diukur kembali saat post-test setelah 24 jam dari hari pelatihan terakhir. 4. Melakukan rekapitulasi dan dokumentasi hasil tes pada form dan tabel data yang telah disiapkan Tahap Pelatihan Pada tahap pelatihan prosedur yang dilakukan adalah : 1. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital bagi pasien untuk mengetahui kondisi umum subjek yang diteliti 2. Memberikan penjelasan pada subjek atau pasien perihal tentang tata cara atau prosedur latihan yang dilakukan 3. Mempersiapkan semua alat, bahan dan istrumen yang digunakan saat latihan 4. Pada pelatihan VCT a. Pasien memperoleh latihan berjalan konvensional yang ditambahkan VCT. b. Pada 15 menit pertama pasien melakukan latihan berjalan pendahuluan yang terbagi menjadi 3 sesi masing-masing selama 5 menit. Pada sesi pertama pasien berjalan uji keseimbangan dengan pengawasan terapis dilanjutkan dengan latihan memindahkan berat badan pada ekstremitas yang terkena. Pada sesi kedua pasien

70 52 berjalan di tempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua tungkai. Pada sesi terakhir pasien berjalan maju dengan pola berjalan yang benar. Selanjutnya, pasien berjalan dengan mendapat intervensi VCT untuk melangkahkan kaki di atas isyarat cue/ strip di lantai. c. Posisi pasien berdiri di tengah walkway, fisioterapis berada dibelakang pasien dan memfasilitasi agar posisi telapak kaki tepat menyentuh strip yang telah disediakan. d. Fisioterapis memberi instruksi untuk melangkah mengikuti jarak langkah sesuai strip. e. Apabila kaki tidak tepat sesuai tanda pada walkway, maka pasien dikoreksi untuk persiapan selanjutnya. f. Untuk menentukan dosis, pada kelompok perlakuan dilakukan evaluasi kembali parameter jalan di setiap sebelum memulai pelatihan. g. Dosis pelatihan dilberikan dengan frekuensi latihan 3 kali kunjungan dalam seminggu, intensitas latihan 5-10 kali pengulangan gerakan, selama durasi latihan 20 menit selama 6 minggu. h. Setiap minggu fisioterapis melakukan evaluasi untuk mencatat hasil pengukuran keseimbangan berdiri dan fungsional berjalannya i. Pasien diminta untuk datang kembali untuk latihan dengan fisioterapis pada jadwal yang telah ditentukan berikutnya

71 53 Gambar 4.2 Contoh Visual Cue Training Sumber: Hollands et al. (2013). Visual Cue Training To Improve Walking And Turning After Stroke.Trial; 14:276 Pada Gambar diatas memperlihatkan pasien berjalan dengan menapakkan kaki diatas strip diatas lantai yang sudah diukur sesuai dengan kemampuan masing-masing pasien sepanjang 10 meter 5. Pada pelatihan RAS a. Pasien memperoleh latihan berjalan konvensional yang ditambahkan RAS b. Pada 15 menit pertama pasien melakukan latihan berjalan pendahuluan yang terbagi menjadi 3 sesi masing-masing selama 5 menit. Pada sesi pertama pasien berjalan uji keseimbangan dengan pengawasan terapis dilanjutkan dengan latihan memindahkan berat badan pada ekstremitas yang terkena. Pada sesi kedua pasien

72 54 berjalan di tempat dan bergantian memindahkan berat badan pada kedua tungkai. Pada sesi terakhir pasien berjalan maju dengan pola berjalan yang benar. Selanjutnya, pasien berjalan dengan mendapat intervensi RAS untuk menyesuaikan langkah kaki sesuai ketukan pada musik. c. Posisi pasien berdiri di tengah walkway, fisioterapis berada dibelakang pasien dan memfasilitasi agar waktu melangkah kaki tepat dengan ketukan sesuai tempo musik yang telah disediakan. d. Fisioterapis memberi instruksi untuk melangkah mengikuti ketukan sesuai tempo musik. e. Apabila kaki tidak tepat sesuai ketukan pada tempo musik, maka pasien dikoreksi untuk persiapan selanjutnya. f. Untuk menentukan dosis, pada kelompok perlakuan dilakukan evaluasi kembali parameter jalan di setiap sebelum memulai pelatihan. g. Dosis pelatihan diberikan dengan frekuensi latihan 3 kali kunjungan dalam seminggu, intensitas latihan 5-10 kali pengulangan gerakan, selama durasi latihan 20 menit selama 6 minggu h. Setiap minggu fisioterapis melakukan evaluasi untuk mencatat hasil pengukuran keseimbangan berdiri dan fungsional berjalannya i. Pasien diminta untuk datang kembali untuk latihan dengan fisioterapis pada jadwal yang telah ditentukan berikutnya

73 Tahap Pengukuran Ke dua atau Tes Akhir Pada tahap pengukuran kedua atau tes akhir prosedur yang dilakukan adalah: 1. Memberikan penjelasan dan meminta persetujuan kepada subjek atau pasien perihal tentang rencana tes atau pengukuran yang dilakukan. 2. Pengukuran kembali keseimbangan berdiri dengan SLST dan fungsional berjalan dengan GCM sesuai dengan format yang telah disiapkan, setelah sehari menyelesaikan pelatihan selama 6 minggu. 3. Melakukan rekapitulasi dan dokumentasi hasil tes pada form dan tabel data yang telah disiapkan. 4.8 Metode Pengukuran Parameter Jalan dengan Inked-Footprint Penelitian ini menggunakan pengukuran gait cycle measurement. Prosedur ini memerlukan stopwatch, dua buah spidol penanda dengan tinta yang dapat dihapus, dan tempat jalan (hallway) sepanjang 600 cm x 100 cm yang beralaskan kertas ditandai dengan selotip pada 4 titik. Tempat jalan yang bisa digunakan misalnya : daerah bersemen di luar klinik, rumah pasien, atau bagian dari lantai klinik. Tempat jalan ditandai sepanjang 600 cm untuk area tengah dan 150 cm untuk area ujungnya. Pengukuran hanya dilakukan pada area 579,6 cm saja. Dua area 150 cm digunakan untuk pemanasan hingga mencapai kecepatan normal sebelum pengukuran dan perlambatan setelah pengukuran. Alat bantu jalan (tongkat jalan, quqdripod) boleh digunakan selama pengukuran, kecuali menggunakan walker karena bisa menimbulkan bisa pada

74 56 hasil pengukuran dengan memberikan bantuan yang terlalu banyak kepada pasien (Obembe et al, 2012) Alat-Alat yang diperlukan: 1. Kertas 600 cm x 100 cm diletakkan atas lantai 2. Felt-tipped marker 3. Kursi di ujung masing-masing kertas 4. Stopwatch 5. Selotip 6. Gunting 7. Meteran Langkah Pengukuran 1. Persiapan a. Siapkan alat dan bahan b. Beri garis dengan jarak 150 cm dari ujung kertas (drawn line) c. Tempelkan Felt-tipped marker pada belakang tumit pasien 2. Instruksikan pasien berjalan dengan kecepatan regular melewati kertas dengan kepala lurus ke depan. 3. Aturlah waktu pada stopwatch mulai dari heelstrike ke tiga dalam garis yang ditarik di ujung kertas. Cara ini memberikan waktu pasien untuk memulai berjalan dan mengatur perlambatan di akhir waktu yang diberikan. 4. Buanglah dua footprint awal sampai dengan tepi heelstrikes ke tiga. Buanglah ujung kertas pada drawn line.

75 Menghitung dan Mencatat Hasil Pengukuran 1. Hitunglah Velocity dengan membagi jarak total jalan dengan waktu yang diperlukan. Catat dalam centimeters persecond 2. Hitunglah Cadence dengan membagi jumlah langkah (step) yang dihasilkan selama waktu tertentu dengan waktu yang diperlukan. Ubahlah steps perminute menggunakan rumus konversi: 3. Ukurlah step width / walking base: dengan mengukur jarak diantara sisi kanan dan sisi kiri heelstrikes 4. Stride and Step Length a. Ukurlah Stride Length dengan mengukur jarak antara dua heelstrikes yang berurutan b. Ukurlah Step Length dengan mengukur jarak antara dua heelstrikes kontralateral yang berurutan c. Amati dan bandingkan footprint dari kedua kaki. amati apakah ada kaki yang diseret atau adanya asimetri d. Catat temuan pada lembar pencatatan analisis gait. Felt-tipped marker ditempelkan pada belakang tumit pasien sehingga meninggalkan tanda yang dapat diukur sebagai parameter jalan.

76 58 Gambar 4.3 Metoda Inked-Footprint. Keterangan: a. Felt-tipped marker ditempelkan pada belakang sepatu. b. pengukuran step length dari jejak yang dihasilkan oleh metode felt-tipped marker. Sumber: Cameron dan Monroe, Physical Rehabilitation for the Physical Therapist Assistant Gambar 4.4 di bawah ini menunjukkan Walkway yang digunakan sebagai pengukuran Gait Cycle Measurement berjarak 6 m dengan lembaran kertas yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Potong 1,5 m Potong 1,5 m 6 m Gambar 4.4 Contoh Footprint pada kertas Cara Pengukuran stride length, step length, step width / base of support pada metode inked-footprint ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

77 59 Gambar 4.5 Footprint yang telah siap dihitung : base of support, step, dan stride length Setelah pre-test dan post-test dilakukan, dapat dibuat rangkuman hasil seperti tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Form Hasil Pengukuran Analisis Gait PARAMETER I II III IV V VI VII VIII IX STEP LENGTH STEP PERIOD STRIDE LENGTH CYCLE TIME VELOCITY CADANCE STRIDE WIDTH

78 Metode Penetapan Dosis VCT dan RAS Pada Pelatihan dengan VCT 1. Berdasarkan hasil pre-test didapatkan nilai rata- rata step length pasien yang dapat digunakan sebagai penetapan jarak VCT. 2. Visual cue /strip ditempelkan diatas lantai berjarak sesuai rata-rata step length pasien pada pre-test 3. Beri tanda pada lantai berupa strip dengan panjang 30 cm dan lebar 2 cm dengan isolasi warna hitam yang diletakkan orthogonal sepanjang walkway. 4. Setiap minggu dilakukan evaluasi, apabila rata-rata step length pasien meningkat, maka jarak strip dapat dinaikkan sesuai dengan nilai step length hasil evaluasi 5. Isyarat visual diletakkan sepanjang 10 m walkway 6. Pasien diinstruksikan untuk melangkah di atas strip dan berjalan hingga akhir walkway. 7. Satu sesi latihan 20 menit sebanyak 1-3 kali seminggu pasien berjalan dengan VCT pada walkway 10 m Pada Pelatihan dengan RAS 1. Berdasarkan hasil pre-test, nilai rata-rata cadence pasien digunakan untuk menetapkan tempo musik yang digunakan. 2. Pasien menggunakan satu keping musik audio CD dengan irama lagu 4/4 untuk dijadikan panduan dalam pelatihan RAS.

79 61 3. Tempo dibuat bervariasi dari bpm. Tempo diberi label normal, quick, fast. Normal digunakan pada cadence langkah/menit. Quick digunakan pada cadence langkah/menit. Fast digunakan pada cadence langkah/menit. 4. Pada minggu awal latihan digunakan tempo yang sesuai dengan hasil pre-test dari cadence. 5. Setiap sebelum memulai pelatihan, diukur kembali cadencenya untuk menentukan kembali tempo yang akan digunakan pada pelatihan RAS selanjutnya. Apabila nilai cadancenya meningkat maka tempo musik dinaikkan sesuai nilai cadence. 6. Jika langkah kaki saat menapakkan ke lantai tidak mengikuti tempo yang benar akan dikoreksi oleh terapis untuk mengikuti tempo. 7. Diberikan juga tambahan instruksi up dan down pada irama lagu untuk mempertegas waktu melangkah. 8. Satu sesi latihan 20 menit sebanyak 1-3 kali seminggu pasien berjalan dengan RAS pada walkway 10 m Analisis Data Penelitian Setelah semua data penelitian terkumpul dan lengkap maka dilakukan langkah-langkah analisis data dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 22 sebagai berikut: 1. Statistik deskriptif untuk menganalisis karakteristik subjek penelitian terkait dengan usia, jenis kelamin, frekuensi latihan, skor MMSE, skor NIHSS, skor BBS, kekuatan motorik, riwayat sakit, pendidikan,

80 62 pekerjaan dan hobi yang datanya diambil pada saat assesmen dan pengukuran pertama atau tes awal. Analisis statistik frekuensi yang dihitung adalah: a. Rata-rata (mean) b. Jumlah (sum) c. Selisih data terbesar dengan data terkecil (range) d. Nilai deviasi suatu data terhadap rerata nya (varians) e. Ukuran simpangan baku (standart deviasi) f. Nilai minimun (min) g. Nilai maksimum (max) 2. Uji normalitas data untuk menganalisis distribusi data dari kelompok perlakuan VCT dan RAS. Karena sampel yang diteliti berjumlah 22 sampel dan agar lebih sensitif dengan nilai kemaknaan (p) > 0,05 maka rumus statistik yang digunakan adalah Shapiro wilk test 3. Uji homogenitas untuk menganalisis variasi data dari kelompok perlakuan VCT dan RAS. Dengan nilai kemaknaan (p) > 0,05 maka rumus statistik yang digunakan adalah Levene s test of varians 4. Uji hipotesis 1 pada penelitian ini merupakan uji komparasi data posttest sesudah perlakuan dari ke dua kelompok perlakuan pelatihan VCT dan pelatihan RAS bertujuan untuk mengetahui beda peningkatan keseimbangan berdiri pasien pascastroke setelah intervensi atau perlakuan pada masing-masing kelompok tersebut. Data berdistribusi normal maka merupakan jenis data parametrik sehingga rumus statistik

81 63 parametrik yang digunakan adalah independent t-test. Data berdistribusi tidak normal maka menggunakan Mann-Whitney U Test 5. Uji hipotesis 2 pada penelitian ini merupakan uji komparasi data posttes sesudah perlakuan dari ke dua kelompok perlakuan pelatihan VCT dan pelatihan RAS bertujuan untuk mengetahui beda peningkatan kemampuan fungsional berjalan pada pasien pascastroke setelah intervensi atau perlakuan pada masing-masing kelompok tersebut. Data berdistribusi normal maka merupakan jenis data parametrik sehingga rumus statistik parametrik yang digunakan adalah Independent t-test. Data berdistribusi tidak normal maka menggunakan Mann-Whitney U Test

82 Alur Penelitian Alur penelitian yang dilakukan adalah seperti yang digambarkan di bawah ini: Populasi Kriteria inklusi dan eksklusi : termasuk tes MMSE, NIHSS, BBS, MMT Sampel Ramdomisasi Tes awal kesembangan berdiri dengan SLST dan fungsional berjalan dengan GCM Alokasi acak sederhana Perlakuan 1 Perlakuan 2 Pelatihan VCT Pelatihan RAS Tes akhir keseimbangan berdiri dengan SLST dan fungsional fungsional berjalan dengan GCM Analisis Data Penyusunan Tesis Gambar 4.6 Alur Penelitian

83 65 BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penelitian ini dilakukan di Sasana Husada Stroke Service Jl. Kemanggisan Raya No.9, Jakarta Barat. Populasi penelitian ini adalah pasien Sasana Husada Stroke Service, dikarenakan jumlah pasien stroke terbanyak, kemudian seluruh pasien stroke yang akan menjadi sampel dilakukan tes keseimbangan berdiri dengan menggunakan Single Limb Step Test (SLST) dan parameter pengukuran Gait Cycle Meassurement (GCM). Penelitian dibagi dalam 2 Perlakuan yaitu Perlakuan 1 yang mendapatkan pelatihan Visual Cue Training (VCT), sedangkan pada Perlakuan 2 yang mendapatkan pelatihan Rhythmic auditory Stimulation (RAS). Penelitian setiap Perlakuan dilakukan di ruangan klinik dengan menggunakan Air Conditioner bersuhu 25 0 C setiap akan dilakukan latihan, selama 6 minggu. Selain memberikan hasil pengujian dan hipotesis penelitian, juga akan dipaparkan deskripsi data berupa karakteristik sampel penelitian serta nilai keseimbangan berdiri (SLST) dan nilai Kemampuan Fungsional Berjalan (GCM) pada kedua perlakuan. 5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Untuk dapat memberikan informasi yang lengkap serta akurat maka disajikan deskripsi data berupa karakteristik subjek penelitian dalam bentuk tabel deskriptif dan frekuensi subjek penelitian berdasarkan nilai nominal, persentase sampel, dan nilai mean. 65

84 66 Karakteristik subjek penelitian yang termasuk data numerik yaitu variabel usia, skor MMSE, BBS, NIHSS, MMT disajikan pada tabel 5.1 sebagai berikut: Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian VCT (n=11) Karakteristik Min Min Rerata ± SB Maks Maks Usia ,27±7, MMSE ,82 ± 1, BBS ,82 ± 3, NIHSS 2 2 5,45 ± 2, MMT 4 3,55 ± 0,52 4 RAS (n=11) Rerata ± SB 56,36 ±5,97 28,09 ±1,38 45,55 ±2,88 5,09 ± 2,07 3,36 ± 0,51 Lama periode pengambilan sampel, yaitu selama 2 bulan sejak tanggal 6 Maret sampai 11 Mei 2015, terdapat 22 orang yang memenuhi kriteria inklusi sehingga diikutkan dalam penelitian ini. Dimana 17 orang (77,3%) adalah lakilaki dan 5 orang (22,7%) adalah perempuan, proporsi pada perlakuan 1 perempuan berjumlah 1 orang (9,1%), Laki-laki 10 orang (90,9%), proporsi pada perlakuan 2 perempuan berjumlah 4 orang (36,4%), sedangkan laki-laki berjumlah 7 orang (63,6%). Keseluruhan gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ini disajikan pada tabel 5.1 diatas. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa pada variabel usia pelatihan VCT usia termuda adalah 38 tahun dan terdapat kesamaan usia maksimal yaitu 64 tahun pada kedua perlakuan. Pada variabel skor MMSE rata-rata skor perlakuan

85 67 pelatihan VCT lebih kecil dari pada perlakuan pelatihan RAS terdapat kesamaan pada skor MMSE minimal dan maksimal. Pada variabel skor BBS menunjukkan bahwa perlakuan pelatihan VCT lebih besar daripada pelatihan RAS dan terdapat kesamaan skor maksimal pada kedua perlakuan. Pada variabel skor NIHSS menunjukkan bahwa perlakuan pelatihan VCT lebih besar dari pada perlakuan pelatihan RAS dan terdapat kesamaan skor minimal pada kedua perlakuan. Pada variabel skor MMT menunjukkan bahwa perlakuan pelatihan VCT lebih besar dari pada perlakuan pelatihan RAS dan terdapat kesamaan skor minimal dan maksimal. Karakteristik subjek penelitian yang termasuk data katagorik umum yaitu jenis kelamin, hobi, pendidikan dan riwayat pekerjaan. Disajikan pada tabel 5.2 sebagai berikut: Tabel 5.2 Data Katergorik Umum Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Kategorik Perlakuan1 (VCT) Perlakuan2 (RAS) % % Jenis Kelamin Laki-laki 72,7 81,8 Perempuan 27,3 18,2 Hobi OlahRaga 36,4 45,5 Hiburan 18,2 9,1 Masak 18,2 36,4 Lain-Lain 27,3 9,1 Pendidikan SMA 36,4 45,5 Sarjana 63,6 27,3 Magister - 27,3 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 9,1 9,1 Karyawan/Swasta 54,5 45,5 Guru/Konsultan 18,2 36,4 Lain-Lain 18,2 9,1

86 68 Pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa pada variabel jenis kelamin kategori laki-laki lebih banyak terdapat pada perlakuan RAS sedangkan kategori perempuan lebih banyak terdapat pada perlakuan VCT, pada variabel hobi olahraga merupakan kategori yang paling banyak pada perlakuan VCT dan perlakuan RAS. Variabel pendidikan Sarjana merupakan kategori yang paling banyak pada perlakuan VCT sedangkan SMU merupakan kategori yang paling banyak pada perlakuan RAS, pada variabel riwayat pekerjaan ibu rumah tangga dan karyawan/swasta merupakan kategori yang paling banyak pada perlakuan VCT dan perlakuan RAS. Karakteristik subjek penelitian yang termasuk data katagorik riwayat sakit yaitu tipe stroke, topis lesi, stroke yang ke, jenis lateralisasi, dan riwayat stroke. Disajikan pada tabel 5.3 sebagai berikut: Tabel 5.3 Data Katergorik Riwayat Sakit Karakteristik Subjek Penelitian Variable Kategori Perlakuan1 (VCT) Perlakuan2 (RAS) % % Tipe Stroke Iskemik 81,8 81,8 Hemoragik 18,2 9,1 PSA - 9,1 Topis Lesi Kortikal 90,9 90,9 Subkortikal 9,1 9,1 Stroke ke- Pertama 90,9 81,8 Kedua 9,1 9,1 Ketiga/lebih 9,1 Jenis Hemiparesis 54,5 9,1 lateralisasi kanan Hemiparesis 45,5 90,9 kiri Riwayat stroke 3-6 bulan - 9, bulan 9,1 27,3 1-2 tahun 27,3 18,2 2-4 tahun 18,2 9,1 >4 tahun 45,5 36,4

87 Keseimbangan Berdiri 69 Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa pada variabel tipe stroke kategori iskemik lebih banyak terdapat pada Perlakuan VCT daripada Perlakuan RAS, pada variabel topis lesi kortikal merupakan kategori yang lebih banyak terdapat pada Perlakuan VCT daripada Perlakuan RAS, pada variabel stroke pertama merupakan kategori yang paling banyak terdapat pada Perlakuan VCT daripada Perlakuan RAS, pada variabel jenis lateralisasi hamiparese kanan merupakan kategori yang paling banyak terdapat di Perlakuan VCT sedangkan hemiparese kiri merupakan kategori yang paling banyak terdapat pada Perlakuan RAS, pada variabel riwayat stroke > 4 tahun merupakan kategori yang paling banyak terdapat pada Perlakuan VCT daripada Perlakuan RAS. 5.2 Hasil Pengukuran Mingguan Keseimbangan Berdiri dan Fungsional Berjalan pada Saat Pelatihan VCT dan RAS Pada saat pelatihan berlangsung, hasil keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan dievaluasi tiap minggu untuk melihat perkembangan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan pasien dari minggu pertama hingga minggu keenam. Keseimbangan Berdiri pada Pelatihan VCT 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0, Minggu ke Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4 Pasien 5 Pasien 6 Pasien 7 Pasien 8 Pasien 9 Pasien 10 Pasien 11 Gambar 5.1 Hasil Pengukuran Mingguan Keseimbangan Berdiri Pelatihan VCT

88 Keseimbangan Berdiri 70 Pada Gambar 5.1 dapat dilihat terjadinya peningkatan keseimbangan berdiri pada pasien pascastroke dalam pelatihan VCT. Pada saat pre test nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 4. Pada saat post test nilai minimum sebesar 1 dan nilai maksimum sebesar 4 Keseimbangan Berdiri Pada Pelatihan RAS 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0, Minggu ke- Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4 Pasien 5 Pasien 6 Pasien 7 Pasien 8 Pasien 9 Pasien 10 Pasien 11 Gambar 5.2 Hasil Pengukuran Mingguan Keseimbangan Berdiri Pelatihan RAS Pada Gambar 5.2 dapat dilihat terjadi peningkatan keseimbangan berdiri pada pasien pascastroke dalam pelatihan RAS. Pada saat pre-test nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 4. Pada saat post-test nilai minimum sebesar 1 dan nilai maksimum sebesar 4.

89 Fungsional Berjaaln Fungsional Berjaaln Fungsional Berjalan Pada Pelatihan VCT Minggu ke Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4 Pasien 5 Pasien 6 Pasien 7 Pasien 8 Pasien 9 Pasien 10 Pasien 11 Gambar 5.3 Hasil Pengukuran Mingguan Fungsional Berjalan Pelatihan VCT Pada Gambar 5.3 dapat dilihat peningkatan fungsional berjalan pada pasien yang mendapatkan pelatihan VCT. Pada saat pre-test nilai minimum sebesar 20 dan nilai maksimum sebesar 42. Pada saat post-test nilai minimum sebesar 35 dan nilai maksimum sebesar 57. Fungsional Berjalan Pada Pelatihan RAS Minggu ke Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4 Pasien 5 Pasien 6 Pasien 7 Pasien 8 Pasien 9 Pasien 10 Pasien 11 Gambar 5.4 Hasil Pengukuran Mingguan Fungsional Berjalan Pelatihan RAS

90 72 Pada Gambar 5.4 dapat dilihat peningkatan fungsional berjalan pada pasien yang mendapat pelatihan RAS. Pada saat pre-test nilai minimum sebesar 20 dan nilai maksimum sebesar 40. Pada saat post-test nilai minimum sebesar 30 dan nilai maksimum sebesar 52 Untuk mengetahui nilai Rerata Keseimbangan Berdiri pada ke dua perlakuan tersebut yang disajikan pada Tabel 5.4 sebagai berikut: Tabel 5.4 Hasil Rerata Keseimbangan Berdiri pada Perlakuan VCT dan RAS Tabel 5.4 menunjukkan bahwa nilai rerata keseimbangan berdiri pada sebelum perlakuan VCT adalah 2,09 dengan simpangan baku 1,044 dan pada sebelum perlakuan RAS adalah 2,00 dengan simpangan baku 1,095. Sedangkan nilai rerata pada setelah perlakuan VCT adalah 3,00 dengan simpangan baku 1,000 dan pada setelah perlakuan RAS adalah 2,91 dengan simpangan baku 0,944. Tabel 5.5 Hasil Rerata Fungsional Berjalan pada Perlakuan VCT dan RAS Perlakuan RAS Perlakuan VCT Variabel Min- Min -Maks Rerata±SB Maks Rerata±SB Pre Test 0 2,00±1, ,09±1, Post Test 1 2,91±0, ,00±1, Perlakuan RAS Perlakuan VCT Variabel Min - Min- Rerata±SB Maks Maks Rerata±SB Pre-Test 20 28,91±6, ,91±7, Post-Test 30 41,18±6, ,64±9,

91 73 Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai rerata fungsional berjalan pada sebelum perlakuan VCT adalah 28,91 dengan simpangan baku 7,968 dan pada sebelum perlakuan RAS adalah 28,91dengan simpangan baku 6,877. Sedangkan nilai rerata pada setelah perlakuan VCT adalah 46,64 dengan simpangan baku 9,770 dan pada setelah perlakuan RAS adalah 41,18 dengan simpangan baku 6, Uji Normalitas Uji Normalitas Keseimbangan Berdiri (SLST) Untuk menentukan jenis uji statistik komparasi yang digunakan untuk membandingkan hasil pre-test dan post-test antara ke dua perlakuan pelatihan VCT dan pelatihan RAS maka terlebih dahulu dilakukan uji normalitas distribusi data dengan menggunakan Saphiro Wilk test yang disajikan pada Tabel 5.6 sebagai berikut: Tabel 5.6 Uji Normalitas Keseimbangan Berdiri (SLST) Variabel Uji Normalitas Ket VCT RAS Pre-Test 0,172 0,498 Normal Tabel 5.6 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk test pada semua variabel pre test pada kedua perlakuan data adalah perlakuan VCT = 0,172 dan perlakuan RAS = 0,498. Ini menyatakan data berdistribusi normal (p>0,05).

92 Uji Normalitas Fungsional Berjalan (GCM) Tabel 5.7 Uji Normalitas Fungsional Berjalan (GCM) Variabel Uji Normalitas Ket VCT RAS Pre Test 0,148 0,555 Normal Tabel 5.7 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk test pada semua variabel pre test pada ke dua perlakuan data adalah perlakuan VCT = 0,148 dan perlakuan RAS = 0,555. Ini menyatakan data berdistribusi normal (p>0,05). 5.4 Uji Homogenitas Uji Homogenitas Keseimbangan Berdiri (SLST) Tabel 5.8 Uji Homogenitas Keseimbangan Berdiri (SLST) Uji Homogenitas Ket (Lavene s Test) Pre Test 0,882 Homogen Tabel 5.8 menunjukkan uji homogenitas dengan menggunakan Levene s test of variance pada semua variable pre test kedua perlakuan data dengan nilai 0,882 adalah homogen (p>0,05).

93 Uji Homogenitas Fungsional Berjalan (GCM) Tabel 5.9 Uji Homogenitas Fungsional Berjalan (GCM) Uji Homogenitas Ket (Lavene s Test) Pre-Test 0,359 Homogen Tabel 5.8 menunjukkan uji homogenitas dengan menggunakan Levene s test of variance pada semua variabel pre-tes kedua perlakuan data dengan nilai 0,359 adalah homogen (p>0,05). 5.5 Uji Hipotesis Keseimbangan Berdiri dan Kemampuan Fungsional Berjalan Peningkatan Keseimbangan Berdiri Untuk mengetahui perbedaan antara VCT dan RAS dan untuk mengetahui signifikansi perbedaan peningkatan keseimbangan berdiri sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing perlakuan VCT dan perlakuan RAS maka dilakukan Indepedent t-test yang disajikan pada tabel 5.10 sebagai berikut: Variabel Tabel 5.10 Independent t- test Keseimbangan Berdiri (SLST) Perlakuan RAS Rerata±SB Post-test 2,82±0,603 3,36±0,674 0,829 Perlakuan VCT p Ket Rerata±SB Tidak ada Perbedaan Signifikan Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Independent t-test seperti pada Tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa beda rerata post SLST antara

94 76 perlakuan VCT dan RAS memiliki nilai p = 0,829, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan Peningkatan Kemampuan Fungsional Berjalan Tabel 5.11 Independent t-test Kemampuan Fungsional Berjalan (GCM) Variabel Perlakuan RAS Rerata±SB Perlakuan VCT P Ket Rerata±SB Post-test 41,18±6,306 46,64±0,674 0,308 Tidak ada Perbedaan Signifikan Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Independent t-test seperti pada Tabel 5.11 di atas menunjukkan bahwa beda rerata post-test GCM antara perlakuan VCT dan RAS memiliki nilai p = 0,308 hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan.

95 77 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah pasien sejumlah 22 orang pascastroke yang telah melewati fase pascaakut mereka dan sedang menjalani periode pemulihan fisik dan fungsional anggota gerak di pelayanan rawat jalan di Sasana Husada Stroke Service tempat penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan di dalam lingkungan ruangan indoor ber-ac (air conditioning) selama sekitar dua bulan dengan jumlah subjek yang terdaftar awalnya sejumlah 24 orang pasien, subjek yang termasuk dalam kriteria inklusi sejumlah 22 orang pasien, subjek yang termasuk dalam kriteria eksklusi sejumlah 1 orang pasien dan subjek yang termasuk kriteria drop out sejumlah 1 orang pasien. Pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi akan dilakukan alokasi random untuk menentukan 11 orang pasien pada perlakuan VCT dan 11 orang pasien pada perlakuan RAS. Kondisi subjek seperti yang diuraikan pada hasil penelitian menerangkan bahwa pada variabel usia terdapat kecenderungan usia pasien rata-rata diatas 50 tahun yang menunjukkan bahwa memang usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke yang tidak bisa dimodifikasi dan meningkat menjadi dua kali lipat diatas usia 55 tahun (Mackay & Mensah, 2004). Pada variabel skor MMSE menunjukan bahwa semua subjek yang diteliti memiliki kemampuan kognitif yang normal (MMSE>24) dan hal ini menjelaskan bahwa untuk melakukan tes keseimbangan berdiri dan tes kemampuan fungsional berjalan dalam proses perlakuan pelatihan VCT maupun pelatihan RAS 77

96 78 diperlukan tingkat pemahaman kognisi pasien yang normal dan memadai agar dapat mengerti dengan arahan program pelatihan yang diinginkan. Pada variabel NIHSS menunjukkan bahwa semua subjek yang diteliti memiliki tingkat kesadaran yang baik yang menunjukkan bahwa subjek menderita stroke dalam derajat ringan sampai dengan sedang. Pada variabel BBS menunjukkan bahwa subjek dapat beraktivitas dengan mandiri. Pada variabel MMT menunjukkan subjek mempunyai kekuatan otot dapat melawan gravitasi sampai dengan dapat melawan sedikit tahanan. Deskripsi frekuensi data kategorik umum subjek penelitian juga telah diuraikan untuk memberikan gambaran latar belakang hobi, pendidikan dan pekerjaan subjek penelitian secara umum. Deskripsi frekuensi data kategorik riwayat sakit juga telah diuraikan untuk memberikan informasi tentang profil kesehatan pasien secara klinis umumnya yang berguna pada saat evaluasi berkala dalam program pelatihan VCT dan RAS. Pada sampel kali ini lebih banyak didapatkan stroke dengan tipe iskemik sedangkan untuk pemulihan pascastroke, stroke hemoragik lebih baik peningkatan fungsionalnya dibanding stroke Iskemik (Teasell & Hussein, 2014). 6.2 Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Pasien Pascastroke Pada saat sebelum pelatihan VCT nilai pre test keseimbangan berdiri sebesar 23 dan setelah dilakukan pelatihan nilai post test menjadi 33 sehingga terjadi peningkatan keseimbangan berdiri pasien pascastroke sebesar 43,48%. Sedangkan

97 79 pada pelatihan RAS nilai pretest keseimbangan berdiri adalah 22 dan sesudah pelatihan RAS nilai pos test 32 sehingga terjadi peningkatan sebesar 45,45%. Keseimbangan yang baik tergantung dari informasi yang akurat dan adekuat dari indera. Mempertahankan keseimbangan adalah tugas komplek yang dilakukan oleh otak yang dilakukan dengan cara menggabungkan dan menginterpretasi informasi sensorik. Ketika informasi sensorik dari system vestibular, somatosensorik dan visual tidak akurat dan adekuat, keseimbangan akan terganggu. Penelitian Dozza et al.(2005) menunjukkan bahwa informasi akustik/ suara berhubungan dengan gerakan tubuh sehingga menyebabkan peningkatan stabilitas berdiri (Dozza et al.,2005). Dalam mempertahankan keseimbangan berdiri diperlukan feedback yang efektif dan efisien dari input sensorik yang bervariasi (Tanaka et al., 2001). Pemulihan keseimbangan pada pasien pascastroke mempunyai karakteristik berkurangnya goyangan dan ketidakstabilan pada saat berdiri serta berkurangnya ketergantungan visual khususnya yang berhubungan dengan keseimbangan pada bidang frontal. Pemulihan tersebut mendasari pembelajaran kemampuan untuk berdiri dan berjalan secara mandiri (Haart et al.,2004). Beberapa penelitian membuktikan keefektifan terapi biofeedback menggunakan isyarat visual dan auditori untuk meningkatkan control postural pada pasien hemiplegic pascastroke. 6.3 Pelatihan VCT dan Pelatihan RAS Meningkatkan Kemampuan Fungsional Berjalan pada Pasien Pascastroke Pada saat sebelum pelatihan VCT, nilai pre test fungsional berjalan sebesar 318 dan setelah dilakukan pelatihan VCT nilai post test menjadi 514 sehingga terjadi

98 80 peningkatan keseimbangan berdiri pasien pascastroke sebesar 61,64%. Sedangkan pada saat sebelum pelatihan RAS, nilai pre test fungsional berjalan sebesar 318 dan setelah pelatihan RAS nilai post test menjadi sebesar 480 sehingga terjadi peningkatan fungsional berjalan sebesar 50,94%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan VCT dan RAS dapat meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pasien pascastroke. Jaffe et al., (2004) juga menyatakan bahwa pelatihan pada pasien pascastroke untuk melangkah di atas isyarat visual dapat meningkatkan parameter gait, kemampuan untuk melangkah melewati objek, dan ketahanan berjalan. Penelitian Sidaway et al., (2006) membuktikan bahwa pelatihan jalan menggunakan isyarat visual menyebabkan perbaikan yang menetap pada kecepatan berjalan dan step length juga meningkatnya stabilitas sistem kontrol motorik utama pada saat berjalan pada pasien parkinson. Isyarat visual menyediakan target gerakan, mengaktivasi jalur cerebellar visual-motor. Penggunaan isyarat visual jangka panjang dapat menyebabkan perubahan dalam kontrol berjalan dari jalur cortical- motor ke cerebellar visual-motor. Perubahan ini yang mendukung peningkatan pola jalan untuk setidaknya 1 bulan setelah isyarat visual tersebut dihilangkan (Sidaway et al., 2006) Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergi untuk mempertahankan kerja tubuh. Visual berperan sebagai kontrol jarak terhadap objek dan memberikan sinyal posisi dan gerakan kepala sebagai respon terhadap objek dan lingkungan (Irfan, 2010).

99 81 Rangsangan isyarat visual eksternal fokus kerjanya terhadap stride length. Pada penelitian ini pasien diminta untuk berjalan diatas garis-garis untuk menormalkan stride length mereka. Garis-garis yang ditempelkan pada lantai dapat memberikan gambaran perhatian terhadap proses melangkah dan dapat juga meningkatkan aliran optikal sehingga meningkatkan kemampuan fungsional berjalan (Azulay et al., 2006). RAS meningkatkan kecepatan jalan juga pernah diungkapkan oleh Thaut et al., (1997) yang mengatakan bahwa fasilitasi ritmik pada saat pelatihan jalan terhadap pasien pascastroke menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan jalan pada grup penelitian dibanding dengan grup kontrol (164% vs 107%), terhadap stride length (88% vs 34%). Terapi yang dibantu dengan musik menginduksi peningkatan fungsi motorik pada pasien pascastroke kronik yang diikuti dengan meningkatnya eksitabilitas traktus kortikospinal dan modifikasi kortek motorik yang dapat diasosiasikan dengan plastisitas otak (Amenguel et al.,2013). Penelitian terbaru menekankan pentingnya informasi sensorik perifer dan penjalaran input ke bawah dalam membentuk fungsi central pattern generator (CPG) dan secara khusus menunjukkan mekanisme plastisitas pascalesi sehingga terjadi perbaikan otak (Belda-Lois et al., 2011) RAS memandu pasien untuk menginjakkan kaki mereka saat mereka berjalan dan secara bersamaan mendengarkan isyarat auditori eksternal, mensinkronkan waktu kontak kaki ke tanah dengan suara (Cha et al., 2014). Kunci utama pelatihan RAS adalah sinkronisasi auditory-motor dalam traktus retikulospinalis. Pengulangan isyarat waktu eksternal mempengaruhi regulasi pola

100 82 jalan. RAS mengaktivasi loop neuronal subkortikal sehingga mengontrol keseimbangan dan gerakan bilateral tubuh dan otot-otot proksimal untuk menghasilkan umpan balik reaktif yang dikendalikan oleh koordinasi motorik (Kim et al., 2011). Penelitian Ford et al.(2010) membuktikan bahwa RAS dapat meningkatkan kecepatan berjalan, stride length dan cadence pada pasien Parkinson. 6.4 Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dalam Meningkatkan Keseimbangan Berdiri daripada Pelatihan RAS pada Pasien Pascastroke Hasil analisis dengan menggunakan Independent t-test terhadap hasil penelitian keseimbangan berdiri pada post-test VCT dengan post-test RAS, didapatkan hasil p = 0,829 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara post-test pelatihan VCT dibandingkan dengan pelatihan RAS dalam meningkatkan keseimbangan berdiri pasien pascastroke. Peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan VCT dan pelatihan RAS tidak berbeda signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dikarenakan adanya karakteristik sampel yang mempunyai riwayat usia rerata diatas 50 tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi keseimbangan berdiri adalah usia. Pada saat usia lanjut terjadi disebabkan oleh berkurangnya sel reseptor pada organ vestibuler, gangguan persepsi sensorik, berkurangnya kekuatan otot dan meningkatnya waktu yang diperlukan untuk bereaksi. Gangguan keseimbangan pada usia lanjut dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas fisik (Kalish et al., 2011).

101 83 Penyebab lain tidak adanya perbedaan adalah adanya kelemahan otot yang terjadi pada pasien stroke yang terkena hemiparesis. Gangguan pada kontrol terhadap range of motion, tonus, kekuatan dan otot-otot dapat menyebabkan gangguan kontrol postural. Pada pasien hemiparetik, kelemahan dan gangguan kontrol terhadap otot-otot tungkai bawah yang terkena dapat menyebabkan berkurangnya range of motion dan nyeri yang timbul dapat menyebabkan perubahan pada base of support (de Oliveira et al., 2008). Karakteristik sampel yang mempunyai riwayat sakit lebih dari 4 tahun sejumlah 45,5% juga dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan. Pada fase akut dan sub akut, khususnya pada 3 bulan pertama pascastroke, perubahan fisiologis menuju ke recovery spontan pada otot-otot kaki yang paresis dapat meningkatkan keseimbangan (de Oliviera et al., 2008). Gangguan pada kontrol postural adalah penyebab utama dari gangguan mobilitas pada pasien pascastroke yang disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara motorik, sensorik dan gangguan kognitif (Haart et al., 2004). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian van Peppen et al.(2006) membuktikan bahwa terapi visual feedback dibandingkan dengan terapi konvensional menunjukkan efek nilai tambah tidak signifikan secara statistik pada distribusi berat tubuh diantara kaki yang paresis dan non paresis (van Peppen et al.,2006).

102 Pelatihan VCT Tidak Berbeda Signifikan dalam Meningkatkan Kemampuan Fungsional Berjalan daripada Pelatihan RAS pada Pasien Pascastroke Hasil analisis dengan menggunakan Independent t-test terhadap hasil penelitian fungsional berjalan pada post-test VCT dengan post-test RAS, didapatkan hasil p =0,308 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara post-test pelatihan VCT daripada dengan pelatihan RAS dalam meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pasien pascastroke. Peneliti menyimpulkan bahwa pelatihan VCT dan pelatihan RAS tidak berbeda signifikan dalam meningkatkan fungsional berjalan dikarenakan adanya karakteristik sampel yang mempunyai riwayat sakit lebih dari 4 tahun sejumlah 45,5% dan usia rerata diatas 50 tahun sehingga proses pemulihannya berjalan lambat serta waktu yang diberikan tidak panjang hanya 6 minggu padahal untuk pemulihan stroke membutuhkan waktu pemulihan yang panjang untuk pemulihan yang signifikan. Sebagian besar perbaikan neurologis terjadi dalam 1 3 bulan pertama terkena serangan stroke, setelah masa ini perbaikan terjadi lebih lambat dapat hingga 1 tahun. Perbaikan fungsional pada pasien stroke dipengaruhi oleh usia dan derajat beratnya stroke. Sesuai dengan penelitian Teasell dan Hussein,(2014) yang membuktikan pada 92 pasien pascastroke dengan rerata usia 67,5 tahun mengalami pemulihan cepat pada 6 bulan pertama, lalu pemulihan menjadi tidak signifikan pada setelah 6 bulan (Teasell dan Hussein, 2014).

103 Kelemahan Penelitian Beberapa kelemahan yang dijumpai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masih adanya rasa khawatir, ketakutan dan kurang percaya diri pasien saat diambil gambar dengan handycam pada waktu dilakukannya pengukuran keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan sehingga memungkinkan belum optimalnya kemampuan pasien pascastroke melakukan keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan 2. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian kurang panjang karena membutuhkan waktu lebih dari dua bulan untuk membuktikan peningkatan keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan yang optimal pada pasien pascastroke 3. Karakteristik sampel didominasi dengan pasien yang mempunyai riwayat sakit stroke lebih dari 4 tahun dan usia reratanya diatas 50 tahun sehingga proses pemulihan fungsionalnya berjalan lambat 4. Alat ukur yang digunakan sederhana sehingga sensitifitasnya terbatas

104 86 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarakan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelatihan VCT tidak berbeda signifikan dalam meningkatkan keseimbangan berdiri daripada pelatihan RAS pada pasien pascastroke 2. Pelatihan VCT tidak berbeda signifikan dalam meningkatkan fungsional berjalan daripada pelatihan RAS pada pasien pascastroke 7.2 Saran Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah: 1. Sebaiknya mengambil gambar dengan menggunakan CCTV saat melakukan pengukuran keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan, sehingga pasien lebih percaya diri dan tidak cemas saat dilakukan pengukuran. 2. Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan waktu yang lebih lama agar lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan berdiri dan kemampuan fungsional berjalan pada pasien pascastroke 3. Masih perlu dilakukan penelitian lain sebagai lanjutan dari penelitian ini guna melengkapi dan mengkonfirmasi hasil temuan dari penelitian ini di masa yang akan datang 86

105 87 DAFTAR PUSTAKA Amatachaya, S., Keawsutthi, M., Amatachaya, P., Manimmanakorn, N Effects of External Cues on Gait Performance in Independent Ambulatory Incomplete Spinal Cord Injury Patients. Spinal Cord. 47: Amenguel, J. L., Rojo, N., De Las Heras, M. V., Marco-Pallares, J., Grau- Sanchez, J., Schneider, S., Rodriguez-Fornell, A Sensorimotor Plasticity After Musis-Supported Therapy in Chronic Stroke Patients Revealed by Transcranial Magnetic Stimulation. PLOS ONE, 8: 1-10 Azulay, J. P., Mesure, S., Blin, O Influence of Visual Cues on Gait in Parkinson s Disease: Contribution to Attention or Sensory Dependence? Journal of the Neurological Science 248 : Balasubramanian, C. K., Bowden, M. G., Neptune, RR., Kautz, SA Relationship between Step Length Asymmetry and Walking Performance in Subjects with Chronic Hemiparesis. Arch Phys Med Rehabil vol 88 Bank, P.J.M., Roerdink, M., Peper, C.E Comparing the Efficacy of Metronome beeps and stepping stones to adjust gait: Steps to Follow!. Exp Brain Res. 209: Baram, Y Virtual Sensory Feedback For Gait Improvement In neurological pattern. Frontiers in Neurology. 4:1-4 Belda-Lois, J. M et al., Rehabilitation of Gait After Stroke: a Review Towards a Top-Down Approach. Journal of Neuroengineering and Rehabilitation: 1-14 Bogey, R Gait Analysis. Last Updated : 29 april Diunduh tanggal 27 Februari Available at : emedicine.medscape.com/article/ overview.html Bonan, I.V., Yelnik, A.P., Colle, F.M., Michaud, C., Normand, E., Panigot, B., Roth, P., Guichard, J.P., Vicaut, E Reliance On Visual Information After Stroke. Part II: Effectiveness OF A Balance Rehabilitation Program With Visual Cue Deprivation After Stroke: A Randomized Controlled Trial. Arch Phys Med Rehabil. 85: 274 Boudarham, J., Roche, N., Pradon, D., Bonnyaud, C., Bensmail, D., Zory, R Variations in Kinematics during Clinical Gait Analysis in Stroke Pasien. PloS ONE. 8(6): 1 87

106 88 Cameron, M.H., Monroe, L Physical Rehabilitation for the Physical Therapist Assistant. Esevier Saunders. (Diunduh Tanggal 15 Januari 2015). Available at: cover#v=onepage&q&f=false Cha, Y., Kim, Y., Chung, Y Immediate Effects of Rhytmic Auditory Stimulation with Tempo Changes on Gait in Stroke Patients. J. Phys. Ther. Sci. 26: De Oliveira, C.B., de Medeiros, I.R.T., Frota, N.A.F.,Greters, M.E., Conforto, A.B Balance Control in Hemiparetic Stroke Patients: Main Tools for Evaluation. Journal of Rehabilitation Research and Development 45(8): del Olmo, M.F., Cudeiro, J A Simple Procedure Using Auditory Stimuli to Improve Movement in Parkinson s Disease: A Pilot Study.Neurology and Clinical Neurophysiology 2003:2 Dobkin, B.H Rehabilitation After Stroke. N Engl J med ;16:1677 Eng, J.J., Tang, P.F Gait Training Strategis to Optimize Walking Ability in People with Stroke: A Synthesis of The Evidence. Expert Rev Neurother 2007; 7(1): Esi, R.S, Akbar, M., Muis, A., Kaelan, C., Goysal, Y Pengaruh Brainwave Entrainment Dengan Stimulasi Auditory Terhadap Luaran Klinis Penderita Stroke Iskemia akut. (Diunduh 7 Januari2015). Available from : 0.pdf Haart D.M., Geurts A.C., Huidekoper S.C., Fasotti L., Van Limbeek J., Recovery of Standing balance in postacute stroke patients: a rehabilitation cohort study. Arch Phys Med Rehabil ;85: Hadi-martono, H Penatalaksanaan Stroke sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik, In: Boedhi-darmojo, R., Hadi-martono,H., editors. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.p Hartwig, M., Penyakit serebrovaskuler, In: Price, S.A., Wilson, L.M.,editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC.p

107 89 Heeren A., van Ooijen M., Geurts A.C., Day, B.L., Janssen, T.W.J., Beek, P.J., Roerdink, M., Weerdesteyn, V Step by Step: A Proof of Concept Study of C-Mill Gait Adaptability Training in The Chronic Phase After Stroke. J Rehabil Med ; 45: Higuchi Visuomotor Control Of Human Adaptive Locomotion: Understanding The Anticipatory Nature. Frontiers in Psycology; 4:1 Hollands, K.L., Pelton, T., Wimperis, A., Whitham, D., Jowett, S., Sackley, C., Alan, W., Vliet, P.V Visual cue training to improve walking and turning after stroke: a study protocol for a multi-center, single blind randomised pilot trial. Trial; 14:276 Houdjik, H., Van Ooijen, M.W., Kraal, J.J., Wiggerts, H.O., Polomski, W., Janssen, T.W.J., Roerdink, M Assessing Gait Adaptability in People With a Unilateral Amputation on An Instrumented Treadmill with A Projected Visual Context. Phys Ther; 92: Irfan, M Fisioterapi bagi Insan Stroke. Edisi Pertama. Jogjakarta; Graha Ilmu.p Joshi, J., Kotwal, P Essentials of Orthopedics and Applied Physiotheraphy. Elsevierr. ( diunduh Tanggal 16 Januari 2015). Available at: evaluation+of+a+clinical+method+of+gait+analysis&hl=en&sa=x&ei =3nW4VLrxGMOLuwSA8ID4Bg&redir_esc=y#v=onepage&q=evalua tion%20of%20a%20clinical%20method%20of%20gait%20analysis&f =false Jung, J., Cho, K., Shim, S., Yu, J., Kang, H The effect of Integrated Visual and Auditory Stimulus Speed on Gait of Individuals with Stroke. J. Phys. Ther. Sci; 24: Kalisch, T., Kattenstroth, Jan-Christoph., Noth, S., Tegenthoff, M., Dinse, H.R Rapid Assessment of Age-Related Differences in Standing Balance. Journal of Aging Research;2011:1 Kall, L.B., Nilsson, A.L., Blomstrand, C., Pekna, M., Pekny, M., Nilsson, M The Effect Of A Rhytm And Music-Based Therapy Program and Therapeutic Riding in Late Recovery Phase Following Stroke: A Study Protocol For A Three-Armed Randomized Controlled Trial. BMC Neurology; 12:141

108 90 Keen, M Early Development and Attainment of normal Mature gait. Journal of Prosthetics and orthotics ; 5(2) : p35. Diunduh tanggal 27 februari Available at: Kemenkes RI Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (Diunduh Tanggal 10 Januari 2015). Available From: esdas2013.pdf Kim, S. J., Kwak, E.E., Park, S. P., Cho, S. R Differential effects of rhythmic auditory stimulation and neurodevelopmental treatment/ Bobath on gait patterns in adults with cerebral palsy: a randomized controlled trial. Clinical Rehabilitation 26 (10): Kwak, E.E Effect of Rhytmic Auditory Stimulation on Gait Performance in Children with spastic Cerebral Palsy. Journal of Music Theraphy, XLIV(3), Lewek, M.D., Feasel J, Wentz E, Brooks FP, Whitton MC Use Of Visual and Proprioceptive Feedback To Improve Gait Speed And Spatiotemporal Symmetry Following Chronic Soke: A Case Series. Phys Ther; 92(5): Limyati, Y., Widjajalaksmi, Mistivani, I., Shanti, M., Sukandar, H Manfaat Latihan Stimulasi Ritmik Sistem Pendengaran terhadap Pola dan kemampuan Berjalan Pasien Hemiparesis Pascastroke. J Indon Med Assoc; 62: 183 Lord, S., Rochester, L Walking in The Real Word: Concepts Related To Functional Gait. NZ Journal of Physiotheraphy; 5(3): Mackay, J., Mensah, G.A The Atlas of Heart Disease and Stroke. WHO collaboration with the CDC. (Diunduh Tanggal 8 Januari 2015). Available From: Morris, M.E., Iansek, R., Matyas, T.A., Summers, J.J Stride Length regulation in Parkinson s Disease Normalization Strategies and Underlying Mechanisms. Brain; 119: Muto, T., Herzberger, B., Hermsdoerfer, Miyake, Y., Poeppel, E Interaktive Cueing With Walk-Mate For Hemiparetic Stroke Rehabilitation. Journal Of NeuroEngineering and Rehabilitation; 9:58

109 91 Obembe, A.O., Olaogun, M.O.B., Adedoyi, R.A Differences In Gait Between Haemorrhagic And Ischemic Stroke Survivors. Jounal of Medicine and Medical Sciences 3(9): Peurala, S.H., Karttunen, A.H., Sjὅgren, T., Paltamaa, J., Heinonen, A Evidence For The Effectiveness Of Walking Training On Walking And Self-care After Stroke: A Systematic Review And Meta-Analysis Of Randomized Controlled Trials. J Rehabil Med; 46: Pocock, S.J Clinical Trials A Practical Approach. John Willey & Son Ltd, England Ranakusuma, T.A.S Penatalaksanaan Kedaruratan dan Hipertensi pada Stroke Akut, dalam: Hakim, M., Ramli, Y., dkk., editors. Updates in Neuroemergencies II. 1 th ed. Jakrta: Gaya baru.p Reynolds, R.F., Day, B.L Visual Guidance of The Human Foot During a Step. J Physiol; 592.2: Roerdink, M., Lamoth, C.J.C., Kwakkel, G., vanwieringin, P.C.W., Beek, P.J Gait Coordination After Stroke: Benefit of Acoustically Paced Treadmill Walking. PHYS THER. 2007; 87: Roerdink, M., Bank, P.J.M., Peper, C.L.E., Beek, P.J Walking to The Beat of Different Drum: Practical Implications for The Use of Acoustic Rhythms in Gait Rehabilitation. Gait & Posture; 33: Salzman B., Jefferson T Gait and Balance Disoerder in Older Adullts. American Family Physician; (82): Sejdic, E., Fu, Y., Pak, A., Fairley, J.A., Chau, Tom. (2012). The Effects of Rhytmic Sensory Cues on The Temporal Dynamics of Human Gait. PloS ONE; 7(8) Setyopranoto, S Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 38(4): 247 Sibley, K. M. et al., 2015 Recommendations for a Core Outcome Set for Measuring Standing Balance in Adult Populations: A Consensus-Based Approach. PLOS ONE:1-20 Sidaway B., Anderson J., Danielson G., Martin L., Smith G Effects of Long-Term Gait Training Using Visual Cues in an Individual With Parkinson Disease. PHYS THER 86: Sidaway, B., Anderson, J., Danielson, G., Martin, L., Smith, G. (2006). Effects of Long-Term Gait Training Using Visual Cues in An Individual with Parkinson disease. PHYS THER; 86(2):

110 92 Singleton, S.J., Keating, S.E., McDowell, S.L., Coolen, B.A, Wall, J.C Predicting Step Time from Step Length and Velocity. Australian Journal of physiotherapy 38: Tanaka T., Kojima S., Takede H., Ino S., Ifukube T The Influence of Moving Auditory Stimuli on Standing Balance in Adults and The Elderly. Ergonomics: 44(15): Tao W., Liu T., Zheng R, Feng H Gait Analysis Using Wearale Sensors. Sensors (12): 2257 Teasel R., Hussein N Brain Reorganization, recovery and Organized Care. Stroke Rehabilitation Clinician Handbook. Diunduh tanggal 1 Juli Available at: Reorganization Thaut, M.H., Leins, R.R., Argstatter, H., Kenyon, G.P., McIntosh, G.C., Bolay, H.V., Fetter, M Rhytmic Auditory Stimulation Improves Gait More Than NDT/Bobath Training in Near-Ambulatory Patients Early Poststroke: Single-Blind, Randomized Trial. Neurorehabil Neural Repair; 21(5) Thaut, M.H., McIntosh, G.C., Rice, R.R Rhytmic Facilitation of Gait Training in Hemiparetic Stroke Rehabilitation. Journal of The Neurological Sciences. 151: Thaut M.H., McIntosh, G.C., Rice, R.R., Miller, R.A., Rathbun, J., Brault, J.M Rhytmic Auditory Stimulation in Gait Training for Parkinson s Disease Patients. Movement Disorders 11(2): Thompson, D Stride analysis. Update 24 April Diunduh26 februari Available at : Torres-Oviedo, G., Bastian, A.J Seeing is Believing: Effects of Visual Contextual Cues on Learning and Transfer of Locomotor Adaptation. The Journal of Neuroscience (50): Van Peppen, R. P. S., Kortsmit, M., Lindeman, E., Kwakkel, G Effects of Visual Feedback Therapy on Postural Control in Bilateral Standing After Stroke: A Systematic Review. J. Rehabil Med 38: 3-9 Webster, B.R., Celnik, P.A, Cohen, L.G Nonivasve Brain Stimulation In Stroke Rehabilitation. The Journal of the American Society for Experimental NeuroTherapeutics;(3):

111 93 Winter, D.A., Patia, A.E., Frank, J.S., Walt, S.E Biomechanical Walking Pattern Changes in Th Fit and Healthy Elderly. Physical Therapy; 70(6): Wright, R.L., Masood, A., MacCormac, E.S., Pratt, D., Sackley, C.M., Wing, A.M Metronome-Cued Stapping in Place after Hemiparetic Stroke: Comparison of a One- and Two-Tone Beat. ISRN Rehabilitation volume Yavuzer, M.G Walking After Stroke: Intervention to Restore Normal Gait Pattern. Pelikan Publication. (Diunduh Tanggal 8 januari 2015). Available From: c

112 LAMPIRAN 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER FISIOLOGI OLAHRAGA-FISIOTERAPI Jalan Panglima Besar Sudirman Denpasar-Bali Telepon/Fax : /(0361) Web : Penelitian tentang Pelatihan Visual Cue Training (VCT) Meningkatkan Keseimbangan Berdiri dan Fungsional Berjalan Lebih Baik Daripada Rhytmic Auditory Stimulation (RAS) pada Pasien Pascastroke Informed Consent Yth Bapak/Ibu, sehubungan dengan diadakannya penelitian tentang manfaat pelatihan VCT dan RAS terhadap peningkatkan keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan pada pasien pascastroke di Sasana Husada Stroke Service Group Tahun 2015, maka akan dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Bapak/Ibu. Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini diharapkan agar dapat mengetahui tingkat keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan yang sangat bermaanfaat untuk mengoptimalkan kemampuan secara mandiri dalam melakukan aktivitas seharihari. Bapak/Ibu akan diwawancara, dilakukan pemeriksaan fisik dan observasi. Pada saat wawancara Bapak/Ibu diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan dari tim peneliti. Pada awalnya Bapak/Ibu diminta untuk menjawab data diri, riwayat stroke, jenis stroke, faktor resiko, pemeriksaan kognitif, pemeriksaan

113 tingkat keparahan stroke, pertanyaan mengenai aktivitas Bapak/Ibu sehari-hari, dan dilakukan wawancara untuk mengetahui daya ingat, tingkat kecemasan dan kondisi mental Bapak/Ibu. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah dengan alat sphygmomanometer, nadi dan frekuensi pernafasan dan terakhir dilakukan tes atau pemeriksaan tingkat keseimbangan berdiri dan fungsional berjalan. Dengan demikian Bapak/Ibu bisa mengetahui kemampuan fungsional dan kesehatan fisik, kesehatan mental, fungsi kognitif pada umumnya, serta tingkat keseimbangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada khususnya. Hasil wawancara dan pemeriksaan fisik akan kami pergunakan untuk analisis penelitian kami untuk kepentingan tindak penanganan atas problematika yang dialami oleh pasien pascastroke. Hasil tersebut akan menjadi informasi untuk keperluan ilmiah dan akan dijaga kerahasiaannya. Kegiatan ini bersifat sukarela tanpa ada paksaan, Bapak/Ibu bebas menolak ikut dalam penelitian ini. Bila Bapak/Ibu telah memutuskan untuk ikut, juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas atau adanya keluhan Bapak/Ibu dapat berhubungan dengan tim peneliti. Segala tindak lanjut dalam penelitian ini apabila memerlukan penjelasan dan hal yang diperlukan, anda dapat menghubungi : Jerry Maratis ( )

114 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER FISIOLOGI OLAHRAGA-FISIOTERAPI Jalan Panglima Besar Sudirman Denpasar-Bali Telepon/Fax : /(0361) Web : SURAT PERSETUJUAN BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Usia : Jenis kelamin : Pekerjaan : Alamat : Setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan yang diperlukan maka saya telah memahami dan menyadari adanya manfaat dan resiko penelitian yang berjudul : PENELITIAN TENTANG PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING (VCT) MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN LEBIH BAIK DARIPADA RHYTMIC AUDITORY STIMULATION (RAS) PADA PASIEN PASCASTROKE Dan saya menyatakan bersedia berpartisipasi sebagai subjek penelitian (sampel) tersebut dan akan mematuhi ketentuan dan prosedur penelitian yang sudah saya pahami. Dengan catatan apabila di kemudian hari saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun maka saya berhak membatalkan peran saya dalam penelitian ini. Jakarta, 2015 Yang menyetujui Subjek penelitian Mengetahui Peneliti pelaksana (...) Saksi pihak subjek penelitian (...) Saksi pihak peneliti (...) (...)

115 LAMPIRAN 2 Form Assesment Data Diri dan Riwayat Pasien DATA DIRI SUBJEK PENELITIAN Nomor responden : Tanggal periksa : Nama pasien : Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *) Tempat dan tanggal lahir (usia) : Hobi : Pendidikan : Riwayat pekerjaan : A. Tipe Stroke : a. Iskemik b. Haemoragik c. Perdarahan Subarachnoid (PSA) d. Lain-lain (tidak diketahui) C. Stroke ke : a. Pertama b. Kedua c. Ketiga atau lebih E. Riwayat stroke : a. < 3 bulan yang lalu b. 3 6 bulan yang lalu c bulan yang lalu d. 1 2 tahun yang lalu e. 2 4 tahun yang lalu f. > 4 tahun yang lalu B. Topis/area lesi : a. Kortikal b. Subkortikal c. Brainstem d. Cerebellar e. Lain-lain (tidak diketahui) D. Jenis lateralisasi stroke : a. Monoparese Kanan b. Monoparese Kiri c. Hemiparese kanan d. Hemiparese kiri

116 LAMPIRAN 3 FORM OBSERVASI Mini Mental State Examination (MMSE) Nama Pasien : Dokter : Tanggal Pemeriksaan : Fisioterapi : Variable Score Normal Orientasi Sekarang Tahun berapa? 1 Musim apa? 1 Tanggal berapa? 1 Hari apa? 1 Saat ini Kita di negara mana? 1 Provinsi mana? 1 Kota mana? 1 Rumah sakit mana? 1 Registrasi Score Pasien Sebut nama 3 benda, dengan selang waktu masing-masing 1 (satu) detik, kemudian 3 klien diminta menyebut ketiga nama benda tadi. Tiap jawaban yang benar diberi nilai 1 Perhatian dan Berhitung Kelipatan tujuh, beri satu nilai untuk jawaban yang benar. 5 Hentikan setelah lima jawaban... Menyebut kembali (recall). Penderita diminta menyebut 3 nama tiga benda pada pertanyaan nomor 3 (tiga) Bahasa Tunjukkan sebuah pensil dan arloji. Penderita diminta 2 menyebut nama kedua benda tadi... Penderita diminta mengulang kata anu, tetapi... 1

117 Penderita diminta untuk mengikuti perintah tiga langkah kaki, letakkan kertas itu ditangan kananmu, lipat kertas itu ditangan kananmu, lipat kertas tadi menjadi setengahnya, kemudian letakkan dilantai... Penderita diminta membaca tulisan berikut dan kemudian mematuhinya: TUTUPLAH MATA ANDA... Penderita diminta menulis kalimat yang dipilihnya sendiri. Kalimat harus berisi subjek dan objek agar mempunyai arti. Abaikan bila ada kesalahan... Penderita diminta menggambar kembali dari segilima berikut. Apabila semua sisi dan sudut sisi segi empat tergambar, beri nilai TOTAL SCORE 30 Pedoman skor kognitif global (secara umum) Nilai : : Normal Nilai : : Probable gangguan kognitif Nilai : 0 16 : Definite gangguan kognitif Catatan : dalam membuat penilaian fungsi kognitif harus diperhatikan tingkat pendidikan dan usia responden Alat bantu periksa : Siapkan kerta kosong, pensil, arloji, tulisan yang harus dibaca dan gambar yang harus ditiru / disalin.

118 LAMPIRAN 4 FORM OBSERVASI National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) Nama Pasien : Dokter : Tanggal Pemeriksaan : Fisioterapi : DATA PEMERIKSAAN NIHSS SCALE No Category Deskriptif Skor TOTAL 1 Level kesadaran Alert 0 Drowsy 1 Stuporous 2 Coma 3 2 Pertanyaan level kesadaran (bulan, umur) Kedua jawaban benar 0 Satu jawaban benar 1 Kedua jawaban salah 2 3 Perintah level kesadaran (membuka-menutup Mengikuti kedua perintah 0 kedua mata, menggenggam dan melepas tangan) dengan baik Mengikuti satu perintah 1 dengan baik Tidak mengikuti kedua 2 perintah 4 Pandangan (mengikuti gerakan jari) Normal 0 Lemah sebagian pandangan 1 Adanya deviasi 2 5 Penglihatan (melihat suatu bidang) Tdak ada kehilangan penglihatan 6 Kelumpuhan wajah (menunjukkan gigi, mengangkat alis,mengerutkan wajah) 7 Motorik lengan kiri (mengangkat 90, tahan selama 10 detik) 8 Motorik lengan kanan (mengangkat 90, tahan selama 10 detik) 9 Motorik tungkai kiri (mengangkat 30, tahan 5 detik) Hemianopia sebagian 1 Hemianopia komplit 2 Hemianopia bilateral 3 Normal 0 Sedikit 1 Sebagian 2 Komplit 3 Tidak jatuh ketika menahan 0 Jatuh ketika menahan 1 Tidak bisa melawan gravitasi 2 Tidak ada usaha melawan 3 gravitasi Tidak ada gerakan 4 Tidak jatuh ketika menahan 0 Jatuh ketika menahan 1 Tidak bisa melawan gravitasi 2 Tidak ada usaha melawan 3 gravitasi Tidak ada gerakan 4 Tidak jatuh ketika menahan 0 Jatuh ketika menahan 1 Tidak bisa melawan gravitasi 2 Tidak ada usaha melawan 3 gravitasi Tidak ada gerakan 4 0

119 10 Motorik tungkai kanan (mengangkat 30, tahan 5 detik Tidak jatuh ketika menahan 0 Jatuh ketika menahan 1 Tidak bisa melawan gravitasi 2 Tidak ada usaha melawan 3 gravitasi Tidak ada gerakan 4 11 Ataksia (jari-hidung, tumit-shin) Tidak ada kelainan 0 Ada pada satu anggota tubuh 1 Ada pada dua anggota tubuh 2 12 Sensoris Normal 0 Hilang sebagian 1 Hilang parah 2 13 Pengabaian (tes secara simultan) Tidak ada pengabaian 0 Pengabaian sedikit 1 Pengabaian komplit 2 14 Dysarthria (kejelasan berbicara untuk kata Artikulasi normal 0 mama, baseball, huckle berry, tip-top, fiftyfifty) Dysarthria level ringan hingga 1 (lih. Lampiran II) sedang Mendekati tidak ada artikulasi 2 15 bahasa (menyebutkan nama benda, menjelaskan gambar) (lih. Lampiran II) TOTAL atau lebih parah Tidak ada aphasia 0 Aphasia level ringan hingga 1 sedang Aphasia level berat 2 Keterangan Hasil Pemeriksaan NIHSS: Jumlah nilai: 0-42 Batasan Nilai: Nilai<5 Nilai5-15 Nilai Nilai>25 :derajat ringan :derajat sedang :derajat berat :derajat sangat berat

120 LAMPIRAN 5 FORM OBSERVASI BERG BALANCE SCALE Nama Pasien : Dokter : Tanggal Pemeriksaan : Fisioterapi : GERAKAN Duduk ke berdiri Berdiri tanpa bantuan Duduk tanpa bantuan Berdiri ke duduk Transfers Berdiri dengan mata tertutup NILAI time 0 = butuh bantuan maksimal untuk berdiri 1 = butuh bantuan minimal untuk berdiri atau stabilisasi 1 2 = mampu berdiri menggunakan bantuan kedua 2 tangan, dengan bantuan minimal 3 = mampu berdiri mandiri dengan bantuan kedua 3 tangan 4 = mampu berdiri tanpa bantuan kedua tangan dan 4 mampu stabilisasi 0 = tidak mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan 1 = butuh beberapa kali percobaan untuk berdiri 30 1 detik 2 = mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan 2 3 = mampu berdiri selama 2 menit dengan penjagaan 3 4 = mampu berdiri dengan aman selama 2 menit 4 0 = tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik 1 = mampu duduk selama 10 detik 1 2 = mampu duduk selama 30 detik 2 3 = mampu duduk selama 2 menit dengan penjagaan 3 4 = mampu duduk dengan aman selama 2 menit 4 0 = butuh bantuan ke duduk 1 = duduk mandiri tetapi tidak terkontrol 1 2 = menggunakan tungkai belakang terhadap kursi 2 untuk mengontrol duduk 3 = mengontrol duduk dengan kedua tangan 3 4 = duduk dengan aman dengan bantuan minimal tangan 4 0 = butuh 2 orang sebagai pembantu atau penjaga agar aman 1 = hanya butuh 1 orang saja 1 2 = mampu transfer dengan arahan kata-kata tidak 2 dengan/dengan penjagaan 3 = mampu transfer aman dengan bantuan tangan 3 4 = mampu transfer ama dengan bantuan minimal 4 tangan 0 = butuh bantuan untuk menghindari jatuh 1 = tidak mampu dengan mata tertutup selama 3 detik 1 tetapi mampu tetap berdiri aman 2 = mampu berdiri selama 3 detik 2 3 = mampu berdiri selama 10 detik dengan penjagaan 3 score

121 Berdiri dengan kedua kaki sejajar Meraih benda dengan lengan terulur kedepan Mengambil benda dilantai dari posisi berdiri Memutar balik melihat kebelakang Berputar 360 derajat Bertumpu satu kaki pada stool 4 = mampu berdiri dengan aman selama 10 detik 4 0 = butuh bantuan untuk mengatur posisi dan tidak mampu menahan selama 15 detik 1 = butuh bantuan untuk mengatur posisi tetapi mampu 1 menahan berdiri sejajar selama 15 detik 2 = butuh bantuan untuk mengatur posisi tetapi tidak 2 dapat bertahan selama 30 detik 3 = mampu memposisikan sejajar dan berdiri selama 1 3 menit dengan penjagaan 4 = mampu memposisikan sejajar dan berdiri aman 4 selama 1 menit 0 = kehilangan keseimbangan ketika mencoba/ butuh bantuan 1 = mampu menjangkau tapi butuh penjagaan 1 2 = mampu menjangkau 5 cm (2 inci) 2 3 = mampu menjangkau 12 cm (5 inci) 3 4 = mampu menjangkau 25 cm (10 inci) 4 0 = tidak mampu mencoba/ butuh bantuan untuk mencegah hilangnya keseimbangan atau jatuh 1 = tidak mampu mengambil dan butuh penjagaan 1 ketika mencoba 2 = tidak mampu mengambil tetapi dapat menjangkau cm (1-2 inci) dari sandal dan menjaga tetap keseimbangan atau jatuh 3 = mampu mengambil sandal tetapi butuh penjagaan 3 4 = mampu mengambil semdal dengan aman dan 4 mudah 0 = buth bantuan untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh 1 = butuh penjagaan ketika berbalik 1 2 = hanya berputar ke samping saja tetapi dapat 2 menjaga keseimbangan 3 = melihat kebelakang dari satu sisi saja, menunjukkan 3 pergeseran yang lemah 4 = melihat kebelakang dari kedua sisi 4 0 = butuh bantuan ketika berputar 1 = butuh penjagaan yang dekat atau bantuan secara 1 verbal 2 = mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi 2 secara perlahan 3 = mampu berputar 360 derajat dengan aman able to 3 turn 360 pada satu sisi selama 4 detik atau kurang 4 = mampu berputar 360 derajat dengan aman dalam 4 waktu 4 detik atau kurang 0 = butuh bantuan untuk mencegah jatuh/ tidak mampu mencoba 1 = mampu melakukan 2 langkah dengan bantuan 1 minimal 2 = manpu melakukan 4 langkah tanpa bantuan dengan 2

122 Berdiri dengan salah satu kaki ada di depan Berdiri dengan satu kaki TOTAL penjagaan 3 = mampu berdiri mandiri dan 8 kali melangkah 3 dengan waktu > 20 detik 4 = mampu berdiri mandiri dan aman 8 kali melangkah 4 dengan waktu 20 detik 0 = kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau berdiri 1 = butuh bantuan untuk melangkah tetapi hanya 1 mampu bertahan 15 detik 2 = mampu melangkah kecil dan bertahan selama 30 2 detik 3 = mampu meletakkan satu kaki di depan mandiri dan 3 menahan selama 30 detik 4 = mampu able meletakkan satu kaki didepan 4 0 = tidak mampu mencoba dan butuh bantuan untuk mencegah jatuh 1 = mencoba mengangkat tungkai, tidak mampu 1 bertahan selama 3 detik, tetapi masih berdiri mandiri 2 = mampu mengangkat dan bertahan selama 3 detik 2 3 = mampu mengangkat dan bertahan selama 5-10 detik 3 4 = mampu mengangkat dan bertahan > 10 detik Interpetasi Hasil Total Skor : resiko jatuh rendah : resiko jatuh menengah 0-20 : resiko jatuh tinggi

123 LAMPIRAN 6 FORM OBSERVASI Manual Muscle Test (MMT) Nama Pasien : Dokter : Tanggal Pemeriksaan : Fisioterapi : Gerakan yang dihasilkan Skor Skor yang dicapai Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0 Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan 1 gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut. Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu 2 melawan gaya berat ( gravitasi ). Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 3 Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula 4 mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. Tidak ada kelumpuhan ( normal ). 5

124 LAMPIRAN 7 LEMBAR PENGUMPULAN DATA KESEIMBANGAN BERDIRI No. SAMPEL :. PERIODE PENGUKURAN :Sebelum/Sesudah UMUR : Tahun Tanggal :. STROKE SISI : Dextra/ Sinistra JUDUL PENELITIAN : Aplikasi Metode VCT/ RAS Meningkatkan Keseimbangan Berdiri dan Pola Berjalan Pasien Pascastroke. Penilaian Keseimbangan Berdiri dengan menggunakan Instrumen Single Limb Stance Test (SLST), diukur dengan memberikan skor pada waktu yang dapat dicapai individu untuk bertahan agar tetap seimbang. Waktu Yang Dicapai Skor Skor yang diperoleh Dapat mencapai > 10 detik 4 Dapat mencapai 5-10 detik 3 Dapat mencapai 3-4 detik 2 Dapat mencapai < 3 detik 1 Tidak mampu 0

125 LAMPIRAN 8 PETUNJUK PELAKSANAAN INSTRUMEN PENELITIAN GAIT CYCLE MEASUREMENT 1. Instrumen penelitian dinilai dalam bentuk skor dari 8 komponen, antara lain : I. PHASES OF GAIT CYCLE, diukur melalui Observasi Langsung dan dapat dibantu dengan Visible Video Recording dengan pemberian skor Sangat Kurang (SK) = 1, Kurang (K) = 2, Cukup (C)=3, Baik (B)=4, SangatBaik (SB)=5. Phases SK K C B SB Initial Contact Loading Response Mid Stance Terminal Stance Kontak awal dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan sisi depan telapak kaki Perpindahan berat badan kepada tungkai yang diamati dengan tumpuan pada sisi depan telapak kaki Bertumpu pada tungkai yang diamati dengan lutut sedikit fleksi serta masih menggunakan bantuan tungkai lainnya Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dan tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic cenderung pada sisi lateral kedua tungkai Kontak awal dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan sisi samping telapak kaki Perpindahan berat badan kepada tungkai yang diamati dengan tumpuan pada sisi samping telapak kaki Bertumpu pada tungkai yang diamati dengan lutut lurus tetapi masih menggunakan bantuan tungkai lainnya Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dan tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic cenderung pada salah satu tungkai Kontak awal dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan seluruh telapak kaki Perpindahan berat badan pada tungkai yang diamati dengan tumpuan pada sisi menyeluruh telapak kaki dengan lutut semi fleksi Bertumpu pada tungkai yang diamati dengan lutut lurus tanpa menggunakan bantuan tungkai lainnya tetapi terdapat semi fleksi pada hip Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi lateral telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai Kontak awal dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan tumit dengan lutut semi fleksi Perpindahan berat badan kepada tungkai yang diamati dengan tumpuan pada sisi menyeluruh telapak kaki dengan lutut lurus tanpa perubahan posisi kaki berlawanan Bertumpu pada tungkai yang diamati dengan lutut lurus tanpa menggunakan bantuan tungkai lainnya tanpa semi fleksi pada hip Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi depan telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai Kontak awal dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan tumit dengan lutut lurus Perpindahan berat badan kepada tungkai yang diamati dengan tumpuan pada sisi menyeluruh telapak kaki dengan lutut lurus mengangkat posisi kaki berlawanan Bertumpu pada tungkai yang diamati dengan lutut lurus tanpa menggunakan bantuan tungkai lainnya serta kepala, tubuh dan tungkai membentuk satu garis lurus Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi depan telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada tumit. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai

126 Pre Swing Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dan tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic cenderung pada sisi lateral kedua tungkai Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dan tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic cenderung pada salah satu tungkai Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi lateral telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi depan telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada seluruh telapak kaki. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai Bertumpu pada kedua tungkai, tungkai yang diamati dengan sisi depan telapak kaki, sedang tungkai lainnya pada tumit. Posisi kepala, postur dan pelvic berada satu garis lurus diantara kedua tungkai Phases SK K C B SB Initial Swing Mid Swing Terminal Swing Bertumpu pada tungkai lainnya dengan semi fleksi sedang tungkai yang diamati melakukan awalan ayunan dengan plantar fleksi dan inversi Bertumpu pada tungkai lainnya dengan semi fleksi sedang tungkai yang diamati pada posisi plantar fleksi dan inversi Kontak akhir dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan sisi depan telapak kaki Bertumpu pada tungkai lainnya dengan semi fleksi sedang tungkai yang diamati melakukan awalan ayunan dengan minimal dorsal fleksi dan inversi Bertumpu pada tungkai lainnya dengan semi fleksi sedang tungkai yang diamati pada posisi minimal dorsal fleksi dan inversi Kontak akhir dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan sisi samping telapak kaki Bertumpu pada tungkai lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati melakukan awalan ayunan dengan minimal dorsal fleksi dan inversi Bertumpu pada tungka lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati pada posisi minimal dorsal fleksi dan inversi Kontak akhir dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan seluruh telapak kaki Bertumpu pada tungkai lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati melakukan awalan ayunan dengan dorsal fleksi dan inversi Bertumpu pada tungkai lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati pada posisi dorsal fleksi dan inversi Kontak akhir dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan tumit dengan lutut semi fleksi Bertumpu pada tungkai lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati melakukan awalan ayunan dengan dorsal fleksi dan mid posisi telapak kaki Bertumpu pada tungkai lainnya dengan posisi lurus sedang tungkai yang diamati pada posisi dorsal fleksi dan mid posisi telapak kaki Kontak akhir dengan lantai pada tungkai yang diamati menggunakan tumit dengan lutut lurus KOMPONEN INDIKATOR NILAI STANDAR SK = < 40% Standar Step length Women = 2,2 feet (0,73 m). Men = 2,5 feet (0,83 m) II. STEP LENGTH III. STEP PERIOD IV. STRIDE LENGTH V. CYCLE TIME VI. VELOCITY VII. CADENCE VIII. STRIDE WIDTH K = 41% - 55% Standar C = 56% - 70% Standar B = 71% 85% Standar SB = 86% 100% Standar Ket : SK = Sangat Kurang,(Skor 1) K = Kurang, (Skor 2) C = Cukup (Skor 3) B = Baik (Skor 4) SB = Sangat Baik (Skor 5) Step Period = 2,06 s Normal stride length: (120 x 1.5)/120 = 1.5 m. Cycle Time = 1,03 s Velocity = Stride length (m) x Cadence (Step/min)/120 = 1,5m/s Natural cadence is about 120 steps/minute Stride Width = 5 cm (2 in) Sumber : Michael W Whittle Gait Analysis an introduction (2003).

127 LEMBAR PENGUMPULAN DATA No. SAMPEL :. PERIODE PENGUKURAN :Sebelum/Sesudah UMUR : Tahun Tanggal :. STROKE SISI : Dextra/ Sinistra JUDUL PENELITIAN : Aplikasi Metode VCT/ RAS Meningkatkan Keseimbangan Berdiri dan Pola Berjalan Pasien Pascastroke. PARAMETER PENGUKURAN ANALISA POLA BERJALAN I. PHASES OF GAIT CYCLE ( ) II. Gait Cycle SK (1) K (2) C (3) B (4) SB (5) Initial contact Loading response Mid stance Terminal stance Pre swing Initial swing Mid swing Terminal swing III. STEP LENGTH meter (..) IV. STEP PERIOD detik (..) V. STRIDE LENGTH meter (..) VI. CYCLE TIME detik (..) VII. VELOCITY m/detik (...) VIII. CADENCE langkah/menit (..) IX. STRIDE WIDTH meter (..) TOTAL POLABERJALAN NORMAL (I+II+III+IV+V+VI+VII+VIII) =(...)

128 FORM PENENTUAN DOSIS SEBELUM PELATIHAN VCT DAN RAS PARAMETER I II III IV V VI VII VIII IX STEP LENGTH STEP PERIOD STRIDE LENGTH CYCLE TIME VELOCITY CADANCE STRIDE WIDTH

129 Lampiran 9: Tabulasi dan Entry Data Hasil Penelitian A. Karakteristik Subjek Penelitian Menggunakan SPSS Versi 22 Keterangan dan Kode dalam variabel Usia : Tahun Hasil MMSE : Skor Jumlah Kunjungan : Frekuensi kunjungan terapi Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Hobi : 1. Olahraga 2. Hiburan 3. Masak 4. Baca 5. Lain-lain Pendidikan : 1. SD 2. SLT 3. SMU 4. Sarjana 5. Magister Pekerjaan : 1. PNS/Pensiunan 2. Ibu Rumah Tangga 3. Karyawan/Swasta 4. Guru/Konsultan 5. Lain-lain Tipe Stroke : 1. Iskemik 2. Hemoragik 3. PSA 4. Lain-lain Topis Lesi: 1. Kortikal 2. Subkortikal 3. Brainstem 4. Cerebellar 5. Lain-lain Stroke ke : 1. Pertama 2. Kedua 3. Ketiga atau lebih Jenis Lateralisasi : 1. Monoparese Kanan 2. Monoparese Kiri 3. Hemiparese Kanan 4. Hemiparese Kiri Riwayat Stroke : 1. < 3 bulan bulan bulan tahun tahun 6. > 4 tahun 126

130 No. Subjek a. Perlakuan 1 (VCT) Usia Data Numerik Hasil MMSE Hasil BBS Hasil NIHSS Hasil MMT Jenis kelami n Hobi Pendid ikan Data kategorik Pekerj aan Tipe stroke Topis Lesi Stroke ke Jenis Lateral isasi Riw. Stroke No. Subje k b. Perlakuan 2 (RAS) Usia Data Numerik Hasil MMS E Hasil BBS Hasil NIHS S Hasil MMT Jenis kela min Hob i Pendi dikan Pekerj aan Data kategorik Tipe stroke Topis Lesi Stroke ke Jenis Latera lisasi Riw. Stroke

131 B. Instrumen Penelitian Menggunakan Microsoft Excel 2007 KESEIMBANGAN BERDIRI (SLST) dan KEMAMPUAN FUNGSIONAL BERJALAN (GCM) a. Pre Test SLST Perlakuan 1 (VCT) No. Subjek Pre-Test- VCT-SLST b. Post Test SLST Perlakuan 1 (VCT) No. Subjek Post-Test- VCT-SLST c. Pre Test SLST Perlakuan 2 (RAS) No. Subjek Pre-Test- RAS-SLST

132 d. Post Test SLST Perlakuan 2 (RAS) No. Subjek Post-Test- RAS- SLST e. Pre Test GCM Perlakuan 1 (VCT) No. Parameter Pengukuran Analisa Pola Berjalan Total Subjek PGC STL STP SRL CLT VLT CDN SRW Skor f. Post Test GCM Perlakuan 1 (VCT) No. Parameter Pengukuran Analisa Pola Berjalan Total Subjek PGC STL STP SRL CLT VLT CDN SRW Skor

133 g. Pre Test GCM Perlakuan 2 (RAS) No. Parameter Pengukuran Analisa Pola Berjalan Total Subjek PGC STL STP SRL CLT VLT CDN SRW Skor h. Post Test GCM Perlakuan 2 (RAS) No. Parameter Pengukuran Analisa Pola Berjalan Total Subjek PGC STL STP SRL CLT VLT CDN SRW Skor C. Entry Data Variabel Instrumen Penelitian Menggunakan SPSS Versi 22 KESEIMBANGAN BERDIRI (SLST) No. Subjek (A) Pre-Test- VCT- SLST (B) Post-Test- VCT- SLST (C) Pre-Test- RAS- SLST (D) Post-Test- RAS- SLST

134 KEMAMPUAN FUNGSIONAL BERJALAN (GCM) No. Subjek (A) Pre-Test- VCT- GCM (B) Post- Test- VCT- GCM (C) Pre-Test- RAS- GCM (D) Post- Test- RAS- GCM

135 Lampiran 10 Analisis Data Hasil Penelitian Menggunakan SPSS Versi 22 A. Analisis Data Hasil Penelitian a. Variabel Karakteristik Subjek i. Data Numerik Analisis Deskriptif Frekuensi Usia Subjek1 SkorMM SE1 SkorBB S1 skorni HSS1 Statistics SkorMM T1 UsiaSubjek 2 SkorMMS E2 SkorBB S2 SkorNIHS S2 SkorMM T2 N Valid Missing Mean Median Mode a Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum a. Multiple modes exist. The smallest value is shown Analisis Deskriptif Eksplore Uji Normalitas Data Pasien Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. UsiaSubjek1VCT HasilSkorMMSE1VCT SkorBBS1VCT * SkorNIHSS1VCT * SkorMMT1VCT UsiaSubjek2RAS SkorMMSE2RAS SkorBBS2RAS * SkorNIHSS2RAS * SkorMMT2RAS *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig. SkorMMSE1dan SkorBBS1dan SkorNIHSS1dan SkorMMT1dan UsiaKelp1dan

136 UJI NON PAR Mann-Whitney Usia dan MMT MMSE1_2VCT_RAS Equal variances assumed Equal variances not assumed BBS1_2VCT_RAS Equal variances assumed Equal variances not assumed NIHSSP1_2VCT_RAS Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene's Test for Equality of Variances F Sig. t df t-test for Equality of Means Sig. (2- tailed) Mean Difference Std. Error Difference % Confidence Interval of the Difference Lower Upper

BAB I PENDAHULUAN. tahun semakin meningkat. Dampak lain dari tingginya prevalensi serangan stroke

BAB I PENDAHULUAN. tahun semakin meningkat. Dampak lain dari tingginya prevalensi serangan stroke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menuju ke penyakit degeneratif dan traumatik menyebabkan prevalensi serangan stroke dari tahun ke tahun semakin

Lebih terperinci

PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING

PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TESIS PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE JERRY MARATIS NIM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Berdiri 2.1.1 Pengertian Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statis atau dinamis, dengan menggunakan

Lebih terperinci

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA PELATIHAN METODE FELDENKRAIS UNTUK MENINGKATKAN WALKING VELOCITY PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA PELATIHAN METODE FELDENKRAIS UNTUK MENINGKATKAN WALKING VELOCITY PADA PASIEN PASCA STROKE PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA PELATIHAN METODE FELDENKRAIS UNTUK MENINGKATKAN WALKING VELOCITY PADA PASIEN PASCA STROKE Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program

Lebih terperinci

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE

PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE TESIS PELATIHAN METODE BOBATH LEBIH BAIK DARIPADA METODE FELDENKRAIS TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN PADA PASIEN PASCA STROKE ADITYA DENNY PRATAMA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lebih terperinci

AL UM ANISWATUN KHASANAH

AL UM ANISWATUN KHASANAH TESIS PENAMBAHAN SENAM OTAK PADA PROGRAM SKJ 2008 LEBIH MENINGKATKAN KOORDINASI ANTARA MATA DAN TANGAN DARIPADA SKJ 2008 PADA ANAK USIA 7 8 TAHUN DI SD NEGERI 3 SUMBERJO LAMPUNG TENGAH AL UM ANISWATUN

Lebih terperinci

I GUSTI PUTU ARTHA NIM

I GUSTI PUTU ARTHA NIM SKRIPSI PELATIHAN DENGAN PENDEKATAN METODE BOBATH LEBIH EFEKTIF DARI PADA PELATIHAN AKTIVITAS FUNGSIONAL UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI STATIK PADA PASIEN STROKE SUB AKUT I GUSTI PUTU ARTHA NIM

Lebih terperinci

DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE

DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE TESIS KOMBINASI MC.KENZIE DAN WILLIAM FLEXION EXERCISE TIDAK BERBEDA DENGAN PILATES EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN STATIS DAN FLEKSIBILITAS TRUNK PADA WANITA DEWASA TRI FARNIANTI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang, namun banyak orang dalam hidupnya tidak ingin menghabiskan kegiatan yang bersangkutan dengan nilai kesehatan. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter

Lebih terperinci

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP

INTERVENSI FOUR SQUARE STEP SKRIPSI INTERVENSI FOUR SQUARE STEP LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DINAMIS DARIPADA BALANCE STRATEGY EXERCISE PADA LANSIA DI KELURAHAN TONJA, DENPASAR TIMUR, BALI PUTU AYUNIA LAKSMITA KEMENTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke sebagaimana pernyataan Iskandar (2004) Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta membutuhkan

Lebih terperinci

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING TESIS KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT LUH ITA

Lebih terperinci

Oleh: Jerry Maratis*N. T. Suryadhi**Muhammad Irfan*** Program Studi Magister Fisiologi Olah Raga Universitas Udayana ABSTRAK

Oleh: Jerry Maratis*N. T. Suryadhi**Muhammad Irfan*** Program Studi Magister Fisiologi Olah Raga Universitas Udayana ABSTRAK PELATIHAN VISUAL CUE TRAINING TIDAK BERBEDA DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN DARIPADA PELATIHAN RHYTMIC AUDITORY STIMULATION PADA PASIEN PASCASTROKE Oleh: Jerry Maratis*N.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS

SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS SKRIPSI PERBEDAAN LATIHAN PLIOMETRIK DEPTH JUMP DAN JUMP TO BOX TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN LARI PADA PEMAIN SEPAK BOLA DI SMA N 1 MANGGIS I MADE HENDRA MEIRIANATA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial, dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

Jalan. Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali

Jalan. Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali PERBANDINGAN ANTARA VISUAL CUE TRAINING DAN RHYTHMIC AUDITORY STIMULATION DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN BERDIRI DAN FUNGSIONAL BERJALAN PADA PASIEN STROKE PASCATERAPI Jerry Maratis 1, N. T. Suryadhi

Lebih terperinci

pelayanan rawat jalan di klinik Sasana Husada Stroke Service dan Karmel subjek yang terdaftar awalnya sejumlah 36 orang pasien, subjek yang

pelayanan rawat jalan di klinik Sasana Husada Stroke Service dan Karmel subjek yang terdaftar awalnya sejumlah 36 orang pasien, subjek yang 86 5.2 Pembahasan 5.2.1 Kondisi Subjek Penelitian Subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah pasien sejumlah 32 orang pasca stroke yang telah melewati fase pasca akut mereka dan sedang menjalani periode

Lebih terperinci

KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE

KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE TESIS KOMBINASI LATIHAN STAR EXCURSION BALANCE DAN KINESIOLOGY TAPE LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN WOOBLE BOARD DAN KINESIOLOGY TAPE TERHADAP PERBAIKAN INSTABILITAS FUNGSIONAL PADA PERGELANGAN KAKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang

Lebih terperinci

PENGARUH HARMONISASI OTAK TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI PASIEN PASCA STROKE

PENGARUH HARMONISASI OTAK TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI PASIEN PASCA STROKE PENGARUH HARMONISASI OTAK TERHADAP PENINGKATAN KOORDINASI PASIEN PASCA STROKE NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : AYU MARTHA PRABAWATI J 120 100 001 PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED

PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED SKRIPSI PERBEDAAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED DENGAN POSITIONAL RELEASE TECHNIQUE DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PUTU MULYA KHARISMAWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh: LIDIA VALENTIN NIM.

SKRIPSI. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA FISIOTERAPI. Oleh: LIDIA VALENTIN NIM. SKRIPSI PEMBERIAN LATIHAN JALAN TANDEMLEBIH BAIK DARIPADA LATIHAN ONE LEGGED STANCE UNTUK MENINGKATKAN KESEIMBANGANDINAMIS PADA LANSIA DI BANJAR MUNCAN DESA KAPAL KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG Skripsi

Lebih terperinci

PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING)

PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING) SKRIPSI PEMBERIAN PELATIHAN KEKUATAN AYUNAN LENGAN (ARM SWING) DENGAN DUMBBELL MENINGKATKAN KECEPATAN LARI 100 METER PADA ATLET SPRINT SMK NEGERI 1 DENPASAR I PUTU GEDE ANGGA WINATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke

BAB I PENDAHULUAN. Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke kini telah menjadi perhatian dunia, menurut World Stroke Organization (WSO) telah menetapkan stroke sebagai wabah dunia. Angka kejadian stroke dunia saat ini

Lebih terperinci

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M

KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M TESIS KOMBINASI LATIHAN EKSENTRIK M.GASTROCNEMIUS DAN LATIHAN PLYOMETRIC LEBIH BAIK DARI PADA LATIHAN EKSENTRIK M.QUADRICEPS DAN LATIHAN PLYOMETRIC TERHADAP PENINGKATAN AGILITY PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu agar terwujud derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54 tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur 55-64 tahun. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Teori 1. Stroke Non Hemoragik Menurut kriteria WHO, stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis

Lebih terperinci

PENGARUH PEDAL EXERCISE

PENGARUH PEDAL EXERCISE SKRIPSI PENGARUH PEDAL EXERCISE DAN PEREGANGAN OTOT BETIS LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN NILAI AMBANG NYERI OTOT BETIS PADA PEMOTONG KAIN DI KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN NI PUTU AYU SASMITA SARI

Lebih terperinci

PELATIHAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK

PELATIHAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK TESIS PELATIHAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK 20 METER ENAM REPETISI EMPAT SET DAN LARI SAMBUNG BACK TO BACK 30 METER EMPAT REPETISI EMPAT SET MEMPERSINGKAT WAKTU TEMPUH LARI 80 METER SISWA PUTRA SMP DHARMA

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS INTERVENSI SLOW DEEP BREATHING EXERCISE DENGAN DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRE-HIPERTENSI PRIMER Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan menimbulkan gejala sesuai daerah otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu kondisi klinis yang berkembang dengan cepat akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah suatu keadaan akut yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011). Lebih ringkas,

Lebih terperinci

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL

SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN INTERVAL DAN LATIHAN FARTLEK DALAM MENINGKATKAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULER PADA PEMAIN BASKET PUTRA USIA 16-17 TAHUN I GUSTI NGURAH AGUS PUTRA MAHARDANA HALAMAN JUDUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kemajuan dibidang teknologi dan komunikasi menyebabkan perubahan gaya hidup manusia, dampak besar yang terjadi terlihat jelas pada status kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase tumbuh dan kembang setiap makhluk tersebut. Demikian pula dengan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia tumbuh

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT

PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT SKRIPSI PENAMBAHAN ISOMETRIK HAMSTRING MENINGKATKAN PANJANG LANGKAH PASIEN PEREMPUAN DENGAN OSTEOARTRITIS LUTUT OLEH : ENY SULISTINAWATI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING

ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING ABSTRAK KOMBINASI FOOT MUSCLE STRENGTHENING DAN KINESIOTAPING LEBIH BAIK DIBANDINGKAN DENGAN FOOT MUSCLE STRENGTHENING TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN DINAMIS PADA ANAK DENGAN FLEXIBLE FLATFOOT Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kelompok yang sama-sama mengalami kondisi stroke fase pemulihan walking

BAB IV METODE PENELITIAN. kelompok yang sama-sama mengalami kondisi stroke fase pemulihan walking BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental (experimental research). Dengan rancangan penelitian membandingkan dua kelompok yang sama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berusia 60 tahun keatas atau lanjut usia. Menurut United Nations

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berusia 60 tahun keatas atau lanjut usia. Menurut United Nations BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan usia harapan hidup berdampak pada peningkatan jumlah penduduk berusia 60 tahun keatas atau lanjut usia. Menurut United Nations tahun 2013, dunia

Lebih terperinci

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH SEPATU BERHAK WEDGE DAN NON-WEDGE TERHADAP GAIT DAN KESEIMBANGAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH SEPATU BERHAK WEDGE DAN NON-WEDGE TERHADAP GAIT DAN KESEIMBANGAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS PERBEDAAN PENGARUH SEPATU BERHAK WEDGE DAN NON-WEDGE TERHADAP GAIT DAN KESEIMBANGAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian Karya Tulis Ilmiah mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes 1 BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes (2009) keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan perubahan tanda klinis secara cepat baik fokal maupun global yang mengganggu fungsi

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN

ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA TAHUN ABSTRAK HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI DENGAN OBESITAS PADA ANAK USIA 10-12 TAHUN Meningkatnya prevalensi obesitas pada anak sering dikaitkan dengan kebiasaan anak mengkonsumsi makanan cepat saji

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS OVERREACTION PASAR PADA SAHAM WINNER DAN LOSER DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS ANALISIS OVERREACTION PASAR PADA SAHAM WINNER DAN LOSER DI BURSA EFEK INDONESIA TESIS ANALISIS OVERREACTION PASAR PADA SAHAM WINNER DAN LOSER DI BURSA EFEK INDONESIA I GEDE SURYA PRATAMA NIM : 1390662029 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

SKRIPSI AUTO STRETCHING

SKRIPSI AUTO STRETCHING SKRIPSI AUTO STRETCHING LEBIH MENURUNKAN INTENSITAS NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS DARIPADA NECK CAILLIET EXERCISE PADA PENJAHIT PAYUNG BALI DI DESA MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG NI WAYAN PENI SUWANTINI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan gerak dan berpindah tempat dalam aktivitas sehari hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari tersebut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI MANAJEMEN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR TESIS STUDI PERBANDINGAN RENTABILITAS BANK SEBELUM DENGAN SETELAH PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO SESUAI PBI NOMOR 11/25/PBI/2009 PADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI ADI SUSTIKA PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA SKRIPSI KOMBINASI INTERVENSI INFRARED DAN CONTRACT RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA INFRARED DAN SLOW REVERSAL DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DI BMT NET BAJERA

Lebih terperinci

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE

INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE SKRIPSI INTERVENSI SLOW STROKE BACK MASSAGE LEBIH MENURUNKAN TEKANAN DARAH DARIPADA LATIHAN DEEP BREATHING PADA WANITA MIDDLE AGE DENGAN PRE-HYPERTENSION NI PUTU HARYSKA WULAN DEWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke adalah salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke sudah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan sebelum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penurunan aktivitas fisik seseorang. Penurunan aktivitas fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. penurunan aktivitas fisik seseorang. Penurunan aktivitas fisik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup pada masyarakat di dunia dewasa ini yang dipengaruhi oleh semakin berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA

SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA SKRIPSI HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN STATIS DENGAN KECEPATAN BERJALAN PADA LANJUT USIA I PUTU ADITYA PRATAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002).

BAB I adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1988). bergantung sepenuhnya kepada orang lain (WHO, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu penyakit serebrovaskuler yang paling sering terjadi sekarang ini adalah stroke. Stroke dapat didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). Menurut data Word Health Organization (WHO, 2010), menyebutkan setiap

BAB I PENDAHULUAN. gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). Menurut data Word Health Organization (WHO, 2010), menyebutkan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul secara mendadak dan terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Penyakit ini menyebabkan kecacatan berupa kelumpuhan anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) memiliki berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah meningkatnya kemakmuran masyarakat yang diikuti

Lebih terperinci

PENGARUH METODE LATIHAN DRILL

PENGARUH METODE LATIHAN DRILL PENGARUH METODE LATIHAN DRILL DAN INTERVAL TERHADAP KECEPATAN LARI 50 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI DENGAN TINGGI BADAN SISWA EKSTRAKURIKULER ATLETIK SD NEGERI SURODADI 1 MAGELANG TESIS Disusun

Lebih terperinci

O 1 X 1 O 2 O 1 X 2 O 2

O 1 X 1 O 2 O 1 X 2 O 2 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan penelitian jenis Randomized Control Trial (RCT) Dalam rancangan ini, membagi subyek dalam 2 kelompok. Satu kelompok sebagai

Lebih terperinci

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olahraga, Program Pascasarjana Universitas Udayana METODE HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING SELAMA 15 MENIT DAPAT MENINGKATKAN VO2MAX DAN KECEPATAN GERAK SISWA PUTRA PESERTA EKSTRAKURIKULER BULUTANGKIS SMP PGRI 2 DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan masalah medis yang serius karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, kecacatan dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia, terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan, pengetahuan, dan tingkat pendapatan semakin meningkat. Salah satu penanda peningkatan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini telah memasuki era baru yaitu era reformasi dengan ditandai oleh adanya perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang menuju kepada keadaan yang

Lebih terperinci

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE

KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE SKRIPSI KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE PROGRESSIVE RESISTANCE LEBIH BAIK DARI PADA KOMBINASI HALF SQUAT EXERCISE DAN METODE THE STEP TYPE APPROACH DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA

Lebih terperinci

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING SKRIPSI PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN KNEE TUCK JUMP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN VOLI LAKI- LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah hilangnya fungsi otak secara cepat akibat gangguan pada pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh adanya iskemi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR

PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR SKRIPSI PERBEDAAN PERMAINAN ORIGAMI DAN MEWARNAI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PEREMPUAN PRASEKOLAH DI TK GRAND BALI BEACH SANUR 011 Oleh : Ni Made Ameondari NIM. 1202305012 KEMENTERIAN RISET

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai dengan hilangnya sirkulasi darah ke otak secara tiba-tiba, sehingga dapat mengakibatkan terganggunya

Lebih terperinci

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister. pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olah Raga Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister. pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olah Raga Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana PELATIHAN MIRROR NEURON SYSTEM TIDAK BERBEDA DENGAN PELATIHAN CONSTRAINT INDUCED MOVEMENT THERAPY DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL ANGGOTA GERAK ATAS PASIEN STROKE Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS LATIHAN HEXAGON DRILL DAN ZIG-ZAG RUN TERHADAP PENINGKATAN KELINCAHAN PADA PEMAIN SEPAK BOLA SEKOLAH SEPAK BOLA GUNTUR DENPASAR KADEK AYU SUKMAYANTI LESTARI KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Empat jenis utama penyakit tidak menular menurut World Health Organization (WHO) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu dapat hidup secara

Lebih terperinci

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE

PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE SKRIPSI PENAMBAHAN SHAKING MASSAGE PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING LEBIH EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING DARI PADA LATIHAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING PADA SEKAA TERUNA BANJAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya atau tersumbatnya pembuluh darah otak oleh gumpalan darah. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke bukan lagi penyakit yang asing bagi masyarakat luas belakangan ini. Sudah banyak orang yang mengalaminya, mulai dari usia produktif sampai usia tua dan mengenai

Lebih terperinci