APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni"

Transkripsi

1 APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni MURDIANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Eritromisin dan Kloramfenikol dalam Menekan Jumlah Campylobacter spp. dan Koliform pada Ayam yang Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Murdiana NIM B

3 ABSTRACT MURDIANA. Application Erythromycin and Chloramphenicol to Eliminate Campylobacter spp. and Coliform in Chickens were Infected by Campylobacter jejuni. Under the guidance of HERWIN PISESTYANI. Campylobacter is one of the major pathogenic bacteria causing food poisoning that can be transmitted through poultry products. Infection C. jejuni and coliform in humans can be caused by eating contaminated food. Transmission can be achieved at the farm level with treatment suffering from campylobacteriosis in poultry, for example by administering antimicrobial. The aimed of this study was to determine the number of Campylobacter spp. and coliform in chickens were infected by C. jejuni before and after treatment with erythromycin and chloramphenicol. A total of 17 chickens kept divided into four experimental groups, namely (A) negative control, chickens were not infected by C. jejuni and without antibiotic treatment, (B) positive control, chickens were infected by C. jejuni and without antibiotic treatment, (C) chickens were infected by C. jejuni and were treated by erythromycin, and (D) chickens infected by C. jejuni and treated by chloramphenicol. Inspection was done in three times, in one day old chickens, after infection (12 days old chickens), and after treatment (17 days old chickens). The average number of Campylobacter spp. at one day old chickens was MPN/g, while the average number of coliforms was 2.8 x x 10 6 cfu/g. After was infected by C. jejuni, the average number of Campylobacter spp. increased to MPN/g, while the average number of coliforms was 2.0 x x 10 5 cfu/g. After treatment by erythromycin and chloramphenicol, the average number of Campylobacter spp. in both groups decreased, respectively as MPN/g and MPN/g, while the average number of coliforma much as 5.7 x x 10 7 cfu/g and 4.3 x x 10 8 cfu/g. From this research, erythromycin or chloramphenicol were effective for treatment of campylobacteriosis in chickens. Keywords: Campylobacter spp., coliform, erythromycin, and chloramphenicol.

4 RINGKASAN MURDIANA. Aplikasi Eritromisin dan Kloramfenikol dalam Menekan Jumlah Campylobacter spp. dan Koliform pada Ayam yang Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni. Dibawah bimbingan HERWIN PISESTYANI. Campylobacter merupakan salah satu bakteri patogen utama penyebab keracunan pangan yang dapat ditularkan melalui produk unggas. Campylobacter dapat menginfeksi unggas sehat dan dapat mengontaminasi karkas selama proses pemotongan dan pengolahan. Infeksi C. jejuni dan kelompok koliform pada manusia dapat disebabkan karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Upaya pencegahan dapat dilakukan di tingkat peternakan dengan pengobatan pada unggas yang menderita campylobacteriosis, misalnya dengan pemberian antimikroba. Pemberian antimikroba pada unggas yang menderita campylobacteriosis dilakukan agar kontaminasi pada produk pangan dapat dicegah sehingga pencegahan campylobacteriosis pada manusia dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Campylobacter spp. dan koliform pada ayam yang diinfeksi C. jejuni sebelum dan setelah pengobatan menggunakan antimikroba eritromisin dan kloramfenikol. Sebanyak 17 ekor ayam dipelihara yang dibagi menjadi empat kelompok percobaan, yaitu (A) 5 ekor kontrol negatif, ayam tidak diinfeksi C. jejuni dan tanpa pengobatan antibiotik; (B) 4 ekor kontrol positif, ayam diinfeksi C. jejuni dan tanpa pengobatan antibiotik; (C) 4 ekor ayam diinfeksi C. jejuni dengan konsentrasi 10 4 cfu/ml secara oral dan diobati dengan eritromisin dengan dosis 40 µg/ml secara oral sebanyak 1 ml/hari/ekor; dan (D) 4 ekor ayam diinfeksi C. jejuni dengan konsentrasi 10 4 cfu/ml secara oral dan diobati dengan kloramfenikol dengan dosis 5 µg/ml secara oral sebanyak 1 ml/hari/ekor. Pemeriksaan dilakukan tiga kali, yaitu pada ayam umur satu hari, setelah infeksi (ayam umur 12 hari), dan setelah pengobatan (ayam umur 17 hari). Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam umur satu hari adalah MPN/g, sedangkan rataan jumlah koliform adalah 2.8 x x 10 6 cfu/g. Setelah diinfeksi C. jejuni, rataan jumlah Campylobacter spp. meningkat menjadi MPN/g, sedangkan rataan jumlah koliform adalah 2.0 x x 10 5 cfu/g. Setelah dilakukan pengobatan menggunakan antimikroba eritromisin dan kloramfenikol, rataan jumlah Campylobacter spp. pada kedua kelompok mengalami penurunan, yaitu masing-masing sebanyak MPN/g dan MPN/g, sedangkan rataan jumlah koliform sebanyak 5.7 x x 10 7 cfu/g dan 4.3 x x 10 8 cfu/g. Dari penelitian ini, eritromisin dosis 40 µg/ml atau kloramfenikol dosis 5 µg/ml efektif dalam pengobatan campylobacteriosis pada ayam. Kata kunci: Campylobacter spp., koliform, eritromisin, dan kloramfenikol.

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

6 APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni MURDIANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Penelitian : Aplikasi Eritromisin dan Kloramfenikol dalam Menekan Jumlah Campylobacter spp. dan Koliform pada Ayam yang Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni Nama : Murdiana NIM : B Disetujui, drh. Herwin Pisestyani, M.Si Pembimbing Diketahui, drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, AP.Vet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus:

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Aplikasi Eritromisin dan Kloramfenikol dalam Menekan Jumlah Campylobacter spp. dan Koliform pada Ayam yang Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir ini dan kepada bapak Dr. drh. Koekoeh Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan nasehat selama penulis menjalani studi. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada drh. Rahmat Hidayat, M.Si selaku dosen penguji pada seminar hasil penelitian, dan kepada drh. Ekowati Handharyani, MS, Ph.D dan Prof. drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku dosen penguji pada ujian akhir sarjana yang telah memberikan banyak saran kepada penulis. Kepada lembaga Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (K2P3T) penulis ucapkan terimakasih atas penyelenggaraan dana pada penelitian ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada drh. Rama Prima SF, M.Si atas dukungan dan bimbingannya selama penelitian dan kepada Bapak Yuhendra yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Kepada teman satu penelitian (Iin Nuraeni) penulis berterima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua Bapak dan Mama, kakak-kakak tercinta daeng Udin, kak Mudi, daeng Didi, dan kak Unni serta seluruh keluarga atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada keluarga Avenzoar 45 atas kesan dan nuansa indah selama perkuliahan dan juga kepada keluarga Rumah Nahla atas doa, semangat, dan torehan tawa selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Bogor, September 2012 Murdiana

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 26 Januari Penulis merupakan putri kelima dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Djamaluddin dan Ibunda Mardiah. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDI Tetebatu I dan lulus pada tahun 2002, yang kemudian dilanjutkan ke SMPN 1 Pallangga dan lulus pada tahun Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMAN 3 Makassar dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mayor yang dipilih adalah Mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Selama menempuh pendidikan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar pada Tingkat Persiapan Bersama IPB. Selain itu, penulis juga aktif dalam aktivitas organisasi Himpunan Profesi Ornithologi dan Unggas FKH IPB dan beberapa kegiatan kepanitiaan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan (IMAKAHI) Cabang IPB.

10 ABSTRACT MURDIANA. The Number of Campylobacter spp. and Coliform in Chick were Treated by Erythromycin and Chloramphenicol. Under the guidance of HERWIN PISESTYANI. This study was aimed to determine the number of Campylobacter spp. and coliform before and after treatment with erythromycin and chloramphenicol. Total of 100 DOC were divided into four groups, (A) negative control, chickens did not infect C. jejuni; (B) positive control, chickens infected C. jejuni without treatment, (C) chickens infected by C. jejuni treated with erythromycin, and (D) chickens infected C. jejuni treated with chloramphenicol. Examinations were performed three times, at 1 day-old-chick, after infection, and after treatment. The average number of Campylobacter spp. at one day old chickens is MPN/g, while the average number of coliforms was 2.8 x x 10 6 cfu/g. Once infected by C. jejuni, the average number of Campylobacter spp. increased to MPN/g, while the average number of coliforms was 2.0 x x 10 5 cfu/g. After treatment with erythromycin and chloramphenicol, the average number of Campylobacter spp. decreased in both groups, ie each as much as MPN/g and MPN/g, while the average number of total coliform 5.7 x x 10 7 cfu/g and 4.3 x x 10 8 cfu/g. Keywords: Campylobacter spp., coliforms, erythromycin, and chloramphenicol.

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xiii xiv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Karakteristik Campylobacter jejuni... 3 Campylobacteriosis pada Ayam... 4 Campylobacteriosis pada Manusia... 5 Karakteristik Koliform... 7 Kolibasilosis pada Ayam... 8 Bakteri Koliform pada Manusia... 9 Antimikroba dan Antibiotik... 9 Eritromisin Kloramfenikol Penggunaan Antibiotik pada Peternakan Ayam BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Sampel dan Hewan Percobaan Alat dan Bahan Metode Penelitian PemeliharaanAyam Broiler InfeksiIsolatCampylobacterjejuni PengobatandenganMenggunakanEritromisin dankloramfenikol PenghitunganJumlahCampylobacterjejuni dankoliform PenghitunganJumlahCampylobacterjejuni (Review and Methods for New Zaeland Laboratoriestahun 2003) PenghitunganJumlah Koliform (Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Foods tahun 2003) Analisis Data... 17

12 xi HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam setelah Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam setelah Pengobatan Menggunakan Eritromisin dan Kloramfenikol Jumlah Koliform pada Ayam Umur Satu Hari Jumlah Koliform pada Ayam setelah Diinfeksi oleh Campylobacter jejuni Jumlah Koliform pada Ayam setelah Pengobatan Menggunakan Eritromisin dan Kloramfenikol SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

13 xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam umur 1 hari (sebelum diinfeksi) Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah diinfeksi oleh C. jejuni (ayam umur 12 hari) Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah pengobatanmenggunakan eritromisin dan kloramfenikol (ayam umur 17 hari) Rataan jumlah koliform pada ayam umur 1 hari Rataan jumlah koliform pada ayam setelah diinfeksi C. jejuni (ayam umur 12 hari) Rataan jumlah koliform pada ayam setelah pengobatan menggunakan eritromisin dan kloramfenikol (ayam umur 17 hari)... 25

14 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bentuk morfologi Campylobacter jejuni... 3

15 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 HasilpenghitunganjumlahCampylobacter spp.dankoliform... 32

16 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Campylobacter merupakan salah satu bakteri patogen utama penyebab keracunan pangan pada manusia yang dapat ditularkan melalui produk unggas. Campylobacter mampu hidup di saluran pencernaan unggas sehat. Bakteri ini bereplikasi di mukosa saluran pencernaan yang memiliki kadar oksigen rendah (mikroaerofilik). Campylobacter dapat menginfeksi unggas sehat dan dapat mengontaminasi karkas selama proses pemotongan dan pengolahan. Pada karkas ayam, Campylobacter dapat bertahan hidup namun tidak mampu bereplikasi (Wesley 2009). Kontaminasi pada karkas ayam dapat mengakibatkan campylobacteriosis pada manusia. Kasus campylobacteriosis di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya pada tahun 2004, 25 negara bagian Uni Eropa melaporkan kasus campylobacteriosis. Di Amerika Serikat, hampir dua juta penderita campylobacteriosis mengakibatkan penurunan produktivitas kurang lebih $1.2 juta setiap tahunnya. Secara epidemiologi, diketahui bahwa 72% kasus campylobacteriosis tersebut disebabkan oleh kontaminasi C. jejuni pada produk unggas (Wesley 2009; CDC 2011a). Pada saluran pencernaan ayam, selain Campylobacter juga terdapat jenis bakteri lain yang hidup sebagai mikroflora normal, misalnya koliform. Koliform merupakan kelompok bakteri yang sering digunakan sebagai indikator sanitasi pada berbagai jenis bahan pangan. Bakteri ini ditemukan pada feses hewan maupun manusia (Ray & Bhunia 2008). Beberapa jenis dari kelompok bakteri ini dapat ditemukan pada produk pangan asal hewan, misalnya daging ayam. Adanya mikroorganisme ini dalam suatu produk pangan menunjukkan adanya kontaminasi pada proses persiapan dan pengolahan. Kontaminasi tersebut salah satunya dapat berasal dari feses hewan. Infeksi C. jejuni dan koliform pada manusia dapat disebabkan karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari feses hewan, karena C. jejuni dan koliform hidup secara komensal dalam saluran pencernaan hewan. Pada kondisi campylobacteriosis dan kolibasilosis

17 2 jumlah mikroorganisme tersebut jauh lebih tinggi dibanding dalam kondisi normal sehingga peluang terjadinya kontaminasi pada produk pangan jauh lebih tinggi. Upaya pencegahan dapat dilakukan di tingkat peternakan dengan pengobatan pada unggas yang menderita campylobacteriosis dan kolibasilosis, misalnya dengan pemberian antimikroba. Pemberian antimikroba pada unggas yang menderita campylobacteriosis dan kolibasilosis dilakukan agar kontaminasi pada produk pangan dapat dicegah sehingga pencegahan penyakit pada manusia dapat dilakukan. Antimikroba yang sering digunakan dalam kasus campylobacteriosis adalah eritromisin (Giguère 2006). Menurut Setiabudy dan Kunardi (2003), kloramfenikol memiliki spektrum luas terhadap berbagai jenis mikroba, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan campylobacteriosis dan kolibasilosis. Pada uji Minimum Bactericidal Concentration (MBC) yang dilakukan pada penelitian sebelumnya, kedua antimikroba tersebut memiliki daya hambat yang tinggi terhadap perkembangan C. jejuni. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Campylobacter spp. dan koliform pada ayam yang diinfeksi C. jejuni sebelum dan setelah pengobatan menggunakan antimikroba eritromisin dan kloramfenikol. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis antimikroba yang efektif dalam menangani kasus campylobacteriosis pada peternakan ayam. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk pengendalian foodborne disease yang disebabkan oleh Campylobacter spp. dan koliform dari produk ayam. Hipotesis Penelitian Antimikroba eritromisin atau kloramfenikol dapat menurunkan jumlah Campylobacter spp. dan koliform pada ayam yang diinfeksi C. jejuni.

18 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Campylobacter jejuni Campylobacter spp. merupakan bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan bersifat oksidase positif. Bentuk sel pleomorfik dan berukuran kecil, yaitu lebar µm dan panjang µm. Bakteri ini berbentuk spiral, ramping, dan memiliki satu atau lebih flagela yang memberikan kemampuan untuk bergerak cepat (Adams & Moss 2008). Menurut Debruyne et al. (2008), genus Campylobacter termasuk ke dalam famili Campylobacteraceae. Genus ini terdiri dari 14 spesies yang beberapa diantaranya patogen bagi manusia. Klasifikasi Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Epsilonproteobacteria Ordo : Campylobacterales Famili : Campylobacteraceae Genus : Campylobacter Spesies : Campylobacter jejuni Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni. Menurut Songer dan Post (2005), C. jejuni tumbuh optimal pada suhu C. Bakteri ini mati pada suhu pasteurisasi dan sangat sensitif dalam kondisi asam. Pada suhu beku, C. jejuni mampu bertahan lama namun

19 4 kelangsungan hidupnya menurun, sehingga bakteri ini dapat bertahan hidup dalam produk unggas hingga beberapa bulan. Campylobacter jejuni bersifat mikroaerofilik dan 'capnophilic' (menyukai karbondioksida) sehingga optimal tumbuh pada suasana yang mengandung karbondioksida 10% dan 5-6% oksigen (Fernandes 2009). Campylobacter spp. tidak mampu mengoksidasi karbohidrat, namun bakteri ini memiliki sistem metabolisme kemoorganotropik yang mampu menggunakan asam amino sebagai sumber energi (Sellars et al. 2002). Campylobacteriosis pada Ayam Ayam merupakan inang utama dari C. jejuni. Bakteri ini hidup secara komensal pada mukosa saluran pencernaan ayam. Campylobacter jejuni dapat bersifat patogen pada ayam usia muda, tapi umumnya pada ayam dewasa tidak bersifat patogen. Pada day old chicken (DOC), infeksi dapat dengan mudah terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis (Snelling et al. 2005; Lee & Newell 2006). Penularan Campylobacter spp. pada peternakan ayam dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Menurut Sahin et al. (2003b), penularan Campylobacter spp. secara vertikal dapat terjadi melalui kontaminasi telur dalam saluran reproduksi ayam betina selama tahap perkembangan telur dan juga melalui kontaminasi pada kerabang telur oleh feses yang mengandung Campylobacter spp. dan berpenetrasi ke dalam bagian telur. Secara horizontal, penularan Campylobacter spp. pada suatu peternakan ayam dapat terjadi melalui kontaminasi dari lingkungan sekitar. Menurut Pearson et al. (1993) bakteri ini dapat mengontaminasi pakan dan air minum. Kontaminasi silang melalui udara, serangga, burung liar, dan pekerja juga dapat terjadi. Penyebaran penyakit dari satu ayam ke ayam lainnya dalam satu kandang terjadi dengan sangat cepat. Ayam yang terinfeksi dalam suatu peternakan dapat menyebarkan penyakit ke semua populasi ayam dalam waktu beberapa hari (Lee & Newell 2006). Serangga merupakan vektor penyebar C. jejuni. Lalat dan kumbang adalah vektor yang dapat menyebarkan C. jejuni dalam suatu peternakan ayam. Selain itu, rodensia dan burung liar yang berkeliaran di sekitar peternakan ayam juga dapat menjadi sumber penyebaran C. jejuni. Menurut Shane dan Stern (2003),

20 5 rodensia dan burung liar merupakan reservoar bagi C. jejuni yang dapat menyebarkan bakteri tersebut melalui kotoran yang mengandung bakteri. Proses infeksi C. jejuni pada ayam dapat terjadi melalui rute oral. Infeksi masuk melalui pakan atau air minum yang terkontaminasi. Bakteri masuk melalui mulut ke dalam lambung, dan selanjutnya ke saluran intestinal. Patogenesis akibat infeksi C. jejuni dimulai ketika bakteri ini berpenetrasi pada lapisan mukosa usus. Bakteri ini berpenetrasi dengan menggunakan flagella. Bakteri yang telah berpenetrasi akan melekat pada sel epitel dengan bantuan fibronectin binding protein (CadF), lipoprotein (JlpA), flagellin, dan lipopolisakarida (LPS). Proses perlekatan bakteri akan diikuti oleh proses invasi sel epitel yang mengakibatkan terjadinya respon peradangan (Songer & Post 2005; Cox et al. 2010). Menurut van Vliet dan Ketley (2001), respon peradangan yang terjadi mengakibatkan kerusakan pada mukosa usus dan memicu terjadinya diare. Selain itu, kejadian diare juga dapat terjadi akibat toksin yang dihasilkan oleh C. jejuni, yaitu enterotoksin dan sitotoksin. Toksin ini dianggap merupakan salah satu faktor terjadinya diare akibat infeksi C. jejuni (Shane & Stern 2003). Infeksi Campylobacter spp. pada broiler dapat terjadi sejak ayam berumur 7 hari. Masa inkubasi penyakit pada ayam selama 2-7 hari (Shane & Stern 2003; Lee & Newell 2006). Campylobacteriosis pada ayam dapat menimbulkan diare dan dilatasi saluran pencernaan mulai dari distal lengkung duodenum sampai bifurkasio pada sekum. Pada kejadian tersebut juga terjadi perdarahan akibat enteritis hemoragi yang ditimbulkan oleh infeksi C. jejuni. Penyakit yang ditimbulkan ini dapat pulih tanpa pemberian antibiotik (Dhillon et al. 2006; Pisestyani 2010). Campylobacteriosis pada Manusia Campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh infeksi bakteri Campylobacter spp. Bakteri ini dapat menyebabkan enterokolitis akut. Gejala klinis yang terjadi diantaranya demam, nyeri perut, dan diare. Gejala lainnya berupa muntah, sakit kepala, dan panas dingin juga sering ditemukan. Diare merupakan gejala utama dari infeksi C. jejuni. Feses yang dihasilkan mengandung Campylobacter sel per gram, berbau busuk, berair, bahkan berdarah.

21 6 Penyakit ini bersifat self limiting disease yang dapat sembuh dalam waktu seminggu (van Vliet & Ketley 2001; Adams & Moss 2008). Kejadian campylobacteriosis pada manusia umumnya disebabkan oleh C. jejuni (95%) dan C. coli (5%) (Songer & Post 2005). Sumber infeksi pada manusia dapat berasal dari makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui kontak langsung dengan hewan atau feses hewan yang terinfeksi. Konsumsi daging ayam yang tidak matang sempurna merupakan faktor utama penyebab campylobacteriosis pada manusia. Kontaminasi pada daging ayam dapat terjadi selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan, sedangkan kontaminasi pada air minum bisa terjadi melalui feses burung liar dan berbagai jenis hewan domestik yang mengandung Campylobacter spp. dalam fesesnya. Proses pemanasan dapat membunuh Campylobacter spp. Oleh karena itu, dengan proses pengolahan yang benar diharapkan mampu mengurangi risiko penularan C. jejuni pada manusia (Wesley 2009). Mekanisme patogenik campylobacteriosis belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui beberapa faktor virulensi dari C. jejuni berperan penting dalam proses infeksi, diantaranya kemampuan motilitas, kemotaksis, dan produksi racun. Campylobacter jejuni mampu memproduksi beberapa toksin, utamanya enterotoksin dan sitotoksin. Kemampuan motilitas memiliki peran yang sangat penting dalam virulensi karena diperlukan untuk menembus lapisan dinding usus. Ketika kemampuan motilitas bakteri hilang, maka infeksi yang terjadi juga hilang (Cox et al. 2010). Menurut van Vliet dan Ketley (2001), campylobacteriosis pada manusia dapat menimbulkan penyakit kronis yang disebut Guillain-Barrè Syndrome (GBS). Sindrom ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer. Kejadian GBS pada manusia menyebabkan infiltrasi sel mononuklear pada saraf perifer yang akan mengakibatkan degenerasi akson atau demielinasi pada saraf perifer. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan motoris dan alexia (Ang et al. 2001; Winer 2001). Mekanisme dari penyakit ini belum sepenuhnya diketahui. Namun menurut Ang et al. (2001), kejadian GBS dapat dipicu oleh adanya infeksi saluran pencernaan akibat C. jejuni. Campylobacter jejuni memiliki struktur

22 7 lipopolisakarida (LPS) pada bagian membran luarnya. Inti oligosakarida pada LPS C. jejuni mengandung gangliosida yang strukturnya sangat mirip dengan gangliosida pada sel saraf manusia. Struktur LPS pada C. jejuni bersifat sangat antigenik, sehingga pada saat terjadi gastroenteritis akibat C. jejuni tubuh akan memproduksi antibodi untuk menghancurkan struktur LPS tersebut. Kemiripan struktur antara inti oligosakarida pada LPS dan gangliosida pada sel saraf ini mengakibatkan antibodi dan sel mononuklear dari dalam tubuh ikut menyerang bagian gangliosida dari sel saraf perifer. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik dan sensorik akan diserang, sehingga terjadi disfungsi motorik dan sensorik. Kejadian ini pada akhirnya dapat mengakibatkan kelumpuhan pada manusia (van Vliet & Ketley 2001). Karakteristik Koliform Bakteri koliform merupakan kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi air dan berbagai produk pangan. Istilah koliform bukan merupakan istilah taksonomi melainkan mewakili sekelompok spesies dari beberapa genus yang memiliki banyak karakteristik umum. Kelompok koliform diantaranya Escherichia, Enterobacter, Kleibsiella, dan Citrobacter. Bakteribakteri tersebut merupakan bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang bersifat Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, pada umumnya motil, anaerob fakultatif, dan mampu memfermentasi laktosa yang menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 32 C atau 35 C. Beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu tinggi (44.5 C), namun pada umumnya tumbuh pada suhu 4-5 C. Semua anggota kelompok koliform sensitif terhadap suhu rendah dan dapat mati pada suhu pasteurisasi. Kelompok koliform dapat ditemukan pada feses manusia, hewan berdarah panas, dan burung. Beberapa diantaranya juga dapat ditemukan di tanah, air, dan tanaman (Mead 2007; Ray & Bhunia 2008). Kelompok koliform yang merupakan kontaminan feses disebut koliform fekal. Koliform fekal adalah bagian dari bakteri kelompok koliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu C dalam waktu 48 jam dan bersifat thermotolerant. Koliform fekal terdiri dari Escherichia, Kleibsiella, dan

23 8 Enterobacter. Kebanyakan dari kelompok ini terdiri dari E. coli. Escherichia coli merupakan indikator keberadaan bakteri enterik patogen dalam feses. Peningkatan populasi koliform fekal pada air memungkinkan adanya peningkatan bakteri patogen (McMurry et al. 1998; Mead 2007). Beberapa bakteri dari kelompok koliform fekal dapat ditemukan pada makanan mentah dari produk hewani. Pada produk pasteurisasi juga sering ditemukan akibat proses sanitasi setelah pemanasan yang tidak benar. Pada makanan mentah, kontaminasi koliform fekal dapat berasal dari feses dan sanitasi yang buruk (Ray & Bhunia 2008). Kolibasilosis pada Ayam Bakteri koliform merupakan mikroflora normal pada saluran pencernaan hewan berdarah panas, unggas, dan manusia (Ray & Bhunia 2008). Lebih dari 90% dari jumlah total koliform terdiri dari E. coli. Umumnya E. coli bersifat komensal pada saluran pencernaan ayam, namun beberapa strain E. coli bersifat patogen (Mead 2007). Menurut Bolder (1998), jumlah bakteri koliform pada saluran pencernaan ayam dapat mencapai cfu/g. Sebagian besar dari jumlah tersebut bersifat komensal dan beberapa diantaranya bersifat patogen. Penularan bakteri koliform patogen pada peternakan ayam dapat terjadi melalui kontaminasi feses pada air dan pakan. Air minum berperan penting sebagai jalur transmisi berbagai jenis bakteri patogen. Beberapa jenis bakteri koliform dan bakteri patogen lainnya dapat bertahan lama dalam air (Jafari et al. 2006). Menurut Ismail (2011), tingginya jumlah bakteri koliform dalam saluran pencernaan dapat berdampak pada penurunan bobot badan ayam. Hal ini disebabkan beberapa strain E. coli yang bersifat patogen dapat menimbulkan terjadinya kolibasilosis pada ayam. Kolibasilosis pada ayam merupakan penyakit infeksius yang menyerang saluran pernafasan dan pencernaan ayam. Kejadian ini dapat menimbulkan kematian jika tidak dilakukan pengobatan.

24 9 Bakteri Koliform pada Manusia Pada manusia, bakteri koliform juga merupakan mikroflora normal dalam saluran pencernaan. Jenis bakteri ini umumnya bersifat komensal, namun beberapa strain E. coli bersifat sangat patogen pada manusia. Beberapa strain yang dianggap sangat patogen pada manusia adalah E. coli O157 yang merupakan penyebab infeksi E. coli utama pada manusia dan E. coli O104:H4 yang merupakan penyebab wabah E. coli di Jerman pada tahun 2011 (Ogden 2007; CDC 2011b). Bakteri koliform dapat ditemukan di tanah, tanaman, dan air. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari kotoran hewan atau manusia yang mengandung koliform fekal di dalamnya. Penularan bakteri koliform patogen pada manusia dapat terjadi melalui konsumsi bahan pangan dan air yang terkontaminasi. Kontaminasi pada daging dan susu dapat terjadi secara langsung melalui feses hewan. Selain itu, kontaminasi juga dapat terjadi pada proses pengolahan bahan pangan melalui air dan tanah yang terkontaminasi. Proses penyimpanan yang tidak tepat dan sanitasi yang buruk juga menjadi salah satu sumber kontaminasi bakteri koliform pada bahan pangan (Ray & Bhunia 2008). Kejadian infeksi E. coli pada manusia dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis, namun dalam beberapa kasus terlihat adanya gejala diare berair dan kolitis hemoragi. Diare merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Kolitis hemoragi ditandai dengan adanya gejala diare berat yang sering disertai dengan diare berdarah, kram perut, mual, dan muntah. Akibat kehilangan banyak cairan tubuh pada saat diare dan muntah, maka risiko dehidrasi sering terjadi. Pada infeksi yang berat, penyakit ini dapat menimbulkan kematian pada manusia jika tidak dilakukan pengobatan (OIE 2009; CDC 2011b). Antimikroba dan Antibiotik Antimikroba merupakan obat yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dan berbagai jenis mikroorganisme, diantaranya virus, protozoa, jamur, dan rikettsia. Aktivitas kerja antimikroba dibedakan menjadi aktivitas bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. Antimikroba yang memiliki aktivitas bakteriostatik bekerja dengan menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan

25 10 antimikroba bakterisidal mampu membunuh mikroba. Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal apabila kadar antimikroba tersebut ditingkatkan (Kee & Hayes 1996; Setiabudy & Gan 2003). Sifat antimikroba berbeda satu dengan lainnya. Beberapa jenis antimikroba bersifat aktif terhadap bakteri Gram positif, namun bakteri Gram negatif tidak peka. Berdasarkan sifat ini, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antimikroba berspektrum luas merupakan antimikroba yang aktif terhadap berbagai jenis mikroba baik Gram positif maupun Gram negatif, misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin, sedangkan antimikroba berspektrum sempit merupakan antimikroba yang hanya aktif pada beberapa jenis mikroba tertentu misalnya benzil penisilin dan streptomisin (Setiabudy & Gan 2003). Mekanisme kerja antimikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba, dan menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Penggunaan antimikroba ini ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya gambaran klinik penyakit infeksi, jenis mikroba, dan patogenisitas mikroba. Oleh karena itu, indikasi untuk memberikan antimikroba pada pasien harus dipertimbangkan dengan seksama (Setiabudy & Gan 2003). Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba sebagai metabolit sekunder yang mempunyai massa molekul rendah sehingga pada konsentrasi rendah dapat menghambat dan membasmi mikroba jenis lain. Namun dalam praktik sehari-hari antimikroba yang tidak diturunkan dari produk mikroba juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Kee & Hayes 1996; Setiabudy & Gan 2003).

26 11 Eritromisin Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces erythreus. Antibiotik ini memiliki sebuah cincin lakton makrosiklik yang terdiri dari keton dan gula amino. Eritromisin berupa kristal berwarna kekuningan yang kelarutannya rendah dalam air dan tidak stabil dalam suasana asam (Setiabudy 2003; Giguère 2006). Eritromisin bekerja dengan menghambat sintesis protein mikroba yaitu dengan berikatan secara reversibel pada ribosom sub unit 50S. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik atau bakterisidal tergantung dari jenis dan jumlah mikroba (Setiabudy 2003). Eritromisin sangat mudah didegradasi oleh asam lambung. Hal tersebut dapat dihindari dengan pemberian lapisan yang tahan asam pada eritromisin yang diberikan secara per oral atau digunakan sediaan dalam bentuk basa bebas, stearat, etilsuksinat atau ester estolat. Stearat dihidrolisis dalam usus menjadi basa, sedangkan etilsukinat dan ester estolat langsung diserap dan dihidrolisis dalam tubuh menjadi basa aktif. Eritromisin mudah diserap oleh usus halus bagian atas dan mudah didistribusikan ke berbagai jaringan tubuh kecuali otak dan cairan serebrospinal. Antibiotik ini dimetabolisme dan diekskresikan sebagian besar dalam empedu. Sebagian besar dari obat ini akan terikut dalam feses meskipun penyerapan usus terjadi (Setiabudy 2003; Giguère 2006). Menurut Giguère (2006), eritromisin merupakan obat pilihan untuk pencegahan dan pengobatan diare akibat infeksi C. jejuni. Pada unggas, antibiotik ini juga dapat ditambahkan ke dalam air minum untuk pengobatan dan pencegahan infeksi staphylococcal atau streptococcal, dermatitis nekrosa, infectious coryza, dan infeksi M. gallisepticum. Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan turunan asam dikloroasetat yang mengandung gugus nitrobenzena. Kloramfenikol dapat diisolasi dari Streptomyces venezuelae. Obat ini berbentuk kristal putih yang sulit larut dalam air tapi dapat larut dalam lemak (Setiabudy & Kunardi 2003; Dowling 2006).

27 12 Kloramfenikol bekerja dengan menghambat pembentukan protein mikroba. Obat ini berikatan secara irreversibel dengan reseptor pada ribososom sub unit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase, sehingga pembentukan ikatanikatan peptida pada proses sintesis protein mikroba tidak terjadi. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi obat ini dapat bersifat bakterisidal terhadap mikroba-mikroba tertentu (Setiabudy & Kunardi 2003; Dowling 2006). Pada hewan monogastrik, kloramfenikol dapat diserap baik oleh saluran pencernaan. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal, dan mata (Setiabudy & Kunardi 2003; Brumbaugh et al diacu dalam Dowling 2006). Masa paruh eliminasi kloramfenikol bervariasi antar spesies. Eliminasi terutama oleh metabolisme hati melalui konjugasi dengan asam glukuronat. Metabolit yang tidak aktif akan diekskresikan melalui urin (Dowling 2006). Menurut Hofacre (2006), kloramfenikol memiliki potensi untuk menimbulkan anemia aplastik pada manusia. Pada dosis tertentu kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein mitokondria sel-sel sumsum tulang mamalia sehingga menimbulkan gangguan pada sistem hemopoetik. Hal tersebut mengakibatkan pelarangan penggunaan kloramfenikol pada hewan konsumsi di sebagian besar negara. Penggunaan Antibiotik pada Peternakan Ayam Pada suatu industri unggas komersial, pencegahan penyakit merupakan fokus utama bagi seorang dokter hewan. Ketika prosedur biosekuriti gagal untuk mencegah masuknya suatu agen penyakit, maka penggunaan antibiotik merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menekan kerugian ekonomi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunakan antibiotik pada peternakan ayam diantaranya, pemilihan obat yang sesuai dengan aturan, cara pemberian obat yang tepat, dan waktu henti obat (withdrawal time) dalam produk ternak. Penggunaan antibiotik pada peternakan ayam dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai tindakan pencegahan, obat terapi, dan pemacu

28 13 pertumbuhan. Antibiotik pemacu pertumbuhan dapat diberikan melalui pakan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan pada kebanyakan negara tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan resistensi berbagai jenis mikroba terhadap antibiotik. Infeksi bakteri pada ayam cenderung berjalan dengan cepat dan dalam waktu singkat dapat menimbulkan kematian. Selain itu, berbagai jenis penyakit pada ayam dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis. Seorang dokter hewan harus mampu melihat tanda atau perubahan yang terjadi dalam kelompok ternak sedini mungkin agar kerugian ekonomi akibat suatu penyakit dapat ditekan. Pengobatan pada suatu peternakan ayam dilakukan secara populasi. Pengobatan ini dilakukan tidak hanya untuk menghindari penyakit pada ternak, namun juga dilakukan untuk mencegah penularan penyakit ke manusia. Dampak residu antibiotik pada produk pangan merupakan salah satu pertimbangan dalam penggunaan antibiotik pada ayam. Oleh karena itu, seorang dokter hewan diharapkan dapat menjamin bahwa daging ayam yang dipasarkan aman dan sehat untuk dikonsumsi.

29 14 Penggunaan Antibiotik pada Kejadian Campylobacteriosis di Ayam Penularan C. jejuni melalui makanan dapat dikontrol melalui proses sanitasi yang baik. Pengolahan pangan yang tepat mulai dari proses pemotongan diharapkan mampu mengurangi kejadian campylobacteriosis pada manusia. Pencegahan campylobacteriosis pada manusia juga dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik pada ayam. Sebagian besar Campylobacter sp. rentan terhadap antibiotik, diantaranya eritromisin (Songer & Post 2005; Roasto et al. 2007). Pada suatu kajian mengenai resistensi C. jejuni terhadap beberapa antibiotik di Norwegia, diketahui bahwa C. jejuni rentan terhadap antibiotik golongan quinolone, yaitu eritromisin, gentamisin, enrofloksasin, dan asam nalidiksat. Sedangkan pada oksitetrasiklin dan ampisilin diketahui tingkat resistensi C. jejuni masing-masing sebesar 1.3% dan 4% (Norstrom et al. 2007). Sebuah hasil penelitian di Kanada pada tahun 2005 menunjukkan bahwa, persentase resistensi C. jejuni pada beberapa antibiotik berbeda-beda. Resistensi C. jejuni terhadap ampisilin sebesar 14.3%; asitromisin 17.9%; kloramfenikol 0%; siprofloksasin 3.7%; klindamisin 2.3%; eritromisin 6.7%; gentamisin 0.2%; asam nalidiksat 5.1%; streptomisin 13.6%; dan tetrasiklin 52.6% (Larkin et al. 2006). Tingkat resistensi C. jejuni terhadap antibiotik dari berbagai wilayah berbedabeda. Hal ini berkaitan dengan jenis strain dari isolat C. jejuni dan tingkat penggunaan suatu antibiotik pada wilayah tersebut. Campylobacter spp. yang masuk ke dalam tubuh tahan terhadap asam lambung dan berkembang di usus kecil. Bakteri ini akan berpenetrasi ke dalam mukosa usus dan menginvasi sel epitel. Invasi jaringan oleh Campylobacter spp. dapat menimbulkan enteritis hemoragi yang menyebabkan terjadinya diare berdarah pada

30 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011-Januari Penelitian dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sampel dan Hewan Percobaan Sampel berupa usus ayam broiler yang diambil dari bagian duodenum sampai yeyunum. Penelitian ini menggunakan ayam broiler bangsa Cobb berumur satu hari sebanyak 17 ekor yang dipelihara selama 17 hari. Ayam dibagi menjadi empat kelompok percobaan, yaitu: A. 5 ekor kontrol negatif, ayam tidak diinfeksi C. jejuni tanpa pengobatan antibiotik; B. 4 ekor kontrol positif, ayam diinfeksi C. jejuni tanpa pengobatan antibiotik; C. 4 ekor ayam diinfeksi C. jejuni dan diobati dengan eritromisin; D. 4 ekor ayam diinfeksi C. jejuni dan diobati dengan kloramfenikol. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan untuk isolasi C. jejuni terdiri media Nutrient Broth No. 2 (Oxoid CM00678), Buffered Pepton Water (Pronadisa ), Preston, Growth Supplement (Oxoid SR0232E), Charcoal Cefaphorazone Deoxychilate Agar Selective Supplement (Oxoid SR0155E), dan Campygen. Untuk identifikasi C. jejuni diperlukan alkohol 70%, akuades steril, pewarna carbol fuchsin, dan minyak emersi. Sedangkan untuk penghitungan jumlah koliform digunakan media Violet Red Bile Agar (Pronadisa ). Alat yang digunakan untuk isolasi dan penghitungan C. jejuni dan koliform adalah gunting, pinset, plastik steril, stomacher, inkubator, tube shaker, autoklaf, anaerob jar, Erlenmeyer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan Petri, ose, pipet steril, kapas, pembakar Bunsen, tissue, mikroskop, gelas objek, dan gelas penutup.

31 15 Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan ayam antara lain, kandang unggas, tempat pakan, tempat minum, dan alat pemanas. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap pemeliharaan ayam broiler, infeksi C. jejuni, pengobatan, dan penghitungan jumlah Campylobacter spp. dan koliform. Pemeliharaan Ayam Broiler Sebanyak 17 ekor ayam broiler dipelihara selama 17 hari. Waktu pemeliharaan yang dibutuhkan sejak ayam berumur 1 hari sampai tahap pengobatan selesai adalah 17 hari. Tahap pemeliharaan terdiri dari pemberian pakan, vaksinasi ND dan IB, pemberian air minum dan vitamin, serta pembersihan kandang dan peralatan kandang lainnya. Infeksi Isolat Campylobacter jejuni Sebanyak 0.5 ml suspensi C. jejuni dengan konsentrasi 10 4 cfu/ml (dosis infektif) dicekokkan (oral) ke ayam pada hari ke-9 pemeliharaan (Pisestyani 2010). Pada ayam umur 9 hari, titer maternal antibodi telah menurun, sehingga rentan terhadap infeksi C. jejuni (Sahin et al. 2003a). Isolat C. jejuni adalah isolat lapang yang berasal dari Kudus (Andriani 2012). Pengobatan dengan Menggunakan Eritromisin dan Kloramfenikol Pengobatan dilakukan pada hari ke-3 pasca infeksi selama lima hari berturut-turut (ayam umur 12, 13, 14, 15, dan 16 hari). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pisestyani (2010), masa inkubasi C. jejuni berlangsung selama 3-7 hari. Pengobatan dilakukan dengan cara dicekokkan (oral) menggunakan eritromisin dan kloramfenikol. Eritromisin diberikan sebanyak 1 ml/hari/ekor dengan dosis 40 µg/ml dan kloramfenikol sebanyak 1 ml/hari/ekor dengan dosis 5 µg/ml (Fauzi 2012).

32 16 Penghitungan Jumlah Campylobacter jejuni dan Koliform Penghitungan jumlah C. jejuni dan koliform dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu sebelum diinfeksi C. jejuni (ayam umur 1 hari), pasca infeksi (ayam umur 12 hari), dan pasca pengobatan (ayam umur 17 hari). Penghitungan Jumlah Campylobacter jejuni (Review and Methods for New Zaeland Laboratories tahun 2003) Penghitungan C. jejuni terdiri dari beberapa tahapan, yaitu pre enrichment, selective enrichment, dan identifikasi dengan pewarnaan. Jumlah C. jejuni dihitung menggunakan metode most probable number (MPN) tiga tabung dengan tiga tingkat pengenceran. Tahap pre-enrichment. Usus sebanyak 1 g dibuka dengan menggunakan gunting dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril. Pada pengenceran 10-1, 9 ml BPW 0.1% dimasukkan ke dalam sampel kemudian dihancurkan menggunakan stomacher. Pengenceran 10-2, sebanyak 1 ml larutan 10-1 dimasukkan ke dalam 9 ml BPW 0.1% kemudian dihomogenkan. Begitu pula untuk pengenceran Setiap tingkat pengenceran diinokulasi ke dalam tiga tabung media Nutrient Broth 2 dan selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada suhu 42 C dalam kondisi mikroaerofilik. Tahap enrichment. Setelah diinkubasi, sebanyak satu ose pupukan diinokulasikan pada media CCDA kemudian diinkubasi pada suhu 42 C dalam kondisi mikroaerofilik selama jam. Pewarnaan C. jejuni. Pewarnaan dilakukan untuk melihat morfologi bakteri dengan menggunakan pewarna carbol fuchsin. Sebanyak 1-2 loop akuades steril diletakkan di atas gelas objek, kemudian ditambahkan koloni yang diduga C. jejuni. Koloni diratakan, dikeringkan, dan difiksasi di atas api. Selanjutnya ditetesi dengan pewarna carbol fuchsin, didiamkan selama satu menit, kemudian dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Preparat ditetesi minyak emersi dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x100. Penghitungan metode MPN. Penghitungan C. jejuni dilakukan dengan menggunakan metode MPN, yaitu: MPN/gram = x faktor pengenceran tabung di tengah

33 17 Penghitungan Jumlah Koliform (Compendium of Methods for the Microbiological Examination of Foods tahun 2003) Penghitungan jumlah koliform dilakukan pada tiga tingkat pengenceran terakhir dari setiap sampel. Hasil pengenceran sampel dimasukkan ke dalam cawan Petri. Sebanyak ml media VRBA dituang ke dalam masing-masing cawan Petri dan dihomogenkan dengan cara digeser membentuk angka 8 supaya media merata ke seluruh permukaan, kemudian didiamkan hingga memadat. Setelah memadat, dilakukan proses overlay dengan cara menuang kembali media VRBA di atas permukaan sampai menutupi permukaan dan dibiarkan memadat kembali. Selanjutnya pupukan diinkubasi pada suhu 37 C selama jam. Koloni koliform yang dihitung memiliki ciri-ciri berwarna merah ungu dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Penghitungan koloni koliform dilakukan dengan metode hitungan cawan. Jumlah mikroba = jumlah koloni x faktor pengenceran Faktor pengenceran = T Analisis Data Data dari hasil penghitungan jumlah Campylobacter spp. dan koliform dianalisis secara deskriptif.

34 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika bakteri yang akan dihitung dalam jumlah sedikit atau terbatas (< 10 cfu/g atau cfu/ml). Metode MPN menggunakan penghitungan estimasi jumlah bakteri dengan memupuk suatu tingkat pengenceran ke dalam tiga atau lima tabung berisi media cair. Hasil penghitungan rataan jumlahcampylobacter spp. pada ayam umur 1 hari disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam umur 1 hari (sebelum diinfeksi) Jumlah Sampel Campylobacter spp.(mpn/g) Ayam 1 2 Ayam 2 1 Ayam 3 2 Rataan+ simpangan baku Dari penelitian ini diperoleh rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayamumur 1 hariadalah MPN/g.Jumlah ini tergolong rendah, karenacampylobacter spp. hidup secara alami dalam saluran pencernaan ayam. Pada ayamumur 1 hari,campylobacter spp. jarangditemukan karena penularan Campylobacter spp. secara vertikal sangat jarang terjadi. Selain itu, ayam umur 1 hari memiliki maternal antibodi yang dapat melindungi ayam dari infeksi berbagai agen penyakit termasuk infeksi olehcampylobacter spp. (Sahin et al.2003a). MenurutSahinet al. (2003b), penularan Campylobacterspp. secara vertikal dapat terjadi melalui kontaminasi isi telur dalam saluran reproduksi ayam betina selama perkembangan telur. Kontaminasi juga dapat terjadi secara horizontal melalui feses yang mengandung bakteri yang berpenetrasi ke dalam telur. Kejadian penularan secara vertikal diketahui jarang terjadi, oleh karena itu pengendalian Campylobacter spp. pada peternakan ayam umumnya dilakukan pada jalur horizontal (Corry & Atabay 2001).

35 19 Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam setelahdiinfeksi oleh Campylobacter jejuni Tahap penginfeksian C. jejuni pada ayam dilakukan pada hari ke-9 pemeliharaan. Pada umur ini titer maternal antibodi telah menurun, sehingga ayam rentan terhadap infeksi C. jejuni (Sahin et al. 2003a).Penghitungan rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah diinfeksi oleh C. jejunidilakukan pada hari ketiga setelah infeksi, yaitu pada ayam umur 12 hari. Hasil penghitungan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rataan jumlah Campylobacter spp. pada ayam setelah diinfeksi oleh C. jejuni (ayam umur 12 hari) Kelompok A Jumlah Campylobacter spp. (MPN/g) B (1, 2, 3) A = kelompok ayam tidak diinfeksi C. jejuni B = (1, 2, 3) kelompok ayam diinfeksi C. jejuni Rataan+ simpangan baku (MPN/g) Secara deskriptif, jumlah Campylobacter spp. pada kelompok yang diinfeksi (B) lebih besar dibanding kelompok yang tidak diinfeksi (A).Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah Campylobacter spp. akan mengalami peningkatan pada saat terjadi infeksi. Kemampuan bakteri dalam menimbulkan penyakit tidak hanya bergantung dari jumlah bakteri yang menginvasif. Menurut Supardi dan Sukanto (1999), bakteri dapat menginfeksi dan menimbulkan penyakit tergantung dari daya patogenitas, virulensi, daya invasif, dan daya pertahanan bakteri terhadap sel-sel fagosit di dalam tubuh. Infeksi Campylobacter spp. pada ayam dapat terjadi sejak ayam berumur 7 hari. Masa inkubasi penyakit adalah 3-7 hari, kemudian ayam dalam suatu peternakan akan terinfeksi hingga % populasi (Dhillon et al. 2006; Pisestyani 2010). Gejala klinis yang terlihat dari penelitian ini adalah terjadinya diare. Gejala ini terlihat 3 hari setelah infeksi. Menurut Pisestyani (2010), diare

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni. 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Campylobacter jejuni Campylobacter spp. merupakan bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan bersifat oksidase positif. Bentuk sel pleomorfik dan berukuran kecil, yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Sampel isolat lokal Campylobacter jejuni Hewan percobaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Sampel isolat lokal Campylobacter jejuni Hewan percobaan 26 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian berlangsung dari bulan April 2010 sampai dengan Juli 2011 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan Kunak, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Sampel diuji di laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS DAN SEKAL TONSIL PADA AYAM BROILER YANG TERINFEKSI MAREK DAN PENGARUH PEMBERIAN ZINK, BAWANG PUTIH DAN KUNYIT SRI ULINA BR TUMANGGOR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2015 di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian dan Analisis Data Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Data yang diperoleh dari Dinas Kelautan, Perikanan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Gorontalo memiliki 10 Tempat Pemotongan Hewan yang lokasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Biologis Untuk Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengumpulan Data 2.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel nasi bungkus diambil dari penjual nasi bungkus di wilayah sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, syarat-syarat air minum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 di Laboratorium Teknologi Pascapanen dan Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode deskriptif. B. Tempat dan waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Keamanan pangan Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease Foodborne disease adalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian deskripsi dengan metode observasi. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi kandungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform 1. Pengertian Coliform Coliform merupakan golongan bakteri intestinal yang hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada pellet calf starter dengan penambahan bakteri asam laktat dari limbah kubis terfermentasi telah dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014. Isolasi dan karakterisasi penyebab penyakit dilakukan di Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2012 di kawasan konservasi lumba-lumba Pantai Cahaya, Weleri, Kendal, Jawa Tengah

Lebih terperinci

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA Siti Fatimah1, Yuliana Prasetyaningsih2, Meditamaya Fitriani Intan Sari 3 1,2,3 Prodi D3 Analis Kesehatan STIKes Guna Bangsa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari Bulan April sampai dengan Juni 2013, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air sebagai sumber daya alam, sangat penting dan mutlak diperlukan semua makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Air merupakan unsur utama dalam tumbuhan, tubuh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2012 di Bagian Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera utara.

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB II HASIL PRAKTIKUM. Pengenceran Fanta Aqua Bakso Bakwan

BAB II HASIL PRAKTIKUM. Pengenceran Fanta Aqua Bakso Bakwan BAB II HASIL PRAKTIKUM A. Hasil Tabel Hasil Pengamatan No Sampel Pengenceran 10-1 10-2 10-3 10-4 1 Fanta - - - - 2 Aqua - - - - 3 Bakso - - - - 4 Bakwan - - - - B. Pembahasan Mikrobiologi merupakan Salah

Lebih terperinci

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai derajat Sarjana SI Program Studi Biologi

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Tuladenggi adalah salah satu Kelurahan dari lima Kelurahan yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bau yang dihasilkan tubuh melalui feses dapat dihitung melalui perhitungan kadar senyawa odoran seperti amonia, trimetilamin dan fenol dalam feses. Pemberian serbuk buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Setiap kali praktikum,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna viridis) 1. Klasifikasi Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci